buku 12 - kontra memori kasasi hendri
DESCRIPTION
Kontra Memori Kasasi Terdakwa pada kasus pengadaan kendaraan dinas bupati pasaman Barat 2010TRANSCRIPT
“ DEMI HUKUM DAN KEADILAN “
KONTRA MEMORI KASASI
Atas Nama Terdakwa/Pemohon Kasasi
DRS. HENDRI, M.M.,
SESUAI AKTA PERMOHONAN KASASI
NOMOR : 28/Akta Pid.Sus-TPK/2015/PN.Pdg.
TANGGAL 13 AGUSTUS 2015
Terhadap
MEMORI KASASI JAKSA TANGGAL 25 AGUSTUS 2015
TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN TINDAK PIDANA
KORUPSI PADA PENGADILAN TINGGI PADANG
NOMOR :16/TIPIKOR/2015/PT.PDG,
TANGGAL 13 JULI 2015
O
L
E
H
Penasihat Hukum Terdakwa/Pemohon Kasasi
Dari Kantor SAW & PARTNERS LAW FIRM,
Pada hari, Kamis, Tanggal 4 September 2015
KONTRA MEMORI KASASI ATAS NAMA TERDAKWA DRS. HENDRI, M.M.
TERHADAP MEMORI KASASI JAKSA PENUNTUT UMUM KEJAKSAAN
NEGERI SIMPANG EMPAT TANGGAL 25 AGUSTUS 2015 YANG TELAH
DIBERITAHUKAN KEPADA KUASA HUKUM TERDAKWA PADA TINGKAT
KASASI SESUAI RELAAS PENYERAHAN MEMORI KASASI
NO. : 43/Akta Pid.Sus-TPK/2015/PN Pdg., TANGGAL 27 AGUSTUS 2015
TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN TINGGI PADANG NOMOR :
16/TIPIKOR/2015/PT.PDG, TANGGAL 13 JULI 2015
Bogor, 03 September 2015
Kepada Yth. Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Di J a k a r t a
Melalui : Ketua Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Kelas IA Padang Di Padang, Sumatera Barat
Dengan Hormat,
Kami, AFRIADY PUTRA, S.H., S.Sos., SUYADI, S.H., SUHARDI, S.H., ZUCHLI
IMRAN PUTRA, S.H., LINDA Y. PUSPA, S.H., dan AHMAD MULKAN, S.H., Advokat dan
Konsultan Hukum pada Kantor SAW & PARTNERS LAW FIRM, beralamat di Sentra
Eropa Blok D Nomor 10, Kota Wisata, Nagrak, Gunung Putri, Kabupaten Bogor, Jawa Barat,
berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 10 Agustus 2015 yang telah didaftar pada
Kepaniteraan Pengadilan Negeri Padang pada hari Kamis, tanggal 13 Agustus 2015
(terlampir) No. : 47/VIII/SK.Pid.Sus/2015, bertindak untuk dan atas serta mewakili
kepentingan hukum Terdakwa pada Tingkat Kasasi (Pemohon Kasasi) Drs. Hendri, M.M.,
beralamat di Jalan Melati No. 20 Ambacang Anggang Nagari Aia Manggih, Kecamatan
Lubuk Sikaping, Kabupaten Pasaman, Provinsi Sumatera Barat, dalam hal ini telah memilih
tempat kediaman hukum (domisili) pada kantor kuasanya tersebut di atas, hendak
menandatangani dan mengajukan kontra memori kasasi terhadap memori kasasi Jaksa
Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Simpang Empat, sehubungan dengan telah
diberitahukan dan diserahkannya memori kasasi Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri
Simpang Empat tertanggal 25 Agustus 2015 kepada Kuasa Hukum Terdakwa pada tingkat
kasasi (Pemohon Kasasi) sesuai Relaas Penyerahan Memori Kasasi Nomor : 43/Akta
2 | P a g e S A W . L F .
Pid.Sus-TPK/2015/PN.Pdg., tanggal 27 Agustus 2015 yang ditanda tangani oleh
SYAMSUARDI, SE., selaku Jurusita Pengganti Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada
Pengadilan Negeri Kelas IA Padang, sebagai keberatan-keberatan terhadap putusan
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tinggi Padang dalam perkara pidana
korupsi Nomor : 16/TIPIKOR/2015/PT.PDG, tanggal 13 Juli 2015 juncto putusan
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Kelas IA Padang Nomor :
01/Pid.Sus-TPK/2015/PN.Pdg., tanggal 29 Mei 2015.
Adapun putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tinggi
Padang Nomor : 16/TIPIKOR/2015/PT.PDG, tanggal 13 Juli 2015, amar putusannya
berbunyi sebagai berikut :
1. Menerima permintaan banding dari Penuntut Umum dan dari Penasihat Hukum
Terdakwa;
2. Menguatkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri
Padang tanggal 29 Mei 2015 Nomor : 01/Pid.Sus-TPK/2015/PN.Pdg., yang dimintakan
banding tersebut;
3. Menetapkan Terdakwa tetap berada dalam tahanan;
4. Menyatakan masa penangkapan dan / atau penahanan yang telah dijalani oleh
Terdakwa dikurangi sepenuhnya dari Pidana yang dijatuhkan;
5. Membebani Terdakwa untuk membayar biaya perkara pada kedua tingkat peradilan yang
dalam tingkat banding sejumlah Rp. 5.000,00 (lima ribu rupiah).
Sementara itu, amar putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan
Negeri Kelas IA Padang Nomor : 01/Pid.Sus-TPK/2015/PN.Pdg, tanggal 29 Mei 2015
berbunyi sebagai berikut :
1. Menyatakan Terdakwa Drs. Hendri, M.M., tersebut di atas telah terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Korupsi” sebagaimana dakwaan Primair;
2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 4
(empat) tahun dan denda sejumlah Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dengan
ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan
pengganti selama 1 (satu) bulan;
3. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh Terdakwa dikurangkan seluruhnya
dari pidana yang dijatuhkan;
4. Menetapkan Terdakwa tetap ditahan;
5. Menetapkan barang bukti (nomor urut 1 sampai dengan 70) dipergunakan dalam perkara
lain;
6. Membebankan kepada Terdakwa membayar biaya perkara sejumlah Rp. 5.000,00 (lima
ribu rupiah).
3 | P a g e S A W . L F .
Bahwa dalam memori kasasinya, Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri
Simpang Empat sebagaimana dituangkan pada halaman 3 sampai dengan halaman 6
memori kasasi tersebut, yang pada pokoknya menyatakan keberatan terhadap putusan
Judex Factie pada tingkat banding jo Judex Factie pada tingkat pertama karena Judex
Factie tidak menerapkan peraturan hukum atau menerapkan peraturan hukum tidak
sebagaimana mestinya sepanjang dalam menentukan jumlah atau besarnya kerugian
keuangan negara dan dengan dasar dan alasan tersebut Jaksa Penuntut Umum meminta
kepada Majelis Hakim Agung (Judex Juris) agar menghukum Terdakwa pada tingkat kasasi
dengan hukuman pidana 5 (lima) tahun penjara dipotong masa penahanan dan hukuman
pidana denda sebesar Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dengan ketentuan
apabila Terdakwa tidak membayar denda tersebut maka diganti dengan kurungan selama 4
(empat) bulan. Dalam hal besarnya kerugian keuangan negara, Jaksa Penuntut Umum
berpendapat bahwa kerugian keuangan negara dalam perkara tersebut sejumlah Rp.
276.887.273,00 (dua ratus tujuh puluh enam juta delapan ratus delapan puluh tujuh ribu
dua ratus tujuh puluh tiga rupiah), sementara Judex Factie menetapkan kerugian
keuangan negara sebesar Rp. 99.927.273,00 (sembilan puluh sembilan juta sembilan
ratus dua puluh tujuh ribu dua ratus tujuh puluh tiga rupiah), sehingga terjadi perbedaan
yang tajam atau sengketa dalam menentukan jumlah kerugian keuangan negara
antara Jaksa Penuntut Umum dengan Judex Factie.
Bahwa perbedaan dalam menentukan jumlah kerugian keuangan negara antara
Jaksa Penuntut Umum tersebut terjadi karena adanya perbedaan dalam menentukan harga
perolehan mobil Toyota Land Cruiser Prado 2,7 TX Limited Tahun 2010. Jaksa Penuntut
Umum menentukan bahwa harga perolehan mobil tersebut Rp. 675.000.000,00 (enam ratus
tujuh puluh lima juta rupiah), sementara Judex Factie menentukan harga perolehan sebesar
Rp. 860.000.000,00 (delapan ratus enam puluh juta rupiah). Bahwa sepanjang dalam
menentukan harga perolehan mobil dinas tersebut kami kuasa hukum Terdakwa
sependapat dengan Judex Factie karena sesuai fakta persidangan, yakni mobil dinas
Toyota Land Cruiser Prado 2,7 TX Limited tahun 2010 tersebut didapat oleh rekanan PT.
Baladewa Indonesia dari CV. Cahaya Mobilindo dengan harga Rp. 860.000.000,00
(delapan ratus enam puluh juta rupiah), namun kami sangat keberatan jika selisih harga
kontrak setelah dikurangi harga perolehan dan pajak-pajak merupakan kerugian keuangan
negara, apalagi keuntungan kotor PT. Baladewa Indonesia diperoleh dengan sangat patut,
layak dan wajar. Patut, karena keuntungan tersebut diperoleh melalui kontrak kerja, tidak
ada mark-up dan tidak ada suap. Sementara disebut layak dan wajar, karena keuntungan
tersebut merupakan keuntungan kotor yang jika dihitung prosentasenya dari nilai kontrak
masih di bawah 10 % (sepuluh persen). Apalagi kalau prosentasenya dihitung menurut
ketentuan perundang-undangan, dari HPS menurut Kepres No. 80 tahun 2003, maka
keuntungan perusahaan hanyalah sebesar Rp. 25.332.727,00 (Dua puluh lima juta tiga
4 | P a g e S A W . L F .
ratus tiga puluh dua ribu tujuh ratus dua puluh tujuh rupiah) atau cuma sekitar 2,36 % (dua
koma tiga puluh enam persen) dari nilai kontrak.
Selengkapnya, perihal alasan hukum diajukannya kontra memori oleh Terdakwa
pada tingkat kasasi melalui Kuasa Hukumnya terhadap memori Jaksa Penuntut Umum
perkara a quo meliputi : (a) tidak tepat alasan hukum Jaksa Penuntut Umum dalam
menentukan harga perolehan mobil dinas dimaksud; (b) tidak tepat alasan hukum Jaksa
Penuntut Umum dalam menentukan adanya kerugian keuangan negara; dan (c) tidak tepat
alasan hukum Jaksa Penuntut Umum dalam menentukan terjadi perbedaan spesifikasi
antara kontrak dengan mobil yang diterima.
A. Tidak Tepat Alasan Hukum Jaksa Penuntut Umum Dalam Menentukan Harga
Perolehan Mobil Dinas Dimaksud
Dalam menentukan harga perolehan mobil dinas Toyota Land Cruiser Prado 2,7
TX Limited, Jaksa Penuntut Umum tidak dapat menunjukkan fakta-fakta yang dapat
dipertanggungjawabkan sehingga tidak tepat dalam menerapkan hukum sebagai alasan
kasasi, yaitu :
1. Mengabaikan Fakta Persidangan Sebagai Fakta Hukum Mengenai Harga
Perolehan Mobil Dinas Toyota Prado Land Cruiser 2,7 TX Limited Tahun 2010
Dari Rekanan PT. Baladewa Indonesia
Bahwa mobil dinas Bupati Pasaman Barat Toyota Land Cruiser Prado 2,7 TX
Limited didapat dari PT. Baladewa Indonesia berdasarkan kontrak, sesuai Surat
Perjanjian Kerja (Kontrak) Nomor : 027/480/Kontrak-Peng/Umum/2010, tanggal 13
Desember 2010 yang ditanda tangani oleh Drs. Hendri, M.M., selaku Kuasa
Pengguna Anggaran Bagian Umum Sekretariat Daerah Kabupaten Pasaman Barat
dan Vitarman, B.Ac, selaku Direktur Utama PT. Baladewa Indonesia. Bahwa sesuai
fakta persidangan sebagai fakta hukum, PT. Baladewa Indonesia mendapatkan
mobil tersebut dari CV. Cahaya Mobilindo dengan harga perolehan sebesar Rp.
860.000.000,00 (delapan ratus enam puluh juta rupiah).
Bahwa meskipun sudah terang dan jelas harga perolehan rekanan
sebagaimana juga tertuang dalam persidangan sebagai fakta hukum, namun Jaksa
Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Simpang Empat telah menetapkan sendiri harga
perolehan mobil dinas tersebut dengan mengacu kepada harga penjualan Importir
Umum PT. Multisentra Adikarya kepada DK Jaya Motor sebagai dasar menghitung
adanya kerugian keuangan negara. Bahwa penetapan harga perolehan mobil dinas
dimaksud sebagaimana dikemukakan oleh Jaksa Penuntut Umum adalah tidak tepat
5 | P a g e S A W . L F .
dan tidak sesuai fakta persidangan sebagai fakta hukum dengan alasan hukum
sebagai berikut.
Pertama, Importir Umum PT. Multisentra Adikarya dan DK Jaya Motor telah
melepaskan atau menjual kembali mobil Toyota Land Cruiser Prado 2,7 TX Limited
tahun 2010 kepada pihak lain, sehingga tidak tepat dijadikan dasar harga perolehan.
Kedua, harga penjualan Importir Umum kepada DK Jaya Motor tersebut dalam
bentuk Off The Road, artinya bahwa belum dibebani dengan biaya kepengurusan
STNK dan BPKB (Belum On The Road) dan masih harga di Jakarta. Ketiga, impor
dan penjualan tersebut terjadi pada bulan Januari 2010, sementara penyerahan
mobil dinas terkait dari PT. Baladewa Indonesia kepada Pemda Pasaman Barat
terjadi pada bulan Desember 2010, sehingga kemungkinan besar juga sudah terjadi
perubahan harga impor dan harga penjualan seandainya impor dan penjualan
dilaksanakan pada bulan Desember 2010. Keempat, mobil jenis tersebut hanya ada
jika diimpor secara khusus, sehingga berdasarkan fakta persidangan mobil tersebut
sudah berada di tangan CV. Cahaya Mobilindo. Kelima, Jaksa Penuntut Umum
tersebut tidak menerangkan mata rantai proses penjualan atau pelepasan mobil
tersebut mulai dari importir sampai dengan di tangan CV. Cahaya Mobilindo,
sehingga apa yang diuraikan tentang harga perolehan menjadi kabur. Keenam,
keberadaan Importir Umum PT. Multisentra Adikarya di Jakarta dan baru bisa
diketahui dari Faktur Kendaraan yang terdapat di dalam BPKB kendaraan. Faktur
Kendaraan di dalam BPKB ini baru keluar apabila kendaraan ini sudah berada di
tangan konsumen, sudah dibeli dan proses pembayaran (Proses PBJ) sudah
selesai dilaksanakan (biasanya sekitar 3 bulan). Sehingga Panitia, KPA, Penyedia
Barang dan bahkan dealer resmi Mobil Toyota di Sumatera Barat, tidak akan bisa
mengetahui apa nama perusahaan yang mengimport kendaraan ini dari Jepang.
2. Terjadi Missing Link Dalam Menentukan Harga Perolehan Mobil Dinas
Sebagaimana mengemuka sebagai fakta persidangan bahwa mobil dinas
Bupati Pasaman Barat berupa Toyota Land Cruiser Prado 2,7 TX Limited tahun 2010
diperoleh berdasarkan kontrak Nomor : 027/480/Kontrak-Peng/Umum/2010, tanggal
13 Desember 2010 yang ditanda tangani oleh Drs. Hendri, M.M., selaku Kuasa
Pengguna Anggaran Bagian Umum Sekretariat Daerah Kabupaten Pasaman Barat
dan Vitarman, B.Ac, selaku Direktur Utama PT. Baladewa Indonesia. Bahwa sesuai
fakta persidangan sebagai fakta hukum, PT. Baladewa Indonesia mendapatkan
mobil tersebut dari CV. Cahaya Mobilindo dengan harga perolehan sebesar
Rp860.000.000,00 (delapan ratus enam puluh juta rupiah).
6 | P a g e S A W . L F .
Namun demikian sebagai alasan diajukannya kasasi dalam perkara a quo
Jaksa Penuntut Umum mengabaikan fakta tersebut dan kemudian mencari fakta lain
sebagai dasar untuk menentukan besarnya kerugian keuangan negara dengan cara
menetapkan harga perolehan yakni berdasarkan harga jual importir umum PT.
Multisentra Adikarya kepada DK Jaya Motor sebesar Rp. 675.000.000,00 (enam
ratus tujuh puluh lima juta rupiah) pada bulan Januari 2010. Sementara itu sesuai
fakta persidangan, mobil dinas dimaksud pada bulan Desember 2010 telah beralih ke
tangan pihak lain, yakni ke tangan CV. Cahaya Mobilindo dan dari CV. Cahaya
Mobilindo telah beralih pula ke tangan PT. Baladewa Indonesia, kemudian dari
tangan PT. Baladewa Indonesia beralih kepada Pemerintah Daerah Kabupaten
Pasaman Barat melalui pengadaan dan kontrak sehingga mobil dinas dimaksud
pada saat ini telah menjadi asset Pemerintah Daerah Kabupaten Pasaman Barat dan
telah pula digunakan sebagai mobil dinas Bupati Pasaman Barat semenjak 20
Desember 2010 sampai saat ini.
Dalam persidangan telah terungkap sebagai fakta bahwa mobil tersebut
didapat dengan cara diimpor langsung dari Jepang (Bulit Up) oleh PT. Multisentra
Adikarya, Jakarta, pada bulan Januari 2010. Selanjutnya PT. Multisentra Adikarya
menjual mobil tersebut kepada DK Jaya Motor seharga Rp. 675.000.000,00 (enam
ratus tujuh puluh lima juta rupiah) Off The Road. Kemudian DK Jaya Motor
berdasarkan keterangan Saksi Jono Hans sebagaimana tertuang pada halaman 55
sampai dengan halaman 56 turunan putusan peradilan tingkat pertama dalam
perkara a quo, pada pokoknya menerangkan bahwa telah melepas atau menjual
kembali kepada PT. Kencana Utama dengan harga Rp. 680.000.000,00 (enam ratus
delapan puluh juta rupiah) Off The Road. Namun demikian ternyata pada bulan
Desember 2010 mobil tersebut telah berada pada CV. Cahaya Mobilindo dan
kemudian dijual kepada PT. Baladewa Indonesia dan oleh PT. Baladewa Indonesia
diserahkan kepada Pemerintah Kabupaten Pasaman Barat guna memenuhi isi
kontrak pengadaan mobil dimaksud, sehingga terjadi missing link atau mata rantai
terputus “bagaimana terjadinya peralihan mobil dari PT. Kencana Utama
kepada CV Cahaya Mobilindo? Mata rantai tersebut juga akan menentukan
besarnya harga mobil tersebut, karena mobil tersebut adalah mobil Built Up yang
pada bulan Desembeer 2010 hanya ada pada CV. Cahaya Mobilindo. Dalam
persidangan Jaksa Penuntut Umum tidak menghadirkan saksi-saksi terkait mata
rantai penjualan mobil tersebut. Adalah sangat mengada-ada jika Jaksa Penuntut
Umum hanya berpatokan pada harga penjualan oleh importir umum, sementara
barang tersebut terakhir didapat dari CV. Cahaya Mobilindo. Di samping itu, setiap
terjadi peralihan mobil dari satu pihak kepada pihak lainnya karena jual beli pasti
terjadi perbedaan harga (naik, bertambah) dan menurut ketentuan peraturan
7 | P a g e S A W . L F .
perundang-undangan di bidang pajak pertambahan nilai (PPN) peralihan barang dari
satu pengusaha ke penguasaha lain tersebut termasuk objek PPN.
3. Tidak Memperhitungkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Atas Setiap
Penyerahan Barang Kena Pajak
Pasal 1A ayat (1) hurut a Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009 sebagai
perubahan ketiga (terakhir) atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang
Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
(PPN & PPn BM) dan berlaku efektif terhitung sejak bulan April 2010 menyebutkan,
“Yang termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah : huruf a.
Penyerahan hak atas Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian”. Dalam
penjelasan Pasal 1A ayat (1) huruf a tersebut dijelaskan bahwa “Yang dimaksud
dengan “perjanjian” meliputi jual beli, tukar menukar, jual beli dengan angsuran, atau
perjanjian lain yang mengakibatkan penyerahan hak atas barang”. Sementara itu,
Pasal 4 ayat (1) huruf a Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa
dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tersebut menyebutkan, “Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) dikenakan atas : huruf a. Penyerahan Barang Kena Pajak
di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha”.
Bahwa dalam perkara a quo, mobil Toyota Land Cruiser 2,7 TX Limited
adalah termasuk dalam kualifikasi “Barang Kena Pajak”, sehingga dalam setiap
penyerahannya karena jual-beli harus dipungut PPN. Bahwa sebagaimana
terungkap dalam persidangan sebagai fakta hukum bahwa pertama kali mobil
tersebut didapat oleh PT. Multisentra Adikarya di Jakarta dengan cara impor
langsung dari Jepang (Built Up), sehingga pada saat impor tersebut juga sudah
dikenakan pajak PPN dan PPn BM. Pengenaan PPn BM hanya sekali pada saat
impor Barang Kena Pajak (BKP) tersebut dilakukan, sementara pengenaan PPN
tidak hanya terhadap importir akan tetapi juga terhadap setiap penyerahan Barang
Kena Pajak (BKP) di dalam Daerah Pabean sebagaimana diatur dan ditentukan
dalam Pasal 1A ayat (1) huruf a jo Pasal 4 ayat (1) huruf a Undang-undang PPN
dan PPn BM. Sementara tarif PPN menurut ketentuan Pasal 7 Undang-undang PPN
adalah sebesar 10% & tarif PPnBM untuk kendaraan bermotor untk cc sampai
dengan 3000 cc adalah sebesar 40 % (UU No. 11 Tahun 1994 sebagaimana terakhir
diubah dengen UU No. 42 tahun 2009 beserta peraturan pelaksanaannya). Oleh
karena kendaraan atau mobil Toyota Land Cruiser Prado 2,7 TX Limited sudah
berpindah tangan atau sudah dijual dari perusahaan satu kepada perusahaan
lainnya, maka sudah seharusnya pada setiap penjualan tersebut dikenakan PPN
sebesar 10 %. Dengan ketentuan tersebut, maka jika telah beralih kepada 5 (lima)
8 | P a g e S A W . L F .
tangan, maka masing-masing pengalihan atau penjualan tersebut harus dipungut
pajak PPn sebesar 10 %.
Dalam persidangan sebagaimana diungkapkan oleh Saksi SUPARMAN
MARTODISASTRO dan Saksi JONO HANS pada halaman 54 sampai dengan
halaman 55 turunan putusan a quo pada tingkat pertama, hanya terungkap bahwa
mobil tersebut telah dijual oleh importir umum PT. Multisentra Adikarya kepada DK
jaya Motor sebesar Rp. 675.000.000,00 (enam ratus tujuh puluh lima juta rupiah)
termasuk PPN tetapi dalam keadaan Off The Road. Selanjutnya, oleh DK Jaya Motor
dijual kembali kepada PT. Kencana Utama Sakti sebesar Rp. 680.000.000,00 (enam
ratus delapan puluh juta rupiah) Off The Road, namun tidak dijelaskan apakah
penjualan mobil tersebut dari DK Jaya Motor kepada PT. Kencana Utama Sakti
tersebut sudah termasuk PPN. Selanjutnya Jaksa Penuntut Umum dalam perkara a
quo tidak membuktikan lagi bagaimana mobil tersebut sampai kepada tangan CV.
Cahaya Mobilindo. Mata rantai penjualan mobil tersebut sangat penting artinya guna
menentukan PPN yang dipungut dan besarnya harga perolehan PT. Baladewa
Indonesia selaku pelaksana pengadaan yang terikat kontrak.
Bahwa seandainya setelah penyerahan kepada DK Jaya Motor, terjadi lagi
penyerahan sebanyak tiga kali lagi (faktanya terjadi peralihan atau penjualan mobil
tersebut lebih dari tiga kali) hingga sampai kepada tangan CV. Cahaya Mobilindo,
maka berdasarkan harga pokok dengan ditambah PPN saja (tanpa mengambil
untung) pada setiap penyerahan mobil tersebut, maka akan diperoleh harga pokok
atau harga perolehan sebagai berikut :
1. Harga Penjualan dari DK Jaya Motor Kepada PT. Kencana Utama Saksi sebesar................................................. Rp 680.000.000,00
Pajak PPN 10 % .................................. Rp. 68.000.000,00
Harga Jual : ......................................... Rp. 748.000.000,00
2. Harga penjualan dari PT. Kencana Utama Sakti kepada PT. XXX, dengan asumsi tidak mengambil untung, maka harga pokok penjualan tersebut adalah sebesar..................................... Rp 748.000.000,00
Pajak PPN 10 %................................... Rp 74.800.000,00
Harga jual (tanpa mengambil laba)..... Rp 822.800.000,00
3. Harga penjualan dari PT. XXX kepada CV Cahaya Mobilindo, dengan asumsi tidak mengambil untung, maka harga pokok penjualan tersebut adalah sebesar................................................ Rp 822.800.000,00
Pajak PPN 10 %.................................. Rp 82.280.000,00
Harga Jual (tanpa mengambil laba)..... Rp 905.080.000,00
Bahwa berdasarkan perhitungan kasar sebagaimana tersebut di atas, maka
sepanjang harga perolehan yang ditetapkan Judex Factie berupa harga perolehan
dari CV. Cahaya Mobilindo sebesar Rp. 860.000.000,00 (delapan ratus enam puluh
9 | P a g e S A W . L F .
juta rupiah) masih sangat wajar dan sangat masuk akal, dibandingkan harga
perolehan yang ditetapkan oleh Jaksa Penuntut Umum jo BPKP Perwakilan Provinsi
Sumatera Barat. Harga perolehan yang didalilkan Jaksa Penuntut Umum
berdasarkan temuan BPKP sebesar Rp675.000.000,00 (enam ratus tujuh puluh lima
juta rupiah) “sangat tidak masuk akal, menabrak berbagai logika hukum dan
peraturan serta sangat mengada-ada guna mencari-cari kesalahan Terdakwa”.
B. Tidak Tepat Alasan Hukum Jaksa Penuntut Umum Dalam Menentukan Adanya
Kerugian Keuangan Negara
Bahwa dalam menentukan adanya kerugian keuangan negara dalam perkara a
quo, seharusnya Jaksa Penuntut Umum terlebih dahulu menilai dan mempermasalahkan
harga HPS (Harga Penetapan Sendiri) yang telah dihitung oleh Panitia Pengadaan
Barang dan Jasa, dan ditetapkan oleh Terdakwa selaku KPA. Jika penetapan tersebut
dilakukan secara wajar, maka tidak bisa serta merta dan tanpa dasar hukum Jaksa
Penuntut Umum dapat menentukan adanya kerugian keuangan negara. Dengan
demikian, kami Kuasa Hukum Terdakwa pada tingkat kasasi (Pemohon Kasasi) juga
sangat keberatan terhadap memori kasasi Jaksa Penuntut Umum sebagaimana tertuang
dalam halaman 5 dan halaman 6 memori kasasi perkara a quo.
Pertama, perhitungan dan penetapan HPS pada pelelangan kedua sebesar
Rp1.074.900.000,00 (satu milyar tujuh puluh empat juta sembilan ratus ribu rupiah)
tersebut telah dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip pengadaan barang dan jasa
pemerintah sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Keppres Nomor 80 Tahun 2003,
yakni efisien, efektif, terbuka dan bersaing, transparan, adil/tidak diskriminatif dan
akuntabel. HPS tersebut juga telah diumumkan pada media cetak nasional Koran
Tempo pada tanggal 10 november 2010, sehingga siapapun dapat melakukan kontrol
terhadap kelayakan atau kewajaran HPS tersebut.
Bahwa selain itu, dalam Surat Dakwaan dan Surat Tuntutan Jaksa Penuntut
Umum sebagaimana juga diulang kembali dalam memori kasasi Penuntut Umum dalam
perkara a quo, telah dipaparkan pada pemeriksaan sidang pengadilan dan juga tertuang
dalam putusan sebagai pertimbangan hukum Majelis Hakim baik pada tingkat banding
maupun pada tingkat pertama, tidak ada uraian perihal potensi atau fakta adanya
kerugian keuangan negara akibat penetapan HPS pada pelelangan yang kedua.
Dengan demikian sudah semestinya, jika harga penunjukan sebesar
Rp1.072.000.000,00 (satu milyar tujuh puluh dua juta rupiah) yang masih di bawah
harga pelelangan kedua yang diumumkan di Koran Tempo pada tanggal 10 November
2010 dengan HPS (Harga Perkiraan Sendiri) sebesar Rp1.074.900.000,00 (satu milyar
tujuh puluh empat juta sembilan ratus ribu rupiah), dianggap merugikan keuangan
10 | P a g e S A W . L F .
negara, maka semestinya proses penetapan HPS pada pelelangan kedua tersebut juga
dipersalahkan karena merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam menentukan
harga pada penunjukan langsung atau dengan kata lain penetapan HPS merupakan
dasar dan acuan dalam menentukan harga pada proses penunjukan langsung.
Bahwa dalam perkara a quo penetapan HPS diatur dan ditentukan menurut ketentuan
dalam Pasal 13 Keppres No. 80 Tahun 2003 yang menyebutkan :
“Ayat (1) Pengguna barang/jasa wajib memiliki harga perkiraan sendiri (HPS)
yang dikalkulasikan secara keahlian dan berdasarkan data yang dapat dipertangungjawabkan.
Ayat (2) HPS disusun oleh panitia/pejabat pengadaan dan ditetapkan oleh pengguna barang/jasa.
Ayat (3) HPS digunakan sebagai alat untuk menilai kewajaran harga penawaran termasuk rinciannya dan untuk menetapkan besaran tambahan nilai jaminan pelaksanaan bagi penawaran yang dinilai terlalu rendah, tetapi tidak dapat dijadikan dasar untuk menggugurkan penawaran.
Ayat (4) Nilai total HPS terbuka dan tidak bersifat rahasia. Ayat (5) HPS merupakan salah satu acuan dalam menentukan tambahan nilai
jaminan.”
Kedua, Pasal 1 angka 22 Undang-undang Nomor 1 tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara menyebutkan “Kerugian negara / daerah adalah kekurangan
uang, surat berharga dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat
perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai”. Hal ini berarti bahwa untuk
menentukan kerugian keuangan negara/daerah harus harus ada nyata berkurangnya
asset daerah, baik berupa uang, barang , surat berharga dan lain sejenisnya. Dalam
perkara a quo sebagaimana fakta persidangan, bahwa harga penunjukan langsung
tersebut masih di bawah harga HPS (Harga Penetapan Sendiri) pada pelelangan
yang kedua. Bahwa di samping itu, hasil penunjukan langsung tersebut telah
mendapatkan mobil dinas dimaksud, sehingga pengeluaran uang daerah sepadan
dengan hasilnya. Syarat berikutnya yang harus terpenuhi untuk dapat menentukan
kerugian keuangan negara adalah harus ada “perbuatan melawan hukum”, sepanjang
tidak ada perbuatan melawan hukum, maka tidak bisa dikualifikasi sebagai kerugian
keuangan negara. Perihal perbuatan melawan hukum terkait kerugian keuangan negara
tersebut, Terdakwa melalui Kuasa Hukumnya telah menguraikan secara panjang lebar
dalam memori kasasinya. Syarat lain yang juga sangat penting dalam menentukan
kerugian negara adalah harus “nyata dan pasti”. Bahwa dalam perkara a quo, kerugian
keuangan negara yang ditetapkan “tidak nyata dan tidak pasti”, karena, (1) jumlahnya
atau besarnya berubah-ubah; (2) perhitungannya tidak benar karena tidak berdasarkan
hasil audit yang benar; (3) tidak dihitung oleh ahli; dan (4) hanya berupa asumsi, yakni
kerugian negara disamakan dengan keuntungan rekanan.
11 | P a g e S A W . L F .
Ketiga, adanya kerugian keuangan negara harus ditetapkan oleh ahli dengan
cara yang wajar dan menurut hukum. Berdasarkan pernyataan Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Kantor Perwakilan Provinsi Sumatera Barat
sebagai dasar dakwaan dan tuntutan Jaksa Penuntut Umum dan telah pula diterangkan
dalam persidangan perkara a quo dan kemudian diulangi lagi dalam memori kasasinya,
Penuntut Umum menyimpulkan telah terjadi kerugian negara sebesar Rp276.887.273,00
(dua ratus tujuh puluh enam juta delapan ratus delapan puluh tujuh ribu dua ratus tujuh
puluh tiga rupiah). Namun demikian, kesimpulan BPKP tentang besaran kerugian negara
tersebut tidak dapat dipertahankan menurut argumentasi yang rasional dan legal,
karena kesimpulan BPKP tersebut tidak berdasarkan hasil audit yang valid atau
hanya berupa asumsi saja, sehingga Judex Factie mengambil alih dan menghitung
sendiri adanya kerugian keuangan negara dalam perkara a quo yakni sebesar
Rp99.927.275,00 (sembilan puluh sembilan juta sembilan ratus dua puluh tujuh
ribu dua ratus tujuh puluh lima rupiah). Bahwa ternyata dalam menentukan adanya
kerugian keuangan negara tersebut, Judex Fackti tidak menggunakan dasar hukum
yang benar atau telah menyimpangi ketentuan hukum perihal siapa yang
berwenang menentukan adanya kerugian keuangan negara. Bahwa merujuk kepada
Pasal 1 angka 22 Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan
Negara, bahwa kerugian Negara itu harus “pasti dan nyata”. Senada dengan ketentuan
dalam Undang-undang tentang Perbendaharaan Negara dan Undang-undang No.15
tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, maka kemudian BPK menindaklanjuti
dengan mengeluarkan Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan No.1 Tahun 2008,
Tentang Penggunaan Pemeriksa dan/ atau Tenaga Ahli diluar BPK, di situ disebutkan
bahwa yang berwenang menghitung kerugian negara adalah Badan Pemeriksa
Keuangan. Pasal 10 ayat (1) Undang-undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan
Pemeriksa Keuangan menyebutkan “BPK menilai dan/atau menetapkan jumlah
kerugian negara yang diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum baik sengaja
maupun lalai yang dilakukan oleh bendahara, pengelola BUMN/BUMD, dan
lembaga atau badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan keuangan negara”.
Ketentuan dalam Pasal 10 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2006 tersebut selaras
dengan bunyi ketentuan dalam Pasal 13 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara yang menyebutkan
“Pemeriksa dapat melaksanakan pemeriksaan investigatif guna mengungkap
adanya indikasi kerugian negara/daerah dan/atau unsur pidana”. Bahwa dalam
perkara a quo, BPKP sama sekali tidak pernah melakukan audit investigatif tetapi
telah menyimpulkan terjadi kerugian keuangan negara, sehingga kesimpulan
BPKP tersebut premature dan tidak berdasar hukum. Di samping itu, pendapat BPKP
yang mengesampingkan pengenaan pajak PPN dalam setiap penyerahan Barang Kena
12 | P a g e S A W . L F .
Pajak adalah bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di bidang
perpajakan.
Bahwa karena temuan BPKP sebagai dasar penuntutan premature dan tidak
berdasar hukum, maka dalam menentukan adanya kerugian keuangan negara dalam
perkara a quo seharusnya Judex Factie berpedoman pada pendapat dan keterangan ahli
yang dihadirkan dalam persidangan. Bahwa karena pendapat, keterangan dan
penetapan ahli dari BPKP perihal adanya kerugian keuangan negara tidak dapat
dipergunakan, maka Judex Factie seharusnya memperhatikan keterangan ahli lain yang
dihadirkan dalam persidangan yaitu Saksi Ahli Mujisantosa,SE.MM dan DR.Sumule
Timbo. Bahwa meskipun Judex Factie berwenang menentukan sendiri besarnya
kerugian keuangan negara dalam perkara korupsi yang sedang diadilinya, namun
wewenang tersebut harus digunakan berdasarkan dan merujuk kepada keterangan ahli,
sehingga hitung-hitungan tentang adanya kerugian negara dapat diperhitungkan dengan
cara yang patut, layak dan wajar, dengan demikian angka yang didapat menjadi “nyata
dan pasti”.
Bahwa karena untuk menentukan “adanya kerugian keuangan negara yang
nyata dan pasti” harus berdasar keterangan ahli dan ternyata keterangan ahli dari
BPKP tidak dapat digunakan karena besarnya kerugian keuangan negara yang
diterangkan oleh ahli dari BPKP tersebut tidak dapat dijadikan dasar menentukan
adanya kerugian keuangan negara oleh Majelis Hakim, maka seharusnya Judex
Factie menggunakan kewenangan karena jabatannya sebagaimana diatur dan
ditentukan dalam Pasal 180 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana (KUHAP). Dalam persidangan perkara a quo, Terdakwa dan Penasihat
Hukumnya telah meminta kepada Majelis Hakim, agar dihadirkan ahli untuk membuat
terang tentang adanya kerugian negara, akan tetapi permintaan tersebut ditolak. Pasal
180 KUHAP tersebut berbunyi sebagai berikut :
“Ayat (1) Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di sidang Pengadilan, Hakim ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan dapat minta agar diajukan oleh bahan baru oleh yang berkepntingan.
Ayat (2) Dalam hal timbul keberatan yang beralasan dari Terdakwa atau Penasihat Hukumnya terhadap hasil keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Hakim memerintahkan agar hal itu dilakukan penelitian ulang.
Ayat (3) Hakim karena jabatannya dapat memerintahkan untuk dilakukan penelitian ulang sebagaimana tersebut pada ayat (2).
Ayat (4) Penelitian ulang sebagaimana tersebut paa ayat (2) dan ayat (3) dilakukan oleh instansi semula dengan komposisi personel yang berbeda dan instansi lain yang mempunyai wewenang untuk itu.”
13 | P a g e S A W . L F .
Bahwa meskipun keterangan ahli dari BPKP terkait dalam perkara a quo tidak
dijadikan dasar dalam menentukan besarnya kerugian keuangan negara, namun ternyata
Judex Factie dalam menentukan besarnya kerugian negara tidak merujuk dan tidak
berdasarkan keterangan ahli lain, sehingga besarnya kerugian keuangan negara dalam
perkara a quo hanya ditentukan berdasarkan asumsi belaka. Dengan demikian jelas dan
nyata bahwa meskipun Pasal 180 KUHAP memberikan wewenang kepada Judex
Factie demi “nyata dan pastinya” kerugian keuangan negara, namun kewenangan
itu tidak digunakan sehingga penentuan “adanya kerugian keuangan negara” tidak
diterapkan sebagaimana mestinya, selain itu penetapan perihal adanya kerugian
negara dalam perkara a quo juga tidak dilaksanakan sesuai ketentuan undang-undang.
Kedua Saksi ahli yang dihadirkan oleh Terdakwa atau Penasihat Hukumnya dan
telah diperiksa dalam persidangan, yaitu Saksi Ahli Mujisantosa,SE., MM dan Saksi Ahli
DR.Sumule Timbo pada pokoknya telah menerangkan bahwa pengadaan mobil dinas
Bupati Pasaman Barat Toyota Land Cruiser Prado 2,7 TX Limited tahun 2010 dengan
harga kontrak Rp1.072.000.000,00 (satu milyar tujuh puluh dua juta rupiah) dengan cara
penunjukan langsung setelah dalam dua kali pelelangan dengan HPS pada pelelangan
kedua sebesar Rp1.074.900.000,00 (satu milyar tujuh puluh empat juta sembilan ratus
ribu rupiah) mengalami kegagalan, boleh dilakukan, tidak melanggar hukum dan
tidak pula merugikan keuangan negara. Bahwa karena kedua saksi ahli tersebut
dalam persidangan telah menerangkan bahwa dalam perkara a quo tidak terjadi kerugian
pada keuangan negara/daerah, sehingga sesuai fakta persidangan seharusnya
keterangan ahli tersebut yang dipertimbangan Judex Factie dalam putusannya guna
menentukan adanya kerugian keuangan negara. Saksi Ahli Mudjisantosa adalah ahli
dalam bidang pengadaan barang dan jasa dari LKPP RI (Lembaga Kebijakan
Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah RI). Sementara itu, Dr. Sumule Timbo, adalah
ahli dalam bidang keuangan daerah yang pada saat ini menjabat sebagai Kasi Wilayah I
pada Subdit Bagian Kebijakan dan Bantuan Keterangan Ahli pada Dirjen Keuangan
Daerah Kementerian Dalam Negeri RI dan sekaligus anggota Tim Penyusunan
Peraturan Peraturan tentang Keuangan Daerah. Secara lengkap keterangan ahli atau
Saksi Ahli dalam persidangan perkara a quo, yakni pertama Saksi Ahli AFRIZAL, SE.,
dari BPKP yang kesimpulannya tentang adanya kerugian negara tidak dapat
dipertahankan di persidangan, kedua Saksi Ahli Mudjisantosa sebagai saksi yang
dihadirkan oleh Terdakwa yang telah menerangkan bahwa penunjukan langsung setelah
pelelangan ulang gagal boleh dilakukan sepanjang tidak merugikan keuangan negara,
dan ketiga Saksi Ahli Dr. Sumule Timbo yang telah menerangkan dalam persidangan
bahwa pengurangan volume bukan perubahan rincian objek karena masih ada Silpanya
dan berapa yang terealisasi itu yang harus dipertangung jawabkan, rekaman dan
14 | P a g e S A W . L F .
transkripnya secara lengkap telah kami sertakan sebagai lampiran dalam memori
banding sebelumnya.
Keempat, dengan menetapkan sendiri adanya jumlah kerugian keuangan
negara tanpa merujuk kepada pendapat atau keterangan ahli dan dengan kerugian yang
tidak nyata dan tidak pasti jumlahnya, maka Judex Factie dalam menetapkan adanya
kerugian keuangan negara dalam perkara a quo dengan jumlah atau angka yang tidak
pasti tersebut telah menyimpangi ketentuan hukum. Undang-undang Nomor 1 Tahun
2004 Tentang Perbendaharaan Negara sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 angka 22
menyebutkan “Bahwa kerugian Negara itu harus pasti dan nyata”. Berdasarkan bunyi
Pasal tersebut seharusnya adanya kerugian negara dapat ditentukan dengan pasti, nyata
dan terukur. Angka yang disebutkan Judex Factie bahwa terjadi kerugian keuangan
negara sebesar Rp99.927.275,00 (sembilan puluh sembilan juta sembilan ratus dua
puluh tujuh ribu dua ratus tujuh puluh lima rupiah) adalah angka yang tidak pasti, tidak
nyata, tidak bisa diukur dan bertentangan dengan hukum, salah satunya karena
biaya leges daerah sebesar Rp8.040.000,00 (delapan juta empat puluh ribu rupiah) yang
nyata-nyata masuk ke kas daerah Kabupaten Pasaman Barat juga disebut sebagai
kerugian negara.
Menurut Pasal 4 ayat (1) Peraturan BPK Nomor 1 tahun 2008 tentang
Penggunaan Pemeriksa Dan/Atau Tenaga Ahli Dari Luar Badan Pemeriksa Keuangan
disebutkan bahwa “Pemeriksa dan/atau tenaga ahli sebagaimana dimaksud dalam Pasal
3 ayat (1) meliputi pemeriksa dari lingkungan pengawas intern pemerintah, akuntan
publik pada kantor akuntan publik dan/atau tenaga ahli”. Dalam perkara a quo, karena
Judex Factie tidak dalam kapasitas ahli dalam menghitung atau menentukan adanya
kerugian negara, maka terjadi salah hitung, yakni biaya leges daerah diperhitungkan
sebagai kerugian negara. Dengan mengacu kepada Pasal 10 ayat (1) Undang-undang
Nomor 15 tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan dan peraturan Badan
Pemeriksa Keuangan No.1 Tahun 2008, Tentang Penggunaan Pemeriksa dan/ atau
Tenaga Ahli di luar BPK, “ bahwa yang berwenang menghitung kerugian negara adalah
Badan Pemeriksa Keuangan.
Kelima, berdasarkan Pasal 1 angka 22 Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004
tentang Perbendaharaan Negara menyebutkan bahwa “Kerugian negara / daerah adalah
kekurangan uang, surat berharga dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai
akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai”. Oleh karena itu maka
yang disebut kerugian negara adalah berkurang atau hilangnya keuangan negara secara
melawan hukum. Bahwa dalam perkara a quo, keuntungan kotor PT. Baladewa sebesar
Rp91.887.273,00 (sembilan puluh satu juta delapan ratus delapan puluh tujuh ribu dua
ratus tujuh puluh tiga rupiah) didapat dengan cara sesuai hukum, yakni dengan modal
sendiri dan menaati seluruh kewajiban yang dituangkan dalam kontrak, sesuai Surat
15 | P a g e S A W . L F .
Perjanjian Kerja (Kontrak) Nomor : 027/480/Kontrak-Peng/Umum/2010, tanggal 13
Desember 2010 yang ditanda tangani oleh Drs. Hendri, M.M., selaku Kuasa Pengguna
Anggaran Bagian Umum Sekretariat Daerah Kabupaten Pasaman Barat dan Vitarman,
B.Ac, selaku Direktur Utama PT. Baladewa Indonesia. Selain itu, keuntungan kotor PT.
Baladewa tersebut walaupun tidak dihitung dari HARGA PASAR, TAPI DIHITUNG DARI
HARGA PEROLEHAN, juga masih dalam kisaran di bawah 10 % dari nilai kontrak.
Sementara kalau dihitung dari HARGA PASAR, maka keuntungan kotor PT. Baladewa
Indonesia hanya 2,36%, sehingga keuntungan tersebut sangat-sangat wajar dan patut.
Di samping itu, harga dalam kontrak adalah harga terendah dan masih di bawah harga
pasar, meskipun pedoman menurut Kepres Nomor 80 Tahun 2003 mengamanatkan
sesuai harga pasar, sehingga harga penunjukan yang berada di bawah HPS adalah
wajar dan layak. Dengan demikian tidak ada unsur melawan hukum atau setidak-
tidaknya tidak ada sifat melawan hukum dalam memperoleh keuntungan tersebut.
Keenam, menurut Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Sumatera Barat, sebagaimana tercantum dalam
Laporan Hasil Pemeriksaan Atas Belanja Daerah Pemerintah Kabupaten Pasaman Barat
Tahun Anggaran 2009 dan 2010, Nomor : 53/S/XVIII.PDG/01/2011, Tanggal 20 Januari
2011. Dan Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI Atas Laporan Keuangan Pemerintah
Daerah Kabupaten Pasaman Barat Tahun 2011, Nomor : 01.C/LHP/XVIII/PDG/03/2012
Tanggal 29 Maret 2012, pengadaan mobil dinas Bupati Pasaman Barat Tahun 2010
berupa 1 (satu) Unit Toyota Prado 2,7 TX Limited Tahun 2010 dengan penunjukan
langsung setelah 2 (dua) kali pelelangan mengalami kegagalan tidak ditemukan adanya
penyimpangan. Oleh sebab itu, LHP BPK RI yang pada Tahun 2010 dan 2011 telah
melakukan audit terhadap kegiatan pengadaan ini yang dibuktikan dengan Laporan Hasil
Pemeriksaan Atas Belanja Daerah Pemerintah Kabupaten Pasaman Barat Tahun
Anggaran 2009 dan 2010, Nomor : 53/S/XVIII.PDG/01/2011, Tanggal 20 Januari 2011.
Di samping itu, juga terdapat Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI Atas Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Pasaman Barat Tahun 2011, Nomor :
01.C/LHP/XVIII/PDG/03/2012 Tanggal 29 Maret 2012, tidak menemukan adanya
indikasi pelanggaran atau penyimpangan tersebut.
Lebih jauh dalam kedua Laporan Hasil Pemeriksaan tersebut, secara tegas
disajikan kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan oleh SKPD Kabupaten Pasaman Barat
semenjak Tahun Anggaran 2009, 2010 dan 2011 yang tidak sesuai dengan ketentuan
dan berpotensi merugikan keuangan daerah, atau berpotensi terjadi pengeluaran yang
disalahgunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab dan proses pengadaan yang
tidak akuntabel dan tidak sesuai dengan peraturan pengadaan barang/ jasa yang berlaku
pada saat itu yakni Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Namun terhadap kontrak pengadaan 1 (satu)
16 | P a g e S A W . L F .
unit mobil dinas Bupati Pasaman Barat tahun 2010 berupa Toyota Prado 2,7 TX
Limited Tahun 2010 dengan cara penunjukan langsung setelah mengalami 2 (dua)
kali kegagalan dalam proses lelang, tidak ditemukan adanya indikasi pelanggaran
atau potensi kerugian keuangan daerah. Dengan demikian Terhadap pengadaan
Kendaraan Dinas Operasional Bupati/ Wakil Bupati Pasaman Barat, berdasarkan kontrak
No. : 027/480/Kontrak-Peng/Umum/2010 tanggal 13 Desember 2010, dengan nilai
kontrak Rp. 1.072.000.000,- (Satu Milyar Tujuh Puluh Dua Juta Rupiah), berdasarkan
LHP BPK RI bahwa kegiatan tersebut tidak ada menjadi temuan dari pemeriksaan BPK
RI yang dibuktikan dengan tidak ada dicantumkannya dalam Laporan Hasil Pemeriksaan
BPK RI seperti tersebut di atas.
C. Tidak Tepat Alasan Hukum Jaksa Penuntut Umum Dalam Menentukan Terjadi
Perbedaan Spesifikasi Antara Kontrak Dan Mobil Yang Diterima.
Bahwa dengan memanipulasi atau memutarbalikkan fakta mengenai keterangan
Saksi Suparman Martodisastro dan Saksi Jono Hans sebagaimana dikemukakan Jaksa
Penuntut Umum pada halam 5 dan halaman 6 memori kasasinya, seolah-olah
produsen di Jepang langsung mengeluarkan produk dalam bentuk “Toyota land
Cruiser Prado 2,7 TX dan TX Limited”. Bahwa produsen hanya mengeluarkan 1(satu)
produk yakni “Toyota Land Cruiser Prado 2,7 TX”. Sementara itu, tambahan kata
“Limited” hanya merupakan penambahan assesoris belaka, jadi kata-kata “Limited” tidak
akan tertuang dalam faktur maupun dalam bukti impor.
Saksi SUPARMAN MARTODISASTRO sebagaimana dikutip pada halaman 54
turunan putusan perkara a quo pada tingkat pertama, pada keterangan poin ketiga pada
pokoknya menerangkan, “Bahwa sesuai dengan faktur kendaraan PT. Multisentra
Adikarya Nomor : 239/MSA/XII/2010 tanggal 14 Januari 2011 yang menerangkan tentang
1 (satu) unit Kendaraan Toyota Prado 2.7 A/T Type mesin Prado 2,7 A/T bahan bakar
bensin, jumlah silinder 4/In-Line, isi silinder 2693 (cm3), warna hitam, nomor chasis :
TRJ150-0001532, nomor rangka : TRJ150-0001532, nomor mesin : 2TR-0815790 dan
tahun pembuatan 2010 dengan harga Rp. 506.000.000,00 (lima ratus enam juta rupiah)
adalah mobil yang berasal dari PT. Multisentra Adikarya”. Berdasarkan keterangan Saksi
SUPARMAN MARTODISASTRO tersebut di atas tidak ada kata-kata “TX Standard
Edition”, sehingga kata-kata “TX Standart Edition” hanya merupakan karangan
Jaksa Penuntut Umum dengan memanipulasi fakta persidangan.
Bahwa demikian juga keterangan Saksi JONO HANS, sepanjang yang dikutip
dan dicatat dalam persidangan sebagaimana tertuang pada halaman 55 sampai dengan
halaman 56 turunan putusan perkara a quo pada tingkat pertama tidak ada kata-kata “TX
Standar Edition” sebagaimana diungkapkan Jaksa Penuntut Umum pada halaman 5
17 | P a g e S A W . L F .
memori kasasinya. Bahwa sehubungan dengan faktur kendaraan, Saksi JONO HANS
sebagaimana tertuang pada halaman 55 keterangan poin 3 pada salinan putusan
perkara a quo pada tingkat pertama pada pokoknya telah memberikan keterangan,
“bahwa jenis kendaraan Toyota Land Cruiser Prado 2.7 A/T tahun 2010 warna hitam
nomor chasis : TRJ150-0001532 dan nomor mesin : 2TR-0815790 adalah sama dengan
faktur kendaraan yang saksi dapat dari PT. Multisentra Adikarya Nomor :
239/MSA/XII/2010 tanggal 14 Januari 2011 yang menerangkan tentang 1 (satu) unit
kendaraan Toyota Prado 2.7 A/T bahan bakar bensin, jumlah silinder 4/In-Line, isi
silinder 2693 (cm3) warna hitam nomor rangka : TRJ150-0001532 dan nomor mesin :
2TR-0815790 tahun pembuatan 2010 harga Rp506.000.0000,00 (lima ratus enam juta
rupiah) adalah mobil yang dibeli dari PT. Multisentra Adikarya dan saksi tidak pernah
berurusan langsung dengan pihak Pemda Pasaman Barat sehubungan dengan
pengadaan kendaraan tersebut”. Bahwa Berdasarkan keterangan Saksi JONO HANS
sebagaimana diuraikan di atas juga tidak ada kata-kata “TX Standard Edition”,
sehingga sekali lagi harus dinyatakan bahwa kata-kata “TX Standart Edition”
hanya merupakan karangan Jaksa Penuntut Umum dengan memanipulasi fakta
persidangan.
Bahwa di samping itu, untuk menguji dan mengukur apakah produsen terkait di
Jepang mengeluarkan produk Toyota Land Cruiser Prado dalam bentuk “TX” dan “TX
Limited”, maka Jaksa Penuntut Umum harus mendatangkan direksi atau setidak-tidaknya
ahli teknik yang memproduksi mobil tersebut. Lagi pula dalam perkara a quo, Jaksa
Penuntut Umum juga tidak dapat membuktikan bahwa dugaan perbedaan spesifikasi
mobil yang diterima dengan yang tertuang dalam kontrak berhubungan pararel dengan
timbulnya kerugian keuangan negara.
Bahwa apa yang dikemukakan Jaksa Penuntut Umum dalam memori kasasinya
pada halaman 5 memori kasai aquo telah pula dipertimbangkan oleh Judex Factie pada
tingkat banding yang menyatakan Terdakwa bersalah karena itu. Oleh karena itu,
perlawanan atau keberatan terhadap memori kasasi jaksa Penuntut Umum sekaligus
juga sebagai keberatan atas pertimbangan Judex Factie terkait. Bahwa memori Penuntut
Umum sepanjang mengenai perbedaann spesifikasi antara barang yang diterima dengan
spesifikasi dalam kontrak jo pertimbangan hukum Judex Factie pada tingkat banding
terkait, tidak sesuai fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan. Pertama,
berdasarkan kesimpulan Judex Factie tingkat pertama dalam perkara a quo sebagai
fakta hukum, sebagaimana tertuang pada halaman 95 s.d. halaman 103, “tidak
ditemukan adanya perbedaan spesifikasi” antara barang dalam kontrak dengan
barang yang dikirim dan diterima oleh Pemerintah Daerah/Kabupaten Pasaman Barat.
Kedua, berdasarkan keterangan saksi-saksi sebagai pemeriksa barang, yakni Saksi
Amrianto, S.H., Roni Hendri Eka Putra, S.Hut., Setia Bakti, S.H., Bobby Perdana Riza,
18 | P a g e S A W . L F .
S.Stp., M.Si., sebagaimana tertuang pada halaman 57 s.d. halaman 63 turunan putusan
tingkat pertama perkara a quo, pada pokoknya telah menerangkan bahwa barang berupa
1 (satu) unit mobil Toyota Land Cruiser Prado telah diperiksa dan diserahterimakan dari
PT. Baladewa Indonesia kepada Pemerintah Kabupaten Pasaman Barat telah sesuai
dengan spesifikasi dalam kontrak, yaitu kontrak Nomor : 027/480/Kontrak-
Peng/Umum/2010, tanggal 13 Desember 2010 sebagaimana juga tertuang dalam berita
acara Pemeriksaan Barang Nomor : 027/267/BAPB/SETDA/2010, tanggal 20 Desember
2015. Saksi-saksi pemeriksa barang tersebut diangkat oleh Bupati Pasaman Barat
berdasarkan Surat Keputusan Nomor : 188.45/248/BUP-PASBAR/2010, tanggal 14 April
2010, sebagaimana dalam Surat Bukti (Barang Bukti) Nomor 41 yang disebutkan dalam
putusan tingkat pertama perkara a quo dan pada turunan putusan pada tingkat banding.
Ketiga, perbedaan antara TX dengan TX Limited hanya terletak pada assesoris saja.
Dengan demikian memori kasasi Jaksa Penuntut Umum dan pertimbangan hukum Judex
Factie pada tingkat banding sepanjang mengenai “ditemukan adanya perbedaan
spesifikasi mobil yang diterima dengan yang tertera pada kontrak” adalah tindakan yang
hanya mengada-ada sebagaimana dakwaan dan tuntutan Penuntut Umum, mencari-cari
kesalahan Terdakwa.
Bahwa berdasarkan kontra memori kasasi terhadap memori kasasi Jaksa
Penuntut Umum tersebut di atas dan dihubungkan dengan fakta hukum yang diperoleh
dari fakta persidangan dapat ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut :
1. Bahwa Terbukti Terdakwa tidak menerima keuntungan dalam bentuk apapun
dalam pengadaan ini baik suap maupun hadiah, serta dalam proses penyelidikan dan
penyidikan perkara a quo pada tingkat kejaksaan Terdakwa secara aktif telah
membantu atau mempermudah Penyelidik atau Penyidik Kejaksaan Negeri Simpang
Empat, sehingga dapat dikualifikasi sebagai Justice Collaborator (meskipun dalam
perkara terkait tidak ada tindak pidana yang terjadi), dengan demikian maka tidak
tepat memori kasasi Jaksa Penuntut Umum yang menyalahkan Terdakwa dan tidak
tepat pula pertimbangan Judex Factie yang menghukum Terdakwa bersalah;
2. Bahwa dengan pengadaan tersebut keuangan negara menjadi lebih efektif dan
efisien dalam penggunaannya, karena HPS yang ditetapkan hanya
memberikan keuntungan kepada rekanan sebesar Rp. 25.332.727,00 (dua puluh lima
juta tiga ratus tiga puluh dua ribu tujuh ratus dua puluh tujuh rupia) atau sekitar 2,36 %
(dua koma tiga enam persen) dari nilai kontrak sebesar Rp. 1.072.000.000,00 (satu
milyar tujuh puluh dua juta rupiah), sehingga tidak tepat pula memori Jaksa Penuntut
Umum yang menyatakan Terdakwa bersalah karena merugikan keuangan negara
dan tidak tepat pula pertimbangan Judex Factie yang telah menghukum bersalah
Terdakwa karena menimbulkan kerugian keuangan negara;
19 | P a g e S A W . L F .
3. Bahwa barang bukti berupa mobil dinas terkait tidak disita dan telah dipakai sebagai
kendaraan dinas operasional Bupati Pasaman Barat selama satu periode
kepemimpinannya (5 tahun) sampai saat ini, sehingga pembangunan dan pelayanan
kepada masyarakat terpenuhi;
4. Bahwa Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) Perwakilan
Provinsi Sumatera Barat telah melakukan audit terhadap pengadaan kendaraan
dinas ini dan menyatakan tidak ada penyimpangan dan kerugian keuangan negara,
fakta tidak adanya kerugian keuangan negara tersebut berdasarkan Laporan Hasil
Pemeriksaan (LHP) BPK RI Atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten
Pasaman Barat Tahun 2011, Nomor : 01.C/LHP/XVIII/PDG/03/2012 Tanggal 29
Maret 2012, pengadaan mobil dinas Bupati Pasaman Barat Tahun 2010 berupa 1
(satu) Unit Toyota Prado 2,7 TX Limited Tahun 2010 dengan penunjukan langsung
setelah 2 (dua) kali pelelangan mengalami kegagalan tidak ditemukan adanya
penyimpangan. Oleh sebab itu, LHP BPK RI yang pada Tahun 2010 dan 2011 telah
melakukan audit terhadap kegiatan pengadaan ini yang dibuktikan dengan Laporan
Hasil Pemeriksaan Atas Belanja Daerah Pemerintah Kabupaten Pasaman Barat
Tahun Anggaran 2009 dan 2010, Nomor : 53/S/XVIII.PDG/01/2011, Tanggal 20
Januari 201, tidak menemukan adanya indikasi pelanggaran atau penyimpangan
tersebut.
5. Terdakwa selaku Aparatur Sipil Negara (ASN) tengah menjalankan perintah atasan
dan perintah Undang-undang dalam jabatannya dalam guna melaksanakan proses
pembangunan dan pelayanan masyarakat yang pada waktu habis ditimpa musibah
gempa Sumatera Barat, selain itu mobil dinas tersebut juga sangat membantu
berbagai tugas Bupati Pasaman Barat dalam melayani masyarakatnya yang tersebar
luas dengan wilayah perbukitan dan bergunung-gunung sehingga tindakan
Terdakwa pada tingkat kasasi (pemohon Kasasi) seharusnya mendapatkan
perlindungan dari negara dan undang-undang.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, alasan-alasan kasasi Jaksa Penuntut
Umum sebagaimana tertuang dalam memori kasasinya adalah alasan yang mengada-
ngada dan tidak sesuai fakta-fakta hukum. Oleh karena itu, mohon kiranya Judex Juris
atau Yang Mulia Hakim Agung yang memeriksa dan memutus perkara a quo dapat
memberikan keadilan kepada Terdakwa dan menolak permohonan kasasi Jaksa
Penuntut Umum.
Bahwa oleh karena itu, Terdakwa pada tingkat kasasi (Pemohon Kasasi)
memohon dengan hormat, sudilah kiranya Mahkamah Agung RI c.q. Majelis Hakim
Agung yang memeriksa perkara kasasi a quo berkenan memutuskan dengan amar
putusan sebagai berikut :
20 | P a g e S A W . L F .
1. Menyatakan menolak permohonan kasasi dari Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan
Negeri Simpang Empat;
2. Membatalkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tinggi
Padang Nomor : 16/TIPIKOR/2015/PT.Pdg juncto putusan Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi pada Pengadilan Negeri Kelas IA Padang Nomor : 01/Pid.Sus-
TPK/2015/PN.Pdg;
Dan dengan mengadili sendiri :
3. Menyatakan Terdakwa pada tingkat kasasi/Pemohon Kasasi Drs. Hendri, M.M.
tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah secara bersama-sama
melakukan tindak pidana korupsi melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 ayat (1)
huruf b, ayat (2) dan ayat (3) Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 jo Undang-
undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo
Pasal 55 ayat (1) ke – 1 KUHP sebagaimana dakwaan primair;
4. Membebaskan Terdakwa selaku Pemohon Kasasi Drs. Hendri, M.M. dari segala
dakwaan (vrijpraak) atau setidak-tidaknya melepaskan Terdakwa dari segala
tuntutan hukum (onslag van recht vervolging)
5. Memulihkan hak Terdakwa/Pemohon Kasasi dalam kemampuan, kedudukan dan
harkat serta martabatnya;
6. Membebankan biaya perkara kepada negara.
Demikian kontra memori kasasi terhadap memori kasasi Jaksa Penuntut Umum ini
kami sampaikan dan terima kasih, semoga demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa dan tegaknya hukum di Negara Republik Indonesia yang tercinta, yang mulia
Majelis Hakim Agung Mahkamah Agung RI berkenan mempertimbangkannya.
Hormat kami
Kuasa Hukum Terdakwa pada tingkat kasasi (Pemohon Kasasi)
Kantor SAW & Partners Law Firm
AFRIADY PUTRA, S.H., S. Sos. SUYADI, S.H.