bpjs
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pemerintah dalam hal mewujudkan komitmen global dalam bidang kesehatan
telah meluncurkan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bagi kesehatan
perorangan. Sebelumnya usaha ke arah tersebut telah dilakukan oleh
pemerintah dengan menyelenggarakan beberapa bentuk jaminan sosial di
bidang kesehatan, diantaranya adalah melalui PT Askes (Persero) dan PT
Jamsostek (Persero) yang melayani pegawai negeri sipil, penerima pensiun,
veteran, dan pegawai swasta. Untuk masyarakat miskin dan tidak mampu,
pemerintah memberikan jaminan melalui skema Jaminan Kesehatan Masyarakat
(Jamkesmas) dan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda). Namun, skema
tersebut masih terpecah dan akibatnya biaya kesehatan dan mutu pelayanan
menjadi sulit terkendali.
Mengatasi hal itu, pada 2004, dikeluarkan Undang-Undang No.40 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional (SJSN). UU 40/2004 ini mengamanatkan bahwa
jaminan sosial wajib bagi seluruh penduduk termasuk Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN) melalui suatu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 juga menetapkan, Jaminan Sosial Nasional
akan diselenggarakan oleh BPJS, yang terdiri atas BPJS Kesehatan dan BPJS
Ketenagakerjaan. Khusus untuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) akan
diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan yang implementasinya dimulai 1 Januari
2014.
BPJS harus membuat dokter, rumah sakit dan pasien ‘tersenyum’. Kualitas tidak
boleh dikorbankan meskipun dengan biaya rendah. Meningkatkan mutu
pelayanan adalah kunci sukses rumah sakit untuk mampu bersaing dengan
rumah sakit lain di era liberalisasi. Supaya rumah sakit tidak rugi, yang perlu
dipersiapkan adalah perekam medis yang terampil coding INA-CBGs. Kegiatan
dan tindakan serta diagnosis yang ada dalam rekam medis harus diberi kode dan
selanjutnya diindeks untuk memudahkan pelayanan pada penyajian informasi
untuk menunjang fungsi perencanaan, manajemen, dan riset bidang kesehatan.
Dalam hal ini, perekam medik dan dokter harus paham benar mengenai apa
itu International Statistical Classification of Diseases and Related Health
Problems 9 ( ICD 9) dan ICD 10. Para perekam medik harus terampil dalam
membuat klarifikasi penyakit dan tindakan sesuai dengan ICD 9 dan ICD 10
sistem BPJS dengan cepat dan tepat.
Hal in tidak hanya berlaku pada Rumah Sakit Umum namun juga berlaku pada
Rumah Sakit Gigi dan Mulut. Hal tersebut merupakan tantangan besar bagi
Rumah Sakit Gigi dan Mulut dalam menghadapi BPJS untuk itu diperlukan
kesiapan dan langkah yang harus dilakukan dalam penerapan sistem BPJS di
Rumah Sakit Gigi dan Mulut. Setelah berjalan per tanggal 1 Januari 2014,
terdapat beberapa fakta baik dan buruk yang terjadi dilapangan, oleh karena itu
dalam makalah ini akan dibahas mengenai sistem BPJS yang telah berjalan di
Rumah Sakit Gigi dan Mulut Universitas Padjadjaran sebagai bahan untuk
pembelajaran mengenai kelebihan dan kekurangan dari BPJS dalam bidang
kedokteran gigi.
Tujuan
1. Mengetahui pelaksanaan sistem BPJS di RS Gigi dan Mulut Universitas
Padjadjaran.
2. Mengetahui keuntungan dan kendala pelaksanaan sistem BPJS di RS
Gigi dan Mulut Universitas Padjadjaran.
3. Memenuhi tugas Manajemen Asuransi Rumah Sakit
Manfaat
1. Menjadi suatu pandangan bagi Rumah Sakit Gigi dan Mulut dalam
menghadapi BPJS
2. Menjadi evaluasi dan tindak lanjut pelaksanaan BPJS di Rumah Sakit Gigi
dan Mulut.
Metode Penyusunan Makalah
Penyusunan makalah ini dilakukan dengan metode wawancara dengan
pihak terkait dari Rumah Sakit Gigi dan Mulut Universitas Padjadjaran.
BAB II
LANDASAN TEORI
Pengertian
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang selanjutnya disingkat BPJS adalah
badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial
(UU No 24 Tahun 2011). BPJS terdiri dari BPJS Kesehatan dan BPJS
Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk untuk
menyelenggarakan program jaminan kesehatan. Jaminan Kesehatan adalah
jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat
pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar
kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau
iurannya dibayar oleh pemerintah.
Dasar Hukum
1. Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2004 Tentang
Sistem Jaminan Sosial Kesehatan.
2. Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011 Tentang
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2012
Tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan
4. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2013 Tentang
Jaminan Kesehatan.
5. UUD 1945 Pasal 28 H Ayat 3 dan Pasal 34.
6. UU No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran.
7. UU No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
8. UU No. 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit
Pembiayaan
Iuran Jaminan Kesehatan adalah sejumlah uang yang dibayarkan secara teratur
oleh Peserta, Pemberi Kerja, dan/atau Pemerintah untuk program Jaminan
Kesehatan (pasal 16, Perpres No. 12/2013 tentang Jaminan Kesehatan). Tarif
Kapitasi adalah besaran pembayaran per-bulan yang dibayar dimuka olehBPJS
Kesehatan kepada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama berdasarkanjumlah
peserta yang terdaftar tanpa memperhitungkan jenis dan jumlahpelayanan
kesehatan yang diberikan. Tarif Non Kapitasi adalah besaran pembayaran klaim
oleh BPJS Kesehatankepada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama berdasarkan
jenis dan jumlahpelayanan kesehatan yang diberikan.
Tarif Indonesian-Case Based Groups yang selanjutnya disebut Tarif INA-CBG’s
adalah besaran pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatan kepada
FasilitasKesehatan Tingkat Lanjutan atas paket layanan yang didasarkan
kepadapengelompokan diagnosis penyakit.
Cara Pembayaran Fasilitas Kesehatan:
BPJS Kesehatan akan membayar kepada Fasilitas Kesehatan tingkat pertama
dengan Kapitasi. Untuk Fasilitas Kesehatan rujukan tingkat lanjutan, BPJS
Kesehatan membayar dengan sistem paket INA CBG’s.
Mengingat kondisi geografis Indonesia, tidak semua Fasilitas Kesehatan dapat
dijangkau dengan mudah. Maka, jika di suatu daerah tidak memungkinkan
pembayaran berdasarkan Kapitasi, BPJS Kesehatan diberi wewenang untuk
melakukan pembayaran dengan mekanisme lain yang lebih berhasil.
Komponen CBG. Terdiri dari (1) Diagnosa Utama (Sangat penting untuk
pemisahan medis) (2) Diagnosa Sekunder (Sangat penting untuk menentukan
tingkat keparahan/ severity level) Co-Morbidity& komplikasi (3) Prosedur Primer
(Sangat penting untuk pemisahan bedah) (4) Jenis Kelamin Pasien (5) Status
Keluar (Keluar Sehat, Atas Permintaan Sendiri, Tanpa Ijin, Meninggal atau
Dirujuk) (6) Lama hari rawat (LOS) (7) Jenis Pasien (RI/RJ) (8) Umur Pasien
(Tahun atau hari).
Aturan bagi dokter agar mendapat penggantian biaya yang tepat (1) Menulis
diagnosis utama (ICD 10). (2) Menulis semua diagnosis sekunder (diagnosis
tambahan & komplikasi/penyulit). (3) Menulis prosedur utama & Lain2 (ICD-9-
CM). (4) Resume pasien lengkap dan akurat. (5) Melengkapi laporan operasi dan
pemeriksaan diagnostik. (6) Membantu koder dalam klarifikasi dan penetapan
diagnosis dan prosedur yang benar.
Pertanggungjawaban BPJS
BPJS Kesehatan wajib membayar Fasilitas Kesehatan atas pelayanan yang
diberikan kepada Peserta paling lambat 15 (lima belas) hari sejak dokumen klaim
diterima lengkap. Besaran pembayaran kepada Fasilitas Kesehatan ditentukan
berdasarkan kesepakatan antara BPJS Kesehatan dan asosiasi Fasilitas
Kesehatan di wilayah tersebut dengan mengacu pada standar tarif yang
ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Asosiasi Fasilitas Kesehatan ditetapkan oleh
Menteri Kesehatan.
Dalam JKN, peserta dapat meminta manfaat tambahan berupa manfaat yang
bersifat non medis berupa akomodasi. Misalnya: Peserta yang menginginkan
kelas perawatan yang lebih tinggi daripada haknya, dapat meningkatkan haknya
dengan mengikuti asuransi kesehatan tambahan, atau membayar sendiri selisih
antara biaya yang dijamin oleh BPJS Kesehatan dan biaya yang harus dibayar
akibat peningkatan kelas perawatan, yang disebut dengan iur biaya (additional
charge). Ketentuan tersebut tidak berlaku bagi peserta PBI.
Sebagai bentuk pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugasnya, BPJS
Kesehatan wajib menyampaikan pertanggungjawaban dalam bentuk laporan
pengelolaan program dan laporan keuangan tahunan (periode 1 Januari sampai
dengan 31 Desember). Laporan yang telah diaudit oleh akuntan publik dikirimkan
kepada Presiden dengan tembusan kepada DJSN paling lambat tanggal 30 Juni
tahun berikutnya. Laporan tersebut dipublikasikan dalam bentuk ringkasan
eksekutif melalui media massa elektronik dan melalui paling sedikit 2 (dua)
media massa cetak yang memiliki peredaran luas secara nasional, paling lambat
tanggal 31 Juli tahun berikutnya.
Pelayanan
1. Jenis Pelayanan: Dua jenis pelayanan yang akan diperoleh oleh Peserta
JKN, yaitu berupa pelayanan kesehatan (manfaat medis) serta akomodasi
dan ambulans (manfaat non medis). Ambulans hanya diberikan untuk
pasien rujukan dari Fasilitas Kesehatan dengan kondisi tertentu yang
ditetapkan oleh BPJS Kesehatan.
2. Prosedur Pelayanan: Peserta yang memerlukan pelayanan kesehatan
harus memperoleh pelayanan kesehatan pada Fasilitas Kesehatan tingkat
pertama. Bila Peserta memerlukan pelayanan kesehatan tingkat lanjutan,
maka hal itu harus dilakukan melalui rujukan oleh Fasilitas Kesehatan
tingkat pertama, kecuali dalam keadaan kegawatdaruratan medis.
3. Kompensasi Pelayanan: Bila di suatu daerah belum tersedia Fasilitas
Kesehatan yang memenuhi syarat untuk memenuhi kebutuhan medis
sejumlah Peserta, BPJS Kesehatan wajib memberikan kompensasi, yang
dapat berupa: penggantian uang tunai, pengiriman tenaga kesehatan atau
penyediaan Fasilitas Kesehatan tertentu. Penggantian uang tunai hanya
digunakan untuk biaya pelayanan kesehatan dan transportasi.
4. Penyelenggara Pelayanan Kesehatan: Penyelenggara pelayanan
kesehatan meliputi Fasilitas Kesehatan yang menjalin kerja sama dengan
BPJS Kesehatan baik fasilitas kesehatan milik Pemerintah, Pemerintah
Daerah, dan swasta yang memenuhi persyaratan melalui
proses kredensialing dan rekredensialing.