brain abses
DESCRIPTION
makalahTRANSCRIPT
ABSES OTAK
I. PENDAHULUAN
Abses otak adalah suatu infeksi fokal, ditandai dengan adanya proses sapurasi yang
terlokalisir pada parekim otak disebabkan oleh infeksi yang terjadi baik dari sekitar otak
maupun yang jauh dari otak. Abses otak yang sumber infeksinya berasal dari sekitar otak
misalnya otitis media, mastoiditis, infeksi gigi dan sinusitis paranasalis sedangkan yang
berasal dari fokus infeksi yang jauh dari otak, misalnya dari paru-paru, jantung, dan ginjal.
Abses otak juga dapat disebabkan langsung oleh karena fraktur kranii akibat trauma kapitis
ataupun bisa terjadi pasca pembedahan neurologi misalnya kraniotomi. Pada beberapa
kasus tidak diketahui sumber infeksinya. (1,2)
Umumnya, penyakit abses otak khususnya pada anak-anak merupakan komplikasi dari
meningitis bakterial, khususnya pada organisme dengan virulensi gram-negatif.
Bagaimanapun juga, 25 kasus yang dilaporkan bahwa periode abses otak pada anak tidak
sepenuhnya dari meningitis.(3)
Penyebab abses tergantung dari lokasi dan sumber infeksi. Mikroorganisme penyebab
abses otak meliputi bakteri, jamur dan parasit tertentu. Gejala klinis abses otak berupa
tanda-tanda infeksi pada umumnya yaitu demam, anoreksia, malaise, tanda-tanda
peninggian intrakranial serta gejala neurologik fokal sesuai lokasi abses. Kapsul yang tebal
dan berbagai mikrooganisme penyebab baik aerob, anaerob, campuran, jamur atau parasit
mempersulit pemilihan antibiotika yang akan digunakan.(2)
Walaupun fasilitas diagnostik dan pegobatan abses otak telah mengalami kemajuan,
mortalitas tetap tinggi. Diagnosis sering terlambat karena gejala abses otak tidak khas.
Tindakan operasi tdak selalu dapat dilakukan karena lokasi abses tidak dapat dicapai atau
adanya abses multipel. Kapsul yang tebal dan adanya barbagai mikroorganisme penyebab
aerob, anaerob, campuran, jamur atau parasit mempersulit pemilihan antibiotika yang
akan digunakan. Terapi abses otak terdiri dari pemberian antibiotik sesuai dengan kausa
1
infeksi dan tindakan pembedahan. Tindakan pembedahan tidak selalu dilakukan karena
lokasi abses tidak dapat dicapai atau adanya abses multipel.(2)
II. INSIDENS DAN EPIDEMIOLOGI
Angka kejadian yang sebenarnya dari abses otak tidak diketahui pasti, di Amerika Serikat
dilaporkan sebanyak 1500-2500 kasus abses otak tiap tahunnya dengan insidens 1 :
100.000 orang pertahun. Predisposisi dari otitismedia dan mastoiditis, sinus paranasalis,
infeksi piogenik di dada dan anggota tubuh lainnya, penetrasi trauma kepala atau prosedur
neurosurgical dan infeksi gigi. Abses otak jarang terjadi, hanya lebih kurang 2% dari semua
tindakan bedah otak. Kurang lebih 5% dari kasus-kasus penyakit jantung bawaan, terutama
tetralogi Fallot, memberi komplikasi abses otak.(1,4)
Laki-laki lebih sering daripada perempuan dengan perbandingan 2 : 1. Abses otak dapat
mengenai semua umur namun sering ditemukan pada usia dekade ketiga dan keempat.
Kasus pada anak jarang ditemukan dan di Indonesia belum banyak dilaporkan. Anak
dengan abses otak seringkali dihubungkan dengan kelainan jantung bawaan sianotik dan
infeksi otogenik. Keberhasilan mengetahui penyebab abses sangat dipengaruhi oleh cara
pembiakan. Di RRC terdapat 33.43% kasus yang menunjukkan biakan positif.(2,4)
Sedangkan Brook (1981) melaporkan bahwa pada 100% kasus menunjukkan
mikroorganisme pada biakan dan pada 12-30% kasus ditemukan lebih dari satu
mikroorganisme. Di Amerika dan imigran Amerika umumnya penyebab abses otak adalah
Taenia Solium (neurocysticercosis). Di India dan negara timur lainnya, infeksi mikobakterial
(tuberculoma) umumnya penyebab fokal lesi CNS.(1,2)
Kasus abses otak pada umumnya jarang ditemukan dalam populasi, namun kejadiannya
meningkat pada orang-orang dengan keadaan immunocompromaise seperti penderita HIV,
kanker, transplantasi organ dan sementara mendapat terapi obat yang bersifat
immunosupresif. Pada kasus demikian, penyebab utama bukan lagi bakteri piogenik
melainkan jenis jamur dan parasit seperti Toxoplasma gondii, Aspergillus spp, Nocardia spp,
dan Candida spp. Tingkat mortalitas abses otak kira-kira 10 – 15% dan bila abses ruptur ke
2
sistem ventrikuler maka tingkat mortalitasnya semakin tinggi hingga 80% sementara tingkat
morbiditas abses otak tergantung dari gangguan neurologi fokal yang diakibatkan. (1,4)
III. ETIOLOGI
Faktor penyebab meliputi kuman-kuman stafilokok, streptokok, eskerisia, pneumokok
dan sebagainya. Abses oleh Staphylococcus biasanya berkembang dari perjalanan otitis
media atau fraktur kranii. Bila infeksi berasal dari sinus paranasalis penyebabnya adalah
Bacteroides spp, Pseudomonas spp, Streptococcus aerob dan anaerob, Staphylococcus
aureus dan Haemophilus influenzae. Abses otak yang berasal dari infeksi gigi biasanya
disebabkan oleh Streptococci, Staphylococci, Bacteroides spp, dan Fusobacterium spp.(1,5)
Abses otak berasal dari beberapa sumber infeksi, yaitu fokus infeksi dekat. Penyebab
abses tergantung dari lokasi abses dan sumber infeksi. Abses oleh Streptococcus,
Pneumococcus, Fusobacterium, Corynebacterium, dan Peptococcus spp, sering merupakan
komplikasi infeksi paru. Abses otak pada penderita jantung bawaan sianotik umumnya oleh
Streptococcus anaerob sedangkan abses otak akibat trauma kepala pasca tindakan bedah
saraf biasanya disebabkan oleh Staphylococci, Enterobacteriaceae dan Pseudomonas.(1,2)
Penyebab radang bernanah jaringan otak antaranya Staphilococcus aureus,
Streptococcus, Escherichia coli. Bakteri yang tersering adalah Staphylococcus aureus,
Streptococcus anaerob, Streptococcus beta hemolyticus, Streptococcus alpha hemolyticus,
E. coli dan Baeteroides. Peradangan dapat menjalar kedalam otak dari otitis media,
mastoiditis, sinusitis, atau dari piemia yang berasal dari radang, abses didalam paru,
bronkiektasis, empiema, osteomielitis tengkorak, pada fraktur terbuka, trauma yang
menembus kedalam otak, tromboflebitis. Didalam otak mula-mula terjadi radang lokal
disertai sebukan leukosit polimorfonuklear. Disekeliling daerah yang meradang
berproliferasi jaringan ikat dan astrosit, yang membentuk kapsula. Jaringan yang rusak
mencair dan terbentuklah abses.(5)
Abses otak muncul dari peningkatan tekanan intrakranial dan infeksi sinus paranasalis
yang selalu disebabkan oleh mikroaerofilik dan organisme anaerob. Abses otak
berkembang dari hematogenesis dari mikroorganisme yang terinfeksi seperti hati, paru,
3
abdomen, dan traktus urinarius. Metastasis abses selalu multipel. Umumnya pada bayi dan
anak-anak adalah penyebab kelainan jantung bawaan dengan Tetralogo Fallot.(6,7)
IV. ANATOMI
Otak (encephalon) terletak dalam kavitas kranii. Otak berkembang dari sebuah tabung
yang mulanya memperlihatkan tiga gejala pembesaran otak awal yang disebut otak depan
(proencephalon), otak tengah (mesencephalon) dan otak belakang (rhombencephalon).
Proencephalon terdiri dari hemisferium serebri, korpus striatum dan thalami.
Rhombencephalon atau otak belakang terdiri dari metencephalon (pons dan serebelum)
dan medulla oblongata.(6,7)
Serebrum merupakan suatu bangunan bulat yang sebagian besar mengisi bagian depan
dan atas kavitas kranii yang masing-masing disebut fossa kranii anterior dan fossa kranii
media. Pada linea mediana terdapat suatu celah yang dalam, disebut fisura longitudinalis
serebri, yang memisahkan serebrum menjadi dua buah hemisferium serebri. Pada dasar
fisura tersebut kedua belah hemisferium serebri dihubungkan satu sama lain oleh komisura
alba sentralis yang disebut korpus kalosum. Struktur serebrum tersusun atas substansia
grisea (substansi kelabu), yang merupakan kumpulan nukleus dan substansia alba
(substansi putih) yang dibentuk oleh kumpulan serabut saraf mielin. (6,7)
Gambar 1Bongkah otak besar, Lobi Cerebri; tampak atas
(dikutip dari kepustakaan No.8)Permukaan hemisferium serebri tidak rata, melainkan berlekuk-lekuk yang disebabkan
oleh lekukan-lekukan irreguler, baik yang agak dalam (fissura) maupun yag dangkal (sulcus),
4
dan diantara lekukan-lekukan tadi terdapat bagian-bagian yang menonjol, disebut gyrus.
Lekukan-lekukan pada permukaan hemisferium serebri sinistra tidak sama dengan yang
terdapat hemisferium serebri dekstra, dan juga diantara hemisferium serebri yag satu
dengan yang lainnya tidak sama.(7)
Fisura-fisura dan sulkus-sulkus selanjutnya membagi otak dalam beberapa daerah atau
“lobus” yang letaknya sesuai dengan tulang yang berada diatasnya, antara lain lobus
frontalis, temporalis , parietalis dan oksipitalis. Fisura longitudinalis adalah celah dalam
bidang medial yang membagi serebrum menjadi hemisferium dekstra dan hemisferium
sinistra. Bagian dari duramater yaitu falks serebri menyelipkan dirinya pada fisura itu,
dengan cara yang sama bagian duramater lainnya yang disebut falks serebeli membagi
menjadi hemisferium dekstra dan sinistra. (6)
Sulkus lateralis atau fisura Sylvius memisahkan lobus temporalis dari lobus frontalis
(pada sebelah anterior) dan dari lobus parietalis pada sebelah posterior. Sulkus sentralis
atai fisura Rolandi memisahkan lobus frontalis dari lobus parietalis. Lobus oksipitalis
terletak dibelakang lobus parietalis dan bersandar pada tentorium serebeli yaitu lipatan
duramater yang memisahkan fossa kranialis media dengan fossa kranialis posterior.(6)
Korteks serebri merupakan lapisan paling superfisialis dari hemisferium yang tersusun
dari substansi grisea. Korteks serebri dibagi menjadi beberapa daerah, sebagian memiliki
fungsi motorik dan sebagiannya lagi mempunyai fungsi sensorik. Mesencephalon atau mid
brain (otak tengah) menghubungkan rhombencephalon (otak belakang) dengan
proencephalon (otak depan). Terdiri atas pars dorsalis yang membentuk lamina
quadrigemina dan corpora quadrigemina, dan bagian ventral yang bentuknya lebih besar,
disebut pedunculus cerebri. Didalam mesencephalon terdapat aquaeductus cerebri Sylvii
atau saluran yang sempit yang menghubungkan ventriculus tertius dengan ventriculus
quartus. (6,7)
Pons merupakan ventral dari metencephalon yang terletak diantara medulla oblongata
dan pedunculus cerebri dan berada disebelah ventral serebellum. Serebelum merupakan
suatu bagian suprasegmental otak dan mempunyai kaitan terutama dengan koordinasi
fungsi-fungsi otot somatik, control tonus otot dan pemeliharaan equilibrium. Serebellum
5
berada pada fasies posterior pons dan medulla oblongata terletak dalam fossa kranii
posterior Medulla oblongata merupakan bagian dari batang otak terletak didalam fossa
kranii posterior bersama-sama dengan pons dan serebelum.(7)
Nervus Cranialis
Nuklei motorik dan sensorik nervi kranialis merupakan penghubung untuk menerima
dan meneruskan impuls baik dari sentral (korteks serebri) maupun dari perifer. Serabut
motorik berakhir pada efektor dan serabut sensorik berawal pada reseptor. Dengan
demikian nervus kranialis mengandung komponen motorik dan sensorik. Ada 12 pasang
nervi kranialis, yaitu :(9)
1. N.olfaktorius
2. N.optikus
3. N.okulamotorius
4. N.trokhlearis
5. N.trigeminus
6. N.abdusens
7. N.fasialis
8. N.vestibulokokhlearis
9. N.glosofaringeus
10. N.vagus
11. N.asessorius
12. N.hipoglosus
Vaskularisasi
Encephalon mendapat suplai darah dari dua pasang arteri yakni arteri karotis interna
dan arteri vertebralis.(9)
)
6
Gambar 2Arteri-Arteri Otak dan Nervi Kraniales,tampak bawah
(Dikutip dari Kepustakaan No.8)
7
Gambar 3Ct Scan Otak Normal
(Dikutif dari Kepustkaan 10)
Gambar 4MRI Otak Normal
(Dikutif dari Kepustkaan 11)
8
Arteri karotis interna membentuk cabang, cabang-cabang utamanya adalah, a.oftalmika,
a.komunikans posterior dan a.koriodea anterior. Disebelah lateral dar kiasma optikum,
a.karotis interna bercabang membentuk a.serebri anterior dan a.serebri media. Arteri
vertebralis dekstra dan sinistra pada tepi kaudal pons akan bersatu menmbentuk a.basilaris
yang selanjutnya akan bercabang membentuk arteri serebri posterior.(7)
A.komunikans anterior, a.komunikans posterior, a.serebri anterior, a.serebri media dan
a.serebri posterior akan membentuk suatu lingkaran pembuluh darah arter yang
mengelilingi kiasma optikum, tuber cinereum dan fossa interpedunkularis yang disebut
circulus arteriosus willisii.(7)
V. PATOFISIOLOGI
Abses otak dapat terjadi melalui 3 cara :
1. Penyebaran langsung dari fokus infeksi disekitar otak seperti sinusitis paranasal, otitis
media, mastoiditis, atau infeksi pada gigi;
2. Penyebaran hematogen dari fokus infeksi yang letaknya jauh dari otak seperti jantung,
paru-paru, saluran pencernaan, dan saluran kemih;
3. Secara langsung seperti fraktur cranial akibat trauma kapitis dan tindakan pembedahan
neurologi (misalnya: operasi kraniotomi).(1)
Abses otak yang terjadi oleh penyebaran hematogen dapat terjadi pada setiap bagian
otak, tetapi paling sering pada pertemuan substansia alba dan grisea pada daerah otak
yang divaskularisasi a.serebri media yaitu daerah lobus frontalis dan parietalis sedangkan
abses yang disebabkan oleh penyebaran secara langsung biasanya berlokasi pada daerah
dekat permukaan lobus tertentu. Terjadinya abses dapat dibagi menjadi empat stadium,
yaitu :
a. Fase serebritis dini,
b. Fase serebritis lambat,
c. Pembentukan kapsul dini,
d. Pembentukan kapsul lambat.(1,2)
Organisme piogenik masuk kedalam otak melalui peredaran darah, penyebaran
langsung, komplikasi luka tembus, dan kelainan kardiopulmonal. Penyebaran melalui
9
peredaran darah dalam bentuk sepsis atau berasal dari radang fokal dibagian lain didekat
otak. Penyebaran langsung dapat melalui tromboflebitis, osteomielitis, infeksi telinga
bagian tengah, dan sinus paranasales. Mula-mula terjadi peradangan supuratif pada
jaringan otak (serebritis purulenta, ensefalitis septik).(4)
Biasanya terdapat dibagian substansia alba, karena bagian ini kurang mendapat suplai
darah. Proses peradangan ini membentuk eksudat, thrombosis septic pada pembuluh-
pembuluh darah, dan agregasi leukosit yang sudah mati. Didaerah yang mengalami
peradangan tadi timbul edema, perlunakan, dan kongesti jaringan otak disertai perdarahan
kecil. Dikeliling abses terdapat pembuluh-pembuluh darah dan infiltrasi leukosit. Mula-
mula dindingnya tidak begitu kuat, kemudian terbentuk dinding yang kuat membentuk
kapsul yang konsentris.(4)
Disekeliling abses terjadi infiltrasi leukosit polimorfonuklear, sel-sel plasma dan limfosit.
Seluruh proses ini memakan waktu lebih kurang 2 minggu. Abses dapat membesar,
kemudian pecah dan masuk kedalam ventrikulus atau ruang subaraknoid yang dapat
mengakibatkan meningitis. Jaringan otak normal umumnya resisten terhadap infeksi
adanya iskemia otak, nekrosis, atau hipoksia jaringan otak merupakan faktor
predisposisinya terjadinya invasi mikroorganisme.(1,4)
Abses otak akibat infeksi otogenik seperti mastoiditis dan otitis media dominan
terjadinya didaerah lobus temporalis dan serebelum sedangkan abses yang terjadi akibat
infeksi pada daerah sinus paranasalis serta infeksi gigi biasanya berlokasi di daerah lobus
frontalis. Abses otak bersifat soliter dan multipel, dua per tiga adalah soliter, hanya
sepertiga yang multipel. Abses yang multipel ditemukan pada abses otak yang terjadi
secara hematogen misalnya pada penyakit jantung bawaan sianotik seperti Tetralogi Fallot,
Patent Ductus Arteriosus, Atrium Septal Defect, dan Ventrikuler Septal Defect.(1)
Pada penyakit jantung bawaan sianotik dengan shunt atau pirau dari kanan ke kiri,
terutama terjadi pada anak yang berusia lebih dari 2 tahun, dikenal luas sebagai faktor
predisposisi abses otak. Pada penderita ditemukan polisitemia. Polisitemia memudahkan
terjadinya trombo-emboli, aliran darah menjadi lambat dan menyebabkan terjadinya infark
kecil didalam otak yang kemudian rentan terhadap bacterimia dan radang. Karena adanya
shunt dari kanan ke kiri maka aliran darah tidak difiltrasi oleh paru-paru sehingga langsung
10
masuk ke aliran darah sistemik dan kemudian menuju daerah infark, hal ini yang kemudian
berkembang menjadi abses otak. (1,2)
VI. DIAGNOSIS
1. Gambaran Klinis
Tidak ada gejala patognomonik untuk abses otak, gejala abses otak tergantung
dari lokasi abses, besar abses, virulensi organisme, derajat edema dan respons tubuh
terhadap infeksi. Gejala-gejala defisit neurologik bergantung pada lokasi dan luas abses,
antara lain defisit nervi kraniales, hemiparesis, refleks tendon meningkat, kaku kuduk,
afasia, hemianopia, nistagmus, dsb. (3,4)
Pada stadium awal gambaran klinik abses otak tidak khas,terdapat gejala-gejala
infeksi seperti demam, malaise, anoreksia dan gejala-gejala peninggian intrakranial
berupa muntah, sakit kepala dan kejang umum atau fokal, penglihatan kabur dan
akhirnya kesadaran menurun. Pada funduskopi tampak adanya edema papil. Dengan
semakin besarnya abses otak gejala menjadi khas berupa trias abses otak yang terdiri
dari gejala infeksi, peninggian tekanan intrakranial dan gejala neurologik fokal pada 50%
kasus.(1,3,4)
Pada stadium serebritis, terdapat sakit kepala, demam, letargi. Dan kejang. Tapi
sering pula tidak terlihat manifestasi klinis sehingga proses penyakitnya terlihat akibat
adanya lesi desak ruang. Gejala dapat menjadi progresif, terlihat dengan adanya
kelainan saraf lokal dan tekanan intrakranial yang meningkat. Sakit kepala, muntah dan
kesadaran mulai menurun dan disertai hemiparesis, hemianopia atau kelainan
neurologik lainnya. Walaupun gejala kilnis sering terlihat, adakalanya tidak terdapat
gejala selama beberapa waktu, keluhan hanya berupa demam yang hilang timbul, dan
serangan sakit kepala. (3)
Dalam perkembangannya, abses otak dapat melalui tiga fase, walaupun secara klinis
sulit dibedakan. Tiga fase tersebut yaitu :
a. Fase pertama adalah fase ensefalitis atau serebritis, dengan gejala demam,
mengantuk, sakit kepala, kaku dan kejang.
11
b. Fase kedua adalah fase pembentukan kapsul, dimana terjadi pada saat fase
pertama mulai menurun atau bertambah, yang terjadi beberapa hari sampai
beberapa minggu, namun abses tetap bertambah secara perlahan-lahan.
c. Fase yang ketiga adalah fase dekompresi serebral, dengan tekanan intrakranial
yang meninggi, kelainan fokal dan herniasi ulkus dengan penekanan batang otak,
edema papil, hemiparesis, hemianopia, yang lama-kelamaan masuk dalam
keadaan stupor dan gangguan vital.(3)
Gejala utama adalah sakit kepala yakni ditemukan pada 75%-90% penderita abses
otak, karakteristik sakit kepala pada abses otak atara lain terus-menerus, dull pain dan
dapat dirasakan pada sebagian atau seluruh kepala dan semakin progresif hingga sult
dihentikan dengan pengobatan. Gejala demam hanya ditemukan pada 50% kasus, ada
tidaknya demam tidak begitu membantu dalam diagnosis abses otak. Kejang fokal atau
umum ditemukan pada 15-35% penderita, umumnya kejang bersifat umum.(1,9)
Gejala neurologik fokal yang timbul sesuai dengan lokasi abses. Pada abses serebri
nyeri kepala terasa didaerah suboksipital dan belakang telinga.(1,4)
2. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan dilakukan seperti biasanya pada penyakit infeksi. Pada pemeriksaan
darah tepi, kadang tedapat leukositosis. Pada stadium awal, jumlah sel polimorfonuklear
lebih banyak, namun bila sudah terbentuk kapsul, maka jumlah limfosit akan lebih
banyak.(2,7)
Pemeriksaan cairan otak menunjukkan tanda-tanda radang akut, subakut atau
radang kronis, kadar protein meningkat. Tekanan liquor serebrospinal dapat meningkat.
Cairan serebrospinal biasanya bersifat jernih dan steril, kecuali bila abses pecah yang
akan menyebabkan terjadinya meningitis. Jumlah sel dapat normal atau sedikit
meninggi. (2,5)
3. Pemeriksaan Radiologi
Diagnosis abses otak dapat ditegakkan melalui pemeriksaan CT (Computerised
Tomography) scan dan MRI (Magnetic Resonance Imaging). Pemeriksaan CT scan dan
MRI hanya sebatas sebagai alat bantu.(1,2,3,9)
12
CT Scan
CT (Computerised Tomography) scan merupakan prosedur yang sangat
bermanfaat untuk memastikan diagnosis abses otak. Pada CT scan akan terlihat daerah
dengan densitas yang kurang. Bila sudah terbentuk kapsul akan dilingkari oleh daerah
dengan densitas yang lebih tinggi. Scanning otak menggunakan radioisotop technetium
dapat diketahui lokasi abses, darah abses memperlihatkan bayangan yang hipodens
daripada daerah otak yang normal dan biasanya dikelilingi oleh lapisan hiperdens. CT
scan selain mengetahui lokasi abses juga dapat membedakan suatu serebritis dengan
abses.(1,2,12)
Secara singkat, menurut stadium radiologiknya terbagi atas (13)
1. Stadium serebritis dini (early cerebritis)
a. Mungkin masih didapatkan gambaran normal
b. Sedikit gambaran lesi hipodens daerah subkortikal dengan batas yang tidak
terlalu jelas
c. Terdapat gambaran mass effect yang halus.
2. Stadium serebritis lambat (late cerebritis)
a. Gambaran hipodens dibagian tengah
b. Batas dengan pinggiran yang ireguler
c. Edema peripheral, peningkatan mass effect.
3. Stadium pembentukan kapsul dini (early capsule)
a. Gambaran hipodens dengan cincin yang tipis tapi tampak terang.
Bagian yang lebih dalam tampak lebih tipis, tampakan yang lebih tebal dapat
dilihat pada daerah korteks.
b. Mungkin ditemukan gambaran multioculated/ “daughter” abscesses.
c. Moderate vasogenic edema.
4. Stadium pembentukan kapsul lambat (late capsule)
a. Tampak cavitas, penebalan kapsul.
b. Edema dan mass effect tampak berkurang.
13
MRI
Magnetic Resonansi Imaging saat ini banyak digunakan, selain memberikan
diagnosis yang lebih cepat juga lebih akurat. MRI berguna untuk menentukan kepastian
lokasi abses pada otak. Pemeriksaan MRI untuk menegakkan diagnosis abses otak lebih
baik daripada pemeriksaan CT-scan terutama abses otak pada stadium dini. Pada
pemeriksaan MRI, T1W1 menampakkan gambaran lesi dengan daerah sentral lesi yang
hipointens yang dikelilingi oleh lingkaran tpis iso/hiperintens sedangkan pada T2W1
menampakkan daerah sentral lesi yang hiperintens yang dibatasi oleh kapsul yang
hipointens serta dikelilingi oleh daerah edema yang hiperintens.(1,2,14)
Secara singkat, menurut stadium radiologiknya terbagi atas (13)
1. Stadium serebritis dini (early cereritis)
a. T1W1 : batas yang kurang jelas, massa campuran hipo/hiperintens
b. T2W1 : massa hiperintens
2. Stadium serebritis lambat (late cerebritis)
a. T1W1 : hipointens dibagian tengah, dengan pinggiran yang iso/hiperintens.
b. T2W1 : hiperintens dibagian tengah, dengan pinggiran yang hipointens dan
edema hiperintens.
3. Stadium pembentukan kapsul dini (early capsule)
Batas yang jelas dengan tepi yang tipis.
4. Stadium pembentukan kapsul lambat (late capsule)
a. Tampak cavitas yang kolaps, penebalan kapsul.
b. Edema dan mass effect tampak berkurang.
5. Resolve Abscess
a. Hiperintens pada T2W1, FLAIR
b. Tampak gambaran cincin kecil yang tampak dalam beberapa bulan.
14
Gambar 3Abses otak di lobus temporal kiri. (a) CT Scan post kontras menunjukkan lesi ring-
enhancement di lobus temporal kiri. Pada lesi yang hipotens (b). T1W1 dan (c) hiperintens pada T2W1 dengan edema peripheral dan mass effect. (d) Post
kontras T1W1 menunjukkan lesi kistik ring-enhancement(dikutip dari kepustakaan 15)
15
4. Pemeriksaan Patologi Anatomi
Gambaran patologi anatomi dari jaringan otak pada penderita abses dapat dilihat
melalui pemeriksaan makroskopis dan mikroskopis. Pada pemeriksaan makroskopis
tampak nekrosis liquefaktive didaerah tengah lesi yang dikelilingi oleh kapsul fibrosa dan
edema. Tempat predileksi yang utama yaitu didaerah lobus parietalis, lobus frontalis dan
serebelum.
Gambar 4Gambar makroskopis dari otak.
Fotomirograf jaringan abses yang terdiri dari sel inflamatori seperti neutrofil, limfosit dan histiosit, dan nekrotik sel.(Haematoxylin dan Eosin,x2000)
(dikutip dari kepustakaan No.15)
Pada pemeriksaan mikroskopis didapatkan gambaran jaringan granulasi yang sangat
banyak dengan neovaskularisasi disekitar daerah nekrosis yang merupakan tanda edema
vasogenik. Kapsul kolagen diproduksi oleh fibrolast yang berasal dari dinding pembuluh
darah. Diluar kapsul fibrosa terdapat zona gliosis reaktiif dengan beberapa sel astrosit
gemistositik.(14)
16
VII. DIAGNOSA BANDING
1. Tumor Otak
Pada gambaran CT-scan tampak massa hipodens dengan batas yang ireguler dan
berbatas tegas; nekrosis dibagian tengah lesi dengan edema vasogenik peritumor serta
tampak adanya tanda-tanda pendesakan ruang yaitu pendorongan garis tengah otak dan
pendesakan ventrikuler. Resonansi magnetik memasuki jaringan otak dan menghasilkan
informasi yag dapat dihubungkan dengan luas lesi da infiltrasi ke parenkim sekitarnya yang
pada MRI tampak normal.(12,16)
Gambar 5CTscan potongan axial.
Tumor otak; Gliblastoma, memberikan gambaran lesi hipodense dangna ring-enhancement(dikutip dari kepustakaan No.15)
2. Infark Serebri
Pada gambaran CT-scan, tampak lesi hipodense tanpa kapsul, tapak sulcal effacement,
dan apabila daerah infark cukup luas biasanya disertai dengan mass effect.(17)
17
Gambar 6CT scan potongan axial
Infark serebri, memberikan gambaran lesi hipodense tanpa kapsul dan tampak sulcal-effacement
(dikutip dari kepustakaan No.17)
VIII. PENGOBATAN
Dasar pengobatan abses otak adalah mengurangi efek massa dan menghilangkan kuman
penyebabnya. Penatalaksanaan abses otak dapat dibagi menjadi terapi konservatif dan
terapi bedah. Terapi konservatif berupa pemberian antibiotika dan terapi bedah antara lain
berupa eksisi (aspirasi), drainase dan ekstirpasi.(2)
Black (1973) melaporkan bahwa nafsilin tidak dapat masuk kedalam abses, sedangkan
kloramfenikol, penisilin dan metasilin dapat masuk kedalam abses. Sefalosporin dan
aminoglikosida tidak dapat menembus kapsul, sedangkan linkomisin dan asam fusidat
dapat menembus kapsul. Ukuran abses penting dalam pengobatan antibiotika. Abses
dengan diameter antara 0,8-2,5 cm dilaporkan bisa sembuh dengan pemberian antibiotika.
Abses yang lebih besar memerlukan tindakan pembedahan. Tindakan tanpa operasi
biasanya dilakukan pada pederita dengan abses multipel atau bila lesinya kecil dan sulit
18
dicapai dengan operasi. Bila terdapat abses multipel, aspirasi abses yang besar tetap
dilakukan untuk menentukan jenis mikroorganisme dan uji resistensi. Kuman anaerob
memerlukan metronidasol sebagai pengobatannya. (2)
Tabel I. Antimikroba untuk terapi Abses Otak(9)
Sumber infeksi Mikroorganisme Penyebab Antimikroba
Abses dental Streptococci, Bacteroides
fragilis
Penisilin + metronidasol
Otitis media Bacteroides fragilis,
Pseudomons, proteus,
Kleibsiella
Cefotaxim atau cefriaxon
+ metronidasol;
ceftazidim atau cefepim
untuk Pseudomonas
Sinusitis Streptococci, Haemophillus,
Staphylococcus
Cefotaxim, ceftriaxon
atau nafsilin +
metronidasol
Trauma kapitis Staphylococcus,
Pseudomonas, Enterobacter,
Streptococci
Nafsilin atau vancomisin
+ ceftriaxon atau
cefotaxim + metronidasol
Endokarditis Streptococci, Staphylococcus,
flora campuran
Nafsilin atau vancomisin
+ ceftriaxon atau
cefotaxim + metronidasol
Penyakit Jantung
Bawaan
Streptococci Cefotaxim atau ceftriaxon
Infeksi Paru Nocardia, Bacteroides fragilis,
Streptococci, flora campuran
Penisilin + metronidasol +
trimetoprim-
sulfametoksasol
Infeksi HIV Toxoplasma gondii Pyrimethamin +
sulfadiasin + asam folinik
19
Pemberian antibiotika dilakukan secara parenteral dan diberikan selama minimal 4-8
minggu. Pemberian kortikosteroid diindikasikan bila ditemukan edema periabses, mass
effect, dan tanda-tanda peniggian intrakranial. Kortikosteroid berupa dexametason secara
intravena 16-24 mg/kgBB/hari yang dibagi dalam 4 dosis. Pemberian kortikosteroid dapat
mengurangi edema dalam waktu 8 jam, tetapi juga memiliki efek samping berupa
penekanan sistem imun dan menurunkan penetrasi antibiotika. Oleh karena itu,
pemberiannya dalam jangka waktu yang pendek, biasanya sampai dimungkinkan untuk
dilakukan operasi. (1,9)
IX. PROGNOSIS
Prognosis abses otak tergantung dari : (2)
a. Cepatnya diagnosis ditegakkan
b. Derajat perubahan patologis
c. Soliter atau multipel
d. Penanganan yang ade kuat
Pada umumnya, abses otak memiliki tingkat mortalitas yang tinggi yaitu sekitar 15%
walaupun di era saat ini didukung oleh teknik neuroimaging yang modern.(9)
Mortalitas lebih tinggi pada penderita yang menunjukkan perjalanan penyakit yang
cepat. Penderita dengan gejala lebih dari 2 minggu dan memperlhatkan abses berkapsul
mempunyai prognosis yang lebh baik. Keadaan umum penderita juga menentukan
prognosis. Penderita dalam keadaan koma preoperative mempunyai prognosis yang buruk.
Penderita dengan gangguan kekebalan mempunyai prognosis yang buruk. Keterlambatan
operasi dapat pula menyebabkan kematian. Kematian disebabkan oleh karena ruptur abses
kedalam ventrikel atau ruang subarakhnoid, herniasi atau sepsis. Adanya penyakit jantung
bawaan akan memperberat penderita. (2)
Separuh penderita yang sembuh memperlihatkan hemiparesis seangkan gangguan
kognitif mencapai 70%. Kejang dapat terjadi selama atau setelah pembentukan abses.
20
Pasca operasi terdapat serangan kejang pada 30-50% penderita. Bila kejang telah terjadi
preoperatif umumnya selalu terjadi pasca operasi. Kejang dapat terjadi setelah 4 tahun
pengobatan. Diantara penderita yang mengalami kejang pasca operas, 50% berupa kejang
umum dan 30% menunjukkan epilepsi parsial kompleks atau epilepsi fokal. Sebanyak 8-
10% penderita mengalami yang berulang, umumnya abses dalam 6-24 minggu pertama.(2)
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Kasper LD. et al, Brain Abscess. In : Harrison’s Prinsiples of Internal Medicine. 16th eds.
United States of America, McGraw Hill, 2005.p.2485-2486.
2. Supatra N, Abses Otak pada Penyakit Jantung Bawaan Sianotik. In : Dexa Media Jurnal
Kedokteran dan Farmasi. Volume 19. Jakarta, Dexa Medica Group, 2006. p. 127-129.
3. Volpe JJ, Brain Abscess Intracranial Infection. In : Neurologi of the Newborn. Fourt
edition. Philadelphia, Saunders Elsevier, 2001.p.798-803.
4. Harsono, Ensefalitis Bakterial. In : Buku Ajar Neurologi Klinis. Yogyakarta, Gadjah Mada
University Press, 2005. p. 171-173.
5. Harsono, Ensefalitis. In : Kapita Selekta Neurologi. Edisi Kedua. Yogyakarta, Gadjah Mada
University Press, 2005.p.l55,156.
6. Pearce EC, Susunan Saraf Pusat. In : Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta, PT
Gramedia Pustaka Utama, 2002. p.281-283
7. Luhulima JW, Susunan Saraf Pusat. In : Anatomi Susunan Saraf Pusat. Makassar, Bagian
Anatomi FKUNHAS, 2003. p. 1,14,21,28,34,54,78,88,89.
8. Putz R. et al, Enchepalon. In : Atlas Anatomi Sobotta Jilid 1. Edisi 21. Jakarta, EGC,
2000.p.281,288.
9. Goldman L. et al, In : Cecil Medicine. 23rd eds. Philadelphia, Saunders Elsevier, 2008.
p.2772-2773
10. Normal CT Scan, Avalaibel at http://www.crash.lshtm.ac.uk/other%20Docs/normal.jpg
(25-8-2009)
11. Micheau Antoine, Denis Hoa MD, Atlas of Brain MRI Cross-Sectional Anatomy, avalaibel
at http://www.imaios.com/en/e-Anatomy/Brain-neuroanatomy-MRI. (25-8-2009;23:32)
12. Kim YJ. et al. Brain Abscess and Necrotic or Cystic Brain Tumor: Discrimanation
with Signal Intensity on Diffusion-Weighted MR Imaging. AJR 1998;171:1487-1490.
13. Osborn AG. et al, In : Pocket Radiologist Brain 100 Top Diagnoses. China, AMIRSYS, 2003.
p.33-35.
14. Haimes AB. et al, MR Imaging of Brain Abscess. AJR 1989;152:1037-1085.
22
15. Lee EJ. et al, Unusual Findings In Cerebral Abscess. BJR 2006;79:e156-e161.
16. Stevens EA. et al, Computed Tomographic Brain Scanning In Intraparenchymal Pyogenic
Abscesses. AJR 1978;130:111-114
17. Ahuja AT. et al, Central Nervous System. In : Case Studies In Medical Imaging.
Cambridge, Cambridge University Press, 2006.p. 95,96,115.
23