bismillah tgs fix gilang
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Bila kita menengadah ke langit, tampak seolah-olah bumi kita
dinaungi “atap” setengah bola yang disebut bola langit lainyya nampak
seolah-olah menempel pada bola langit itu. Tanpa menggunakan teleskop,
bintang yang dapat kita lihat berjumlah sekitar 5000. Semua bintang yang
dapat kita lihat dengan mata telanjang, termasuk matahari hanyalah sebagian
kecil bintang dalam galaksi kita. Jika kita merenungkan hal ini, akan timbul
banyak pertanyaan dalam benak kita kenapa bintang bersinar, dari mana asal
bintang, bagaimana proses terbentuknya bintang dan seperti apaakhir
kehidupan bintang itu.
Seperti manusia, bintang juga mengalami perubahan tahap
kehidupan. Sebutannya adalah evolusi. Mempelajari evolusi bintang sangat
penting bagi manusia, terutama karena kehidupan kita bergantung pada
matahari. Matahari sebagai bintang terdekat harus kita kenali sifat-sifatnya
lebih jauh.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimanakah perilaku bintang apabila dijelaskan menggunakan konsep
hukum gas ideal ?
2. Bagaimanakah terjadinya bintang berdasarkan kajian terbentuknya
awan-awan yang runtuh akibat gaya gravitasi antar partikel penyusun
awan ?
3. Bagaimana bintang dapat bersinar sampai milyaran tahun lamanya ?
4. Bagaimanakah proses lahirnya bintang-bintang ?
5. Bagaimanakah bintang yang masif( bintang yang panas) memiliki umur
yang lebih pendek dibandingkan bintang yang dingin ?
C. TUJUAN
1. Mengetahui perilaku bintang apabila dijelaskan menggunakan konsep
hukum gas ideal.
2. Mengetahui terjadinya bintang berdasarkan kajian terbentuknya awan-
awan yang runtuh akibat gaya gravitasi antar partikel penyusun awan.
3. Mengetahui alasan bintang dapat bersinar sampai milyaran tahun
lamanya.
4. Mengetahui proses lahirnya bintang-bintang.
5. Mengetahui bintang yang masif( bintang yang panas) memiliki umur
yang lebih pendek dibandingkan bintang yang dingin.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Perilaku Bintang dengan konsep Hukum Gas Ideal
Sinar matahari yang kita nikmati sekarang sama dengan sinar matahari
yang dinikmati nenek moyang kita di zaman dahulu, bahkan sama pula
dengan yang dinikmati dinosaurus puluhan juta tahun lalu. Dalam rentang
waktu jutaan tahun, matahari relatif stabil. Tentu timbul pertanyaan : kenapa
matahari bisa begitu stabil? Pertama-tama, mari kita coba hitung massa
matahari. Kita sekarang tahu bahwa jarak Bumi kita ke Matahari adalah 150
juta km, sementara waktu yang dibutuhkan Bumi untuk mengelilingi
Matahari adalah 1 tahun yaitu 365.25 hari. Anggap saja Bumi mengelilingi
matahari dalam orbit berbentuk lingkaran, sehingga kecepatan Bumi
mengelilingi matahari adalah 100 000 km/jam.
Matahari dan objek-objek yang mengitarinya menaati Hukum Gravitasi
Karena kita tahu bahwa gerakan Bumi berasal dari tarikan gravitasi
Matahari, maka dapat kita simpulkan dari Hukum Gravitasi bahwa gaya
gravitasi Matahari dihasilkan oleh massa sebesar 2 x 10^30 kg! Ini kira-kira
sama dengan 330 000 kali massa Bumi. Kenapa massa yang begitu besar ini
tidak runtuh ke pusatnya? Sebuah gedung tinggi punya massa besar dan tetap
berdiri karena ada pilar-pilar kerangka yang menopang seluruh massa
gedung. Namun bila pilar-pilar ini diledakkan oleh pakar peruntuh gedung,
seluruh bangunan akan runtuh secara bersamaan ke bawah, ke arah pusat
Bumi. Demikian pula dengan matahari, bila tidak ada “sesuatu” yang
menopang seluruh massa tersebut, maka matahari akan runtuh ke arah
pusatnya dalam waktu kurang dari setengah jam! Karena kita tidak pernah
melihat hal itu terjadi, berarti ada sesuatu yang menopang struktur matahari.
Kita anggap saja bahwa Matahari adalah sebuah bola gas yang
berpijar. Bila hal itu betul, kita dapat anggap gas di dalam matahari sebagai
sebuah gas ideal yang memancarkan radiasi elektromagnetik. Hukum Gas
ideal mengatakan bahwa gas yang dimampatkan akan menghasilkan tekanan
yang melawan pemampatan itu. Bila gas tersebut memancarkan radiasi
elektromagnetik, maka Matahari juga menghasilkan tekanan radiasi yang
arahnya ke luar permukaan matahari.
Lapisan yang lebih dalam mengalami tekanan gravitasi yang lebih
besar, oleh karena itu untuk mengimbanginya tekanan radiasi juga harus sama
besarnya.
Jadi pada prinsipnya, hanya dengan mengetahui “tampilan luar”
Matahari yaitu massa keseluruhannya dan jari-jarinya, kita dapat mengetahui
keadaan di dalam inti matahari, yaitu berapa kerapatan dan tekanannya. Ini
dapat kita lakukan dengan menggunakan hukum-hukum fisika yang berlaku
yaitu kesetimbangan antara gaya-gaya yang berlaku di matahari. Satu lagi
parameter yang dapat kita ukur adalah suhu atau temperatur di pusat
matahari. Untuk mengetahui ini kita harus membuat pengandaian bahwa gas
dalam matahari adalah gas ideal, yaitu gas khayal yang tidak memiliki gaya
antara molekul-molekulnya dan tumbukan antar atom bersifat elastik
sempurna. Pada kenyataannya gas yang ada di alam ini tidak bersifat seperti
gas ideal, namun semakin tinggi suhu gas tersebut, sifatnya semakin
mendekati gas ideal. Massa gas hidrogen dalam matahari adalah setengah dari
massa proton, dan kita akan memperoleh suhu pada inti Matahari adalah 15
juta Kelvin, ini adalah suhu yang teramat tinggi, bandingkan dengan suhu
pemukaan matahari yaitu “hanya” 5800 Kelvin. Karena jari-jari matahari
adalah 700 000 km, maka bila kita berjalan dari pusat Matahari hingga ke
permukaannya, suhu matahari turun 0.21 Kelvin setiap satu meter.
Sifat-sifat gas ideal dinyatakan sebagai berikut.
1. Jumlah partikel gas sangat banyak, tetapi tidak ada gaya tarik menarik
(interaksi) antarpartikel.
2. Setiap partikel gas selalu bergerak dengan arah sembarang atau acak.
3. Ukuran partikel gas dapat diabaikan terhadap ukuran ruangan tempat
gas berada.
4. Setiap tumbukan yang terjadi antarpartikel gas dan antara partikel gas
dan dinding bersifat lenting sempurna.
5. Partikel gas terdistribusi merata di dalam ruangan.
6. Berlaku Hukum Newton tentang gerak.
Persamaan yang meghubungkan antara P, V dan T dinamakan sebagai
persamaan keadaan gas. Kita akan meninjau persamaan keadaan untuk gas
ideal. Robert Boyle menemukan bahwa:
PV = konstan pada temperatur konstan
Hukum ini berlaku hampir untuk semua gas dengan kerapatan rendah.
Jacques Charles dan Gay Lussac menemukan bahwa pada gas dengan
kerapatan rendah berlaku :
PV = CT
C adalah konstanta kesebandingan. T adalah suhu mutlak.
Satuan T adalah Kelvin, t suhu dalam satuan Celcius.
T = t + 273
C sebanding dengan jumlah gas, atau dapat kita tuliskan sebagai:
C = kN … (6)
k adalah konstanta yang baru, N adalah jumlah molekul gas. Persamaan (6)
sekarang dapat kita tuliskan menjadi:
PV = NkT
Konstanta k disebut konstanta Boltzmann. Secara eksperimen nilai k adalah:
k = 1,381 x 10-23 J/K
Persamaan keadaan untuk gas dengan kerapatan rendah menjadi:
PV = nNakT = nRT
R= kNa adalah konstanta gas umum, nilainya untuk semua gas adalah R =
8,314 J/mol. K = 0,08206 L.atm/mol.K
Untuk gas nyata, nilai PV/nT sangat mendekati konstan sampai pada
range tekanan yang besar. Gas ideal didefinisikan sebagai gas di mana PV/nT
bernilai konstan untuk seluruh keadaan. Jadi gas ideal memenuhi persamaan:
PV = nRT
Nilai nR pada Persamaan diatas adalah konstan sehingga kita bisa
menuliskan:
Pada keadaan standart volume gas apapun adalah 22,4 L.
http://budisma.web.id/materi/sma/fisika-kelas-xi/persamaan-umum-gas-ideal/
Dari penjelasan tentang gas ideal diatas kita dapat menyimpulkan
hubungan antara perilaku bintang dengan konsep hukum gas ideal, yaitu :
1. Dari persamaan : PV=nkT , dapat disimpulkan jika volume bertambah
maka tekanan yang ada didalam bintang berkurang sehingga
temperature bintang akan bertambah dan menyebabkan kerapatan
bintang akan semakin mengecil.
2. Jika volume berkurang maka bintang memiliki tekanan yang
bertambah besar dan temperature suhunya akan mengecil sehingga
kerapatan bintang menjadi bertambah.
3. Jika temperatur bertambah maka tekanan akan bertambah sehingga
kerapatan bintangnya akan mengecil.
4. Jika temperatur berkurang, maka tekanan akan berkurang sehingga
kerapatannya akan bertambah.
5. Jika temperaturnya sangat tinggi, tekanan rendah dan jarak antar
partikel sangat besar, maka bintang akan membesar karena volumenya
bertambah, lama kelamaan bintang akan hancur.
B. Terjadinya bintang berdasarkan kajian terbentuknya awan-awan yang
runtuh akibat gaya gravitasi antar partikel penyusun awan.
Bintang dilahirkan, berkembang, dan pada akhirnya padam, tidak
bersinar lagi. Proses evolusi bintang ini tentunya memakan waktu yang sangat
lama hingga milyaran tahun. Contohnya Matahari dalam tata surya kita, yang
tidak tampak berubah sejak zaman nenek moyang hingga saat ini.
Materi Antar Bintang
Berdasarkan hasil pengamatan, luar angkasa diantara bintang-bintang
ternyata tidak benar-benar kosong, namun terdapat materi berupa gas dan
debu yang disebut materi antar bintang. Di beberapa tempat materi antar
bintang dapat dilihat sebagai awan antar bintang yang disebut Nebula,
contohnya Nebula Orion. Kerapatan awan bintang sangatlah kecil bila
dibandingkan dengan udara di sekeliling kita. Walaupun demikian, awan
bintang memiliki volume yang sangat besar, sehingga cukup banyak untuk
membentuk ribuan bintang.
Lalu bagaimana awan antar bintang (Nebula) itu bisa membentuk
bintang? Gaya gravitasi memegang peranan sangat penting dalam proses
pembentukan bintang. Jika terjadi suatu peristiwa hebat, misalnya ledakan
bintang, di suatu tempat sekelompok materi antar bintang akan menjadi lebih
mampat daripada sekitarnya. Bagian luar awan ini akan tertarik oleh gaya
gravitasi materi di bagian dalam. Akibatnya, awan akan mengerut dan
semakin mampat. Peristiwa ini disebut kondensasi. Tetapi, tidak semua awan
yang berkondensasi itu akan menjadi bintang. Akibat kondensasi, tekanan di
dalam awan akan meningkat dan akan melawan pengerutan. Bila tekanan
melebihi gaya gravitasi, awan akan tercerai kembali dan proses terbentuknya
bintang tidak akan terjadi.
Pada setiap kondensasi kerapatan gas dalam awan bertambah besar.
Riwayat gumpalan awan induk akan terjadi lagi di dalam gumpalan awan
yang lebih kecil. Demikian seterusnya. Peristiwa ini disebut fragmentasi.
Awan yang tadinya satu terpecah menjadi ratusan bahkan ribuan awan yang
mengalami pengerutan gravitasi. Pada akhirnya, suhu menjadi cukup tinggi
sehingga awan-awan tersebut akan memijar dan menjadi ‘embrio’ bintang
yang disebut protostar. Jadi, bintang tidak terbentuk sendiri-sendiri namun
berasal dari suatu kondensasi besar, bintang terbentuk dalam kelompok. Hal
ini didukung oleh pengamatan. Dalam galaksi kita pun terdapat banyak gugus
bintang.
Protostar
Suatu protostar yang telah mengakhiri proses fragmentasinya akan
terus mengerut akibat gravitasinya sendiri. Materi dalam protostar sebagian
besar adalah hidrogen dengan kerapatan seragam pada awalnya. Evolusi
protostar ditandai dengan keruntuhan yang sangat cepat. Laju evolusi pada
tahap ini, temperatur di pusat bintang cukup tinggi untuk berlangsungnya
pembakaran hidrogen. Pada saat itu tekanan di dalam bintang menjadi besar
dan pengerutan pun berhenti. Tekanan internal bintang mencegah dari runtuh
lebih lanjut di bawah gravitasinya sendiri. Ia menjadi bintang di deret utama.
Namun bila massa bintang terlalu kecil, suhu di pusat bintang tidak akan
cukup tinggi untuk berlangsungnya reaksi pembakaran hidrogen. Bintang
akhirnya mendingin dan menjadi bintang katai gelap tanpa adanya reaksi ini
yang berarti.
Evolusi Lanjut
Selanjutnya bintang mencapai deret utama berumur nol (zero age
main-sequence, ZAMS). Komposisi bintang tersebut masih homogen,
mencerminkan komposisi awan antar bintang yang membentuknya. Energi
yang dipancarkan bintang terutama berasal dari reaksi inti yang berlangsung
di pusat bintang. Yaitu reaksi fusi yang merubah hidrogen menjadi helium,
dengan perlahan terjadi perubahan komposisi di pusat bintang, hidrogen
berkurang dan helium bertambah. Akibatnya struktur bintang pun berubah,
bintang makin terang, jari-jari bertambah besar, temperatur efektif berkurang.
Setelah inti bintang cukup padat, beberapa hidrogen diubah menjadi
helium terus melalui proses fusi nuklir. Sisa dari interior bintang membawa
energi dari inti melalui kombinasi proses radiasi dan konveksi. Setelah bahan
bakar hidrogen pada intinya habis, bintang-bintang memiliki setidaknya 0,4
kali massa Matahari berkembang menjadi raksasa merah, di sekering kasus
beberapa unsur yang lebih berat di inti atau pada kulit sekitar inti. Bintang
kemudian berevolusi menjadi sebuah bentuk, daur ulang sebagian dari materi
ke dalam lingkungan antar, di mana akan membentuk generasi baru bintang
dengan proporsi yang lebih tinggi dari unsur-unsur berat.
Ada perbedaan proses evolusi bintang tergantung dari massa bintang
tersebut. Pada bintang bermassa besar, terjadi reaksi daur karbon yang
terkonsentrasi ke pusat, disebut pusat konveksi. Pada bintang tipe ini, di
bagian selubungnya tidak terjadi reaksi inti. Karena itu, komposisi selubung
masih sama dengan komposisi awal. Lain halnya dengan bintang bermassa
rendah yang membangkitkan energinya tidak terkonsentrasi di pusat.
Konveksi justru terjadi di selubung. Akibat reaksi pembakaran hidrogen,
jumlah helium di pusat bintang bertambah. Timbunan helium di pusat bintang
itu mengakibatkan terjadinya pengerutan gravitasi secara perlahan. Bila
massa pusat helium ini mencapai 10 % hingga 20% massa bintang, pusat
helium tidak lagi mengerut dengan perlahan namun runtuh dengan cepat. Saat
itu struktur bintang berubah, bagian luar bintang akan memuai dengan cepat,
bintang berubah menjadi bintang raksasa merah. Saat itu, bintang mempunyai
2 sumber energi yaitu pembakaran hidrogen di kulit yang melingkupi pusat
helium, dan pembakaran helium di pusat bintang.
Evolusi tahap akhir suatu bintang masih belum pasti. Namun dari
beberapa perhitungan didapat bahwa unsur kimia yang lebih berat dari karbon
terbentuk di pusat bintang. Inti helium, berubah menjadi karbon, selanjutnya
membentuk oksigen. Hal ini menyebabkan temperatur pusat meningkat, dan
saat mencapai 600 derajat, inti karbon akan berinteraksi membentuk
magnesium, neon, dan natrium. Demikian seterusnya akan terjadi
pembakaran unsur kimia dalam bintang. Hingga akhirnya akan terbentuk inti
besi. Besi merupakan inti yang paling mantap dan tidak akan bereaksi
membentuk inti yang lebih berat. Selanjutnya, akan terjadi keruntuhan
gravitasi pusat besi yang menyebabkan Supernova.
http://blogcasa.wordpress.com/materi-casa/evolusi-bintang/
Evolusi Deret Utama
Bintang menghabiskan sekitar 90% umurnya untuk membakar
hidrogen dalam reaksi fusi yang menghasilkan helium dengan temperatur dan
tekanan yang sangat tinggi di intinya. Pada fase ini bintang dikatakan berada
dalam deret utama dan disebut sebagai bintang katai putih.
Energi yang dipancarkan bintang pada tahap pra deret utama dari
pengerutan gravitasi. Temperatur di pusat bintang manjadi makin tinggi
sebagai akibat pengerutan gravitasi. Pada temperatur sekitar 10 juta derajat,
inti hidrogen mulai bereaksi membentuk helium. Energi yang dibangkitkan
oleh reaksi inti menyebabkan tekanan di dalam bintang menahan pengerutan
bintang dan bintang menjadi mantap. Pada saat itu bintang mancapai deret
utama berumur nol. Komposisi kimia bintang pada saat itu homogen
(samadgn pusat hingga ke permukaan) dan masih mencerminkan komposisi
awan antar bintang yang membentuknya. Energi yang dipancarkan bintang
terutama berasal dari reaksi inti yang berlangsung di pusat bintang. Deret
utama merupakan kedudukan bintang dengan reaksi inti dipusatnya yang
komposisinya kimianya masih homogen. Ditemuinya bintang raksasa merah
yang letaknya dalam diagram HR jauh dari deret utama menunjukan
komposisi kimia bintang tersebut tidak lagi homogen.
Dengan perlahan terjadi perubahan komposisi kimia di pusat bintang.
Hal ini berakibat perubahan struktur bintang dengan perlahan. Bintang
menjadi lebih terang, jejari bertambah besar dan temperaturnya efektifnya
berkurang, namun belum bergeser terlalu jauh dari deret utama. Andaikan 10
persen hidrogen di pusat sudah habispun bintang tidak akan lebih dari dua
kali terangnya, begitu juga temperatur efektifnya tidak akan turun lebih dari
sepersepuluh kalinya. Tahap evolusi disebut tahap deret utama yang bermula
dari deret utama berumur nol.
Struktur dalam bintang pada tahap deret utama tergantung pada masa
bintang. Begitu pula masa evolusi lanjut bintang dimulai dan ditentukan oleh
masa awan pembentuk bintang dan masa bintang. Makin besar masanya maka
evolusinya semakin cepat untuk meninggalkan deret utama.
Tahap Evolusi Lanjut
Suatu bintang yang telah menggunakan bahan bakar hidrogennya akan
bergantung pada massa bintang itu sendiri. Bila pembakaran hidrogen terhenti
maka pengerutan gravitasi berlangsung lagi yang menyebabkan suhu bintang
meningkat lagi. Hal ini memungkinkan terjadinya reaksi fusi helium dan
unsur-unsur yang lebih berat lainnya. Bintang yang telah memasuki usia tua
akan segera menghabiskan energi fusi yang tersedia dan bintang kehabisan
energi dan akan mati. Proses ini bisa terjadi dengan membuang sisa-sisa
energinya secara perlahan-lahan dan berangsur menjadi bintang katai putih,
atau bisa juga mengerut menjadi bintang dengan kerapatan yang amat besar,
menjadi bintang neutron ataukah black hole. Penghabisan sisa energi ini bisa
juga dengan cara menghamburkan seluruh sisa energi dan seluruh materinya
dalam suatu ledakan yang maha dahsyat yang disebut nova atau supernova.
Menuju Raksasa Merah
Bila sutau bintang telah mulai menghabiskan bahan bakar
hidrogennya sehingga bintang itu sendiri kebanyakan helium, maka fusi
hidrogen tidak bisa terjadi lagi. Akibatnya tekanan radiasi tidak lagi mampu
menahan keruntuhan gravitasi. Oleh karena itu pusat helium mulai runtuh
sehingga terjadi lagi perubahan energi potensial gravitasi menjadi energi
kinetik termal sehingga pusat bintang bertambah panas. Kerapatan pusat
bintang meningkat dari 100 gr/cm3 menjadi sekitar 105 gr/cm3 dan suhu naik
menjadi 108K. Pada tingkat suhu ini mulai terjadi fusi helium menjadi unsur-
unsur ruang lebih berat seperti karbon, oksigen, dan neon. Proses ini
dinamakan pula dengan proses pembakaran helium. Menurut
hukum Stefan-Boltzmann
W = T4
Karena energi per satuan luas W berkurang maka suhunya T juga
berkurang. Dengan demikian kini permukaan bintang suhunya menjadi
semakin rendah sehingga cahayanya menjadi semakin merah. Jadi pada
tahapan ini bintang menjadi bintang yang sangat besar dan dengan cahaya
yang kemerahan sehingga disebut raksasa merah. Matahari juga dalam
evolusinya nanti juga akan mencapai tahap raksasa merah dan pada saat itu
jejari matahari akan sampai ke orbit Venus.
Bintang dalam tahap raksasa merah akan terus membakar helium dan
mungkin juga unsur-unsur yang lebih berat sampai siklus fusi ini berakhir
dengan pembentukan inti besi 56Fe. Oleh karenanya pusat bintang
kerapatannya menjadi semakin besar, sementara itu materi sekitarnya makin
kehabisan hidrogen dan mengerut mengumpul di pusat bintang. Hal ini
menyebabkan pusat bintang makin kecil dan makin panas sampai suhunya
cukup tinggi untuk memenuhi terjadinya reaksi triple alpha.
Menjadi Bintang Katai Putih (white dwarf)
Cepat atau lambat bintang akan kehabisan energi nuklirnya.
Kemudian bintang mengerut dan melepaskan energi potensialnya. Akhirnya
bintang yang mengerut ini mencapai kerapatan yang luar biasa besarnya, dan
menjadi bintang yang kecil dan mampat dengan kerapatan massa mencapai
103 kg/cm3dan suhu permukaanya mencapai 104K. Bintang yang seperti ini
dinamakan Katai Putih atau White Dwarf. Dalam keadaan yang mampat
ini, atom-atom sangat rapat satu dengan yang lainnya sehingga fungsi
elektronnya mulai tumpang tindih. Oleh karena itu terjadilah degenerasi
energi elektron. Energi degenerasi ini menghasilkan gaya tolakan yang
cenderung melawan tumpang tindih elektron itu.
Bintang katai putih merupakan keadaan materi yang sangat luar biasa,
kerapatannya sekitar 106 gr/cm3, dan kerapatan pusatnya mungkin mendekati
108 gr/cm3. Ini berarti 1 cm3 zat seperti itu di bumi beratnya 100 ton. Jadi
bintang katai putih mencapai kesetimbangan hidrostatik yang menyebabkan
bintang ini stabil dihasilkan oleh tekanan degenerasi elektron. Ini berarti
kestabilan ini tidak bergantung pada suhu tetapi hanya bergantung pada
kerapatannya. Oleh karena itu ukuran katai putih itu bergantung pada
massanya, makin besar massanya makin kecil ukurannya. Sebuah katai putih
yang massanya satu kali massa matahari maka jejarinya sekitar satu persen
dari jejari matahari, atau sekitar sama dengan jejari bumi. Makin lebih besar
massanya dar massa matahari maka jejarinya makin lebih kecil dari satu
persen jejari matahari, dan akhirnya mencapai massa sekitar 1,4 massa
matahari yang merupakan batas massa katai putih dalam kesetimbangan.
Perhitungan ini ditemukan oleh S. Chandrasekhar, maka massa batas 1,4
M ini dinamakan limit Chandrasekhar.
Karena katai putih terus memancarkan energinya maka lama-
kelamaan dia kehabisan sumber energi nuklirnya. Sehingga makin lama katai
putih berubah menjadi katai merah, dan akhirnya berhenti bersinar dan
menjadi bintang dingin yang gelap dengan massa gas terdegenerasi. Pada
tahap akhir ini dikatakan bintang menjadi katai hitam atau black dwarf.
http://herugio1.blogspot.com/2011/03/evolusi-bintang.html
C. Panas Bintang dapat berlangsung begitu lama
Bagaimana bintang bisa menyala? Bagaimana menentukan umurnya?
Berapa lama bintang dapat menyala? Bintang (termasuk Matahari) dapat
bersinar karena adanya proses termonuklir di dalamnya. Proses fisis ini bisa
digunakan untuk mengukur umur bintang.
Fisika nuklir bisa menjelaskan berapa banyak energi yang dihasilkan
dari fusi setiap atom hidrogen. Diketahui berapa banyak hidrogen panas
dalam inti bintang, dan berapa cepat bintang menggunakan energinya untuk
bersinar. Dengan demikian bisa dihitung berapa lama bintang bersinar
sebelum kehabisan seluruh bahan bakarnya. Jika bintang telah kehabisan
hidrogen di intinya, bintang berubah menjadi ‘raksasa merah’. Ketika kita
menemukan adanya bintang raksasa tersebut, bisa ditentukan massa awalnya,
tenaga awalnya, dan kala hidupnya dapat ditentukan. Demikian setelah diukur
berbagai bintang yang telah tua tersebut, diperoleh dari metode ini umur
semesta berkisar antara 10 – 15 milyar tahun.
http://langitselatan.com/2008/10/05/bahwa-alam-semesta-sudah-tua/
Evolusi protobintang ditandai dengan keruntuhan cepat (hampir
seperti jatuh bebas). Pada akhirnya protobintang menyeberang daerah
terlarang Hayashi (titik B). Kita sebut protobintang itu dengan bintang pra
deret utama. Luminositas bintang sangat tinggi karena maeri masih renggang
sehingga energi bebas terpancar keluar. Bintang akan mengerut dengan laju
yang lebih lambat menyusuri pinggir luar daerah terlarang Hayashi. Jejak
evolusinya hampir vertikal (Te hampir tak berubah), jejak ini dikenal sebagai
jejak Hayashi. Karena temperatur efektifnya yang rendah, hampir seluruh
bintang berada dalam keadaan konveksi. Bintang mengerut dengan jejarinya
mempunyai harga terbesar yang dibolehkan oleh keseimbangan hidrostatik.
Karena kekedapan (atau koefisien absorpsi R), menurun dengan
naiknya temperatur (hukum Kramers) gradien temperatur di pusat bintang
juga menurun hingga berlakulah keadaan setimbang pancaran di pusat
bintang. Terbentuklah pusat yang energinya diangkut secara pancaran di
dalam bir tang (disebut pusat pancaran). Dengan makin besarnya pusat
pancaran, yang kekedapannya kecil, maka bintang pun makin berkurang
kekedapannya. Lebih banyak energi yang mrengalir secara pancaran. Hal ini
ditandai dengan naiknya luminositas (titik C). Karena bintang tetap mengerut
selama luminositasnya meningkat, permukaannuya menjadi lebih panas,
bintang bergerak ke atas dan ke kiri dalam diagram HR. Laju evolusi pada
tahap ini jauh lebih lambat daripada sebelumnya. Pada akhirnya temperatur di
pusat bintang cukup tinggi untuk berlangsungnya pembakaran hidrogen. Pada
saat itu tekanan di dalam bintang menjadi besar dan pengerutan pun berhenti.
Bintang menjadi bintang deret utama (titik D). Tahap evolusi sebelum
mencapai deret utama itu kita sebut tahap praderet utama.
Waktu yang diperlukan sebuah bintang berevolusi dari awan antar
bintang menjadi bintang deret utama bergantung pada massa bintang itu.
Makin besar massa suatu bintang, makin singkat waktu yang diperlukan
untuk mencapai deret utama bagi bintang dengan berbagai massa.
Kemungkinan kita mengamati suatu bintang pada suatu tahap evolusi
bergantung pada lamanya tahap evolusi tersebut. Karena tahap evolusi pra
deret utama bintang yang bermassa besar berlangsung sangat singkat,
kemungkinannya lebih besar bagi kita mengamati tahap pra deret utama
bintang dengan massa yang kecil.
Bila massa bintang terlalu kecil, suhu di pusat bintang tak pernah
cukup tinggi untuk berlangsung reaksi pembakaran hidrogen. Batas massa
untuk ini bergantung pada komposisi kimia, umumnya sekitar 0,1. Bintang
dengan massa lebih kecil dari batas massa ini akan mengerut dan
luminositasnya menurun. Bintang akhirnya mendingin manjadi bintang katai
gelap tanpa mengalami reaksi inti yang berrti.
http://herugio1.blogspot.com/2011/03/evolusi-bintang.html
Fisikawan nuklir Hans Bethe-lah yang pada tahun 1938 berhasil
menjelaskan bahwa reaksi fusi nuklir (penggabungan inti-inti atom) di pusat
bintang dapat menghasilkan energi yang besar. Pada temperatur puluhan juta
Kelvin, inti-inti hidrogen (materi pembentuk bintang) mulai bereaksi
membentuk inti helium. Energi yang dibangkitkan oleh reaksi nuklir ini
membuat tekanan radiasi di dalam bintang dapat menahan pengerutan yang
terjadi. Bintang pun kemudian berada dalam kesetimbangan hidrostatik dan
akan bersinar terang dalam waktu jutaan bahkan milyaran tahun ke depan
bergantung pada massa awal yang dimilikinya. Semakin besar massa awal
bintang, semakin cepat laju pembangkitan energinya sehingga semakin
singkat pula waktu yang diperlukan untuk menghabiskan pasokan bahan
bakar nuklirnya. Manakala bahan bakar tersebut habis, tidak akan ada lagi
yang mengimbangi gravitasi, sehingga bintang pun mengalami keruntuhan
kembali.
Fakta bintang yg berukuran besar
Bintang yang massanya lebih besar dari matahari umurnya justru lebih
pendek, karena lebih cepat menghabiskan bahan bakar hidrogennya. Bintang
akan runtuh oleh massanya sendiri apabila keseimbangan hidrostatiknya
terganggu. Pada bintang yang sedang dalam tahapan stabil (main sequence),
tekanan ke arah luar akibat pelepasan energi akan setara dengan tekanan ke
arah dalam akibat gravitasi bintang. Ini disebut keseimbangan hidrostatik.
Apabila bahan bakar hidrogen telah habis, maka reaksi termonuklir (yg
mengubah hidrogen menjadi helium) akan terhenti.
Dengan demikian pelepasan energi akan terhenti pula. Akibatnya,
tekanan ke arah luar berkurang. Akibatnya, seluruh materi bintang tersedot ke
arah pusat bintang oleh gravitasi bintang itu sendiri. Ini membuat bintang
menjadi tidak stabil. Inti bintang menjadi sangat padat, karena seluruh
materinya mengumpul disana. Suatu saat, pusat bintang tidak sanggup lagi
menahan tekanan yang terjadi. Mirip seperti balon yang terus menerus ditiup
hingga pecah, bintang tsb suatu saat akan meledak menjadi supernova.
http://confusi0nz.blogspot.com/2013_03_01_archive.html
D. Proses Lahirnya Bintang
Ruang di antara bintang-bintang tidak kosong. Disana terdapat materi
berupa gas dan debu yang disebut materi antar bintang. Di beberapa tempat
materi antar bintang dapat dilihat sebagai awan antar bintang yang tampak
terang bila disinari oleh bintang-bintang panas di sekitarnya, atau bisa juga
tampak gelap bila awan itu menghalangi cahaya bintang atau awan di
belakangnya. Kerapatan awan antar bintang sangat kecil, jauh lebih kecil
daripada udara di sekeliling kita. Walaupun demikian suatu awan antar
bintang mempunyai volume yang sangat besar, sehingga materi di situ cukup
banyak untuk membentuk ribuan bintang. Dan memang materi antar bintang
merupakan bahan mentah pembentukan bintang awan antar bintang disebut
nebula contohnya Nebula Orion dan Nebula Cakar Kucing.
Cat’s paw nebula atau nebula cakar kucing, NGC 6334 merupakan
tempat yang sangat besar dimana bayi-bayi bintang berada. Area kelahiran
ratusan bintang masif. Dalam citra yang sangat indah yang dipotret Visible
and Infrared Survey Telescope for Astronomy (VISTA) milik ESO di
observatorium Paranal di Chile, awan debu dan gas yang bersinar yang
selama ini menutup pandangan ditembusi sinar inframerah sehingga sebagian
bintang muda yang ada di balik cadar debu dan gas itu pun tampak.
Mengarah pada jantung Bima Sakti atau pada jarak 5500 tahun cahaya
dari Bumi di rasi Scorpius, nebula cakar kucing merentang sepanjang 50
tahun cahaya. Pada cahaya tampak, gas dan debu diterangi oleh bintang muda
nan panas sehingga tercipta bentuk kemerah-merahan yang aneh sehingga
obyek ini tampak seperti cakar kucing. Citra yang baru dipotret Wide Field
Imager (WFI) milik ESO di observatorium La Silla memberikan gambaran
mendetil dari cahaya tampak tersebut. Dan yang terlihat adalah NGC 6334
sebagai area berisi bayi bintang masif yang paling aktif di galaksi Bima Sakti.
Gas-gas antar bintang ini terbentang dalam ruang sebesar beberapa
parsec dan massanya bisa ribuan kali massa matahari. Karena gas-gas ini
kerapatannya tinggi dan bermassa besar, gravitasi mendominasi dinamika
internal awan-awan gas sehingga awan dapat runtuh ke arah pusat dan
memulai proses pembentukan bintang. Gaya gravitasi memegang peranan
sangat penting dalam proses pembentukan bintang.
Kenyataannya, ada gaya lain selain gravitasi yang juga mempengaruhi
kelahiran bintang. Setidaknya itulah yang jadi hasil penelitian terbaru dari
Harvard-Smithsonian Center for Astrophysics. Penelitian ini menunjukkan
keberadaan medan magnet kosmik memainkan peran yang lebih penting
dalam pembentukan bintang. Dalam pembentukan bintang, gravitasi
menyokong prosesnya dengan menarik seluruh materi menjadi satu, untuk itu
harus ada gaya tambahan yang menghalangi proses tersebut. Medan magnetik
dan turbulensi menjadi dua kandidat utama. Medan magetik ini diproduksi
oleh muatan listrik yang bergerak. Bintang dan sebagian besar planet
(termasuk Bumi), menunjukkan keberadaan medan magnet tersebut. Saluran
medan magnet dalam pembentukan bintang akan mengalirkan gas dan
membuatnya jadi lebih sulit untuk menarik gas dari semua arah, sementara
turbulensi mengendalikan gas dan menyebabkan tekanan kearah luar yang
menentang gravitasi. Hua-bai Lo dari Harvard-Smithsonian Center for
Astrophysics menyatakan kalau debat mengenai medan magnet versus
turbulensi ini sudah cukup lama terjadi. Namun bukti akan keberadaannya
baru ditemukan oleh mereka lewat pengamatan.
Pengamatan tersebut menunjukan inti awan molekul yang berada
dekat satu sama lain, terhubung bukan hanya oleh gravitasi namun juga oleh
medan magnetik. Dengan demikian pemodelan yang dilakukan untuk
pembentukan bintang harus menyertakan medan magnetik yang kuat.
Kombinasi antara turbulensi dalam awan dan energi magnetik dalam awan
menghambat proses keruntuhan ini dengan cukup efektif, namun di titik-titik
paling rapat dalam awan gas tersebut dapat terjadi pelemahan medan
magnetik dan jabang bayi bintang (protobintang) dapat terbentuk. Oleh suatu
peristiwa hebat, misalkan ledakan bintang atau pelontaran massa oleh
bintang, di suatu tempat sekelompok materi antar bintang menjadi lebih
mampat dari pada di sekitarnya. Bagian luar awan ini akan tertarik oleh gaya
gravitasi materi di bagian dalam. Akibatnya awan ini mengerut dan menjadi
makin mampat. Peristiwa seperti ini kita sebut sebagai kondensasi.
Agar terjadi kondensasi, massa yang diperlukan tidak usah terlalu
besar, beberapa ratus massa matahari sudah cukup. Jadi, di dalam awan yang
bermassa beberapa ratus massa matahari ini akan terjadi kondensasi yang
lebih kecil. Pada setiap kondensasi kerapatan awan dalam gas bertambah
besar. Riwayat gumpalan awan induk akan terulang lagi di dalam kelompok
awan yang lebih kecil itu. Di situ akan terjadi kondensasi yang lebih kecil
lagi. Demikian seterusnya. Peristiwa ini disebut fragmentasi. Awan yang
tadinya satu terpecah menjadi ratusan bahkan ribuan awan dan setiap awan
mengalami pengeruatan gravitasi. Pada akhirnya suhu menjadi cukup tinggi
sehingga awan-awan itu akan memijar dan menjadi ‘embrio’ atau ‘jabang
bayi suatu bintang dan disebut protobintang.
Pada saat itu materi awan yang tadinya tembus pancaran menjadi
kedap terhadap aliran pancaran. Energi yang dihasilkan pengerutan yang
tadinya dengan bebas dipancarkan keluar sekarang terhambat. Akibatnya
tekanan dan temperatur bertambah besar sehingga proses pengerutan menjadi
lambat dan proses fragmentasi akan terhenti. Namun jabang bayi bintang-
bintang ini diamati tidak terbentuk sendirian, namun terbentuk bersama-sama
jabang-jabang bintang lainnya. Jadi sebuah awan gas raksasa ini dapat
membentuk banyak jabang-jabang bintang yang akhirnya saling terikat secara
gravitasional membentuk gugus bintang. Bila gugus bintang sudah terbentuk,
angin bintang yang mereka hembuskan akan meniup sisa-sisa gas antar
bintang yang masih ada. Gugus Pleiades adalah salah satu gugus bintang-
bintang muda yang masih menyisakan awan antar bintang yang membentuk
gugus tersebut.
Bintang muda yang panas memancarkan energi dan mengionisasikan
gas di sekitar bintang. Akibatnya bintang dilingkungi oleh daerah yang
mengandung ion hydrogen (disebut daerah HII) yang mengembang dengan
cepat. Pemuaian selubung ion hidrogen ini dapat berlangsung secara
supersonik (lebih cepat dari kecepatan rambat gelombang bunyi di situ)
hingga menimbulkan gelombang kejut. Gas dingin di sekitarnya akan
mengalami pemampatan hingga terbentuk kondensasi dan terbentuklah
bintang baru. Bintang baru ini akhirnya juga akan dilingkungi oleh daerah HII
yang mengembang cepat. Bintang lebih baru akan terbentuk lagi sebagai
akibat dorongan gas yang memuai ini. Begitu seterusnya, pembentukan
bintang berlangsung secara berantai. Hal ini sesuai dengan pengamatan
Blaaw. Di beberapa daerah asosiasi OB terlihat adanya sederetan
subkelompok bintang muda. Subkelompok yang bintang-bintangnya paling
tua tersebar berada di salah satu ujung deretan, sedang subkelompok yang
paling muda berada di ujung lainnya. Jadi proses pembentukan bintang
merupakan reaksi berantai. Pembentukan bintang di suatu tempat akan
memacu pembentukan bintang di tempat lain.
Proses yang terbentuk pada kelahiran bintang tidak banyak berbeda
pada proses pembentukan matahari, karana matahari sebenarnya adalah
sebuah bintang. Ruang antara bintang sebenarnya tidak kosong sama sekali
melainkan terisi oleh awan gas dan debu meskipun kerapatnya kecil sekali.
Ruang antara bintang jauh lebih hampa daripada ruang hampa terbalik yang
biasa dibuat dilaburatorium karena dalam ruang antar bintang berukuran 1
juta meter kubik bisa hanya berisi satu partikel. Meskipun demikian kerapatan
sekecil itu tidak memustahilkan terbentuknya sebuah bintang karena
kerapatan awan antara bintang tidaklah merata ada yang renggang dan ada
yang mampat. Bintang-bintang biasanya terbentuk di daerah yang mampat.
Awan yang ada diruang antar bintang saling terik menarik sesamanya
dan terikat secara gravitasi sehingga awan-awan gas (calon bintang atau
protobintang) mengerut oleh gaya gravitasi. Biasanya pengerutan awan antar
bintang dipicu oleh gelombang kejut akibat ledakan antar bintang (nova atau
supernova) disekitar awan gas. Adanya pengerutan menyebabkan tumpukan
antar partikel semakin besar sehingga timbulah panas. Panas yang muncul
semakin tinggi sampai suatu titik ketika dipusat bintang terjadi suatu reaksi
fusi termonuklir (penggabungan unsur-unsur ringan menjadi unsur-unsur
yang lebih berat dengan melepas energi). Reaksi fusi termonuklir ini yang
mengakibatkan bintang bisa bersinar dan memancarkan radiasi. Reaksi fusi
juga menyebabkan bintang menjadi stabil dan tidak mengerut lebih jauh
karena gaya gravitasi yang cenderung mengerutkan bintang diimbangi oleh
radiasi dari dalam bintang. Gravitasi mementukan apakah akan terbentuk
suatu bintang atau tidak. Bila massanya kecil, gravitasi yang ada tidak cukup
besar untuk memanaskan inti bintang sehingga reaksi termonuklir tidak
terjadi.
Bintang dikatakan baru lahir saat terjadi reaksi termonuklir di
pusatnya dan bintang langsung masuk kederet utama diagram Herzaprung-
Russell. Tahap yang berlangsung antara tahap dimulai pemanansan di inti
bintang yang mambangkitkan reaksi termonuklir dan saat bintang masuk
deret utama dinamakan tahap praderet utama.
http://herugio1.blogspot.com/2011/03/evolusi-bintang.html
E. Bintang yang masif( bintang yang panas) akan memiliki umur yang lebih
pendek dibandingkan bintang yang dingin
Klasifikasi Bintang :
(1) Bintang Putih Besar, merupakan bintang yang paling panas karena
mampu menghasilkan energi yang jauh lebih cepat. Namun umurnya
pendek, karena menghabiskan banyak gas untuk energinya.
(2) Bintang Sedang, merupakan bintang yang tidak terlalu panas dan tidak
dingin. Contoh: matahari.
(3) Bintang Merah Kecil, merupakan bintang yang lebih dingin karena
energi yang di hasilkan lebih sedikit namun umurnya panjang di
karenakan gas yang di habiskan lebih sedikit.
Bintang dapat menghasilkan energi dengan menghabiskan gasnya,
bintang besar lebih cepat mati daripada bintang kecil, karena gas yang di
habiskan lebih cepat daripada bintang kecil. Matahari telah menghabiskan
separuh hidupnya yaitu 5 miliar tahun dan akan mati pada 5 miliar tahun yang
akan datang.
http://www.imammurtaqi.com/2012/04/kelahiran-dan-kematian-bintang.html
Umur suatu bintang bergantung pada Luminositasnya, umur bintang
berbanding terbalik dengan Luminositasnya. Bintang yang panas memiliki
Luminositas yang besar (Magnitudo absolut yang kecil), sehingga jika nilai L
besar maka nilai t kecil, akibatnya umur bintang semakin pendek. Bintang
yang dingin memiliki Luminositas yang kecil (Magnitudo absolut yang
besar), sehingga jika nilai L kecil maka nilai t besar, akibatnya umur bintang
semakin panjang.
BAB III
KESIMPULAN
1. Dari penjelasan tentang gas ideal diatas kita dapat menyimpulkan hubungan
antara perilaku bintang dengan konsep hukum gas ideal, yaitu :
a. Dari persamaan : PV=nkT , dapat disimpulkan jika volume bertambah
maka tekanan yang ada didalam bintang berkurang sehingga temperature
bintang akan bertambah dan menyebabkan kerapatan bintang akan
semakin mengecil.
b. Jika volume berkurang maka bintang memiliki tekanan yang bertambah
besar dan temperature suhunya akan mengecil sehingga kerapatan
bintang menjadi bertambah.
c. Jika temperatur bertambah maka tekanan akan bertambah sehingga
kerapatan bintangnya akan mengecil.
d. Jika temperatur berkurang, maka tekanan akan berkurang sehingga
kerapatannya akan bertambah.
e. Jika temperaturnya sangat tinggi, tekanan rendah dan jarak antar partikel
sangat besar, maka bintang akan membesar karena volumenya
bertambah, lama kelamaan bintang akan hancur.
2. Bintang-bintang terdiri dari materi berupa gas dan debu yang disebut materi
antar bintang. Di beberapa tempat materi antar bintang dapat dilihat sebagai
awan antar bintang yang disebut Nebula. Awan antar bintang (Nebula) itu
bisa membentuk bintang karena pengaruh dari tekanan internal, energi
potensial, energi kinetik, temperatur, tekanan dan gaya gravitasi.
3. Energi yang dibangkitkan oleh reaksi nuklir membuat tekanan radiasi di
dalam bintang dapat menahan pengerutan yang terjadi. Bintang pun kemudian
berada dalam kesetimbangan hidrostatik dan akan bersinar terang dalam
waktu jutaan bahkan milyaran tahun ke depan bergantung pada massa awal
yang dimilikinya.
4. Bintang-bintang seperti halnya Matahari lahir secara berkelompok dalam
kompleks-kompleks awan besar yang termampatkan yang disebut nebula.
5. Umur suatu bintang bergantung pada Luminositasnya, umur bintang
berbanding terbalik dengan Luminositasnya. Bintang yang panas memiliki
Luminositas yang besar (Magnitudo absolut yang kecil), sehingga jika nilai L
besar maka nilai t kecil, akibatnya umur bintang semakin pendek. Bintang
yang dingin memiliki Luminositas yang kecil (Magnitudo absolut yang
besar), sehingga jika nilai L kecil maka nilai t besar, akibatnya umur bintang
semakin panjang.
DAFTAR PUSTAKA
http://budisma.web.id/materi/sma/fisika-kelas-xi/persamaan-umum-gas-ideal/
http://blogcasa.wordpress.com/materi-casa/evolusi-bintang/
http://confusi0nz.blogspot.com/2013_03_01_archive.html
http://herugio1.blogspot.com/2011/03/evolusi-bintang.html
http://langitselatan.com/2008/10/05/bahwa-alam-semesta-sudah-tua/
http://www.imammurtaqi.com/2012/04/kelahiran-dan-kematian-bintang.html