budi sepsis anak

Upload: ihdinz

Post on 14-Apr-2018

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/30/2019 Budi Sepsis Anak

    1/14

    SEPSIS

    A.DEFINISI

    Sepsis adalah respon sistem inflamasi sistemik (SIRS) dengan bukti atau dugaaninfeksi sebagai penyebabnya. Sepsis disebabkan oleh respon imun tubuh terhadap infeksi

    seperti bakteri gram positif maupun gram negative, virus, jamur, atau protozoa, dan

    sebagainya. Sepsis terjadi bila bakteri yang masuk ke dalam tubuh atau sirkulasi tidak

    dapat dieliminasi secara elektif olehtubuh atau terjadi kegagalan mekanisme pertahanan

    tubuh secara umum. Hal tersebut akan merangsang suatu respon inflamasi sistemik.

    B.ETIOLOGI

    Pola mikroorganisme penyebab sepsis berubah dari waktu ke waktu dan berbeda

    setiap negara dan tempat perawatan, selain itu juga sangat berhubungan erat dengan umur

    dan status imunitas anak. Pada masa neonatus, kuman tersering penyebab sepsis adalah E.

    coli, Staphylococcus aureus, Streptococcus grup A. Sedangkan pada anak yang lebih besar

    sepsis banyak disebabkan oleh kuman Staphylococcus pneumonia, Haemophyllus influenza

    tipe B, Neisseria Meningitidins, Salmonella dan Streptococcus spp. Hal ini berbeda dengan

    penelitian yang dilakukan oleh Levy et all yang mengatakan bahwa sepsis pada anak

    umumnya disebabkan oleh adanya infeksi bakteri yang terdiri dari 19% infeksi

    nosokomial, dan bakteremi pada 49% penderita yaitu gram negative sebanyak 52% dan

    gram positif 48%. Infeksi nosokomial yang tersering adalah karena coagulase negativestaphylococcus, staphylococcus aereus dan enterococcus, infeksi jamur meningkat menjadi

    20%.

    Menurut studi Rismala Dewi menunjukkan bahwa kuman penyebab sepsis

    terbanyak di PICU RSCM adalah Klebsiella pneumoniae (26%), Serratia marcescens (14%),

    dan Burkholderia cepacia (14%). Sebagian besar kuman yang ditemukan adalah kuman

    gram negatif. Levy et al6 juga menemukan hal yang serupa pada penelitian tahun 1996.

    Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa bakteri Gram negative menyebabkan lebih dari

    50% dari seluruh kasus bakteremia pada anak, dengan Klebsiella pneumonia sebagai

    penyebab terbanyak.

    Pada penelitian Rismala Dewi Ditemukan pula hasil kultur berupa jamur, termasuk

    didalamnya adalah Candida sp. Kolonisasi Candida sp. Dapat ditemukan pada pasien PICU

    seperti dilaporkan oleh Singhi et al . bahwa pasien dengan kondisi kritis dan status

    imunokompromais merupakan target infeksi oportunistik Candida sp. Mekanisme

    pertahanan lokal berupa keasaman lambung, peristaltik, sekresi substansi antibakteri, dan

  • 7/30/2019 Budi Sepsis Anak

    2/14

    flora endogenmengalami perubahan pada pasien kritis sehingga terjadi kolonisasi dan

    pertumbuhan berlebihan Candida sp. Pada pasien sepsis, penggunaan antibiotik spektrum

    luas menekan flora normal gastrointestinal dan paparan kortikosteroid dosis tinggi

    membuka jalan untuk proliferasi Candida sp. Sehingga menyebabkan perkembangan yang

    berlebihan. Menurut Singhi et al, insidens kolonisasi Candida sp. sangat tinggi pada pasien

    PICU yang dirawat lebih dari 5 hari. Sebagian besar kolonisasi tersebut berhubungan

    dengan ragi yang dibawa oleh tenaga medis.

    Selain bakteri, ilmuwan Marshall dan Taneja menyebutkan bahwa virus pernah

    diisolasikan dari penderita sepsis dengan gejala mirip dengan sepsis yang disebabkan oleh

    infeksi kuman gram negative penting pula untuk diketahui bahwa dahulu para ilmuwan

    mempercayai bahwa sepsis selalu disertai dengan bakteriemia, oleh karenya sering kita

    dengar istilah septicemia,namun penelitian multisenter akhir-akhir ini menemukan bahwa

    bakterimia hanya terjadi pada sebagian kecil pasien dengan gambaran klinis sepsis,

    dikatakan hanya 32% yang terbukti adanya infeksi pada aliran darahnya.

    C.PRESDIPOSISI

    Terdapat beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan insidens sepsis pada

    anak adalah :

    1.faktor host yang terdiri dari malnutrisi, imunodefisiensi, problem penyakit

    kronik, trauma/luka bakar, penyakit berat dan kritis

    2.faktor pengobatan : tindakan operasi, prosedur invasive, alat pantau invasif,

    antibiotik, terapi imunosupresif, lama perawatan dan lingkungan rumah

    sakit.

    D.PATOGENESIS

    Perhatian saat ini terfokus pada kedua proses yaitu koagulasi dan fibrinolisis,

    yaitu sistem pembekuan darah yang alamiah. Ada 3 tahapan mekanisme timbulnya sepsis

    yaitu : (1) Tahap inflamasi, (2) Tahap koagulasi, dan Tahap disfungsi bekuan darah,

    kerusakan jaringan, dan kematian.

  • 7/30/2019 Budi Sepsis Anak

    3/14

    Tahap 1 : Inflamasi

    Proses yang dikenal dengan SIRS (Systemic Inflammatory Response Syndrom)

    dimulai saat muncul cedera (jejas) pada tubuh, seperti luka bakar,

    trauma, infeksi, merangsang pelepasan substansi yang dikenal sebagai imunomodulator

    yang mempengaruhi lapisan dalam (endotel) dari pembuluh darah. Apabila ada infeksi,

    proses kemudian diperkuat dnegan pelepasan endotoksin atau eksotoksin, tergantung dari

    organisme yang ada. Proses ini dikenal sebagai sepsis. Toksin tersebut dan stimulus toksik

    lainnya juga merangsang pelepasan imunomodulator memproduksi proses inflamasi

    (proinflamasi) dan substansi pengaktifan bekuan, termasuk sitokin seperti TNF dan

    bentuk-bentuk lainnya dari interleukin. Sitokin ini akan menginflamasi lapisan dinding

    pembuluh darah dan mengaktivasi proses pembekuan darah, serta merangsang pelepasan

    modulator inflamasi lainnya.

    Tahap 2 (Koagulasi)

    Pembekuan darah merupakan proses berantai yang kompleks dalam tubuh

    manusia. Inflamasi merangsang pelepasan substansi yang disebut factor jaringan, yang

    merangsang pembentukan thrombin, yaitu suatu stimulus utama agar terbentuk bekuan

    darah. Thrombin mengawali koagulasi dengan membentuk fibrin, suatu protein yang

    menjalin sekumpulan bekuan darah. Pada sepsis, fungsi berantai tersebut berjalan

    abnormal.

    Tahap 3 (Disfungsi Bekuan Darah, Kerusakan Jaringan, Kematian)

    Pada umumnya, tubuh mengatur proses infalamasi dan koagulasi melalui serangkaian alur

    respon balik biokimia. Hal tersebut mencegah pembentukan bekuan darah berlebihan,

    dengan cara memecah fibrin dalam suatu proses yang disebut fibrinolisis. Namun dalam

    siklus sepsis yang rumit, proses fibrinolisis ditekan. Hal ini akan menyebabkan bekuan

    darah mikroskopis mulai terbentuk dalam organ vital, menghambat aliran darah dan

    menyebabkan kerusakan jaringan. Faktor-faktor biokimia yang berperan adalah :

    - Peningkatan kadar PAI tipe 1 yang menyebabkan fibrinolisis

    - Peningkatan kadar TAFIa (Thrombin Activatable Fibrinolysis Inhibitor )

    - Penurunan kadar protein C (dalam bentuk endogen teraktivasi, yaitu :inhibitor utama

    PAI-1)

    Protein C adalah suatu imunomodulator ilmiah yang dapat menyeimbangkan proses

    yang berlangsung selama sepsis, termasuk inflamasi, koagulasi, dan fibrinolisis. Protein C

  • 7/30/2019 Budi Sepsis Anak

    4/14

    endogen dalam bentuk teraktivasi, secara cepat menghambat proses pembekuan darah,

    terutama dalam pembuluh darah paling kecil. Pada sepsis, kadar protein C teraktivasi

    biasanya menurun. Hal ini dikarenakan kadar thrombomodulin (yang diperlukan untuk

    konversi protein C menjadi protein C-teraktivasi) juga menurun. Penurunan kadar protein

    C teraktivasi terkait dengan outcome buruk pada pasien sepsis.

    E.KLASIFIKASI

    Berdasarkan mulai timbulnya gejala klinis, sepsis dibagi menjadi 2, yaitu :

    1.Sepsis berat

    Sepsis dengan disfungsi organ kardiovaskuler atau ARDS atau 2

    disfungsi organ lain

    2.Syok septik

    Sepsis dengan disfungsi organ kardiovaskuler

    A.TANDA DAN GEJALA KLINIS

    Menurut terminologis medis, sepsis mengacu pada adanya bukti infeksi

    dengan ditemukannya minimal 3 dari kriteria berikut :

    a. suhu tubuh < 36C atau >38C

    b .denyut jantung > 90x/menit

    c. peningkatan frekuensi nafas (hiperventilasi) : > 20 x/menit

    d. PaCO2 < 32 mmHg

    e. Peningkatan jumlah lekosit > 12.000 mm3 atau penurunan jumlah

    leukosit < 4000 sel/mm3

    f. Hitung jumlah leukosit normal, dengan > 10% bentuk sel imatur.

    Gejala sepsis meliputi penurunan respon mental, bingung, tremor, menggil, demam,

    mual, muntah, dan diare dengan adanya infeksi. Fokus infeksi tersering yang dapat

    menyebabkan sepsis adalah paru-paru, traktus urinarius, traktus gastrointestinal, dan

    pelvis. Namun, hampir 30% dari pasien tidak dapat ditentukan focus infeksinya. Perjalanan

    penyakit dari sindrom sepsis tidak dapat diprediksi, beberapa pasien dapat langsung

    mengalami syok sepsis, sementara pasien lainnya mengalami disfungsi organ dalam

    berbagai tingkatan atau mengalami proses penyembuhan.

  • 7/30/2019 Budi Sepsis Anak

    5/14

    Pada neonatus tanda primer yang didapatkan adalah distress respirasi, apneu,

    distensi abdomen, muntah dan diare, jaundice, hilangnya tonus otot, penurunan aktivitas

    spontan, kurangnya respon menyedot letargi, kejang dan suhu tubuh yang abnormal (dapat

    hipertermi atau hipotermi). Pada kulit bayi sering didapatkan mottling, sebagai akibat dari

    penurunan perfusi, perubahan curah jantung, dan resistensi vaskuler. Kadang-kadang

    dapat juga ditemukan lesi kulit spesifik, seperti ptekie atau pustule, terutama yang

    disebabkan oleh kuman meningococcus dan Pseudomonas aeuruginosa.

    Manifestasi sekunder merupakan kelanjutan dari proses perjalan penyakit yang

    mengarah pada syok septic. Pada fase ini ditandai dengan hipotensi, sianosis, gangrene,

    oliguria, anuria, jaundice dan tanda gagal jantung. Hipotensi merupakan penyebab gagal

    jantung akut, gangrene perifer dan asidosis laktat. Pada fase ini rentan untuk terjadinya

    acute respiratory distress syndrome atau ARDS, gagal ginjal akut, gagal hati akut, disfungsi

    saraf pusat,disseminated intravascular coagulation/DIC dan disfungsi organ multiple.

    Disfungsi organ pada sepsis dapat terjadi sebagai akibat langsung, atau karena hipoksia

    atau hipoperfusi, atau karena komplikasi dari terapi terhadap penyakit yang mendasari.

    Disfungsi organ bukan saja berperan sebagai petanda sepsis melainkan juga sebagai

    kontributor terhadap kematian pada pasien sepsis.

    a.Sistem Respirasi

    Disfungsi organ oaru sering terjadi pada pasien sepsis atau SIRS. 50%terjadi Acute

    Respiratory Distress Syndrom dan meningkat menjadi 60% bila disertai syok. 85%

    membutuhkan ventilator mekanis. Disfungsi paru diawali dengan adanya radikal oksigen

    yang dihasilkan oleh netrofil teraktifasi yang menyebabkan kerusakan pada endotel kapilerparu. Disfungsi endotel kapiler paru inilah yang mneyebabkan terjadinya edem alveolar

    dan interstisial yang berisi cairan protein dan eksudat yang kaya akan sel imun fagosit.

    Permeabilitas endotel meningkat karena bereaksi terhadap sitokin proinflamasi. Hal ini

    menyebabkan penghancuran membrane dasar.

    b.Sistem Kardiovaskuler

    Jantung maupun pemduluh darah sensitive terhadap pengaruh sitokin proinflamasi.

    Nitrogen oksida adalah mediator vasoaktif yang dianggap menyebabkan penurunan

    resistensi vaskuler sistemik yang menjadi latar belakang timbulnya syok pada sepsis.Terjadi vasodilatasi dan kebocoran kapiler yang mneyebabkan penurunan volume preload

    dan curah jnatung. Baroreseptor memberikan rangsangan terjadinya takikardi. Namun

    demikian endotoksin dan sitokin proinflamasi telah terbukti menyebabkan depresi

    miokard. Sehingga, gambaran hemodinamik yang terjadi adalah vasodilatasi, volume

    intravaskuler tidak adekuat, dan penekanan fungsi miokard.

  • 7/30/2019 Budi Sepsis Anak

    6/14

    c.Sistem Urinarius

    Disfungsi renal terjadi disebabkan oleh adanya hipovolemia dan vasodilatasi oleh

    sitokin yang mneyebabkan hipoperfusi renal. Kerusakan renal disebabkan oleh karena akut

    tubular nekrosis, uropati obstruktif, nefritis interstisial rabdomiolisis dan

    glomerulonefritis.

    d.Sistem Traktus Gastrointestinal

    Traktus gastrointestinal adalah salah satu organ yang penting seringkali

    dikorbankan dalam keadaan syok atau hipoperfusi untuk lebih memenuhi kebutuhan

    oksigenasi organ vital seperti : otak, jantung, paru. Manifesatsi klinis dari hipoksia pada

    organ pencernaan antara lain adalah hilangnya integritas mukosa yang menyebbakan

    nekrosis hemoragik atau perdarahan saluran cerna. Pada penderita-penderita yang

    dirawat lama, penghentian diet enteral dapat mneyebabkan terjadinya atrofi dari vili-vili

    usus. Adanya kerusakan barier mukosa menyebabkan translokasi bakteri dari usus kesirkulasi sistemik. Akibat lain dari sepsis adalah terjadinya gangguan fungsi enzim dan

    system filtrasi imunologis dan mekanis dari hati.Peningkatan serum SGOT dan SGPT,

    bilirubin, dan alkali fosfatase menandakan adanya kerusakan organ lain.

    e.Sistem Hematologi

    Ditandai adanya anemia, leukopenia dan trombositopenia. DIC menyebabkan

    terjadinya konsumsi yang berlebihan terhadap trombosit. Akibat adanya pembentukan

    formasi thrombus mikrovaskuler dan inhibisi dari fibrinolisis menyebabkan semakin

    banyaknya pelepasan sitokin, molekul-molekul adhesi dari sel proinflamasi dan promosidari kaskade sepsis. Petanda yang dijumpai adalah kenaikan Protrombin Time, Partial

    Tromboplastin Time, D-Dimer dan produk-produk pemecahan fibrinogen. Pada penderita

    dengan ventilator mekanik yang relative statis berisiko mengalami thrombosis vena dalam

    dan emboli pulmonal.

    B.DIAGNOSIS

    Salah satu cara pendekatan diagnosis adalah menggunakan pendekatan pendekatan

    PIRO (Presdisposition, Infection, Response, Organ Dysfunction). Predisposisi pada anak

    misalnya penurunan imunitas tubuh, penggunaan alat-alat invasif atau prosedur medik

    yang lama (seperti kateter intravena, kateter urin, pembedahan, perwatan intensif, dan

    lain-lain). Sulit untuk membuktikan sepsis hanya berdasar kultur darah semata, karena

    pasien biasanya sudah mendapatkan antibiotik sebelumnya. Bila kultur darah postif,

    diagnosis menjadi lebih mudah. Ditemukan disfungsi organ akan menguatkan diagnosis

    sepsis berarti sepsis telah lanjut .

  • 7/30/2019 Budi Sepsis Anak

    7/14

    1. Respon sistem inflamasi sistemik

    SIRS (Systemik Infalammatory Response Syndrome) yaitu respons sistemik

    terhadap berbagai kelainan klinik berat (misalnya infeksi, trauma dan luka

    bakar) yang ditandai dengan 2 dari 4 kriteria sebagai berikut :

    a.Hipertermi (> 38,5C) atau hipotermi (< 36C)

    b.Takikardi yaitu peningkatan heart rate > 2 SD di atas normal sesuai

    umur dalam keadaan tidak terdapat stimulasi eksternal, pemakaian obat-

    obat jangka panjang atau rangsang nyeri, atau bradikardia: HR < 10

    persentil sesuai umur tanpa stimulus vagal eksternal, pemakaian beta

    blocker atau penyakit jantung bawaan.

    c.Takipneu dengan RR > 2 SD di atas normal sesuai umur atau ventilator

    mekanik yang akut yang tidak berhubungan dengan penyakit

    neuromuskuler atau penggunaan anestesi umum.

    d.Jumlah leukosit yang meningkat atau menurun (yang bukan akibat dari

    kemoterapi) sesuai umur atau netrofil imatur > 10%.

    2. Infeksi

    Infeksi yaitu suatu kecurigaan atau bukti (dengan kultur positif, pengecatan

    jaringan, atau uji PCR) infeksi disebabkan kuman pathogen atau sindrom

    klinis yang berhubungan dengan kemungkinan besar infeksi. Bukti infeksi

    meliputi penemuan positif pada pemeriksaan klinis, pencitraan atau test

    laboratorium (misalnya sel darah putih pada cairan tubuh yang normal steril,

    perforasi usus, foto rongen dada yang menunjukkan adanya pneumonia,

    ruam ptekiae atau purpura atau purpura fulminan).

  • 7/30/2019 Budi Sepsis Anak

    8/14

    F.PEMERIKSAAN PENUNJANG

    a.Darah rutin : Hb, Ht, Lekosit, Trombosit

    b.GDS

    c.CRP

    d.Faktor koagulasi

    e.Kultur darah berseri

    f.Apusan darah tepi : lekopenia/lekositosis, granula toksik, shift to the left

    g.Urinalisis

    h.Foto thoraks

    i.Asam laktat, BGA, LFT, elektrolit dan EKG

    G.PENATALAKSANAAN

    Penatalaksanaan sepsis berat dan syok septik adalah sebagai berikut

    1.Early Goal Directed Therapy

    EGDT meliputi resusitasi cairan agresif dengan koloid dan atau kritaloid,

    pemberian obat-obatan inotropik, dan atau vasopresor dalam waktu 6 jam

    sesudah diagnosis ditegakkan di UGD sebelum masuk PICU. Resusitasi

    awal 20 ml/kgBB 5-10 menit, dan dapat diulang beberapa kali sampai lebih

    dari 60 ml/kgBB dalam waktu 6 jam. Pada syok septik dengan tekanan nadi

    sangat sempit, koloid lebih efektif daripada kristaloid.

    2.Inotropik/vasopresor/vasodilator

    Vasopresor diberikan apabila terjadi refrakter terhadap resusitasi volume,

    dan mAP kurang dari normal, diberikan vasopresor. Dopamine merupakan

    pilihan pertama. Apabila refrakter terhadap terhdapa pemberian dopamine,

    maka dapat diberikan epinefrin atau norepinefrin. Dobutamin diberikan

  • 7/30/2019 Budi Sepsis Anak

    9/14

    pada keadaan curah jantung yang rendah. Vasodilator diberikan pada

    keadaan tahnan pembuluh darah perifer yang meningkat dengan MAP tinggi

    sesudah resusitasi volume dan pemberian inotropik. Nitrovasodilator

    (nitrogliserin atau nitropusid) diberikan apabila terjadi curah jantung rendah

    dan tahanan pembuluh darah sistemik meningkat disertai syok.

    3. oxygenation (Extra corporeal membrane ECMO) ECMO dilakukan pada syok

    septik pediatric yang refrakter terhadap terapi cairan, inotropik, vasopresor,

    vasodilatasi, dan terapi hormone.

    4.Suplemen oksigen

    Intubasi endotrakeal dini dengan atau tanpa ventilator mekanik sangat

    bermanfaat pada bayi dan anak dengan sepsis berat atau syok septik, karena

    kapasitas residual fungsional yang rendah.

    5.Terapi antibiotik

    Pemberian antibiotik segera satu jam sesudah diagnosis sepsis ditegakkan

    dan pengambilan kultur darah. Pada keadaan dimana focus infeksi tidak

    jelas, maka antibiotik harus diberikan pada keadaan penderita yang

    mengalami perburukan, status imunologik yang buruk, adanya kateter

    intravena berdasarkan kuman penyebabnya dan tes kepekaan. Prinsip

    pemulihan antibiotik tergantung dari berbagai hal antara lain dari :

    communityacquired disease atau pola infeksi di wilayah tersebut, pola

    resistensi kuman, penyakit penyerta (misal pada penderita dengan

    imunocompromised), pemberian infuse atau obat-obatan parenteral dalam

    kaitanya dengan pola kuman-kuman nosokomial, dan modifikasi regimen.

    Dalam panduan internasional Surviving Sepsis Campaign 2008

  • 7/30/2019 Budi Sepsis Anak

    10/14

    direkomendasikan untuk memberikan terapi antibiotik empiris sedini

    mungkin, dalam waktu satu jam setelah diagnosis syok septik (1B) dan

    sepsis berat tanpa syok sepsis (1D). Antimikroba yang diberikan termasuk

    satu atau lebih obat yang aktif melawan semua kemungkinan patogen

    (bakteri) dan dapat berpenetrasi dalam konsentrasi yang adekuat ke organ

    yang dicurigai merupakan sumber infeksi. Antibiotik yang dapat diberikan

    yaitu :

    - Ampisilin 200 mg/kgBB/hari intravena dalam 4 dosis, dikombinasikan denganaminoglikosida, garamycin 5-7mg/kgBB/hari atau amikasin 15-20

    mg/kgBB/hari iv atau netilmisin 5-6 mg/kgBB/hari iv dalam 2 dosis

    - Kombinasi lain adalah ampisilin dengan cefotaxime 100mg/kgBB/hari intravenadalam 3 dosis. Kombinasi ini lebih disukai apabila terdapat gangguan fungsi

    ginjal atau tidak tersedia sarana pengukuran aminoglikosida.

    Penggunaan antibiotik b-laktam spektrum luas sebagai monoterapi sama efektifnya

    dan kurang nefrotoksik dibandingkan dengan kombinasi b-laktam dan aminoglikosida.

    Pemilihan antibiotik monoterapi yang digunakan, yaitu yang dapat mencakup pathogen

    penyebab yang dicurigai dari fokus infeksi, memiliki potensi resistensi rendah, dan profil

    keamanan yang baik. Namun, monoterapi tidak dapat dipilih sebagai terapi antibiotik

    empiris secara universal. Pemilihan antibiotik empiris bergantung pada beberapa faktor,

    terkait dengan latar belakang pasien (termasuk intoleransi obat-obatan), penyakit

    penyerta, dan pola kuman di lingkungan rumah sakit. Pilihan rejimen antibiotik inisial

    harus cukup luas untuk melawan semua kemungkinan patogen. Penggunaan terapi

    kombinasi dua antibiotik dapat memperluas spektrum anti-bakteri, memiliki efek sinergis

    yang meningkatkan aktivitas antibakteri, dan mengurangi resistensi bakteri atau

    superinfeksi.

    7.Sumber infeksi

    Eradikasi sumber pinfeksi sangat penting, seperti drainase abses,

    debridement jaringan nekrosis, alat-alat yang terinfeksi dilepas.

    8.Terapi kortikosteroid

  • 7/30/2019 Budi Sepsis Anak

    11/14

    Pemberian hidrokortison 50 mg setiap 6 jam dan dikombinasi dengan

    fludorcortison 50 g diberikan 7 hari dapat menurunkan angka kematian

    absolute sebanyak 15%. Dosis kortikosteroid yang direkomendasikan untuk

    syok septik pediatric adalah 1-2 mg/kg berat badan sampai 50 mg/kg untuk

    terapi empiris syok septik diikuti dosis yang sama diberikan dalam 24 jam.

    9.Granulocyte Macrophage Colony Stimulating Factor (GMCSF)

    Transfusi granulosit diberikan pada sepsis neonatus dengan hitung neutrofil

    < 1500/uL yang diberikan 1-10 ug/kgBB selama 7 hari.

    10.Intravenous Immunoglobulin (IVIG)

    Mekanisme efek IVIG pada sepsis yaitu sebagai berikut :

    a. Netralisasi melalui antibody dengan meningkatkan fungsi bakterisid,fagositosis, netralisasi endotoksin dan eksotoksin

    b. Antagonis reseptor TNF reseptor IL-1 dan reseptor IL-6.

    c. Egek sinergis dengan antibiotik laktam melalui efek antibody anti-

    laktamase, transport oksigen, memperbaiki fungsi granulosit dalam

    melakukan lisis bakteri, dan aktifitas opsonin, memperbaiki

    koagulopati dang gangguan elektrolit.

    11.Hemofiltrasi

    Transfusi tukar dapat dilakukan untuk mengeluarkan endotoksin bakteri

    danMengatur mediator inflamasi, meningkatkan transport oksigen, memperbaiki

    fungsi granulosit dalam melakukan lisis bakteri, dan aktifitas opsonin, memperbaiki

    koagulopati dan gangguan elektrolit.

    12.Terapi Suportif

    a. Profilaksis Stress Ulcer

    Diberikan inhibitor reseptor H2 yaitu ranitidine.

    b. Profilaksis Trombosis Vena Dalam

  • 7/30/2019 Budi Sepsis Anak

    12/14

    Dosis rendah heparin dianjurkan, kecuali pada penderita yang

    mempunyai kontraindikasi nya yaitu trombositpenia berat, koagulopati

    berat, perdarah aktif, riwayat perdarahan intraserebral.

    c. Pencegahan Hipoglikemia pada sepsisBalita dengan sepsis mempunyai risiko untuk menderita hipoglikemia,

    sehingga perlu diberikan glukosa 4-6 mg.kg berat badan/menit atau

    gkujose 10% dalam NaCl 0, 45 dan mempertahankan gula darah dalam

    batas normal.

    d . Penatalaksanaan Disfungsi Organ

    Disfungsi paru Volume tidal 6-8 ml/kgberat badan, permissive hiperkapnea, dam

    positif end expiratory pressure (PEEP) yang optimal untuk mencegah kolaps

    alveolus.

    Disfungsi saluran cerna

    Nutrisi enteral diberikan segera sesudah hemodinamik stabil dalam 1

    atau 2 hari dengan tujuan mempertahankan integritas saluran cerna,

    mencegah atrofi mukosa saluran cerna dan jaringan limfoid saluran

    cerna, dan mempertahankan hormone saluran cerna.

    Disfungsi koagulasi

    Konsentrat trombosit diberikan pada perdarahan aktif yaitu pada

    perdarahan pasca operasi yaitu sebagai berikut :

    - jumlah trombosit 5.000 - 30.000/mm3 dan

    - jumlah trombosit < 5.000/mm3 tidak tergantung ada atau tidaknya

    perdarahan

    - jumlah tromobit > 50.000/mm3 diperlukan apabila akan dilakukan

  • 7/30/2019 Budi Sepsis Anak

    13/14

    tindakan operasi.

    Fresh frozen plasma diberikan apabila ada gangguan koagulasi dengan

    perdarahan aktif untuk mempertahankan kadar fibrinogen > 1.0 gr/L/

    recombinant human APC diberikan pada sepsis berat dengan disfungsi

    organ multiple dengan jumlah trombosit > 30.000/mm3. Hemoglobin

    dipertahankan dalam batas normal sesuai umur (Hb 10g/dl atau lebih)

    Disfungsi renal

    Resusitasi volume yang adekuat dapat memperbaiki oliguria.

    Hemofiltrasi venous terbukti efektif pada syok septic meningococcuc.

    Pemberian dopamine dan diuretik untuk mencegah disfungsi renal

    belum terbukti.

    C.KOMPLIKASI

    Sepsis merupakan salah satu penyebab dari systemic inflammatory

    respon syndrome (SIRS). Bila tidak segera dikenali dan ditangani sedini

    mungkin, sepsis dapat berkembang menjadi tahapan lebih berat yaitu severe

    sepsis (sepsis dengan disfungsi organ akut), syok sepsis (sepsis dengan

    hipotensi arterial refraksi), multiple organ disfunction syndrome (MODS) atau

    disfungsi organ multiple dan berakhir pada kematian.

    H.PROGNOSIS

    Kematian akibat sepsis tergantung dari lokasi awal infeksi, patogenisitas kuman, ada

    tidaknya disfungsi organ multiple dan respon imun penderita. Kematian karena sepsis

    utamanya disebabkan oleh syok. Angka kematian mencapai 40-60% untuk penderitadengan sepsis karena kuman enteric gram negative. Tanda-tanda prognosis buruk bila

    terjadi hipotensi, koma, leukopeni )< 500/ul), trombositopenia (

  • 7/30/2019 Budi Sepsis Anak

    14/14

    DAFTAR PUSTAKA

    Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNDIP. Prosedur Tetap PICU/UGD/HND-PICU.

    FK UNDIP; Semarang. 2004

    Budhiarso, Hery. Rasio Imatur/Total neutrofil pada Sediaan Apus Darah Tepi

    Sebagai Petanda Dini Sepsis Bakterial Pada Anak . Tesis Program Pendidikan

    Dokter Spesialis-1 Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang.

    2000.