bronkopneumonia

16
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KEJANG DEMAM a. definisi Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karenakenaikan suhu tubuh (suhu rectal diatas 38° C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. b. Etiologi 1. disebabkan oleh suhu yang tinggi 2. timbul pada permulaan penyakit infeksi (extra Cranial), yang disebabkan oleh banyak macam agent: a. Bakteriel: Penyakit pada Tractus Respiratorius: · Pharingitis · Tonsilitis · Otitis Media · Laryngitis · Bronchitis · Pneumonia Pada G. I. Tract: · Dysenteri Baciller Sepsis. Pada tractus Urogenitalis: · Pyelitis · Cystitis · Pyelonephritis b. Virus:

Upload: sarah-jehan

Post on 04-Jul-2015

162 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: bronkopneumonia

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KEJANG DEMAM

a. definisi

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karenakenaikan suhu

tubuh (suhu rectal diatas 38° C) yang disebabkan oleh suatu proses

ekstrakranium.

b. Etiologi

1. disebabkan oleh suhu yang tinggi

2. timbul pada permulaan penyakit infeksi (extra Cranial), yang

disebabkan oleh banyak macam agent:

a. Bakteriel:

Penyakit pada Tractus Respiratorius:

· Pharingitis

· Tonsilitis

· Otitis Media

· Laryngitis

· Bronchitis

· Pneumonia

Pada G. I. Tract:

· Dysenteri Baciller

Sepsis.

Pada tractus Urogenitalis:

· Pyelitis

· Cystitis

· Pyelonephritis

b. Virus:

Terutama yang disertai exanthema:

· Varicella

· Morbili

· Dengue

· Exanthemasubitung

c. Patofisiologi

Page 2: bronkopneumonia

Belum jelas, kemungkinan dipengaruhi faktor keturunan atau genetic.

Penyakit Infeksi (extra cranial)

Kenaikan Suhu

Disfungsi Neorologis Pada Jaringan Serebral

Episode Paroksisimal Berulang (Kejang)

Suplay O2 menurun

Potensial cidera otak

Resiko Cidera

d. Prognosa

Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat prognosa baik dan tidak

menyebabkan kematian.Apabila tidak diterapi dengan baik, kejang demam

dapat berkembang menjadi :

· Kejang demam berulang

· Epilepsi

· Kelainan motorik

· Gangguan mental dan belajar

e. Gejala klinis

Ada 2 bentuk kejang demam (menurut Lwingstone), yaitu:

1. Kejang demam sederhana (Simple Febrile Seizure), dengan ciri-ciri

gejala klinis sebagai berikut :

· Kejang berlangsung singkat, < 15 menit

· Kejang umum tonik dan atau klonik

Page 3: bronkopneumonia

· Umumnya berhenti sendiri

· Tanpa gerakan fokal atau berulang dalam 24 jam

2. Kejang demam komplikata (Complex Febrile Seizure), dengan cirri-

ciri gejala klinis sebagai berikut :

· Kejang lama > 15 menit

· Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum

didahului kejang parsial

· Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.

f. Pemeriksaan dan diagnosis

Anamnesis: Biasanya didapatkan riwayat kejang demam pada anggota

keluarga yang lainnya (ayah, ibu, atau saudara kandung).

Pemeriksaan Neurologis : tidak didapatkan kelainan.

Pemeriksaan Laboratorium : pemeriksaan rutin tidak dianjurkan, kecuali

untuk mengevaluasi sumber infeksi atau mencari penyebab (darah tepi,

elektrolit, dan gula darah).

Pemeriksaan Radiologi : X-ray kepala, CT scan kepala atau MRI tidak

rutin dan hanya dikerjakan atas indikasi.

Pemeriksaan cairan serebrospinal (CSS) : tindakan pungsi lumbal untuk

pemeriksaan CSS dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan

kemungkinan meningitis. Pada bayi kecil, klinis meningitis tidak jelas,

maka tindakan pungsi lumbal dikerjakan dengan ketentuan sebagai

berikut:

1. Bayi < 12 bulan : diharuskan.

2. Bayi antara 12 – 18 bulan : dianjurkan.

3. Bayi > 18 bulan : tidak rutin, kecuali bila ada tanda-tanda meningitis.

Pemeriksaan Elektro Ensefalografi (EEG) : tidak direkomendasikan,

kecuali pada kejang demam yang tidak khas (misalnya kejang demam

komplikata pada anak usia > 6 tahun atau kejang demam fokal.

g. Diagnosis banding

· Meningitis

· Ensefalitis

· Abses otak

h. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan kejang demam meliputi :

Page 4: bronkopneumonia

Penanganan pada saat kejang

· Menghentikan kejang : Diazepam dosis awal 0,3 – 0,5

mg/KgBB/dosis IV (perlahan-lahan) atau 0,4 – 0,6 mg/KgBB/dosis

REKTAL SUPPOSITORIA. Bila kejang masih belum teratasi dapat

diulang dengan dosis yang sama 20 menit kemudian.

· Turunkan demam :

Anti Piretika : Paracetamol 10 mg/KgBB/dosis PO atau Ibuprofen 5 –

10 mg/KgBB/dosis PO, keduanya diberikan 3 – 4 kali per hari.

Kompres : suhu > 39° C dengan air hangat, suhu > 38° C dengan air

biasa.

· Pengobatan penyebab : antibiotika diberikan sesuai indikasi dengan

penyakit dasarnya.

· Penanganan suportif lainnya meliputi : bebaskan jalan nafas,

pemberian oksigen, menjaga keseimbangan air dan elektrolit,

pertahankan keseimbangan tekanan darah.

Pencegahan Kejang

· Pencegahan berkala ( intermiten ) untuk kejang demam sederhana

dengan Diazepam 0,3 mg/KgBB/dosis PO dan anti piretika pada saat

anak menderita penyakit yang disertai demam.

· Pencegahan kontinu untuk kejang demam komplikata dengan Asam

Valproat 15– 40 mg/KgBB/hari PO dibagi dalam 2 – 3 dosis.

B. Pneumonia

a. Definisi

Pneumonia merupakan penyakit peradangan akut pada paru yang disebabkan

oleh infeksi mikroorganisme dan sebagian kecil disebabkan oleh penyebab

non-infeksi yang akan menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan

pertukaran gas setempat.

b. Klasifikasi

1. Berdasarkan lokasi lesi di paru

Pneumonia lobaris

Pneumonia interstitialis

Bronkopneumonia

2. Berdasarkan asal infeksi

Page 5: bronkopneumonia

Pneumonia yang didapat dari masyarkat (community acquired

pneumonia = CAP)

Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (hospital-based pneumonia)

3. Berdasarkan mikroorganisme penyebab

Pneumonia bakteri

Pneumonia virus

Pneumonia mikoplasma

Pneumonia jamur

4. Berdasarkan karakteristik penyakit

Pneumonia tipikal

Pneumonia atipikal

5. Berdasarkan lama penyakit

Pneumonia akut

Pneumonia persisten

c. Etiologi

Etiologi pneumonia sulit dipastikan karena kultur sekret bronkus merupakan

tindakan yang sangat invasif sehingga tidak dilakukan. Hasil penelitian 44-

85% CAP disebabkan oleh bakteri dan virus, dan 25-40% diantaranya

disebabkan lebih dari satu patogen. Patogen penyebab pneumonia pada anak

bervariasi tergantung :

- Usia

- Status lingkungan

- Kondisi lingkungan (epidemiologi setempat, polusi udara)

- Status imunisasi

- Faktor pejamu (penyakit penyerta, malnutrisi)

Sebagian besar pneumonia bakteri didahului dulu oleh infeksi virus.

Etiologi menurut umur, dibagi menjadi :

1. Bayi baru lahir (neonatus – 2 bulan)

Organisme saluran genital ibu : Streptokokus grup B, Escheria coli dan

kuman Gram negatif lain, Listeria monocytogenes, Chlamydia trachomatis

tersering, Sifilis kongenital pneumonia alba.

Sumber infeksi lain : Pasase transplasental, aspirasi mekonium, CAP

2. Usia > 2 – 12 bulan

Page 6: bronkopneumonia

Streptococcus aureus dan Streptokokus grup A tidak sering tetapi

fatal.

Pneumonia dapat ditemukan pada 20% anak dengan pertusis

3. Usia 1 – 5 tahun

Streptococcus pneumonia, H. influenzae, Stretococcus grup A, S.

aureus tersering

Chlamydia pneumonia : banyak pada usia 5-14 th (disebut pneumonia

atipikal)

4. Usia sekolah dan remaja

S. pneumonia, Streptokokus grup A, dan Mycoplasma pneumoniae

(pneumonia

atipikal) terbanyak

d. Patogenesis

Normalnya, saluran pernafasan steril dari daerah sublaring sampai parenkim

paru. Paru-paru dilindungi dari infeksi bakteri melalui mekanisme pertahanan

anatomis dan mekanis, dan faktor imun lokal dan sistemik. Mekanisme

pertahanan awal berupa filtrasi bulu hidung, refleks batuk dan mukosilier

aparatus. Mekanisme pertahanan lanjut berupa sekresi Ig A lokal dan respon

inflamasi yang diperantarai leukosit, komplemen, sitokin, imunoglobulin,

makrofag alveolar, dan imunitas yang diperantarai sel.

Infeksi paru terjadi bila satu atau lebih mekanisme di atas terganggu, atau bila

virulensi organisme bertambah. Agen infeksius masuk ke saluran nafas bagian

bawah melalui inhalasi atau aspirasi flora komensal dari saluran nafas bagian

atas, dan jarang melalui hematogen. Virus dapat meningkatkan kemungkinan

terjangkitnya infeksi saluran nafas bagian bawah dengan mempengaruhi

mekanisme pembersihan dan respon imun. Diperkirakan sekitar 25-75 % anak

dengan pneumonia bakteri didahului dengan infeksi virus.

Invasi bakteri ke parenkim paru menimbulkan konsolidasi eksudatif jaringan

ikat paru yang bisa lobular (bronkhopneumoni), lobar, atau intersisial.

Pneumonia bakteri dimulai dengan terjadinya hiperemi akibat pelebaran

pembuluh darah, eksudasi cairan intra-alveolar, penumpukan fibrin, dan

infiltrasi neutrofil, yang dikenal dengan stadium hepatisasi merah. Konsolidasi

jaringan menyebabkan penurunan compliance paru dan kapasitas vital.

Peningkatan aliran darah yamg melewati paru yang terinfeksi menyebabkan

Page 7: bronkopneumonia

terjadinya pergeseran fisiologis (ventilation-perfusion missmatching) yang

kemudian menyebabkan terjadinya hipoksemia. Selanjutnya desaturasi

oksigen menyebabkan peningkatan kerja jantung. Stadium berikutnya

terutama diikuti dengan penumpukan fibrin dan disintegrasi progresif dari sel-

sel inflamasi (hepatisasi kelabu). Pada kebanyakan kasus, resolusi konsolidasi

terjadi setelah 8-10 hari dimana eksudat dicerna secara enzimatik untuk

selanjutnya direabsorbsi dan dan dikeluarkan melalui batuk. Apabila infeksi

bakteri menetap dan meluas ke kavitas pleura, supurasi intrapleura

menyebabkan terjadinya empyema. Resolusi dari reaksi pleura dapat

berlangsung secara spontan, namun kebanyakan menyebabkan penebalan

jaringan ikat dan pembentukan perlekatan.

e. Manifestasi klinik

Gambaran klinik biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas akut bagian

atas selama beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, menggigil. Suhu

tubuh kadang-kadang melebihi 40 0c, sakit tenggorok, nyeri otot, dan sendi.

Juga disertai batuk dengan sputum mukoid atau purulen, kadang-kadang

berdarah.

f. Pemeriksaan fisik

Dalam pemeriksaan fisik penderita bronkhopneumoni ditemukan hal-hal

sebagai berikut :

a. Pada setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal,

suprasternal, dan pernapasan cuping hidung.

Tanda objektif yang merefleksikan adanya distres pernapasan adalah retraksi

dinding dada; penggunaan otot tambahan yang terlihat dan cuping hidung;

orthopnea; dan pergerakan pernafasan yang berlawanan. Tekanan intrapleura

yang bertambah negatif selama inspirasi melawan resistensi tinggi jalan nafas

menyebabkan retraksi bagian-bagian yang mudah terpengaruh pada dinding

dada, yaitu jaringan ikat inter dan sub kostal, dan fossae supraklavikula dan

suprasternal. Kebalikannya, ruang interkostal yang melenting dapat terlihat

apabila tekanan intrapleura yang semakin positif.

Retraksi lebih mudah terlihat pada bayi baru lahir dimana jaringan ikat

interkostal lebih tipis dan lebih lemah dibandingkan anak yang lebih tua.

Kontraksi yang terlihat dari otot sternokleidomastoideus dan pergerakan

fossae supraklavikular selama inspirasi merupakan tanda yang paling dapat

Page 8: bronkopneumonia

dipercaya akan adanya sumbatan jalan nafas. Pada infant, kontraksi otot ini

terjadi akibat “head bobbing”, yang dapat diamati dengan jelas ketika anak

beristirahat dengan kepala disangga tegal lurus dengan area suboksipital.

Apabila tidak ada tanda distres pernapasan yang lain pada “head bobbing”,

adanya kerusakan sistem saraf pusat dapat dicurigai.

Pengembangan cuping hidung adalah tanda yang sensitif akan adanya distress

pernapasan dan dapat terjadi apabila inspirasi memendek secara abnormal

(contohnya pada kondisi nyeri dada). Pengembangan hidung memperbesar

pasase hidung anterior dan menurunkan resistensi jalan napas atas dan

keseluruhan. Selain itu dapat juga menstabilkan jalan napas atas dengan

mencegah tekanan negatif faring selama inspirasi.

b. Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris.

Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan getaran

fremitus selama jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi perluasan

infeksi paru (kolaps paru/atelektasis) maka transmisi energi vibrasi akan

berkurang.

c. Pada perkusi tidak terdapat kelainan

d. Pada auskultasi ditemukan crackles sedang nyaring.

Crackles adalah bunyi non musikal, tidak kontinyu, interupsi pendek dan

berulang dengan spektrum frekuensi antara 200-2000 Hz. Bisa bernada tinggi

ataupun rendah (tergantung tinggi rendahnya frekuensi yang mendominasi),

keras atau lemah (tergantung dari amplitudo osilasi) jarang atau banyak

(tergantung jumlah crackles individual) halus atau kasar (tergantung dari

mekanisme terjadinya). Crackles dihasilkan oleh gelembung-gelembung udara

yang melalui sekret jalan napas/jalan napas kecil yang tiba-tiba terbuka.

g. Pemeriksaan radiologis

Gambaran radiologis mempunyai bentuk difus bilateral dengan peningkatan

corakan bronkhovaskular dan infiltrat kecil dan halus yang tersebar di pinggir

lapang paru. Bayangan bercak ini sering terlihat pada lobus bawah.

h. Pemeriksaan laboratorium

Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit. Hitung

leukosit dapat membantu membedakan pneumoni viral dan bakterial. Infeksi

virus leukosit normal atau meningkat (tidak melebihi 20.000/mm3 dengan

limfosit predominan) dan bakteri leukosit meningkat 15.000-40.000 /mm3

Page 9: bronkopneumonia

dengan neutrofil yang predominan. Pada hitung jenis leukosit terdapat

pergeseran ke kiri serta peningkatan LED.

Analisa gas darah menunjukkan hipoksemia dan hipokarbia, pada stadium

lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.

Isolasi mikroorganisme dari paru, cairan pleura atau darah bersifat invasif

sehingga tidak rutin dilakukan.

i. Kriteria diagnosis

Diagnosis ditegakkan bila ditemukan 3 dari 5 gejala berikut :

a. sesak nafas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding

dada

b. panas badan

c. Ronkhi basah sedang nyaring (crackles)

d. Foto thorax meninjikkan gambaran infiltrat difus

e. Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit

predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang predominan)

j. Komplikasi

Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran bakteri dalam

rongga thorax (seperti efusi pleura, empiema dan perikarditis) atau penyebaran

bakteremia dan hematologi. Meningitis, artritis supuratif, dan osteomielitis

adalah komplikasi yang jarang dari penyebaran infeksi hematologi.

k. Penatalaksanaan

a. Penatalaksaan umum

- Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit sampai sesak nafas hilang atau

PaO2 pada analisis gas darah ≥ 60 torr

- Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.

- Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena.

b. Penatalaksanaan khusus

- mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan

pada 72 jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibioti

awal.

Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi,

takikardi, atau penderita kelainan jantung

- pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan

manifestasi klinis

Page 10: bronkopneumonia

Pneumonia ringan amoksisilin 10-25 mg/kgBB/dosis (di wilayah dengan

angka resistensi penisillin tinggi dosis dapat dinaikkan menjadi 80-90

mg/kgBB/hari).

Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan terapi :

a. Kuman yang dicurigai atas dasas data klinis, etiologis dan epidemiologis

b. Berat ringan penyakit

c. Riwayat pengobatan selanjutnya serta respon klinis

d. Ada tidaknya penyakit yang mendasari

Antibiotik :

Bila tidak ada kuman yang dicurigai, berikan antibiotik awal (24-

72 jam pertama) menurut kelompok usia.

a. Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) :

- ampicillin + aminoglikosid

- amoksisillin-asam klavulanat

- amoksisillin + aminoglikosid

- sefalosporin generasi ke-3

b. Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn)

- beta laktam amoksisillin

- amoksisillin-amoksisillin klavulanat

- golongan sefalosporin

- kotrimoksazol

- makrolid (eritromisin)

c. Anak usia sekolah (> 5 thn)

- amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin, azitromisin)

- tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun)

Karena dasar antibiotik awal di atas adalah coba-coba (trial and error) maka

harus dilaksanakan dengan pemantauan yang ketat, minimal tiap 24 jam sekali

sampai hari ketiga.

Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan perbaikan yang nyata

dalam 24-72 jam ganti dengan antibiotik lain yang lebih tepat sesuai

dengan kuman penyebab yang diduga (sebelumnya perlu diyakinkan dulu ada

tidaknya penyulit seperti empyema, abses paru yang menyebabkan seolah-olah

antibiotik tidak efektif)