bph.docx

11
BPH (Benigna Prostat Hyperplasia) Diposkan oleh Mursada di 6/26/2011 04:45:00 PM LAPORAN PENDAHULUAN BPH (BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA) A. PENGERTIAN Hiperplasia prostat adalah pembesanan prostat yang jinak bervariasi berupa hiperplasia kelenjar atau hiperplasia fibromuskular. Namun orang sering menyebutnya dengan hipertropi prostat namun secara histologi yang dominan adalah hyperplasia (Sabiston, David C,1994) Hiperplasia prostat jinak adalah pembesaran kelenjar prostat nonkanker, (Corwin, 2000) Hiperplasia prostat jinak (BPH) adalah penyakit yang disebabkan oleh penuaan. Price&Wilson (2005) Hiperplasi prostat adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat ( secara umum pada pria > 50 tahun) yang menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretra dan pembiasan aliran urinarius. (Doenges, 1999) BPH adalah suatu keadaan dimana prostat mengalami pembesaran memanjang keatas kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan cara menutupi orifisium uretra. (Smeltzer dan Bare, 2002) Kesimpulan BPH (benign prostatic hyperplasia) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh faktor penuaan, dimana prostat mengalami pembesaran memanjang keatas kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan cara menutupi orifisium uretra. Prostatektomy merupakan tindakan pembedahan bagian prostate

Upload: widiana-kosasih

Post on 05-Jan-2016

4 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: BPH.docx

BPH (Benigna Prostat Hyperplasia)

Diposkan oleh Mursada di 6/26/2011 04:45:00 PM

LAPORAN PENDAHULUAN BPH

(BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA)

A. PENGERTIAN

Hiperplasia prostat adalah pembesanan prostat yang jinak bervariasi berupa hiperplasia kelenjar

atau hiperplasia fibromuskular. Namun orang sering menyebutnya dengan hipertropi prostat

namun secara histologi yang dominan adalah hyperplasia (Sabiston, David C,1994)

Hiperplasia prostat jinak adalah pembesaran kelenjar prostat nonkanker, (Corwin, 2000)

Hiperplasia prostat jinak (BPH) adalah penyakit yang disebabkan oleh penuaan. Price&Wilson

(2005)

Hiperplasi prostat adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat ( secara umum pada pria >

50 tahun) yang menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretra dan pembiasan aliran urinarius.

(Doenges, 1999)

BPH adalah suatu keadaan dimana prostat mengalami pembesaran memanjang keatas kedalam

kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan cara menutupi orifisium uretra. (Smeltzer dan

Bare, 2002)

Kesimpulan BPH (benign prostatic hyperplasia) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh

faktor penuaan, dimana prostat mengalami pembesaran memanjang keatas kedalam kandung

kemih dan menyumbat aliran urin dengan cara menutupi orifisium uretra. Prostatektomy

merupakan tindakan pembedahan bagian prostate (sebagian/seluruh) yang memotong uretra,

bertujuan untuk memeperbaiki aliran urin dan menghilangkan retensi urinaria akut.

B. ETIOLOGI

Penyebab hiperplasia prostat belum diketahui dengan pasti, ada beberapa pendapat dan fakta

yang menunjukan, ini berasal dan proses yang rumit dari androgen dan estrogen.

Dehidrotestosteron yang berasal dan testosteron dengan bantuan enzim 5-α reduktase

diperkirakan sebagai mediator utama pertumbuhan prostat. Dalam sitoplasma sel prostat

ditemukan reseptor untuk dehidrotestosteron (DHT). Reseptor ini jumlahnya akan meningkat

dengan bantuan estrogen. DHT yang dibentuk kemudian akan berikatan dengan reseptor

membentuk DHT-Reseptor komplek. Kemudian masuk ke inti sel dan mempengaruhi RNA

untuk menyebabkan sintesis protein sehingga terjadi protiferasi sel. Adanya anggapan bahwa

Page 2: BPH.docx

sebagai dasar adanya gangguan keseimbangan hormon androgen dan estrogen, dengan

bertambahnya umur diketahui bahwa jumlah androgen berkurang sehingga terjadi peninggian

estrogen secara retatif. Diketahui estrogen mempengaruhi prostat bagian dalam (bagian tengah,

lobus lateralis dan lobus medius) hingga pada hiperestrinism, bagian inilah yang mengalami

hiperplasia.

Menurut Purnomo (2000), hingga sekarang belum diketahui secara pasti penyebab prostat

hiperplasi, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasi prostat erat kaitannya

dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses penuaan. Beberapa hipotesis

yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasi prostat adalah :

- Adanya perubahan keseimbangan antara hormon testosteron dan estrogen pada usia lanjut;

- Peranan dari growth factor (faktor pertumbuhan) sebagai pemicu pertumbuhan stroma kelenjar

prostat;

- Meningkatnya lama hidup sel-sel prostat karena berkurangnya sel yang mati;

- Teori sel stem, menerangkan bahwa terjadi proliferasi abnormal sel stem sehingga

menyebabkan produksi sel stroma dan sel epitel kelenjar prostat menjadi berlebihan.

Pada umumnya dikemukakan beberapa teori :

- Teori Sel Stem, sel baru biasanya tumbuh dari sel srem. Oleh karena suatu sebab seperti faktor

usia, gangguan keseimbangan hormon atau faktor pencetus lain. Maka sel stem dapat

berproliferasi dengan cepat, sehingga terjadi hiperplasi kelenjar periuretral.

- Teori kedua adalah teori Reawekering (Neal, 1978) menyebutkan bahwa jaringan kembali

seperti perkembangan pada masa tingkat embriologi sehingga jaringan periuretral dapat tumbuh

lebih cepat dari jaringan sekitarnya.

- Teori lain adalah teori keseimbangan hormonal yang menyebutkan bahwa dengan bertanbahnya

umur menyebabkan terjadinya produksi testoteron dan terjadinya konversi testoteron menjadi

setrogen. ( Kahardjo, 1995).

D. MANIFESTASI KLINIS

Gambaran klinis pada hiperplasi prostat digolongkan dua tanda gejala yaitu obstruksi dan iritasi.

Gejala obstruksi disebabkan detrusor gagal berkontraksi dengan cukup lama dan kuat sehingga

mengakibatkan: pancaran miksi melemah, rasa tidak puas sehabis miksi, kalau mau miksi harus

menunggu lama (hesitancy), harus mengejan (straining) kencing terputus-putus (intermittency),

dan waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensio urin dan inkontinen karena

Page 3: BPH.docx

overflow.

Gejala iritasi, terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna atau pembesaran prostat akan

merangsang kandung kemih, sehingga sering berkontraksi walaupun belum penuh atau dikatakan

sebagai hipersenitivitas otot detrusor dengan tanda dan gejala antara lain: sering miksi

(frekwensi), terbangun untuk miksi pada malam hari (nokturia), perasaan ingin miksi yang

mendesak (urgensi), dan nyeri pada saat miksi (disuria) (Mansjoer, 2000)

Derajat berat BPH menurut Sjamsuhidajat (2005) dibedakan menjadi 4 stadium :

Stadium I

Ada obstruktif tapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan urine sampai habis.

Stadium II

Ada retensi urine tetapi kandung kemih mampu mengeluarkan urine walaupun tidak sampai

habis, masih tersisa kira-kira 60-150 cc. Ada rasa ridak enak BAK atau disuria dan menjadi

nocturia.

Stadium III

Setiap BAK urine tersisa kira-kira 150 cc.

Stadium IV

Retensi urine total, buli-buli penuh pasien tampak kesakitan, urine menetes secara periodik (over

flow inkontinen).

Menurut Brunner and Suddarth (2002) menyebutkan bahwa :

Manifestasi dari BPH adalah peningkatan frekuensi penuh, nokturia, dorongan ingin berkemih,

anyang-anyangan, abdomen tegang, volume urine yang turun dan harus mengejan saat berkemih,

aliran urine tak lancar, dribbing (urine terus menerus setelah berkemih), retensi urine akut.

Adapun pemeriksaan kelenjar prostat melalui pemeriksaan di bawah ini :

Rectal Gradding

Dilakukan pada waktu vesika urinaria kosong :

Grade 0 : Penonjolan prostat 0-1 cm ke dalam rectum.

Grade 1 : Penonjolan prostat 1-2 cm ke dalam rectum.

Grade 2 : Penonjolan prostat 2-3 cm ke dalam rectum.

Grade 3 : Penonjolan prostat 3-4 cm ke dalam rectum.

Grade 4 : Penonjolan prostat 4-5 cm ke dalam rectum.

Clinical Gradding

Page 4: BPH.docx

Banyaknya sisa urine diukur tiap pagi hari setelah bangun tidur, disuruh kencing dahulu

kemudian dipasang kateter.

Normal : Tidak ada sisa

Grade I : sisa 0-50 cc

Grade II : sisa 50-150 cc

Grade III : sisa > 150 cc

Grade IV : pasien sama sekali tidak bisa kencing.

E. KOMPLIKASI

Komplikasi yang sering terjadi pada pasien BPH antara lain: sering dengan semakin beratnya

BPH, dapat terjadi obstruksi saluran kemih, karena urin tidak mampu melewati prostat. Hal ini

dapat menyebabkan infeksi saluran kemih dan apabila tidak diobati, dapat mengakibatkan gagal

ginjal. (Corwin, 2000)

Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik mengakibatkan penderita

harus mengejan pada miksi yang menyebabkan peningkatan tekanan intraabdomen yang akan

menimbulkan hernia dan hemoroid. Stasis urin dalam vesiko urinaria akan membentuk batu

endapan yang menambah keluhan iritasi dan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam vesika

urinaria menjadikan media pertumbuhan mikroorganisme, yang dapat menyebabkan sistitis dan

bila terjadi refluks menyebabkan pyelonefritis (Sjamsuhidajat, 2005).

F. PENATALAKSANAAN MEDIS

Menurut Sjamsuhidjat (2005) dalam penatalaksanaan pasien dengan BPH tergantung pada

stadium-stadium dari gambaran klinis

Stadium I

Pada stadium ini biasanya belum memerlukan tindakan bedah, diberikan pengobatan konservatif,

misalnya menghambat adrenoresptor alfa seperti alfazosin dan terazosin. Keuntungan obat ini

adalah efek positif segera terhadap keluhan, tetapi tidak mempengaruhi proses hiperplasi prostat.

Sedikitpun kekurangannya adalah obat ini tidak dianjurkan untuk pemakaian lama.

Stadium II

Pada stadium II merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan biasanya dianjurkan reseksi

endoskopi melalui uretra (trans uretra)

Stadium III

Pada stadium II reseksi endoskopi dapat dikerjakan dan apabila diperkirakan prostat sudah cukup

Page 5: BPH.docx

besar, sehinga reseksi tidak akan selesai dalam 1 jam. Sebaiknya dilakukan pembedahan terbuka.

Pembedahan terbuka dapat dilakukan melalui trans vesika, retropubik dan perineal.

Stadium IV

Pada stadium IV yang harus dilakukan adalah membebaskan penderita dari retensi urin total

dengan memasang kateter atau sistotomi. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan lebih lanjut amok

melengkapi diagnosis, kemudian terapi definitive dengan TUR atau pembedahan terbuka.

Pada penderita yang keadaan umumnya tidak memungkinkan dilakukan pembedahan dapat

dilakukan pengobatan konservatif dengan memberikan obat penghambat adrenoreseptor alfa.

Pengobatan konservatif adalah dengan memberikan obat anti androgen yang menekan produksi

LH.

Menurut Mansjoer (2000) dan Purnomo (2000), penatalaksanaan pada BPH dapat dilakukan

dengan:

Observasi

Kurangi minum setelah makan malam, hindari obat dekongestan, kurangi kopi, hindari alkohol,

tiap 3 bulan kontrol keluhan, sisa kencing dan colok dubur.

Medikamentosa

1. Penghambat alfa (alpha blocker)

Prostat dan dasar buli-buli manusia mengandung adrenoreseptor-α1, dan prostat memperlihatkan

respon mengecil terhadap agonis. Komponen yang berperan dalam mengecilnya prostat dan leher

buli-buli secara primer diperantarai oleh reseptor α1a. Penghambatan terhadap alfa telah

memperlihatkan hasil berupa perbaikan subjektif dan objektif terhadap gejala dan tanda (sing and

symptom) BPH pada beberapa pasien. Penghambat alfa dapat diklasifikasikan berdasarkan

selektifitas reseptor dan waktu paruhnya

2. Penghambat 5α-Reduktase (5α-Reductase inhibitors)

Finasteride adalah penghambat 5α-Reduktase yang menghambat perubahan testosteron menjadi

dihydratestosteron. Obat ini mempengaruhi komponen epitel prostat, yang menghasilkan

pengurangan ukuran kelenjar dan memperbaiki gejala. Dianjurkan pemberian terapi ini selama 6

bulan, guna melihat efek maksimal terhadap ukuran prostat (reduksi 20%) dan perbaikan gejala-

gejala

3. Terapi Kombinasi

Terapi kombinasi antara penghambat alfa dan penghambat 5α-Reduktase memperlihatkan bahwa

Page 6: BPH.docx

penurunan symptom score dan peningkatan aliran urin hanya ditemukan pada pasien yang

mendapatkan hanya Terazosin. Penelitian terapi kombinasi tambahan sedang berlangsung

4. Fitoterapi

Fitoterapi adalah penggunaan tumbuh-tumbuhan dan ekstrak tumbuh-tumbuhan untuk tujuan

medis. Penggunaan fitoterapi pada BPH telah popular di Eropa selama beberapa tahun.

Mekanisme kerja fitoterapi tidak diketahui, efektifitas dan keamanan fitoterapi belum banyak

diuji

Terapi Bedah

Indikasinya adalah bila retensi urin berulang, hematuria, penurunan fungsi ginjal, infeksi saluran

kemih berulang, divertikel batu saluran kemih, hidroureter, hidronefrosis jenis pembedahan:

TURP (Trans Uretral Resection Prostatectomy)

Yaitu pengangkatan sebagian atau keseluruhan kelenjar prostat melalui sitoskopi atau

resektoskop yang dimasukkan malalui uretra.

Prostatektomi Suprapubis

Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi yang dibuat pada kandung kemih.

Prostatektomi retropubis

Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi pada abdomen bagian bawah melalui fosa

prostat anterior tanpa memasuki kandung kemih.

Prostatektomi Peritoneal

Yaitu pengangkatan kelenjar prostat radikal melalui sebuah insisi diantara skrotum dan rektum.

Prostatektomi retropubis radikal

Yaitu pengangkatan kelenjar prostat termasuk kapsula, vesikula seminalis dan jaringan yang

berdekatan melalui sebuah insisi pada abdomen bagian bawah, uretra dianastomosiskan ke leher

kandung kemih pada kanker prostat.

Terapi Invasif Minimal

Trans Uretral Mikrowave Thermotherapy (TUMT)

Yaitu pemasangan prostat dengan gelombang mikro yang disalurkan ke kelenjar prostat melalui

antena yang dipasang melalui/pada ujung kateter.

Trans Uretral Ultrasound Guided Laser Induced Prostatectomy (TULIP)

Trans Uretral Ballon Dilatation (TUBD)

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Page 7: BPH.docx

Menurut Doenges (1999), pemeriksaan penunjang yang mesti dilakukan pada pasien dengan

BPH adalah :

Laboratorium

1) Sedimen Urin

Untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi saluran kemih.

2) Kultur Urin

Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi atau sekaligus menentukan sensitifitas kuman

terhadap beberapa antimikroba yang diujikan.

Pencitraan

1) Foto polos abdomen

Mencari kemungkinan adanya batu saluran kemih atau kalkulosa prostat dan kadang menunjukan

bayangan buii-buli yang penuh terisi urin yang merupakan tanda dari retensi urin.

2) IVP (Intra Vena Pielografi)

Mengetahui kemungkinan kelainan ginjal atau ureter berupa hidroureter atau hidronefrosis,

memperkirakan besarnya kelenjar prostat, penyakit pada buli-buli.

3) Ultrasonografi (trans abdominal dan trans rektal)

Untuk mengetahui, pembesaran prostat, volume buli-buli atau mengukur sisa urin dan keadaan

patologi lainnya seperti difertikel, tumor.

4) Systocopy

Untuk mengukur besar prostat dengan mengukur panjang uretra parsprostatika dan melihat

penonjolan prostat ke dalam rektum.