(bms) hubungan konformitas dengan perilaku merokok remaja bab i-iii

39
HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS REMAJA DENGAN PERILAKU MEROKOK AKTIF DI KOTA SEMARANG SKRIPSI disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi pada Universitas Negeri Semarang Oleh Bani Sya’bani 1511411044 JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2015

Upload: banisyabani

Post on 22-Jun-2015

244 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: (Bms) Hubungan Konformitas Dengan Perilaku Merokok Remaja Bab I-III

HUBUNGAN ANTARA KONFORMITAS REMAJA DENGAN

PERILAKU MEROKOK AKTIF DI KOTA SEMARANG

SKRIPSI

disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi pada

Universitas Negeri Semarang

Oleh

Bani Sya’bani

1511411044

JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2015

Page 2: (Bms) Hubungan Konformitas Dengan Perilaku Merokok Remaja Bab I-III

PENGESAHAN

Skripsi dengan judul “Hubungan Antara Konformitas Remaja dengan Perilaku

Merokok Aktif Di Kota Semarang” telah dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi

Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang pada tanggal 14 Maret 2015.

Panitia

Ketua

Nama Ketua

NIP.

Sekertaris

Nama Sekertaris

NIP.

Penguji I

Nama Penguji I

NIP.

Penguji II

Nama Penguji II

NIP.

Penguji III

Nama Penguji III

NIP.

ii

Page 3: (Bms) Hubungan Konformitas Dengan Perilaku Merokok Remaja Bab I-III

PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa yang tertulis dalam Skripsi dengan judul “Hubungan Antara

Konformitas Remaja dengan Perilaku Merokok Aktif Di Kota Semarang” benar-benar hasil

karya saya sendiri, bukan dari jiplakan karya tulis orang lain baik sebagian atau seluruhnya.

Pendapat atau temuan orang yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan

kode etik ilmiah.

Semarang, 14 Maret 2015

Bani Sya’bani

1511411044

iii

Page 4: (Bms) Hubungan Konformitas Dengan Perilaku Merokok Remaja Bab I-III

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto:

“. . . Khoirunnas AnFa’uhum Linnas . . .” (AL-Hadits)

Artinya: “. . . Sebaik-baiknya manusia adalah mereka yang mampu memberikan manfaat bagi

manusia lainnya . . .“ (AL-Hadits)

Persembahan

Karya tulis ini saya persembahkan kepada:

1. Orang tua saya Bapak Budi Arifin dan Ibu

Ijah Hodijah yang selalu memberikan

nasihat terbaiknya beserta doa restu mereka

dalam setiap langkah kehidupan.

2. Adik saya Aji Setiaji, Siti Nur Aminah dan

Muhammad Nur Abdillah yang selalu

menjadi motivasi dan penyemangat dalam

meraih masa depan yang cerah.

3. Teman-teman Jurusan Psikologi Angkatan

2011.

4. Almamater Fakultas Ilmu Pendidikan

Universitas Negeri Semarang.

iv

Page 5: (Bms) Hubungan Konformitas Dengan Perilaku Merokok Remaja Bab I-III

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’aalamiin Puji syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT

atas rahmat dan karunia yang telah diberikan selama menjalani proses pembuatan skripsi

yang berjudul “Hubungan Konformitas Remaja dengan Perilaku Merokok Aktif Di Kota

Semarang” sampai dengan selesai.

Penyusunan skripsi ini sebagai tugas akhir untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi di

Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang. Penulis menyadari bahwa

penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak maka pada kesempatan ini

ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang Drs. Hardjono, M.Pd.

yang telah memberikan izin kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi.

2. Ketua Jurusan Psikologi Dr. Drs. Edy Purwanto M.Si. yang telah memberikan

pengarahan dan saran serta bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.

3. Dr. Sri Maryati Deliana M.Si. pembimbing utama yang telah dengan sabar

memberikan arahan, petunjuk dan bimbingan dalam menyelesaikan penyusunan

skripsi ini.

4. Andromeda S.Psi. dosen pendamping yang telah memberikan motivasi semangat dan

bimbingan baik dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Dr. Drs. Edy Purwanto M.Si. Dosen Wali yang telah memberikan banyak masukan

saran dan arahan selama penulis menempuh studi Strata 1 di Psikologi Fakultas Ilmu

Pendidikan Universitas Negeri Semarang.

6. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang

khususnya Jurusan Psikologi yang telah membimbing penulis dengan baik selama

dalam masa kuliah.

v

Page 6: (Bms) Hubungan Konformitas Dengan Perilaku Merokok Remaja Bab I-III

7. Staf dan karyawan Jurusan Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri

Semarang atas informasi dan layanan yang baik demi terselesaikannya skripsi ini.

8. Bapak dan Ibu tercinta yang telah memberikan nasihat dorongan motivasi semangat

beserta doa restu pada penulis sehingga terselesaikannya penulisan skripsi.

9. Bapak Siswono Kepala Desa Pedurungan Kota Semarang yang telah berkenan

memberikan izin pada penulis untuk melaksanakan penelitian ini, beserta semua

responden dan narasumber yang telah membantu dengan baik dalam penelitian skripsi

ini sampai selesai.

10. Teman-teman Jurusan Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri

Semarang, beserta pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat penulis

sebutkan satu-persatu.

Semoga segala bantuan yang telah diberikan akan memperoleh berkah yang tak

terhingga dari ALLAH SWT. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat

memberikan manfaat pada semua pihak. Aamiin.

Semarang, 15 Maret 2015

Penulis

vi

Page 7: (Bms) Hubungan Konformitas Dengan Perilaku Merokok Remaja Bab I-III

ABSTRAK

Sya’bani, Bani. 2015. Hubungan Antara Konformitas Remaja dengan Perilaku Merokok Di Kota Semarang. Skripsi, Jurusan Psikologi, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang, Pembimbing: Dr. Edy Purwanto, M.Si.

Kata Kunci: Konformitas, Remaja, Perilaku Merokok.

Masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Dalam masa transisi itu, remaja mulai meninggalkan masa kanak-kanak yang telah dilewatinya dan harus mulai mempersiapkan diri untuk memasuki ambang kedewasaan. Masa remaja merupakan masa-masa yang penuh dengan dinamika dan gejolak bila dibandingkan dengan masa-masa atau fase-fase perkembangan manusia lainnya. Individu pada masa ini sudah tidak mau lagi disebut dan diperlakukan sama seperti anak-anak, karena secara fungsi fisik atau fisiologis mereka sudah sama dengan manusia dewasa, yang ditandai dengan ciri utama yaitu sempurnanya fungsi reproduksi. Sementara itu, remaja juga tidak bisa dan belum bisa disebut sebagai manusia dewasa atau belum bisa termasuk dalam masa perkembangan manusia dewasa, karena mereka belum matang dari segi emosional dan belum mandiri secara sosial.

Masa remaja seringkali dihubungkan dengan mitos dan stereotip mengenai penyimpangan dan ketidakwajaran. Secara statistik, angka-angka remaja yang berada dalam ekstrim kiri (negatif) semakin banyak jumlahnya dan semakin hari jumlahnya terus meningkat. Diantara salah satu contoh permasalahan yang banyak ditemui pada kehidupan remaja adalah perilaku merokok.

Menurut Perry dkk (Smet, 1994), merokok itu pertama-tama dimulai pada masa remaja dan percobaan itu terus berkembang menjadi penggunaan secara tetap dalam kurun waktu beberapa tahun awal. Sejumlah studi seperti yang telah dilakukan oleh Laventhal dan Dhuyvettere (Smet, 1994) menegaskan bahwa kebanyakan perokok mulai antara usia 11 dan 13 tahun dengan sigaret pertama, dan 85 % sampai 90 % sebelum usia 18 tahun. Meningkatnya prevalensi merokok di negara-negara berkembang, termasuk di Indonesia terutama di kalangan remaja menyebabkan masalah merokok menjadi semakin serius. Meskipun remaja sudah cukup mengetahui akibat negatif dari merokok, akan tetapi jumlah remaja perokok bukan semakin menurun, melainkan semakin meningkat dan usia merokok pun semakin bertambah muda. Ada beberapa alasan yang melatarbelakangi perilaku merokok pada remaja. Menurut Kurt Lewin (Komarasari & Helmi, 2000), perilaku merokok merupakan fungsi dari lingkungan dan individu. Artinya, perilaku merokok selain disebabkan oleh faktor-faktor dari dalam diri juga disebabkan oleh faktor lingkungan. Menurut Erikson (Komarasari & Helmi, 2000), remaja mulai merokok berkaitan dengan adanya krisis aspek psikososial yang dialami pada masa perkembangannya yaitu pada masa ketika mereka sedang mencari jati dirinya. Dalam masa remaja ini, sering dilukiskan sebagai masa badai dan topan karena adanya ketidaksesuaian antara perkembangan psikis dan sosial. Upaya-upaya untuk menemukan jati diri tersebut, tidak semua dapat berjalan sesuai dengan harapan masyarakat.

vii

Page 8: (Bms) Hubungan Konformitas Dengan Perilaku Merokok Remaja Bab I-III

DAFTAR ISI

Halaman Judul ............................................................................................................... i

Halaman Pengesahan .................................................................................................... ii

Pernyataan .................................................................................................................... iii

Motto dan Persembahan ............................................................................................... iv

Kata Pengantar ...............................................................................................................v

Abstrak ......................................................................................................................... vi

Daftar Isi ..................................................................................................................... vii

Daftar Tabel ...................................................................................................................x

Daftar Gambar ............................................................................................................. xi

Daftar Lampiran .......................................................................................................... xii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah .................................................................................1

1.2. Manfaat Penelitian ..........................................................................................5

1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................................6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perilaku Merokok............................................................................................7

2.1.1. Pengertian Perilaku Merokok ..............................................................7

2.1.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku merokok .........................7

2.1.3. Persepsi terhadap perilaku merokok ....................................................9

2.1.4. Tahapan dalam Perilaku Merokok .....................................................11

2.1.5. Tipe-tipe Perilaku Merokok ...............................................................11

2.2. Konformitas Remaja .....................................................................................13

2.2.1. Pengertian Konformitas Remaja ........................................................13

2.2.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi konformitas remaja ....................16

viii

Page 9: (Bms) Hubungan Konformitas Dengan Perilaku Merokok Remaja Bab I-III

2.3. Kerangka Berfikir .........................................................................................16

2.4. Hipotesis .......................................................................................................16

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian..............................................................................................18

3.2. Desain Penelitian ..........................................................................................18

3.3. Identifikasi Variabel Penelitian.....................................................................18

3.4. Definisi Operasional .....................................................................................19

3.5. Subjek Penelitian ..........................................................................................20

3.5.1. Populasi .............................................................................................20

3.5.2. Sampel...............................................................................................20

3.6. Metode Pengumpulan Data ...........................................................................20

3.7. Validitas dan Reliabilitas ..............................................................................25

3.8. Teknik Analisis Data..........................................…………………………...27

ix

Page 10: (Bms) Hubungan Konformitas Dengan Perilaku Merokok Remaja Bab I-III

DAFTAR TABEL (ket. Judul di atas)

x

Page 11: (Bms) Hubungan Konformitas Dengan Perilaku Merokok Remaja Bab I-III

DAFTAR GAMBAR (ket. Judul di bawah)

xi

Page 12: (Bms) Hubungan Konformitas Dengan Perilaku Merokok Remaja Bab I-III

DAFTAR LAMPIRAN

xii

Page 13: (Bms) Hubungan Konformitas Dengan Perilaku Merokok Remaja Bab I-III

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari masa kanak-kanak menuju

masa dewasa. Dalam masa transisi itu, remaja mulai meninggalkan masa kanak-kanak yang

telah dilewatinya dan harus mulai mempersiapkan diri untuk memasuki ambang kedewasaan.

Masa remaja merupakan masa-masa yang penuh dengan dinamika dan gejolak bila

dibandingkan dengan masa-masa atau fase-fase perkembangan manusia lainnya. Individu

pada masa ini sudah tidak mau lagi disebut dan diperlakukan sama seperti anak-anak, karena

secara fungsi fisik atau fisiologis mereka sudah sama dengan manusia dewasa, yang ditandai

dengan ciri utama yaitu sempurnanya fungsi reproduksi. Sementara itu, remaja juga tidak bisa

dan belum bisa disebut sebagai manusia dewasa atau belum bisa termasuk dalam masa

perkembangan manusia dewasa, karena mereka belum matang dari segi emosional dan belum

mandiri secara sosial.

Perubahan-perubahan pada remaja ini secara langsung maupun tidak langsung pasti

akan mempengaruhi perubahan pada area kognisi dan perilaku dari kepribadiannya, serta

kehidupan sosialnya. Hal ini tentu akan menimbulkan perasaan yang tidak menentu dan stres

serta kebingungan peran dalam diri remaja. Dan pada akhirnya, remaja pun berusaha

menemukan identitas diri mereka yang sebenarnya.

Menurut teori Erikson (Hurlock, 1999), menjelaskan bahwa pada masa ini remaja

berusaha untuk menemukan jati diri atau identitas dirinya. Pada masa ini, individu

dihadapkan dengan penemuan siapa mereka, bagaimana mereka nantinya, dan ke mana

mereka menuju dalam kehidupannya. Anak remaja dihadapkan dengan banyak peran baru

dan status orang dewasa seperti misalnya dalam hal pekerjaan dan romantika.

1

Page 14: (Bms) Hubungan Konformitas Dengan Perilaku Merokok Remaja Bab I-III

Remaja terus berkembang sesuai dengan pemahaman mereka sendiri dan lebih

cenderung mengidentifikasikan dirinya dengan kelompoknya. Masa remaja seringkali

dihubungkan dengan mitos dan stereotip mengenai penyimpangan dan ketidakwajaran.

Secara statistik, angka-angka remaja yang berada dalam ekstrim kiri (negatif) semakin

banyak jumlahnya dan semakin hari jumlahnya terus meningkat. Diantara salah satu contoh

permasalahan yang banyak ditemui pada kehidupan remaja adalah perilaku merokok.

Meski setiap orang sangat mengetahui akan bahaya yang ditimbulkan akibat merokok,

akan tetapi perilaku merokok tidak pernah surut dan tampaknya merokok merupakan perilaku

yang masih dapat ditolerir oleh masyarakat di negara ini. Hal ini dapat dirasakan dalam

kehidupan sehari-hari, banyak sekali dijumpai orang yang sedang merokok di lingkungan

sekitar, baik di kantor, di pasar, di sekolah, di kampus, dan di tempat umum lainnya atau

bahkan di lingkungan rumah tangga kita sendiri. Hal yang lebih memprihatinkan lagi adalah

usia mulai merokok yang setiap tahunnya semakin muda.

Menurut Oskamp (Smet, 1994), perilaku merokok mengandung faktor resiko bagi

kesehatan. Resiko kematian bertambah sehubungan dengan semakin banyaknya orang yang

merokok dan usia yang lebih dini untuk memulai merokok.

Menurut Perry dkk (Smet, 1994), merokok itu pertama-tama dimulai pada masa

remaja dan percobaan itu terus berkembang menjadi penggunaan secara tetap dalam kurun

waktu beberapa tahun awal. Sejumlah studi seperti yang telah dilakukan oleh Laventhal dan

Dhuyvettere (Smet, 1994) menegaskan bahwa kebanyakan perokok mulai antara usia 11 dan

13 tahun dengan sigaret pertama, dan 85 % sampai 90 % sebelum usia 18 tahun.

Meningkatnya prevalensi merokok di negara-negara berkembang, termasuk di

Indonesia terutama di kalangan remaja menyebabkan masalah merokok menjadi semakin

serius. Meskipun remaja sudah cukup mengetahui akibat negatif dari merokok, akan tetapi

jumlah remaja perokok bukan semakin menurun, melainkan semakin meningkat dan usia

2

Page 15: (Bms) Hubungan Konformitas Dengan Perilaku Merokok Remaja Bab I-III

merokok pun semakin bertambah muda. Ada beberapa alasan yang melatarbelakangi perilaku

merokok pada remaja. Menurut Kurt Lewin (Komarasari & Helmi, 2000), perilaku merokok

merupakan fungsi dari lingkungan dan individu. Artinya, perilaku merokok selain disebabkan

oleh faktor-faktor dari dalam diri juga disebabkan oleh faktor lingkungan. Menurut Erikson

(Komarasari & Helmi, 2000), remaja mulai merokok berkaitan dengan adanya krisis aspek

psikososial yang dialami pada masa perkembangannya yaitu pada masa ketika mereka sedang

mencari jati dirinya. Dalam masa remaja ini, sering dilukiskan sebagai masa badai dan topan

karena adanya ketidaksesuaian antara perkembangan psikis dan sosial. Upaya-upaya untuk

menemukan jati diri tersebut, tidak semua dapat berjalan sesuai dengan harapan masyarakat.

Seperti yang dikatakan oleh Brigham (Komarasari dan Helmi, 2000) bahwa perilaku merokok

bagi remaja merupakan perilaku simbolisasi. Simbol dari kematangan, kekuatan,

kepemimpinan, dan daya tarik terhadap lawan jenis. Tuakli dkk (Nasution, 2007)

mengemukakan bahwa perilaku merokok pertama kali dipengaruhi oleh adanya perasaan

ingin tahu dan pengaruh teman sebaya. Sejalan dengan itu, Sarafino (Nasution, 2007)

menegaskan bahwa modelling atau meniru perilaku orang lain menjadi salah satu determinan

seseorang mulai pertama kali merokok. Sedangkan menurut Smet (1994), seseorang mulai

merokok dikarenakan pengaruh lingkungan sosial.

Oskamp dkk (Smet, 1997) mengungkapkan bahwa seseorang yang merokok awalnya

dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya, seperti teman-teman, kawan-kawan sebaya, orang

tua, saudara, rekan sejawat, dan media. Tekanan dari teman-teman sebaya merupakan salah

satu diantara faktor yang paling penting memepengaruhi perilaku merokok pada remaja.

Pengaruh keluarga merupakan faktor penentu selanjutnya yang paling penting.

Dalam sebuah riset nasional di Amerika Serikat dinyatakan bahwa kira-kira 14% dari

anak-anak dengan orang tua yang merokok juga mempunyai kebiasaan merokok, sedangkan

hanya sekitar 6% dari anak-anak dengan orang tua yang bukan perokok. Pengaruh saudara-

3

Page 16: (Bms) Hubungan Konformitas Dengan Perilaku Merokok Remaja Bab I-III

saudara kandung yang merokok juga relative besar. Pada keluarga dengan orang tua yang

bukan seorang perokok, namun dengan saudara-saudara kandung lebih tua yang merokok

kira-kira angka merokok pada anak-anak mencapai 17%. Pada keluarga dimana orang tua

maupun saudara-saudara kandung tidak merokok, angka merokok 4% atau kurang dari angka

tersebut.

Dengan mencermati berbagai pemaparan dan penjelasan pada uraian yang telah

disampaikan tersebut di atas mengenai banyaknya perilaku merokok yang ditemukan pada

diri remaja berkaitan dengan persepsi merokok dan konformitas yang terjadi serta dimiliki

oleh para remaja, maka dari itu penting kiranya untuk dilakukan penelitian ini, sehingga

dapat diketahui mengenai bagaimana terjadinya korelasi atau hubungan antara persepsi

merokok terhadap perilaku merokok dan konformitas pada remaja perokok aktif. Berdasarkan

pemaparan permasalahan tersebut, peneliti memiliki keinginan untuk melakukan penelitian

dengan judul Hubungan Antara Konformitas Remaja terhadap Perilaku Merokok Aktif

di Kota Semarang.

4

Page 17: (Bms) Hubungan Konformitas Dengan Perilaku Merokok Remaja Bab I-III

1.2. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk semua pihak yang

bersangkutan dalam penelitian ini, baik manfaat secara praktis maupun secara teoritis.

1.2.1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini akan dapat memberikan manfaat dalam pengembangan ilmu

pengetahuan dan wawasan, serta dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi studi atau

kajian ilmu pengetahuan terutama berkaitan tentang kajian ilmu psikologi, yaitu mengenai

hubungan konformitas remaja terhadap perilaku merokok aktif di Kota Semarang, juga

diharapkan dapat menambah sumber pustaka atau referensi dari hasil penelitian yang telah

ada pada penelitian yang selanjutnya.

1.2.2. Manfaat Praktis

1.2.2.1.Bagi Peneliti

Penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan diri mengenai hubungan

konformitas remaja terhadap perilaku merokok aktif di Kota Semarang.

1.2.2.2.Bagi Mahasiswa

Dapat dijadikan sebagai bahan tulisan informasi dan pengetahuan bagi para

mahasiswa mengenai hubungan anatara korformitas remaja terhadap perilaku merokok aktif

di Kota Semarang.

1.2.2.3.Bagi Pembaca

Penelitian ini dapat menumbuhkan perilaku sehat dengan tidak mengkonsumsi rokok

(merokok), serta mampu untuk meningkatkan sikap dan perilaku yang positif pada dirinya

sehingga tidak turut serta sebagai seorang individu yang termasuk memiliki perilaku

merokok.

5

Page 18: (Bms) Hubungan Konformitas Dengan Perilaku Merokok Remaja Bab I-III

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu:

1.3.1. Untuk mengetahui mengenai adanya hubungan yang signifikan antara

konformitas remaja terhadap perilaku merokok aktif di Kota Semarang.

1.3.2. Untuk mengetahui korelasi yang terjadi antara konformitas remaja terhadap

perilaku merokok aktif di Kota Semarang.

6

Page 19: (Bms) Hubungan Konformitas Dengan Perilaku Merokok Remaja Bab I-III

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perilaku Merokok

2.1.1. Pengertian Perilaku Merokok

Perilaku merokok menurut Poerwadarminta (1995:830) didefinisikan sebagai,

”Perilaku mengisap rokok.” Sedangkan rokok sendiri menurut Poerwadarminta (1995:830)

adalah, ”Gulungan tembakau yang bersalut daun nipah (kertas dsb).”

Menurut Armstrong (1990, dikutip dari Kemala, 2007:6) merokok adalah: Menghisap

asap tembakau yang dibakar, ke dalam tubuh dan menghembuskannya kembali ke luar. Levy

(1984, dikutip dari Kemala, 2007:6) mendefinisikan perilaku merokok sebagai sesuatu

aktifitas yang dilakukan seseorang berupa membakar dan menghisap rokok serta dapat

menimbulkan asap yang dapat terhisap oleh orang-orang di sekitarnya.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa perilaku merokok adalah suatu

kegiatan atau aktivitas membakar rokok kemudian menghisap dan menghembuskannya yang

menimbulkan asap dan dapat terhisap oleh orang-orang disekitarnya.

2.1.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Merokok

Mu`tadin (2002, dalam Kemala: 9) mengemukakan faktor yang mempengaruhi

perilaku merokok pada seorang individu diantaranya sebagai berikut:

a) Pengaruh teman, berbagai fakta mengungkapkan bahwa semakin banyak individu

merokok maka semakin besar kemungkinan teman-temannya adalah perokok juga dan

demikian sebaliknya. Ada dua kemungkinan yang terjadi dari fakta tersebut, pertama

individu tersebut terpengaruh oleh teman-temannya atau sebaliknya. Diantara

individu perokok terdapat 87 % mempunyai sekurang-kurangnya satu atau lebih

sahabat yang perokok begitu pula dengan remaja non perokok.

7

Page 20: (Bms) Hubungan Konformitas Dengan Perilaku Merokok Remaja Bab I-III

b) Faktor kepribadian, orang mencoba untuk merokok karena alasan ingin tahu atau

ingin melepaskan diri dari rasa sakit dan kebosanan. Satu sifat kepribadian yang

bersifat pada pengguna obat-obatan (termasuk rokok) ialah konformitas sosial.

Pendapat ini didukung Atkinson (1999) yang menyatakan bahwa orang yang memiliki

skor tinggi pada berbagai tes konformitas sosial lebih menjadi perokok dibandingkan

dengan mereka yang memiliki skor yang rendah.

c) Pengaruh iklan, melihat iklan di media masa dan elektronik yang menampilkan

gambaran bahwa perokok adalah lambang kejantanan atau glamour, membuat

individu seringkali terpicu untuk mengikuti perilaku seperti yang ada dalam iklan

tersebut.

Pendapat lain dikemukakan oleh Hansen (Sarafino, 1994: --) tentang faktor-faktor

yang mempengaruhi perilaku merokok, yaitu:

a. Faktor biologis, banyak penelitian menunjukkan bahwa nikotin dalam rokok

merupakan salah satu bahan kimia yang berperan penting pada ketergantungan

merokok. Hal ini didukung oleh penemuan kadar nikotin dalam darah perokok yang

cukup tinggi.

b. Faktor psikologis, merokok dapat bermakna untuk meningkatkan konsentrasi,

menghalau rasa kantuk, mengakrabkan suasana sehingga timbul rasa persaudaraan,

juga dapat memberikan kesan modern dan berwibawa, sehingga bagi individu yang

sering bergaul dengan orang lain, perilaku merokok sulit untuk dihindari.

c. Faktor lingkungan sosial, lingkungan sosial berpengaruh terhadap sikap, kepercayaan

dan perhatian individu pada perokok. Seseorang akan berperilaku merokok dengan

memperhatikan lingkungan sosialnya.

8

Page 21: (Bms) Hubungan Konformitas Dengan Perilaku Merokok Remaja Bab I-III

d. Faktor demografis, faktor ini meliputi umur dan jenis kelamin. Orang yang merokok

pada usia dewasa semakin banyak (Smet, 1994). Namun, pengaruh jenis kelamin saat

ini tidak terlalu berperan karena baik pria maupun wanita sudah merokok.

e. Faktor sosial-kultural, kebiasaan budaya, kelas sosial, tingkat pendidikan,

penghasilan, dan gengsi pekerjaan akan mempengaruhi perilaku merokok pada

individu (Smet, 1994).

f. Faktor sosial-politik, menambahkan kesadaran umum berakibat pada langkah-langkah

politik yang bersifat melindungi bagi orang-orang yang tidak merokok dan usaha

melancarkan kampanye promosi kesehatan untuk mengurangi perilaku merokok.

Merokok menjadi masalah yang bertambah besar di negara-negara berkembang

seperti Indonesia (Smet, 1994).

2.1.3. Persepsi terhadap Perilaku Merokok

Persepsi merupakan salah satu proses psikologis yang muncul pada diri individu

akibat adanya stimulus yang diterima oleh alat indera manusia yang kemudian

diinterpretasikan ke dalam bentuk perilaku. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi dapat

berupa suasana hati (mood), sistem dan pertukaran zat dalam tubuh, pengalaman, nilai-nilai

yang dianut oleh individu yang bersangkutan, serta bentuk-bentuk stimulus yang

mempengaruhi proses selektif terhadap stimulus. Sedangkan persepsi perilaku merokok

merupakan suatu bentuk proses interpretasi diri yang dilakukan oleh seorang individu

terhadap stimulus berupa situasi dalam diri individu seperti suasana hati, pikiran dan perasaan

(mood), maupun dari luar individu seperti lingkungan sosial individu tersebut yang

menyebakan atau memunculkan perilaku merokok pada diri individu.

Perilaku merokok merupakan suatu perilaku yang dapat menimbulkan persepsi

tertentu pada diri seseorang. Dikatakan oleh Ajzen dan Fishbein (Ariyani, 2004), setiap orang

akan memiliki persepsi yang bersifat positif ataupun negatif terhadap suatu objek atau

9

Page 22: (Bms) Hubungan Konformitas Dengan Perilaku Merokok Remaja Bab I-III

stimulus tertentu. Menurut Salafudin (Ariyani, 2004), persepsi terhadap merokok ini

terbentuk melalui melihat, mendengar, dan membaca berdasarkan pengalaman. Dalam hal ini,

iklan memberikan pengaruh yang cukup besar dalam membuat persepsi konsumen terhadap

rokok dan perilaku merokok.

Persepsi yang positif terhadap merokok akan memberikan keyakinan pada diri setiap

individu bahwa aktivitas merokok itu baik dan pada akhirnya individu tersebut akan

mengambil keputusan untuk berperilaku merokok. Salah satu alasan remaja merokok adalah

karena persepsi dan sikap yang buruk terhadap kesehatan. Seorang individu akan terus

merokok apabila individu tersebut masih merasa bahwa dengan merokok itu banyak

memberikan kepuasan psikologis pada dirinya, tanpa peduli efek yang akan terjadi pada

jangka waktu yang lebih panjang terhadap dirinya.

Anggapan bahwa merokok itu memberikan efek kejantanan, kegagahan, kemandirian,

serta anggapan bahwa merokok itu sudah sangatlah wajar dilakukan oleh remaja lelaki

merupakan beberapa hal yang cukup memberikan implikasi positif terhadap peningkatan

perilaku merokok pada seorang individu. Individu yang memiliki pandangan yang positif

terhadap perilaku merokok, akan merokok dimana pun berada, tanpa terpengaruh dengan

pandangan atau opini publik mengenai bahaya atau larangan merokok.

Pandangan positif terhadap perilaku merokok akan semakin kuat apabila perokok

berada dalam lingkungan pergaulan yang memungkinkannya untuk bertemu dengan perokok

lainnya atau lingkungan dimana kebiasaan merokok akan selalu diterima sebagai perilaku

yang wajar dilakukan remaja lelaki, sehingga pendapat atau pandangan negatif mengenai

perilaku merokok itu berbahaya sudah tidak lagi diperdulikan dan dianggap sebagai suatu hal

yang tidak penting lagi.

10

Page 23: (Bms) Hubungan Konformitas Dengan Perilaku Merokok Remaja Bab I-III

2.1.4. Tahapan dalam Perilaku Merokok

Sebelum seseorang menjadi perokok, terlebih dahulu seseorang tersebut tentunya

berproses melalui beberapa tahapan. Levental dan Clearly (dalam Komalasari dkk:3)

mengungkapkan terdapat empat tahap dalam perilaku merokok sehingga seseorang menjadi

perokok, yaitu:

1. Tahap Perpatory, seseorang mendapatkan gambaran yang menyenangkan mengenai

merokok dengan cara mendengar, melihat atau dari hasil bacaan. Hal-hal ini

menimbulkan minat untuk merokok.

2. Tahap Initiation, tahap perintisan merokok yaitu tahap apakah seseorang akan

meneruskan atau tidak terhadap perilaku merokok.

3. Tahap Becoming a Smoker, apabila seseorang telah mengkonsumsi rokok sebanyak

empat batang per hari maka mempunyai kecenderungan menjadi perokok.

4. Tahap Maintenance of Smoking, tahap ini merokok sudah menjadi salah satu bagian

dari cara pengaturan diri (self regulating). Merokok dilakukan untuk memperoleh efek

psikologis yang menyenangkan.

2.1.5. Tipe-tipe Perilaku Merokok

Terdapat berbagai pembagian tipe perilaku merokok yang dibedakan berdasarkan

berbagai aspek, diantaranya sebagai berikut:

1. Berdasarkan tempat aktivitas merokok dilakukan, berdasarkan tempat di mana

seseorang menghisap rokok, Mu’tadin (2002, dalam Kemala:7) menggolongkan tipe

perilaku merokok menjadi:

1) Merokok di tempat umum/ruang publik

a) Kelompok homogen (sama-sama perokok), secara berkelompok mereka

menikmati kebiasaannya. Umumnya mereka masih menghargai orang lain,

karena itu mereka menempatkan diri di area merokok.

11

Page 24: (Bms) Hubungan Konformitas Dengan Perilaku Merokok Remaja Bab I-III

b) Kelompok heterogen (merokok di tengah orang-orang lain yang tidak

merokok, anak kecil, orang jompok, orang sakit, dll)

2) Merokok di tempat-tempat yang bersifat pribadi

a) Kantor atau kamar tidur pribadi. Perokok memilih tempat-tempat seperti ini

sebagai tempat merokok digolongkan kepada individu yang kurang menjaga

kebersihan diri, penuh rasa gelisah yang mencekam.

b) Toilet, perokok jenis ini dapat digolongkam sebagai orang yang suka

berfantasi.

2. Berdasarkan manajemen terhadap afeksi yang ditimbulkan rokok, Menurut Silvan dan

Tomkins (dalam Mu’tadin 2002) ada empat tipe perilaku merokok berdasarkan

management theory of affect, keempat tipe tersebut adalah:

1) Tipe perokok yang dipengaruhi oleh perasaan positif

a) Pleasure relaxation, perilaku merokok hanya untuk menambah atau

meningkatkan kenikmatan yang sudah didapat, misalnya merokok setelah

minum kopi atau makan.

b) Stimulation to pick them up, perilaku merokok hanya dilakukan sekedar

menyenangkan perasaan.

c) Pleasure of handling the cigarette, kenikmatan yang diperoleh dari memegang

rokok.

2) Tipe perokok yang dipengaruhi perasaan negatif, banyak orang yang merokok

untuk mengurangi perasaan negatif yang dirasakannya. Misalnya, merokok bila

marah, cemas, gelisah, rokok dianggap sebagai penyelemat. Mereka menggunakan

rokok bila perasaan tidak enak terjadi dengan tujuan menghindari perasan yang

tidak enak.

12

Page 25: (Bms) Hubungan Konformitas Dengan Perilaku Merokok Remaja Bab I-III

3) Tipe perokok yang adiktif, perokok yang sudah adiksi akan menambah dosis

rokok yang digunakan setiap saat setelah efek dari rokok yang dihisapnya

berkurang.

4) Tipe perokok yang sudah menjadi kebiasaan, mereka menggunakan rokok sama

sekali bukan karena untuk mengendalikan perasaan mereka, tetapi karena sudah

menjadi kebiasaan.

3. Berdasarkan jumlah rokok yang dihisap dalam sehari Menurut Smet (1994) tipe

perokok yang dapat diklasifikasikan menurut banyak rokok yang dihisap menjadi tiga

tipe, yaitu:

1) Perokok berat yang menghisap lebih dari 15 batang dalam sehari

2) Perokok sedang yang menghisap 5- 14 batang rokok dalam sehari

3) Perokok ringan yang menghisap 1- 4 batang rokok dalam sehari

2.2. Konformitas Remaja

2.2.1. Pengertian Konformitas

Konformitas adalah kesesuaian, kecocokan, keselarasan, dan penyesuaian.

Konformitas dapat diartikan sebagai perilaku mengikuti tujuan yang ditentukan masyarakat,

dan mengikuti cara yang terstruktur dan dilembagakan dalam masyarakat untuk mencapai

tujuan tersebut.

Konsep konformitas di definisikan oleh shepard sebagai bentuk interaksi yang di

dalamnya seorang berperilaku terhadap orang lain sesuai dengan harapan kelompok. Pada

umumnya kita cenderung bersifat konformis. Berbagai studi memperlihatkan bahwa manusia

mudah dipengaruhi orang lain. Salah satu diantaranya ialah studi Muzafer Sherif, yang

membuktikan bahwa dalam situasi kelompok orang cenderung membentuk norma sosial.

13

Page 26: (Bms) Hubungan Konformitas Dengan Perilaku Merokok Remaja Bab I-III

Sears (1994) berpendapat bahwa bila seseorang menampilkan perilaku tertentu karena

disebabkan oleh karena orang lain menampilkan perilaku tersebut, disebut konformitas. Sears

(1994) mengungkapkan sebab-sebab seseorang melakukan konformitas adalah pertama,

perilaku orang lain memberikan informasi yang bermafaat. Kedua, ketika bersikap konform

sebab ingin diterima dalam kelompok.

Menurut Santrock (2003) konformitas muncul ketika individu meniru sikap atau

tingkah laku orang lain dikarenakan tekanan yang nyata maupun yang dibayangkan oleh

mereka. Konformitas terjadi apabila individu mengadopsi sikap atau perilaku orang lain

karena merasa didesak oleh orang lain. Desakan untuk konform pada kawan-kawan sebaya

cenderung sangat kuat selama masa remaja (Santrock, 2007).

Baron dan Byrne (2005) berpendapat bahwa seseorang konform terhadap kelompok

terjadi jika perilaku individu didasarkan pada harapan kelompok atau masyarakat. Keinginan

dari remaja untuk selalu berada dan diterima oleh kelompoknya akan mengakibatkan remaja

bersikap konformitas terhadap kelompoknya. Jalaludin (2004) mengatakan bahwa bila

sejumlah orang dalam kelompok mengatakan atau melakukan sesuatu, ada kecenderungan

para anggota untuk mengatakan dan melakukan hal yang sama.

Menurut Baron dan Byrne (2005) konformitas remaja adalah penyesuaian perilaku

remaja untuk menganut pada norma kelompok acuan, menerima ide atau aturan-aturan yang

menunjukkan bagaimana remaja berperilaku. Menurut Hurlock (1999), karena remaja lebih

banyak berada di luar rumah bersama dengan teman-teman sebaya sebagai kelompok, maka

dapatlah dimengerti bahwa pengaruh teman-teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat,

penampilan dan perilaku terkadang lebih besar daripada pengaruh keluarga. Konformitas

terhadap kelompok teman sebaya ternyata merupakan suatu hal yang paling banyak terjadi

pada masa remaja. Agar remaja dapat diterima dalam kelompok acuan maka penampilan fisik

14

Page 27: (Bms) Hubungan Konformitas Dengan Perilaku Merokok Remaja Bab I-III

merupakan potensi yang dimanfaatkan untuk memperoleh hasil yang menyenangkan yaitu

merasa terlihat menarik atau merasa mudah berteman.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa konformitas muncul ketika

individu meniru sikap atau tingkah laku orang lain dikarenakan tekanan yang nyata maupun

yang dibayangkan oleh mereka. Konformitas terjadi apabila individu mengadopsi sikap atau

perilaku orang lain karena merasa didesak oleh orang lain. Desakan untuk konform pada

kawan-kawan sebaya cenderung sangat kuat selama masa remaja.

Konformitas sebuah kelompok acuan dapat mudah terlihat dengan adanya ciri-ciri

yang khas. Sears (1994) mengemukakan secara eksplisit bahwa konformitas remaja ditandai

dengan adanya tiga hal sebagai berikut:

1. Kekompakan

Kekuatan yang dimiliki kelompok acuan menyebabkan remaja tertarik dan ingin tetap

menjadi anggota kelompok. Eratnya hubungan remaja dengan kelompok acuan disebabkan

perasaan suka antara anggota kelompok serta harapan memperoleh manfaat dari

keanggotaannya.

Semakin besar rasa suka anggota yang satu terhadap anggota yang lain, dan semakin

besar harapan untuk memperoleh manfaat dari keanggotaan kelompok serta semakin besar

kesetiaan mereka, maka akan semakin kompak kelompok tersebut.

2. Kesepakatan

Pendapat kelompok acuan yang sudah dibuat memiliki tekanan kuat sehingga remaja

harus loyal dan menyesuaikan pendapatnya dengan pendapat kelompok.

3. Ketaatan

Tekanan atau tuntutan kelompok acuan pada remaja membuatnya rela melakukan

tindakan walaupun remaja tidak menginginkannya. Bila ketaatannya tinggi maka

konformitasnya akan tinggi juga.

15

Page 28: (Bms) Hubungan Konformitas Dengan Perilaku Merokok Remaja Bab I-III

Berdasarkan uraian di atas, peneliti menggunakan aspek-aspek konformitas remaja

yang dikemukakan oleh Sears (1994), yaitu kekompakan, kesepakatan, dan ketaatan karena

definisinya lebih mendekati pada definisi konformitas pada remaja.

2.2.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konformitas Remaja Perokok Aktif

Ada empat faktor yang perlu diperhatikan yang dapat mempengaruhi konformitas

(Baron dan Byrne, 2005), yaitu:

1. Kohesivitas

2. Ukuran kelompok

3. Ada-tidaknya dukungan sosial

4. Perbedaan jenis kelamin

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat empat faktor yang

mempengaruhi konformitas, yaitu kohesivitas, ukuran kelompok, ada-tidaknya dukungan

sosial, dan perbedaan jenis kelamin.

2.3. Kerangka Berfikir

Gambar: 2.3.1. Hubungan Konformitas dengan Perilaku Merokok

2.4. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah bahwa terdapat hubungan yang

signifikan antara konformitas remaja terhadap konformitas perilaku merokok aktif di Kota

Semarang. Semakin individu conform terhadap para remaja perokok aktif, maka perilaku

Konformitas

Kekompakan

Kesepakatan

Ketaatan Perilaku Merokok

16

Page 29: (Bms) Hubungan Konformitas Dengan Perilaku Merokok Remaja Bab I-III

merokok yang muncul pada individu tersebut akan semakin positif, sebaliknya semakin

individu menjauh dari konformitas para remaja perokok aktif maka perilaku merokok pada

individu tersebut akan semakin negatif.

17

Page 30: (Bms) Hubungan Konformitas Dengan Perilaku Merokok Remaja Bab I-III

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian mengenai hubungan konformitas remaja

terhadap perilaku merokok aktif di Kota Semarang ini adalah dengan menggunakan

pendekatan kuantitatif.

3.2. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan pada penelitian hubungan konformitas remaja

terhadap perilaku merokok aktif di Kota Semarang ini menggunakan desain korelasional.

Metode korelasional digunakan untuk menemukan ada tidaknya hubungan antar variabel,

yaitu variabel perilaku merokok dan variabel konformitas, jika ada maka seberapa eratkah

hubungan serta berarti atau tidakkah hubungan dari variabel tersebut. Penelitian korelasional

bertujuan untuk menyelidiki hubungan antar dua variabel atau lebih berdasarkan koefisien

korelasi.

3.3. Identifikasi Variabel Penelitian

Identifikasi variabel merupakan langkah penetapan variabel-variabel utama dalam

penelitian dan penentuan masing-masing fungsinya. (Azwar, 1997:61) Variabel penelitian

adalah suatu atribut atau sifat ataupun objek yang mempunyai variasi nilai antara satu dengan

yang lainnya dalam kelompok itu (Sugiyono, 2002). Berdasarkan telaah pustaka dan

perumusan hipotesis, maka variabel-variabel dalam penelitian ini adalah:

3.3.1. Variabel Bebas (Independen/variabel X)

Variabel bebas atau independen merupakan variabel prediktor yang mempengaruhi

atau menjadi sebab/pemicu (anteseden) pada timbulnya atau berubahnya variabel dependen

(variabel terikat). Menurut Arikunto, 1998:97 variabel bebas adalah variabel yang

18

Page 31: (Bms) Hubungan Konformitas Dengan Perilaku Merokok Remaja Bab I-III

mempengaruhi terhadap suatu gejala yang disebut variabel (X). Dalam penelitian ini yang

merupakan variabel bebas adalah Konformitas Remaja.

3.3.2. Variabel Terikat (Dependent/variabel Y)

Variabel terikat atau dependen atau disebut juga dengan variabel kriterion merupakan

variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas

(independen). Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas yang

disebut dengan variabel (Y) (Arikunto, 1998:97). Dalam penelitian ini yang merupakan

variabel terikat adalah Perilaku Merokok Aktif di Kota Semarang.

3.4. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah suatu definisi yang menjelaskan sebuah konsep semata-

mata dalam pengertian prosedur-prosedur yang dapat diobservasi, yang di gunakan untuk

menghasilkan dan mengukurnya (Shaughnessy, dkk: 2007). Definisi operasional dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Konformitas Remaja

Konformitas remaja merupakan suatu perilaku mengikuti pada diri remaja sebagai

bentuk interaksi yang di dalamnya seseorang remaja berperilaku terhadap orang lain sesuai

dengan harapan kelompok sosialnya, karena perilaku dari kelompok sosial seringkali akan

dapat membentuk perilaku konformis pada seorang individu yang telah dipengaruhi oleh

orang lain dalam suatu situasi kelompok dan cenderung akan membentuk norma tertentu

sesuai dengan tujuan yang ditentukan oleh kelompok sosial tersebut.

2. Perilaku Merokok Aktif

Perilaku merokok aktif adalah suatu wujud manifestasi perilaku berupa kegiatan atau

aktivitas membakar rokok kemudian menghisap dan menghembuskannya, yang menimbulkan

keluarnya asap rokok yang dapat terhisap oleh orang-orang disekitarnya, dan munculnya

perilaku merokok tersebut dilakukan secara berulang-ulang.

19

Page 32: (Bms) Hubungan Konformitas Dengan Perilaku Merokok Remaja Bab I-III

3.5. Subjek Penelitian

3.5.1. Populasi

Menurut Arikunto (1998:115), populasi adalah keseluruhan subyek penelitian yang

akan digeneralisasikan dari suatu hasil penelitian. Adapun populasi dalam penelitian ini

adalah seluruh remaja perokok aktif yang berdomisili di sekitar Kota Semarang.

3.5.2. Sampel

Menurut Arikunto (1998:117), sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang

diteliti. Sedangkan menurut Azwar (2001) sampel adalah wakil populasi sebagai kelompok

subjek yang akan dikenai generalisasi hasil penelitian. Sebagai wakil dari populasi, sampel

harus benar-benar representatif (mewakili) dalam arti segala karakteristik dari populasi

hendaknya tercermin pula dalam sampel yang diambil (Sudjana, 1996:6).

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teknik random sampling

(simple random sampling), yang merupakan teknik sampel yang dalam prosedur

pengambilannya, setiap anggota populasi memiliki peluang yang sama dan independen untuk

dipilih menjadi anggota populasi. Semakin besar ukuran sampel random, maka semakin besar

kemungkinan untuk representatif terhadap populasi. (Purwanto, 2011:62). Adapun jumlah

sampel yang ditentukan oleh peneliti yaitu sebanyak 100 sampel.

3.6. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah suatu proses pengadaan data untuk keperluan penelitian

(Arikunto, 1998:21). Metode pengumpulan data adalah cara yang dipakai untuk memperoleh

data yang akan diselidiki. Hadi (1993) mengatakan bahwa baik buruknya hasil penelitian

sebagian tergantung dari teknik pengumpulan data untuk memperoleh data dalam penelitian.

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu menggunakan metode skala.

Dalam penelitian ini terdapat dua skala yaitu skala Perilaku merokok dan skala konformitas.

Metode skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala sikap model likert. Model

20

Page 33: (Bms) Hubungan Konformitas Dengan Perilaku Merokok Remaja Bab I-III

skala ini disusun dengan pernyatan favorable (pernyataan yang mendukung) dan unfavorable

(pernyataan tidak mendukung), dimana setiap pernyataan mempunyai empat pilihan jawaban

yaitu SL (selalu), SR (sering), JR (jarang) dan TP (tidak pernah). Skor yang diberikan

bergerak dari 1 sampai 4. Penilaian untuk pernyataan favorable dan unfaforable adalah

sebagai berikut:

No. Pernyataan Nilai

SL SR JR TP

1. Favorable 4 3 2 1

2. Unfavorable 1 2 3 4

Penyusunan skala pada penelitian ini, terdapat dua skala yaitu:

1. Skala Konformitas Remaja, dan

2. Skala Perilaku Merokok Aktif

1. Skala Konformitas Remaja

Adapun alat ukur konformitas remaja adalah skala konformitas remaja yang disusun

berdasarkan aspek-aspek konformitas yang dikemukakan oleh Sears (1994), bahwa secara

eksplisit konformitas ditandai oleh tiga hal berikut:

a. Kekompakan

b. Kesepakatan

c. Ketaatan

Berikut adalah Blue print Skala Konformitas

No. Aspek Indikator Favorable Unfavorable Total Item

1) Kekompakan - Selalu mengikuti

setiap kegiatan

atau perkumpulan

yang ada dalam

anggota

kelompoknya.

- Selalu melakukan

1,3

5,7

2,4

6,8

4

4

21

Page 34: (Bms) Hubungan Konformitas Dengan Perilaku Merokok Remaja Bab I-III

perbuatan yang

dilakukan secara

beramai-ramai

dan bersama-

sama.

2) Kesepakatan. - Mengikuti

sejumlah

perkataan atau

pernyataan yang

diungkapkan oleh

anggota

kelompoknya.

- Menyerahkan

perilaku pada

otoritas anggota

kelompok.

9,11

13,15,17

10,12

14,16,

4

5

3) Ketaatan. - Mengikuti

perilaku yang

sesuai dengan

anggota

kelompoknya.

- Menerima segala

bentuk perilaku

yang dimunculkan

oleh anggota

kelompok.

- Tidak mengekang

hal-hal berupa

perilaku tertentu

yang ada dalam

kelompok.

19,21

23,25

27,29

18,20

22,24

26,28,30

4

4

5

Jumlah 15 15 30

22

Page 35: (Bms) Hubungan Konformitas Dengan Perilaku Merokok Remaja Bab I-III

2. Skala Perilaku Merokok Aktif

Skala yang dipergunakan untuk mengukur Perilaku Merokok dari subjek penelitian

adalah skala yang disusun oleh penulis berdasarkan tiga aspek perilaku merokok:

a. Berdasarkan tempat aktivitas merokok dilakukan

b. Berdasarkan manajemen terhadap afeksi yang ditimbulkan rokok

c. Berdasarkan jumlah rokok yang dihisap dalam sehari

Skala perilaku merokok memakai model skala Likert, yang terdiri dari dua kelompok

item yang berbentuk favorable dan unfavorable. Sistem penilaiannya menggunakan empat

alternative jawaban yaitu: SELALU (SL), SERING (SR), JARANG (JR), TIDAK PERNAH

(TP). Pemberian skor untuk item favorable, nilai jawaban SELALU (SL) = 4, SERING (SR)

= 3, JARANG (JR) = 2, TIDAK PERNAH (TP) = 1. Untuk item unfavorable, nilai jawaban

SELALU (SL) = 1, SERING (SR) = 2, JARANG (JR) = 3, TIDAK PERNAH (TP) = 4.

Penyusunan alat ukur skala ini untuk lebih jelasnya dijabarkan dalam bentuk table

blue print (cetak biru). Cetak biru merupakan gambaran keseluruhan dan keterhubungan

antara masalah hingga validasi penelitian. (Al Wasilah: 2006).

Berikut adalah blue print Skala Perilaku Merokok:

No. Aspek Indikator Favorable Unfavorable Total Item

1) Berdasarkan

tempat

aktifitas

merokok

dilakukan

- Merokok hanya

ketika banyak

sekelompok orang

sedang merokok

(hanya sesama

perokok).

- Merokok dimana

saja berada, dan

cenderung akan

merugikan orang

lain yang tidak

1,3

5,7

2,4

6,8

4

4

23

Page 36: (Bms) Hubungan Konformitas Dengan Perilaku Merokok Remaja Bab I-III

merokok.

2) Berdasarkan

manajemen

afeksi yang

ditimbulkan

rokok.

- Merokok hanya

untuk menambah,

dan meningkatkan

kenikmatan yang

sudah didapat

- Merokok hanya

dilakukan sekedar

menyenangkan

perasaan.

- Merokok untuk

mengurangi atau

menghindari

munculnya

perasaan negatif

(marah, cemas,

gelisah) yang

dirasakannya.

- Merokok karena

sudah menjadi

kebiasaan, dan

akan menambah

dosis rokok setiap

saat setelah efek

dari rokok yang

dihisapnya

berkurang.

9,11

13,15,17

19,21

23,25,

10,12

14,16,

18,20

22,24,26

4

5

4

5

3) Berdasarkan

jumlah rokok

yang dihisap

dalam sehari.

- Merokok lebih

dari 15 batang

rokok dalam

sehari (perokok

berat).

- Merokok 5-14

27,29

31,33

28,30

32,34

4

4

24

Page 37: (Bms) Hubungan Konformitas Dengan Perilaku Merokok Remaja Bab I-III

batang rokok

dalam sehari

(perokok sedang).

- Merokok 1-4

batang rokok

dalam sehari

(perokok ringan).

35,37

36,38

4

Jumlah 19 19 38

3.7. Validitas dan Reliabilitas

3.7.1. Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau

kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen yang valid atau sahih memiliki validitas tinggi

(Arikunto, 2010). Sedangkan menurut Agun (1990) Validitas menunjukkan sejauh mana

skor/nilai/ukuran yang diperoleh benar-benar menyatakan hasil pengukuran/pengamatan yang

ingin diukur.

Uji validitas dilakukan untuk mengetahui tingkat kemampuan suatu instrument atau

alat pengumpul data dalam mengungkap sesuatu yang menjadi sasaran pokok pengukuran

yang dilakukan. Suatu instrument dikatakan valid, bila instrument tersebut mampu mengukur

apa saja yang harus diukurnya dan mampu mengungkap apa yang ingin diungkap (Sutrisno

Hadi, 1993).

Ada dua macam validitas yaitu validitas internal dan validitas eksternal. Dalam

penelitian ini menggunakan validitas eksternal. Validitas eksternal berkaitan dengan

generalisasi hasil penelitian, yaitu sejauh mana hasil penelitian dapat diterapkan pada subjek,

situasi, dan waktu di luar situasi penelitian (Seniati, 2008, h.68-75).

Validitas aitem skala perilaku merokok menggunakan bantuan program SPSS 20.0 for

windows.

25

Page 38: (Bms) Hubungan Konformitas Dengan Perilaku Merokok Remaja Bab I-III

KMO and Bartlett's Test

Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. ,879

Bartlett's Test of Sphericity

Approx. Chi-Square 5497,651

Df 703

Sig. ,000

Ditemukan hasil menggunakan uji KMO sebesar 0,879 yang berarti data tersebut

menunjukkan valid. Azwar (1997:158) menyatakan bahwa data dapat dikatakan valid apabila

hasil KMO sebesar 0,5 dan karena semua aspek tidak terwakili, dan hanya ada 8 aspek yang

valid maka peneliti harus kembali mengambil data ke lapangan, namun karena kepentingan

untuk latihan maka dilakukan uji konsistensi internal untuk memperoleh data. Hasil yang

diperoleh dari uji konsistensi menunjukkan bahwa aitem yang valid terdiri dari aitem no 6, 8,

10, 12, 13, 14, 27, 28. Langkah selanjutnya adalah menyeleksi butir-butir aitem yang valid

maupun gugur untuk tahap uji reliabilitas.

3.7.2. Reliabilitas

Uji reliabilitas diperlukan untuk mengetahui tingkat keajegan alat ukur yang dipakai.

Alat ukur dapat dikatakan reliable (dapat dipercaya), bila hasil pengukurannya tetap atau nilai

yang diperoleh konsisten, walaupun dilakukan pengukuran ulang pada subyek yang sama

(Sutrisno Hadi, 1993).

Reliabilitas menunjuk pada suatu pengertian bahwa sesuatu instrumen cukup dapat

dipercaya untuk dapat digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut

sudah baik. Reliabilitas menunjuk pada tingkat keterandalan sesuatu (Arikunto, 2010).

Dalam penelitian ini koefisien reliabilitas skala dihitung dengan menggunakan

bantuan program SPSS. Nilai koefisien dalam uji reliabilitas ini angkanya antara 0 – 1,00.

Semakin nilai koefisiennya mendekati 1,00 berarti reliabilitasnya semakin tinggi. Hasil

perhitungan dengan menggunakan SPSS 20,0 menunjukkan hasil signifikansi reliabilitas

sebesar 0,731 yang berarti menunjukkan bahwa data tersebut reliabel.

26

Page 39: (Bms) Hubungan Konformitas Dengan Perilaku Merokok Remaja Bab I-III

3.8. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa uji kuantitatif

dengan menggunakan metode statistik. Data yang didapatkan dari penelitian berupa angka

dan bersifat interval sehingga teknika analisis data yang digunakan dalam penelitian ini

menggunakan metode statistik korelasi product moment. Dengan teknik ini akan diketahui

mengenai hubungan antara konformitas remaja terhadap perilaku merokok aktif di Kota

Semarang. Analisis data dilakukan dengan menggunakan bantuan program statistik SPSS

20,0.

27