bppv
DESCRIPTION
BPPVTRANSCRIPT
Referat Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THT
Benign Paroxysmal Positional Vertigo
(BPPV)
Pembimbing :
dr. Daniel Widjaja Sp. THT-KL
Disusun oleh :
Francisca P. Bunjamin 2010 - 061 – 054
Budi Darmawan 2011 – 061 - 078
Anastasia Lilian Suryajaya 2011 – 061 - 079
Rocky Tjoa 2011 – 061 - 179
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit THT
Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya
BAB I
PENDAHULUAN
Vertigo adalah keluhan yang sering dijumpai pada praktek sehari-hari dan sangat
menggangu aktivitas yang digambarkan sebagai rasa berputar, atau pusing (dizziness). Deskripsi
keluhan tersebut penting diketahui agar tidak dikacaukan dengan nyeri kepala atau sefalgi,
terutama karena di kalangan awam kedua istilah tersebut (pusing dan nyeri kepala) sering
digunakan secara bergantian.1
Vertigo berasal dari bahasa latin vertere yang artinya memutar, diartikan sebagai sensasi
berputar sehingga mengganggu rasa keseimbangan seseorang, umumnya disebabkan oleh
gangguan pada sistem keseimbangan. Berbagai macam defenisi vertigo dikemukakan oleh
banyak penulis, tetapi yang paling tua dan sampai sekarang banyak dipakai adalah yang
dikemukakan oleh Gowers pada tahun 1893 yaitu setiap gerakan atau rasa (berputar) tubuh
penderita atau obyek-obyek di sekitar penderita yang bersangkutan dengan kelainan
keseimbangan.1 Penyebab terjadinya vertigo adalah dikarenakan adanya gangguan pada sistem
keseimbangan tubuh. Gangguan ini dapat berupa trauma, infeksi, keganasan, metabolic, toksik,
vaskuler, atau autoimun. 2
Vertigo posisi paroksismal jinak (VPPJ) atau disebut juga Benign Paroxysmal Positional
Vertigo (BPPV) adalah adalah gangguan keseimbangan perifer yang sering dijumpai terutama
pada usia dewasa muda hingga usia lanjut. BPPV termasuk vertigo perifer karena kelainannya
terdapat pada telinga dalam, yaitu pada sistem vestibularis perifer. BPPV pertama kali
dikemukakan oleh Barany pada tahun 1921.3 Gejala yang dikeluhkan adalah vertigo yang datang
tiba-tiba pada perubahan posisi kepala. Beberapa pasien dapat mengatakan dengan tepat posisi
tertentu yang menimbulkan keluhan vertigo. Biasanya vertigo dirasakan sangat berat,
berlangsung singkat hanya beberapa detik saja walaupun penderita merasakannya lebih lama.
Keluhan dapat disertai mual bahkan sampai muntah, sehingga penderita merasa khawatir akan
timbul serangan lagi. Hal ini yang menyebabkan penderita sangat berhati-hati dalam posisi
tidurnya.4
2
Diagnosis BPPV dapat dilakukan dengan melakukan tindakan provokasi dan menilai
timbulnya nistagmus pada posisi tersebut. Tindakan provokasi tersebut dapat berupa Dix-
Hallpike maneuver, atau side lying maneuver.
BAB II
3
PEMBAHASAN
I. Epidemiologi
Dari 119 penyakit puyeng oleh kelainan yang disebutnya sebagai kelainan otology
didapatkan bahwa 49% menderita vertigo perifer paroksimal benigna, 18,5% penyakit Meniere,
13,5% parese vestibular unilateral, 8% parese vestibular bilateral, 6% disfungsi telinga tengah
dan 5% fistula. Dari 74 penderita dengan keluhan puyeng yang disebabkan oleh kelainan
neurologik, didapatkan bahwa 35% adalah penderita stroke atau TIA, 22% menderita gangguan
saraf pusat lainnya, 16% menderita migren vertebrobasiler, 8% nistagmus, 7% ataksia sensorik,
4% disfungsi ganglia basal, 5% ataksia serebeler, 3% menderita epilepsi.5
Drachman dan Hart (1972) mendapatkan bahwa dari 102 penderita dengan keluhan
puyeng yang mengunjungi klinik neurotologi, 5 orang menderita kelainan medik, 34 orang
kelainan otologik, 23 orang kelainan neurologik dan pada 38 orang kelainannya tidak dapat
ditentukan.5
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) merupakan jenis vertigo vestibular perifer
yang paling sering ditemui di kalangan masyarakat umum. Berdasarkan sebuah penelitian yang
dilakukan di Amerika Serikat dan Eropa, didapatkan prevalensi BPPV di Amerika adalah
sebanyak 64 kasus per 100.000 penduduk, dengan penderita jenis kelamin wanita lebih banyak
daripada pria. BPPV cenderung ditemukan pada usia yang lebih tua, yaitu diatas 50 tahun (51–57
tahun) dan jarang diamati pada penderita berusia dibawah 35 tahun tanpa riwayat cedera kepala.3
II. Embriologi
Pada orang dewasa, telinga merupakan satu kesatuan anatomik yang berperan sebagai
organ pendengaran sekaligus keseimbangan. Akan tetapi pada mudigah, telinga berkembang dari
3 bagian yang berbeda: (a) telinga luar, yang berperan sebagai alat pengumpul suara; (b) telinga
tengah, yang berfungsi sebagai penghantar suara dari telinga luar ke telinga dalam; (c) telinga
dalam, yang mengubah gelombang suara menjadi impuls saraf dan mencatat perubahan-
perubahan keseimbangan. 6
Telinga dalam
4
Telinga bagian dalam secara filogenik berkembang terlebih dahulu. Pada akhir minggu
ke-3 plakoda telinga sudah dapat ditemukan pada permukaan bagian lateral dari cephalic end
sebagai suatu penebalan dari ektoderm yang berhubungan dengan penutupan neural tube di
hindbrain. Kemudian plakoda telinga melakukan invaginasi membentuk pit dan kantung tertutup,
otokista, prekursor dari labyrinthus membranaceus. Telinga bagian dalam mengalami perubahan
bentuk dan ukuran sedemikian rupa sehingga mencapai bentuk dewasa pada minggu ke-10 dan
ukuran dewasa pada minggu ke-20.
Pada perkembangan minggu ke-5, panjang otokisa melebihi lebarnya. Bagian kranial
berkembang menjadi duktus endolimfatikus dan bagian kaudal berkembang menjadi duktus
koklearis dan bagian tengah, area utriculosaccular, merupakan prekursor vestibular. Bagian
vestibular mulai terbentuk sebelum bagian koklear. Dari bagian utricular terbentuk 3 penonjolan
keluar, kemudian akan berkembang menjadi kanalis semisirkularis.7 Utriculus dan sakulus mulai
berkembang pada minggu ke-6, membentuk suatu kantong keluar berbentuk tubulus pada kutub
bawahnya. (Gambar 1) Pertumbuhan keluar ini disebut duktus koklearis yang menembus
mesenkim di sekitarnya secara spiral hingga akhir minggu ke-10 membentuk 2½ putaran.
Hubungan spiral ini dengan bagian sakulus lainnya kemudian hanya berupa sebuah saluran
sempit dikenal sebagai duktus reuniens.
Gambar 2.1 Perkembangan otokista
Sumber: Sadler, TW. Langman’s Medical Embryology, 11th ed. USA: Lippincott Williams &
Wilkins; 2010.
Selama perkembangan minggu ke-6, kanalis semisirkularis tampak sebagai kantong-
kantong pipih pada bagian utriculus gelembung telinga. Bagian tengah dinding kantong ini
kemudian melekat satu sama lain dan selanjutnya menghilang. Dengan demikian terbentuklah
5
tiga buah kanalis semisirkularis. Salah satu ujungnya melebar membentuk crus ampullare,
sedangkan ujung satunya yang tidak melebar membentuk crus non-ampullare.6,7
Gambar 2.2 Gambar skematik perkembangan kanalis semisirkularis
Sumber: Sadler, TW. Langman’s Medical Embryology, 11th ed. USA: Lippincott Williams &
Wilkins; 2010.
III. Anatomi
Telinga dalam berisi organ pendengaran dan keseimbangan. Telinga dalam atau
labyrinthus terletak di dalam pars petrosa ossis temporalis dan terdiri atas:
1. Labyrinthus osseus
Terdiri atas tiga bagian: vestibulum, kanalis semisirkularis, dan koklea. Ketiganya
merupakan rongga-rongga yang terletak di dalam substansia kompakta tulang, dan
dilapisi oleh endosteum serta berisi cairan bening, yaitu perilimfe.
2. Labyrinthus membranaceus
Terletak di dalam labyrinthus osseus, dan berisi endolimfe dan dikelilingi oleh
perilimfe. Labyrinthus membranaceus terdiri atas :
- Utriculus dan sakulus yang terdapat di dalam vestibulum osseus
- Tiga duktus semisirkularis yang terletak di dalam kanalis semisirkularis osseus
- Duktus koklearis yang terletak di dalam koklea.8
6
Gambar 2.3 Anatomi telinga dalam
Sumber : Snell, Richard S. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Liliana Sugiharto, dr,
M.S. PAK, penerjemah; Huriawati Hartanto, dr, dkk. Jakarta: ECG; 2006. Terjemahan dari:
Clinical Anatomy for Medical Students.
Labirin tulang berisi cairan perilimfa (seperti cairan ekstraselular dengan konsentrasi
kalium 4 mEq/L dan konsentrasi natrium 139 mEq/L) dan labirin membran berisi cairan
endolimfa (seperti cairan intraselular dengan konsentrasi kalium 144 mEq/L dan konsentrasi
natrium 13 mEq/L). Koklea merupakan saluran melingkar dengan panjang 35 mm, dibagi
menjadi 3 saluran, yaitu skala media, skala vestibuli, dan skala timpani. Skala media atau duktus
koklearis berisi cairan endolimfa sedangkan skala vestibuli dan skala timpani berisi cairan
perilimfa.7
Perilimfe terletak pada tulang labirin dan bagian luar dari membran labirin. Cairan ini
menyerupai cairan serebrospinal dan terhubung dengan ruang subaraknoid melalui saluran
sempit yang membuka ke arah tulang petrous temporal pada dinding anterior dari foramen
jugular. Perilimfe ini terutama dibentuk dari filtrasi jaringan vaskular pada ligamen spiral. Fungsi
perilimfe sebagai perantara gelombang yang berasal dari gerakan dari stapes. Gelombang
tersebut berjalan melewati perilimfe pada skala vestibuli dan skala timpani. Ini berakibat pada
gerakan dari membran basilar. Endolimfe terletak dalam membran labirin dan mempunyai
komposisi yang berbeda dari perilimfe (mengandung komposisi ion potasium yang lebih
banyak). Endolimfe kemungkinan dihasilkan oleh stria vaskularis paada dinding dari duktus
koklear dan sel pada duktus semisirkularis. Dan kemungkinan diserap menuju duktus
7
endolimfatikus. Gerakan dari endolimfe menstimulasi makula dan krista ampulla. Ini
menyebabkan stimulasi dari nervus vestibularis.
Labirin vestibular memiliki 3 kanal semisirkularis, yaitu kanal lateral atau horizontal, kanal
superior atau anterior, dan kanal inferior atau posterior, semuanya mendeteksi akselerasi angular.
Pada ujung kanal terdapat daerah yang membesar, disebut ampula. Ampula berisi krista
ampularis dan kupula. Ujung kanal semisirkularis lateral yang bukan ampula memasuki
vestibulum secara posterolateral. Ujung kanal semisirkularis anterior dan posterior yang bukan
ampula bersatu membentuk krus komunis dan memasuki vestibulum secara posteromedial.
Krista ampularis berbentuk pelana, melekat pada dinding ampula. Sel rambut terletak pada
permukaan krista. Serabut saraf ampularis berjalan dari pusat krista menuju dasar sel rambut.
Silia sel rambut menonjol dari permukaan krista ke kupula yang berbentuk kipas, struktur gelatin
berisi mukopolisakarida.
Utrikulus dan sakulus merupakan 2 sakus di labirin membran, berlokasi di vestibulum.
Organ reseptor mereka disebut makula. Makula terdiri dari sel rambut yang dikelilingi oleh sel
pendukung. Silia sel rambut melekat pada membran otolith gelatinosa. Pada bagian atas
membran gelatinosa terdapat lapisan kristal kalsium karbonat yang disebut otokonia. Makula
utrikulus terletak pada dasar utrikulus, di bidang kanal semisirkularis horizontal. Makula sakulus
terletak pada dinding anteromedial sakulus, prinsipnya di bidang vertikal. Oleh karena itu,
utrikulus sensitif pada akselerasi horizontal dan sakulus sensitif pada akselerasi vertical.9
Gambar 2.4. Anatomi organ keseimbangan
Sumber : Snow JB, Wackym PA. Ballenger's Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery. 17 th
edition. Connecticut: BC Decker Inc; 2009.
8
IV. Fisiologi
Keseimbangan dipengaruhi oleh system informasi sensoris dimana meliputi visual,
vestibular dan proprioseptif.
a. Visual
Mata adalah organ fotosensitif yang sangat berkembang dan rumit, yang memungkinkan
analisis cermat dari bentuk, intensitas cahaya, dan warna yang dipantulkan objek. Mata terletak
dalam struktur bertulang yang protektif di tengkorak, yaitu rongga orbita. Setiap mata terdiri atas
sebuah bola mata fibrosa yang kuat untuk mempertahankan bentuknya, suatu sistem lensa untuk
memfokuskan bayangan, selapis sel fotosensitif, dan suatu sistem sel dan saraf yang berfungsi
mengumpulkan, memproses, dan meneruskan informasi visual ke otak.10
Tidak semua cahaya yang melewati kornea mencapai fotoreseptor peka cahaya karena
adanya iris, suatu otot polos tipis berpigmen yang membentuk struktur seperti cincin di dalam
aqueous humour. Lubang bundar di bagian tengah iris tempat masuknya cahaya ke bagian dalam
mata adalah pupil. Iris mengandung dua kelompok jaringan otot polos, satu sirkuler dan yang
lain radial. Karena serat-serat otot memendek jika berkontraksi, pupil mengecil apabila otot
sirkuler berkontraksi yang terjadi pada cahaya terang untuk mengurangi jumlah cahaya yang
masuk ke mata. Apabila otot radialis memendek, ukuran pupil meningkat untuk meningkatkan
jumlah cahaya yang masuk. 10
Untuk membawa sumber cahaya jauh dan dekat terfokus di retina, harus dipergunakan
lensa yang lebih kuat untuk sumber dekat. Kemampuan menyesuaikan kekuatan lensa sehingga
baik sumber cahaya dekat maupun jauh dapat difokuskan di retina dikenal sebagai akomodasi.
Kekuatan lensa bergantung pada bentuknya, yang diatur oleh otot siliaris. Otot siliaris adalah
bagian dari korpus siliaris, suatu spesialisasi lapisan koroid di sebelah anterior. Pada mata
normal, otot siliaris melemas dan lensa mendatar untuk penglihatan jauh, tetapi otot tersebut
berkontraksi untuk memungkinkan lensa menjadi lebih cembung dan lebih kuat untuk
penglihatan dekat. Serat-serat saraf simpatis menginduksi relaksasi otot siliaris untuk penglihatan
jauh, sementara system parasimpatis menyebabkan kontraksi otot polos untuk penglihatan
dekat.10
9
Proses Visual Mata
Proses visual dimulai saat cahaya memasuki mata, terfokus pada retina dan menghasilkan
sebuah bayangan yang kecil dan terbalik. Ketika dilatasi maksimal, pupil dapat dilalui cahaya
sebanyak lima kali lebih banyak dibandingkan ketika sedang konstriksi maksimal. Diameter
pupil ini sendiri diatur oleh dua elemen kontraktil pada iris yaitu papillary constrictor yang
terdiri dari otot-otot sirkuler dan papillary dilator yang terdiri dari sel-sel epitelial kontraktil
yang telah termodifikasi. Sel-sel tersebut dikenal juga sebagai myoepithelial cells.10
Jika sistem saraf simpatis teraktivasi, sel-sel ini berkontraksi dan melebarkan pupil
sehingga lebih banyak cahaya dapat memasuki mata. Kontraksi dan dilatasi pupil terjadi pada
kondisi dimana intensitas cahaya berubah dan ketika kita memindahkan arah pandangan kita ke
benda atau objek yang dekat atau jauh. Pada tahap selanjutnya, setelah cahaya memasuki mata,
pembentukan bayangan pada retina bergantung pada kemampuan refraksi mata.
Beberapa media refraksi mata yaitu kornea (n=1.38), aqueous humour (n=1.33), dan
lensa (n=1.40). Kornea merefraksi cahaya lebih banyak dibandingkan lensa. Lensa hanya
berfungsi untuk menajamkan bayangan yang ditangkap saat mata terfokus pada benda yang
dekat dan jauh. Setelah cahaya mengalami refraksi, melewati pupil dan mencapai retina, tahap
terakhir dalam proses visual adalah perubahan energi cahaya menjadi aksi potensial yang dapat
diteruskan ke korteks serebri. Proses perubahan ini terjadi pada retina.
Retina memiliki dua komponen utama yakni pigmented retina dan sensory retina. Pada
pigmented retina, terdapat selapis sel-sel yang berisi pigmen melanin yang bersama-sama dengan
pigmen pada koroid membentuk suatu matriks hitam yang mempertajam penglihatan dengan
mengurangi penyebaran cahaya dan mengisolasi fotoreseptor-fotoreseptor yang ada. Pada
sensory retina, terdapat tiga lapis neuron yaitu lapisan fotoreseptor, bipolar dan ganglionic.
Badan sel dari setiap neuron ini dipisahkan oleh plexiform layer dimana neuron dari berbagai
lapisan bersatu. Lapisan pleksiform luar berada diantara lapisan sel bipolar dan ganglionic
sedangkan lapisan pleksiformis dalam terletak diantara lapisan sel bipolar dan ganglionic.
Setelah aksi potensial dibentuk pada lapisan sensori retina, sinyal yang terbentuk akan
diteruskan ke nervus optikus, optic chiasm, optic tract, lateral geniculate dari thalamus, superior
colliculi, dan korteks serebri.10
10
Gambar 2.5 Jaras penglihatan
Sumber : Sherwood, Lauralee. Human Physiology: From Cells to Systems ed.6th.
NewYork: Thomson Brooks. 2007
b. Vestibular
Selain perannya dalam pendengaran yang bergantung pada koklea, telinga dalam memiliki
komponen khusus lain, yakni apparatus vestibularis, yang memberikan informasi yang penting
untuk sensasi keseimbangan dan untuk koordinasi gerakan-gerakan kepala dan gerakan mata
serta postur tubuh. Aparatus vestibularis terdiri dari dua set struktur yang terletak di dalam tulang
temporalis di dekat koklea-kanalis semisirkularis dan organ otolit, yaitu utrikulus dan sakulus.
Aparatus vestibularis mendeteksi perubahan posisi dan gerakan kepala. Seperti di koklea,
semua komponen apparatus vestibularis mengandung endolimfe dan dikelilingi oleh perilimfe.
Juga, serupa dengan organ korti, komponen vestibular masing-masing mengandung sel rambut
yang berespons terhadap perubahan bentuk mekanis yang dicetuskan oleh gerakan spesifik
endolimfe. Seperti sel-sel rambut auditorius, reseptor vestibularis juga dapat mengalami
depolarisasi atau hiperpolarisasi, bergantung pada arah gerakan cairan. Namun, tidak seperti
system pendengaran, sebagian besar informasi yang dihasilkan oleh system vestibularis tidak
mencapai tingkat kesadaran.10
11
Kanalis semisirkularis mendeteksi akselerasi atau deselerasi anguler atau rotasional kepala,
misalnya ketika memulai atau berhenti berputar, berjungkir balik, atau memutar kepala. Tiap
telinga memiliki 3 kanalis semisirkularis yang secara tiga dimensi tersusun dalam bidang-bidang
yang tegak lurus satu sama lain. Sel-sel rambut reseptif disetiap kanali semisirkularis terletak
diatas suatu bubungan (ridge) yang terletak diampula, suatu pembesaran dipangkal kanalis.
Rambut-rambut terbenam dalam suatu lapisan gelatinosa seperti topi diatasnya, yaitu kupula,
yang menonjol ke dalam endolimfe di dalam ampula. Kupula bergoyang sesuai arah gerakan
cairan, seperti ganggang laut yang mengikuti arah gelombang air.9,10
Gambar 2.5 Anatomi ampula
Sumber Snow JB, Wackym PA. Ballenger's Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery. 17th
edition. Connecticut: BC Decker Inc; 2009.
Akselerasi (percepatan) atau deselerasi (perlambatan) selama rotasi kepala ke segala arah
menyebabkan pergerakan endolimfe, paling tidak disalah satu semisirkularis. Ketika kepala
mulai bergerak, saluran tulang dan bubungan sel rambut yang terbenam dalam kupula bergerak
mengikuti gerakan kepala. Namun, cairan di dalam kanalis, yang tidak melekat ke tengkorak,
awalnya tidak ikut bergerak sesuai rotasi, tetapi tertinggal dibelakang karena adanya inersia
(kelembaman). (karena inersia, benda yang diam akan tetap diam, dan benda yang bergerak akan
tetap bergerak, kecuali jika ada suatu gaya luar yang bekerja padanya dan menyebabkan
perubahan.) ketika endolimfe tertinggal saat kepala mulai berputar; endolimfe yang terletak
sebidang dengan gerakan kepala pada dasarnya bergeser dengan arah yang berlawanan dengan
12
arah gerakan kepala (serupa dengan tubuh anda yang miring ke kanan sewaktu mobil yang anda
tumpangi berbelok ke kiri). Gerakan cairan ini menyebabkan kupula condong kearah yang
berlawanan dengan arah gerakan kepala, membengkokan rambut-rambut yang terbenam
didalamnya. Apabila gerakan kepala tersebut berlanjut dalam arah dan kecepatan yang sama,
endolimfe akan menyusul dan bergerak bersama dengan kepala, sehingga rambut-rambut
kembali ke posisi tegak mereka. Ketika kepala melambat dan berhenti, keadaan sebaliknya
terjadi. Endolimfe secara singkat melanjutkan diri bergerak searah dengan rotasi kepala
sementara kepala melambat dan berhenti. Akibatnya, kupula dan rambut-rambutnya secar
sementara membengkok sesuai dengan arah rotasi semula, yaitu berlawanan dengan arah mereka
membengkok ketia arah akselerasi. Pada saat endolimfe secara bertahap berhenti, rambut
kembali tegak. Dengan demikian, kanalis semisirkularis mendeteksi perubahan kecepatan
gerakan rotasi kepala. Kanalis tidak berespons jika kepala tidak bergerak atau ketika bergerak
secara sirkuler dengan kecepatan tetap.10
Rambut-rambut sel rambut vestibularis terdiri dari dua puluh sampai lima puluh stereosilis,
yaitu mikrovilus yang diperkuat oleh aktin dan satu silium, kinosilium. Setiap sel rambut
berorientasi sedemikian rupa sehingga sel rambut mengalami depolarisasi ketika stererosilianya
membengkok kearah kinosilium; pembengkokan ke arah kinosilium. Pembengkokan kearah yang
berlawanan menyebabkan hiperpolarisasi. Sel rambut akan membentuk sinaps zat perantara
kimiawi dengan ujung terminal neuron aferen yang akson-aksonnya menyatu dengan akson
vestibularis lain untuk membentuk saraf vestibularis. Saraf ini bersatu dengan saraf auditorius
dari koklea untuk membentuk saraf vestibulokoklea untuk membentuk saraf vestibulokoklearis.
Depolarisasi sel rambut meningkatkan pembentukan potensial aksi di serat-serat aferen,
sebaliknya ketika sel rambut mengalami hiperpolarisasi, frekuensi potensial aksi diserat aferen
menurun.10
13
Gambar 2.6 Tipe sel rambut vestibular
Sumber: Snow JB, Wackym PA. Ballenger's Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery. 17th
edition. Connecticut: BC Decker Inc; 2009.Sementara kanalis semisirkularis memberikan informasi mengenai perubahan rotasional
gerakan kepala kepada SSP, organ otolit memberikan informasi mengenai posisi kepala relative
terhadap gravitasi dan juga mendeteksi perubahan dalam kecepatan linier. Utrikulus dan sakulus
adalah struktur seperti kantung yang terletak di dalam rongga tulang yang terdapat diantara
kanalis semisirkularis dan koklea. Rambut pada sel-sel rambut reseptif di organ-organ ini
menonjol ke dalam suatu lembar gelatinosa diatasnya, yang gerakannya menyebabkan perubahan
posisi rambut serta menimbulkan potensial sel rambut. Terdapat banyak Kristal halus kalsium
karbonat-otolit (batu telinga) yang terbenam dalam lapisan gelatinosa, sehingga lapisan tersebut
lebih berat dan lebih lembam (inert) daripada cairan disekitarnya. Ketika seseorang dalam posisi
tegak, rambut dalam utrikulus berorientasi vertical dan sakulus berorientasi horizontal.10
Massa gelatinosa yang mengandung otolit berubah posisi dan membengkokkan rambut
dengan dua cara:
1. Ketika kepala digerakkan ke semua arah selain vertical, rambut membengkok sesuai arah
gerakan kepala karena gaya gravitasi yang mendesak bagian atas lapisan gelatinosa yang
14
berat. Didalam utrikulus tiap telinga, sebagian berkas rambut diorientasikan untuk
mengalami depolarisasi dan sebagian lagi mengalami hiperpolarisasi ketika kepala berada
dalam segalam posisi selain tegak lurus. Dengan demikian SSP menerima pola-pola
aktivitas saraf yang berlainan bergantung pada posisi kepala dalam kaitannya dengan
gravitasi.10
2. Rambut-rambut utrikulus juga berubah posisi akibat setiap perubahan dalam gerakan
linier horizontal. Ketika seseorang mulai berjalan kedepan, bagian atas membrane otolit
yang berat mula-mula tertinggal dibelakang endolimfe dan sel-sel rambut karena
inersianya yang lebih besar. Dengan demikian rambut menekuk ke belakang. Dalam arah
yang berlawanan dengan arah gerakan kepala ke depan. Jika kecepatan dipertahankan
maka rambut tidak akan menekuk lagi. Ketika orang berhenti berjalan, lapisan ototlit
secara singkat terus bergerak kedepan ketika kepala melambat dan berhenti,
membengkokan rambut kearah depan. Dengan demikian, sel rambut utrikulus mendeteksi
akselerasi atau deselerasi linier horizontal, tetapi tidak memberikan informasi mengenai
gerakan lurus yang berjalan konstan.10
Sakulus memiliki fungsi serupa dengan utrikulus kecuali bahwa ia berespons secara
selektif terhadap kemiringan kepala menjauhi posisi horizontal dan terhadap akselerasi atau
deselerasi linier.10
Sinyal-sinyal yang berasal dari berbagai komponen apparatus vestibularis dibawa melalui
saraf vestibulakoklearis ke nucleus vestibularis, suatu kelompok badan sel saraf di batang otak
dank e serebellum. Disini informasi vestibuler diintegrasikan dengan masukan dari permukaan
kulit, mata, sendi dan otot untuk mempertahankan keseimbangan dan postur yang diinginkan dan
mengontrol otot mata eksterna sehingga mata tetap terfiksir ke titik yang sama walaupun kepala
bergerak serta mempersepsikan gerakan dan orientasi.10
Beberapa individu karena alasan yang tidak diketahui, sangat peka terhadap gerakan
tertentu yang mengaktifkan apparatus vestibularis dan menyebabkan gejala pusing dan mual.
Kepekaan ini disebut mabuk jalan (motion sickness). Terkadang ketidakseimbangan cairan
didalam telinga menyebabkan penyakit meniere. Tidaklah mengehrankan, karena baik apparatus
vestibularis maupun koklea mengandung carian telinga dalam yang sama, timbul gejala
15
keseimbangan dan pendengaran. Penderita mengalami serangan sementara vertigo yang hebat
disertai suara berdenging di telinga dan gangguan pendengaran. Selama serangan itu, penderita
tidak dapat berdiri tegak dan melaporkan perasaan bahwa dirinya atau benda-benda disekitar
terasa berputar-putar.10
c. Somatosensoris atau proprioseptif
Proprioseptif, sensasi mengenai posisi tubuh dalam ruang, penting bagi setiap gerakan terutama
berperan dalam olahraga. dalam mengontrol kontraksi otot rangka untuk gerakan yang
diinginkan, SSO harus secara terus menerus diberitahu mengenai hasil tindakannya melalui
informasi umpan balik sensorik.10
Sejumlah reseptor member masukan propriosepsi. Proprioseptor otot member informasi
umpan balik mengenai ketegangan dan panjang otot. Propiroseptor sendi member informasi
umpan balik mengenai akselerasi sendi, sudut dan arah gerakan. Proprioseptor kulit member tahu
SSP mengenai tekanan dan beban pada kulit. Proprioseptor pada telinga dalam beserta reseptor
yang terletak di otot leher memberitahu informasi mengenai posisi kepala dan leher, sehingga
SSP dapat mengorientasikan kepala dengan tepat.10
Proprioseptor yang paling kompleks dan mungkin paling penting adalah muscle spindle
(gelendong otot). Ini ditemukan diseluruh panjang otot dan panjang akhir otot tetapi cenderung
terkonsentrasi ditengahnya. Setiap spindle terletak sejajar dengan serat otot didalam otot. Spindle
peka terhadap kecepatan perubahan panjang otot dan panjang akhir otot yang dicapai. Apabila
otot diregangkan, setiap muscle spindle didalam otot tersebut juga teregang dan neuron aferen
yang akson perifernya berujung di muscle spindle yang terangsang. Serat aferen berjalan ke
dalam korda spinalis dan bersinaps langsung pada dengan neuron-neuron motorik yang
mempersarafi otot yang sama. Perangsangan otot yang teregang akibat reflex regang ini
menyebabkan otot berkontraksi untuk menghilangkan peregangan tersebut.10
Orang berusia lanjut atau mereka mengalami kelemahan otot quadriceps secara tak sadar
memanfaatkan muscle spindle dengan mendorong bagian tengah paha sewaktu mereka bangun
dan posisi duduk. Kontraksi otot quadriceps menyebabkan ekstensi sendi lutut sehingga paha
lurus. Selain itu refleks regang berfungsi untuk meningkatkan atau memperkuat respons
kontraktil sehingga memperoleh tambahan tenaga.10
16
V. Definisi
Menurut Kamus Kedokteran Dorland, vertigo adalah suatu ilusi gerakan, perasaan ilusi
bahwa sepertinya lingkungan atau tubuhnya sendiri berputar, dapat diakibatkan oleh penyakit
pada telinga dalam atau oleh gangguan pusat-pusat vestibular atau jaras-jarasnya didalam system
saraf pusat.11
Vertigo posisi paroksismal jinak (VPPJ) atau disebut juga Benign Paroxysmal Positional
Vertigo (BPPV) adalah adalah gangguan keseimbangan perifer yang sering dijumpai terutama
pada usia dewasa muda hingga usia lanjut. BPPV termasuk vertigo perifer karena kelainannya
terdapat pada telinga dalam, yaitu pada sistem vestibularis perifer. BPPV merupakan kondisi
episodic, sembuh sendiri, dicetuskan oleh gerakan kepala mendadak atau karena ada perubahan
posisi seperti berguling ditempat tidur.11
Penyebab tersering gangguan ini adalah adanya debris pada duktus semisirkularis posterior.
Diagnosis dibuat dengan adanya karakteristik nystagmus ketika pasien dalam posisi Dix-
Hallpike. Penggunaan maneuver spesifik untuk reposisi debris ke utrikulus memberikan
pemulihan dari banyak pasien.11
VI. Etiologi
Vertigo terdapat 2 tipe, yaitu tipe sentral dan perifer. Pada vertigo tipe sentral, etiologi
umumnya adalah gangguan vaskuler, sedangkan pada vertigo tipe perifer, etiologinya idiopatik.
Biasanya vertigo jenis perifer berhubungan dengan manifestasi patologis di telinga. Berbagai
penyakit atau kelainan dapat menyebabkan vertigo.5
Berikut ini dikemukakan penyebab yang sering dijumpai :
Vertigo jenis perifer :
1. Neurinitis vestibuler
2. Vertigo posisional benigna
3. Penyakit Meniere
4. Trauma
5. Fisiologis
6. Obat-obatan
7. Tumor di fosa posterior, misalnya neuroma akustik
Vertigo jenis sentral :
17
1. Stroke batang otak, atau TIA vertebrobasiler
2. Neoplasma
3. Migren basilar
4. Trauma
5. Perdarahan di serebelum
6. Infark di batang otak/serebelum
7. Degenerasi spinoserebelar
Lain-lain :
1. Toksik (misalnya oleh antikonvulsan, sedative)
2. Infeksi
3. Hipotiroidi.5
Kemudian pada referat ini akan membahas mengenai BPPV, dimana penyebab paling
umum BPPV pada usia di bawah 50 tahun adalah cedera kepala. Pada usia lanjut, penyebab
paling umum adalah degenerasi sistem vestibular dalam telinga. BPPV meningkat dengan
semakin bertambahnya usia. Kadang-kadang BPPV terjadi pasca operasi, dimana penyebabnya
adalah kombinasi atau salah satu diantara terlalu lama berbaring dalam keadaan terlentang, atau
trauma telinga bagian dalam ketika operasi. BPPV juga sering terjadi pada orang yang berada
dalam pengobatan dengan obat ototoxic seperti gentamisin. Setengah dari seluruh kasus BPPV
disebut idiopatik yang berarti terjadi tanpa alasan yang diketahui.14
VII. Klasifikasi
1. Vertigo Perifer
Vertigo perifer biasanya berhubungan dengan gangguan fungsi organ vestibular
seperti kanal semisirkularis, utrikulus, dan sakulus. Salah satu pola terpenting dalam
presentasi gangguan vestibular perifer ini adalah durasi dari vertigo. Berdasarkan
parameter ini, dapat diklasifikasikan gangguan vestibular perifer.
Vertigo berdurasi menit sampai jam
Ideopathic endolymphatic hydrops (Ménière’s disease)
Secondary endolymphatic hydrops
o Otic syphilis
o Delayed endolymphatic hydroops
18
o Cogan’s disease
o Recurrent vestibulopathy
Vertigo berdurasi detik (Benign paroxysmal positional vertigo)
Vertigo berdurasi hari (Vestibular neuritis)
Vertigo dengan durasi bervariasi
Fistula telinga dalam
Trauma telinga dalam
o Trauma nonpenetrasi
o Trauma penetrasi
o Barotrauma
Familial vestibulopathy
Bilateral vestibular deficit
2. Vertigo Sentral
Vertigo sentral biasanya berhubungan dengan gangguan fungsi dari nervus VIII
bagian vestibular atau gangguan pada nuklei vestibular di batang otak. Beberapa penyebab
dari vertigo sentral adalah iskemia dan infark pada batang otak, penyakit demielinisasi
seperti multiple sclerosis, tumor pada cerebellopontine angle, neuropati kranial, dan
gangguan heredofamilial seperti degenerasi spinocerebellar.
Sebagian besar tumor pada cerebellopontine angle terjadi karena adanya
Schwannoma, tumor ini muncul di nervus VIII bagian vestibular di dalam kanal auditori
internal. Gejala penyakit ini adalah hilangnya pendengaran secara progresif dan tinitus.
Sedangkan neuropati kranial biasa terjadi pada penyakit fokal atau sistemik seperti pada
vaskulitis.
3. Vertigo Sistemik
Vertigo sistemik merupakan vertigo sekunder yang dapat berupa vertigo perifer
atau vertigo sentral atau bahkan keduanya. Berbagai hal yang dapat menyebabkan vertigo
sistemik adalah obat seperti antikonvulsan, hipnotik, antihipertensi, alkohol, analgesik;
hipotensi postural yang biasanya merupakan efek samping dari agen antihipertensi,
diuretik, dan dopaminergik; presinkop; penyakit infeksi seperti sifilis, meningitis virus dan
19
bakteri, dan infeksi sistemik; penyakit endokrin seperti diabetes dan hipotiroidisme;
vaskulitis pada penyakit kolagen vaskular dan vaskulitis yang diinduksi oleh obat; dan
kondisi sistemik lain seperti gangguan hematologi dan toksin sistemik.
VIII. Fisiologi Vertigo
Kebanyakan penyebab dari vertigo adalah otologik , yang disebabkan oeh karena disfungsi
dari sensor kecepatan dan pergerakan pada telinga dalam, kanal semisirkularis. Pada kondisi
yang normal setiap orang memiliki 3 tipe proses dari input sensoris yaitu : vestibular (telinga
dalam), visual dan somatosensoris.15,16
Ketiga lajur informasi ini bergabung menjadi satu pada vestibular apparatus sentral
membentuk kemampuan untuk memperkirakan orientasi dan gerakan dari badan dan kepala.
Fisiologi dan patofisiologi dari vertigo disebabkan karena gangguan input pada vestibular
apparatus sentral atau gangguan proses pada bagian sentral.
Maka, penyebab dari vertigo yang mungkin adalah termasuk semua hal yang merupakan
gabungan dari gangguan sensoris yang berhubungan dengan pergerakan maupun gangguan
fungsi dari vestibular apparatus sentral. Praktisnya, bagaimanapun karena sensor visual dan
somatosensoris yang terutama dalam memproduksi sinyal kode posisi. Vertigo sangat jarang
diakibatkan oleh gangguan fungsi visual dan somatosensoris. Sebagai contoh vertigo visual,
vertigo yang mungkin berhubungan dengan gangguan okulomotor diikuti dengan nistagmus.
Namun variasi yang umum pada gangguan penglihatan adalah penglihatan yang berkurang,
pandangan kabur, gangguan pada sistem akomodasi yang biasanya tidak menyebabkan
timbulnya vertigo. Kurang lebih sama, adakalanya vertigo hanya berhubungan dengan gangguan
fungsi dari somatosensoris, seperti vertigo cervical. Vertigo sentral lebih sering dibandingkan
vertigo sensoris nonvestibular tapi masih tetap jarang dibandingkan dengan vertigo ortologik.15,16
IX. Patofisiologi
Terdapat setidaknya 6 jenis neurotransmiter pada sistem vestibular yang termasuk
didalamnya 3 neuron yang diantara sel rambut vestibular dan nukleus okulomotor yang
mengendalikan refleks vestibulo okuler. Juga merupakan pusat dari neurotransmiter lainnya yang
memodulasi fungsi atau yang ikut serta pada jalur minor.15
20
Glutamat (aspartat) adalah neurotransmiter yang merangsang pada ketiga neuron dalam
jaras. Alpha-amino-3-hydroxy-5-methylisoxazole-4-propionic acid (AMPA)- tipe reseptor
glutamat yang berfungsi sebagai mediasi transmisi sinaps, dan terdapat hampir diseluruh regio
dari CNS. N-methyl-D-aspartate (NMDA)- tipe glutamat reseptor yang muncul untuk membantu
menjaga perubahan fase istirahat dari neuron vestibular senter maupun kemungkinan modulasi
jangka panjang dari transmisi sinaps didalam struktur vestibular sentral.15
Asetilkolin memiliki efek agonis pada reseptor muskarinik baik secara perifer maupun
sentral. Namun asetilkolin periferal muncul hanya jika berhubungan dengan sinaps aferen sel
rambut pada batang otak. Pada kedua reseptor kolinergik muskarinik dan nicotinik terdapat
disemua nukleus vestibular dengan densitas yang tinggi didalam nukleus vestibular media. Pada
kelima subtipe dari reseptor asetilkoline yang telah diketahui, reseptor ditemukan pada medula
dan pons. Diperkirakan hal ini melibatkan rasa pusing,yang hampir secara khusus pada subtipe
muskarinik M2.
Asam Gamma-globulin (GABA) merupakan penghambat neurotransmiter untuk jaringan
penghubung pada serat saraf didalam nukleus vestibular media dan sama hal nya dengan menjadi
penghambat neurotransmiter diantara sel purkinje serebelar dan nukleus vestibular lateral.
Stimulasi pada 2 tipe dari reseptor GABA, GABAa dan GABAb, memiliki kemiripan efek
penghambat pada jalur vestibular. GABAb agonis yang spesifik seperti baclofen, menurunkan
durasi dari respon vestibular pada binatang percobaan. GABA juga merupakan penghambat
neurotransmiter pada sistem vestibulo okular vertikal, sedangkan glysin mempengaruhi sistem
vestibulo okular horizontal.
Mekanisme aksi dari beberapa neurotransmiter lain yang diketahui sebagai target yang
penting pada manajemen farmako untuk vertigo kurang begitu dipahami. Histamin ditemukan
berdifusi pada struktur vestibular sentral. Histamin tidak ditemukan sebagai neurotrasmiter pada
sistem vestibular periferal. Kerja histamin pada bagian sentral memodulasi gejala dari motion
sickness. Stimulasi dari reseptor histamin H1 dan H2 merangsang nukleus vestibular medial
sentral neuron.15
H3 adalah autoreseptor yang berfungsi menghambat pelepasan histamin. Noradrenalin
(norepinefrin) memodulasi intensitas dari reaksi pusat terhadap stimulasi vestibular dan
mengontrol mekanisme kompensasi. Obat adrenergik yang bekerja pada pusat seperti amfetamin
dan efedrin memiliki efek profilatik terhadap motion sickness.
21
Dopamin dapat mempercepat kompensasi dari vestibular terhadap labirinektomy unilateral, dan
penghambat dopamin memperlambat dari proses penyembuhan.
Neurokimia dari proses emesis (muntah) tumpang tindih pada bagian yang sama dengan
neurokimia dari vertigo dan motion sickness. Asetilkolin dan histamin adalah neurotransmiter
yang merangsang dan terlibat dalam pusat pengaturan muntah (emesis). Reseptor GABA agonis
menghambat refleks pusat muntah (emesis) sama seperti jaras kortikal yang terlibat pada
vomiting antisipatori. Dopamin sangat penting pada emesis dibandingkan vertigo selaku pemicu
neurotransmiter sentral pada kemoreseptor trigger zone dan pusat muntah dan juga terlibat secara
periferal pada modulasi motilitas usus. Serotonin juga penting pada emesis tetapi perannya
sangat sedikit atau sama sekali tidak ada pada vertigo dan kurang berperan pada motion sickness.
Agen selektif yang menghambat subtipe reseptor serotonin 5-HT3 mengurangi nausea dan
emesis dengan cara kombinasi aktif pada refleks sentral dan reseptor peripheral.15
Pada referat ini akan dibahas lebih lanjut mengenai BPPV, Terdapat dua macam
patofisiologi yang dapat menerangkan sebab terjadinya BPPV yaitu:
1. Teori kupolithiasis
Pada tahun 1962 Horald Schuknecht mengemukakan teori ini untuk
menerangkan BPPV. Dia menemukan partikel-partikel basofilik yang berisi
kalsiurn karbonat dari fragmen otokonia (otolith) yang terlepas dari macula
utriculus yang sudah berdegenerasi, menempel pada permukaan kupula. Dia
menerangkan bahwa kanalis semisirkularis posterior menjadi sensitif akan gravitasi
akibat partikel yang melekat pada kupula. Hal ini analog dengan keadaan benda
berat diletakkan di puncak tiang, bobot ekstra ini menyebabkan tiang sulit untuk
tetap stabil, malah cenderung miring. Pada saat miring partikel tadi mencegah tiang
ke posisi netral. Ini digambarkan oleh nistagmus dan rasa pusing ketika kepala
penderita dijatuhkan ke belakang posisi tergantung (seperti pada tes Dix-Hallpike).
KSS posterior berubah posisi dari inferior ke superior, kupula bergerak secara
utrikulofugal, dengan demikian timbul nistagmus dan keluhan pusing (vertigo).
Perpindahan partikel otolith tersebut membutuhkan waktu, hal ini yang
menyebabkan adanya masa laten sebelum timbulnya pusing dan nistagmus.17,18
2. Teori kanalitiasis
22
Teori ini dikemukakan olleh Epley pada tahun 1980. Menurutnya gejala
BPPV disebabkan oleh adanya partikel yang bebas bergerak (canalith) di dalam
kanalis semisirkularis. Misalnya terdapat kanalit pada kanalis semisirkularis
posterior. Bila kepala dalam posisi duduk tegak, maka kanalit terletak pada posisi
terendah dalam kanalis semisirkularis posterior. Ketika kepala direbahkan hingga
posisi supinasi, terjadi perubahan posisi sejauh 90°. Setelah beberapa saat, gravitasi
menarik kanalit hingga posisi terendah. Hal ini menyebabkan endolimfa dalam
kanalis semisirkularis menjauhi ampula sehingga terjadi defleksi kupula. Defleksi
kupula ini menyebabkan terjadinya nistagmus. Bila posisi kepala dikembalikan ke
awal, maka terjadi gerakan sebaliknya dan timbul pula nistagmus pada arah yang
berlawanan. 17,18
Teori ini lebih menjelaskan adanya masa laten antara perubahan posisi kepala
dengan timbulnya nistagmus. Parnes dan McClure pada tahun 1991 memperkuat
teori ini dengan menemukan adanya partikel bebas dalam kanalis semisirkularis
poster. Saat melakukan operasi kanalis tersebut. 17,18,19
Bila terjadi trauma pada bagian kepala, misalnya, setelah benturan keras,
otokonia yang terdapat pda utikulus dan sakulus terlepas. Otokonia yang terlepas ini
kemudian memasuki kanalis semisirkularis sebagai kanalit. Adanya kanalit didalam
kanalis semisirkularis ini akan memnyebabkan timbulnya keluhan vertigo pada
BPPV. Hal inilah yang mendasari BPPV pasca trauma kepala. 17,18,19
X. Perjalanan Penyakit
Perjalanan penyakit dari BPPV sangat bervariasi. Pada sebagian besar kasus
gangguan menghilang secara spontan dalam kurun waktu beberapa minggu, namun dapat
kambuh setelah beberapa waktu, bulan atau tahun kemudian. Ada pula penderita yang
hanya satu kali mengalaminya. Sesekali dijumpai penderita yang kepekaannya terhadap
vertigo posisional berlangsung lama.17,18
Serangan vertigo umumnya berlangsung singkat, kurang dari 1 menit. Namun, bila
ditanyakan kepada penderita, mereka menaksirnya lebih lama sampai beberapa menit. Bila
serangan vertigo datang bertubi-tubi, hal ini mengakibatkan penderitanya merasakan
23
kepalanya menjadi terasa ringan, merarsa tidak stabil, atau rasa mengambang yang
menetap selama beberapa jam atau hari.17,19,20
BPPV sering dijumpai pada kelompok usia menengah yaitu pada usia 40-an dan
50-an tahun. Wanita agak lebih sering daripada pria. BPPV jarang dijumpai pada anak
atau orang yang sangat tua. Nistagmus kadang dapat disaksikan waktu terjadinya BPPV
dan biasanya bersifat torsional (rotatoar). 17
XI. Tanda dan Gejala
Pasien akan mengeluhkan onset tiba-tiba dari vertigo yang berlangsung 10-20
detik dengan gerakan kepala tertentu. Gerakan yang memicu seperti berguling di tempat
tidur ke posisi lateral, bangun dari tempat tidur, menengadah dan melihat ke belakang, dan
membungkuk. Vertigo dapat berhubungan dengan mual. Pada hampir sebagian besar
pasien, vertigo akan berkurang dan akhirnya berhenti secara spontan dalam beberapa hari
atau beberapa bulan, tetapi kadang-kadang dapat juga sampai beberapa tahun. Pasien
memiliki pendengaran normal, tidak ada nistagmus spontan, dan pemeriksaan neurologik
normal.21
Vertigo dan nistagmus yang mengikuti memiliki pola latensi yang berbeda,
kelelahan, dan habituasi yang berbeda dari common central positional vertigo oleh karena
lesi pada sekitar ventrikel 4. Berikut adalah tabel yang menunjukkan perbedaan di antara
keduanya.22
Tabel 1. Perbedaan Benign Paroxysmal Positional Vertigo
dan Central Positional Vertigo
Sifat BPPV Central
Latensi 3 – 40 detik Tidak ada: vertigo dan
nistagmus sangat cepat
Kelelahan Ya Tidak ada
Habituasi Ya Tidak ada
Intensitas vertigo Berat RinganaWaktu antara posisi kepala dan onset gejalabHilangnya gejala dengan menjaga posisi yang salahcPengurangan gejala dengan percobaan berulang
24
dkemungkinan terjadinya gejala selama sesi pemeriksaan
Sumber: Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, et al. Harrison’s Principles of Internal Medicine, 17th ed. USA: The Mc Graw Hill Companies; 2008.
Tabel 2. Perbedaan karakteristik vertigo central dan perifer
Sifat Vertigo Perifer Vertigo Central
Nistagmus Kombinasi horizontal dan
torsiional; dihambat dengan
fiksasi mata ke objek,
menghilang setelah beberapa
hari; tidak ada perubahan arah
dengan memandang ke arah
lain
Hanya vertikal, horizontal,
atau torsional; tidak dihambat
dengan fiksasi mata ke objek;
dapat bertahan dari minggu
hingga bulan; arah dapat
berubah dengan memandang
pada fase cepat nistagmus
Keseimbangan Ringan – sedang; dapat
berjalan
Berat; tidak dapat berdiri
lama dan berjalan
Mual dan muntah Dapat berat Bervariasi
Hilangnya
pendengaran dan
tinnitus
Sering Jarang
Gejala neurologic
nonauditori
Jarang Sering
Latensi pada maneuver
diagnostik provokatif
Lebih lama (di atas 20 detik) Lebih cepat (di atas 5 detik)
Sumber: Labuguen RH. Initial Evaluation of Vertigo. American Family Physician 2006; 73: 244-251, 254.
Tabel 3. Perbedaan Antara Vertigo Sentral dan Perifer
Sifat Sentral Perifer
Rasa mual berlebihan + +++
Muntah + +
Diperburuk oleh pergerakan kepala tidak spesifik ++ -
Dicetuskan oleh pergerakan kepala spesifik (mis :
posisi dix-hallpike, perputaran kepala dalam posisi
telentang)
+ +++
Timbulnya nistagmus paroksismal ke atas dan rotatoar
dengan maneuver Dix-hallpike- +++
25
Timbulnya nistagmus paroksismal ke bawah dengan
maneuver dix-hallpike++ +
Nistagmus dengan perubahan posisi horizontal
paroksismal (geotropic/ageotropik) yang dibandingkan
oleh perputaran posisi horizontal kepala
+ ++
Nistagmus persisten ke bawah pada semua posisi +++ -
Hilangnya nistagmus dengan pengulangan posisi - +++
Membaik detelah perawatan dengan maneuver
posisional- +++
Sumber: Diagnosis & Tatalaksana Penyakit Saraf. EGC 2007; 113.
Tabel 4. Differential Diagnosis Vertigo berdasarkan Lama Terjadinya Vertigo dan Ada
tidaknya hilangnya pendengaran
Durasi Vertigo Tidak ada hilangnya
pendengaran
Terdapat hilangnya
pendengaran
Detik BPPV Perilymphatic fistula
Cholesteatoma
Menit Vertebral/basilar artery
insufficiency
Migrain
Jam Vestibulopathy Meniere’s disease
Hari Vestibular Neuronitis Labyrinthitis
Minggu Central nervous system lesion
Lyme disease
Multiple sclerosis
Vestibular schwannoma
Autoimmune processes
Psychogenic
Sumber: Snow JB, Wackym PA. Ballenger's Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery. 17th edition. Connecticut: BC Decker Inc; 2009.
26
XII. Diagnosis
A. Anamnesis
Pertama-tama pemeriksa harus memastikan apakah pusing yang dirasakan oleh
pasien benar merupakan vertigo atau bukan. Hal ini dapat dilakukan dengan
menanyakan pada pasien, “Saat anda mendapat serangan pusing, apakah kepala anda
terasa ringan atau anda merasa dunia di sekitar anda berputar?”. Vertigo adalah rasa
melayang, goyang, berputar, tujuh keliling, dan sebagainya. Selanjutnya perlu
ditentukan penyebab vertigo tersebut: perifer atau sentral. Pemeriksa dapat
menanyakan keadaan yang memprovokasi timbulnya vertigo: perubahan posisi kepala
dan tubuh, keletihan, ketegangan. Profil waktu: apakah timbulnya akut atau perlahan-
lahan, hilang timbul, paroksimal, kronik, progresif atau membaik.19 Gejala penyerta
lain seperti sakit kepala, tinitus, hilangnya pendengaran, double vision, mual, muntah,
bicaranya tidak jelas, rasa kebal di sekitar mulut, pandangan suram, dan serangan
jatuh.22
Selain itu, ditanyakan pula apakah gejala vertigo muncul setelah trauma pada
kepala, atau pada penyebab sistemik seperti keracunan aminoglikosida atau infeksi
ringan pada saluran napas atas. Riwayat operasi atau infeksi pada telinga, menyelam di
kedalaman lautan, dan tiupan keras pada telinga juga perlu ditanyakan dalam
anamnesis.22
Penggunaan obat-obatan seperti alkohol, aminoglikosida (streptomisin,
kanamisin), antikonvulsan (fenitoin, contoh: Dilantin), antidepresan, antihipertensi,
barbiturat, kokain, diuretik (Furosemide, contoh: Lasix), nitroglyserin,
sedatif/hipnotik, salisilat, antimalaria dan lain-lain yang diketahui
ototoksik/vestibulotoksik juga perlu ditanyakan.22
B. Pemeriksaan fisik umum
Pemeriksaan fisik diarahkan ke kemungkinan penyebab sistemik; tekanan darah
diukur dalam posisi berbaring, duduk dan berdiri karena hipotensi ortostatik mungkin
menjadi penyebab umum terjadinya pusing pada pasien yang dirujuk ke ahli neurologi.
Bising karotis, irama (denyut jantung) dan pulsasi nadi perifer juga perlu diperiksa.23
Perubahan ortostatik pada tekanan darah sistolik (misalnya penurunan 20 mmHg atau
27
lebih) dan pulsasi (misalnya peningkatan 10 bpm) pada pasien dengan vertigo saat
berdiri dapat mengidentifikasi masalah dehidrasi atau disfungsi autonomik.22
Selain itu juga perlu dinilai ketajaman visual (penglihatan yang adekuat penting
untuk keseimbangan) dan inspeksi muskuloskeletal (artritis yang berarti dapat
mengganggu gaya berjalan). 23
C. Pemeriksaan Neuro-Otologikal
- Gaze Testing
Pasien diminta mengikuti jari pemeriksa yang digerakkan ke arah lateral,
medial, atas, dan bawah. Pemeriksa mencari gaze-evoked nystagmus pada setiap
posisi.23 Gaze-evoked nystagmus adalah nistagmus dua arah dengan nistagmus ke
arah kanan pada pandangan ke kanan dan nistagmus ke arah kiri pada pandangan
ke kiri. Banyak pasien dengan gaze-evoked nystagmus yang juga akan
bermanifestasi nistagmus ke arah atas pada pandangan ke atas. Bidirectional gaze-
evoked nystagmus merupakan hasil abnormalitas sistem saraf pusat dan tidak
pernah disebabkan abnormalitas vestibular perifer. Terdapat banyak penyebab
gaze-evoked nystagmus. Penyebab paling umumnya adalah efek obat, misalnya
antikonvulsan.24
- Pemeriksaan Nervus Vestibular
Tes head-thrust digunakan untuk mendiagnosa vestibular neuritis dan
labirinitis. Pada tes ini, pasien diminta untuk melihat ke hidung pemeriksa.
Pemeriksa menempatkan tangannya pada kepala pasien dan secara cepat memutar
kepala pasien kira-kira 10-15° ke satu sisi. Jika aparatus vestibular berfungsi
sebagaimana mestinya, pasien akan dapat menjaga kefokusannya pada hidung
pemeriksa. Jika aparatus vestibular tidak berfungsi sebagaimana mestinya, mata
pasien akan mengalami deviasi ke satu sisi dan kemudian dengan cepat kembali
melihat ke hidung pemeriksa. Gerakan mata cepat ini disebut saccade dan
mengindikasikan tes head-thrust positif.25
- Gait Assessment
Uji Romberg digunakan terutama untuk tes fungsi proprioseptif, bukan fungsi
serebelar. Bila terdapat gangguan proprioseptif, pasien dapat berdiri tegak dengan
mata terbuka, namun goyang atau jatuh dengan mata tertutup. Untuk melakukan
28
tes fungsi ini, pasien harus memiliki cara berdiri yang stabil dengan mata terbuka
dan kemudian mengalami penurunan keseimbangan dengan mata tertutup
(Romberg +). Ketika input visual dihilangkan, pasien harus bergantung pada
proprioseptif untuk menjaga keseimbangan.21 Pasien dengan ataxia serebelar tidak
dapat mengkompensasi defisit input visual dan pasien ini berdiri tidak stabil baik
saat mata terbuka maupun tertutup. 26
- Positional Testing (Tes provokasi)
Tes posisi yang paling sering digunakan adalah manuver Dix-Hallpike. Cara
melakukan uji Dix-Hallpike adalah dari posisi duduk di atas tempat tidur, kepala
pasien diputar ke satu sisi pada 45o, yang meluruskan kanal semisirkular posterior
dengan potongan sagital kepala. Kemudian pasien dibaringkan ke belakang
dengan cepat sehingga kepalanya menggantung 45o di bawah garis horizontal,
pada ujung tempat tidur.
Dalam beberapa detik, muncul vertigo dan nistagmus torsional.20 Jika kepala
digantungkan ke arah kanan akan menyebabkan nistagmus torsional yang
berlawanan arah jarum jam, dan pada kepala yang digantung ke kiri akan
menghasilkan nistagmus torsional sesuai arah jarum jam.4 Dengan uji ini dapat
dibedakan apakah lesi yang diderita adalah lesi perifer atau sentral.
Jika lesinya perifer, maka vertigo dan nistagmus akan timbul setelah periode
laten yang berlangsung kira-kira 2-10 detik dan akan hilang dalam waktu kurang
dari satu menit, vertigo dan nistagmus itu sendiri akan berkurang atau menghilang
bila tes dilakukan berulang kali (fatigue). Sedangkan jika lesinya sentral, maka
tidak terdapat periode laten, nistagmus dan vertigo akan berlangsung lebih dari
satu menit, nistagmus dan vertigo akan tetap muncul bila tes ini dilakukan
berulang kali. 27
29
Gambar 2.7 Manuver Dix-Hallpike
Sumber: Ropper AH, Brown RH. Adams and Victor's Principles of Neurology. Ed ke-8.
USA: McGraw-Hill; 2005.
Selain maneuver dix-hallpike, dapat dilakukan maneuver side lying :
Pertama-tama jelaskan pada penderita mengenai prosedur pemeriksaan, dan
vertigo mungkin akan timbul namun menghilang setelah beberapa detik
Pasien duduk dengan kepala menoleh ke kiri pada meja pemeriksan dengan
kaki yang menggantung di tepi meja, untuk melakukan maneuver side lying
kanan
30
Pasien dengan cepat dijatuhkan ke sisi kanan dengan kepala tetap menoleh ke
kiri 450 tunggu hingga respon abnormal muncul
Pasien kembali ke posisi duduk untuk kemudian dilakukan maneuver side
lying kiri.
Tunggu 40 detik sampai timbul respon abnormal.
Pada orang normal nistagmus dapat timbul pada saat gerakan provokasi ke
belakang, namun saat gerakan selesai dilakukan tidak tampak lagi nistagmus. Pada
pasien BPPV setelah provokasi ditemukan nistagmus yang timbulnya lambat, ± 40
detik, kemudian nistagmus menghilang kurang dari satu menit bila sebabnya
kanalitiasis, pada kupulolitiasis nistagmus dapat terjadi lebih dari satu menit, biasanya
serangan vertigo berat dan timbul bersamaan dengan nistagmus.
- Bithermal Caloric Test
Bithermal Caloric Test digunakan untuk mengevaluasi fungsi kanal
semisirkular horizontal. Perubahan suhu menstimulasi aliran cairan di dalam kanal
semisirkular horizontal; jika sistem ini berfungsi, nistagmus akan muncul.
Frekuensi stimulasi yang sangat lambat bukan kondisi yang normalnya terjadi
selama kehidupan sehari-hari. Masing-masing telinga dites sendiri-sendiri, dan
responnya dibandingkan.4
Irigasi kanal auditori eksternal dengan air dingin dan hangat dapat digunakan
untuk memperlihatkan penurunan fungsi labirin dalam bentuk pemburukan atau
hilangnya nistagmus yang diinduksi thermal pada sisi yang terkena. Caloric Test
ini dilakukan dengan posisi pasien berbaring pada meja pemeriksaan, dengan
kepala miring ke depan sebesar 30o, sehingga kanalis semisirkularis horizontal
berada dalam posisi vertikal, posisi sensitivitas maksimal kanal terhadap
rangsangan thermal. Kemudian kedua telinga diirigasi bergantian dengan 250 ml
air dingin (30oC) dan air hangat (44oC) masing-masing selama 30 detik dan jarak
setiap irigasi lima menit. Nistagmus yang timbul dihitung lamanya sejak
permulaan irigasi sampai hilangnya nistagmus tersebut (normal 90-120 detik).
Irigasi dengan air dingin akan menginduksi deviasi mata ke sisi yang diirigasi
31
selama kira-kira 20 detik, kemudian akan diikuti dengan nistagmus yang
berlawanan dengan sisi yang diirigasi pada orang normal. Sedangkan irigasi
dengan air hangat akan menginduksi nistagmus ke sisi yang dirigasi. 20
Irigasi secara serempak pada kedua kanal dengan air dingin menyebabkan
deviasi mata ke bawah, dengan nistagmus (komponen cepat) ke atas. Irigasi
bilateral dengan air hangat menghasilkan gerakan mata ke atas dan nistagmus ke
bawah. Caloric testing dapat memberi jawaban terpercaya apakah organ akhir
vestibular bereaksi, dan perbandingan respon dari kedua telinga akan
mengindikasikan kanal telinga mana yang paresis. Rekaman gerakan mata selama
tes ini, memberikan hasil kuantitatif respon tersebut. 27
Irigasi udara hangat dan dingin dapat digantikan untuk irigasi langsung jika
terdapat perforasi membran timpani. Respon telinga kanan dan kiri dibandingkan.
Perbedaan lebih besar dari 20% biasanya dianggap abnormal dan dilaporkan
sebagai kelemahan sisi kiri atau kanan. Total respon ke arah kanan dibandingkan
dengan total respon ke arah kiri, dan hasilnya dilaporkan sebagai directional
preponderance ke arah kanan atau kiri. Perbedaan lebih dari 30% dianggap
berarti/signifikan. Directional preponderance abnormal tanpa kelemahan
unilateral menunjukan kondisi patologis sentral. 24
Pasien dengan unilateral atau bilateral caloric loss total sebaiknya dites
dengan ice caloric irrigation pada telinga yang terlibat. Seringkali, nistagmus
dapat dimunculkan dengan stimulus yang lebih kuat. Stimulus ice caloric ini tidak
nyaman untuk pasien dan sebaiknya penggunaannya dibatasi. Harus dicatat bahwa
tidak adanya respon kalori terhadap irigasi air hangat, dingin, ataupun es tidak
dapat dianggap sebagai indikasi vestibular (labirin) tidak berfungsi total. Hal ini
sebaiknya dikonfirmasikan dengan tes kursi berputar (Barany chair) atau tes
elektronistagmografi (ENG).24 Tes Barany chair dan ENG juga dapat
menyebabkan stimulasi vestibular (labirin). Namun ENG memberikan metode
yang lebih menyaring dalam mendeteksi gangguan fungsi labirin karena tes ini
merekam akurat gerakan mata tanpa fiksasi visual.27
C. Pemeriksaan Penunjang
32
Tes laboratorium seperti elektrolit, glukosa, darah, dan tes fungsi tiroid
mengidentifikasi penyebab vertigo kurang dari 1% pasien dengan pusing. Tes
laboratorium tersebut mungkin cocok ketika pasien dengan vertigo menunjukan gejala
atau tanda yang menunjukan adanya kondisi penyebab lainnya. Audiometri membantu
menegakkan diagnosis penyakit Meniere.22
Neuroimaging sebaiknya dipertimbangkan pada pasien dengan vertigo yang
memiliki tanda dan gejala neurologis, faktor risiko penyakit kardiovaskular, atau
kehilangan pendengaran unilateral yang progresif. Pada suatu studi, 40% pasien
dengan pusing dan tanda-tanda neurologis memiliki abnormalitas relevan menunjukan
lesi sistem saraf pusat pada MRI kepala.
Secara umum, MRI lebih cocok daripada CT scan untuk mendiagnosa vertigo
karena keahliannya dalam memperlihatkan fossa posterior, di mana kebanyakan
penyakit sistem saraf pusat yang menyebabkan vertigo ditemukan. Studi neuroimaging
dapat digunakan untuk menyingkirkan infeksi bakteri yang meluas, neoplasma, atau
perkembangan abnormalitas jika terdapat gejala lain yang menunjukan salah satu
diagnosis di atas.
Namun, tes-tes tersebut tidak diindikasikan pada pasien BPPV; biasanya tidak
diperlukan untuk mendiagnosa neuritis vestibular akut atau penyakit Meniere.
Radiografi konvensional atau prosedur crosssectional imaging dapat untuk
mendiagnosa vertigo servikal (contohnya vertigo yang dipicu oleh input somatosensori
dari gerakan kepala dan leher) pada pasien dengan riwayat yang mengarah ke
diagnosis ini. 22
XIII. Diagnosis Banding
Vestibular Neuritis
Vestibular neuronitis penyebabnya tidak diketahui, pada hakikatnya merupakan
suatu kelainan klinis di mana pasien mengeluhkan pusing berat dengan mual, muntah
yang hebat, serta tidak mampu berdiri atau berjalan. Gejala-gejala ini menghilang
dalam tiga hingga empat hari. Sebagian pasien perlu dirawat di Rumah Sakit untuk
mengatasi gejala dan dehidrasi. Serangan menyebabkan pasien mengalami
ketidakstabilan dan ketidakseimbangan selama beberapa bulan, serangan episodik
dapat berulang. Pada fenomena ini biasanya tidak ada perubahan pendengaran.
33
Labirintitis
Labirintitis adalah suatu proses peradangan yang melibatkan mekanisme telinga
dalam. Proses dapat akut atau kronik, serta toksik atau supuratif. Labirintitis toksik
akut disebabkan suatu infeksi pada struktur didekatnya, dapat pada telinga tengah
atau meningen tidak banyak bedanya. Labirintitis toksik biasanya sembuh dengan
gangguan pendengaran dan fungsi vestibular. Hal ini diduga disebabkan oleh produk-
produk toksik dari suatu infeksi dan bukan disebabkan oleh organisme hidup.
Labirintitis supuratif akut terjadi pada infeksi bakteri akut yang meluas ke dalam
struktur-¬struktur telinga dalam. Kemungkinan gangguan pendengaran dan fungsi
vestibular cukup tinggi. Yang terakhir, labirintitis kronik dapat timbul dari berbagai
sumber dan dapat menimbulkan suatu hidrops endolimfatik atau perubahan-
perubahan patologik yang akhirnya menyebabkan sklerosi labirin.
Penyakit Meniere
Penyakit Meniere adalah suatu kelainan labirin yang etiologinya belum diketahui, dan
mempunyai trias gejala yang khas, yaitu gangguan pendengaran, tinitus, dan serangan
vertigo. Terutama terjadi pada wanita dewasa.
Patofisiologi :
pembengkakan endolimfe akibat penyerapan endolimfe dalam skala media oleh stria
vaskularis terhambat.
Manifestasi klinis :
vertigo disertai muntah yang berlangsung antara 15 menit sampai beberapa jam dan
berangsur membaik. Disertai pengurnngan pendengaran, tinitus yang kadang
menetap, dan rasa penuh di dalam telinga. Serangan pertama hebat sekali, dapat
disertai gejala vegetatif Serangan lanjutan lebih ringan meskipun frekuensinya
bertambah
XIV. Tata Laksana
34
Terapi simptomatik
Tatalaksana yang paling tepat pada vertigo adalah mengatasi penyebab
utamanya. Jika etiologi tidak dapat diketahui, maka diindikasikan terapi simptomatik.
Selain itu, terapi ini juga dapat diindikasikan untuk serangan vertigo akut. Terdapat
dua golongan obat yang umum digunakan dalam terapi simptomatik dari vertigo yaitu
supresan vestibular dan antiemesis. 28
Supresan vestibular bekerja pada tingkat neurotransmiter yang terlibat dalam
perambatan impuls antar neuron vestibular. Obat biasanya diberikan secara oral dan
efek akan mulai muncul setelah 30 menit. Namun, pada serangan vertigo akut yang
parah, obat ini bisa diberikan secara intramuskular atau intravena. Efek samping
umum dari obat ini adalah mulut kering dan sedasi. Pembagian dari obat supresan
vestibular adalah sebagai berikut: antihistamin seperti meklizin (25-100 mg per oral)
dan difenhidramin (25-50 mg per oral 3-4 kali sehari; 10-50 mg IM/ IV dosis tunggal
4-6 kali sehari, maksimal 400 mg sehari), antikolinergik seperti skopolamin (0,5 mg
transdermal efektif untuk tiga hari), fenotiazin seperti prometazin (12,5-25 mg per
oral/ per rectal/ IM/ IV 4-6 kali sehari sesuai kebutuhan) dan proklorperazin (5-10 mg
per oral/ IM 3-4 kali sehari; 10 mg sediaan lepas berkala 2 kali sehari; dan 5-25 mg per
rektal), dan benzodiazepin seperti diazepam (2-10 mg per oral 2-4 kali sehari; 5-10 mg
IM/ IV) dan lorazepam (2-6 mg per oral dalam 2-3 dosis terpisah). 29-33
Antiemesis merupakan anatagonis kolinergik dan antagonis dopaminergik
sentral yang diduga dapat mencegah dan menghambat pusat muntah. Biasanya obat-
obat antiemesis menimbulkan efek samping yang berat terutama pada pasien muda.
Efek samping simtomatik yang biasa ditimbulkan obat ini adalah parkinsonisme,
akatisia, distonia, dan diskinesia. Obat-obatan yang termasuk antiemesis adalah
proklorperazin, metoklopramid (10-15 mg per oral 4 kali sehari sebelum makan),
trimetobenzamid (250 mg per oral 3-4 kali sehari; 200 mg IM / per rectal 3-4 kali
sehari), dan droperidol (2,5-10 mg IM/ IV). 30,32
Terapi untuk BPPV
Beberapa manuver seperti manuver Epley, manuver Semont, manuver Brandt-
Daroff dan manuver lempert (barbecue roll) dapat digunakan sebagai terapi untuk
35
BPPV. Manuver ini juga dirasakan lebih efektif daripada medikamentosa. Cara
melakukan manuver Epley adalah pasien diminta duduk dan dimiringkan kepalanya
sebesar 45o ke salah satu telinga lalu pasien dibaringkan ke belakang dengan cepat
sehingga kepalanya menggantung 45o di bawah garis horizontal selama 20 detik.
Pasien kemudian dimiringkan kepalanya sebesar 90o ke arah telinga yang berlawanan
selama 20 detik dan pasien diminta melengkungkan badan ke arah dia menghadap tadi
selama 20 detik. Setelah itu, pasien kembali ke posisi duduk dan harus tegak minimal
45o dalam 24 jam ke depan.27
Gambar 2.8 Manuver Epley
Sumber: Ropper AH, Brown RH. Adams and Victor's Principles of Neurology. Ed ke-8. USA:
McGraw-Hill; 2005.
Cara melakukan manuver Brandt-Daroff adalah pasien diminta duduk tegak lalu
berbaring miring dengan kepala menghadap ke atas dan mempertahankan posisi
tersebut selama 30 detik. Pasien kemudian kembali duduk tegak selama 30 detik dan
diminta berbaring miring ke sisi yang berlawanan dengan sisi ketika pasien berbaring
miring sebelumnya dengan kepala menghadap ke atas dan mempertahankan posisi
tersebut selama 30 detik. Setelah itu, pasien kembali duduk tegak selama 30 detik.
Manuver Brandt-Daroff dilakukan di rumah tiga kali sehari selama dua minggu. Setiap
latihan dilakukan lima kali manuver. Tiap manuver membutuhkan waktu dua menit.
36
Efektivitas manuver ini mencapai 95% meskipun manuver ini lebih sulit dibandingkan
manuver Epley.20 Manuver ini juga dapat dilakukan sebagai latihan di rumah. Jadwal
latihan Brandt Daroff yang disarankan :
Waktu Latihan Durasi
Pagi 5 kali pengulangan 10 menit
Sore 5 kali pengulangan 10 menit
Malam 5 kali pengulangan 10 menit
Gambar 2.9 Manuver Brandt-Daroff
Sumber: Timothy CH. Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV). CSCD 2000.
Menurut penelitian, manuver Semont lebih efektif dibandingkan dengan
manuver brandt-daroff. Prosedur ini kurang lebih sama seperti brandt-daroff hanya
saja pasien dari sisi menyamping ke sisi menyamping lainnya tidak perlu kembali ke
posisi duduk terlebih dahulu.
37
Gambar 2.10 Manuver Brandt-Daroff
Sumber: American Academy Neurology: Therapies for BPPV. 2008.
Menurut penelitian, Manuver Epley lebih efektif dibandingkan dengan
maneuver Semont dan maneuver Brandt-Daroff, dimana maneuver Brandt-Daroff
memiliki efektifitas terendah. Ketiga maneuver ini lebih efektif untuk tatalaksana
BPPV kanalis posterior. Sedangkan untuk BPPV kanalis horizontal, maneuver yang
paling efektif adalah maneuver Lempert (barbecue roll). Cara melakukannya dengan
memiringkan kepala pasien 90 derajat ke kanan (jika yang terkena adalah telinga
kanan), kemudian diputar 90 derajat ke kiri 4 kali (langkah 1-5 pada gambar berikut),
dimana setiap perputaran, posisi ditahan selama 10-30 detik. Kemudan bagian
punggung pasien diputar sehingga dalam keadaan berbaring dengan kepala ditahan
oleh pemeriksa dan dengan cepat pasien diminta untuk duduk.
38
Gambar 2.11 Manuver Lempert
Sumber: American Academy Neurology: Therapies for BPPV. 2008.
Ada terapi pembedahan untuk pasien dengan BPPV, namun terapi ini hanya
dilakukan pada sedikit pasien. Pasien-pasien ini gagal untuk dilakukan manuver
reposisi dan tidak terdapat patologi intrakranial pada pemeriksaan imaging. Pilihan
operasi utama yang dilakukan adalah oklusi kanalis semisirkularis posterior.
Dilakukan mastoidektomi standar dan terlihat kanalis semisirkularis posterior.
Membran kanal disumbat dengan otot, fascia, atau tulang kepala, atau diruntuhkan
dengan laser. Penyumbatan mencegah gerakan debris dan endolimfe untuk
mendefleksikan kupula. Mungkin terdapat kehilangan pendengaran sementara yang
biasanya sembuh. Tingkat keberhasilan pada oklusi kanalis semisirkularis posterior ini
tinggi. Selain itu juga ada teknik bedah yang lebih menantang dengan risiko lebih
tinggi untuk pendengaran melibatkan ablasi suplai saraf kanalis semisirkularis
posterior melalui neurektomi tunggal. 33
XV. Prognosis
BPPV memiliki onset akut dan remisi lebih dari beberapa bulan. Namun, hampir
30% pasien memiliki gejala lebih dari satu tahun. Kebanyakan pasien membaik
dengan manuver reposisi. Pasien akan mengalami rekuren dan remisi yang tidak dapat
39
diprediksi, dan angka terjadinya rekurensi dapat 10-15% per tahun. Pasien-pasien ini
dapat dibantu dengan manuver reposisi yang berulang. Pasien dapat beradaptasi
dengan tidak melakukan posisi tertentu untuk mencegah vertigo.34
40
BAB III
KESIMPULAN
Vertigo adalah keluhan yang sering ditemukan dalam praktek sehari-hari dan sangat
menggangu aktivitas penderita yang disebabkan karena adanya gangguan keseimbangan baik
sentral maupun perifer yang dapat berupa trauma, infeksi, keganasan, metabolic, toksik,
vaskuler, atau autoimun. BPPV adalah jenis vertigo perifer yang paling sering ditemukan yang
dapat disebabkan karena adanya trauma kepala, proses degenerative, pasca operasi, pengobatan
ototoksik, ataupun idiopatik.
Manifestasi klinis yang terdapat dalam BPPV adalah adanya rasa pusing berputar yang
timbul dengan perubahan posisi kepala. Keluhan ini kadang disertasi dengan adanya rasa mual
dan muntah. Penderita dengan BPPV memiliki pendengaran yang normal dan tidak ditemukan
kelainan pada pemeriksaan naurologis. Diagnosis dapat ditegakan melalui anamnesa dan
pemeriksaan fisik yang berupa maneuver Dix-hallpike ataupun maneuver side lying, untuk
menemukan adanya respon abnormal berupa nistagmus lambat yang berlangsung ± 40 detik.
Penatalaksanaan utama pada BPPV adalah manuver untuk mereposisi debris yang terdapat pada
utrikulus. Yang paling banyak digunakan adalah maneuver Brandt Daroff dan maneuver Epley.
Terapi dengan medikamentosa dapat diberikan sebagai tambahan untuk meringankan gejala yang
timbul, tetapi terapi ini tidak dapat banyak membantu.
41
DAFTAR PUSTAKA
1. Wreksoatmojo BR. Vertigo-Aspek Neurologi. [terhubung berkala]. [27 Oktober 2012]
:http://www.google.com/vertigo/cermin dunia kedokteran .html
2. Anonim. Si Penyebab Kepala Berputar. [terhubung berkala]. [27 Oktober 2012]:
http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/category_news.asp?IDCategory=23
3. Li JC & Epley J. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. [terhubung berkala]. [27 Oktober
2012] http://emedicine.medscape.com/article/884261-overview
4. Bashiruddin J. Vertigo Posisi Paroksismal Jinak. Dalam : Arsyad E, Iskandar N, Editor.
Telinga, Hidung Tenggorok Kepa la & Leher. Edisi Keenam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
2008. Hal. 104-9
5. Lumbantobing M, S. Vertigo. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2003
6. Sadler, TW. Langman’s Medical Embryology, 11th ed. USA: Lippincott Williams & Wilkins;
2010.
7. Bailey BJ, Johnson JT. Head and Neck Surgery-Otolaryngology. 4th Edition. Philadelphia :
Lippincott William and Wilkins; 2006.
8. Snell, Richard S. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Liliana Sugiharto, dr, M.S.
PAK, penerjemah; Huriawati Hartanto, dr, dkk. Jakarta: ECG; 2006. Terjemahan dari:
Clinical Anatomy for Medical Students.
9. Snow JB, Wackym PA. Ballenger's Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery. 17th
edition. Connecticut: BC Decker Inc; 2009.
10. Sherwood, Lauralee. Human Physiology: From Cells to Systems ed.6th. NewYork:
Thomson Brooks. 2007.
11. Dorland, W.A. Newman.2002. Dorland’s illustrated medical dictionary : kamusN kedokteran
Dorland edisi 29. terjemahan oleh : Hurniawati Hartanto dkk..EGC,Jakarta, Indonesia.
12. Ropper AH, Brown RH. Deafness, Dizziness and Disorders of Equilibrium: Benign
Positional Vertigo. Adams & Victor’s Principles of Neurology. 8th Edition. New York:
McGraw-Hill Medical Publishing Division; 2005. page 261 - 62
13. Simon RP, Greenberg DA, Aminoff MJ. Disorders of Equilibrium: Benign Positional
Vertigo. Clinical Neurology. 7th Edition. New York: Lange Medical Books/McGraw-Hill
Medical Publishing Division; 2009. page 107 - 09
42
14. Bashiruddin J, vertigo posisi paroksisimal jinak. dalam : Soepardi EA, Iskandar N editor.
Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi keenam.
Jakarta: Balai Penerbit FK-UI.2007. hal 104-109
15. Hain, T. C. and Uddin, M. Pharmacological Treatment of Vertigo. CNS Drugs 2003; 17 (2):
85-100
16. Mardjono, M. Sidharta, P. Neurologi Klinis Dasar. Cetakan ke-13. Dian Rakyat. Jakarta.
2008.
17. Li JC, Epley J. Vertigo & Dizziness: Benign Paroxysmal Positional Vertigo. [online]
Updated: Mar 18, 2010. [terhubung berkala].
http://www.emedicine.medscape.com/article/884261-print [1 November 2012]
18. Hain TC. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. Vestibular Disorders Association (VEDA).
[online] Updated: Feb , 2003 . [terhubung berkala]. [1November 2012]
http://www.tchain.com/otoneurology/disorders/bppv/bppv.html
19. Benign Paroxysmal Positioning Vertigo. American Hearing Research Foundation. [online]
Updated: Nov , 2007. [terhubung berkala].
http://www.american-hearing.org/disorders/benign-paroxysmal-positional-vertigo bppv/
[1November 2012]
20. Anderson JH, Levine SC, sistem vestibulari. Dalam: Adams GL, Boies LR, Higler PA,
editor. Boies Buku Ajar Penyakit THT edisi keenam. Jakarta: EGC.1997.Hal 39-44
21. Campbell, William W. DeJong’s The Neurologic Examination. Ed ke-6. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins: 2005.
22. Labuguen RH. Initial Evaluation of Vertigo. American Family Physician 2006; 73: 244-251,
254.
23. Bradley WG, et al. Neurology in Clinical Practice: Principles of Diagnosis and
Management, 2nd ed. Newton: Butterworth-Heinemann; 1996.
24. Lalwani AK. Current Diagnosis and Treatment: Otolaryngology, Head and Neck Surgery,
2nd ed. USA: The Mc Graw Hill Companies; 2007.
25. Chang, Andrew K. Benign Positional Vertigo in Emergency Medicine Workup. Medscape
Reference 2011. [terhubung berkala]. http://emedicine.medscape.com/article/791414-
workup#a0721 [28 Oktober 2012].
43
26. Lindsay KW et al. Neurology and Neurosurgery Illustrated. Ed ke-5. Churchill Livingstone
Elsevier: 2010.
27. Ropper AH, Brown RH. Adams and Victor's Principles of Neurology. Ed ke-8. USA:
McGraw-Hill; 2005.
28. Samuels MA. Manual of Neurologic Therapeutics. Ed ke-7. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins; 2004.
29. Rolak LA. Neurology Secrets. Ed ke-4. Philadelphia: Elsevier Mosby; 2005.
30. Henry GL et al. Neurologic Emergencies: A Symptom-Oriented Approach. Ed ke-2. USA:
McGraw-Hill; 2003.
31. Gunawan SG et al. Farmakologi dan Terapi. Ed ke-5. Jakarta: Departemen Farmakologi
dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007.
32. Kee JL et al. Pharmacology: A Nursing Process Approach. Ed ke-5. St. Louis: Elsevier Inc;
2006.
33. Johnson J & Lalwani AK. Benign Paroxysmal Positional Vertigo. In : Lalwani AK, editor.
Current Diagnosis & treatment in Otolaryngology- Head & Neck Surgery. New York : Mc
Graw Hill Companies. 2006.
34. Johnson J & Lalwani AK. Vestibular Disorders. In : Lalwani AK, editor. Current Diagnosis
& treatment in Otolaryngology- Head & Neck Surgery. New York : Mc Graw Hill
Companies. 2007.
44