buku pedoman dialog epr

7
EXTENDED PRODUCER RESPONSIBILITY (EPR) SOSIALISASI DAN DIALOG: PERAN DAN TANGGUNG JAWAB PRODUSEN DALAM PENGELOLAAN SAMPAH BERDASARKAN UU NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH 2008 DEPUTI BIDANG PENGENDALIAN PENCEMARAN KEMENTERIAN NEGARA LINGKUNGAN HIDUP 9/10/2008

Upload: andre-suito

Post on 08-Jun-2015

278 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: buku pedoman dialog epr

EXTENDED PRODUCER

RESPONSIBILITY (EPR)

SOSIALISASI DAN DIALOG: PERAN DAN TANGGUNG

JAWAB PRODUSEN DALAM PENGELOLAAN SAMPAH

BERDASARKAN UU NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG

PENGELOLAAN SAMPAH

2008

DEPUTI BIDANG PENGENDALIAN PENCEMARAN

KEMENTERIAN NEGARA LINGKUNGAN HIDUP

9/10/2008

Page 2: buku pedoman dialog epr

Kementerian Negara Lingkungan Hidup: Sosialisasi & Dialog EPR

2 | P a g e Uso ([email protected])

Latar Belakang

Berdasarkan statistik Tahun 2001 (BPS 2002), komposisi terbesar sampah di Indonesia

adalah sampah organik (bio waste) yang layak kompos sebesar 65%, kertas 13%, dan plastik

11% (Gambar 3), sementara sisanya adalah sampah lain-lain, seperti logam, gelas, karet, dan

kayu. Secara umum, para ahli sampai saat ini masih menyepakati besaran komposisi

tersebut. Namun berdasarkan hasil penelitian terakhir di Kota Bandung dan Surabaya,

tampaknya ada kecenderungan angka prosentase sampah organik menurun mendekati

angka 50% dan angka prosentase plastik naik pada kisaran 15%. Bagian terbesar (lebih dari

90%) dari sampah plastik yang dibuang di TPA, saluran, sungai, laut, dan tempat-tempat

lainnya adalah berasal dari kemasan makanan dan minuman (food & beverages), produk

kebersihan (toiletries), dan perlengkapan rumah tangga (home appliances).

Gambar 1. Komposisi sampah menurut bahan

UU No.18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah ini bertujuan untuk meningkatkan

kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta perwujudan upaya pemerintah dalam

menyediakan landasan hukum bagi penyelenggaraan pengelolaan sampah secara terpadu

dan komprehensif, pemenuhan hak dan kewajiban masyarakat dalam pengelolaan sampah.

Hal ini penting karena sebelum terbitnya UU 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah, urusan

sampah sepenuhnya diserahkan kepada Pemerintah, khususnya Pemerintah

Kabupaten/Kota, dengan paradigma end of pipe. Dengan menjalankan pendekatan tersebut

seolah-olah persoalan sampah dapat diselesaikan di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA)

sebagai hilir dari seluruh proses perjalanan sampah di negeri ini. Sehingga pola operasional

kumpul-angkut-buang menjadi standar manajemen pengelolaan sampah di Indonesia

selama 3 dasawarsa terakhir.

Fakta membuktikan bahwa, dengan menjalankan paradigma pengelolaan sampah tersebut,

persoalan sampah tidak semakin membaik. Sebaliknya, sampah menjadi sumber polusi

(polutan) yang berdampak serius terhadap lingkungan dan kesehatan manusia, sumber

konflik di masyarakat, dan bahkan, sampah menjadi sumber bencana lingkungan yang

mampu merenggut nyawa manusia.

Bahan organik layak kompos

65%65%65%65%

Kertas

13%13%13%13%

Kayu & bambu (3%)

Gelas (1%)

Karet/kulit (1%) Kain (1%)

11%11%11%11%

Pasir, keramik,abu (1%) Logam (1%)

Lainnya (3%)

Plastik

Page 3: buku pedoman dialog epr

Kementerian Negara Lingkungan Hidup: Sosialisasi & Dialog EPR

3 | P a g e Uso ([email protected])

Spirit utama dari UU 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah adalah secara revolusioner

mengubah paradigma pengelolaan sampah dari end of pipe menjadi reduce at sources and

resources recycle. Dengan paradigma baru tersebut, pengelolaan sampah harus bertumpu

pada, pertama, pembatasan (timbulan) sampah sejak dari sumbernya karena jika tidak

terkelola baik, sampah berpotensi menjadi polutan yang membahayakan lingkungan dan

manusia. Kedua, pemanfaatan sampah sebagai sumber daya atau sumber energi sehingga

dapat mendatangkan manfaat yang lebih banyak.

Maka, terkait dengan upaya pengurangan sampah, peran dan tanggung jawab masyarakat

dan pelaku usaha (produsen) menjadi sangat penting, di samping pemerintah yang sudah

melekat dengan sendirinya. Pasal 14 dan 15 UU 18/2008 secara tegas mengamanatkan

peran dan tanggung jawab produsen dalam pengelolaan sampah. Kedua pasal tersebut

menjadi landasan hukum bagi Pemerintah untuk menuntut peran dan tanggung jawab

produsen dalam upaya pengurangan dan penanganan sampah karena produsen, melalui

produk dan kemasan produk yang dihasilkan, adalah salah satu sumber penghasil sampah.

Pengertian dan Mekanisme EPR

Pengertian

Terdapat beberapa pengertian terkait dengan EPR, namun penjelasan dari Thomas

Lindhqvist dan Karl Lidgren dalam Models for Extended Producer Responsibility (1990) cukup

komprehensif, yaitu:

“Extended Producer Responsibility is an environmental protection strategy to reach an

environmental objective of a decreased total environmental impact from a product, by

making the manufacturer of the product responsible for the entire life-cycle of the product

and especially for the take-back, recycling and final disposal of the product. The Extended

Producer Responsibility is implemented through administrative, economic and informative

instruments. The composition of these instruments determines the precise form of the

Extended Producer Responsibility”.

Sementara itu, OECD secara lebih

sederhana mendefinisikan EPR sebagai

pendekatan kebijakan lingkungan dimana

produsen bertanggungjawab, baik secara

fisik maupun financial, terhadap suatu

barang sampai pada tahapan barang itu

selesai dikonsumsi (post-consumer stage)

dari seluruh tahapan life cycle barang

tersebut.

Gambar 2. Life cycle suatu produk

Page 4: buku pedoman dialog epr

Kementerian Negara Lingkungan Hidup: Sosialisasi & Dialog EPR

4 | P a g e Uso ([email protected])

EPR adalah strategi yang didisain dalam upaya mengintegrasikan biaya-biaya lingkungan ke

dalam seluruh proses produksi suatu barang sampai produk itu tidak dapat dipakai lagi (life

cycle produk tersebut) sehingga biaya-biaya lingkungan menjadi bagian dari komponen

harga pasar produk tersebut. Dengan strategi EPR tersebut, para produsen harus

bertanggungjawab terhadap seluruh life cycle produk dan/atau kemasan dari produk yang

mereka hasilkan. Ini artinya, perusahaan yang menjual dan/atau mengimpor produk dan

kemasan yang potensi menghasilkan sampah wajib bertanggungjawab, baik secara financial

maupun fisik, terhadap produk dan/atau kemasan yang masa pakainya telah usai. Kebijakan

penerapan EPR memindahkan tanggung jawab dan biaya pengelolaan sampah, termasuk di

dalamnya pengolahan sampah, yang berada di hilir dari life cycle suatu produk dan/atau

kemasan kepada pihak produsen yang berada di

bagian hulu.

Merujuk pada gambar strategi pengelolaan

sampah di samping, EPR bertujuan

mempromosikan pembatasan dan pengurangan

sampah melalui internalisasi biaya lingkungan

dan ekonomi ke dalam kegiatan daur ulang dan

pembuangan produk dan/atau kemasan.

Sehingga upaya untuk memperbaiki pemrosesan

akhir sampah di TPA harus diikuti dengan upaya

antara lain pengenaan pajak pembuangan

sampah, garansi tambahan, edukasi konsumen,

dan skema eco-label.

Gambar 3. Strategi pengelolaan sampah

Mekanisme

Pelaksanaan EPR memerlukan mekanisme yang jelas karena dari sisi produsen penerapan

EPR ini menjalani rantai perjalanan yang sangat panjang, sejak dari produsen (pabrik)

sampai ke konsumen dan kembali lagi ke produsen. Selama perjalanan panjang tersebut

banyak tahapan yang kemungkinan sulit dikendalikan, oleh karena itu diperlukan aturan

main yang jelas bagaimana produsen benar-benar melakukan kewajibannya.

Mekanisme EPR yang biasa digunakan adalah melalui penarikan kembali produk dan/atau

kemasan yang habis masa pakainya dan dikelola melalui cara reuse, recycling, atau

dimanfaatkan sebagai sumber energi. Seluruh proses mekanisme ini dapat dilaksanakan

sendiri oleh produsen/perusahaan. Mekanisme kedua adalah dengan mendelegasikan

tanggung jawab tersebut ke pihak ketiga, dimana pihak ketiga tersebut dibayar untuk

mengumpulkan dan mengelola produk dan/atau kemasan mereka.

Page 5: buku pedoman dialog epr

Kementerian Negara Lingkungan Hidup: Sosialisasi & Dialog EPR

5 | P a g e Uso ([email protected])

Strategi Penerapan EPR

Dari sisi praktis, penerapan EPR akan berbeda di tiap negara, namun terdapat beberapa

prinsip dasar yang harus menjadi bagian tidak terpisahkan dari pengembangan strategi

nasional 3R (reduce, reuse, recycle).

STRATEGI KOMPONEN

Kerangka hukum dan peraturan • Larangan pembuangan sampah liar;

• Kewajiban pengambilan-kembali produk/kemasan;

• Pembatasan dan larangan pembuangan produk/kemasan.

Instrumen ekonomi dan fisansial • Skema deposit/refund;

• Penghilangan subsidi bahan baku;

• Bank sampah;

• Potongan pajak dan subsidi;

• CDM credit.

Mekanisme kelembagaan

• Pengembangan jaringan penerapan EPR yang melibnatkan seluruh

stakeholder, baik tingkat nasional maupun lokal.

Pertimbangan sosial dan budaya

• Dukungan livelihood;

• Kegiatan penghematan air dan energi;

• Kegiatan pengentasan kemiskinan dan peningkatan kesehatan

masyarakat

Penyadaran masyarakat • Penerapan label lingkungan;

• Peringatan terhadap ketahan produk dan produk yang mengandung

B3;

• Penerapan label hemat energi.

Dimensi teknologi • Pengkajian kapabiltas teknologi dalam penerapan EPR.

Koodinasi antar sektor dan antar

pusat daerah

• Memperkuat koordinasi

• Mempromosikan kemitraan dengan dunia usaha

Kerjasama internasional • Riset dan pengembangan;

• Mengembangkan pilot/demo project;

• Pelatihan best practices.

Keterkaitan dengan Millennium

Development Goals (MDG)

• Dikaitkan dengan goal ke-7 yaitu lingkungan yang berkelanjutan.

Pengalaman Negara Lain

Kebijakan EPR sudah lama diterapkan di Negara-negara maju di Amerika Utara, Eropa, dan

Aisa. Sementara untuk Negara-negara berkembang, penerapan EPR masih berada pada

tahap awal (initial stage). Berikut adalah beberapa contoh penerapan EPR di Negara maju.

Country Scope of EPR program

Japan Containers and Packaging, Home appliance, End of Life Vehicle (ELV), Food

waste, Construction waste.

Germany Packaging, Waste Electrical and Electronic Equipment (WEEE), ELV, Battery,

Bio-wastes

European Union Packaging, WEEE, ELV, Battery

Republic of Korea Packaging, Home appliances, Food waste, Construction waste

Page 6: buku pedoman dialog epr

Kementerian Negara Lingkungan Hidup: Sosialisasi & Dialog EPR

6 | P a g e Uso ([email protected])

Berdasarkan pengalaman dari Canada, terdapat beberapa pendekatan penerapan EPR yang

dapat dilaksanakan seperti tampak pada tabel berikut.

TYPE OF EPR EXAMPLES

Product take-back programs • Mandatory take-back;

• Voluntary or negotiated take-back programs.

Procurement/

consumer programs

• Procurement guidelines and policies;

• Information disclosure programs

Regulatory approaches

• Disposal bans;

• Mandated recycling

Voluntary industry practices

• Voluntary codes of practice;

• Public/private partnerships;

• Leasing and "servicing" (in which companies lease their products or

provide services, thereby retaining ownership of the product)

Economic instruments • Special taxes;

• Product charges;

• Advance disposal fees;

• Deposit/refund schemes;

• Subsidies and tax credits for the production and use of environmentally

preferable products

Page 7: buku pedoman dialog epr

Kementerian Negara Lingkungan Hidup: Sosialisasi & Dialog EPR

7 | P a g e Uso ([email protected])

Lampiran. Principles Guidance of Effective EPR