budidaya suweg.docx

30
MAKALAH BAHASA INDONESIA Budidaya Suweg (Amorphophallus campanulatus) dengan Naungan Markisa Ungu (Passiflora edulis) untuk Memaksimalkan Hasil Produksi sebagai Komoditas Diversifikasi Pangan Unggulan Indonesia Di Susun Oleh Kelas L Agroekoteknologi 2012 PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

Upload: philip-simanjuntak

Post on 24-Dec-2015

223 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

MAKALAH BAHASA INDONESIA

Budidaya Suweg (Amorphophallus campanulatus) dengan Naungan

Markisa Ungu (Passiflora edulis) untuk Memaksimalkan Hasil Produksi

sebagai Komoditas Diversifikasi Pangan Unggulan Indonesia

Di Susun Oleh

Kelas L Agroekoteknologi 2012

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2013

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT

yang senantiasa mencurahkan rahmat dan taufik-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan penulisan makalah Bahasa Indonesia yang berjudul “Budidaya

Suweg (Amorphophallus campanulatus) dengan Naungan Markisa Ungu

(Passiflora edulis) untuk Memaksimalkan Hasil Produksi sebagai Komoditas

Diversifikasi Pangan Unggulan Indonesia” dengan baik, tidak lupa sholawat

dan salam selalu tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad Saw, beserta

keluarga, sahabat dan orang-orang yang berjuang di jalan Allah hingga akhir

zaman.

Selesainnya penulisan makalah ini berkat dukungan dan bantuan semua

pihak yang terkait didalamnya. Untuk itu penulis menyampaikan terimakasih

yang sebanyak-banyaknya kepada :

1. Orang tua di rumah yang senantiasa memberikan do’a dan

dukungannya.

2. Rika Wulandari dan Dewa asisten yang membantu dalam

pengerjaan dan penyelesaian makalah ini.

3 Segenap pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian

penulisan yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu

Penulis menyadari tulisan ini masih jauh dari sempurna, kritik dan

saran yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan kedepannya.

Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Malang, 30 Mei 2013

Penulis

ii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR........................................................................................ii

DAFTAR ISI......................................................................................................iii

DAFTAR GAMBAR.........................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN...................................................................................1

1.1 Latar Belakang..........................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah......................................................................................2

1.3 Tujuan Penulisan.......................................................................................3

1.4 Manfaat Penulisan.....................................................................................3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................4

2.1 Pengertian Suweg......................................................................................4

2.2 Syarat Hidup Suweg..................................................................................5

2.3 Pembudidayaan Suweg Di Indonesia........................................................5

2.4 Jenis dan Manfaat Suweg..........................................................................6

2.5 Peran Markisa Ungu Sebagai Naungan..................................................7

2.6 Pengaruh Berbagai Jenis Naungan Terhadap Pertumbuha Suweg............8

2.7 Diversifikasi Pangan Indonesia.................................................................9

BAB III PEMBAHASAN................................................................................10

3.1 Potensi Pembudidayaan Suweg dengan Naungan Markisa Ungu untuk Memperoleh Produktivitas Maksimal..........................................................12

3.2 Teknik Budidaya Suweg dengan Naungan Markisa Ungu......................12

3.2 Prediksi Keberhasilan Inovasi Terbaru Pembudidayaan Suweg dengan Naungan markisa ungu..................................................................................13

3.3 Suweg sebagai Komoditas Diversifikasi Pangan Unggulan Indonesia. .13

BAB V PEMBAHASAN

5.1 Kesimpulan

5.1 Saran

DAFTAR PUSTAKA

iii

DAFTAR GAMABAR

Gambar 1. Tanaman Suweg dan Umbinya........................................................5

Gambar 2. Denah Budidaya Suweg pada naungan Markisa...........................10

iv

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sejalan dengan krisis ekonomi global tiga tahun terakhir maka

pemerintah Indonesia mendorong industri dalam negeri menggunakan

bahan baku lokal dan mengurangi ketergantungan pada bahan impor

(Arisoesilaningsih, 2009). Suweg adalah tanaman umbi tradisional yang

telah dimanfaatkan sejak lama di Indonesia. Di Jawa, umbi direbus dan

dikonsumsi sebagai pengganti nasi terutama selama musim kering, selain

itu suweg telah diketahui banyak manfaatnya sehingga mempunyai nilai

ekonomi tinggi (Prihatyanto, 2007). Umbi suweg mengandung

glukomanan yang banyak manfaatnya sebagai bahan baku konniyaku

makanan khas Jepang, perekat, industri tekstil, industri film, industri

listrik, industri senjata perang dan gelatin mannan sebagai pengganti media

tumbuh (Lingga et al.,1989). Umbi suweg mengandung pati dalam jumlah

besar sehingga sering dikonsumsi langsung sebagai bahan pangan (Jansen

et al., 1996).

Budidaya suweg di Indonesia belum maksimal, umbi suweg yang

diekspor selama ini berasal dari tanaman yang tumbuh liar di bawah

tegakan hutan produksi Perum Perhutani di Jawa Timur, Jawa Tengah dan

Jawa Barat. Secara alami suweg tumbuh di hutan tropika dataran rendah

hingga 100-1000 meter di atas permukaan laut. Produksi umbi suweg di

bawah tegakan hutan Jawa Timur minimal 4 ton per ha dan bila

dibudidaya lebih intensif dapat mencapai 8 - 9 ton per ha

(Arisoesilaningsih, 2009). Pada tahun 2009 total ekspor umbi suweg di

Indonesia mencapai 235 ton , peluang industri suweg dalam dan luar

negeri sangat tinggi dan produksi saat ini belum memenuhi kebutuhan

lebih dari 3000 ton per tahun, maka masyarakat lebih memilih berburu di

hutan-hutan termasuk memperoleh bibit juga mengandalkan pasokan alam

daripada membudidayakannya di lahan. Akibatnya, populasi suweg di

alam terancam kelestariannya.

1

Berdasar permasalahan tersebut, perlu adanya pengembangan

budidaya suweg secara intensif pada lahan budidaya. Agar suweg dapat

dibudidayakan pada lingkungan yang bukan habitat aslinya, maka harus

dilakukan modifikasi lingkungan tempat tumbunnya dengan penanaman

tanaman naungan. Masa panen suweg antara 5-6 bulan, sehingga dalam

waktu enam bulan tersebut tentunys lahan tidak dapat berproduksi, untuk

mengatasinya tanaman naungan yang digunakan pada budidaya suweg

haruslah tanaman yang dapat berproduksi kurang dari enam bulan namun

berpotensi untuk menunjang produktivitas suweg.

Tanaman naungan yang akan digunakan adalah markisa ungu,

markisa ungu memiliki potensi besar untuk dikembangkan sebagai

tanaman naungan suweg baik dari segi ekonomi maupun ekologinya.

Tanaman markisa ungu dan suweg , sama-sama tumbuh baik pada dataran

tinggi, selain itu markisa ungu dapat berproduksi sepanjang tahun dan

dapat berproduksi setelah tiga bulan tanam (Pusat Penelitian dan

Pengembangan Hortikultura, 2010). Penanaman suweg dan markisa ungu

di tanam pada satu lahan yang sama, markisa ungu ditanaman pada jarak

4x5 m, dan di pasang penyanga yang membentuk naungan dengan tinggi

2,5 m. Dalam naungan tersebut di tanam suweg dengan jarak 2x1,5 m.

Dengan demikian lahan dapat termanfaatkan dengan maksimal dan suweg

dapat dibudayakan pada lahan budidaya dan tidak harus menjarah hutan

untuk memenuhi permintaan konsumen, selain itu tentunya dengan

budidaya intensif maka produksi yang dihasilkan kan lebih optimal dan

dapat berkelanjutan sehingga suweg dapat menjadi slah satu komoditas

unggulan Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaiman potensi pembudidayaan suweg (Amorphophallus

campanulatus) menggunakan naungan markisa ungu (Passiflora

edulis) untuk mendapatkan hasil produksi maksimal?

2

2. Bagaiman cara budidaya suweg (Amorphophallus campanulatus)

dengan menggunakan tanaman naungan markisa ungu (Passiflora

edulis)?

3. Bagaimana prediksi keberhasilan inovasi terbaru dalam pembudidayaan

suweg (Amorphophallus campanulatus) dengan naungan markisa

ungu (Passiflora edulis)?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Mengetahui potensi pembudidayaan suweg (Amorphophallus

campanulatus) menggunakan naungan markisa ungu (Passiflora

edulis)

2. Mengetahui cara pembudidayaan tanaman suweg (Amorphophallus

campanulatus) pada lahan budidaya dengan tanaman naungan

markissa ungu (Passiflora edulis)

3. Terwujudnya pola pembudidayaan suweg (Amorphophallus

campanulatus) yang optimal pada lahan budidaya sebagai komoditas

unggulan Indonesia untuk mencapai swasembada suweg

1.4 Manfaat Penulisan

1. Sebagai solusi atas pembudidayaan suweg Amorphophallus

campanulatus) yang belum optimal

2. Sebagai referensi pola pembudidayaan baru suweg Amorphophallus

campanulatus) dan markisa ungu

3. Sebagai inovasi untuk mendukung pembudidayaan suweg

Amorphophallus campanulatus) secara masal dan berkelanjutan

sebagai diversifikasi pangan potensial

3

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Suweg

Suweg merupakan tanaman berumbi telanjang, berbentuk globose

(Jansen et all.,1996) dan memiliki batang semu dengan satu daun tunggal

yang terpecah-pecah dan tangkai daun tegak yang keluar dari umbinya

(Kay,1973). Tangkainya berwarna hijau dan memiliki belang putih yang

menyebar rata diseluruh permukaan batang. Batang juga dipenuhi dengan

bintil- bintil, halus yang menyebar rata, panjang batang berkisar antara 50-

150 cm dan helaian daun berdiameter 75-200 cm(Jansen et all.,1996).

Dengan lebar daun demikian, mengakibatkan indeks luas daun rendah

sehingga populasi tanaman per hektar menurut Soemono et al. (1986) dapat

mencapai 40000- 50000 tanaman. Suweg dipelihara untuk dimakan

umbinya dan secara tradisional parutan umbi yang segar dapat dipakai untuk

obat luka. Umbi suweg mengandung kristal kalsium oksalat yang membuat

rasa gatal, senyawa tersebut dapat dihilangkan dengan perebusan.

Sedangkan bunganya termasuk bunga mejemuk dan uniseksual

(bunga jantan dan betina ada dalam dua bunga yang terpisah). Bunga jantan

dan betina dapat terlihat hanya saat bunga mekar, tongkol bunga terdiri dari

bunga betina dibagian bawah, bunga jantan di tengah dan bagian tangkai

teratas bunga mandul. Semuanya tersusun dalam tangkai yang menjulang di

tengah bunga, maka yang disebut bunga, sebenarnya hanyalah seludang,

sehingga dapat disebut bunga semu(Sufiani,1993). Umbi suweg, berbentuk

bundar agak pipih dan berkulit kasar, dengan serabut menyerupai akar yang

tumbuh jarang di permukaan kulitnya.. Seluruh permukaan kulit umbi

suweg dipenuhi dengan bintil-bintil dan tonjolan, sebagai anak umbi dan

tunas yang dapat dugunakan untuk perbanyakan atau perkembangbiakan

secara vegetative dengan menanam tunas atau umbi anaknya. Sementara di

bagian atas tepat di tengah-tengah lingkaran umbi, terletak tunas utamanya

(Sufiani.1995).

4

Gambar 1: Tanaman suweg dam umbinya.

(Sumber gambar: Sumarwoto.2004)

2.2 Syarat Hidup Suweg

Suweg merupakan tanaman yang mudah beradaptasi terhadap

lingkungan hidupnya, tanaman suweg dapat tumbuh baik pada vegetasi

sekunder yaitu tempat lembab yang terlindungi, serta pada dataran rendah

hingga 800m dpl. Suhu optimum yang diperlukan untuk pertumbuhannya

adalah 25-350 C dan curah hujan 1000-1500 mm/tahun. Meskipun tanaman

suweg dapat ditemui pada hamper semua jenis tanah, kecuali rawa, namun

partumbuhan umbi terbaik mencapai pertumbuhan maksimumnya pada jenis

tanah lempung berpasir dengan pH 6 - 7.5(Jansen et all.,1996).

2.3 Pembudidayaan Suweg Di Indonesia

Di seluruh dunia terdapat sekitar 90 jenis Amorphophallus

spp.,yang diperkirakan lebih dari 20 jenis berasal dari Indonnesia, dengan 8

jenis ditemukan di Jawa. Namun di Indonesia Amorphophallus spp,

termasuk dalam kelompok “minor tuber crop” dengan ciri-ciri minimnya

perhatian pemerintah, peneliti dan lembaga pembudidaya konservari

pangan lainnya, justru cenderung diabaikan dalam setiap pembahasan

sumber pangan utama. Kecenderungan memarginalisasi, terjadi secara tidak

langsung dari aspek kebijakan pemerintah pada masa dahulu yang

mengutamakan peningkatan produksi beras(Yuzammi, 2002).

Sebenarnya, komoditas ini pernah menjadi komoditas ekspor

Indonesia sejak sekitar tahun 1920-an. Tahun 1987 ekspor tercatat 86 ton

5

dan pada tahun 1991 tercatat 225 ton dengan keseluruhan produksi berasal

dari eksploitasi di hutan(Sufiani,1995). Secara tradisonal para petani di

Blitar, Kuningan dan Banjarmasin adalah daerah-daerah yang

menggunakan spesies liar sebagai pakan ternak. Jenis yang tidak gatal

digunakan untuk makanan setelah dikupas, dirajang, dicuci, dikukus

bersama kelapa dan gula merah (Santosa et all., 2002). Sebenarnya jika

dilihat dari kondisi lahan Indonesia yang subur, tanaman tropika seperti

suweg ini sangat mudah dibudidayakan, terlebih tanaman ini dpat

ditumpang sarikan dengan tanaman tahunan sebagi naungannya, sehingga

budidaya suweg ini dapat berjalan dan maju dengan pesat dengan

pengolahan produksi yang tepat. Sayangnya di Indonesia masih sebatas

pembudidayaan untuk pangan keluarga saja, dan itu pun hanya masyarakat

desa yang mengenalnya, selain itu belum dikenalnya suweg secara luas

dan umur tanaman suweg yang relative lebih panjang dari pada tanaman

palawija lainya, serta factor keberhasilan yang kurang pasti membuat

pembudidayaan suweg belum berkembang (Santosa et all., 2003).

2.4 Jenis dan Manfaat Suweg

Suweg sering disebut suweg, acung, ileus, atau bunga bangkai

termasuk famili Araceae (talas-talasan).Dari 90 jenis suweg di dunia,20

diantaranya ada di Indonesia dan banyak dijumpai, diantaranya: A.

campanulatus, A. oncophyllus, A. variabilis, A. spectabilis, A.konjac, A.

decumsilvae,A. paeoniifolius, A. mullerri, dan yang sangat terkenal adalah

A. titanium (bunga bangkai) A. decuss-silvae, dan A.gigaskarena bunganya

sangat besar dan indah. Sedangkan untuk bahan makanan dan industri

kebanyakan yang digunakan adalahadalah A. campanulatus, A.

oncophylus,dan A. variabilis (Sufiani, 1993).

Umbi suweg memiliki beberapa manfaat sebagai berikut:

1) Umbi suweg mwmiliki nilai indeks Glikemik (IG) rendah yaitu

42, dan bermanfaat untuk menekan kadar gula darah sehingga

baik untuk penderita Diabetes. Selain itu, dapat mengganti sel-sel

dalam tubuh, membersihkan dan mempercepat peredaran darah,

6

tidak mengandung lemak sehingga membatasi kegemukan,

menghilangkan kolesterol sehingga baik bagi penderita darah

tinggi dan Diabetes, obat luka kena gigitan ular berbisa atau lipan

serta sebagai obat luka luar lainnya.

2) Tepung umbi suweg dapat pula digunnakan untuk kosmetik dan

lem. Pengolahan umbi suweg ke dalam bentuk tepung dapat

dimanfaatkan sebagai bahan dasar berbagai makanan seperti Roti,

Biskuit, Mie, Agar-agar, dan tahu.Selain diolah ke dalam bentuk

tepung, umbi suweg juga bisa dikonsumsi secara langsung dengan

cara Dikukus, Dikolak, dan diolah menjadi Bubur.Sehingga dapat

digunakan sebagai pengganti bahan makanan pokok, bahan baku

snack, manisan, dan makanan pengudap (seperti mie) (Rosman,

R. & S. Rusli, 1991).

2.5 Peran Markisa Ungu (Passiflora edulis) Sebagai Naungan

Secara umum markisa memiliki pertumbuhan sulur dan batang

yang menyebar luas, kemudian sulur yang meyebar tersebut dapat

menutupi tanaman di bawahnya dengan baik jika dirambatkan dengan

penyangga yang tinggi. Sehingga tanaman markisa sangat bagus untuk

naungan tanaman- tanaman yang memerlukan naungan, markisa

merupakan tanaman merambat, sehingga dengan satu tanaman mampu

menghasilakan kanopi dan naungan cukup besar, sehingga tidak

mengakibatkan perebutan unsur hara dengan tanaman budidaya yang

dinaunginya, tingkat kerapatannya juga tinggi dan usia yang cukup

panjang membuat naungan dari tanaman markisa ini tidak perlu sering

diganti(Sumarwoto.2004).

Tanaman markisa ungu tumbuh baik pada dataran tinggi, selain

itu markisa ungu dapat berproduksi sepanjang tahun dan dapat

berproduksi setelah tiga bulan tanam (Pusat Penelitian dan Pengembangan

Hortikultura, 2010). Markisa ungu memiliki daun yang lebih tipis dan

ukurannya lebih kecil dibanding jenis markisa lain, sehingga akan cocok

untuk dijadikan naungan karena kanopi daun tidak akan terlslu rimbun,

7

sehingga sinar matahari dapat masuk dan diserap tanaman yang

dinaunginya.

2.6 Pengaruh Berbagai Jenis Naungan Terhadap Pertumbuha Suweg

Budidaya suweg memerlukan tanaman keras sebagai tegakan

yang melindunginya dari sinar matahari langsung. Sebenarnya, kerapatan

pohon atau keteduhan daun lahan yang akan ditanami tidak harus terlalu

rapat dan keteduhan yang diberikanpun hanya minimal sekali, yang

penting, pada saat matahari terik bersinar di tengah hari, daun suweg bisa

terlindung dari sinarnya. Daun akan layu dan tanaman tidak akan tumbuh

optimal bila terkena sinar berlebih dan akan mati. Naungan yang ideal

untuk tanaman suweg adalah jenis tanaman hhutan seperti jati, mahoni

sono, dan tanaman kayu lain. Tingkat kerapatan naungan minimal 40%

sehingga semakin rapat semakin baik (Sufiani.1995). Namun, pada hasil

produksi tanaman suweg sendiri, terlihat sangat baik pada lingkungan

hutan atau agroforestry yang di dalamnya tumbuh tanaman berkayu

tahunan, misalnys pada hutan jati produksi suweg mencapai sekitar 80 ton

dalam sekali panen(Santosa et all,. 2003).

2.7 Diversifikasi Pangan Indonesia

Potensi ketersediaan pangan lokal Indonesia sangat melimpah.

Indonesia memiliki setidaknya 77 bahan makanan lokal yang mengandung

karbohidrat yang hampir sama dengan nasi sehingga bisa dijadikan

substitusi (Kompas, 2010 dalam Yuliatmoko, 2010 ). Produk pangan lokal

seperti beras cianjur, jeruk medan, markisa makasar, asinan bogor, kopi

lampung, talas bogor, jenangan kudus, bubur manado,apel malang, talas

bogor, dan lain-lain menyimpan potensi indigenus yang merupakan

kekuatan yang luar biasa (Hariyadi, 2007).

Namun demikian, hingga kini produk pangan lokal Indonesia

belum mampu untuk mematahkan dominasi pangan dari beras atau tepung

terigu.Salah satu penyebabnya adalah rendahnya inovasi teknologi

terhadap produk pangan lokal tersebut. Di sisi lain, di era global ini,

8

tuntutan konsumen terhadap pangan terus berkembang, selera konsumen

menjadi faktor yang sangat penting untuk diperhatikan oleh setiap

produsen. Oleh karena itu, inovasi teknologi terhadap produk pangan lokal

mutlak harus dilakukan, juga inovasi teknologi terhadap pangan lokal

bukan saja terhadap aspek mutu, gizi, dan keamanan yang selama ini

didengungkan oleh berbagai pihak.Inovasi teknologi juga harus menyentuh

aspek preferensi konsumen, yaitu kesesuaian, baik kesesuaian terhadap

selera, kebiasaan, kesukaan; kebudayaan, atau terlebih-lebih terhadap

kepercayaan/agama.Karena pada akhirnya, konsumenlah yang menentukan

pilihan terhadap suatu produk pangan tersebut dikonsumsi atau tidak,

meskipun produk tersebut dinyatakan bermutu, bergizi, dan aman untuk

dikonsumsi.

III. PEMBAHASAN

3.1 Potensi Pembudidayaan Suweg dengan Naungan Markisa Ungu untuk Memperoleh Produktivitas Maksimal

Berdasarkan data penelitian (Arisoesilaningsih, dkk.,2009)

optimalisasi diameter dan volume umbi suweg di lahan agroforestri

direkomendasikan budidaya suweg dengan mengendalikan kondisi

lingkungan tanam umbi suweg yaitu ketinggian lebih dari 400 mdpl, suhu

bulanan selama periode vegetatif tidak terlalu rendah, kadar Ca rendah,

KTK (Kapasitas Tukar Kation) optimal dan mempertahankan vegetasi

penutup tanah. Pengaplikasian suweg dan markisa ungu pada lahan

budidaya yang sama diharapkan dapat menunjang produktivitas tanaman

suweg, selain itu lahan tetap dapat berproduksi saat suweg belum

mencapai perkembangan vegetatif maksimalnya.

Di Indonesia secara komersil markisa ungu dibudidayakan pada

dataran tinggi pada daerah Sumatra serta Sulawesi. Hal tersebut menjadi

salah satu persamaan syarat tumbunya dengan suweg. Secara umum

markisa tumbuh memanjang dengan sulur, daun markisa ungu berbentuk

menjari dengan panjang daun 9-12 cm , ruas antar batang pada markisa

9

ungu berkisar antara 5-7 cm (Pusat Penelitian dan Pengembangan

Hortikultura, 2010). hal ini memungkinkan markisa untuk dijadikan

tanaman naungan pada budidaya suweg.

Produktivitas umbi suweg dapat maksimal pada lahan yang

ternaungi. Menurut Hartanto (1994), suweg yang ditanam dengan

tanaman jagung dapat menghasilkan umbi sebesar 40 ton/ha, sedangkan

pada sawah atau tegalan sebesar 11-20 ton/ha. Diharapkan dengan

penggunaan naungan markisa produktivitasnya dapat lebih tinggi lagi.

3.2 Teknik Budidaya Suweg dengan Naungan Markisa Ungu

Sulur markisa diatur merambat pada pada tempat penjalaran yang

telah diatur denngan panjang rangka penjalaran 4 m dengan lebar 5 meter

dan tinggi 2,5 m. Suweg ditanam dengan jarak 2x1,5 m di dalam naungan

markisa, untuk satu rangkaian naungan markisa maksimal dapat ditanam

lima bibit suweg. Bibit suweg yang digunakan diusahakan hasil dari

perkembang biakan vegetatif agar tanaman lebih cepat berproduksi .

Perkembang biakan vegetatif suweg melalui umbi katak, yaitu umbi kecil

yang muncul di ketiak daun, dapat dikumpulkan kemudian disimpan

sehingga bila memasuki musim hujan dapat langsung ditanam pada lahan

yang telah disiapkan.

Keterangan:

Bibit Markisa

Bibit Suweg

Gambar 2. Denah Budidaya Suweg pada Naungan Markisa

Sumber : Penulis (2013)

Bibit suweg ditanam dalam naungan markisa setelah markisa

berumur tiga bulan hal ini dimaksudkan agar sulur markisa sudah hampir

memenuhi tempat rambatan.

10

Sedangkan pembudidayaan suweg pada lahan terbuka tanpa

naungan Pengolahan tanah dilakukan awal musim hujan, kemudian dibuat

lubang tanam sedalam 10-15cm, dengan jarak 45cm x 120cm atau 90cm x

120cm. Untuk mendapat hasil yang baik, diberi pupuk dengan dosis 40 kg

N, 40 kg P2O5 dan 80 kg K per hektar (Sufiani, 1993). Menurut Hartanto

(1994), suweg yang ditanam dengan tanaman jagung dapat menghasilkan

umbi sebesar 40 ton/ha, sedangkan pada sawah atau tegalan sebesar 11-20

ton/ha.

3.2 Prediksi Keberhasilan Inovasi Terbaru Pembudidayaan Suweg dengan Naungan markisa ungu

Pembudidayaan suweg dengan naungan markisa ungu

diharapkan dapat meningkatkan produktivitas umbi suweg, karena suweg

dapat tumbuh optimal seperti pada habitatnya dihutan tropika dengan

naungan sampai 50%. Markisa ungu memiliki masa panen tiga bulan

sehingga saat umbi suweg belum dapat berproduksi, petani masih dapat

berpenghasilan dari panen markisa ungu, tentunya hal ini akan menjadi

daya tarik utama untuk petani dalam membudidayakan suweg. Suweg

memiliki nilai ekonomi tingi sehigga suweg dapat menjadi simpanan untuk

masa panen berikutnya. Suweg yang dibudidayakan dengan lebih intensif

dapat menyuplai umbi permintaan umbi suweg secara continue sehingga

membuka peluang pasar untuk permintaan industri skala besar.

3.3 Suweg sebagai Komoditas Diversifikasi Pangan Unggulan Indonesia

Suweg dapat menjadi bahan pnagan alternatif diversifikasi. Umbi

suweg mengandung pati dalam jumlah besar sehingga sering dikonsumsi

langsung sebagai bahan pangan (Jansen et al., 1996). Namun, saat ini

suweg tidak hanya dikonsumsi langsung (direbus) tetapi juga dijadikan

tepung (Kasno et al., 2007). Berbagai kajian yang telah dilakukan oleh

para peneliti menyatakan bahwa tepung suweg sangat potensial sebagai

sumber bahan pangan baru. Jepang telah mengembangkan konnyaku dan

shirataki dari tepung suweg. Tepung suweg dapat diolah menajadi

berbagai macam penganan seperti kue basan, brownies dan mi.

11

Selain itu, suweg memiliki potensi besar untuk dikembangkan

sebagai komoditas ekspor. Peluang ekspor terbuka lebar untuk tujuan ke

Korea, Jepang dan Taiwan (Lingga et al., 1989). Penggunaan suweg

sebagai bahan baku industri baik dalam maupun luar negeri sangat tinggi

dan produksi saat ini belum memenuhi kebutuhan lebih dari 3000 ton per

tahun.

Dengan pembudidayaan yang optimal pada lahan budidaya

diharapkan produksi suweg dapat optimal dan berkelanjutan. Indonesia

dapat berswasembada suweg dan menjadikan suweg sebagai komoditas

unggulan yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan dapat meningkatkan

pendapatan petani.

12

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari data yang didapatkan dapat disimpulkan bahwa:

a. Suweg adalah tanaman penghasil umbi yang habitat aslinya ada di

hutan tropis

b. Suweg berpotensi tinggi untuk dikembangkan sebagai komoditas

diversifikasi pangan.

c. Penggunaan naungan markisaa ungu sebagai naungan puntuk

pembudidayaan suweg berpotensi untuk meningkatkan produktivitas

tanaman suweg.

d. Dengan pembudidayaan yang intensif suweg mampu berproduktivias

secara berkelanjutan sehinga mampu memenuhi kebutuhan pasar

dalam sekala dalam dan luar negeri

5.2 Saran

Diharapkan ada penelitian lebih lanjut mengenai pembudidayaan

suweg dengan naungan tanaman markisa dan petani mau mengembangkan

inovasi pembudidayaan tersebut sehinga produksi suweg lebih optimal dan

dapat memenuhi peluang pasar dalam dan luar negeri serta mampu

menjadi komoditas unggulan Indonesia.

13

DAFTAR PUSTAKA

Hariyadi, P. 2010. Mewujudkan Keamanan Pangan Produk-Produk Unggulan

Daerah. Prosiding Seminar Nasional 2010."Peran Keamanan Pangan

Produk Unggulan Daerah dalam Menunjang Ketahanan Pangan dan

Menekan Laju Inflasi"Purwokerto 8-9 Oktober 2010.

Hariyadi, P. 2007. Penguatan Industri Penghasil Nilai Tambah Berbasis

Potensi Lokal (Peranan Teknologi Pangan untuk Kemandirian

Pangan). Jurnal PANGAN, Vol. 19 No. 4 Desember 2010: 295-301.

Jansen, P.C.M., C. van der Wilk, and W.L.A. Hetterscheid.1996.

Amorphophallus Blume ex Decaisne.In: Flach M dan F. Rumawas

(eds.). Plant Resources of South-East Asia 9: Plants yielding non-seed

carbohydrates.Prosea Foundation. Bogor.

Kay, D. E. 1973. Root Crops.Tropical Product Institute. Foreign and

Commonwealth Office.

Kriswidarti, T. 1980. Suweg (Amorphophallus campanulatus Bl. J.) kerabat

bunga bangkai yang berpotensi sebagai sumber karbohidrat. Buletin

Kebun Raya vol. 4(5): 171 – 174.

Rosman, R. & S. Rusli, 1991. Tanaman Suweg. Edisi khusus LITTRO vol. VII

No.2.BalaiPenelitian Tanaman Rempah dan Obat (BALITTRO). Bogor.

Soemono, S. , J. S. Baharsyah, J. Wiroatmodjo dan S.Tjokrosoedirdjo. 1986.

Pengaruh bobot bibi t terhadappertumbuhan, hasil dan kualitas umbi

suweg (A.campanulatusBl. J.) pada berbagai umur. Bul. Agro. XVII

(2) 17 – 23.

Sufiani, S., 1993.Suweg (Amorphophallus) jenis, syarat tumbuh, budidaya dan

standar mutu ekspornya.Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat

(BALITTRO). Bogor.

Sufiani, S. 1995. Suweg (Amorphophallus); jenis, syarat tumbuh, budidaya

dan standar mutu ekspornya. Media Komunikasi Penelitian

danPengembangan Tanaman Industri 12: 11-16.

14

Sumarwoto. 2004. Pengaruh pemberian pupuk dan ukuran bulbil terhadap

pertumbuhan Suweg (Amorphophallus muelleri Blume) pada tanah ber-

Al tinggi. Ilmu Pertanian 11 (2) : 45-53.

Yuliatmoko, W. dan Artama, T. 2010. Peran fmipa universitas terbuka dalam

difusi inovasi teknologi untuk mendukung ketahanan pangan. Prosiding

Seminar Nasional FMIPA Universitas Terbuka., 2010. “Perspektif STS

(Science, Technology, and Society) dalam Aktualitasi Pembangunan

Berkelanjutan.

Yuzzami.2002.A Toxonomis of the Teresterial and Aquatic Aroids(araceae) in

Java. School of Botanical Science, Faculty of Life Science, University

of New South Wales Australia.358 p.

15