bronkiolitis derajat sedang
TRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
Bronkiolitis adalah penyakit saluran pernafasan akibat inflamasi pada
bronkiolus terminalis yang disertai obstruksi saluran pernafasan kecil.1 Menurut
UK Delphic2, bronkiolitis adalah penyakit virus musiman yang ditandai dengan
demam, pilek encer, hidung tersumbat, dan batuk, di mana pada pemeriksaan fisik
mungkin didapatkan ronkhi halus dan/atau mengi.
Bronkiolitis umumnya terjadi pada anak usia 2-24 bulan, dengan insiden
tertinggi pada umur 6 bulan.1,3 75% bronkiolitis terjadi pada anak di bawah umur
satu tahun dan jarang mengenai anak di atas satu tahun.1 Kejadiannya pada anak
laki-laki lebih banyak dari perempuan dengan perbandingan 1,5 : 1.4 Penyakit ini
menimbulkan morbiditas infeksi saluran nafas bawah terbanyak pada anak. Gejala
bronkiolitis pada bayi menunjukkan gejala yang berat pada sebagian besar kasus
(70%) sehingga memerlukan perawatan di rumah sakit, sedangkan sisanya
biasanya dapat dirawat di poliklinik.5 Insidensi tertinggi terjadi selama musim
dingin dan awal musim semi.6 Penyakit ini terjadi secara sporadik dan endemik.
Faktor-faktor resiko yang berhubungan dengan onset dini dari penyakit ini dan
kemungkinan membutuhkan perawatan intensif adalah berat badan lahir rendah,
prematuritas, sosio-ekonomi rendah, hidup di daerah padat, orang tua perokok,
tidak diberikannya ASI ekslusif, dan perawatan harian yang kurang.3,5
Penyebab bronkiolitis terbanyak adalah Respiratory syncytial virus (RSV),
kira-kira 45-55% dari total kasus. Sedangkan virus lain seperti parainfluenza
virus, rhinovirus, adenovirus, dan enterovirus sekitar 20%. Bakteri dan
mikoplasma sangat jarang menyebabkan bronkiolitis pada bayi.1,5 Terjadinya
bronkiolitis sebagian besar disebabkan oleh infeksi saluran nafas yang ditularkan
melalui infeksi droplet sekret hidung dan sangat menular pada hari ke-6 sampai
hari ke-21 setelah gejala muncul. Infeksi primer oleh virus RSV biasanya tidak
menimbulkan gejala klinik, tetapi infeksi sekunder pada anak tahun-tahun pertama
kehidupan akan bermanifestasi berat oleh karena imunitas yang dihasilkan tidak
bertahan lama. Infeksi ini pada orang dewasa tidak menimbulkan gejala klinis.
1
RSV dapat hidup pada area terkontaminasi sampai 6 jam sehingga meningkatkan
kejadian nosokomial.5
Virus RSV akan melakukan kolonisasi dan replikasi di mukosa bronkiolus
terminalis. Hal ini menyebabkan nekrosis epitel bersilia yang dilanjutkan dengan
proliferasi sel-sel tidak bersilia (limfosit, sel plasma, dan makrofag) di daerah
peribronkial. Akibat dari proliferasi sel-sel tersebut menyebabkan terjadinya udem
dan kongesti sub-mukosa, plugging bronkiolus oleh mukus dan debris seluler,
serta gangguan klirens mukosilia. Hal ini berlanjut pada penyempitan saluran
respiratorik sehingga kapasitas residu fungsional meningkat, compliance paru
menurun, tahanan saluran respiratorik meningkat, dead space meningkat, dan
pirau meningkat. Pada akhirnya, hal ini akan bermanifestasi dengan usaha nafas
yang meningkat, terjadi perubahan pertukaran gas, di mana O2 menurun dan CO2
meningkat.1
Gejala klinis dari bronkiolitis adalah distres pernafasan yang ditandai oleh
sesak nafas, mengi, batuk paroksimal, iritabel, dan minum menurun. Ekpirasi
memanjang dan mengi kadang-kadang terdengar dengan jelas. Gejala ini biasanya
didahului oleh infeksi saluran nafas ringan beberapa hari sebelumnya, berupa
pilek encer, batuk, bersin-bersin, dan kadang-kadang demam yang bersifat sub-
febril. Pada pemeriksaan fisik, terjadi distres pernafasan dengan takipnea, terdapat
nafas cuping hidung, penggunaan otot pernafasan tambahan, retraksi, dan kadang-
kadang sianosis. Retraksi biasanya tidak dalam karena adanya hiperinflasi paru
(terperangkapnya udara dalam paru). Hepar dan lien bisa teraba karena terdorong
diafragma akibat hiperinflasi paru. Mungkin terdengar ronki pada akhir inspirasi
dan awal ekpirasi.1,5,7
Diagnosis bronkiolitis ditentukan berdasarkan gejala klinis dan beberapa
pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang dapat mengkonfirmasi diagnosis
dan memprediksi perjalanan penyakit. Pemeriksaan baku emas adalah usapan
nasofaring untuk biakan RSV. Rapid RSV test seperti Elisa dan direct fluorescent
antibody staining memiliki sensitifitas dan spesifisitas 90%. Pemeriksaan serologi
terbatas karena perlu waktu 7-10 hari untuk serokonversi setelah inokulasi. Pada
foto dada mungkin menunjukkan hiperinflasi, penebalan peribronkial, infiltrat
2
interstisial, dan atelektasis, tapi pada 10% foto dada menunjukkan hasil yang
normal.1,5,8
Prinsip penatalaksanaan dari bronkiolitis adalah suportif yaitu oksigenasi,
nutrisi, hidrasi yang adekuat, dan memantau komplikasi. Pemberian oksigen dapat
membantu mengurangi hipoksemia. Terapi cairan diberikan pada pasien dengan
nafsu makan dan minum yang berkurang dan pada pasien yang kondisinya lemah.
Obat-obatan yang sering diberikan adalah bronkodilator, glukokortikoid, dan
antibiotik. Penggunaan bronkodilator β2-agonis masih kontroversial. Penelitian
Klassen dkk1 menggunakan rancangan double blind mendapatkan hasil bahwa
penggunaan salbutamol pada pasien bronkiolitis dapat memperbaiki keadaan
klinis pasien. Penggunaan glukokortikoid juga masih kontroversi, tetapi injeksi
deksametason bersamaan dengan inhalasi salbutamol dapat memperbaiki keadaan
klinis. Antibiotika diberikan spektrum luas. Penggunaan antibiotika kurang
rasional, tetapi karena sulitnya diagnosis untuk mengidentifikasi virus penyebab
dan ketidakpastian tentang penyebabnya, maka antibiotika dapat diberikan.1,3,5
Prognosis pasien dengan bronkiolitis biasanya baik. Kematian terjadi
kurang 1-4% dari seluruh penderita. Kematian biasanya disebabkan oleh karena
apneu berkepanjangan, dehidrasi berat, atau bila ada kelainan seperti penyakit
jantung bawaan dan imunodefisiensi.1
3
BAB 2
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas Pasien
Nama : GPAW
Tempat, tanggal lahir : Gianyar, 19 Maret 2011
Umur : 8 bulan, 17 hari
Alamat : Banjar Dinas Metra Kelod, Tembuku, Bangli
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Hindu
Suku Bangsa : Bali, Indonesia
Tanggal MRS : 4 Desember 2011 (06.00)
Tanggal Pemeriksaan : 6 Desember 2011 (10.00)
2.2 Keluhan Utama
Sesak Nafas
2.3 Heteroanamnesis
(dilakukan pada ayah dan ibu pasien pada 6 Desember 2011, pukul 10.00 WITA)
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang diantar oleh kedua orang tuanya dan dikeluhkan sesak nafas
sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit (3 Desember 2011). Sesak dimulai pada
pagi hari dan sempat diberikan pengobatan di poliklinik. Sesak sempat berkurang
tetapi sesak muncul kembali pada sore hari dan makin memberat sepanjang
malam. Sesak tidak berkurang dengan perubahan posisi. Sesak disertai dengan
suara grok-grok dan ngik-ngik, dan pasien terlihat seperti sulit mengeluarkan
nafas. Sesak dikatakan tidak dicetuskan oleh debu, bulu binatang, serbuk bunga,
makanan, dan aktivitas.
Pasien juga dikeluhkan batuk berdahak, berwarna bening, dan tidak
berdarah sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit (3 Desember 2011). Batuk
disertai sesak nafas yang terjadi beberapa saat kemudian. Batuk terjadi terus-
menerus dan lebih berat pada malam hari.
4
Selain itu, pasien juga dikeluhkan pilek dengan sekret yang bening sejak 3
hari sebelum masuk rumah sakit (1 Desember 2011). Konsistensi sekret tidak
terlalu kental dan tidak terdapat darah. Keluhan ini disebutkan menetap dan tidak
mengalami perbaikan selama 3 hari.
Sejak sakit, nafsu makan dan aktivitas pasien menurun. Pasien juga
tampak lebih rewel dan cengeng dibandingkan biasanya. Namun demikian, pasien
tetap mau minum air putih dan susu.
Keluhan demam pada pasien disangkal.
Buang air besar dan buang air kecil pasien dikatakan normal dan tidak ada
perubahan dari biasanya.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien pernah mengalami sesak nafas yang disertai dengan panas badan
saat 2 minggu sebelum masuk rumah sakit.
Riwayat Keluarga:
Tidak ada anggota keluarga pasien yang memiliki keluhan yang sama
seperti pasien. Riwayat alergi pada keluarga disangkal.
Riwayat Sosial:
Pasien tinggal di lingkungan yang cukup padat, di mana dalam satu
pekarangan rumah terdapat 3 kepala keluarga dengan jumlah 14 orang.
Lingkungan di sekitar rumah dikatakan bersih. Dikatakan salah satu anggota
keluarga pasien ada yang merokok.
Riwayat Persalinan:
Pasien lahir dengan operasi SC dengan berat badan lahir 2600 gram,
sedangkan panjang badan lahir ibu pasien lupa. Saat lahir, pasien langsung
menangis dan tidak ada kelainan.
5
Riwayat Imunisasi:
Lengkap sesuai dengan umur pasien:
a. BCG : 1 x usia 0 bulan
b. Polio : 4 x usia 0, 2, 4, 6 bulan
c. Hepatitis B : 3 x usia 0, 1, 4 bulan
d. DPT : 3 x usia 2, 4, 6 bulan
Riwayat Nutrisi:
a. ASI : dari lahir sampai sekarang
b. Susu Formula :
1) Susu bendera : 0 bulan – 5 bulan
2) SGM : 5 bulan – sekarang
c. Bubur Susu : 6 bulan – sekarang
Riwayat tumbuh kembang:
a. Menegakkan kepala : ± 3-4 bulan
b. Membalikkan badan : ± 4-5 bulan
c. Duduk : ± 7 bulan
d. Merangkak : 9 bulan
2.4 Pemeriksaan Fisik
Status Present:
KU : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Nadi : 128 kali/menit
Respirasi : 64 kali/menit, ekspirasi memanjang
Suhu Axilla : 36,5ºC
Berat Badan : 7,2 kg
Panjang Badan : 64 cm
Berat Badan Ideal : 7,1 kg
Lingkar Kepala : 46 cm
Lingkar Lengan Atas : 17 cm
6
Status Gizi : 98,6% (menurut waterlow)
Status General:
Kepala : Normocephali, UUB datar dan belum menutup
Mata : Konjungtiva pucat -/-, sklera kekuningan -/-, refleks pupil +/+
THT :
Telinga : Sekret (-)
Hidung : Nafas cuping hidung (-), sekret (+), sianosis (-), mukosa
hidung hiperemi (-), darah kering (-)
Tenggorokan : Faring hiperemi (-), tonsil T1/T1 hiperemi (-)
Mulut : Mukosa bibir (+), bibir merah muda (+), sianosis (-), lidah kotor (-)
Leher : Benjolan (-) Pembesaran kelenjar getah bening (-), kaku kuduk (-)
Thoraks :
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis teraba di apeks (ICS IV midklavikula line sinistra),
kuat angkat (-), trill (-)
Auskultasi : S1S2 normal reguler murmur (-)
Paru
Inspeksi : Bentuk thoraks simetris, gerakan dada simetris saat aktif
maupun pasif, retraksi (+) subcostal dan intercostal
Palpasi : Gerakan dada simetris
Auskultasi : Bronkovesikular +/+, rhonki -/-, wheezing +/+
Abdomen
Inspeksi : Distensi (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba, turgor kulit < 2 detik
Ektremitas
Inspeksi : Sianosis (-), edema (-), petekie (-)
Palpasi : Akral hangat ++++
Kelainan Neurologis : Tidak ada kelainan
Anus dan genitalias : Tidak ada kelainan
7
2.5 Diagnosis Kerja
Bronkiolitis Derajat Sedang
2.6 Diagnosis Banding
a. Asma bronkial
b. Pneumonia
2.7 Pemeriksaan Penunjang
Darah Lengkap (3 Desember 2011)
TES HASIL UNIT NORMAL
WBC 7,2 10^3/μL 3,6 – 10,0
LYM 3,1 10^3/μL 1,0 – 4,4
MID 0,6 10^3/μL 0,0 – 1,5
GRA 3,5 10^3/μL 1,8 – 7,7
LYM% 42,8 (H) % 25,0 – 40,0
MID% 8,5 % 0,0 – 14,0
GRA% 48,7 (L) % 50,0 – 70,0
RBC 4,22 (L) 10^6/Μl 4,40 – 5,90
HGB 10,0 (L) g/dL 13,2 – 17,3
HCT 30,9 (L) % 40,0 – 52,0
MCV 73,2 (L) fL 84,0 – 96,0
MCH 23,7 (L) pg 28,0 – 34,0
MCHC 32,4 g/dL 32,0 – 36,0
RDW 15,1 (H) % 11,5 – 14,5
PLT 488 (H) 10^3/μL 150 – 440
MPV 7,2 (H) fL 0,0 – 0,0
2.8 Planning Diagnostik
a. Pemeriksaan laboratorium: Analisis gas darah, kimia darah
b. Radiologi: Foto thorax AP – Lateral
c. Kultur RSV
8
2.9 Planning Terapi
a. O2 2 liter/menit
b. Terapi cairan 720 cc/hari
IVFD D5 1/2NS 10 tetes/menit
c. Ventolin nebule ½ ampul ~ 1,25 mg
+ NaCl 0,9% s/d 4 cc @ 8 jam
d. Dexamethasone 3 x 1/3 ampul ~ 3 x 1,7 mg
e. Ataroc syrup 3 x ½ cth
f. Cefotaxime 3 x 250 mg
2.10 Planning Monitoring
a. Keluhan
b. Vital sign
c. Tanda-tanda dehidrasi
d. Tanda-tanda syok
2.11 Planning Edukasi
a. Menghindari faktor paparan asap rokok dan polusi udara
b. Membiasakan cuci tangan
c. Menghindarkan bayi/anak kecil dari tempat keramaian umum
d. Pemberian ASI
e. Menghindarkan bayi/anak kecil dari kontak dengan penderita ISPA.
9
BAB 3
PEMBAHASAN
3.1 Epidemiologi
Pasien, inisial GPAW, laki-laki, umur 8 bulan, 17 hari, mengidap
bronkiolitis. Hal ini sesuai dengan teori,1,3,4 di mana bronkiolitis umumnya terjadi
pada anak usia 2-24 bulan dan kejadiannya lebih sering pada laki-laki
dibandingkan dengan perempuan.
Faktor-faktor resiko pada bronkiolitis adalah berat badan lahir rendah,
prematuritas, dan tidak diberikannya ASI eksklusif.3,5 Pasien lahir cukup bulan
dengan berat badan 2600 gram dan diberikan ASI eksklusif dari lahir sampai
umur 6 bulan. Faktor resiko lainnya seperti faktor sosio-ekonomi, hidup di daerah
padat, dan keluarga perokok juga berperan dalam terjadinya bronkiolitis.3,5
Sebagian dari faktor resiko tersebut terdapat pada pasien. Pasien tinggal dalam
satu pekarangan rumah yang terdapat 3 kepala keluarga dengan jumlah 14 orang
dan dikatakan salah satu anggota keluarga pasien ada yang merokok.
3.2 Gejala Klinis
Gejala klinis dari bronkiolitis adalah distres pernafasan yang ditandai oleh
sesak nafas, mengi, batuk paroksimal, iritabel, dan minum menurun.1,5,7 Gejala-
gejala ini didapatkan pada pasien. Pasien mengalami sesak nafas yang disertai
dengan suara ngik-ngik dan grok-grok. Pasien juga tampak lebih rewel dan
cengeng dibandingkan dengan biasanya. Pada saat sesak dikatakan pasien tidak
mau minum. Gejala ini biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas ringan
beberapa hari sebelumnya, berupa pilek encer, batuk, bersin-bersin, dan kadang-
kadang demam yang bersifat sub-febril.1,5,7 Hal ini juga terjadi pada pasien di
mana keluhan pasien diawali dengan pilek 3 hari sebelum masuk rumah sakit.
Pilek diikuti dengan batuk berdahak yang terjadi 1 hari sebelum masuk rumah
sakit. Keluhan demam pada pasien ini disangkal.
10
3.3 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada bronkiolitis menunjukkan tanda-tanda distres
pernafasan yaitu takipnea, terdapat nafas cuping hidung, retraksi (interkostal
subkostal, substernal), dan kadang-kadang sianosis.1,5,7 Kondisi ini juga ditemukan
pada pasien, di mana frekuensi nafas pasien 64 kali/menit. Dalam keadaan
normal, frekuensi nafas pada bayi umur 2 bulan-1 tahun adalah 30-60 kali/menit,
jadi pada pasien terjadi peningkatan frekuensi nafas. Pada inspeksi thoraks,
didapatkan retraksi subkostal dan interkostal minimal. Nafas cuping hidung tidak
ditemukan pada pasien. Selain itu, kebiruan pada tubuh pasien juga tidak
ditemukan.
Pada beberapa kasus bronkiolitis yang berat, hepar dan lien bisa teraba
karena terdorong diafragma akibat hiperinflasi paru.1,5,7 Pada pasien ini, hepar dan
lien tidak teraba.
Auskultasi paru pada pasien bonkiolitis, mungkin terdengar ronki pada
akhir inspirasi dan awal ekpirasi. Ekpirasi memanjang dan mengi kadang-kadang
terdengar dengan jelas.1,5,7 Hal ini juga ditemukan pada pasien, di mana terdengar
wheezing pada kedua lapang paru dengan ekspirasi yang memanjang. Sedangkan,
suara ronchi tidak ditemukan.
3.4 Diagnosis
Diagnosis bronkiolitis ditentukan berdasarkan gejala klinis dan dibantu
dengan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan
pada penderita bronkiolitis adalah usapan nasofaring, serologi, darah tepi, dan
foto dada. Usapan nasofaring untuk biakan RSV adalah baku emas.1,5,8 Untuk
menilai kegawatan penderita, dapat ditentukan derajat beratnya penyakit. Derajat
penyakit dapat dilihat pada pada lampiran.1
Pada pasien, dari temuan klinis didapatkan gejala dan tanda-tanda yang
sesuai dengan bronkiolitis. Pada pasien ditemukan frekuensi respirasi di atas
ambang batas yaitu 64 kali/menit, ditemukan retraksi subkostal dan interkostal,
pemanjangan fase ekspirasi, tidak merintih, serta tidak terdapat sianosis. Jadi,
berdasarkan derajat beratnya penyakit, pasien termasuk dalam bronkiolitis derajat
sedang. Pada pasien telah dilakukan pemeriksaan darah lengkap pada tanggal 3
11
Desember 2011. Darah lengkap jarang bermanfaat karena sel darah putih pada
umumnya di dalam batas normal atau naik dan hitung jenis mungkin normal atau
bergeser ke kanan atau kiri. Pada pasien, didapatkan sel darah putih masih dalam
batas normal, yaitu 7,2 x 10 ^3/μL. Pemeriksaan penunjang lain pada pasien
belum dilakukan, sehingga untuk rencana diagnostik selanjutnya, dapat dilakukan
pemeriksaan analisis gas darah, kimia darah, foto thoraks AP – Lateral, dan kultur
RSV.
3.5 Diagnosis Banding
Diagnosis banding bronkiolitis adalah asma bronkiale, pneumonia, gagal
jantung, aspirasi benda asing, bronkomalasia, vascular ring, dan fibrosis kistik.1
Diagnosis banding yang paling mungkin pada pasien ini adalah asma bronkiale
dan pneumonia.
Bronkiolitis sering sulit dibedakan dengan asma. Perbedaan bronkiolitis
dan asma dapat dilihat pada lampiran.9 Pasien berumur 8 bulan, sehingga dari
predileksi umur, pasien lebih cenderung ke arah bronkiolitis dibandingkan dengan
asma. Bronkiolitis sering terjadi pada umur kurang dari 2 tahun, sementara asma
terjadi pada umur lebih dari 2 tahun. Pasien sempat mengalami sesak berulang,
tapi sesak yang terjadi tidak bersifat episodik atau kronik, dan tidak disebabkan
oleh pajanan terhadap pencetus. Pasien juga mengalami infeksi saluran pernafasan
atas berupa batuk dan pilek. Bronkiolitis selalu didahului oleh infeksi saluran
pernafasan atas, sementara pada asma tidak selalu terjadi. Riwayat atopi dan alergi
pada keluarga disangkal sehingga diagnosis pasien lebih mengarah ke bronkiolitis.
Diagnosis banding lainnya adalah penumonia. Gejalanya terlihat mirip
dengan bronkiolitis, yaitu ada nafas cepat, sesak, dan retraksi dinding dada.1 Pada
pneumonia biasanya pasien sulit saat menarik nafas, sedangkan pada bronkiolitis
kesulitannya pada saat mengeluarkan nafas.10,11 Pada pasien, terjadi ekspirasi
memanjang yang menandakan adanya kesulitan dalam mengeluarkan nafas. Selain
itu, dari segi umur juga dapat dibedakan, yakni bronkiolitis hanya terjadi anak
yang berumur kurang dari 2 tahun, sedangkan insiden puncak pneumonia terjadi
pada umur 1-5 tahun.10,11 Umur pasien pada kasus adalah 8 bulan.
12
3.6 Tatalaksana
Prinsip penatalaksanaan dari bronkiolitis adalah suportif berupa
oksigenasi, nutrisi, hidrasi, dan memantau komplikasi.1,3,5 Pada kasus, pasien
diberikan oksigen 2 liter/menit saat sesak. Pasien juga diberikan hidrasi yang
adekuat dengan pemberian cairan intravena 10 tetes/menit.
Obat-obatan yang diberikan adalah bronkodilator, glukokortikoid, dan
antibiotik. Walaupun masih kontroversi, di Sub-Bagian Respirologi RSUP
Sanglah diberikan salbutamol dengan dosis 0,05 – 0,1 mg/kgBB/kali, setiap 6
jam.1 Pada kasus, pasien diberikan ventolin nebule sebanyak ½ ampul 3 kali
dalam sehari. Ventolin mengandung salbutamol, di mana 1 ampul mengandung
dosis 2,5 mg. Jadi pasien mendapatkan salbutamol sebanyak 1,25 mg tiap 3 kali
pemberian dalam sehari. Sedangkan menurut teori, salbutamol diberikan dalam
dosis 0,05 – 0,1 mg/kgBB/kali, setiap 6 jam. Jadi, jika berdasarkan teori, pasien
diberikan salbutamol sebanyak 0,72 mg tiap 4 kali pemberian dalam sehari.
Penggunaan glukokortikoid, walaupun masih kontroversi, di sub-bagian
respirologi RSUP Sanglah, diberikan deksametason dengan dosis bolus 1
mg/kgBB, diikuti dengan dosis 0,5 – 1 mg/kgBB/hari diberikan setiap 8 jam.1
Pada kasus, pasien diberikan deksametason sebanyak 3 x 1/3 ampul. Pada 1 ampul
deksametason berisi dosis 5 mg. Berarti, pasien mendapatkan deksametason
dengan dosis 1,7 mg tiap 3 kali pemberian dalam sehari. Menurut teori,
deksametason diberikan dengan dosis bolus 1 mg/kgBB, diikuti dengan dosis 0,5
– 1 mg/kgBB/hari diberikan setiap 8 jam. Jadi, jika berdasarkan teori, pasien
diberikan deksametason dengan dosis bolus 7,2 mg, diikuti dengan dosis 7,2
mg/hari dengan dosis 2,4 mg tiap 3 kali pemberian dalam sehari.
Penggunaan antibiotika pada bronkiolitis masih kontroversi. Walau masih
kontroversi, di Sub Bagian Respirologi RSUP Sanglah diberikan antibiotik
ampisilin 100 mg/kgBB/hari setiap 6 jam.1 Pada pasien, diberikan antibiotik
cefotaxime 3 x 250 mg dalam sehari. Sedangkan menurut teori, diberikan
ampisilin 100 mg/kgBB/hari setiap 6 jam, jadi, jika berdasarkan teori, pasien
diberikan ampisilin 720 mg/hari dengan dosis 180 mg tiap 4 kali pemberian dalam
sehari.
13
BAB 4
KESIMPULAN
Bronkiolitis adalah penyakit saluran pernafasan akibat inflamasi pada
bronkiolus terminalis yang disertai obstruksi saluran pernafasan kecil. Bronkiolitis
umumnya terjadi pada anak usia 2-24 bulan, dengan insiden tertinggi pada umur 6
bulan.
Gejala klinis dari bronkiolitis ditandai oleh sesak nafas, mengi, batuk
paroksimal, iritabel, dan minum menurun. Ekpirasi memanjang dan mengi
kadang-kadang terdengar dengan jelas. Gejala biasanya didahului oleh infeksi
saluran nafas berupa pilek encer, batuk, bersin-bersin, dan kadang-kadang demam.
Pada pemeriksaan fisik, terjadi distres pernafasan dengan takipnea, terdapat nafas
cuping hidung, retraksi, dan kadang-kadang sianosis.
Diagnosis bronkiolitis ditentukan berdasarkan gejala klinis dan beberapa
pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan baku emas adalah usapan nasofaring untuk
biakan RSV.
Prinsip penatalaksanaan dari bronkiolitis adalah suportif yaitu oksigenasi,
nutrisi, hidrasi yang adekuat, dan memantau komplikasi. Penggunaan obat-obatan
seperti bronkodilator, kortikosteroid, dan antibiotik masih kontroversi.
Prognosis pasien dengan bronkiolitis biasanya baik. Kematian terjadi
kurang 1-4% dari seluruh penderita yang disebabkan oleh karena apneu
berkepanjangan, dehidrasi berat, atau bila ada kelainan seperti penyakit jantung
bawaan dan imunodefisiensi.
14
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim. Pedoman Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Denpasar:
Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar; 2011.
2. Bush A, Thomson AH. Acute Bronchiolitis. BMJ. 2007: 335; 1037-1041.
3. DeNicola LK, Gayle MO. Bronchiolitis. Jacksonville Medicine. 1998: 24; 1-
12.
4. DeNicola LK, Steele RW. Pediatric Bronchiolitis. Medscape Reference 2011.
[cited: 2011, December 7th]. Available from: http://emedicine.medscape.
com/ article/961963-overview
5. Hartoyo E., Naning R. Mengi Berulang Setelah Bronkiolitis Akut Akibat
Infeksi Virus. Tempo 2002. [cited: 2011, December 7th]. Available from:
http://www.tempo.co.id/medika/arsip/012002/pus-1.htm.
6. Orenstein DM. Bronchiolitic. In: Nelson WE (editor). Textbook of Pediatric.
15th edition. Philadelphia: 1996; hal: 1484-1485.
7. DeNicola LK, Steele RW. Pediatric Bronchiolitis Clinical Presentation.
Medscape Reference 2011. [cited: 2011, December 7th]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/961963-clinical.
8. Udeani J, Mosenifar Z. Bronchiolitis Workup. Medscape Reference 2011.
[cited: 2011, December 11st]. Available from: http://emedicine.medscape.
com/article/304649-workup.
9. Rizal D. Tata Laksana Bronkiolitis. Blogspot 2008. [cited: 2011, December
10th]. Available from: http://dokterrizal.blogspot.com/2009_07_01_
archive.html.
10. Nikita M. Radang Paru-Paru. milis-nikita 2009. [cited: 2011, December
10th]. Available from: http://www.mail-archive.com/milis-nakita@news.
gramedia-majalah.com/msg04679.html
11. Rasitta R. Mengenal Bronkiolitis pada Bayi. Multiply 2007. [cited: 2011,
December 10th]. Available from: http://rasitta.multiply.com/reviews/item/28.
15
LAMPIRAN
Derajat beratnya penyakit bronkiolitis
DERAJAT
BERATNY
A
PENYAKIT
TEMUAN KLINIS
Ringan Frekuensi respirasi masih di bawah ambang batas
dan
Pertukaran udara masih baik
dan
Tanpa retraksi atau retraksi minimal
dan
Tidak ada tanda-tanda dehidrasi
Sedang Frekuensi respirasi di atas ambang batas
atau
Retraksi sedang
atau
Pemanjangan fase ekspirasi dengan penurunan pertukaran udara
Berat Pasien risiko tinggi
atau
Frekuensi respirasi > 70 kali/menit
atau
Retraksi yang nyata
atau
Pertukaran udara yang minimal atau jelek
atau
Merintih
atau
Saturasi O2 <94% (untuk area setinggi permukaan laut) atau
<90% (untuk area setinggi 5000 kaki di atas permukaan laut)
atau
16
Terdapat dehidrasi atau tampak toksik
Sangat Berat Apne atau henti nafas
atau
Tetap sianosis dengan pemberian O2
atau
Tidak mampu mempertahankan PaO2 > 50 mmHg dengan FiO2 >
80%
atau
Tidak mampu mempertahankan PaCO2 < 55 mmHg
atau
Terdapat tanda-tanda syok
Perbedaan Bronkiolitis dan Asma
INDIKATOR BRONKIOLITIS ASMA
Penyebab Virus Hiperreaktivitas bronkus
Umur 6 bulan – 2 tahun >2 tahun
Sesak berulang Tidak Ya
Onset sesak Insidious Akut
ISPA atas Selalu + -/+
Atopi keluarga Jarang Sering
Alergi lain - Sering
Respon bronkodilator Lambat Cepat
Eosinofil Normal Meningkat
17