bronkopneumonia
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. KEJANG DEMAM
a. definisi
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karenakenaikan suhu
tubuh (suhu rectal diatas 38° C) yang disebabkan oleh suatu proses
ekstrakranium.
b. Etiologi
1. disebabkan oleh suhu yang tinggi
2. timbul pada permulaan penyakit infeksi (extra Cranial), yang
disebabkan oleh banyak macam agent:
a. Bakteriel:
Penyakit pada Tractus Respiratorius:
· Pharingitis
· Tonsilitis
· Otitis Media
· Laryngitis
· Bronchitis
· Pneumonia
Pada G. I. Tract:
· Dysenteri Baciller
Sepsis.
Pada tractus Urogenitalis:
· Pyelitis
· Cystitis
· Pyelonephritis
b. Virus:
Terutama yang disertai exanthema:
· Varicella
· Morbili
· Dengue
· Exanthemasubitung
c. Patofisiologi
Belum jelas, kemungkinan dipengaruhi faktor keturunan atau genetic.
Penyakit Infeksi (extra cranial)
Kenaikan Suhu
Disfungsi Neorologis Pada Jaringan Serebral
Episode Paroksisimal Berulang (Kejang)
Suplay O2 menurun
Potensial cidera otak
Resiko Cidera
d. Prognosa
Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat prognosa baik dan tidak
menyebabkan kematian.Apabila tidak diterapi dengan baik, kejang demam
dapat berkembang menjadi :
· Kejang demam berulang
· Epilepsi
· Kelainan motorik
· Gangguan mental dan belajar
e. Gejala klinis
Ada 2 bentuk kejang demam (menurut Lwingstone), yaitu:
1. Kejang demam sederhana (Simple Febrile Seizure), dengan ciri-ciri
gejala klinis sebagai berikut :
· Kejang berlangsung singkat, < 15 menit
· Kejang umum tonik dan atau klonik
· Umumnya berhenti sendiri
· Tanpa gerakan fokal atau berulang dalam 24 jam
2. Kejang demam komplikata (Complex Febrile Seizure), dengan cirri-
ciri gejala klinis sebagai berikut :
· Kejang lama > 15 menit
· Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum
didahului kejang parsial
· Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.
f. Pemeriksaan dan diagnosis
Anamnesis: Biasanya didapatkan riwayat kejang demam pada anggota
keluarga yang lainnya (ayah, ibu, atau saudara kandung).
Pemeriksaan Neurologis : tidak didapatkan kelainan.
Pemeriksaan Laboratorium : pemeriksaan rutin tidak dianjurkan, kecuali
untuk mengevaluasi sumber infeksi atau mencari penyebab (darah tepi,
elektrolit, dan gula darah).
Pemeriksaan Radiologi : X-ray kepala, CT scan kepala atau MRI tidak
rutin dan hanya dikerjakan atas indikasi.
Pemeriksaan cairan serebrospinal (CSS) : tindakan pungsi lumbal untuk
pemeriksaan CSS dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan
kemungkinan meningitis. Pada bayi kecil, klinis meningitis tidak jelas,
maka tindakan pungsi lumbal dikerjakan dengan ketentuan sebagai
berikut:
1. Bayi < 12 bulan : diharuskan.
2. Bayi antara 12 – 18 bulan : dianjurkan.
3. Bayi > 18 bulan : tidak rutin, kecuali bila ada tanda-tanda meningitis.
Pemeriksaan Elektro Ensefalografi (EEG) : tidak direkomendasikan,
kecuali pada kejang demam yang tidak khas (misalnya kejang demam
komplikata pada anak usia > 6 tahun atau kejang demam fokal.
g. Diagnosis banding
· Meningitis
· Ensefalitis
· Abses otak
h. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kejang demam meliputi :
Penanganan pada saat kejang
· Menghentikan kejang : Diazepam dosis awal 0,3 – 0,5
mg/KgBB/dosis IV (perlahan-lahan) atau 0,4 – 0,6 mg/KgBB/dosis
REKTAL SUPPOSITORIA. Bila kejang masih belum teratasi dapat
diulang dengan dosis yang sama 20 menit kemudian.
· Turunkan demam :
Anti Piretika : Paracetamol 10 mg/KgBB/dosis PO atau Ibuprofen 5 –
10 mg/KgBB/dosis PO, keduanya diberikan 3 – 4 kali per hari.
Kompres : suhu > 39° C dengan air hangat, suhu > 38° C dengan air
biasa.
· Pengobatan penyebab : antibiotika diberikan sesuai indikasi dengan
penyakit dasarnya.
· Penanganan suportif lainnya meliputi : bebaskan jalan nafas,
pemberian oksigen, menjaga keseimbangan air dan elektrolit,
pertahankan keseimbangan tekanan darah.
Pencegahan Kejang
· Pencegahan berkala ( intermiten ) untuk kejang demam sederhana
dengan Diazepam 0,3 mg/KgBB/dosis PO dan anti piretika pada saat
anak menderita penyakit yang disertai demam.
· Pencegahan kontinu untuk kejang demam komplikata dengan Asam
Valproat 15– 40 mg/KgBB/hari PO dibagi dalam 2 – 3 dosis.
B. Pneumonia
a. Definisi
Pneumonia merupakan penyakit peradangan akut pada paru yang disebabkan
oleh infeksi mikroorganisme dan sebagian kecil disebabkan oleh penyebab
non-infeksi yang akan menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan
pertukaran gas setempat.
b. Klasifikasi
1. Berdasarkan lokasi lesi di paru
Pneumonia lobaris
Pneumonia interstitialis
Bronkopneumonia
2. Berdasarkan asal infeksi
Pneumonia yang didapat dari masyarkat (community acquired
pneumonia = CAP)
Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (hospital-based pneumonia)
3. Berdasarkan mikroorganisme penyebab
Pneumonia bakteri
Pneumonia virus
Pneumonia mikoplasma
Pneumonia jamur
4. Berdasarkan karakteristik penyakit
Pneumonia tipikal
Pneumonia atipikal
5. Berdasarkan lama penyakit
Pneumonia akut
Pneumonia persisten
c. Etiologi
Etiologi pneumonia sulit dipastikan karena kultur sekret bronkus merupakan
tindakan yang sangat invasif sehingga tidak dilakukan. Hasil penelitian 44-
85% CAP disebabkan oleh bakteri dan virus, dan 25-40% diantaranya
disebabkan lebih dari satu patogen. Patogen penyebab pneumonia pada anak
bervariasi tergantung :
- Usia
- Status lingkungan
- Kondisi lingkungan (epidemiologi setempat, polusi udara)
- Status imunisasi
- Faktor pejamu (penyakit penyerta, malnutrisi)
Sebagian besar pneumonia bakteri didahului dulu oleh infeksi virus.
Etiologi menurut umur, dibagi menjadi :
1. Bayi baru lahir (neonatus – 2 bulan)
Organisme saluran genital ibu : Streptokokus grup B, Escheria coli dan
kuman Gram negatif lain, Listeria monocytogenes, Chlamydia trachomatis
tersering, Sifilis kongenital pneumonia alba.
Sumber infeksi lain : Pasase transplasental, aspirasi mekonium, CAP
2. Usia > 2 – 12 bulan
Streptococcus aureus dan Streptokokus grup A tidak sering tetapi
fatal.
Pneumonia dapat ditemukan pada 20% anak dengan pertusis
3. Usia 1 – 5 tahun
Streptococcus pneumonia, H. influenzae, Stretococcus grup A, S.
aureus tersering
Chlamydia pneumonia : banyak pada usia 5-14 th (disebut pneumonia
atipikal)
4. Usia sekolah dan remaja
S. pneumonia, Streptokokus grup A, dan Mycoplasma pneumoniae
(pneumonia
atipikal) terbanyak
d. Patogenesis
Normalnya, saluran pernafasan steril dari daerah sublaring sampai parenkim
paru. Paru-paru dilindungi dari infeksi bakteri melalui mekanisme pertahanan
anatomis dan mekanis, dan faktor imun lokal dan sistemik. Mekanisme
pertahanan awal berupa filtrasi bulu hidung, refleks batuk dan mukosilier
aparatus. Mekanisme pertahanan lanjut berupa sekresi Ig A lokal dan respon
inflamasi yang diperantarai leukosit, komplemen, sitokin, imunoglobulin,
makrofag alveolar, dan imunitas yang diperantarai sel.
Infeksi paru terjadi bila satu atau lebih mekanisme di atas terganggu, atau bila
virulensi organisme bertambah. Agen infeksius masuk ke saluran nafas bagian
bawah melalui inhalasi atau aspirasi flora komensal dari saluran nafas bagian
atas, dan jarang melalui hematogen. Virus dapat meningkatkan kemungkinan
terjangkitnya infeksi saluran nafas bagian bawah dengan mempengaruhi
mekanisme pembersihan dan respon imun. Diperkirakan sekitar 25-75 % anak
dengan pneumonia bakteri didahului dengan infeksi virus.
Invasi bakteri ke parenkim paru menimbulkan konsolidasi eksudatif jaringan
ikat paru yang bisa lobular (bronkhopneumoni), lobar, atau intersisial.
Pneumonia bakteri dimulai dengan terjadinya hiperemi akibat pelebaran
pembuluh darah, eksudasi cairan intra-alveolar, penumpukan fibrin, dan
infiltrasi neutrofil, yang dikenal dengan stadium hepatisasi merah. Konsolidasi
jaringan menyebabkan penurunan compliance paru dan kapasitas vital.
Peningkatan aliran darah yamg melewati paru yang terinfeksi menyebabkan
terjadinya pergeseran fisiologis (ventilation-perfusion missmatching) yang
kemudian menyebabkan terjadinya hipoksemia. Selanjutnya desaturasi
oksigen menyebabkan peningkatan kerja jantung. Stadium berikutnya
terutama diikuti dengan penumpukan fibrin dan disintegrasi progresif dari sel-
sel inflamasi (hepatisasi kelabu). Pada kebanyakan kasus, resolusi konsolidasi
terjadi setelah 8-10 hari dimana eksudat dicerna secara enzimatik untuk
selanjutnya direabsorbsi dan dan dikeluarkan melalui batuk. Apabila infeksi
bakteri menetap dan meluas ke kavitas pleura, supurasi intrapleura
menyebabkan terjadinya empyema. Resolusi dari reaksi pleura dapat
berlangsung secara spontan, namun kebanyakan menyebabkan penebalan
jaringan ikat dan pembentukan perlekatan.
e. Manifestasi klinik
Gambaran klinik biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas akut bagian
atas selama beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, menggigil. Suhu
tubuh kadang-kadang melebihi 40 0c, sakit tenggorok, nyeri otot, dan sendi.
Juga disertai batuk dengan sputum mukoid atau purulen, kadang-kadang
berdarah.
f. Pemeriksaan fisik
Dalam pemeriksaan fisik penderita bronkhopneumoni ditemukan hal-hal
sebagai berikut :
a. Pada setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal,
suprasternal, dan pernapasan cuping hidung.
Tanda objektif yang merefleksikan adanya distres pernapasan adalah retraksi
dinding dada; penggunaan otot tambahan yang terlihat dan cuping hidung;
orthopnea; dan pergerakan pernafasan yang berlawanan. Tekanan intrapleura
yang bertambah negatif selama inspirasi melawan resistensi tinggi jalan nafas
menyebabkan retraksi bagian-bagian yang mudah terpengaruh pada dinding
dada, yaitu jaringan ikat inter dan sub kostal, dan fossae supraklavikula dan
suprasternal. Kebalikannya, ruang interkostal yang melenting dapat terlihat
apabila tekanan intrapleura yang semakin positif.
Retraksi lebih mudah terlihat pada bayi baru lahir dimana jaringan ikat
interkostal lebih tipis dan lebih lemah dibandingkan anak yang lebih tua.
Kontraksi yang terlihat dari otot sternokleidomastoideus dan pergerakan
fossae supraklavikular selama inspirasi merupakan tanda yang paling dapat
dipercaya akan adanya sumbatan jalan nafas. Pada infant, kontraksi otot ini
terjadi akibat “head bobbing”, yang dapat diamati dengan jelas ketika anak
beristirahat dengan kepala disangga tegal lurus dengan area suboksipital.
Apabila tidak ada tanda distres pernapasan yang lain pada “head bobbing”,
adanya kerusakan sistem saraf pusat dapat dicurigai.
Pengembangan cuping hidung adalah tanda yang sensitif akan adanya distress
pernapasan dan dapat terjadi apabila inspirasi memendek secara abnormal
(contohnya pada kondisi nyeri dada). Pengembangan hidung memperbesar
pasase hidung anterior dan menurunkan resistensi jalan napas atas dan
keseluruhan. Selain itu dapat juga menstabilkan jalan napas atas dengan
mencegah tekanan negatif faring selama inspirasi.
b. Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris.
Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan getaran
fremitus selama jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi perluasan
infeksi paru (kolaps paru/atelektasis) maka transmisi energi vibrasi akan
berkurang.
c. Pada perkusi tidak terdapat kelainan
d. Pada auskultasi ditemukan crackles sedang nyaring.
Crackles adalah bunyi non musikal, tidak kontinyu, interupsi pendek dan
berulang dengan spektrum frekuensi antara 200-2000 Hz. Bisa bernada tinggi
ataupun rendah (tergantung tinggi rendahnya frekuensi yang mendominasi),
keras atau lemah (tergantung dari amplitudo osilasi) jarang atau banyak
(tergantung jumlah crackles individual) halus atau kasar (tergantung dari
mekanisme terjadinya). Crackles dihasilkan oleh gelembung-gelembung udara
yang melalui sekret jalan napas/jalan napas kecil yang tiba-tiba terbuka.
g. Pemeriksaan radiologis
Gambaran radiologis mempunyai bentuk difus bilateral dengan peningkatan
corakan bronkhovaskular dan infiltrat kecil dan halus yang tersebar di pinggir
lapang paru. Bayangan bercak ini sering terlihat pada lobus bawah.
h. Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit. Hitung
leukosit dapat membantu membedakan pneumoni viral dan bakterial. Infeksi
virus leukosit normal atau meningkat (tidak melebihi 20.000/mm3 dengan
limfosit predominan) dan bakteri leukosit meningkat 15.000-40.000 /mm3
dengan neutrofil yang predominan. Pada hitung jenis leukosit terdapat
pergeseran ke kiri serta peningkatan LED.
Analisa gas darah menunjukkan hipoksemia dan hipokarbia, pada stadium
lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.
Isolasi mikroorganisme dari paru, cairan pleura atau darah bersifat invasif
sehingga tidak rutin dilakukan.
i. Kriteria diagnosis
Diagnosis ditegakkan bila ditemukan 3 dari 5 gejala berikut :
a. sesak nafas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding
dada
b. panas badan
c. Ronkhi basah sedang nyaring (crackles)
d. Foto thorax meninjikkan gambaran infiltrat difus
e. Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit
predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang predominan)
j. Komplikasi
Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran bakteri dalam
rongga thorax (seperti efusi pleura, empiema dan perikarditis) atau penyebaran
bakteremia dan hematologi. Meningitis, artritis supuratif, dan osteomielitis
adalah komplikasi yang jarang dari penyebaran infeksi hematologi.
k. Penatalaksanaan
a. Penatalaksaan umum
- Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit sampai sesak nafas hilang atau
PaO2 pada analisis gas darah ≥ 60 torr
- Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.
- Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena.
b. Penatalaksanaan khusus
- mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan
pada 72 jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibioti
awal.
Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi,
takikardi, atau penderita kelainan jantung
- pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan
manifestasi klinis
Pneumonia ringan amoksisilin 10-25 mg/kgBB/dosis (di wilayah dengan
angka resistensi penisillin tinggi dosis dapat dinaikkan menjadi 80-90
mg/kgBB/hari).
Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan terapi :
a. Kuman yang dicurigai atas dasas data klinis, etiologis dan epidemiologis
b. Berat ringan penyakit
c. Riwayat pengobatan selanjutnya serta respon klinis
d. Ada tidaknya penyakit yang mendasari
Antibiotik :
Bila tidak ada kuman yang dicurigai, berikan antibiotik awal (24-
72 jam pertama) menurut kelompok usia.
a. Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) :
- ampicillin + aminoglikosid
- amoksisillin-asam klavulanat
- amoksisillin + aminoglikosid
- sefalosporin generasi ke-3
b. Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn)
- beta laktam amoksisillin
- amoksisillin-amoksisillin klavulanat
- golongan sefalosporin
- kotrimoksazol
- makrolid (eritromisin)
c. Anak usia sekolah (> 5 thn)
- amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin, azitromisin)
- tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun)
Karena dasar antibiotik awal di atas adalah coba-coba (trial and error) maka
harus dilaksanakan dengan pemantauan yang ketat, minimal tiap 24 jam sekali
sampai hari ketiga.
Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan perbaikan yang nyata
dalam 24-72 jam ganti dengan antibiotik lain yang lebih tepat sesuai
dengan kuman penyebab yang diduga (sebelumnya perlu diyakinkan dulu ada
tidaknya penyulit seperti empyema, abses paru yang menyebabkan seolah-olah
antibiotik tidak efektif)