bppv

65
Referat Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THT Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) Pembimbing : dr. Daniel Widjaja Sp. THT-KL Disusun oleh : Francisca P. Bunjamin 2010 - 061 – 054 Budi Darmawan 2011 – 061 - 078 Anastasia Lilian Suryajaya 2011 – 061 - 079 Rocky Tjoa 2011 – 061 - 179

Upload: anastasia-lilian-suryajaya

Post on 11-Aug-2015

212 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

BPPV

TRANSCRIPT

Page 1: bppv

Referat Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THT

Benign Paroxysmal Positional Vertigo

(BPPV)

Pembimbing :

dr. Daniel Widjaja Sp. THT-KL

Disusun oleh :

Francisca P. Bunjamin 2010 - 061 – 054

Budi Darmawan 2011 – 061 - 078

Anastasia Lilian Suryajaya 2011 – 061 - 079

Rocky Tjoa 2011 – 061 - 179

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THT

Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya

Page 2: bppv

BAB I

PENDAHULUAN

Vertigo adalah keluhan yang sering dijumpai pada praktek sehari-hari dan sangat

menggangu aktivitas yang digambarkan sebagai rasa berputar, atau pusing (dizziness). Deskripsi

keluhan tersebut penting diketahui agar tidak dikacaukan dengan nyeri kepala atau sefalgi,

terutama karena di kalangan awam kedua istilah tersebut (pusing dan nyeri kepala) sering

digunakan secara bergantian.1

Vertigo berasal dari bahasa latin vertere yang artinya memutar, diartikan sebagai sensasi

berputar sehingga mengganggu rasa keseimbangan seseorang, umumnya disebabkan oleh

gangguan pada sistem keseimbangan. Berbagai macam defenisi vertigo dikemukakan oleh

banyak penulis, tetapi yang paling tua dan sampai sekarang banyak dipakai adalah yang

dikemukakan oleh Gowers pada tahun 1893 yaitu setiap gerakan atau rasa (berputar) tubuh

penderita atau obyek-obyek di sekitar penderita yang bersangkutan dengan kelainan

keseimbangan.1 Penyebab terjadinya vertigo adalah dikarenakan adanya gangguan pada sistem

keseimbangan tubuh. Gangguan ini dapat berupa trauma, infeksi, keganasan, metabolic, toksik,

vaskuler, atau autoimun. 2

Vertigo posisi paroksismal jinak (VPPJ) atau disebut juga Benign Paroxysmal Positional

Vertigo (BPPV) adalah adalah gangguan keseimbangan perifer yang sering dijumpai terutama

pada usia dewasa muda hingga usia lanjut. BPPV termasuk vertigo perifer karena kelainannya

terdapat pada telinga dalam, yaitu pada sistem vestibularis perifer. BPPV pertama kali

dikemukakan oleh Barany pada tahun 1921.3 Gejala yang dikeluhkan adalah vertigo yang datang

tiba-tiba pada perubahan posisi kepala. Beberapa pasien dapat mengatakan dengan tepat posisi

tertentu yang menimbulkan keluhan vertigo. Biasanya vertigo dirasakan sangat berat,

berlangsung singkat hanya beberapa detik saja walaupun penderita merasakannya lebih lama.

Keluhan dapat disertai mual bahkan sampai muntah, sehingga penderita merasa khawatir akan

timbul serangan lagi. Hal ini yang menyebabkan penderita sangat berhati-hati dalam posisi

tidurnya.4

2

Page 3: bppv

Diagnosis BPPV dapat dilakukan dengan melakukan tindakan provokasi dan menilai

timbulnya nistagmus pada posisi tersebut. Tindakan provokasi tersebut dapat berupa Dix-

Hallpike maneuver, atau side lying maneuver.

BAB II

3

Page 4: bppv

PEMBAHASAN

I. Epidemiologi

Dari 119 penyakit puyeng oleh kelainan yang disebutnya sebagai kelainan otology

didapatkan bahwa 49% menderita vertigo perifer paroksimal benigna, 18,5% penyakit Meniere,

13,5% parese vestibular unilateral, 8% parese vestibular bilateral, 6% disfungsi telinga tengah

dan 5% fistula. Dari 74 penderita dengan keluhan puyeng yang disebabkan oleh kelainan

neurologik, didapatkan bahwa 35% adalah penderita stroke atau TIA, 22% menderita gangguan

saraf pusat lainnya, 16% menderita migren vertebrobasiler, 8% nistagmus, 7% ataksia sensorik,

4% disfungsi ganglia basal, 5% ataksia serebeler, 3% menderita epilepsi.5

Drachman dan Hart (1972) mendapatkan bahwa dari 102 penderita dengan keluhan

puyeng yang mengunjungi klinik neurotologi, 5 orang menderita kelainan medik, 34 orang

kelainan otologik, 23 orang kelainan neurologik dan pada 38 orang kelainannya tidak dapat

ditentukan.5

Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) merupakan jenis vertigo vestibular perifer

yang paling sering ditemui di kalangan masyarakat umum. Berdasarkan sebuah penelitian yang

dilakukan di Amerika Serikat dan Eropa, didapatkan prevalensi BPPV di Amerika adalah

sebanyak 64 kasus per 100.000 penduduk, dengan penderita jenis kelamin wanita lebih banyak

daripada pria. BPPV cenderung ditemukan pada usia yang lebih tua, yaitu diatas 50 tahun (51–57

tahun) dan jarang diamati pada penderita berusia dibawah 35 tahun tanpa riwayat cedera kepala.3

II. Embriologi

Pada orang dewasa, telinga merupakan satu kesatuan anatomik yang berperan sebagai

organ pendengaran sekaligus keseimbangan. Akan tetapi pada mudigah, telinga berkembang dari

3 bagian yang berbeda: (a) telinga luar, yang berperan sebagai alat pengumpul suara; (b) telinga

tengah, yang berfungsi sebagai penghantar suara dari telinga luar ke telinga dalam; (c) telinga

dalam, yang mengubah gelombang suara menjadi impuls saraf dan mencatat perubahan-

perubahan keseimbangan. 6

Telinga dalam

4

Page 5: bppv

Telinga bagian dalam secara filogenik berkembang terlebih dahulu. Pada akhir minggu

ke-3 plakoda telinga sudah dapat ditemukan pada permukaan bagian lateral dari cephalic end

sebagai suatu penebalan dari ektoderm yang berhubungan dengan penutupan neural tube di

hindbrain. Kemudian plakoda telinga melakukan invaginasi membentuk pit dan kantung tertutup,

otokista, prekursor dari labyrinthus membranaceus. Telinga bagian dalam mengalami perubahan

bentuk dan ukuran sedemikian rupa sehingga mencapai bentuk dewasa pada minggu ke-10 dan

ukuran dewasa pada minggu ke-20.

Pada perkembangan minggu ke-5, panjang otokisa melebihi lebarnya. Bagian kranial

berkembang menjadi duktus endolimfatikus dan bagian kaudal berkembang menjadi duktus

koklearis dan bagian tengah, area utriculosaccular, merupakan prekursor vestibular. Bagian

vestibular mulai terbentuk sebelum bagian koklear. Dari bagian utricular terbentuk 3 penonjolan

keluar, kemudian akan berkembang menjadi kanalis semisirkularis.7 Utriculus dan sakulus mulai

berkembang pada minggu ke-6, membentuk suatu kantong keluar berbentuk tubulus pada kutub

bawahnya. (Gambar 1) Pertumbuhan keluar ini disebut duktus koklearis yang menembus

mesenkim di sekitarnya secara spiral hingga akhir minggu ke-10 membentuk 2½ putaran.

Hubungan spiral ini dengan bagian sakulus lainnya kemudian hanya berupa sebuah saluran

sempit dikenal sebagai duktus reuniens.

Gambar 2.1 Perkembangan otokista

Sumber: Sadler, TW. Langman’s Medical Embryology, 11th ed. USA: Lippincott Williams &

Wilkins; 2010.

Selama perkembangan minggu ke-6, kanalis semisirkularis tampak sebagai kantong-

kantong pipih pada bagian utriculus gelembung telinga. Bagian tengah dinding kantong ini

kemudian melekat satu sama lain dan selanjutnya menghilang. Dengan demikian terbentuklah

5

Page 6: bppv

tiga buah kanalis semisirkularis. Salah satu ujungnya melebar membentuk crus ampullare,

sedangkan ujung satunya yang tidak melebar membentuk crus non-ampullare.6,7

Gambar 2.2 Gambar skematik perkembangan kanalis semisirkularis

Sumber: Sadler, TW. Langman’s Medical Embryology, 11th ed. USA: Lippincott Williams &

Wilkins; 2010.

III. Anatomi

Telinga dalam berisi organ pendengaran dan keseimbangan. Telinga dalam atau

labyrinthus terletak di dalam pars petrosa ossis temporalis dan terdiri atas:

1. Labyrinthus osseus

Terdiri atas tiga bagian: vestibulum, kanalis semisirkularis, dan koklea. Ketiganya

merupakan rongga-rongga yang terletak di dalam substansia kompakta tulang, dan

dilapisi oleh endosteum serta berisi cairan bening, yaitu perilimfe.

2. Labyrinthus membranaceus

Terletak di dalam labyrinthus osseus, dan berisi endolimfe dan dikelilingi oleh

perilimfe. Labyrinthus membranaceus terdiri atas :

- Utriculus dan sakulus yang terdapat di dalam vestibulum osseus

- Tiga duktus semisirkularis yang terletak di dalam kanalis semisirkularis osseus

- Duktus koklearis yang terletak di dalam koklea.8

6

Page 7: bppv

Gambar 2.3 Anatomi telinga dalam

Sumber : Snell, Richard S. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Liliana Sugiharto, dr,

M.S. PAK, penerjemah; Huriawati Hartanto, dr, dkk. Jakarta: ECG; 2006. Terjemahan dari:

Clinical Anatomy for Medical Students.

Labirin tulang berisi cairan perilimfa (seperti cairan ekstraselular dengan konsentrasi

kalium 4 mEq/L dan konsentrasi natrium 139 mEq/L) dan labirin membran berisi cairan

endolimfa (seperti cairan intraselular dengan konsentrasi kalium 144 mEq/L dan konsentrasi

natrium 13 mEq/L). Koklea merupakan saluran melingkar dengan panjang 35 mm, dibagi

menjadi 3 saluran, yaitu skala media, skala vestibuli, dan skala timpani. Skala media atau duktus

koklearis berisi cairan endolimfa sedangkan skala vestibuli dan skala timpani berisi cairan

perilimfa.7

Perilimfe terletak pada tulang labirin dan bagian luar dari membran labirin. Cairan ini

menyerupai cairan serebrospinal dan terhubung dengan ruang subaraknoid melalui saluran

sempit yang membuka ke arah tulang petrous temporal pada dinding anterior dari foramen

jugular. Perilimfe ini terutama dibentuk dari filtrasi jaringan vaskular pada ligamen spiral. Fungsi

perilimfe sebagai perantara gelombang yang berasal dari gerakan dari stapes. Gelombang

tersebut berjalan melewati perilimfe pada skala vestibuli dan skala timpani. Ini berakibat pada

gerakan dari membran basilar. Endolimfe terletak dalam membran labirin dan mempunyai

komposisi yang berbeda dari perilimfe (mengandung komposisi ion potasium yang lebih

banyak). Endolimfe kemungkinan dihasilkan oleh stria vaskularis paada dinding dari duktus

koklear dan sel pada duktus semisirkularis. Dan kemungkinan diserap menuju duktus

7

Page 8: bppv

endolimfatikus. Gerakan dari endolimfe menstimulasi makula dan krista ampulla. Ini

menyebabkan stimulasi dari nervus vestibularis.

Labirin vestibular memiliki 3 kanal semisirkularis, yaitu kanal lateral atau horizontal, kanal

superior atau anterior, dan kanal inferior atau posterior, semuanya mendeteksi akselerasi angular.

Pada ujung kanal terdapat daerah yang membesar, disebut ampula. Ampula berisi krista

ampularis dan kupula. Ujung kanal semisirkularis lateral yang bukan ampula memasuki

vestibulum secara posterolateral. Ujung kanal semisirkularis anterior dan posterior yang bukan

ampula bersatu membentuk krus komunis dan memasuki vestibulum secara posteromedial.

Krista ampularis berbentuk pelana, melekat pada dinding ampula. Sel rambut terletak pada

permukaan krista. Serabut saraf ampularis berjalan dari pusat krista menuju dasar sel rambut.

Silia sel rambut menonjol dari permukaan krista ke kupula yang berbentuk kipas, struktur gelatin

berisi mukopolisakarida.

Utrikulus dan sakulus merupakan 2 sakus di labirin membran, berlokasi di vestibulum.

Organ reseptor mereka disebut makula. Makula terdiri dari sel rambut yang dikelilingi oleh sel

pendukung. Silia sel rambut melekat pada membran otolith gelatinosa. Pada bagian atas

membran gelatinosa terdapat lapisan kristal kalsium karbonat yang disebut otokonia. Makula

utrikulus terletak pada dasar utrikulus, di bidang kanal semisirkularis horizontal. Makula sakulus

terletak pada dinding anteromedial sakulus, prinsipnya di bidang vertikal. Oleh karena itu,

utrikulus sensitif pada akselerasi horizontal dan sakulus sensitif pada akselerasi vertical.9

Gambar 2.4. Anatomi organ keseimbangan

Sumber : Snow JB, Wackym PA. Ballenger's Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery. 17 th

edition. Connecticut: BC Decker Inc; 2009.

8

Page 9: bppv

IV. Fisiologi

Keseimbangan dipengaruhi oleh system informasi sensoris dimana meliputi visual,

vestibular dan proprioseptif.

a. Visual

Mata adalah organ fotosensitif yang sangat berkembang dan rumit, yang memungkinkan

analisis cermat dari bentuk, intensitas cahaya, dan warna yang dipantulkan objek. Mata terletak

dalam struktur bertulang yang protektif di tengkorak, yaitu rongga orbita. Setiap mata terdiri atas

sebuah bola mata fibrosa yang kuat untuk mempertahankan bentuknya, suatu sistem lensa untuk

memfokuskan bayangan, selapis sel fotosensitif, dan suatu sistem sel dan saraf yang berfungsi

mengumpulkan, memproses, dan meneruskan informasi visual ke otak.10

Tidak semua cahaya yang melewati kornea mencapai fotoreseptor peka cahaya karena

adanya iris, suatu otot polos tipis berpigmen yang membentuk struktur seperti cincin di dalam

aqueous humour. Lubang bundar di bagian tengah iris tempat masuknya cahaya ke bagian dalam

mata adalah pupil. Iris mengandung dua kelompok jaringan otot polos, satu sirkuler dan yang

lain radial. Karena serat-serat otot memendek jika berkontraksi, pupil mengecil apabila otot

sirkuler berkontraksi yang terjadi pada cahaya terang untuk mengurangi jumlah cahaya yang

masuk ke mata. Apabila otot radialis memendek, ukuran pupil meningkat untuk meningkatkan

jumlah cahaya yang masuk. 10

Untuk membawa sumber cahaya jauh dan dekat terfokus di retina, harus dipergunakan

lensa yang lebih kuat untuk sumber dekat. Kemampuan menyesuaikan kekuatan lensa sehingga

baik sumber cahaya dekat maupun jauh dapat difokuskan di retina dikenal sebagai akomodasi.

Kekuatan lensa bergantung pada bentuknya, yang diatur oleh otot siliaris. Otot siliaris adalah

bagian dari korpus siliaris, suatu spesialisasi lapisan koroid di sebelah anterior. Pada mata

normal, otot siliaris melemas dan lensa mendatar untuk penglihatan jauh, tetapi otot tersebut

berkontraksi untuk memungkinkan lensa menjadi lebih cembung dan lebih kuat untuk

penglihatan dekat. Serat-serat saraf simpatis menginduksi relaksasi otot siliaris untuk penglihatan

jauh, sementara system parasimpatis menyebabkan kontraksi otot polos untuk penglihatan

dekat.10

9

Page 10: bppv

Proses Visual Mata

Proses visual dimulai saat cahaya memasuki mata, terfokus pada retina dan menghasilkan

sebuah bayangan yang kecil dan terbalik. Ketika dilatasi maksimal, pupil dapat dilalui cahaya

sebanyak lima kali lebih banyak dibandingkan ketika sedang konstriksi maksimal. Diameter

pupil ini sendiri diatur oleh dua elemen kontraktil pada iris yaitu papillary constrictor yang

terdiri dari otot-otot sirkuler dan papillary dilator yang terdiri dari sel-sel epitelial kontraktil

yang telah termodifikasi. Sel-sel tersebut dikenal juga sebagai myoepithelial cells.10

Jika sistem saraf simpatis teraktivasi, sel-sel ini berkontraksi dan melebarkan pupil

sehingga lebih banyak cahaya dapat memasuki mata. Kontraksi dan dilatasi pupil terjadi pada

kondisi dimana intensitas cahaya berubah dan ketika kita memindahkan arah pandangan kita ke

benda atau objek yang dekat atau jauh. Pada tahap selanjutnya, setelah cahaya memasuki mata,

pembentukan bayangan pada retina bergantung pada kemampuan refraksi mata.

Beberapa media refraksi mata yaitu kornea (n=1.38), aqueous humour (n=1.33), dan

lensa (n=1.40). Kornea merefraksi cahaya lebih banyak dibandingkan lensa. Lensa hanya

berfungsi untuk menajamkan bayangan yang ditangkap saat mata terfokus pada benda yang

dekat dan jauh. Setelah cahaya mengalami refraksi, melewati pupil dan mencapai retina, tahap

terakhir dalam proses visual adalah perubahan energi cahaya menjadi aksi potensial yang dapat

diteruskan ke korteks serebri. Proses perubahan ini terjadi pada retina.

Retina memiliki dua komponen utama yakni pigmented retina dan sensory retina. Pada

pigmented retina, terdapat selapis sel-sel yang berisi pigmen melanin yang bersama-sama dengan

pigmen pada koroid membentuk suatu matriks hitam yang mempertajam penglihatan dengan

mengurangi penyebaran cahaya dan mengisolasi fotoreseptor-fotoreseptor yang ada. Pada

sensory retina, terdapat tiga lapis neuron yaitu lapisan fotoreseptor, bipolar dan ganglionic.

Badan sel dari setiap neuron ini dipisahkan oleh plexiform layer dimana neuron dari berbagai

lapisan bersatu. Lapisan pleksiform luar berada diantara lapisan sel bipolar dan ganglionic

sedangkan lapisan pleksiformis dalam terletak diantara lapisan sel bipolar dan ganglionic.

Setelah aksi potensial dibentuk pada lapisan sensori retina, sinyal yang terbentuk akan

diteruskan ke nervus optikus, optic chiasm, optic tract, lateral geniculate dari thalamus, superior

colliculi, dan korteks serebri.10

10

Page 11: bppv

Gambar 2.5 Jaras penglihatan

Sumber : Sherwood, Lauralee. Human Physiology: From Cells to Systems ed.6th.

NewYork: Thomson Brooks. 2007

b. Vestibular

Selain perannya dalam pendengaran yang bergantung pada koklea, telinga dalam memiliki

komponen khusus lain, yakni apparatus vestibularis, yang memberikan informasi yang penting

untuk sensasi keseimbangan dan untuk koordinasi gerakan-gerakan kepala dan gerakan mata

serta postur tubuh. Aparatus vestibularis terdiri dari dua set struktur yang terletak di dalam tulang

temporalis di dekat koklea-kanalis semisirkularis dan organ otolit, yaitu utrikulus dan sakulus.

Aparatus vestibularis mendeteksi perubahan posisi dan gerakan kepala. Seperti di koklea,

semua komponen apparatus vestibularis mengandung endolimfe dan dikelilingi oleh perilimfe.

Juga, serupa dengan organ korti, komponen vestibular masing-masing mengandung sel rambut

yang berespons terhadap perubahan bentuk mekanis yang dicetuskan oleh gerakan spesifik

endolimfe. Seperti sel-sel rambut auditorius, reseptor vestibularis juga dapat mengalami

depolarisasi atau hiperpolarisasi, bergantung pada arah gerakan cairan. Namun, tidak seperti

system pendengaran, sebagian besar informasi yang dihasilkan oleh system vestibularis tidak

mencapai tingkat kesadaran.10

11

Page 12: bppv

Kanalis semisirkularis mendeteksi akselerasi atau deselerasi anguler atau rotasional kepala,

misalnya ketika memulai atau berhenti berputar, berjungkir balik, atau memutar kepala. Tiap

telinga memiliki 3 kanalis semisirkularis yang secara tiga dimensi tersusun dalam bidang-bidang

yang tegak lurus satu sama lain. Sel-sel rambut reseptif disetiap kanali semisirkularis terletak

diatas suatu bubungan (ridge) yang terletak diampula, suatu pembesaran dipangkal kanalis.

Rambut-rambut terbenam dalam suatu lapisan gelatinosa seperti topi diatasnya, yaitu kupula,

yang menonjol ke dalam endolimfe di dalam ampula. Kupula bergoyang sesuai arah gerakan

cairan, seperti ganggang laut yang mengikuti arah gelombang air.9,10

Gambar 2.5 Anatomi ampula

Sumber Snow JB, Wackym PA. Ballenger's Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery. 17th

edition. Connecticut: BC Decker Inc; 2009.

Akselerasi (percepatan) atau deselerasi (perlambatan) selama rotasi kepala ke segala arah

menyebabkan pergerakan endolimfe, paling tidak disalah satu semisirkularis. Ketika kepala

mulai bergerak, saluran tulang dan bubungan sel rambut yang terbenam dalam kupula bergerak

mengikuti gerakan kepala. Namun, cairan di dalam kanalis, yang tidak melekat ke tengkorak,

awalnya tidak ikut bergerak sesuai rotasi, tetapi tertinggal dibelakang karena adanya inersia

(kelembaman). (karena inersia, benda yang diam akan tetap diam, dan benda yang bergerak akan

tetap bergerak, kecuali jika ada suatu gaya luar yang bekerja padanya dan menyebabkan

perubahan.) ketika endolimfe tertinggal saat kepala mulai berputar; endolimfe yang terletak

sebidang dengan gerakan kepala pada dasarnya bergeser dengan arah yang berlawanan dengan

12

Page 13: bppv

arah gerakan kepala (serupa dengan tubuh anda yang miring ke kanan sewaktu mobil yang anda

tumpangi berbelok ke kiri). Gerakan cairan ini menyebabkan kupula condong kearah yang

berlawanan dengan arah gerakan kepala, membengkokan rambut-rambut yang terbenam

didalamnya. Apabila gerakan kepala tersebut berlanjut dalam arah dan kecepatan yang sama,

endolimfe akan menyusul dan bergerak bersama dengan kepala, sehingga rambut-rambut

kembali ke posisi tegak mereka. Ketika kepala melambat dan berhenti, keadaan sebaliknya

terjadi. Endolimfe secara singkat melanjutkan diri bergerak searah dengan rotasi kepala

sementara kepala melambat dan berhenti. Akibatnya, kupula dan rambut-rambutnya secar

sementara membengkok sesuai dengan arah rotasi semula, yaitu berlawanan dengan arah mereka

membengkok ketia arah akselerasi. Pada saat endolimfe secara bertahap berhenti, rambut

kembali tegak. Dengan demikian, kanalis semisirkularis mendeteksi perubahan kecepatan

gerakan rotasi kepala. Kanalis tidak berespons jika kepala tidak bergerak atau ketika bergerak

secara sirkuler dengan kecepatan tetap.10

Rambut-rambut sel rambut vestibularis terdiri dari dua puluh sampai lima puluh stereosilis,

yaitu mikrovilus yang diperkuat oleh aktin dan satu silium, kinosilium. Setiap sel rambut

berorientasi sedemikian rupa sehingga sel rambut mengalami depolarisasi ketika stererosilianya

membengkok kearah kinosilium; pembengkokan ke arah kinosilium. Pembengkokan kearah yang

berlawanan menyebabkan hiperpolarisasi. Sel rambut akan membentuk sinaps zat perantara

kimiawi dengan ujung terminal neuron aferen yang akson-aksonnya menyatu dengan akson

vestibularis lain untuk membentuk saraf vestibularis. Saraf ini bersatu dengan saraf auditorius

dari koklea untuk membentuk saraf vestibulokoklea untuk membentuk saraf vestibulokoklearis.

Depolarisasi sel rambut meningkatkan pembentukan potensial aksi di serat-serat aferen,

sebaliknya ketika sel rambut mengalami hiperpolarisasi, frekuensi potensial aksi diserat aferen

menurun.10

13

Page 14: bppv

Gambar 2.6 Tipe sel rambut vestibular

Sumber: Snow JB, Wackym PA. Ballenger's Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery. 17th

edition. Connecticut: BC Decker Inc; 2009.Sementara kanalis semisirkularis memberikan informasi mengenai perubahan rotasional

gerakan kepala kepada SSP, organ otolit memberikan informasi mengenai posisi kepala relative

terhadap gravitasi dan juga mendeteksi perubahan dalam kecepatan linier. Utrikulus dan sakulus

adalah struktur seperti kantung yang terletak di dalam rongga tulang yang terdapat diantara

kanalis semisirkularis dan koklea. Rambut pada sel-sel rambut reseptif di organ-organ ini

menonjol ke dalam suatu lembar gelatinosa diatasnya, yang gerakannya menyebabkan perubahan

posisi rambut serta menimbulkan potensial sel rambut. Terdapat banyak Kristal halus kalsium

karbonat-otolit (batu telinga) yang terbenam dalam lapisan gelatinosa, sehingga lapisan tersebut

lebih berat dan lebih lembam (inert) daripada cairan disekitarnya. Ketika seseorang dalam posisi

tegak, rambut dalam utrikulus berorientasi vertical dan sakulus berorientasi horizontal.10

Massa gelatinosa yang mengandung otolit berubah posisi dan membengkokkan rambut

dengan dua cara:

1. Ketika kepala digerakkan ke semua arah selain vertical, rambut membengkok sesuai arah

gerakan kepala karena gaya gravitasi yang mendesak bagian atas lapisan gelatinosa yang

14

Page 15: bppv

berat. Didalam utrikulus tiap telinga, sebagian berkas rambut diorientasikan untuk

mengalami depolarisasi dan sebagian lagi mengalami hiperpolarisasi ketika kepala berada

dalam segalam posisi selain tegak lurus. Dengan demikian SSP menerima pola-pola

aktivitas saraf yang berlainan bergantung pada posisi kepala dalam kaitannya dengan

gravitasi.10

2. Rambut-rambut utrikulus juga berubah posisi akibat setiap perubahan dalam gerakan

linier horizontal. Ketika seseorang mulai berjalan kedepan, bagian atas membrane otolit

yang berat mula-mula tertinggal dibelakang endolimfe dan sel-sel rambut karena

inersianya yang lebih besar. Dengan demikian rambut menekuk ke belakang. Dalam arah

yang berlawanan dengan arah gerakan kepala ke depan. Jika kecepatan dipertahankan

maka rambut tidak akan menekuk lagi. Ketika orang berhenti berjalan, lapisan ototlit

secara singkat terus bergerak kedepan ketika kepala melambat dan berhenti,

membengkokan rambut kearah depan. Dengan demikian, sel rambut utrikulus mendeteksi

akselerasi atau deselerasi linier horizontal, tetapi tidak memberikan informasi mengenai

gerakan lurus yang berjalan konstan.10

Sakulus memiliki fungsi serupa dengan utrikulus kecuali bahwa ia berespons secara

selektif terhadap kemiringan kepala menjauhi posisi horizontal dan terhadap akselerasi atau

deselerasi linier.10

Sinyal-sinyal yang berasal dari berbagai komponen apparatus vestibularis dibawa melalui

saraf vestibulakoklearis ke nucleus vestibularis, suatu kelompok badan sel saraf di batang otak

dank e serebellum. Disini informasi vestibuler diintegrasikan dengan masukan dari permukaan

kulit, mata, sendi dan otot untuk mempertahankan keseimbangan dan postur yang diinginkan dan

mengontrol otot mata eksterna sehingga mata tetap terfiksir ke titik yang sama walaupun kepala

bergerak serta mempersepsikan gerakan dan orientasi.10

Beberapa individu karena alasan yang tidak diketahui, sangat peka terhadap gerakan

tertentu yang mengaktifkan apparatus vestibularis dan menyebabkan gejala pusing dan mual.

Kepekaan ini disebut mabuk jalan (motion sickness). Terkadang ketidakseimbangan cairan

didalam telinga menyebabkan penyakit meniere. Tidaklah mengehrankan, karena baik apparatus

vestibularis maupun koklea mengandung carian telinga dalam yang sama, timbul gejala

15

Page 16: bppv

keseimbangan dan pendengaran. Penderita mengalami serangan sementara vertigo yang hebat

disertai suara berdenging di telinga dan gangguan pendengaran. Selama serangan itu, penderita

tidak dapat berdiri tegak dan melaporkan perasaan bahwa dirinya atau benda-benda disekitar

terasa berputar-putar.10

c. Somatosensoris atau proprioseptif

Proprioseptif, sensasi mengenai posisi tubuh dalam ruang, penting bagi setiap gerakan terutama

berperan dalam olahraga. dalam mengontrol kontraksi otot rangka untuk gerakan yang

diinginkan, SSO harus secara terus menerus diberitahu mengenai hasil tindakannya melalui

informasi umpan balik sensorik.10

Sejumlah reseptor member masukan propriosepsi. Proprioseptor otot member informasi

umpan balik mengenai ketegangan dan panjang otot. Propiroseptor sendi member informasi

umpan balik mengenai akselerasi sendi, sudut dan arah gerakan. Proprioseptor kulit member tahu

SSP mengenai tekanan dan beban pada kulit. Proprioseptor pada telinga dalam beserta reseptor

yang terletak di otot leher memberitahu informasi mengenai posisi kepala dan leher, sehingga

SSP dapat mengorientasikan kepala dengan tepat.10

Proprioseptor yang paling kompleks dan mungkin paling penting adalah muscle spindle

(gelendong otot). Ini ditemukan diseluruh panjang otot dan panjang akhir otot tetapi cenderung

terkonsentrasi ditengahnya. Setiap spindle terletak sejajar dengan serat otot didalam otot. Spindle

peka terhadap kecepatan perubahan panjang otot dan panjang akhir otot yang dicapai. Apabila

otot diregangkan, setiap muscle spindle didalam otot tersebut juga teregang dan neuron aferen

yang akson perifernya berujung di muscle spindle yang terangsang. Serat aferen berjalan ke

dalam korda spinalis dan bersinaps langsung pada dengan neuron-neuron motorik yang

mempersarafi otot yang sama. Perangsangan otot yang teregang akibat reflex regang ini

menyebabkan otot berkontraksi untuk menghilangkan peregangan tersebut.10

Orang berusia lanjut atau mereka mengalami kelemahan otot quadriceps secara tak sadar

memanfaatkan muscle spindle dengan mendorong bagian tengah paha sewaktu mereka bangun

dan posisi duduk. Kontraksi otot quadriceps menyebabkan ekstensi sendi lutut sehingga paha

lurus. Selain itu refleks regang berfungsi untuk meningkatkan atau memperkuat respons

kontraktil sehingga memperoleh tambahan tenaga.10

16

Page 17: bppv

V. Definisi

Menurut Kamus Kedokteran Dorland, vertigo adalah suatu ilusi gerakan, perasaan ilusi

bahwa sepertinya lingkungan atau tubuhnya sendiri berputar, dapat diakibatkan oleh penyakit

pada telinga dalam atau oleh gangguan pusat-pusat vestibular atau jaras-jarasnya didalam system

saraf pusat.11

Vertigo posisi paroksismal jinak (VPPJ) atau disebut juga Benign Paroxysmal Positional

Vertigo (BPPV) adalah adalah gangguan keseimbangan perifer yang sering dijumpai terutama

pada usia dewasa muda hingga usia lanjut. BPPV termasuk vertigo perifer karena kelainannya

terdapat pada telinga dalam, yaitu pada sistem vestibularis perifer. BPPV merupakan kondisi

episodic, sembuh sendiri, dicetuskan oleh gerakan kepala mendadak atau karena ada perubahan

posisi seperti berguling ditempat tidur.11

Penyebab tersering gangguan ini adalah adanya debris pada duktus semisirkularis posterior.

Diagnosis dibuat dengan adanya karakteristik nystagmus ketika pasien dalam posisi Dix-

Hallpike. Penggunaan maneuver spesifik untuk reposisi debris ke utrikulus memberikan

pemulihan dari banyak pasien.11

VI. Etiologi

Vertigo terdapat 2 tipe, yaitu tipe sentral dan perifer. Pada vertigo tipe sentral, etiologi

umumnya adalah gangguan vaskuler, sedangkan pada vertigo tipe perifer, etiologinya idiopatik.

Biasanya vertigo jenis perifer berhubungan dengan manifestasi patologis di telinga. Berbagai

penyakit atau kelainan dapat menyebabkan vertigo.5

Berikut ini dikemukakan penyebab yang sering dijumpai :

Vertigo jenis perifer :

1. Neurinitis vestibuler

2. Vertigo posisional benigna

3. Penyakit Meniere

4. Trauma

5. Fisiologis

6. Obat-obatan

7. Tumor di fosa posterior, misalnya neuroma akustik

Vertigo jenis sentral :

17

Page 18: bppv

1. Stroke batang otak, atau TIA vertebrobasiler

2. Neoplasma

3. Migren basilar

4. Trauma

5. Perdarahan di serebelum

6. Infark di batang otak/serebelum

7. Degenerasi spinoserebelar

Lain-lain :

1. Toksik (misalnya oleh antikonvulsan, sedative)

2. Infeksi

3. Hipotiroidi.5

Kemudian pada referat ini akan membahas mengenai BPPV, dimana penyebab paling

umum BPPV pada usia di bawah 50 tahun adalah cedera kepala. Pada usia lanjut, penyebab

paling umum adalah degenerasi sistem vestibular dalam telinga. BPPV meningkat dengan

semakin bertambahnya usia. Kadang-kadang BPPV terjadi pasca operasi, dimana penyebabnya

adalah kombinasi atau salah satu diantara terlalu lama berbaring dalam keadaan terlentang, atau

trauma telinga bagian dalam ketika operasi. BPPV juga sering terjadi pada orang yang berada

dalam pengobatan dengan obat ototoxic seperti gentamisin. Setengah dari seluruh kasus BPPV

disebut idiopatik yang berarti terjadi tanpa alasan yang diketahui.14

VII. Klasifikasi

1. Vertigo Perifer

Vertigo perifer biasanya berhubungan dengan gangguan fungsi organ vestibular

seperti kanal semisirkularis, utrikulus, dan sakulus. Salah satu pola terpenting dalam

presentasi gangguan vestibular perifer ini adalah durasi dari vertigo. Berdasarkan

parameter ini, dapat diklasifikasikan gangguan vestibular perifer.

Vertigo berdurasi menit sampai jam

Ideopathic endolymphatic hydrops (Ménière’s disease)

Secondary endolymphatic hydrops

o Otic syphilis

o Delayed endolymphatic hydroops

18

Page 19: bppv

o Cogan’s disease

o Recurrent vestibulopathy

Vertigo berdurasi detik (Benign paroxysmal positional vertigo)

Vertigo berdurasi hari (Vestibular neuritis)

Vertigo dengan durasi bervariasi

Fistula telinga dalam

Trauma telinga dalam

o Trauma nonpenetrasi

o Trauma penetrasi

o Barotrauma

Familial vestibulopathy

Bilateral vestibular deficit

2. Vertigo Sentral

Vertigo sentral biasanya berhubungan dengan gangguan fungsi dari nervus VIII

bagian vestibular atau gangguan pada nuklei vestibular di batang otak. Beberapa penyebab

dari vertigo sentral adalah iskemia dan infark pada batang otak, penyakit demielinisasi

seperti multiple sclerosis, tumor pada cerebellopontine angle, neuropati kranial, dan

gangguan heredofamilial seperti degenerasi spinocerebellar.

Sebagian besar tumor pada cerebellopontine angle terjadi karena adanya

Schwannoma, tumor ini muncul di nervus VIII bagian vestibular di dalam kanal auditori

internal. Gejala penyakit ini adalah hilangnya pendengaran secara progresif dan tinitus.

Sedangkan neuropati kranial biasa terjadi pada penyakit fokal atau sistemik seperti pada

vaskulitis.

3. Vertigo Sistemik

Vertigo sistemik merupakan vertigo sekunder yang dapat berupa vertigo perifer

atau vertigo sentral atau bahkan keduanya. Berbagai hal yang dapat menyebabkan vertigo

sistemik adalah obat seperti antikonvulsan, hipnotik, antihipertensi, alkohol, analgesik;

hipotensi postural yang biasanya merupakan efek samping dari agen antihipertensi,

diuretik, dan dopaminergik; presinkop; penyakit infeksi seperti sifilis, meningitis virus dan

19

Page 20: bppv

bakteri, dan infeksi sistemik; penyakit endokrin seperti diabetes dan hipotiroidisme;

vaskulitis pada penyakit kolagen vaskular dan vaskulitis yang diinduksi oleh obat; dan

kondisi sistemik lain seperti gangguan hematologi dan toksin sistemik.

VIII. Fisiologi Vertigo

Kebanyakan penyebab dari vertigo adalah otologik , yang disebabkan oeh karena disfungsi

dari sensor kecepatan dan pergerakan pada telinga dalam, kanal semisirkularis. Pada kondisi

yang normal setiap orang memiliki 3 tipe proses dari input sensoris yaitu : vestibular (telinga

dalam), visual dan somatosensoris.15,16

Ketiga lajur informasi ini bergabung menjadi satu pada vestibular apparatus sentral

membentuk kemampuan untuk memperkirakan orientasi dan gerakan dari badan dan kepala.

Fisiologi dan patofisiologi dari vertigo disebabkan karena gangguan input pada vestibular

apparatus sentral atau gangguan proses pada bagian sentral.

Maka, penyebab dari vertigo yang mungkin adalah termasuk semua hal yang merupakan

gabungan dari gangguan sensoris yang berhubungan dengan pergerakan maupun gangguan

fungsi dari vestibular apparatus sentral. Praktisnya, bagaimanapun karena sensor visual dan

somatosensoris yang terutama dalam memproduksi sinyal kode posisi. Vertigo sangat jarang

diakibatkan oleh gangguan fungsi visual dan somatosensoris. Sebagai contoh vertigo visual,

vertigo yang mungkin berhubungan dengan gangguan okulomotor diikuti dengan nistagmus.

Namun variasi yang umum pada gangguan penglihatan adalah penglihatan yang berkurang,

pandangan kabur, gangguan pada sistem akomodasi yang biasanya tidak menyebabkan

timbulnya vertigo. Kurang lebih sama, adakalanya vertigo hanya berhubungan dengan gangguan

fungsi dari somatosensoris, seperti vertigo cervical. Vertigo sentral lebih sering dibandingkan

vertigo sensoris nonvestibular tapi masih tetap jarang dibandingkan dengan vertigo ortologik.15,16

IX. Patofisiologi

Terdapat setidaknya 6 jenis neurotransmiter pada sistem vestibular yang termasuk

didalamnya 3 neuron yang diantara sel rambut vestibular dan nukleus okulomotor yang

mengendalikan refleks vestibulo okuler. Juga merupakan pusat dari neurotransmiter lainnya yang

memodulasi fungsi atau yang ikut serta pada jalur minor.15

20

Page 21: bppv

Glutamat (aspartat) adalah neurotransmiter yang merangsang pada ketiga neuron dalam

jaras. Alpha-amino-3-hydroxy-5-methylisoxazole-4-propionic acid (AMPA)- tipe reseptor

glutamat yang berfungsi sebagai mediasi transmisi sinaps, dan terdapat hampir diseluruh regio

dari CNS. N-methyl-D-aspartate (NMDA)- tipe glutamat reseptor yang muncul untuk membantu

menjaga perubahan fase istirahat dari neuron vestibular senter maupun kemungkinan modulasi

jangka panjang dari transmisi sinaps didalam struktur vestibular sentral.15

Asetilkolin memiliki efek agonis pada reseptor muskarinik baik secara perifer maupun

sentral. Namun asetilkolin periferal muncul hanya jika berhubungan dengan sinaps aferen sel

rambut pada batang otak. Pada kedua reseptor kolinergik muskarinik dan nicotinik terdapat

disemua nukleus vestibular dengan densitas yang tinggi didalam nukleus vestibular media. Pada

kelima subtipe dari reseptor asetilkoline yang telah diketahui, reseptor ditemukan pada medula

dan pons. Diperkirakan hal ini melibatkan rasa pusing,yang hampir secara khusus pada subtipe

muskarinik M2.

Asam Gamma-globulin (GABA) merupakan penghambat neurotransmiter untuk jaringan

penghubung pada serat saraf didalam nukleus vestibular media dan sama hal nya dengan menjadi

penghambat neurotransmiter diantara sel purkinje serebelar dan nukleus vestibular lateral.

Stimulasi pada 2 tipe dari reseptor GABA, GABAa dan GABAb, memiliki kemiripan efek

penghambat pada jalur vestibular. GABAb agonis yang spesifik seperti baclofen, menurunkan

durasi dari respon vestibular pada binatang percobaan. GABA juga merupakan penghambat

neurotransmiter pada sistem vestibulo okular vertikal, sedangkan glysin mempengaruhi sistem

vestibulo okular horizontal.

Mekanisme aksi dari beberapa neurotransmiter lain yang diketahui sebagai target yang

penting pada manajemen farmako untuk vertigo kurang begitu dipahami. Histamin ditemukan

berdifusi pada struktur vestibular sentral. Histamin tidak ditemukan sebagai neurotrasmiter pada

sistem vestibular periferal. Kerja histamin pada bagian sentral memodulasi gejala dari motion

sickness. Stimulasi dari reseptor histamin H1 dan H2 merangsang nukleus vestibular medial

sentral neuron.15

H3 adalah autoreseptor yang berfungsi menghambat pelepasan histamin. Noradrenalin

(norepinefrin) memodulasi intensitas dari reaksi pusat terhadap stimulasi vestibular dan

mengontrol mekanisme kompensasi. Obat adrenergik yang bekerja pada pusat seperti amfetamin

dan efedrin memiliki efek profilatik terhadap motion sickness.

21

Page 22: bppv

Dopamin dapat mempercepat kompensasi dari vestibular terhadap labirinektomy unilateral, dan

penghambat dopamin memperlambat dari proses penyembuhan.

Neurokimia dari proses emesis (muntah) tumpang tindih pada bagian yang sama dengan

neurokimia dari vertigo dan motion sickness. Asetilkolin dan histamin adalah neurotransmiter

yang merangsang dan terlibat dalam pusat pengaturan muntah (emesis). Reseptor  GABA agonis

menghambat refleks pusat muntah (emesis) sama seperti jaras kortikal yang terlibat pada

vomiting antisipatori. Dopamin sangat penting pada emesis dibandingkan vertigo selaku pemicu

neurotransmiter sentral pada kemoreseptor trigger zone dan pusat muntah dan juga terlibat secara

periferal  pada modulasi motilitas usus. Serotonin juga penting pada emesis tetapi perannya

sangat sedikit atau sama sekali tidak ada pada vertigo dan kurang berperan pada motion sickness.

Agen selektif yang menghambat subtipe reseptor serotonin 5-HT3 mengurangi nausea dan

emesis dengan cara kombinasi aktif pada refleks sentral dan reseptor peripheral.15

Pada referat ini akan dibahas lebih lanjut mengenai BPPV, Terdapat dua macam

patofisiologi yang dapat menerangkan sebab terjadinya BPPV yaitu:

1. Teori kupolithiasis

Pada tahun 1962 Horald Schuknecht mengemukakan teori ini untuk

menerangkan BPPV. Dia menemukan partikel-partikel basofilik yang berisi

kalsiurn karbonat dari fragmen otokonia (otolith) yang terlepas dari macula

utriculus yang sudah berdegenerasi, menempel pada permukaan kupula. Dia

menerangkan bahwa kanalis semisirkularis posterior menjadi sensitif akan gravitasi

akibat partikel yang melekat pada kupula. Hal ini analog dengan keadaan benda

berat diletakkan di puncak tiang, bobot ekstra ini menyebabkan tiang sulit untuk

tetap stabil, malah cenderung miring. Pada saat miring partikel tadi mencegah tiang

ke posisi netral. Ini digambarkan oleh nistagmus dan rasa pusing ketika kepala

penderita dijatuhkan ke belakang posisi tergantung (seperti pada tes Dix-Hallpike).

KSS posterior berubah posisi dari inferior ke superior, kupula bergerak secara

utrikulofugal, dengan demikian timbul nistagmus dan keluhan pusing (vertigo).

Perpindahan partikel otolith tersebut membutuhkan waktu, hal ini yang

menyebabkan adanya masa laten sebelum timbulnya pusing dan nistagmus.17,18

2. Teori kanalitiasis

22

Page 23: bppv

Teori ini dikemukakan olleh Epley pada tahun 1980. Menurutnya gejala

BPPV disebabkan oleh adanya partikel yang bebas bergerak (canalith) di dalam

kanalis semisirkularis. Misalnya terdapat kanalit pada kanalis semisirkularis

posterior. Bila kepala dalam posisi duduk tegak, maka kanalit terletak pada posisi

terendah dalam kanalis semisirkularis posterior. Ketika kepala direbahkan hingga

posisi supinasi, terjadi perubahan posisi sejauh 90°. Setelah beberapa saat, gravitasi

menarik kanalit hingga posisi terendah. Hal ini menyebabkan endolimfa dalam

kanalis semisirkularis menjauhi ampula sehingga terjadi defleksi kupula. Defleksi

kupula ini menyebabkan terjadinya nistagmus. Bila posisi kepala dikembalikan ke

awal, maka terjadi gerakan sebaliknya dan timbul pula nistagmus pada arah yang

berlawanan. 17,18

Teori ini lebih menjelaskan adanya masa laten antara perubahan posisi kepala

dengan timbulnya nistagmus. Parnes dan McClure pada tahun 1991 memperkuat

teori ini dengan menemukan adanya partikel bebas dalam kanalis semisirkularis

poster. Saat melakukan operasi kanalis tersebut. 17,18,19

Bila terjadi trauma pada bagian kepala, misalnya, setelah benturan keras,

otokonia yang terdapat pda utikulus dan sakulus terlepas. Otokonia yang terlepas ini

kemudian memasuki kanalis semisirkularis sebagai kanalit. Adanya kanalit didalam

kanalis semisirkularis ini akan memnyebabkan timbulnya keluhan vertigo pada

BPPV. Hal inilah yang mendasari BPPV pasca trauma kepala. 17,18,19

X. Perjalanan Penyakit

Perjalanan penyakit dari BPPV sangat bervariasi. Pada sebagian besar kasus

gangguan menghilang secara spontan dalam kurun waktu beberapa minggu, namun dapat

kambuh setelah beberapa waktu, bulan atau tahun kemudian. Ada pula penderita yang

hanya satu kali mengalaminya. Sesekali dijumpai penderita yang kepekaannya terhadap

vertigo posisional berlangsung lama.17,18

Serangan vertigo umumnya berlangsung singkat, kurang dari 1 menit. Namun, bila

ditanyakan kepada penderita, mereka menaksirnya lebih lama sampai beberapa menit. Bila

serangan vertigo datang bertubi-tubi, hal ini mengakibatkan penderitanya merasakan

23

Page 24: bppv

kepalanya menjadi terasa ringan, merarsa tidak stabil, atau rasa mengambang yang

menetap selama beberapa jam atau hari.17,19,20

BPPV sering dijumpai pada kelompok usia menengah yaitu pada usia 40-an dan

50-an tahun. Wanita agak lebih sering daripada pria. BPPV jarang dijumpai pada anak

atau orang yang sangat tua. Nistagmus kadang dapat disaksikan waktu terjadinya BPPV

dan biasanya bersifat torsional (rotatoar). 17

XI. Tanda dan Gejala

Pasien akan mengeluhkan onset tiba-tiba dari vertigo yang berlangsung 10-20

detik dengan gerakan kepala tertentu. Gerakan yang memicu seperti berguling di tempat

tidur ke posisi lateral, bangun dari tempat tidur, menengadah dan melihat ke belakang, dan

membungkuk. Vertigo dapat berhubungan dengan mual. Pada hampir sebagian besar

pasien, vertigo akan berkurang dan akhirnya berhenti secara spontan dalam beberapa hari

atau beberapa bulan, tetapi kadang-kadang dapat juga sampai beberapa tahun. Pasien

memiliki pendengaran normal, tidak ada nistagmus spontan, dan pemeriksaan neurologik

normal.21

Vertigo dan nistagmus yang mengikuti memiliki pola latensi yang berbeda,

kelelahan, dan habituasi yang berbeda dari common central positional vertigo oleh karena

lesi pada sekitar ventrikel 4. Berikut adalah tabel yang menunjukkan perbedaan di antara

keduanya.22

Tabel 1. Perbedaan Benign Paroxysmal Positional Vertigo

dan Central Positional Vertigo

Sifat BPPV Central

Latensi 3 – 40 detik Tidak ada: vertigo dan

nistagmus sangat cepat

Kelelahan Ya Tidak ada

Habituasi Ya Tidak ada

Intensitas vertigo Berat RinganaWaktu antara posisi kepala dan onset gejalabHilangnya gejala dengan menjaga posisi yang salahcPengurangan gejala dengan percobaan berulang

24

Page 25: bppv

dkemungkinan terjadinya gejala selama sesi pemeriksaan

Sumber: Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, et al. Harrison’s Principles of Internal Medicine, 17th ed. USA: The Mc Graw Hill Companies; 2008.

Tabel 2. Perbedaan karakteristik vertigo central dan perifer

Sifat Vertigo Perifer Vertigo Central

Nistagmus Kombinasi horizontal dan

torsiional; dihambat dengan

fiksasi mata ke objek,

menghilang setelah beberapa

hari; tidak ada perubahan arah

dengan memandang ke arah

lain

Hanya vertikal, horizontal,

atau torsional; tidak dihambat

dengan fiksasi mata ke objek;

dapat bertahan dari minggu

hingga bulan; arah dapat

berubah dengan memandang

pada fase cepat nistagmus

Keseimbangan Ringan – sedang; dapat

berjalan

Berat; tidak dapat berdiri

lama dan berjalan

Mual dan muntah Dapat berat Bervariasi

Hilangnya

pendengaran dan

tinnitus

Sering Jarang

Gejala neurologic

nonauditori

Jarang Sering

Latensi pada maneuver

diagnostik provokatif

Lebih lama (di atas 20 detik) Lebih cepat (di atas 5 detik)

Sumber: Labuguen RH. Initial Evaluation of Vertigo. American Family Physician 2006; 73: 244-251, 254.

Tabel 3. Perbedaan Antara Vertigo Sentral dan Perifer

Sifat Sentral Perifer

Rasa mual berlebihan + +++

Muntah + +

Diperburuk oleh pergerakan kepala tidak spesifik ++ -

Dicetuskan oleh pergerakan kepala spesifik (mis :

posisi dix-hallpike, perputaran kepala dalam posisi

telentang)

+ +++

Timbulnya nistagmus paroksismal ke atas dan rotatoar

dengan maneuver Dix-hallpike- +++

25

Page 26: bppv

Timbulnya nistagmus paroksismal ke bawah dengan

maneuver dix-hallpike++ +

Nistagmus dengan perubahan posisi horizontal

paroksismal (geotropic/ageotropik) yang dibandingkan

oleh perputaran posisi horizontal kepala

+ ++

Nistagmus persisten ke bawah pada semua posisi +++ -

Hilangnya nistagmus dengan pengulangan posisi - +++

Membaik detelah perawatan dengan maneuver

posisional- +++

Sumber: Diagnosis & Tatalaksana Penyakit Saraf. EGC 2007; 113.

Tabel 4. Differential Diagnosis Vertigo berdasarkan Lama Terjadinya Vertigo dan Ada

tidaknya hilangnya pendengaran

Durasi Vertigo Tidak ada hilangnya

pendengaran

Terdapat hilangnya

pendengaran

Detik BPPV Perilymphatic fistula

Cholesteatoma

Menit Vertebral/basilar artery

insufficiency

Migrain

Jam Vestibulopathy Meniere’s disease

Hari Vestibular Neuronitis Labyrinthitis

Minggu Central nervous system lesion

Lyme disease

Multiple sclerosis

Vestibular schwannoma

Autoimmune processes

Psychogenic

Sumber: Snow JB, Wackym PA. Ballenger's Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery. 17th edition. Connecticut: BC Decker Inc; 2009.

26

Page 27: bppv

XII. Diagnosis

A. Anamnesis

Pertama-tama pemeriksa harus memastikan apakah pusing yang dirasakan oleh

pasien benar merupakan vertigo atau bukan. Hal ini dapat dilakukan dengan

menanyakan pada pasien, “Saat anda mendapat serangan pusing, apakah kepala anda

terasa ringan atau anda merasa dunia di sekitar anda berputar?”. Vertigo adalah rasa

melayang, goyang, berputar, tujuh keliling, dan sebagainya. Selanjutnya perlu

ditentukan penyebab vertigo tersebut: perifer atau sentral. Pemeriksa dapat

menanyakan keadaan yang memprovokasi timbulnya vertigo: perubahan posisi kepala

dan tubuh, keletihan, ketegangan. Profil waktu: apakah timbulnya akut atau perlahan-

lahan, hilang timbul, paroksimal, kronik, progresif atau membaik.19 Gejala penyerta

lain seperti sakit kepala, tinitus, hilangnya pendengaran, double vision, mual, muntah,

bicaranya tidak jelas, rasa kebal di sekitar mulut, pandangan suram, dan serangan

jatuh.22

Selain itu, ditanyakan pula apakah gejala vertigo muncul setelah trauma pada

kepala, atau pada penyebab sistemik seperti keracunan aminoglikosida atau infeksi

ringan pada saluran napas atas. Riwayat operasi atau infeksi pada telinga, menyelam di

kedalaman lautan, dan tiupan keras pada telinga juga perlu ditanyakan dalam

anamnesis.22

Penggunaan obat-obatan seperti alkohol, aminoglikosida (streptomisin,

kanamisin), antikonvulsan (fenitoin, contoh: Dilantin), antidepresan, antihipertensi,

barbiturat, kokain, diuretik (Furosemide, contoh: Lasix), nitroglyserin,

sedatif/hipnotik, salisilat, antimalaria dan lain-lain yang diketahui

ototoksik/vestibulotoksik juga perlu ditanyakan.22

B. Pemeriksaan fisik umum

Pemeriksaan fisik diarahkan ke kemungkinan penyebab sistemik; tekanan darah

diukur dalam posisi berbaring, duduk dan berdiri karena hipotensi ortostatik mungkin

menjadi penyebab umum terjadinya pusing pada pasien yang dirujuk ke ahli neurologi.

Bising karotis, irama (denyut jantung) dan pulsasi nadi perifer juga perlu diperiksa.23

Perubahan ortostatik pada tekanan darah sistolik (misalnya penurunan 20 mmHg atau

27

Page 28: bppv

lebih) dan pulsasi (misalnya peningkatan 10 bpm) pada pasien dengan vertigo saat

berdiri dapat mengidentifikasi masalah dehidrasi atau disfungsi autonomik.22

Selain itu juga perlu dinilai ketajaman visual (penglihatan yang adekuat penting

untuk keseimbangan) dan inspeksi muskuloskeletal (artritis yang berarti dapat

mengganggu gaya berjalan). 23

C. Pemeriksaan Neuro-Otologikal

- Gaze Testing

Pasien diminta mengikuti jari pemeriksa yang digerakkan ke arah lateral,

medial, atas, dan bawah. Pemeriksa mencari gaze-evoked nystagmus pada setiap

posisi.23 Gaze-evoked nystagmus adalah nistagmus dua arah dengan nistagmus ke

arah kanan pada pandangan ke kanan dan nistagmus ke arah kiri pada pandangan

ke kiri. Banyak pasien dengan gaze-evoked nystagmus yang juga akan

bermanifestasi nistagmus ke arah atas pada pandangan ke atas. Bidirectional gaze-

evoked nystagmus merupakan hasil abnormalitas sistem saraf pusat dan tidak

pernah disebabkan abnormalitas vestibular perifer. Terdapat banyak penyebab

gaze-evoked nystagmus. Penyebab paling umumnya adalah efek obat, misalnya

antikonvulsan.24

- Pemeriksaan Nervus Vestibular

Tes head-thrust digunakan untuk mendiagnosa vestibular neuritis dan

labirinitis. Pada tes ini, pasien diminta untuk melihat ke hidung pemeriksa.

Pemeriksa menempatkan tangannya pada kepala pasien dan secara cepat memutar

kepala pasien kira-kira 10-15° ke satu sisi. Jika aparatus vestibular berfungsi

sebagaimana mestinya, pasien akan dapat menjaga kefokusannya pada hidung

pemeriksa. Jika aparatus vestibular tidak berfungsi sebagaimana mestinya, mata

pasien akan mengalami deviasi ke satu sisi dan kemudian dengan cepat kembali

melihat ke hidung pemeriksa. Gerakan mata cepat ini disebut saccade dan

mengindikasikan tes head-thrust positif.25

- Gait Assessment

Uji Romberg digunakan terutama untuk tes fungsi proprioseptif, bukan fungsi

serebelar. Bila terdapat gangguan proprioseptif, pasien dapat berdiri tegak dengan

mata terbuka, namun goyang atau jatuh dengan mata tertutup. Untuk melakukan

28

Page 29: bppv

tes fungsi ini, pasien harus memiliki cara berdiri yang stabil dengan mata terbuka

dan kemudian mengalami penurunan keseimbangan dengan mata tertutup

(Romberg +). Ketika input visual dihilangkan, pasien harus bergantung pada

proprioseptif untuk menjaga keseimbangan.21 Pasien dengan ataxia serebelar tidak

dapat mengkompensasi defisit input visual dan pasien ini berdiri tidak stabil baik

saat mata terbuka maupun tertutup. 26

- Positional Testing (Tes provokasi)

Tes posisi yang paling sering digunakan adalah manuver Dix-Hallpike. Cara

melakukan uji Dix-Hallpike adalah dari posisi duduk di atas tempat tidur, kepala

pasien diputar ke satu sisi pada 45o, yang meluruskan kanal semisirkular posterior

dengan potongan sagital kepala. Kemudian pasien dibaringkan ke belakang

dengan cepat sehingga kepalanya menggantung 45o di bawah garis horizontal,

pada ujung tempat tidur.

Dalam beberapa detik, muncul vertigo dan nistagmus torsional.20 Jika kepala

digantungkan ke arah kanan akan menyebabkan nistagmus torsional yang

berlawanan arah jarum jam, dan pada kepala yang digantung ke kiri akan

menghasilkan nistagmus torsional sesuai arah jarum jam.4 Dengan uji ini dapat

dibedakan apakah lesi yang diderita adalah lesi perifer atau sentral.

Jika lesinya perifer, maka vertigo dan nistagmus akan timbul setelah periode

laten yang berlangsung kira-kira 2-10 detik dan akan hilang dalam waktu kurang

dari satu menit, vertigo dan nistagmus itu sendiri akan berkurang atau menghilang

bila tes dilakukan berulang kali (fatigue). Sedangkan jika lesinya sentral, maka

tidak terdapat periode laten, nistagmus dan vertigo akan berlangsung lebih dari

satu menit, nistagmus dan vertigo akan tetap muncul bila tes ini dilakukan

berulang kali. 27

29

Page 30: bppv

Gambar 2.7 Manuver Dix-Hallpike

Sumber: Ropper AH, Brown RH. Adams and Victor's Principles of Neurology. Ed ke-8.

USA: McGraw-Hill; 2005.

Selain maneuver dix-hallpike, dapat dilakukan maneuver side lying :

Pertama-tama jelaskan pada penderita mengenai prosedur pemeriksaan, dan

vertigo mungkin akan timbul namun menghilang setelah beberapa detik

Pasien duduk dengan kepala menoleh ke kiri pada meja pemeriksan dengan

kaki yang menggantung di tepi meja, untuk melakukan maneuver side lying

kanan

30

Page 31: bppv

Pasien dengan cepat dijatuhkan ke sisi kanan dengan kepala tetap menoleh ke

kiri 450 tunggu hingga respon abnormal muncul

Pasien kembali ke posisi duduk untuk kemudian dilakukan maneuver side

lying kiri.

Tunggu 40 detik sampai timbul respon abnormal.

Pada orang normal nistagmus dapat timbul pada saat gerakan provokasi ke

belakang, namun saat gerakan selesai dilakukan tidak tampak lagi nistagmus. Pada

pasien BPPV setelah provokasi ditemukan nistagmus yang timbulnya lambat, ± 40

detik, kemudian nistagmus menghilang kurang dari satu menit bila sebabnya

kanalitiasis, pada kupulolitiasis nistagmus dapat terjadi lebih dari satu menit, biasanya

serangan vertigo berat dan timbul bersamaan dengan nistagmus.

- Bithermal Caloric Test

Bithermal Caloric Test digunakan untuk mengevaluasi fungsi kanal

semisirkular horizontal. Perubahan suhu menstimulasi aliran cairan di dalam kanal

semisirkular horizontal; jika sistem ini berfungsi, nistagmus akan muncul.

Frekuensi stimulasi yang sangat lambat bukan kondisi yang normalnya terjadi

selama kehidupan sehari-hari. Masing-masing telinga dites sendiri-sendiri, dan

responnya dibandingkan.4

Irigasi kanal auditori eksternal dengan air dingin dan hangat dapat digunakan

untuk memperlihatkan penurunan fungsi labirin dalam bentuk pemburukan atau

hilangnya nistagmus yang diinduksi thermal pada sisi yang terkena. Caloric Test

ini dilakukan dengan posisi pasien berbaring pada meja pemeriksaan, dengan

kepala miring ke depan sebesar 30o, sehingga kanalis semisirkularis horizontal

berada dalam posisi vertikal, posisi sensitivitas maksimal kanal terhadap

rangsangan thermal. Kemudian kedua telinga diirigasi bergantian dengan 250 ml

air dingin (30oC) dan air hangat (44oC) masing-masing selama 30 detik dan jarak

setiap irigasi lima menit. Nistagmus yang timbul dihitung lamanya sejak

permulaan irigasi sampai hilangnya nistagmus tersebut (normal 90-120 detik).

Irigasi dengan air dingin akan menginduksi deviasi mata ke sisi yang diirigasi

31

Page 32: bppv

selama kira-kira 20 detik, kemudian akan diikuti dengan nistagmus yang

berlawanan dengan sisi yang diirigasi pada orang normal. Sedangkan irigasi

dengan air hangat akan menginduksi nistagmus ke sisi yang dirigasi. 20

Irigasi secara serempak pada kedua kanal dengan air dingin menyebabkan

deviasi mata ke bawah, dengan nistagmus (komponen cepat) ke atas. Irigasi

bilateral dengan air hangat menghasilkan gerakan mata ke atas dan nistagmus ke

bawah. Caloric testing dapat memberi jawaban terpercaya apakah organ akhir

vestibular bereaksi, dan perbandingan respon dari kedua telinga akan

mengindikasikan kanal telinga mana yang paresis. Rekaman gerakan mata selama

tes ini, memberikan hasil kuantitatif respon tersebut. 27

Irigasi udara hangat dan dingin dapat digantikan untuk irigasi langsung jika

terdapat perforasi membran timpani. Respon telinga kanan dan kiri dibandingkan.

Perbedaan lebih besar dari 20% biasanya dianggap abnormal dan dilaporkan

sebagai kelemahan sisi kiri atau kanan. Total respon ke arah kanan dibandingkan

dengan total respon ke arah kiri, dan hasilnya dilaporkan sebagai directional

preponderance ke arah kanan atau kiri. Perbedaan lebih dari 30% dianggap

berarti/signifikan. Directional preponderance abnormal tanpa kelemahan

unilateral menunjukan kondisi patologis sentral. 24

Pasien dengan unilateral atau bilateral caloric loss total sebaiknya dites

dengan ice caloric irrigation pada telinga yang terlibat. Seringkali, nistagmus

dapat dimunculkan dengan stimulus yang lebih kuat. Stimulus ice caloric ini tidak

nyaman untuk pasien dan sebaiknya penggunaannya dibatasi. Harus dicatat bahwa

tidak adanya respon kalori terhadap irigasi air hangat, dingin, ataupun es tidak

dapat dianggap sebagai indikasi vestibular (labirin) tidak berfungsi total. Hal ini

sebaiknya dikonfirmasikan dengan tes kursi berputar (Barany chair) atau tes

elektronistagmografi (ENG).24 Tes Barany chair dan ENG juga dapat

menyebabkan stimulasi vestibular (labirin). Namun ENG memberikan metode

yang lebih menyaring dalam mendeteksi gangguan fungsi labirin karena tes ini

merekam akurat gerakan mata tanpa fiksasi visual.27

C. Pemeriksaan Penunjang

32

Page 33: bppv

Tes laboratorium seperti elektrolit, glukosa, darah, dan tes fungsi tiroid

mengidentifikasi penyebab vertigo kurang dari 1% pasien dengan pusing. Tes

laboratorium tersebut mungkin cocok ketika pasien dengan vertigo menunjukan gejala

atau tanda yang menunjukan adanya kondisi penyebab lainnya. Audiometri membantu

menegakkan diagnosis penyakit Meniere.22

Neuroimaging sebaiknya dipertimbangkan pada pasien dengan vertigo yang

memiliki tanda dan gejala neurologis, faktor risiko penyakit kardiovaskular, atau

kehilangan pendengaran unilateral yang progresif. Pada suatu studi, 40% pasien

dengan pusing dan tanda-tanda neurologis memiliki abnormalitas relevan menunjukan

lesi sistem saraf pusat pada MRI kepala.

Secara umum, MRI lebih cocok daripada CT scan untuk mendiagnosa vertigo

karena keahliannya dalam memperlihatkan fossa posterior, di mana kebanyakan

penyakit sistem saraf pusat yang menyebabkan vertigo ditemukan. Studi neuroimaging

dapat digunakan untuk menyingkirkan infeksi bakteri yang meluas, neoplasma, atau

perkembangan abnormalitas jika terdapat gejala lain yang menunjukan salah satu

diagnosis di atas.

Namun, tes-tes tersebut tidak diindikasikan pada pasien BPPV; biasanya tidak

diperlukan untuk mendiagnosa neuritis vestibular akut atau penyakit Meniere.

Radiografi konvensional atau prosedur crosssectional imaging dapat untuk

mendiagnosa vertigo servikal (contohnya vertigo yang dipicu oleh input somatosensori

dari gerakan kepala dan leher) pada pasien dengan riwayat yang mengarah ke

diagnosis ini. 22

XIII. Diagnosis Banding

Vestibular Neuritis

Vestibular neuronitis penyebabnya tidak diketahui, pada hakikatnya merupakan

suatu kelainan klinis di mana pasien mengeluhkan pusing berat dengan mual, muntah

yang hebat, serta tidak mampu berdiri atau berjalan. Gejala-gejala ini menghilang

dalam tiga hingga empat hari. Sebagian pasien perlu dirawat di Rumah Sakit untuk

mengatasi gejala dan dehidrasi. Serangan menyebabkan pasien mengalami

ketidakstabilan dan ketidakseimbangan selama beberapa bulan, serangan episodik

dapat berulang. Pada fenomena ini biasanya tidak ada perubahan pendengaran.

33

Page 34: bppv

Labirintitis

Labirintitis adalah suatu proses peradangan yang melibatkan mekanisme telinga

dalam. Proses dapat akut atau kronik, serta toksik atau supuratif. Labirintitis toksik

akut disebabkan suatu infeksi pada struktur didekatnya, dapat pada telinga tengah

atau meningen tidak banyak bedanya. Labirintitis toksik biasanya sembuh dengan

gangguan pendengaran dan fungsi vestibular. Hal ini diduga disebabkan oleh produk-

produk toksik dari suatu infeksi dan bukan disebabkan oleh organisme hidup.

Labirintitis supuratif akut terjadi pada infeksi bakteri akut yang meluas ke dalam

struktur-¬struktur telinga dalam. Kemungkinan gangguan pendengaran dan fungsi

vestibular cukup tinggi. Yang terakhir, labirintitis kronik dapat timbul dari berbagai

sumber dan dapat menimbulkan suatu hidrops endolimfatik atau perubahan-

perubahan patologik yang akhirnya menyebabkan sklerosi labirin.

Penyakit Meniere

Penyakit Meniere adalah suatu kelainan labirin yang etiologinya belum diketahui, dan

mempunyai trias gejala yang khas, yaitu gangguan pendengaran, tinitus, dan serangan

vertigo. Terutama terjadi pada wanita dewasa.

Patofisiologi :

pembengkakan endolimfe akibat penyerapan endolimfe dalam skala media oleh stria

vaskularis terhambat.

Manifestasi klinis :

vertigo disertai muntah yang berlangsung antara 15 menit sampai beberapa jam dan

berangsur membaik. Disertai pengurnngan pendengaran, tinitus yang kadang

menetap, dan rasa penuh di dalam telinga. Serangan pertama hebat sekali, dapat

disertai gejala vegetatif Serangan lanjutan lebih ringan meskipun frekuensinya

bertambah

XIV. Tata Laksana

34

Page 35: bppv

Terapi simptomatik

Tatalaksana yang paling tepat pada vertigo adalah mengatasi penyebab

utamanya. Jika etiologi tidak dapat diketahui, maka diindikasikan terapi simptomatik.

Selain itu, terapi ini juga dapat diindikasikan untuk serangan vertigo akut. Terdapat

dua golongan obat yang umum digunakan dalam terapi simptomatik dari vertigo yaitu

supresan vestibular dan antiemesis. 28

Supresan vestibular bekerja pada tingkat neurotransmiter yang terlibat dalam

perambatan impuls antar neuron vestibular. Obat biasanya diberikan secara oral dan

efek akan mulai muncul setelah 30 menit. Namun, pada serangan vertigo akut yang

parah, obat ini bisa diberikan secara intramuskular atau intravena. Efek samping

umum dari obat ini adalah mulut kering dan sedasi. Pembagian dari obat supresan

vestibular adalah sebagai berikut: antihistamin seperti meklizin (25-100 mg per oral)

dan difenhidramin (25-50 mg per oral 3-4 kali sehari; 10-50 mg IM/ IV dosis tunggal

4-6 kali sehari, maksimal 400 mg sehari), antikolinergik seperti skopolamin (0,5 mg

transdermal efektif untuk tiga hari), fenotiazin seperti prometazin (12,5-25 mg per

oral/ per rectal/ IM/ IV 4-6 kali sehari sesuai kebutuhan) dan proklorperazin (5-10 mg

per oral/ IM 3-4 kali sehari; 10 mg sediaan lepas berkala 2 kali sehari; dan 5-25 mg per

rektal), dan benzodiazepin seperti diazepam (2-10 mg per oral 2-4 kali sehari; 5-10 mg

IM/ IV) dan lorazepam (2-6 mg per oral dalam 2-3 dosis terpisah). 29-33

Antiemesis merupakan anatagonis kolinergik dan antagonis dopaminergik

sentral yang diduga dapat mencegah dan menghambat pusat muntah. Biasanya obat-

obat antiemesis menimbulkan efek samping yang berat terutama pada pasien muda.

Efek samping simtomatik yang biasa ditimbulkan obat ini adalah parkinsonisme,

akatisia, distonia, dan diskinesia. Obat-obatan yang termasuk antiemesis adalah

proklorperazin, metoklopramid (10-15 mg per oral 4 kali sehari sebelum makan),

trimetobenzamid (250 mg per oral 3-4 kali sehari; 200 mg IM / per rectal 3-4 kali

sehari), dan droperidol (2,5-10 mg IM/ IV). 30,32

Terapi untuk BPPV

Beberapa manuver seperti manuver Epley, manuver Semont, manuver Brandt-

Daroff dan manuver lempert (barbecue roll) dapat digunakan sebagai terapi untuk

35

Page 36: bppv

BPPV. Manuver ini juga dirasakan lebih efektif daripada medikamentosa. Cara

melakukan manuver Epley adalah pasien diminta duduk dan dimiringkan kepalanya

sebesar 45o ke salah satu telinga lalu pasien dibaringkan ke belakang dengan cepat

sehingga kepalanya menggantung 45o di bawah garis horizontal selama 20 detik.

Pasien kemudian dimiringkan kepalanya sebesar 90o ke arah telinga yang berlawanan

selama 20 detik dan pasien diminta melengkungkan badan ke arah dia menghadap tadi

selama 20 detik. Setelah itu, pasien kembali ke posisi duduk dan harus tegak minimal

45o dalam 24 jam ke depan.27

Gambar 2.8 Manuver Epley

Sumber: Ropper AH, Brown RH. Adams and Victor's Principles of Neurology. Ed ke-8. USA:

McGraw-Hill; 2005.

Cara melakukan manuver Brandt-Daroff adalah pasien diminta duduk tegak lalu

berbaring miring dengan kepala menghadap ke atas dan mempertahankan posisi

tersebut selama 30 detik. Pasien kemudian kembali duduk tegak selama 30 detik dan

diminta berbaring miring ke sisi yang berlawanan dengan sisi ketika pasien berbaring

miring sebelumnya dengan kepala menghadap ke atas dan mempertahankan posisi

tersebut selama 30 detik. Setelah itu, pasien kembali duduk tegak selama 30 detik.

Manuver Brandt-Daroff dilakukan di rumah tiga kali sehari selama dua minggu. Setiap

latihan dilakukan lima kali manuver. Tiap manuver membutuhkan waktu dua menit.

36

Page 37: bppv

Efektivitas manuver ini mencapai 95% meskipun manuver ini lebih sulit dibandingkan

manuver Epley.20 Manuver ini juga dapat dilakukan sebagai latihan di rumah. Jadwal

latihan Brandt Daroff yang disarankan :

Waktu Latihan Durasi

Pagi 5 kali pengulangan 10 menit

Sore 5 kali pengulangan 10 menit

Malam 5 kali pengulangan 10 menit

Gambar 2.9 Manuver Brandt-Daroff

Sumber: Timothy CH. Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV). CSCD 2000.

Menurut penelitian, manuver Semont lebih efektif dibandingkan dengan

manuver brandt-daroff. Prosedur ini kurang lebih sama seperti brandt-daroff hanya

saja pasien dari sisi menyamping ke sisi menyamping lainnya tidak perlu kembali ke

posisi duduk terlebih dahulu.

37

Page 38: bppv

Gambar 2.10 Manuver Brandt-Daroff

Sumber: American Academy Neurology: Therapies for BPPV. 2008.

Menurut penelitian, Manuver Epley lebih efektif dibandingkan dengan

maneuver Semont dan maneuver Brandt-Daroff, dimana maneuver Brandt-Daroff

memiliki efektifitas terendah. Ketiga maneuver ini lebih efektif untuk tatalaksana

BPPV kanalis posterior. Sedangkan untuk BPPV kanalis horizontal, maneuver yang

paling efektif adalah maneuver Lempert (barbecue roll). Cara melakukannya dengan

memiringkan kepala pasien 90 derajat ke kanan (jika yang terkena adalah telinga

kanan), kemudian diputar 90 derajat ke kiri 4 kali (langkah 1-5 pada gambar berikut),

dimana setiap perputaran, posisi ditahan selama 10-30 detik. Kemudan bagian

punggung pasien diputar sehingga dalam keadaan berbaring dengan kepala ditahan

oleh pemeriksa dan dengan cepat pasien diminta untuk duduk.

38

Page 39: bppv

Gambar 2.11 Manuver Lempert

Sumber: American Academy Neurology: Therapies for BPPV. 2008.

Ada terapi pembedahan untuk pasien dengan BPPV, namun terapi ini hanya

dilakukan pada sedikit pasien. Pasien-pasien ini gagal untuk dilakukan manuver

reposisi dan tidak terdapat patologi intrakranial pada pemeriksaan imaging. Pilihan

operasi utama yang dilakukan adalah oklusi kanalis semisirkularis posterior.

Dilakukan mastoidektomi standar dan terlihat kanalis semisirkularis posterior.

Membran kanal disumbat dengan otot, fascia, atau tulang kepala, atau diruntuhkan

dengan laser. Penyumbatan mencegah gerakan debris dan endolimfe untuk

mendefleksikan kupula. Mungkin terdapat kehilangan pendengaran sementara yang

biasanya sembuh. Tingkat keberhasilan pada oklusi kanalis semisirkularis posterior ini

tinggi. Selain itu juga ada teknik bedah yang lebih menantang dengan risiko lebih

tinggi untuk pendengaran melibatkan ablasi suplai saraf kanalis semisirkularis

posterior melalui neurektomi tunggal. 33

XV. Prognosis

BPPV memiliki onset akut dan remisi lebih dari beberapa bulan. Namun, hampir

30% pasien memiliki gejala lebih dari satu tahun. Kebanyakan pasien membaik

dengan manuver reposisi. Pasien akan mengalami rekuren dan remisi yang tidak dapat

39

Page 40: bppv

diprediksi, dan angka terjadinya rekurensi dapat 10-15% per tahun. Pasien-pasien ini

dapat dibantu dengan manuver reposisi yang berulang. Pasien dapat beradaptasi

dengan tidak melakukan posisi tertentu untuk mencegah vertigo.34

40

Page 41: bppv

BAB III

KESIMPULAN

Vertigo adalah keluhan yang sering ditemukan dalam praktek sehari-hari dan sangat

menggangu aktivitas penderita yang disebabkan karena adanya gangguan keseimbangan baik

sentral maupun perifer yang dapat berupa trauma, infeksi, keganasan, metabolic, toksik,

vaskuler, atau autoimun. BPPV adalah jenis vertigo perifer yang paling sering ditemukan yang

dapat disebabkan karena adanya trauma kepala, proses degenerative, pasca operasi, pengobatan

ototoksik, ataupun idiopatik.

Manifestasi klinis yang terdapat dalam BPPV adalah adanya rasa pusing berputar yang

timbul dengan perubahan posisi kepala. Keluhan ini kadang disertasi dengan adanya rasa mual

dan muntah. Penderita dengan BPPV memiliki pendengaran yang normal dan tidak ditemukan

kelainan pada pemeriksaan naurologis. Diagnosis dapat ditegakan melalui anamnesa dan

pemeriksaan fisik yang berupa maneuver Dix-hallpike ataupun maneuver side lying, untuk

menemukan adanya respon abnormal berupa nistagmus lambat yang berlangsung ± 40 detik.

Penatalaksanaan utama pada BPPV adalah manuver untuk mereposisi debris yang terdapat pada

utrikulus. Yang paling banyak digunakan adalah maneuver Brandt Daroff dan maneuver Epley.

Terapi dengan medikamentosa dapat diberikan sebagai tambahan untuk meringankan gejala yang

timbul, tetapi terapi ini tidak dapat banyak membantu.

41

Page 42: bppv

DAFTAR PUSTAKA

1. Wreksoatmojo BR. Vertigo-Aspek Neurologi. [terhubung berkala]. [27 Oktober 2012]

:http://www.google.com/vertigo/cermin dunia kedokteran .html

2. Anonim. Si Penyebab Kepala Berputar. [terhubung berkala]. [27 Oktober 2012]:

http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/category_news.asp?IDCategory=23

3. Li JC & Epley J. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. [terhubung berkala]. [27 Oktober

2012] http://emedicine.medscape.com/article/884261-overview

4. Bashiruddin J. Vertigo Posisi Paroksismal Jinak. Dalam : Arsyad E, Iskandar N, Editor.

Telinga, Hidung Tenggorok Kepa la & Leher. Edisi Keenam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

2008. Hal. 104-9

5. Lumbantobing M, S. Vertigo. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2003

6. Sadler, TW. Langman’s Medical Embryology, 11th ed. USA: Lippincott Williams & Wilkins;

2010.

7. Bailey BJ, Johnson JT. Head and Neck Surgery-Otolaryngology. 4th Edition. Philadelphia :

Lippincott William and Wilkins; 2006.

8. Snell, Richard S. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Liliana Sugiharto, dr, M.S.

PAK, penerjemah; Huriawati Hartanto, dr, dkk. Jakarta: ECG; 2006. Terjemahan dari:

Clinical Anatomy for Medical Students.

9. Snow JB, Wackym PA. Ballenger's Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery. 17th

edition. Connecticut: BC Decker Inc; 2009.

10. Sherwood, Lauralee. Human Physiology: From Cells to Systems ed.6th. NewYork:

Thomson Brooks. 2007.

11. Dorland, W.A. Newman.2002. Dorland’s illustrated medical dictionary : kamusN kedokteran

Dorland edisi 29. terjemahan oleh : Hurniawati Hartanto dkk..EGC,Jakarta, Indonesia.

12. Ropper AH, Brown RH. Deafness, Dizziness and Disorders of Equilibrium: Benign

Positional Vertigo. Adams & Victor’s Principles of Neurology. 8th Edition. New York:

McGraw-Hill Medical Publishing Division; 2005. page 261 - 62

13. Simon RP, Greenberg DA, Aminoff MJ. Disorders of Equilibrium: Benign Positional

Vertigo. Clinical Neurology. 7th Edition. New York: Lange Medical Books/McGraw-Hill

Medical Publishing Division; 2009. page 107 - 09

42

Page 43: bppv

14. Bashiruddin J, vertigo posisi paroksisimal jinak. dalam : Soepardi EA, Iskandar N editor.

Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi keenam.

Jakarta: Balai Penerbit FK-UI.2007. hal 104-109

15. Hain, T. C. and Uddin, M. Pharmacological Treatment of Vertigo. CNS Drugs 2003; 17 (2):

85-100

16. Mardjono, M. Sidharta, P. Neurologi Klinis Dasar. Cetakan ke-13. Dian Rakyat. Jakarta.

2008.

17. Li JC, Epley J. Vertigo & Dizziness: Benign Paroxysmal Positional Vertigo. [online]

Updated: Mar 18, 2010. [terhubung berkala].

http://www.emedicine.medscape.com/article/884261-print [1 November 2012]

18. Hain TC. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. Vestibular Disorders Association (VEDA).

[online] Updated: Feb , 2003 . [terhubung berkala]. [1November 2012]

http://www.tchain.com/otoneurology/disorders/bppv/bppv.html

19. Benign Paroxysmal Positioning Vertigo. American Hearing Research Foundation. [online]

Updated: Nov , 2007. [terhubung berkala].

http://www.american-hearing.org/disorders/benign-paroxysmal-positional-vertigo bppv/

[1November 2012]

20. Anderson JH, Levine SC, sistem vestibulari. Dalam: Adams GL, Boies LR, Higler PA,

editor. Boies Buku Ajar Penyakit THT edisi keenam. Jakarta: EGC.1997.Hal 39-44

21. Campbell, William W. DeJong’s The Neurologic Examination. Ed ke-6. Philadelphia:

Lippincott Williams & Wilkins: 2005.

22. Labuguen RH. Initial Evaluation of Vertigo. American Family Physician 2006; 73: 244-251,

254.

23. Bradley WG, et al. Neurology in Clinical Practice: Principles of Diagnosis and

Management, 2nd ed. Newton: Butterworth-Heinemann; 1996.

24. Lalwani AK. Current Diagnosis and Treatment: Otolaryngology, Head and Neck Surgery,

2nd ed. USA: The Mc Graw Hill Companies; 2007.

25. Chang, Andrew K. Benign Positional Vertigo in Emergency Medicine Workup. Medscape

Reference 2011. [terhubung berkala]. http://emedicine.medscape.com/article/791414-

workup#a0721 [28 Oktober 2012].

43

Page 44: bppv

26. Lindsay KW et al. Neurology and Neurosurgery Illustrated. Ed ke-5. Churchill Livingstone

Elsevier: 2010.

27. Ropper AH, Brown RH. Adams and Victor's Principles of Neurology. Ed ke-8. USA:

McGraw-Hill; 2005.

28. Samuels MA. Manual of Neurologic Therapeutics. Ed ke-7. Philadelphia: Lippincott

Williams & Wilkins; 2004.

29. Rolak LA. Neurology Secrets. Ed ke-4. Philadelphia: Elsevier Mosby; 2005.

30. Henry GL et al. Neurologic Emergencies: A Symptom-Oriented Approach. Ed ke-2. USA:

McGraw-Hill; 2003.

31. Gunawan SG et al. Farmakologi dan Terapi. Ed ke-5. Jakarta: Departemen Farmakologi

dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007.

32. Kee JL et al. Pharmacology: A Nursing Process Approach. Ed ke-5. St. Louis: Elsevier Inc;

2006.

33. Johnson J & Lalwani AK. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. In : Lalwani AK, editor.

Current Diagnosis & treatment in Otolaryngology- Head & Neck Surgery. New York : Mc

Graw Hill Companies. 2006.

34. Johnson J & Lalwani AK. Vestibular Disorders. In : Lalwani AK, editor. Current Diagnosis

& treatment in Otolaryngology- Head & Neck Surgery. New York : Mc Graw Hill

Companies. 2007.

44