biopelet dari biomassa limbah cangkang kelapa sawit
TRANSCRIPT
BIOPELET DARI BIOMASSA LIMBAH CANGKANG KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) BAHAN BAKAR ALTERNATIF TERBARUKANBahan bakar merupakan suatu bentuk materi yang mengandung sejumlah kalor atau energi
panas yang dapat dilepaskan dan dimanfaatkan sebagai energi. Sumber bahan bakar yang
banyak digunakan oleh masyarkat adalah bahan bakar minyak bumi. Ketersediaan bahan
bakar minyak bumi yang semakin berkurang seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk
dan meningkatnya konsumsi bahan bakar minyak bumi oleh masyarakat.
Sumber energi utama dalam mendukung aktifitas rumah tangga masyarakat baik di
pedesaan maupun di perkotaan masih berupa bahan bakar minyak bumi, yaitu minyak tanah
dan gas LPG dan juga bahan bakar berupa kayu bakar. Berkurangnya jumlah minyak mentah
dunia mengakibatkan naiknya harga minyak mentah yang berdampak pada melonjaknnya
harga minyak tanah, sehingga masyarakat saat ini berbondong-bondong beralih dari
penggunaan bahan bakar minyak tanah menjadi bahan bakar gas LPG. Peralihan bahan
bakar rumah tangga kepada gas LPG ini menjadikan naiknya harga gas LPG yang cukup
tinggi. Selain tingginya harga, gas LPG juga sulit didapat khususnya di daerah pedesaan dan
pesisir. Krisis energi yang terjadi ini diperlukan solusi pemecahan masalah dengan cara
mencari alternatif bahan bakar pengganti bahan bakar minyak bumi yang lebih murah dan
dapat tersedia dengan mudah.
Biomassa merupakan sumber energi yang bersih dan dapat diperbarui yang dihasilkan
melalui proses fotosintesis, baik berupa produk maupun limbah. Selain digunakan untuk
tujuan primer serat, pakan ternak, minyak nabati, dan bahan bangunan, biomassa juga
digunakan sebagai sumber energi (bahan bakar). Kandungan energi yang ada dalam
biomassa cukup tinggi, yaitu antara 4.000 – 5.000 kkal/kg. Oleh karena itu saat ini sumber
energi alternatif dari biomassa sedang banyak diteliti dan dikembangkan karena sifatnya
yang melimpah, mudah diperoleh, dapat diperbaharui secara cepat, dan kandungan
energinya yang cukup tinggi. Menurut El bassam dan Maegard (2004), pada umumnya
biomassa yang digunakan sebagai bahan bakar adalah biomassa yang memiliki nilai
ekonomis rendah atau merupakan hasil ekstraksi produk primer. Sedangkan
menurut Prihandana dan Hendroko (2007), Indonesia mempunyai potensi energi biomassa
sebesar 50.000 MW yang bersumber dari berbagai limbah biomassa pertanian, seperti:
produk samping kelapa sawit, penggilingan padi, pabrik gula aren, produk samping jarak
pagar, paabrik tembakau, pabrik gula, kakao, dan limbah pertanian lainnya.
Teknologi pemanfaatan biomassa untuk keperluan energi yang lebih modern sudah
dilakukan untuk keperluan pembangkit energi listrik, antara lain di negara-negara seperti
Denmark, Finlandia, dan Swedia. Penggunaan dititikberatkan kepada industri berskala
menengah untuk cogenerationyang menghasilkan listrik dan uap untuk proses, tetapi ada
kecendrungan untuk mengembangkan di industri berskala besar. Walaupun biomassa
merupakan sumber energi yang bersih dan dapat diperbarui, tetapi biomassa memiliki sifat
fisik yang buruk jika dibakar langsung karena kerapatan energinya yang rendah dan
permasalahan penanganan, penyimpanan, dan transportasi (Saptoadi, 2006). Yamada et
al. menambahkan bahwa, penggunaan bahan bakar biomassa secara langsung dan tanpa
pengolahan akan menyebabkan timbulnya gangguan pernafasan yang disebabkan oleh
karbon monoksida, sulfur dioksida (SO2), dan endapan partikulat (Yamada et al. 2005). Oleh
karena itu dibutuhkan suatu teknologi baru yang dapat memanfaatkan sumber bahan bakar
biomassa menjadi bentuk bahan bakar yang lebih ramah lingkungan.
Biopellet atau dikenal dengan biopelet salah satu bentuk bahan bakar padat berbasis
limbah biomassa dengan ukuran yang kecil dan lebih kecil dari briket. Biopelet mempunyai
densitas dan keseragaman ukuran yang lebih baik dibandingkan biobriket. Proses yang
digunakan adalah pengempaan dengan suhu dan tekanan tinggi, sehingga membentuk
produk yang seragam dengan kapasitas produksi yang tinggi dibanding biobriket. Di beberapa
negara maju seperti Jerman, Canada, dan Austria, biopelet dikembangkan sebagai bahan
bakar alternatif yang berasal dari kepingan kayu. Menurut Gumbira-Sa’id (2010), pelet kayu
adalah salah satu jenis kayu bakar, yang umumnya dibuat dari serbuk gergaji yang
dipadatkan. Pelet kayu diproduksi dengan menghancurkan bahan baku kayu
menggunakan hammer mill, sehingga menghasilkan massa partikel kayu yang seragam.
Massa partikel kayu tersebut kemudian diumpankan kedalam mesin pengepres yang
mempunyai diameter lubang 6-8 mm dan panjang 10-12 mm (Mani et al. 2006). Keunggulan
dari biopelet ini adalah dapat meningkatkan nilai kalor yang dihasilkan dari proses
pembakaran. Selain itu ukuran dan keseragaman biopelet juga dapat memudahkan proses
pemindahan (transportasi) dari satu tempat ke tempat lainnya (Battacharya, 1998).
Cangkang kelapa sawit merupakan limbah biomassa hasil pemecahan biji kelapa sawit
pada produksi CPO di Pabrik Kelapa Sawit (PKS). Jumlah limbah cangkang kelapa sawit
yang semakin bertambah dibuktikan dengan semakin bertambahnya luas perkebunan kelapa
sawit Indonesia, sehingga pada tahun 2011 ini produkstivitas minyak kelapa sawit Indonesia
meningkat 16.3 % pada tahun sebelumnya menjadi 25 juta ton. Selain itu menurut Prihandana
dan Hendroko (2007), pada tahun 2004 dihasilkan limbah biomassa kelapa sawit berupa
12.365 juta ton cangkang dan serat.Menurut BPS (2010) luas lahan perkebunan kelapa sawit
pada tahun 2010 adalah 5,032,800 hektar dan rata-rata produksi Tandan Buah Segar
(TBS) adalah 15 ton perhektarnya. Hal ini menunjukkan bahwa TBS yang dihasilkan juga
bertambah. Pada umumnya, cangkang yang dihasilkan oleh PKS adalah 7.61% dari total TBS
yang diolah (Putri et al 2009). Dengan demikian, setiap tahunnya terdapat sebanyak 5,74 juta
ton cangkang kelapa sawit yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternatif.
Pemanfaatan limbah cangkang kelapa sawit ini yang belum optimal, menjadi masalah yang
serius bagi pabrik kelapa sawit dan lingkungan masyarakat sekitar. Hingga saat ini, cangkang
kela
pa sawit oleh PKS hanya digunakan secara langsung sebagai bahan bakar boiler untuk
memenuhi kebutuhan uap panas (steam), listrik, dan sebagai bahan pengeras jalan di
perkebunan kelapa sawit. Nilai kalor pembakaran yang dimiliki cangkang kelapa sawit cukup
tinggi, yaitu 19500-20750 kJ/kg; sehingga menunjukkan bahwa cangkang kelapa sawit sangat
berpotensi untuk dijadikan bahan baku dalam pembuatan bahan bakar biopelet.
Limbah kelapa sawit yang memiliki nilai energi panas tertinggi adalah cangkang
kelapa sawit. Berikut adalah nilai kalor dari limbah kelapa sawit:
Tabel 4. Nilai energi panas (calorific value) dari limbah kelapa sawit (berdasarkan berat kering)
BagianRata-rata calorific
value(kJ/kg)Kisaran (kJ/kg)
Tandan kosong kelapa sawit 18795 18000-19920
Serat 19055 18800-19580
Cangkang 20093 19500-20750
Batang 17471 17000-17800
Pelepah 15719 15400-15680
Sumber: Ma et al (2004) dalam Goenadi et al (2005)