budaya sulawesi
TRANSCRIPT
DAFTAR ISI
halaman
BAB I : PENDAHULUAN
1.1 : Latar Belakang …………………………………………...... 2
1.2 : Tujuan Penulisan …………………………………………….. 4
1.3 : Manfaat Penulisan ……………………………………………. 5
BAB II : KEBUDAYAAN PULAU SULAWESI
2.1 : Kebudayaan propinsi Sulawesi Selatan ………………….... 6
2.2 : Kebudayaan propinsi Sulawesi Utara ………………………. 14
2.3 : Kebudayaan propinsi Sulawesi Tenggara ………………….. 20
2.4 : Kebudayaan propinsi Sulawesi Tengah ……………………. 25
2.5 : Kebudayaan propinsi Sulawesi Barat ……………………….. 31
2.6 : Kebudayaan propinsi Gorontalo ……………………………… 33
BAB III : PENUTUP
3.1 : Kesimpulan …………………………………………….. 39
3.2 : Saran ……………………………………………... 40
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pulau Sulawesi merupakan salah satu dari sekian ribu pulau yang ada di
seluruh dunia, yang jika dilihat dari bentuk fisiknya menyerupai huruf “K” ini,
tentunya tidak begitu saja terbentuk. Pembentukan pulau Sulawesi atau pulau-
pulau yang lain, bukan merupakan hal yang kebetulan terjadi, tetapi semua hal
tersebut merupakan rancangan ilahi yang pasti mempunyai maksud dan tujuan
bagi manusia.
“Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara
keduanya dengan bermain-main, Kami tidak menciptakan keduanya melainkan
dengan haq, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui”.(Ad Dukhaan: 38-39)
“Allah memberikan hikmah kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan
barangsiapa yang diberi hikmah, sungguh telah diberi kebajikan yang banyak.
Dan tak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang berakal”.
(Al Baqarah: 269)
2
Pulau Sulawesi
Mengapa pulau SULAWESI terbentuk mirip dengan huruf K? Adakah hikmah di
balik terbentuknya? Menurut para ahli Geologi, bahwa terbentuknya pulau Sulawesi
yang terjadi secara alamiah oleh proses alam, memang berbeda dengan proses
terbentuknya pulau-pulau yang lain di Negara Kepulauan Nusantara ini, bahkan hanya
beberapa pulau di dunia yang mempunyai kesamaan dalam proses terbentuknya. Pulau
Sulawesi terbentuk dari proses Endogen, yaitu proses yang terjadi karena adanya
Pengangkatan dari dalam perut bumi. Artinya pembentukan pulau Sulawesi terjadi
dengan sendirinya, tidak seperti pulau-pulau lain yang proses pembentukannya
merupakan hasil Patahan/Pelepasan Daratan dari suatu Daratan Utama/Benua.
Seperti pulau Jawa yang dulunya bersatu dengan pulau Sumatra dan bersatu
dengan Malaysia terus ke daratan Asia. Pulau Kalimantan dulunya bersatu dengan
sebagian daerah Malaysia terus ke Philipina terus ke daratan Asia. Pulau Maluku
dulunya bersatu dengan Irian Jaya (kini Papua) bersatu dengan Papua New Guinea
terus ke daratan Australia. Hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya persamaan flora
(tumbuhan) dan fauna (hewan) di antara masing-masing wilayah tersebut.
Berbeda halnya dengan pulau Sulawesi yang memang dulunya terbentuk
dengan sendirinya dari proses Endogen. Jadi pulau Sulawesi terbentuk bukan dari
proses perpisahan daratan oleh proses alam dari dua benua, yaitu Benua Asia dan
3
Benua Australia apalagi benua-benua lain. Hal ini terbukti dari ada beberapa jenis flora
dan fauna yang tidak ada samanya di dunia, sebagai contoh hewan Anoang (sejenis
hewan Rusa) dan hewan Kerbau Belang (Tedong Bonga) di Tana Toraja. “Dan Kami
tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya tanpa
hikmah”. (QS. Shaad: 27)
Di pulau sulawesi dulu hanya ada 4 propinsi yakni Sulawesi Selatan, Sulawesi
Utara, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah. Namun saat ini ada 6 Propinsi dengan
kemunculan dua Propinsi baru hasil dari pemekaran yakni Propinsi Sulawesi Barat dan
Propinsi Gorontalo.
Ini dia daftar selengkapnya propinsi-propinsi yang ada di Pulau Sulawesi:
1.Sulawesi Selatan
2. Sulawesi Utara
3. Sulawesi Tenggara
4. Sulawesi Tengah
5. Sulawesi Barat
6. Gorontalo
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan umum dari pembuatan makalah ini, yaitu menjelaskan mengenai
kebudayaan pulau Sulawesi di Indonesia. Sementara tujuan khusus dibuat nya
makalah ini adalah sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui ciri fisik, cirri budaya, tarian, bahasa daerah,
pakaian daerah, rumah adat, senjata tradisional, perkawinan, upacara
adat di Sulawesi Selatan.
b. Untuk mengetahui ciri fisik, cirri budaya, tarian, bahasa daerah,
pakaian daerah, rumah adat, senjata tradisional, perkawinan, upacara
adat di Sulawesi Utara.
4
c. Untuk mengetahui ciri fisik, cirri budaya, tarian, bahasa daerah,
pakaian daerah, rumah adat, senjata tradisional, perkawinan, upacara
adat di Sulawesi Tenggara.
d. Untuk mengetahui ciri fisik, cirri budaya, tarian, bahasa daerah,
pakaian daerah, rumah adat, senjata tradisional, perkawinan, upacara
adat di Sulawesi Tengah.
e. Untuk mengetahui ciri fisik, cirri budaya, tarian, bahasa daerah,
pakaian daerah, rumah adat, senjata tradisional, perkawinan, upacara
adat di Sulawesi Barat.
f. Untuk mengetahui ciri fisik, cirri budaya, tarian, bahasa daerah,
pakaian daerah, rumah adat, senjata tradisional, perkawinan, upacara
adat di Gorontalo.
1.3 Manfaat Penulisan
Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan makalah ini adalah
sebagai berikut :
a. Diperolehnya informasi mengenai perkembangan kebudayaan
Sulawesi di Indonesia.
b. Diperolehnya informasi mengenai kebudayaan Sulawesi jika
dipandang dalam sektor ke- pariwisataan.
c. Mendapatkan gambaran yang jelas mengenai perbedaan masing –
masing propinsi yang ada di pulau Sulawesi.
d. Dapat menjadi referensi dalam pembelajaran sejarah local di sekolah
dan untuk mengenalkan kepada siswa tentang kearifan local yang ada
di sekitar mereka.
5
BAB II
KEBUDAYAAN PULAU SULAWESI
2.1 Kebudayaan Propinsi Sulawesi Selatan
Provinsi Sulawesi Selatan dibentuk tahun 1964. Sebelumnya Sulawesi
Selatan tergabung dengan Sulawesi Tenggara di dalam Provinsi Sulawesi
Selatan-Tenggara. Pembentukan provinsi ini berlandaskan pada Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 1964,
Periode terpenting sejarah Sulawesi Selatan adalah pada abad ke 14.
Pada saat itu berdiri kerajaan-kerajaan yang cukup terkenal, seperti Kerajaan
Luwu di bawah pemerintahan dinasti Tomanurung Simpuru Siang, Kerajaan
Gowa, Kerajaan Bone di bawah dinasti ManurungE, Kerajaan Soppeng di bawah
pemerintahan Raja To ManurungE ri Dekkannyili, dan Kerajaan Tallo dengan
6
raja pertamanya KaraEng Loe ri Sero.
Pada tahun 1538, Gowa mulai bersentuhan dengan orang-orang Eropa.
Pada tahun tersebut bangsa Portugis mendarat di Bandar Niaga Makassar dan
menghadap Raja Gowa IX Tumapa'risi Kallona. Kadatangan bangsa Eropa ini
selain untuk tujuan berdagang juga melakukan penyebaran agama Katolik,
Ibukota propinsi Sulawesi Selatan adalah Makassar.
Peta Sulawesi Selatan
2.1.1 Ciri fisik
Orang-orang Makassar memiliki ciri fisik yang sama pada
umumnya suku – suku lain di Indonesia. Yaitu berkulit sawo matang,
berperawakan sedang.
2.1.2 Ciri budaya
Budaya Sulawesi Selatan Seni Kebudayaan Daerah Sulsel -
Mengenal budaya propinsi Sulawesi Selatan berarti mengenal adat
kebudayaan yang ada di seluruh daerah Sulawesi Selatan.
Di Sulsel terdapat Banyak suku/etnis tapi yang paling mayoritas ada
3 kelompok etnis yaitu Makassar, Bugis dan Toraja. Demikian juga dalam
pemakaian bahasa sehari-hari ke 3 etnis tersebut lebih dominan.
Pada dasarnya dulu di Makassar terdiri atas 4 strata sosial yaitu:
1. Karaeng: Raja atau Bangsawan
7
2. Daeng: Kalangan pengusaha, shah bandar
3. Ata : Budak
Dalam tradisi asli suku Makassar sebenarnya juga dikenal yang
namanya kasta. Kasta tertinggi adalah Karaeng atau raja dan kasta paling
bawah adalah Ata atau budak. Mereka yang berkasta Karaeng berhak
mendapat paddaengang, sementara pada Ata tidak.
Kebudayaan yang paling terkenal bahkan hingga ke luar negeri
adalah budaya dan adat Tanah Toraja yang sangat khas dan sangat
menarik.
Lagu daerah propinsi Sulawesi Selatan yang sangat populer dan
sering dinyanyikan di antaranya adalah lagu yang berasal dari Makasar
yaitu lagu Ma Rencong-rencong, lagu Pakarena serta lagu Anging Mamiri.
Sedangkan lagu yang berasal dari etnis Bugis adalah lagu Indo Logo,
serta lagu Bulu Alaina Tempe. Sedangkan lagu yang berasal dari Tana
Toraja adalah lagu Tondo.
2.1.3 Tarian
Beberapa tarian yang ada di sulawesi selatan :
Tari Pakkarena
Menurut Munasih Nadjamuddin yang seniman Pakarena, tarian
Pakarena berawal dari kisah mitos perpisahan penghuni boting
langi (negeri kahyangan) dengan penghuni lino (bumi) zaman dulu.
Sebelum detik-detik perpisahan, boting langi mengajarkan
penghuni lino mengenai tata cara hidup, bercocok tanam, beternak
hingga cara berburu lewat gerakan-gerakan tangan, badan dan
kaki. Gerakan-gerakan inilah yang kemudian menjadi tarian ritual
saat penduduk lino menyampaikan rasa syukurnya kepada
penghuni boting langi.
8
Tari Angin Mamiri
menceritakan seorang perempuan yang berada di pantai, sedang
menunggu kekasihnya yang berada di laut untuk mencari ikan.
Tari Paddupa
merupakan tari tradisional Bugis Makassar yang ditujukan untuk
memberikan sambutan kepada tamu atau pejabat yang hadir dalam
suatu acara. Tari Paddupa adalah perwujudan cipta rasa dan karsa
suku Bugis Makassar yang melambangkan penghormatan,
keterbukaan terhadap perkembangn zaman akan tetapi tetap
memelihara adat kesopanan sebagai suku Bugis Makassar.
Tari Paddupa dibawakan oleh gadis-gadis cantik dengan iringan
musik tradisional Bugis Makassar
9
2.1.4 Bahasa daerah
Bahasa Makasar, juga disebut sebagai bahasa Makassar atau
Mangkasara' adalah bahasa yang dituturkan oleh suku Makassar,
penduduk Sulawesi Selatan, Indonesia. Bahasa ini dimasukkan ke dalam
suatu rumpun bahasa Makassar yang sendirinya merupakan bagian dari
rumpun bahasa Sulawesi Selatan dalam cabang Melayu-Polinesia dari
rumpun bahasa Austronesia.
Bahasa ini mempunyai abjadnya sendiri, yang disebut Lontara,
Huruf Lontara berasal dari huruf Brahmi kuno dari India. Seperti banyak
turunan dari huruf ini, masing-masing konsonan mengandung huruf hidup
"a" yang tidak ditandai. Huruf-huruf hidup lainnya diberikan tanda baca di
atas, di bawah, atau di sebelah kiri atau kanan dari setiap konsonan.
Contoh :
apa kareba? = apa kabar?; lakéko mae? = mau ke mana?;
2.1.5 Pakaian daerahPakaian Daerah Sulsel : Bugis dan Makassar : Baju Bodo dan Jas
Tutup, Baju La'bu.
10
2.1.6 Rumah adat
Untuk rumah tradisional atau rumah adat di propinsi Sulawesi
Selatan yang berasal dari Bugis, Makassar dan Tana toraja dari segi
arsitektur tradisional ke tiga daerah tersebut hampir sama bentuknya.
Rumah-rumah adat tersebut dibangun di atas tiang-tiang sehingga rumah
adat yang ada di sana mempunyai kolong di bawah rumahnya. Tinggi
kolong rumah adat tersebut disesuaikan untuk tiap tingkatannya dengan
status sosial pemilik rumah, misalnya apakah seorang raja, bangsawan,
orang berpangkat atau hanya rakyat biasa.
2.1.7 Senjata tradisional
Senjata tradisional dari Sulawesi Selatan adalah badik, pisau yang
dirancang melengkung, dan diberi gagang kayu / besi ukiran khas
Makasar.
11
2.1.8 Perkawinan
Tata cara upacara pernikahan adat Bugis Makassar melalui
berberapa tahapan yaitu:
A'jagang-jagang/Ma'manu-manuPenyelidikan secara diam-diam oleh pihak calon mempelai pria untuk mengetahui latar belakang pihak calon mempelai wanita.
A'suro/Massuro Acara ini merupakan acara pinangan secara resmi pihak calon mempelai pria kepada calon mempelai wanita.
Appa'nasa/Patenre AdaUsai acara pinangan, dilakukan appa'nasa/patenre ada yaitu menentukan hari pernikahan. Selain penentuan hari pernikahan, juga disepakati besarnya mas kawin dan uang belanja
Appanai Leko Lompo (erang-erang)Setelah pinangan diterima secara resmi, maka dilakukan pertunangan yang disebut A'bayuang yaitu ketika pihak keluarga lelaki mengantarkan passio/passiko atau Pattere ada (Bugis)
A'barumbung (mappesau)Acara mandi uap yang dilakukan oleh calon mempelai wanita.
Appasili Bunting (Cemme Mapepaccing)Kegiatan tata upacara ini terdiri dari appasili bunting, a'bubu, dan appakanre bunting. Prosesi appasili bunting ini hampir mirip dengan siraman dalam tradisi pernikahan Jawa. Acara ini dimaksudkan sebagai pembersihan diri lahir dan batin sehingga saat kedua mempelai mengarungi bahtera rumah tangga, mereka akan mendapat perlindungan dari Yang Kuasa dan dihindarkan dari segala macam mara bahaya
Akkorongtigi/MappaciUpacara ini merupakan ritual pemakaian daun pacar ke tangan si calon mempelai. Daun pacar memiliki sifat magis dan melambangkan kesucian. Menjelang pernikahan biasanya diadakan malam pacar atau Wenni Mappaci (Bugis) atau Akkorontigi (Makassar) yang artinya malam mensucikan diri
12
dengan meletakan tumbukan daun pacar ke tangan calon mempelai.
Assimorong/Menre'kawingAcara ini merupakan acara akad nikah dan menjadi puncak dari rangkaian upacara pernikahan adat Bugis-Makassar.
Appabajikang BuntingProsesi ini merupakan prosesi menyatukan kedua mempelai. Setelah akad nikah selesai, mempelai pria diantar ke kamar mempelai wanita. Dalam tradisi Bugis-Makasar, pintu menuju kamar mempelai wanita biasanya terkunci rapat. Kemudian terjadi dialog singkat antara pengantar mempelai pria dengan penjaga pintu kamar mempelai wanita. Setelah mempelai pria diizinkan masuk, kemudian diadakan acara Mappasikarawa (saling menyentuh).
Alleka bunting (marolla)Acara ini sering disebut sebagai acara ngunduh mantu.
2.1.9 Upacara adat
Salah satu upacara adat yang terkenal yang terdapat di Sulawesi
Selatan ada di Tanah Toraja (Tator) Upacara adat tradisional tersebut
bernama upacara Rambu Solo (merupakan upacara dukacita/kematian).
13
Upacara Rambu Solo merupakan upacara besar sebagai ungkapan rasa
dukacita yang sangat mendalam.
2.2 Kebudayaan Propinsi Sulawesi Utara
Provinsi Sulawesi Utara mempunyai latar belakang sejarah yang cukup
panjang sebelum daerah yang berada paling ujung utara nusantara ini menjadi
14
Provinsi Daerah Tingkat I. Pada permulaan Kemerdekaan Republik Indonesia,
daerah ini berstatus Keresidenan yang merupakan bagian dari Provinsi
Sulawesi.
Dalam perjalanan panjang sampai dengan Tahun 2000, Wilayah
Administrasi Provinsi Sulawesi Utara terdiri dari 5 Kabupaten dan 3 Kotamadya,
iaitu : Kabupaten Minahasa, Bolaang Mongondow, Gorontalo, Sangihe dan
Talaud, Boalemo serta Kotamadya Manado, Bitung dan Gorontalo Selanjutnya
seiring dengan Nuansa Reformasi dan Otonomi Daerah, maka telah dilakukan
pemekaran wilayah dengan terbentuknya Provinsi Gorontalo sebagai hasil
pemekaran dari Provinsi [Sulawesi Utara malalui Undang-Undang No. 38 Tahun
2000. Ibu kota propinsi Sulawesi Utara adalah Manado.
Propinsi Sulawesi Utara
2.2.1 Ciri budaya
15
Penduduk Sulawesi Utara terdiri atas 3 etnis dan bahasa yang
berbeda-beda, yaitu :
Suku Minahasa (Toulor, Tombolu, Tonsea, Tontenboan,
Tonsawang, Ponosokan, dan Batik)
Suku Sangine dan Talaud (Sangie Besar, Siau, Talaud)
Suku Bolaang Mongindow (Mongondow, Bolaang, Bintauna,
Kaidipang)
Walaupun demikian,Bahasa Indonesia digunakan dan dimengerti
dengan baik oleh sebagian besar penduduk Sulawesi Utara didominisi
oleh :
-Suku Minahasa (33,2%)
-Suku Sangir (19,8%)
-Suku Bolaang Mangondow (11,3%)
-Suku Gorontalo (7,4%)
-Suku Totemboan (6,8%)
2.2.2 Tarian
Tari Maengket, merupakan tari pergaulan yang dilakukan secara
berpasang-pasangan. Menggambarkan suasana kasih sayang dan
cumbuan.
Tari Polopalo, adalah tari pergaulan bagi muda-mudi daerah
Gorontalo.
Tarian PaloPalo
2.2.3 Bahasa daerah
16
Bahasa daerah Manado menyerupai Bahasa Indonesia tapi dengan
logat yang khas. Beberapa kata dalam dialek Manado berasal dari
Bahasa Belanda dan Portugis karena daerah ini merupakan wilayah
jajahan Belanda dan Portugis.
2.2.4 Pakaian daerah
Pakaian adat dari Sulawesi Utara sering disebut dengan pakaian
Sangihe.Pakaian adat suku bangsa Sangihe Talaud sejak dulu
menggunakan bahan serat kofo.Kofo atau fami manila adalah sejenis
pohon pisang yang banyak tumbuh di daerah Sangihe talaud yang berikim
tropis Seratnya diambil untuk menghasilkan benang kofo.Benang kofo
ditenun dengan alat tenun yang disebut “kahuwang”.Pakaian adapt
Sangihe Talaud disebut “laku tepu”.Laku artinya pakaian ,sedang tepu
artinya agak sempit,maksudnya pakaian yang bagian lehernya agak
sempit atau tidak terbuka.
2.2.5 Rumah adat
Rumah ini merupakan rumah panggung yang dibangun di atas
tiang dan balok-balok yang di antaranya terdapat balok-balok yang tidak
boleh disambung.
Rumah Pewaris memiliki 2 buah tangga. Letaknya di sisi kiri dan
kanan bagian depan rumah. Eh, kok ada 2 tangga, sih? Hmm.. konon,
kalau ada roh jahat yang naik dari salah satu tangga, maka ia akan
kembali turun di tangga sebelahnya. Hihihi.. benar, nggak sih? Asal kamu
tahu saja, seluruh rumah terbuat dari kayu, lho!
17
Dulunya, rumah adat Minahasa ini hanya terdiri dari satu ruangan
saja. Kalau pun harus dipisahkan, biasanya hanya dibentangkan tali rotan
atau tali ijuk saja, yang kemudian digantungkan tikar. Sekarang ini,
Rumah Pewaris memiliki beberapa ruang. Misalnya, Setup Emperan
yang digunakan untuk menerima tamu. Pores , untuk ruang tidur orang
tua dan anak perempuan. Dan sangkor yang digunakan sebagai lumbung
padi.
2.2.6 Senjata tradisional
Jenis senjata tradisional khas Sulawesi Utara antara lain adalah,
keris, peda, sabel.
2.2.7 Perkawinan
Proses Pernikahan adat yang selama ini dilakukan di tanah
Minahasa telah mengalami penyesuaian seiring dengan perkembangan
jaman. Misalnya ketika proses perawatan calon pengantin serta acara
"Posanan" (Pingitan) tidak lagi dilakukan sebulan sebelum perkawinan,
tapi sehari sebelum perkawinan pada saat "Malam Gagaren" atau malam
muda-mudi. Acara mandi di pancuran air saat ini jelas tidak dapat
dilaksanakan lagi, karena tidak ada lagi pancuran air di kota-kota besar.
Yang dapat dilakukan saat ini adalah mandi adat "Lumelek" (menginjak
18
batu) dan "Bacoho" karena dilakukan di kamar mandi di rumah calon
pengantin.
Dalam pelaksanaan upacara adat perkawinan sekarang ini, semua
acara / upacara perkawinan dipadatkan dan dilaksanakan dalam satu hari
saja. Pagi hari memandikan pengantin, merias wajah, memakai busana
pengantin, memakai mahkota dan topi pengantin untuk upacara "maso
minta" (toki pintu). Siang hari kedua pengantin pergi ke catatan sipil atau
Departemen Agama dan melaksanakan pengesahan/pemberkatan nikah
(di Gereja), yang kemudian dilanjutkan dengan resepsi pernikahan. Pada
acara in biasanya dilakukan upacara perkawinan ada, diikuti dengan
acara melempar bunga tangan dan acara bebas tari-tarian dengan iringan
musik tradisional, seperti tarian Maengket, Katrili, Polineis, diriringi Musik
Bambu dan Musik Kolintang.
2.2.8 Upacara adat
Upacara Adat Mamu'a Ton'na
Upacara ini merupakan ucapan syukur dan doa permohonan pada Tuhan
Yang Maha Kuasa agar diberi kedamaian, keberuntungan, dan
keselamatan di dalam menjalani kehidupan di tahun yang baru.
Tradisi Mamu’a Ton’na atau Mamu’a berarti membuka dan Ton’na berarti
tahun, bermakna simbolis kaitannya dengan tradisi Mangunsi’n Ton’na
atau Mangunsi’n berarti mengunci dan Ton’na berarti tahun.
19
Mangunsi’n Ton’na mengandung pengertian meninggalkan tahun lama,
sedangkan Mamu’a Ton’na mengandung pengertian memasuki tahun
baru. Kata mangunsi’n dan kata mamu’a berkonotasi pintu/jalan hidup
yang menunjuk pada bumi tempat berpijak atau tempat kehidupan
manusia dimana ada jalan menuju pada kebaikan dan juga ada jalan
menuju kepada kesengsaraan.
Upacara adat Mamu’a Ton’na dilaksanakan pada Januari sesudah
perayaan Tahun Baru. Puncak acaranya ditandai dengan pemotongan
Ampizisa Waca (ketupat raksasa berbentuk dada ayam) dan Puang Bawi
(kepala babi) oleh seorang tokoh adat, lalu disuguhkan kepada
Ratu’mbanua/Nanguwanua (Raja Kampung) untuk dibagikan kepada
hadirin sebagai tanda kasih dan rasa kekeluargaan di antara sesama
warga masyarakat.
Sambil memotong Ampizisa dan Puang Bawi, tokoh adat/pelaku upacara
mengucapkan Aimparuca (doa keselamatan) dalam beberapa tema
seperti Sasasa (pengajaran, petuah), Tatahulandimima (doa penyejuk,
pendamaian), juga Malap’pu Mbisara (simpulan-simpulan ajaran yang
harus dipatuhi) serta tema-tema lain.
2.3 Kebudayaan Propinsi Sulawesi Tenggara
Provinsi Sulawesi Tenggara memiliki berbagai jenis kesenian yang
potensial sehingga memperkaya khasanah kebudayaan Indonesia. Jenis-jenis
kesenian tersebut adalah seni tari, seni ukir dan seni lukis serta seni suara dan
20
seni bunyi. Seni tari, merupakan tarian masyarakat yang dipersembahkan pada
setiap upacara tradisional maupun menjemput tamu-tamu agung yang diiringi
oleh alat musik tradisional antara lain gong, kecapi dan alat tiupan suling bambu.
Sulawesi Tenggara memiliki sejumlah kelompok bahasa daerah dengan
dialek yang berbeda-beda. Perbedaan dialek ini memperkaya khasanah
kebudayaan Indonesia. Ibukota propinsi Sulawesi Tenggara adalah Kendari.
2.3.1 Ciri Budaya
Dari pengertian seni dan budaya di atas, dapat dikemukakan
pengertian seni budaya Sulawesi Tenggara secara umum. Seni budaya
Sulawesi Tenggara adalah seni yang lahir dari kebiasaan masyarakat
Sulawesi Tenggara yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Untuk lebih dapat memahami seni budaya Sulawesi Tenggara, maka
harus diketahui terlebih dahulu macam-macam seni budaya Sulawesi
Tenggara. Sulawesi Tenggara memiliki sejumlah kelompok bahasa
daerah dengan dialek yang berbeda-beda. Seperti dialek Bahasa Tolaki,
Muna, Pongana, Buton, Cia-cia dan Suai.
Untuk mengatur hubungan kehidupan antarmasyarakat, telah
berlaku hukum adat yang senantiasa dipatuhi oleh warga masyarakat.
Jenis hukum adat tersebut antara lain adalah hukum tanah, hukum
pergaulan masyarakat, hukum perkawinan dan hukum waris. Provinsi
Sulawesi Tenggara memiliki berbagai jenis kesenian yang potensial
sehingga memperkaya khazanah kebudayaan Indonesia. Jenis-jenis
21
kesenian tersebut adalah seni tari, seni ukir, seni lukis, seni suara dan
seni bunyi.
2.3.2 Tarian
Jenis-jenis seni tari di Sulawesi Tengah adalah :
1. Tari Umoara2. Tari Mowindahako3. Tari Molulo4. Tari Ore-ore5. Tari Linda6. Tari Dimba-dimba7. Tari Moide-moide8. Tari Honari
2.3.3 Bahasa daerah
Kelompok bahasa daerah di Sulawesi Tenggara dan dialeknya
masing-masing adalah sebagai berikut:
Kelompok Bahasa Tolaki, Kelompok Bahasa Muna, Kelompok Bahasa
Pongana, Kelompok Bahasa Walio (Buton), Kelompok Bahasa Walio
(Buton), Kelompok Bahasa Cia-Cia, Kelompok Bahasa Suai.
2.3.4 Pakaian daerah
22
2.3.5 Rumah adat
Laikas merupakan rumah adat yang terdiri dari tiga lantai, lantai
pertama merupakan tempat kediaman raja, lantai kedua untuk tempat
keluargadan ketiga untuk tempat sholat, pada kiri dan kanan lantai dua
terdapat ruangan tempat menenun kain yang bernama bane.
2.3.6 Senjata tradisional
Senjata tradisional khas propinsi Sulawesi Tenggara adalah keris.
2.3.7 Perkawinan
23
Tolaki adalah salah satu suku yang ada di Sulawesi Tenggara,
dimana di sulawesi tenggara terdapat 4 suku yaitu Muna, Buton, Tolaki
dan Wolio.
Suku Tolaki mendiami daerah yang berada di sekitar kabupaten
Kendari dan Konawe. Suku Tolaki berasal dari kerajaan Konawe.
Masyarakat Tolaki umumnya merupakan peladang dan petani yang
handal, hidup dari hasil ladang dan persawahan yang di buat secara
gotong-royong keluarga. Raja Konawe yang terkenal adalah Haluoleo
(delapan hari).
Mowindahako dapat diterjemahkan pesta perkawinan, setelah tiba hari
yang telah disepakati, maka diantarlah pengantin laki-laki ketempat
upacara perkawinan dengan usungan (Sinamba Ulu) atau kendaraan
lain.
Rombongan pengantin laki-laki dalam memasuki ruang upacara utama,
pintu pagar, pintu utama, pintu kamar tidur, pembuka kelambu dan mata
pengantin perempuan masih tertutup. Untuk membuka hal-hal tersebut
diatas, maka pihak laki-laki harus menebusnya sesuai dengan
kesepakatan dengan masing-masing penjaga. Hal ini dimaksudkan agar
memeriahkan acara perkawinan, serta sebagai symbol ketulusan dari
pihak laki-laki.disaat upacara ini pula semua kesepakatan peminangan
dipenuhi serta ditampilkan secara transparan didepan masing-masing
juru bicara, Puutabo, pemerintah, serta para undangan.
2.3.8 Upacara adat
Tradisi upacara Posuo yang berkembang di Sulawesi Tenggara (Buton)
sudah berlangsung sejak zaman kesultanan Buton. Upacara Posuo
diadakan sebagai sarana untuk peralihan status seorang gadis dari
remaja (labuabua) menjadi dewasa (kalambe), serta untuk
24
mempersiapkan mentalnya. Upacara tersebut dilaksanakan selama
delapan hari delapan malam dalam ruangan khusus yang oleh
masyarakat setempat disebut dengan suo. Selama di kurung di suo.para
peserta di jauhkan dari pengaruh dunia luar, baik dari keluarga maupun
lingkungan sekitarnya .para peserta hanya boleh berhubungan dengan
bhisa (pemimpin upacara posuo) yang telah di tunjuk oleh pemangku
adat setempat.para bhisa akan membimbing dan memberi petuah
berupa pesan moral,spiritual ,dan pengetahuan membina keluarga yang
baik kepada para peserta.
25
2.4 Kebudayaan Propinsi Sulawesi Tengah
Sulawesi Tengah kaya akan budaya yang diwariskan secara turun-
temurun. Tradisi yang menyangkut aspek kehidupan dipelihara dalam
kehidupan masyarakat sehari-hari. Kepercayaan lama adalah warisan budaya
yang tetap terpelihara dan dilakukan dalam beberapa bentuk dengan berbagai
pengaruh modern serta pengaruh agama.
Sehubungan banyak kelompok etnis mendiami Sulawesi Tengah, maka
terdapat pula banyak perbedaan di antara etnis tersebut yang merupakan
kekhasan yang harmonis dalam masyarakat. Mereka yang tinggal di pantai
bagian barat kabupaten Donggala telah bercampur dengan masyarakat Bugis
dari Sulawesi Selatan dan masyarakat Gorontalo. Di bagian timur pulau
Sulawesi, juga terdapat pengaruh kuat Gorontalo dan Manado, terlihat dari
dialek daerah Luwuk dan sebaran suku Gorontalo di kecamatan Bualemo yang
cukup dominan. Ibukota dari Propinsi Sulawesi Utara adalah Palu.
26
Peta Sulawesi Tengah
2.4.1 Ciri budaya
Sulawesi Tengah kaya budaya dan sejarah. Awal abad ke-13,
banyak kerjaan kecil di tempat ini, di antaranya Banawa, Tawaeli, Sigi,
Bangga dan Banggai. Abad ke-16, kerajaan bercorak Islam mendominasi
kerajaan-kerajaan ini, seperti Bone dan Wajo yang kemudian
menyebarkan pengaruhnya ke kerajaan lain.
Belanda datang abad ke-17 dan mencoba mengambil alih tempat
ini. Pada abad ke-18 Belanda mengkontrol Sulawesi Tenggara hingga
tiba kedatangan Jepang. Setelah Perang Dunia II, Belanda mencoba
menciptakan negara boneka tetapi penduduk setempat melakukan
perlawanan, hingga akhirnya tempat ini menjadi bagian Republik
Indonesia tahun 1950 dan menjadi provinsi terpisah tahun 1964.
Sulawesi Tengah dengan ibu kota Palu terdiri dari beberapa suku yang
masih mempertahankan tradisi dan adat mereka.
Seperti daerah lain di Indonesia, peduduk pertama di Sulawesi
Tengah bercampur dengan ras wedoid dan negroid. Orang Melayu
kemudian datang dan mulai mendominasi tempat ini. Peninggalan zaman
perunggu dan megalitikum dapat ditemukan di sini. Saat ini ras yang
mendominasi adalah Palu Toraja, Koro Toraja dan Poso Toraja.
2.4.2 Tarian
Tarian “Torompio” adalah ungkapan dalam bahasa Pamona,
Sulawesi Tengah. Ungkapan ini terdiri atas dua kata, yakni “toro” yang
berarti “berputar” dan “pio” yang berarti “angin”. Jadi, “torompio” berarti
“angin berputar”. Makna yang terkandung dalam ungkapan tersebut
adalah “gelora cinta kasih” yang dilambangkan oleh tarian yang dinamis
dengan gerakan berputar-putar bagaikan insan yang sedang dilanda
27
cinta kasih, sehingga tarian ini disebut torompio. Pengertian gelora cinta
kasih sebenarnya bukan hanya untuk sepasang kekasih yang sedang
dimabuk cinta, melainkan juga untuk semua kehidupan, seperti: cinta
tanah air, cinta sesama umat, cinta kepada tamu-tamu (menghargai
tamu-tamu) dan lain sebagainya. Namun, yang lebih menonjol ialah cinta
kasih antarsesama remaja atau muda-mudi, sehingga tarian ini lebih
dikenal sebagai tarian muda-mudi.
2.4.3 Bahasa daerah
Masyarakat Sulawesi Tengah memiliki sekitar 22 bahasa yang
saling berbeda antara suku yang satu dengan yang lainnya, namun
masyarakat dapat berkomunikasi satu sama lain menggunakan bahasa
Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa pengantar sehari-hari.
2.4.4Pakaian daerah
Pakaian Adat Perempuan -> Baju Nggembe
Baju Nggembe adalah busana yang dipakai oleh remaja putri
untuk Upacara Adat atau pesta. Baju Nggembe berbentuk segi
empat, berkerah bulat berlengan selebar kain, panjang blus
sampai pinggang dan berbentuk longgar.
28
Pakaian Adat Pria
Pakaian ini terdiri dari 2 bagian yaitu Baju Koje dan Puruka
Pajama. Baju Koje atau baju ceki adalah kemeja yang bagian
keragnya tegak dan pas dileher, berlengan panjang, panjang
kemeja sampai ke pinggul dan dipakai di atas celana. Puruka
Pajana atau celana sebatas lutut, modelnya ketat, namun killnya
harus lebar agar mudah untuk duduk dan berjalan.
2.4.5Rumah adat
Rumah adat atau rumah tradisional khas Sulawesi Tengah adalah
Souraja, yakni bangunan rumah tradisional yang merupakan tempat
tinggal para bangsawan. Souraja juga sering disebut Banua Mbaso atau
rumah besar yakni rumah kediaman tidak resmi dari manggan atau raja
beserta keluarga-keluarganya.
Meskipun demikian sebagian besar rumah rakyat serupa dengan
Souraja, hanya bentuk dan ukurannya sedikit berbeda dengan yang
dimiliki para pembesar atau bangsawan. Bangunan ini berbentuk rumah
panggung yang ditunjang sejumlah tiang kayu balok persegi empat dari
kayu tertentu yang memiliki kualitas yang baik serta tahan lama.
29
2.4.6Senjata tradisional
Salah satu jenis senjata tradisional yang terkenal di Sulawesi
Tengah adalah pasatimpo, yaitu sejenis parang yang hulunya bengkok
dan sarungnya diberi tali, selain jenis parang adapula berupa
tombakyang terdiri atas kanjae dan surampa (bermata tiga seperti
senjata trisula), serta sumpit.
2.4.7Perkawinan
Prosesi pernikahan dilaksanakan menurut upacara adat yang
sesuai tahapan atau Lenggota Lo Nikah. Tahapan pertama disebut
Mopoloduwo Rahasia, yaitu dimana orang tua dari priamendatangi
kediaman orang tua sang wanita untuk memperoleh restu pernikahan
anak mereka. Apabila keduanya menyetujui, maka ditentukan waktu
untuk melangsungkan Tolobalango atau Peminangan.Pada malam sehari
sebelum akad nikah digelar serangkaian acara Mopotilandthu (malam
pertunangan).
Dilanjutkan dengan Molapi Saronde yaitu tarian yang dibawakan
oleh talon mempelai pria dan ayah atau wali laki-laki. Tarian ini
menggunakan sehelai selendang. Ayah dan calon mempelai pria secara
30
bergantian menarikannya, sedangkan sang calon mempelai wanita
memperhatikan dari kejauhan atau dari kamar. Bagi calon mempelai pria
ini merupakan sarana Molile Huali (menengok atau mengintip talon
istrinya), dengan tarian ini calon mempelai pria mencuri-curi pandang
untuk melihat calonnya.
Keesokan harinya Pemangku Adat melaksanakan akad nikah,
sebagai acara puncak dimana kedua mempelai akan disatukan dalan
ikatan pernikahan yang sah menurut Syariat Islam.
2.4.8Upacara adat
Metimbe adalah upacara adat penyembelihan kerbau, yang
bertujuan untuk memohon kepada sang pencipta, agar diberikan
keberkahan dan dijauhkan dari marabahaya dan bencana. Ritual
Metimbe berasal dari suku Kulawi.
31
2.5 Kebudayaan Propinsi Sulawesi Barat
Sulawesi Barat adalah provinsi pemekaran dari provinsi Sulawesi
Selatan. Provinsi yang dibentuk pada 5 Oktober 2004 ini berdasarkan UU No 26
Tahun 2004. Ibukotanya ialah Mamuju. Luas wilayah sekitar 16,796.19 km². dan
terdiri dari Suku Mandar (49,15%), Toraja (13,95%), Bugis (10,79%), Jawa
(5,38%), Makassar (1,59%) dan lainnya (19,15%).
Peta Sulawesi Barat
2.5.1 Ciri budaya
Mengenai budaya, ada beberapa budaya seperti:
-“Mansossor Manurung”, yang merupakan prosesi adat pencucian benda-
benda pusaka kerajaan Mamuju yang dilaksanakan setiap tahun
bertepatan pada hari “Manakarra”.
2.5.2 Tarian
Potensi Tarian Daerah antara lain seperti rincian di bawah ini :
Tari Bamba Manurung
32
Tari Ma Bundu Tari Motaro Tari Bulu Londong Tari Tuduq Mandar Pembolongatta Tari Tuduq Kumba
2.5.3 Bahasa daerah
Bahasa yang menjadi budaya Sulawesi Barat di antaranya bahasa
Mandar, bahasa Toraja, Bugis, Makasar, Jawa serta bahasa Bali.
2.5.4 Rumah adat
2.5.5 Upacara adat
Pesta Adat Sayyang Pattudu diadakan dalam rangka untuk
mensyukuri anak-anak yang khatam (tamat) Al-Qurâan. Bagi warga suku
Mandar, tamatnya anak-anak mereka membaca 30 juz Al-Quran
merupakan sesuatu yang sangat istimewa, sehingga perlu disyukuri
secara khusus dengan mengadakan pesta adat Sayyang Pattudu. Pesta
ini biasanya digelar sekali dalam setahun, bertepatan dengan bulan
Maulid Awwal (kalender Hijriyah). Pesta tersebut menampilkan atraksi
kuda berhias yang menari sembari ditunggangi anak-anak yang
mengikuti acara tersebut.
33
2.6 Kebudayaan Propinsi Gorontalo
Orang Gorontalo hampir dapat dikatakan semuanya beragama Islam
(99 %). Islam masuk ke daerah ini sekitar abad ke-16. Ada kemungkinan Islam
masuk ke Gorontalo sekitar tahun 1400 Masehi (abad XV), jauh sebelum wali
songo di Pulau Jawa, yaitu ditandai dengan adanya makam seorang wali yang
bernama ‘Ju Panggola’ di Kelurahan Dembe I, Kota Barat, tepatnya di wilayah
perbatasan Kota Gorontalo dan Kabupaten Gorontalo.
Dengan adanya kerajaan-kerajaan pada masa lalu muncul kelas-kelas
dalam masyarakat Gorontalo; kelas raja dan keturunannya (wali-wali), lapisan
rakyat kebanyakan (tuangolipu), dan lapisan budak (wato). Perbedaan kelas
ini semakin hilang seiring dengan semakin besarnya pengaruh ajaran Islam
yang tidak mengenal kelas sosial. Namun, pandangan tinggi rendah dari satu
pihak terhadap pihak lain masih terasakan sampai saat ini. Dasar pelapisan
sosial seperti ini semakin bergeser oleh dasar lain yang baru, yaitu jabatan,
gelar, pendidikan, dan kekayaan ekonomi.
34
Peta Gorontalo
2.6.1 Ciri budaya
Ciri khas budaya Gorontalo juga dapat dilihat pada makanan khas,
rumah adat, kesenian, dan hasil kerajinan tangan Gorontalo. Diantaranya
adalah kerajinan sulaman “Kerawang” dan anyaman “Upiya Karanji” atau
Kopiah Keranjang yang terbuat dari bahan rotan. Kopiah Keranjang ini
belakangan makin populer di Indonesia. Suku-suku yang bermukim di
Kabupaten Boalemo, terdiri dari suku Gorontalo, Jawa, Sunda, Madura,
Bali, NTB. Selain itu terdapat juga suku Bajo yang hidup berkelompok di
suatu perkampungan di Desa Bajo, Kecamatan Tilamuta dan Desa
Torisiaje, Kecamatan Popayato. Mereka tinggal di laut dengan mendiami
bangunan rumah di atas air.
2.6.2 Tarian
Tarian yang cukup terkenal di daerah ini antara lain, Tari Bunga,
Tari Polopalo, Tari Danadana, Zamrah, dan Tari Langga. Sedangkan
lagu-lagu daerah Gorontalo yang cukup dikenal oleh masyarakat
Gorontalo adalah Hulandalo Lipuu (Gorontalo Tempat Kelahiranku),
Ambikoko, Mayiledungga (Telah Tiba), Mokarawo (Membuat Kerawang),
Tobulalo Lo Limuto (Di Danau Limboto), dan Binde Biluhuta (Sup
Jagung).
35
2.6.3 Bahasa daerah
Orang Gorontalo menggunakan bahasa Gorontalo, yang terbagi
atas tiga dialek, dialek Gorontalo, dialek Bolango, dan dialek Suwawa.
Saat ini yang paling dominan adalah dialek Gorontalo.
2.6.4 Pakaian daerah
Gorontalo memiliki pakaian khas daerah sendiri baik untuk
upacara perkawinan, khitanan, baiat (pembeatan wanita), penyambutan
tamu, maupun yang lainnya. Untuk upacara perkawinan, pakaian daerah
khas Gorontalo disebut Bili’u atau Paluawala. Pakaian adat ini
umumnya dikenal terdiri atas tiga warna, yaitu ungu, kuning keemasan,
dan hijau.
36
2.6.5 Rumah adat
Gorontalo memiliki rumah adatnya sendiri, yang disebut Bandayo
Pomboide dan Dulohupa. Rumah adat ini terletak di tepat di depan
Kantor Bupati Gorontalo, Jalan Jenderal Sudirman, Limboto. Dulohupa
terletak di di Kelurahan Limba U-2, Kecamatan Kota Selatan, Kota
Gorontalo. Akan tetapi, rumah adat Dulohupa yang satu ini kini tinggal
kenangan karena sudah diratakan dengan tanah. Rumah adat ini
digunakan sebagai tempat bermusyawarat kerabat kerajaan pada masa
lampau.
2.6.6 Senjata tradisional
Senjata tradisional dari propinsi Gorontalo adalah senjata tavalla.
2.6.7 Perkawinan
Hiasan untuk upacara pernikahan masyarakat Gorontalo hanya
menggunakan empat warna utama di atas (merah, hijau, kuning emas,
37
dan ungu). Sebagaimana disebutkan di atas, masyarakat Gorontalo
memiliki pakaian khas tersendiri untuk berbagai upacara adat baik
perkawinan, pengkhitanan, pembaitan, dan penyambutan tamu. Pakaian
adat pengantin disebut Paluawala atau Bili’u. Pada waktu akad nikah
pengantin mengenakan pakaian adapt yang disebut Wolimomo dan
Payungga. Saat itu pengantin pria berada di kamar adat yang disebut
Huwali Lo Humbiya. Paluwala artinya polunete unggala’a to delemo
pohla’a, yakni suatu ikatan keluarga pada keluarga besar: Duluwo lou
limo lo pohala’a Gorontalo, Limboto, Suwawa, Bolango, dan Atinggola.
Sedangkan Bili’u berasal dari kata bilowato artinya ‘yang diangkat’,
yakni sang gadis diangkat dengan memperlihatkan ayuwa (sikap) dan
popoli (tingkah laku), termasuk sifat dan pembawaanya di lingkungan
keluarga. Pakaian ini dipakai pada waktu pengantin duduk bersanding di
pelaminan yang disebuat pu’ade atau tempat pelaminan. Kemudian
pengantin mengenakan pakaian Madipungu dan Payunga Tilambi'o,
yaitu pakaian pengantin wanita tanpa Bayalo Bo”Ute atau hiasan kepala,
cukup pakai konde dengan hiasan sunthi dan pria memakai Payunga
Tilambi’o. Yang terakhir sang pengantin mengenakan Pasangan dan
Payunga Tilambi’o, yaitu pakaian pengantin wanita dengan tiga perempat
tangannya dipakai acara resepsi, di mana pengantin wanita bebas
bersuka ria dengan sahabat–sahabat sebaya sebagai penutup acara
masa remajanya.
Dalam adat perkawinan Gorontalo sebelum hari H dilaksanakan
acara “Dutu“, di mana kerabat pengantin pria akan mengantarkan harta
dengan membawakan buah–buahan, seperti buah jeruk, nangka, nenas,
dan tebu. Setiap buah yang dibawa juga punya makna tersendiri,
misalnya buah jeruk bermakna bahwa ‘pengantin harus merendahkan
diri’, duri jeruk bermakna bahwa ‘pengantin harus menjaga diri’, dan
rasanya yang manis bermakna bahwa ‘pengantin harus menjaga tata
38
kerama atau bersifat manis supaya disukai orang. Nenas, durinya juga
bermakna bahwa pengantin harus menjaga diri, dan begitu pula rasanya
yang manis. Nangka dalam bahasa Gorontalo Langge lo olooto, yang
berbau harum dan berwarna kuning emas mempunyai arti bahwa
pengantin tersebut harus memiliki sifat penyayang dan penebar
keharuman. Tebu warna kuning bermakna bahwa pengantin harus
menjadi orang yang disukai dan teguh dalam pendirian.
2.6.8 Upacara adat
Upacara adat tidak akan terlepas dari setiap individu dimanapun
berada. Upacara tersebut berbeda satu sama lain. Di Gorontalo
misalnya, upacara “pambeatan” masih sangat kental dan masih sering di
lakukan . Hal ini dikarenakan , sudah menjadi tradisi seorang perempuan
ketika memasuki masa remaja melakukan pembeatan atau perjanjian.
Pembeatan juga dapat dilakukan menjelang akad nikah. Menurut
Sumakno Katili (47 th) pembeatan wajib dilakukan bagi seorang gadis
yang memasuki akil baligh. Upacara pembeatan ini terdiri dari beberapa
prosesi, diantaranya: Prosesi “Monopolihu lolimu” , Tepuk mayang,
Memecahkan telur, Berjalan di atas piring.
Acara puncak adalah pembeatan tersebut. Pembeatan sering
dilakukan pada malam hari. Hal ini bertujuan untuk menambah hikmat
dan agar janji didengar orang dan untuk menjadikan kontrol, apakah janji
39
tersebut ditepati atau bahkan dilanggar sigadis. Janji yang diikrarkan
dituntun ulama dan berasal dari al-quran. Janji tersebut ialah ketika
remaja nanti tidak akan bersikap kasar pada siapapun, mematuhi
perintah Allah dan menjauhi segala larangannya.
Acara terakhir adalah ramah tamah atau makan malam bersama dan
berfoto bersama keluarga, teman dan tamu yang hadir.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari makalah ini,
sebagai berikut .
40
Penyebab pudarnya pesona seni budaya kumpulan Sulawesi dapat
berasal dari pemerintah dan masyarakat Sulawesi sendiri. Pudarnya seni
kebudayaan Sulawesi dapat berdampak buruk bagi generasi penerus
Sulawesi.
Tidak hanya pemerintahan yang dapat berupaya memajukan seni
kebudayaan Sulawesi . Masyarakat dan sekolah juga ikut andil
memajukan seni kebudayaan Sulawesi.
Kepulauan Sulawesi memiliki beragam seni budaya yang memperkaya
khazanah kebudayaan Indonesia. Sayangnya, pesona seni budaya di
kepulauan Sulawesi yang begitu berpotensi,mulai pudar karena tidak
adanya perhatian baik dari pemerintahan dan masyarakat.
Maka diperlukan upaya untuk memajukan seni budaya kepulauan
Sulawesi. Partisipasi positif dari semua pihak sangat
diharapkan.sehingga upaya tersebut dapat terwujud dengan baik dan
memberikan manfaat yang besar bagi kepulauan Sulawesi khususnya
dan negara Indonesia pada umumnya.
3.2 Saran
Demikian pemaparan isi makalah kelompok kami yang mengambil tema
Kebudayaan Sulawesi, meskipun penulisan ini jauh dari sempurna minimal kita
mengimplementasikan tulisan ini. Masih banyak kesalahan dari penulisan
kelompok kami, karna kami manusia yang adalah tempat salah dan dosa, kami
juga butuh saran/ kritikan agar bisa menjadi motivasi untuk masa depan yang
lebih baik daripada masa sebelumnya. Kami juga mengucapkan terima kasih
kepada Ibu Etty Rosmiati selaku guru kelas V-B yang telah memberi kami tugas
41
kelompok demi kebaikan diri kami sekelompok dan untuk negara dan bangsa.
42