budidaya ikan betutu
DESCRIPTION
makalah ini berisi rangkuman dari beberapa jurnal mengenai budidaya ikan betutu.TRANSCRIPT
MAKALAH BIOLOGI PERIKANAN
BUDIDAYA IKAN BETUTU (Oxyleotris marmorata) SEBAGAI IKAN
INVASI YANG POTENSIAL
Disusun oleh :
Nama Mahasiswa : Amir Mugozin
NIM : 14/365095/PN/13672
JURUSAN PERIKANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2015
BAB.I PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ikan betutu merupakan salah satu ikan yang berasal dari China dan masuk ke Indonesia
pada tahun 1927. Ikan ini bernilai ekonomi tinggi karena cita rasanya yang lezat dan
memiliki permintaan pasar yang besar terutama di wilayah Asia. Harga ikan ini dalam
keadaan siap panen bisa mencapai Rp 130.000/kg. Di Singapura dan Thailand, ikan ini
disajikan dalam restoran-restoran elit dan terkemuka dengan harga yang mencapai Rp
250.000,00 – Rp 300.000,00 untuk satu porsi dengan ukuran 0,8 kg -1 kg.
Meskipun begitu ikan ini dikenal sebagai ikan pemalas karena jarang bergerak sekalipun
ada hentakan air secara tiba-tiba di dekatnya. Habitatnya berada di perairan tawar (sungai,
rawa, dan danau) hingga perairan payau dengan dasar yang berlumpur. Ikan ini menyukai
tempat yang banyak ditumbuhi oleh tanaman air. Hal itu untuk melindungi dirinya dari
predator.
Rumusan masalah
Ikan Betutu memiliki potensi ancaman terhadap lingkungan. Di Australia spesies ini
terdaftar dalam daftar ikan dilarang. Seseorang yang memiliki atau menjual ikan ini tanpa
wewenang adalah melawan hukum Hal ini karena masalah yang signifikan terhadap
lingkungan air yang dapat mempengaruhi spesies ikan asli mereka.
Di Indonesia ikan ini justru diintroduksi di perairan untuk dibudidaya karena kandungan
gizi yang kaya dan memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Jika pembudidayaan ini tidak
diatur dengan baik, maka akan menimbulkan kerusakan lingkungan yang disebabkan
homogenisasi spesies hewan tertentu di perairan mengingat ikan betutu yang gemar
memakan ikan-ikan kecil/muda,udang dan bahkan siput. Maka harus dilakukan studi
populasi ikan betutu dalam upaya pengendalian di sebuah perairan.
Di sisi lain, akhir-akhir ini usaha budidaya ikan betutu semakin ramai dilakukan sebagian
besar petambak bahkan didukung juga oleh pemerintah daerah setempat guna
meningkatkan taraf ekonomi masyarakat. Lokasi perairan yang sering digunakkan untuk
kegiatan budidaya adalah danau dan waduk. Untuk itu agar kegiatan usaha budidaya ikan
betutu semakin berkembang dan menguntungkan perlu adanya penelitian mengenai ikan
betutu, mulai dari biologi reproduksi, pakan yang digunakan untuk mendorong laju
pertumbuhan, dan prospek usaha pada karamba.
Tujuan
1. Mengetahui upaya pengendalian ikan betutu
2. Mengetahui laju konsumsi dan pertumbuhan dari pakan yang diberikan kepada ikan
betutu.
3. Mengetahui biologi reproduksi ikan betutu.
4. Mempelajari prospek usaha ikan betutu.
Study Area
1. Untuk mengetahui populasi ikan betutu dalam upaya pengendalian, penelitian
dilakukan di waduk Panglima Besar Soedirman Banjarnegara.
2. Untuk mengetahui laju konsumsi dan pertumbuhan ikan betutu, penelitian
dilakukan pada skala laboratorium.
3. Untuk mengetahui biologi reproduksi ikan betutu, dilakukan penelitian di waduk
Kedungombo Jawa Tengah.
4. Prospek Usaha ikan betutu yang di teliti adalah usaha budidaya karamba di
kecamatan Muara Bengkal.
Metode
Untuk mendapatkan data dan informasi yang diperlukan, penulis menggunakan
metode penjelajahan melalui internet dengan mengakses sumber artikel ilmiah dan jurnal
yang dipublikasi secara umum dari website terpercaya serta melakukan studi kepustakaan
atau studi pustaka.
BAB.II PEMBAHASAN
Gambaran Umum
Betutu (Oxyeleotris marmorata) adalah nama sejenis ikan air tawar. Spesies ini pertama kali di deskripsikan oleh Bleeker pada 1852. Nama-nama lainnya di berbagai daerah Indonesia adalah bakut, bakutut, belosoh, boboso, bodobodo, ikan malas, ikan hantu,dll. Diinggris ikan ini disebut Marble goby. Di Singapura biasa di sebut Soon Hock.
Kingdom AnimaliaSubkingdom Bilateria
Infrakingdom DeuterostomiaFilum ChordataSubfilum VertebrataInfrafilum GnathostomataSuperclass OsteichthyesClass ActinopterygiiSubclass NeopterygiiInfraclass TeleosteiSuperorder AcanthopterygiiOrder PerciformesSuborder GobioideiFamily EleotridaeGenus Oxyeleotris Bleeker, 1874
Species Oxyeleotris marmorata (Bleeker, 1852)
Sumber : Integrated Taxonomic Information System
Meskipun sangat jarang yang berukuran besar (>50cm) ikan yang menyebar di
kawasan Asia Tenggara hingga kepulauan nusantara ini digemari dagingnya untuk
dikonsumsi. Ikan ini memiliki tubuh yang kecil hingga sedang dengan kepala yang
berukuran besar. Berwarna coklat gelap di atas dan coklat pucat dibawah tubuhnya serta
umumnya memiliki bercak gelap.
Sirip dorsal (punggung) yang dekat dengan muka memiliki enam jari-jari yang
keras (duri); dan yang sebelah belakang dengan satu duri dan sembilan jari-jari yang lunak.
Sirip anal dengan satu duri dan 7–8 jari-jari lunak. Sisik-sisik di tengah punggung, dari
belakang kepala hingga pangkal sirip dorsal (predorsal scales) 60–65 buah. Sisik-sisik di
sisi tubuh, di sepanjang gurat sisi (lateral row scales) 80–90 buah
Perbedaan spesies ini dari yang lain akan dibahas dalam bagian ini. Gambar 1 berguna
dalam mengidentifikasi bagian-bagian yang berbeda dari ikan.
Gambar 1. morfologi ikan secara umum. (Sumber: Lim & Ng, 1990)
Akan sedikit membingungkan jika membandingkan family Eleotridae dengan
family Gobiidae karena banyak aspek yang sama. Mereka dapat dibedakan dengan melihat
sirip perut mereka (Gambar 1). Anggota keluarga Eleotridae memiliki sirip terpisah
panggul (Gambar 2) yang tidak menyatu untuk membentuk pengisap, tidak seperti anggota
keluarga Gobiidae (Gambar 3)
Gambar 2. Sirip perut terpisah dalam anggota
Eleotridae (Sumber: Inger & Chin, 2002)
Pangkal sirip punggung kedua di anggota keluarga Gobiidae (Gambar 4) jauh lebih
panjang dari jarak antara akhir sirip punggung kedua pangkal sirip ekor. Panjang dari dasar
sirip punggung kedua dan batang ekor yang hampir sama pada anggota Eleotridae (Gambar
5)
Gambar 3. Sirip perut menyatu dalam anggota Gobiidae (Sumber: Inger & Chin, 2002)
Gambar 4. Basis dari sirip punggung kedua lebih panjang dari batang ekor di Gobiidae.
(Sumber: Larson & Murdy, 2001,)
Gambar 5. Dasar sirip punggung kedua hampir sama dengan batang ekor di Eleotridae.
(Sumber: Larson & Murdy, 2001,)
Marmorata Oxyeleotris dapat dibedakan dari spesies Oxyeleotris lain dengan melihat sirip
ekor. Marmorata Oxyeleotris tidak memiliki bintik-bintik hitam (ocelli) di pangkalan ekor
nya. Urophthalmus Oxyeleotris, spesies lain dalam genus yang sama, memiliki bercak
hitam di dasar ekor (Gambar 6).
Gambar 6. Oxyeleotris urophthalmus dengan panah merah yang menunjuk di ocellus
(Sumber: Fishes of Mainland Southeast Asia http://ffish.asia; under Creative Commons
Attribution-NonCommercial 3.0 Unported License)
Hasil Penelitian
1. Studi Populasi Ikan Betutu Dalam Upaya Pengendalian Di Waduk Panlima
Besar Soedirman, Banjarnegara
Kelimpahan ikan betutu banyak tertangkap di titik sampling Desa Wanadadi dan Desa
Karang Jambe. Ikan betutu tertangkap di Wanadadi sebesar 0,016 ekor/m2 dengan
kelimpahan relatif 63,16% dan di Karang Jambe 0,006 ekor/m2 dengan kelimpahan relatif
24%. Hal tersebut disebabkan kedua titik sampling tersebut dangkal dan berlumpur akibat
sedimentasi dan eutrofikasi sehingga banyak ikan yang tertangkap.
Ukuran ikan terbesar tertangkap di titik sampling Desa Karang Jambe dengan panjang 28,4
cm dan berat 350 gram, sedangkan ukuran ikan terkecil tertangkap di titik sampling Desa
Wanadadi dengan panjang 6,8 cm dan berat hanya 4 gram.
Ikan betutu hasil tangkapan bulan Juni
sebanyak 38 ekor, ikan betutu jantan
tertangkap 35 ekor dan 3 ekor untuk ikan
betina dengan persentase 92,1 % ikan
jantan dan 7,9 % ikan betina (1:0,08). Hasil
penelitian pada bulan Juli menunjukan
hasil yang berbeda, jantan yang tertangkap
sebanyak 17 ekor sedangkan betina hanya
2 ekor dengan perbandingan 1:0,12 dan
rasio kelamin sebesar 89,5 % ikan jantan
dan 10,5 % untuk ikan betina. Hasil menunjukkan ikan jantan lebih mendominasi dari ikan
betina.
Diagram 1. Rasio Jensi Kelamin Ikan Betutu
2. Laju Konsumsi dan Pertumbuhan Ikan Betutu (Oxyeleotris marmorata) yang
Diberi Pakan Ikan Guppy (Poecilia reticulate)
Pada penelitian ini, tingkat pemangsaan ikan betutu terhadap ikan guppy cenderung
meningkat dengan perkembangan berat tubuhnya. Pada benih ikan betutu yang berukuran
8,7 g laju pemangsaan rata-rata hariannya adalah 1,38 ekor ikan guppy/hari, dan meningkat
hingga 10,88 ekor/hari pada ikan betutu yang berukuran 259,2 g. Gambar 1
memperlihatkan pola hubungan laju pemangsaan dengan ukuran berat tubuh ikan betutu
cenderung mengikuti model berpangkat positif. Namun, berdasarkan laju pemangsaan
relatif terhadap ukuran berat badan (% bb/hari) nampak hubungan menjadi model
berpangkat negatif yang menunjukkan terjadinya penurunan intensitas kegiatan makan
pada ikan yang berukuran lebih besar. Pada ikan betutu juvenil (8,7 g) tingkat konsumsi
relatifnya mencapai 4,74 % bb/hari, sementara pada ikan betutu yang sudah mencapai
bobot 330,5 g laju konsumsinya hanya 1,26 % bb/hari.
Pola penurunan laju konsumsi pakan pada ikan betutu yang lebih besar di atas
memberikan konsekuensi pada menurunnya laju tumbuh ikan dengan pola hubungan yang
relatif sama (Gambar 2). Pada ikan betutu berukuran 8,7 g laju tumbuh relatif hariannya
mencapai 1,87 %/hari, pada ukuran 30-70 g menurun menjadi 0,23-0,86 %/hari, dan pada
ukuran di atas 100 g menjadi kurang dari 0,20%/hari.
3. Biologi Produksi Ikan Betutu Di Waduk Kedungombo Propinsi Jawa Tengah
Dalam pengamatan ini IKG dihitung dengan memisahkan kelamin jantan dan betina.
Nilai IKG ikan betutu jantan berkisar antara 0,03 % sampai 0,65 %, sedangkan untuk ikan
Betutu betina berkisar antara 0,10 % sampai 5,57 %. Ikan betutu betina mempunyai nilai
IKG lebih besar dibanding ikan betutu jantan (Tabel 1).
Diameter telur ikan
betutu TKG IV pada bulan Maret berkisar antara (0.24 - 0,54 mm), bulan Mei (0,32 - 0,67
mm), bulan Juli (0,27 – 0,62 mm) dan bulan Oktober (0,2 – 0,55 mm). Secara keseluruhan
nilai diameter telur ikan betutu mempunyai kisaran antara (0,2 – 0,67 mm). Dari 233 butir
telur yang teramati, diameter telur ikan betutu pada tingkat kematangan gonad IV berkisar
antara 0,200 – 0,675 mm (Gambar 4).
Fekunditas ikan betutu pada bulan Maret berkisar antara: 6414 – 33833 butir, bulan Mei: 15832 – 28991 butir, bulan Juli: 11665 – 26000 butir dan Oktober: 23010 – 56302 butir. Secara keseluruhan nilai fekunditas ikan betutu mempunyai kisaran antara 6414-56.302 butir. Hubungan antara fekunditas dengan panjang total memperlihatkan bahwa semakin panjang tubuh ikan semakin besar pula fekunditasnya.
Hal yang sama juga pada hubungan antara fekunditas dan bobot ikan. Hubungan antara fekunditas dengan bobot tubuh ikan betutu lebih kuat jika dibandingan dengan hubungan fekunditas dengan panjang total ikan betutu, yang ditunjukkan dengan nilai R2 (koefisien determinasi) yang lebih besar (Tabel 2).
4. Prospek Budidaya Ikan Betutu Dalam Karamba di Kecamatan Muara Bengkal
Pembahasan Hasil Penelitian
1. Studi Populasi Ikan Betutu Dalam Upaya Pengendalian Di Waduk Panlima Besar Soedirman, Banjarnegara
Selama penelitian kelimpahan ikan betutu tidak tersebar merata di setiap titik
pengambilan sampel. Berdasarkan wawancara dari nelayan setempat tidak meratanya
kelimpahan ikan di setiap titik sampling kemungkinan disebabkan oleh perubahan cuaca
seperti curah hujan yang berbeda di bulan Juni dan Juli. Perbedaan kualitas air akibat
perubahan cuaca pada bulan Juni dan Juli menyebabkan kelimpahan ikan betutu menurun.
Khokiattiwong et al. (2000) menyatakan penurunan kelimpahan ikan disebabkan karena
mortalitas, migrasi, serta adanya periode kehadiran kelompok umur yang berbeda dalam
waktu yang berbeda. Hal tersebut didukung penelitian Nessa et al. (2004), kelimpahan ikan
menurun disebabkan perubahan kondisi lingkungan, makanan, predator, penyakit serta
penangkapan yang berlebihan sehingga kelimpahan ikan berfluktuasi.
Titik sampling di Desa Karang Jambe terdapat karamba jaring apung dan banyak
terdapat tanaman air yaitu E. crassipes dan H. verticillata. Habitat yang banyak terdapat
tanaman air tersebut mendukung untuk kehidupan ikan betutu, maka diperlukan upaya
pengendalian habitat yang disenangi ikan betutu baik secara fisik maupun biologis. Hal
tersebut sesuai dengan hasil penelitian Siagian (2009), ikan betutu seringkali berada
disekitar tumbuhan air sebagai tempat berlindung dan mencari makan. Rahmawati (2002)
menyatakan dalam upaya pengendalian populasi ikan introduksi di waduk harus
memperhatikan kondisi habitat serta faktor yang membatasi ukuran populasi
Effendi (2002) menyatakan, untuk mempertahankan kelestarian populasi, rasio kelamin
yang ideal adalah 1:1 atau setidaknya ikan betina lebih banyak dari jantan. Akan tetapi, hal
tersebut tidak mendukung upaya pengendalian ikan betutu yang dilihat dari rasio kelamin.
Upaya pengendalian ikan betutu di Waduk P. B. Soedirman yang dilihat dari aspek rasio
kelamin dapat dikendalikan karena lebih banyak ikan jantan, hal tersebut menyebabkan
ikan akan sulit bereproduksi akibat sedikitnya jumlah ikan betina. Menurut Rahman et al.
(2013) kenyataan di alam perbandingan kelamin jantan dan betina tidak mutlak, hal ini
dipengaruhi oleh pola penyebaran yang disebabkan oleh ketersedian makanan, kepadatan
populasi, dan keseimbangan rantai makanan.
2. Laju Konsumsi dan Pertumbuhan Ikan Betutu (Oxyeleotris marmorata) yang Diberi Pakan Ikan Guppy (Poecilia reticulate)
Hasil penelitian ini memberikan informasi peluang ikan guppy sebagai sumber pakan
pada kegiatan budidaya ikan betutu. Banyak dilaporkan bahwa ikan betutu merupakan
jenis predator yang memangsa berbagai jenis biota akuatik kecil (Edward & Allen, 2004;
Bundit, 2007), namun demikian hingga saat ini belum banyak informasi perilaku
pemangsaan dan keragaan tumbuhnya. Informasi yang berhasil ditemukan hanya terbatas
pada pemanfaatan cacing tanah dan artemia untuk menu pakan ikan betutu pada fase
juvenil (Nhi, et al.,earthwormvietnam.com, diunduh Nopember 2012; Darwis, et al., 2009).
Perbedaan karakter pakan yang diberikan dimana ikan guppy relatif lebih lincah
dibandingkan cacing tanah merupakan factor penting dalam laju pemangsaan ikan betutu
yang bersifat pasif.
Pada tahap pembesaran, ikan betutu diketahui memiliki laju pertumbuhan yang rendah.
Menurut Chrismadha, et al. (2012), ikan nila memiliki laju tumbuh harian mencapai
188%/hari pada ukuran bobot tubuh 7,5 g dan menurun hingga 2 %/hari pada ukuran di
atas 100 g. Namun demikian meskipun ikan betutu tumbuh sangat lambat kegiatan usaha
pembesaran ikan betutu masih dianggap menguntungkan karena harga jualnya yang tinggi,
yaitu mencapai Rp. 130.000,-/kg.
3. Biologi Produksi Ikan Betutu Di Waduk Kedungombo Propinsi Jawa Tengah
Indeks Kematangan Gonad (IKG)
Menurut (Bagenal, 1978 dalam Nasution, 2005), mengatakan bahwa ikan yang mempunyai nilai IKG lebih kecil dari 20 % adalah kelompok ikan yang dapat memijah lebih dari satu kali setiap tahunnya. Dari hasil penelitian ikan betutu mempunyai nilai IKG lebih kecil dari 20 %, sehingga dikategorikan ikan yang dapat memijah lebih dari satu kali setiap tahun. Hal ini sesuai dengan laporan Pulungan et.al., (1994) menyatakan bahwa pada umumnya ikan yang hidup di perairan tropis dapat memijah sepanjang tahun dengan nilai IKG yang lebih kecil pada saat ikan tersebut matang gonad.
Fekunditas
Fekunditas ikan betutu pada penelitian ini selalu berfluktuasi, keadaan tersebut kemungkinan disebabkan ikan-ikan yang didapat tidak berumur sama. Ikan-ikan yang tua dan besar ukurannya mempunyai fekunditas relative lebih kecil dibandingkan ikan-ikan yang lebih muda.
Fekunditas telur betutu hasil penelitian Soewardi (2006) melaporkan bahwa fekunditas telur ikan betutu di sungai cisadane berkisar antara 11.000- 145.000 butir dan di waduk saguling berkisar antara 14.000- 180.000 butir, hal ini relatif lebih besar dibandingkan fekunditas telur ikan betutu di waduk Kedung ombo hal ini disebabkan karena ikan di Waduk Kedung Ombo mempunyai ukuran yang kecil jika dibandingkan dengan ikan betutu di sungai Cisadane dan di waduk Saguling. Faktor lain yang
mempengaruhi fekunditas adalah umurikan, panjang atau bobot dan spesies ikan (Andamari et.al, 2003).
Berdasarkan Sukendi (2001), nilai fekunditas suatu spesies ikan selain dipengaruhi oleh ukuran panjang total juga dipengaruhi oleh bobot tubuh. Bobot tubuh ikan betutu lebih baik untuk menduga nilai fekunditas jika dibandingkan dengan panjang total tubuhnya. Menurut Effendie (1997), fekunditas mutlak sering dihubungkan dengan bobot ikan, karena bobot ikan lebih mendekati kondisi ikan tersebut daripada panjang tubuh.
Diameter Telur
Ukuran telur ikan betutu tidak seragam. Ukuran diameter telur yang paling banyak ditemukan antara 0,29 – 0,32 mm (26,2%), selanjutnya ukuran 0,32 – 0,35 mm (23,61%). Kelompok ukuran diameter telur yang didapat dari hasil penelitian menyebar secara mencolok, hal ini menujukkan bahwa ikan betutu melakukan pemijah secara parsial atau tipe pemijahan panjang. Menurut Soewardi (2006), melaporkan bahwa ikan betutu di sungai Cisadane dan di waduk Saguling melakukan pemijahan secara partial atau tipe pemijahan panjang. Berdasarkan Lumbanbatu (1979) dalam Susilawati (2000), bahwa ikan yang melakukan pemijahan secara parsial berarti waktu pemijahanya panjang yang ditandai dengan banyaknya ukuran telur yang berbeda di dalam ovariumnya.
4. Prospek Budidaya Ikan Betutu Dalam Karamba di Kecamatan Muara Bengkal
Hasil penelitian Budianto (2007) dilengkapi dengan analisis finansial usaha budidaya
ikan betutu dalam karamba dengan asumsi umur proyek ditetapkan selama 5 tahun dan
tingkat suku bunga atau Opportunity Cost of Capital (OCC) sebesar 12,25 %. Perhitungan
NPV menunjukkan nilai bersih sekarang sebesar Rp 8.514.666/tahun. Perhitungan Net B/C
Ratio menjelaskan bahwa usaha tersebut memberikan keuntungan sebesar 5,86 kali dari
seluruh biaya yang diinvestasikan. Nilai IRR sebesar 164 % menunjukkan kemampuan
modal mengembalikan atau menambah nilai atau tingkat keuntungan diskonto yang
diperoleh dari modal yang diinvestasikan sebesar 164 % dari modal yang ditanamkan.
Payback period selama 7,2 bulan menunjukkan jangka waktu pengembalian biaya investasi
terjadi selama kurun waktu tersebut yang tidak melebihi setengah umur proyek. Melihat
hasil perhitungan NPV, Net B/C Ratio, IRR dan Payback Period, maka usaha budidaya
ikan betutu dalam karamba di Kecamatan Muara Bengkal layak untuk dikembangkan.
Daftar Pustaka
Fatah,Khoirul dan Adjie, Susilo.2013.BIOLOGI REPRODUKSI IKAN BETUTU
(Oxyeleotris marmorata) Vol.5 (2). Balai Penelitian Perikanan Perairan
Umum.Palembang
Purnamasari, Elly. 1997. DI WADUK KEDUNG OMBO PROPINSI JAWA TENGAH
PROSPEK USAHA BUDIDAYA IKAN BETUTU (Oxyeleotris marmorata Blkr)
DALAM KARAMBA DI KECAMATAN MUARA BENGKAL.FPIK UNMUL.Kutai
timur
Crhismada, Tjhandra.2013. LAJU KONSUMSI DAN PERTUMBUHAN IKAN BETUTU
(Oxyeleotris marmorata BLEEKER, 1852) YANG DIBERI PAKAN IKAN GUPPY
(Poecilia reticulata PETERS, 1859). Pusat Penelitian Limnologi-LIPI.
Moersid, Aditya,. Rukayah, Siti,. dan Nasution E.K.2011.STUDI POPULASI IKAN
BETUTU (Oxyeleotris marmorata, Blkr.) DALAM UPAYA PENGENDALIAN DI
WADUK PANGLIMA BESAR SOEDIRMAN, BANJARNEGARA.Fakultas Biologi
Universitas Jendral Sudirman.Purwokerto