buku temuteman1

77

Upload: upksbs-umi

Post on 06-Apr-2016

262 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

Refleksi Temu Teater Mahasiswa Nusantara (temuteman) 1 - membidik manusia Perempuan dalam pigura

TRANSCRIPT

Page 1: Buku temuteman1
Page 2: Buku temuteman1

Refleksi Temu Teater Mahasiswa Nusantara I

“Membidik Manusia Perempuan Dalam Pigura”

Penyusun:

Amah Carpova

Penanggung Jawab:

Pengurus UPKSBS UMI Periode 2010-2011

Korektor:

Subhan Makkuaseng

Mamat Mariamang

Tim Redaksi:

Iwan Zaenul

Syamsul Alam Bahri

Affan Lubist

Andy Jabulany

Desain Sampul:

Dhany Rupawan

Page 3: Buku temuteman1

Daftar Daftar Daftar Daftar IsiIsiIsiIsi

Terima Kasih…. iii

Oleh-oleh dari Samarinda 1

Suatu malam : Kasak-kusuk di Café UMI 5

Ruang 4x15 ; Secangkir Kopi yang Menjemukan 9

Kisah Sembilan Ratus Perak 13

Tamu Tak Diundang 17

Tak-Tik Praktis Dengan Bapak Walikota 20

Superhero 23

Tragedi Lubang Tikungan 27

Deklarasi Somba Opu 29

Sebar Isu ; “Membidik Manusia Perempuan Dalam

Pigura” 33

Saksi Bisu Terseksi 37

Perempuan dalam Arena Teater 44

“Gagap” Gugup Seniman dan Pak Polisi 47

Si Rambut Gimbal yang Latah 52

Gatal ; Kado Merah Temu Teman I 53

Kata Kita 60

Biografi Penulis 66

Page 4: Buku temuteman1

Terima Kasih …Terima Kasih …Terima Kasih …Terima Kasih …

Salah satu keindahan di dunia ini yang akan

selalu dikenang adalah ketika kita dapat melihat dan

rasakan sebuah impian dalam bentuk kenyataan. Dan

bagi penulis, rangkaian kata dalam buku ini adalah

suatu keindahan yang tak ternilai meskipun masih jauh

dari kata sempurna.

Segala puji bagi Allah, Sang Mahahati, Sang

Maha Pengasih dan Penyayang dan maha segalanya. Tak

putus-putusnya penulis memuja dan memuji atas

nikmat yang tak terhingga dan cinta yang tak berujung,

berjuta kesempatan untuk menengok ke atas

mensyukuri atas segala nikmat dan cobaan yang

menjadi pelajaran yang sangat berharga, atas berjuta

waktu mendengarkan doa dalam ketertundukan.

Sembah sujud Kepada Nabi Muhammad saw atas segala

perjuangan dan ajaran yang tak pernah padam hingga

akhir zaman.

Semua pihak yang telah banyak

menyumbangkan ide, tenaga, doa dan waktu demi

Page 5: Buku temuteman1

tercapainya niat dalam menyelesaikan buku ini, karena

itu saya merasa berhutang budi kepada nama-nama di

bawah ini:

Kedua orang tua yang tak putus-putusnya

menghantarkan doa dipenghujung malam mereka.

Terima kasih untuk Kanda Mamat Mariamat yang rela

“menurunkan derajatnya” menjadi korektor setiap

paragraph yang saya todongkan setiap berkunjung ke

Laboratorium UKM SENI dan (mungkin) sudah merasa

bosan dengan sms-sms yang sama setiap saat. Kanda

Subhan atas komentar “pedasnya” yang semakin

menambah gairah untuk kembali melanjutkan yang

pernah ada. Kanda Achin yang sudah mau menulis

panjang lebar sejak awal dan diminta untuk mengarang

bebas tentang Temu Teman I. Kanda Bram yang kerap

kali diberondongi pertanyaan di depan Laboratorium

UKM SENI ketika masih lelah dari kantor dan tetap

memberikan jawaban-jawaban memuaskan. Kanda

Mimit yang kadang menjadi dongkol dengan sms-sms

dan sapaan-sapaan membosankan di dunia maya

hampir tiap hari hanya untuk berbagi kisahnya di Temu

Page 6: Buku temuteman1

Teman I silam. Kanda Iip yang juga sudah merasa jenuh

dengan permintaan “traktiran” untuk menuliskan

sepenggal kisahnya di Temu Teman, terima kasih untuk

kalajingganya, Kanda Ancha yang sudah mau

meluangkan malam minggunya untuk diwawancarai.

Terima kasih untuk Kanda Begho yang masih mau

meladeni obrolan di dunia maya dengan pertanyaan

yang agak “memaksa” ketika masih bau keringat setelah

pulang kantor. Kanda Iqbal yang sudah diganggu jam

kerjanya dengan pesan panjang namun pasti tujuannya,

menagih tulisannya ☺. Kanda Ally yang sudah

kerepotan membongkar kembali “arsip” lama demi

kelengkapan Tim Redaksi. Kanda Nunggeng yang sudah

mau membaca secara detail semua coretan-coretan

yang masih amburadul. Kanda Imhe yang sudah mau

diganggu moment “nostalgianya” bersama teman-teman

ketika main ke sekret. Dhany Rupawan dengan

kesabarannya telah membantu diantara kesibukannya

sebagai Ketua Umum UKM SENI UMI. Sambredet yang

sudah mau mengantar kesana kemari demi kelengkapan

data. Affan yang telah mengembalikan kejenuhan untuk

Page 7: Buku temuteman1

kembali menyusun buku ini dengan celoteh “tajamnya”

selama ini, terima kasih. Salma yang sudah rela

menemani pengambilan gambar di Benteng Somba Opu

di siang bolong dan merelakan setengah kulitnya jadi

belang-belang karena sengatan matahari ☺. Para

“banker ide “UKM SENI UMI yang tanpa ide dan

penawaran dari mereka semua tak akan berarti apa-apa.

Teman-teman di UKM SENI UMI (UPKSBS) yang

telah berbagi waktu dengan kebersamaan, menyentuh

hidup ini dengan cara yang berbeda, membantu untuk

melihat sisi baik dari segala hal saat terjatuh

mengajarkan banyak hal tentang hidup dan rajin

menghembuskan semangat untuk segera menyelesaikan

buku sederhana ini.

Terakhir, semua teman-teman se-Nusantara

yang telah meluangkan sedikit waktunya untuk

menikmati secangkir cerita-cerita cinta dan perjuangan

penggugah semangat berkesenian dalam Temu Teater

Mahasiswa Nusantara I ini.

Page 8: Buku temuteman1

OlehOlehOlehOleh----oleh dari Samarindaoleh dari Samarindaoleh dari Samarindaoleh dari Samarinda

Awalnya hanya seperti biji padi yang tumbuh

pada pertengahan tahun 2001. Namun diluar dugaan

biji inilah cikal bakal lahirnya Temu Teater Mahasiswa

Nusantara (TEMU TEMAN I). Saat itu pekerja seni

kampus Makassar mendapatkan undangan yang sama

untuk mengikuti ajang FESTIVAL TEATER MAHASISWA

NASIONAL (FESTAMASIO I) yang diselenggarakan oleh

salah satu kelompok teater yang ada di kepulauan besar

tanah seberang kawasan timur Indonesia yakni Teater

Yupa Universitas Mulawarman (UNMUL) Kalimantan

Timur. Kegiatan ini adalah ajang kompetisi karya dan

silaturahmi kelompok teater/lembaga kesenian antar

kampus se Indonesia. Tak heran jika Festamasio I

dengan Temu Teman I seperti saudara kembar yang

berbeda karakter. Setelah event sebelumnya seperti

PEKSIMINAS, Katimuri, Cak Durasin yang selama ini

dikenal ajang perhelatan kampus lahir duluan. TEMU

TEMAN baru menyusul Tahun 2002 memilih jalur

Page 9: Buku temuteman1

berbeda tanpa festival. Pukulan gong pertamapun

dimulai.

Festamasio ini biasanya diadakan setiap dua

tahun sekali. Pada saat itu Teater Tangan belum

memiliki nama, jadi ia hadir mengatasnamakan diri Unit

Pengembangan Kreatifitas Seni Budaya dan Sastra

(UPKSBS) Universitas Muslim Indonesia (UMI). UPKSBS

adalah payung induk teater tangan itu sendiri sampai

saat ini. Kehadiran UPKSBS masih berumur jagung, tiga

tahun lalu hanya ditetapkan sebagai peserta peninjau

saja di sana, karena tidak membawa apa-apa termasuk

membawa kado pertunjukan guna diperlombakan. Para

“penggeliat” yang hadir mewakili UPKSBS pada saat itu

diantaranya adalah Ancha Ardjae Lalilo, Ahmad Fardi,

Mamat Mariamang, Imran Jaya “Imhe”, Alfiandi

Abdullah “Begho” dan Muh. Fadli Abduh “Ally”. Ally

merupakan peserta paling culun sehingga mendapat

julukan “Si Bocah” yang ingin mengetahui lebih banyak

dunia luar. Sedangkan rekan-rekan yang lain dari

Makassar, yang memang siap berlomba yakni, Ilham

Page 10: Buku temuteman1

Rachomi, Fail, Anto, Zuhdi dkk, Teater Kampus Unhas

(TKU), Dede Leman, Tahir, Syarif dkk, Teater Talas

(Unismuh). Nehru dkk UKM Seni eSA, dan UKM Seni

UNM dkk.

Setelah berakhirnya kegiatan Festamasio I di

Samarinda ini, ide mengadakan Temu Teman mulai

diwacanakan dalam kamar-kamar peserta dan forum-

forum diskusi. Temu Teman ini murni berasal dari

UPKSBS oleh Ancha Ardjae Lalilo. Sedangkan konsep

dan bentuk kegiatan merupakan gagasan absolut dari

teman-teman UPKSBS (Teater Tangan), yang tak luput

dari diskusi teman-teman pekerja seni kampus di

Makassar, termasuk TKU Unhas, UKM seni Talas

Unismuh, UKM Seni eSA UIN, UKM Seni UNM, Bestra

UNM banyak memberi sumbang dan sambung saran.

Meskipun konsep event yang akan

dilaksanakan tersebut tetap menjiplak LO (LowOfficer)

dari kegiatan FESTAMASIO I dengan bantuan para PSK

(Pekerja Seni Kampus) di Makassar.

Page 11: Buku temuteman1

Setibanya di Makassar Anca Ardjae Lalilo yang

akrab disapa Ancha dan merupakan salah satu pendiri

UPKSBS yang pada waktu itu menjabat sebagai Ketua

Umum UPKSBS. Seorang pemuda berambut gondrong

sampai punggung dengan model keriting jatuh –tapi

jatuhnya tergulung-gulung- (maaf Gan, ane cuma

menulis☺), menghidangkan “oleh-oleh” dari Samarinda

tersebut kepada anggota UPKSBS dalam sebuah rapat

pengurus, yang pada masa antara lain Iqbal Adam,

Imran Jaya, Fardi Dg Mattorang, Mamat Mariamang,

Hapsa dg. Maralla dan Alfiandi Abdullah, Firman Anwar

dan Subhan Makkuaseng.

ж

Page 12: Buku temuteman1

Suatu malam :KasakSuatu malam :KasakSuatu malam :KasakSuatu malam :Kasak----kusuk di Café kusuk di Café kusuk di Café kusuk di Café

ChimankChimankChimankChimank

Pembicaraan di atas kapal dari Batu Licin dan

Pelabuhan Makassar kemudian berlanjut di Café

Chimank di Jalan Kakatua depan Kampus I UMI

Makassar. Café beratap terpal warna biru dan

pemiliknya bernama Chimank maka disebut café ini

Café Chimank. Jika malam tiba, di sanalah anggota

UPKSBS kumpul dan banyak melontarkan uneg-uneg

dengan bergelas-gelas kopi dan teh. Diskusi seakan

disaksikan oleh tiang-tiang listrik dan cahaya lampu

jalanan yang remang dan kendaraan yang lewat di Jalan

Kakatua semakin larut malam semakin lambat. Maka,

teman-teman di UPKSBS (Teater Tangan) kembali

membahas rencana kegiatan tersebut. Inisiatif pertama

adalah mengadakan suatu kegiatan pementasan teater,

tapi bukan dalam bentuk festival. Alasan tidak

mengadakan dalam bentuk festival karena saat itu

teman-teman berpendapat bahwa kesenian bukanlah

Page 13: Buku temuteman1

kegiatan yang lahir dalam bentuk instant dan dieksekusi

oleh juri pilihan, tapi semestinya memerlukan sebuah

proses apresiasi langsung oleh penontonnya.

Membicarakan karya tidak dinilai dari sebuah

penghargaan baik atau buruknya tapi ditonton dengan

enak, tanpa ada beban siapa yang akan mendapatkan

juara nantinya.

Dorongan melaksanakan event bukan dalam

bentuk festival juga lahir ketika teman-teman UPKSBS

(Teater Tangan) mengikuti perlombaan teater yang

diadakan oleh TKU Unhas di Taman Budaya Makassar

(Gedung Mulo) Jl. Sam Ratulangi. Kala itu Jacob Maralla

dan Iwan Prapanca selaku dewan juri mengkritik karya

Teater Tangan yang mengatakan bahwa karya mereka

tidak layak di pentaskan karena teaternya adalah teater

eksperimen (ekperimental). Menurut dewan juri teater

ini sulit diketahui mana actor utama, mana actor

pembantu dan peran antagonis. Hal ini yang tidak dapat

diterima oleh teman-teman adanya “hakim karya” oleh

dewan juri lomba. Juri seperti mematok kebebasan

Page 14: Buku temuteman1

berkreasi bagi insan teater dengan cara khusus.

Meskipun pada akhirnya UPKSBS tetap diberi

penghargaan pertunjukan mereka sebagai artistik

terbaik buat Teater Tangan.

Beberapa Panitia Temu Teman I dengan latar belakang

sekretariat lama UPKSBS di Kampus I UMI Makassar

Pemberian nama TEMU TEMAN waktu itu

entah terlontar dari mulut siapa, tapi ada beberapa ide

yang muncul. Berdasarkan sumber informasi, pencarian

nama kegiatan waktu itu melewati suatu pembicaraan

yang cukup panjang, sehingga muncullah nama TEMU

TEATER NUSANTARA yang oleh Fardy disingkat

Page 15: Buku temuteman1

TETE’NU. Tapi karena TEMU TEATER NUSANTARA itu

terkesan umum, dan memang targetnya adalah

mahasiswa, maka ditambahkan kata mahasiswa,

manjadi TEMU TEATER MAHASISWA NUSANTARA yang

saat itu disingkat TETE’ MANU.

Tiba-tiba Fardy angkat bicara, “Adakah @#$%-

nya ayam ???”, dan lagi-lagi setelah melewati

pertengkaran mulut yang saaaaaaaaaaaaangat panjang,

akhirnya hasil kesepakatan bersama rapat menetapkan

memberi nama kegiatan tersebut “TEMU TEATER

MAHASISWA NUSANTARA” atau disingkat TEMU-

TEMAN (bukan TTM) yang tidak hanya berarti

singkatan, tapi juga bermakna pertemuan dengan

teman-teman pekerja seni kampus di seluruh nusantara

untuk saling berbagi pengetahuan dan pengalaman

khususnya dalam dunia teater.

Selanjutnya para pengurus UPKSBS berkumpul

untuk menyusun kepanitiaan, waktu itu Muh. Yasin

Yunus diberi tanggung jawab sebagai Ketua Panitia,

Mimit Pakasi Dewo sebagai Sekretaris dan Sifa sebagai

Page 16: Buku temuteman1

Bendahara. Serta peran serta beberapa pihak yang

memberikan masukan berupa buah pemikiran untuk

memoles kegiatan ini termasuk beberapa pengurus inti

UPKSBS saat itu diantaranya Ikbal Adam, Imran Jaya,

Fardi, Mamat Mariamang dan Hapsah dg. Marala.

Page 17: Buku temuteman1

Ruang 4x15 ; SecangkRuang 4x15 ; SecangkRuang 4x15 ; SecangkRuang 4x15 ; Secangkir Kopi yang ir Kopi yang ir Kopi yang ir Kopi yang

MenjemukanMenjemukanMenjemukanMenjemukan

Pembicaraan di café masih berlanjut di

sekretariat. Secara kebetulan, waktu itu UPKSBS

kedatangan seorang tamu yang awalnya “nyasar”

bernama Arif Kriying, dengan tampangnya yang (maaf)

terkesan culun, berkacamata, rambut pendek dengan

belahan samping, kemeja selalu rapi dan diselipkan ke

dalam celana serta bersepatu kulit, maka tak jarang

beliau sering jadi korban “ma’calla” (objek penderita)

oleh Alfiandy Abdullah yang akrab disapa “Begho” dan

merupakan maskot UPKSBS yang selalu dirindukan

oleh teman-teman karena orangnya yang kocak dan

bego sehingga mendapat gelar kebangsawanan ala UKM

SENI UMI yaitu “Begho”. ☺

Page 18: Buku temuteman1

Beliau adalah alumni ISI (Institut Seni

Indonesia) Yogyakarta Jurusan Teater. Beliau juga

merupakan dosen di almamaternya dan informasi

terakhir (tahun 2003) sedang menggarap lawatan

pertunjukan Korea dan Jepang. Beliau mengajarkan

banyak hal seperti materi-materi teater, manajeman

kegiatan, pengetahuan baru tentang proses berkesenian

sampai hal-hal yang kecil sekalipun. Workshop pertama

dilakukan di Malino, entah pada bulan berapa.

Kemudian kami ajak mereka keliling-keliling kampus ke

semua kelompok teater yang ada di Makassar.

Page 19: Buku temuteman1

Suatu waktu ketika Arif Kriying membantu

teman-teman membuat proposal kegiatan, terlontar

dari mulut Beliau bahwa teman-teman UPKSBS terlalu

berani untuk mengadakan sebuah kegiatan yang

berskala nasional sebesar ini jika dibanding dengan

umur UPKSBS waktu itu masih sangat terbilang muda

dan kurang popular dikalangan komunitas kesenian di

daerah Jawa. Namun kata-kata itu malah menjadi

sebuah boomerang dalam benak mereka yang

membakar semangat untuk tetap termotivasi

melangsungkan kegiatan tersebut.

ж

Page 20: Buku temuteman1

Kisah Sembilan Ratus PerakKisah Sembilan Ratus PerakKisah Sembilan Ratus PerakKisah Sembilan Ratus Perak

Kembali pada persiapan kepanitiaan, segala

bentuk persiapan mulai dilakukan, seperti memasukkan

proposal bantuan dana ke berbagai instansi. Demikian

pula setelah nama-nama undangan terkumpul, proposal

pun diterbangkan melalui jasa Pos dengan

menggunakan dana patungan dari teman-teman.

Suka duka teman-teman waktu itu sungguh

menggugah semangat diantara keterbatasan fasilitas,

dana dan SDM. Pengorbanan yang cukup besar juga

dilakukan teman-teman waktu itu seperti Imran Jaya

“Imhe” yang rela menjual motornya untuk membeli

seperangkat komputer untuk memudahkan

administrasi kepanitiaan, padahal waktu itu teman-

teman di UPKSBS yang memiliki motor hanya beliau dan

Fardy.

Seperti dikisahkan Ketua Panitia waktu itu

Muh. Yasin Yunus yang akrab disapa Achin

Page 21: Buku temuteman1

mengungkapkan bahwa basecamp panitia selalu

berpindah-pindah, mulai dari sekretariat UPKSBS,

asrama putera Bulukumba tepatnya di kamar Imran

Jaya yang akrab disapa “Imhe” (awalnya saya mengira

cewek) dan terletak di Jl. Baji Gau bahkan sampai rumah

Iqbal di Jl. Baji Pamai.

Sampai pada suatu hari di kamar Imhe yang

telah disulap menjadi sekretariat, ada kejadian lucu saat

proses kegiatan. Sekitar jam lima subuh, Achin, Iqbal

dan Imhe setelah menyelesaikan pekerjaan kepanitiaan

dan sedang siap-siap untuk istirahat. Sebelumnya mari

sama-sama kita membayangkan kamar cowok yang

disulap menjadi base camp, dimana segala sesuatu tidak

pada tempatnya, pakaian yang tergantung dimana-

mana, bahkan nyamuk yang bersemedi disana langsung

terhipnotis, gelas bekas kopi dan puntung rokok yang

jadi miniatur unik, layaknya kamar yang telah dilanda

tsunami (hyperbolis mode on). Imhe membuka jendela

kamar agar terjadi sirkulasi udara yang penuh dengan

asap rokok (jarak pandang hanya 50 cm). Tiba-tiba

Page 22: Buku temuteman1

terdengar suara seorang cewek dari luar jendela yang

ternyata berasal dari rumah seberang, yang (sangat)

kebetulan Asrama Bulukumba bersebelahan dengan

Asrama Puteri Tarakan. Cewek tadi menyapa dari balik

jendela kamarnya sambil tersenyum manis –rejeki di

pagi hari-.

“Tawwa, rajinnya cowok di sebelah, bangun subuh-subuh

terus membersihkan kamar”, dengan dialeg Makassar

yang khas.

Kontan para ksatria ini langsung tertawa. Tau

sendiri kan kalau Achin tertawa (maaf Kanda ☺),

membahana ke segala penjuru ruang, dan bisa saja

semua orang subuh itu terbangun karena kebisingan

yang terjadi diantara mereka. Si cewek rupanya salah

sangka, mereka bukannya sudah bangun tidur dan rajin

membersihkan kamar, tapi baru mau tidur setelah

begadang dan membersihkan agar bisa istirahat dengan

nyaman karena kamar yang berantakan.

ж

Page 23: Buku temuteman1

Kisah lainnya juga terjadi di rumah Iqbal.

Bersama Begho, Ardy Yusuf, Wiwin dan Mimit (maaf

jika ada yang terlupakan namanya). Suatu hari sekitar

pukul enam pagi, mereka sudah bangun dan siap untuk

“berjuang”, Iqbal mau masak untuk sarapan, tapi

ternyata yang ada hanya sisa nasi semalam, sedangkan

mie instan dan telur sudah habis. Jadi mau tidak mau

mereka diminta patungan untuk membeli lauk. Betapa

sedihnya ketika uang yang terkumpul hanya Rp.

900,00,- itupun didapatkan dari sela-sela dompet, tas,

bahkan kantong celana, baju dan jaket yang tergantung

di pintu pun sudah dijarah, sedangkan Iqbal pun sudah

membongkar lemari untuk cari tambahan.

“Yah, kali aja ada yang nyelip di antara lipatan pakaian”.

Celutuk Iqbal saat itu. Namun jumlah uang tetap tidak

bertambah, masih berupa koin-koin dengan jumlah Rp.

900,00.

Akhirnya uang itu digunakan untuk membeli

kecap sachet, merica dan kerupuk. Setelah berdemo di

dapur dengan wajan dan kompor, maka jadilah sepiring

Page 24: Buku temuteman1

nasi goreng, Alhamdulillah pagi ini masih ada sarapan.

Tapi ternyata kisah sedih pagi itu belum berakhir.

Sesedih-sedinya film India, tapi lebih sedih lagi jika

setelah makan tidak mengisap rokok ☺. Dan itulah yang

terjadi. Tak seorang pun diantara mereka yang punya

rokok. Dalam keadaan demikian otak Begho yang punya

tingkat kecerdasan di atas rata-rata pun bekerja, dengan

sigap mengumpulkan sisa-sisa puntung rokok semalam,

dan kebetulan beliau membawa kertas papir. Berhasil,

jadilah sebatang rokok baru dan diisap secara estafet.

Setelah mandi (maaf) kecuali Begho, makan dan

merokok, mereka memanaskan mesin motor dan

berangkat untuk mencari sebongkah berlian (bukan

Bang Toyib) dan seikat uang (juga bukan Gayus) untuk

TEMU TEMAN yang diiringi teriakan: Semangat

!!!Semangat !!!Semangat !!!–jangan lupa mengepalkan

tangan dan diangkat ke atas-

Page 25: Buku temuteman1

Tamu Tak DiundangTamu Tak DiundangTamu Tak DiundangTamu Tak Diundang

Menjelang kegiatan hingga akhir kegiatan

TEMU TEMAN, buuaaanyak (saking banyaknya) sekali

suka dukanya. Dalam penggalangan dana teman-teman

juga memasang target di berbagai instansi yang ada di

daerah. Seperti perjuangan yang dilakukan Haryadi

Wiryawan “Wiwin” sebagai kordinator team, Muhlis

Amin “Moch”, Ibrahim Massidenreng “Bram” dan Mimit

Pakasi Dewo melakukan pencarian dana di beberapa

kabupaten dengan menyusuri Kota Gowa sampai Sinjai

selama dua minggu, bahkan mereka harus rela melewati

moment Idul Adha di kampung orang dengan segala

suka duka yang dihadapi.

Page 26: Buku temuteman1

Kiri : Mimit Pakasi, Mukhlis, Subhan Makkuaseng dan

Ibrahim Massidenreng

Disamping itu mereka juga mempunyai

pengalaman lucu dan unik. Tepatnya di Kabupaten

Bantaeng, mereka bertemu dengan kembang desa dan

akhirnya menawarkan tempat untuk menginap dan

mengisi kampoang tengah (makan) di rumahnya.

Di Kabupaten Bulukumba, mereka menginap di

Desa Bontonye’leng, tepatnya di rumah Imhe. Kerana

kebetulan berada di Bulukumba, mereka pun diminta

untuk mewakili UPKSBS UMI menghadiri acara

pernikahan Fatma (salah satu anggota UPKSBS

Page 27: Buku temuteman1

Angkatan I). Setelah mencari lokasi pesta, akhirnya

mereka menemukan sebuah pesta pernikahan. Para

ksatria UPKSBS ini mendapat sambutan hangat dari

keluarga mempelai dan dipersilahkan untuk menikmati

jamuan, tanpa menunggu lama mereka pun memenuhi

panggilan demi kampong tengah yang sudah bercuap-

cuap karena lapar. Setelah mengisi perut, mereka pun

mengucapkan selamat kepada mempelai. Alangkah

terkejutnya mereka karena ternyata yang punya hajatan

bukan Fatma yang dimaksud, tapi orang lain yang jika

tak salah juga alumni Universitas Muslim Indonesia

(UMI). Keluarga mempelai yang menyambut tamu,

mengira bahwa para Ksatria UPKSBS ini adalah utusan

dari UMI karena saat itu mereka menggunakan jas

almamater hijau lambang kebesaran kampus mereka,

UMI. Disela-sela kisahnya, Achin mengungkapkan rasa

bangga kepada para Ksatria UMI tadi, walaupun Beliau

sendiri sebagai Ketua Panitia didukung Ancha serta

teman-teman lain yang tidak berangkat sudah

memberikan wewenang kepada mereka berlima untuk

menggunakan uang yang sudah didapatkan untuk

Page 28: Buku temuteman1

memenuhi kebutuhan mereka selama dalam perjalanan

(makan, bensin dan rokok), tetapi tak sepeser pun yang

kurang karena tidak digunakan. Salut !!!

Page 29: Buku temuteman1

TakTakTakTak----Tik Praktis Dengan Bapak WalikotaTik Praktis Dengan Bapak WalikotaTik Praktis Dengan Bapak WalikotaTik Praktis Dengan Bapak Walikota

Pencarian dana di Kota Makassar pun punya

kisah sendiri yang tak kalah unik. Saat audiensi dengan

Walikota Makassar -saat itu masih dijabat oleh bapak

Amiruddin Maula-. Karena berkali-kali mengajukan

surat permohonan audiensi dengan Walikota Makassar,

tetapi selalu dilimpahkan ke asisten, akhirnya teman-

teman mengambil sebuah tindakan. Pukul 07:00, Achin

dan beberapa teman sudah stand by di Balaikota.

Melihat mobil dinas Walikota memasuki gerbang, Ardi

yang bertugas untuk menunggu kedatangan Bapak

Walikota langsung menginformasikan kapada teman-

teman di lantai dua yang juga menunggu di depan

ruangan Walikota. Karena melihat ada mahasiswa yang

menunggu, Sang Ajudan langsung bertindak. Achin yang

bertugas mengalihkan perhatian Sang Ajudan dan

sempat terjadi perdebatan karena dia menganggap

bahwa apa yang mereka lakukan tidak sesuai dengan

prosedur dan memang hari itu tidak ada audiensi

karena esoknya Bapak Walikota akan menyampaikan

Page 30: Buku temuteman1

LPJ (Laporan Pertanggungjawaban) di DPRD Kota

Makassar.

Begitu melihat Walikota dan teman-teman yang

lain memasuki ruangan, Achin pun berkata kepada Sang

Ajudan, “Maaf Pak, teman-teman sudah masuk dengan

Bapak Wali, jadi saya juga mau menyusul mereka”, yang

menuturkan kisahnya dengan sopan sambil senyam-

senyum (dalam hati) karena melihat muka ajudan yang

kebingungan sambil geleng-geleng kepala karena

merasa telah masuk ke dalam “jebakan”. Setelah

diterima oleh Bapak Walikota, walaupun dengan wajah

agak jengkel, mereka menyampaikan tujuan mereka

untuk mengajukan permohonan bantuan dana dan

menawarkan kepada Beliau agar penutupan TEMU

TEMAN dilaksanakan di Baruga Anging Mamiri, rumah

jabatan walikota. Dengan tujuan dan harapan agar

peserta TEMU TEMAN dijamu langsung oleh Walikota

sebagai Kepala Pemerintahan Kota Makassar. Tetapi

Bapak Wali hanya memberikan satu pilihan, yaitu siap

menjamu perserta TEMU TEMAN dalam acara Ramah

Page 31: Buku temuteman1

Tamah dengan Walikota sekaligus menutup kegiatan.

Berhubung hanya diberikan satu pilihan dan dana

kepanitiaan sudah sangat menipis, jadi mereka hanya

meminta bantuan dana. Keesokan harinya, dana sebesar

Rp. 3.000.000,- telah cair dari Walikota Makassar

sebagaimana dikisahkan Achin bersama teman-teman.

ж

Di tempat yang terpisah, Mamat dan Ally

melakukan pencarian dana ke Jakarta waktu itu. Mereka

mendatangi beberapa tokoh ternama dalam dunia

kesenian di Indonesia seperti Ratna Surampaet dan WS

Rendra untuk meminta sebagai pemateri/fasilitator

dalam kegiatan TEMU TEMAN nantinya, namun usaha

ini tidak membuahkan hasil karena tersandung

besarnya biaya yang dibutuhkan apalagi membayar

pemateri.

ж

Page 32: Buku temuteman1

SuperheroSuperheroSuperheroSuperhero

Dari data-data yang diperoleh dan kisah dari

beberapa “penoreh sejarah” yang ditemui

mengungkapkan bahwa terdapat berbagai kendala yang

dihadapi, diantaranya minimnya dana dan tidak adanya

sponsor pendukung atau lebih tepatnya (maaf) pihak-

pihak yang harusnya berperan dalam desahan napas

kesenian saai itu enggan menoleh pada kegiatan yang

digagas oleh PSK (Pekerja Seni Kampus) saat itu.

Panitia Temu Teman I

Page 33: Buku temuteman1

Hal ini diungkapkan pula oleh Mimit Pakasi

Dewo yang menjabat sebagai sekretaris umum kegiatan

bahwa, saat itu panitia menghadapi beberapa kendala

diantaranya karena tingginya patokan biaya penyewaan

Gedung Kesenian Makassar Societeit de Harmonie yaitu

sebesar Rp. 2.400.000,- selama empat hari diluar sewa

pemakaian lighting dan pemeliharannnya. Panitia

bingung harus mendapatkan dana dari mana sedangkan

mereka hanya membebani konstribusi kepada peserta

sebesar Rp. 250.000,-.

Kesibukan panitia Temu Teman I di salah satu ruangan

Baruga Somba Opu

Page 34: Buku temuteman1

Suatu hari pihak panitia mendapat telepon dari

pihak pengelola gedung kesenian Bapak Ridwan Efendi

yang menyampaikan bahwa gedung kesenian tidak

dapat digunakan apabila belum ada panjar. Sampai

akhirnya panitia disuguhkan pilihan dalam bentuk

perjanjian hitam di atas putih untuk menandatangani

surat perjanjian diatas materai oleh Bapak Ismet

Sahopala yang saat itu juga sebagai pengelola Gedung

Kesenian Makassar (GKM).

Masalah ini pun diterbitkan di salah satu media

cetak lokal Makassar. Kejadian inilah yang menjadi

salah satu point lahirnya Deklarasi Somba Opu (DSO)

yang dihadiri dan disepakati oleh beberapa PSK

(Pekerja Seni Kampus) yang menjadi peserta Temu

Teman.

Dalam situasi yang demikian, diakui bahwa

Subhan Makkuaseng yang menjadi Koordinator

Perlengkapan sering mendengar kata-kata yang kurang

“enak” di hati dari pihak pengelola Gedung Kesenian

Makassar. Misalnya, “kalau tidak punya uang, tidak usah

Page 35: Buku temuteman1

mengadakan kegiatan disini, apalagi kegiatan besar”.

Sejak saat itu sampai beberapa waktu, hubungan PSK

khususnya UPKSBS dengan penghuni dan pengelola

GKM kurang harmonis.

Sikap ini menggambarkan wajah dunia

kesenian saat itu (Makassar khususnya) telah terjadi

stagnasi (pergeseran fungsi), dimana pihak-pihak

pendukung dunia seni yang harusnya menjadi “kiblat“

bagi para pelaku kesenian tak lagi mampu mengawal

pergerakan langkah dunia kesenian khususnya bagi

teater kampus.

Ж

Page 36: Buku temuteman1

Tragedi Lubang TikunganTragedi Lubang TikunganTragedi Lubang TikunganTragedi Lubang Tikungan

Kembali pada persiapan panitia jelang event

TEMU TEMAN, sehari menjelang pembukaan, beberapa

peserta yang sudah tiba di Makassar, dikarantinakan di

kawasan Benteng Somba Opu.Kontingen Teater Bahana

UNTAD yang dipimpin oleh pembinanya Drs. Sigit tiba

di Terminal Panaikang (sekarang Terminal Regional

Daya) dan minta dijemput. Beberapa peserta lainnya,

Teater Wasi Putih Banjarmasin Tenggarong dan Teater

Orok Bali yang hanya mengutus Ketua Umumnya Dedi

Gimbal tiba di Pelabuhan Soekarno Hatta Makassar.

Sore harinya, Ancha dan Fadly berangkat ke Pare-pare

untuk menjemput kontingen Teater Yupa Unmul

Samarinda.

Suatu hari, ketika panitia sedang makan malam

di Baruga Somba Opu, Achin menerima telepon dari

Ancha, ”Dinda, kami mengalami kecelakaan tetapi tidak

terlalu parah, hanya lecet di siku dan lutut, velg ban

depan bengkok tapi Ally mulus”, ungkap Ancha melalui

Page 37: Buku temuteman1

telephon. Pastinya saat itu Achin langsung kaget, tidak

langsung menyampaikan kejadian itu kepada teman-

teman dengan pertimbangan mereka sedang makan

malam. Ternyata Ancha yang sedang menyetir motor

tidak melihat kalau ditikungan tengah jalan ada lubang

besar sedalam setengah ban motor. Ancha terseret dan

Ally mulus, kenapa ??? Ternyata ketika jatuh, dia

menindih dan memeluk Ancha, walhasil tetap mulus

dan Ancha yang habis alias lecet, hehehehe...

ж

Page 38: Buku temuteman1

Deklarasi Somba OpuDeklarasi Somba OpuDeklarasi Somba OpuDeklarasi Somba Opu

Salah satu bentuk kegiatan yang dilakukan saat

itu adalah pertunjukan dan presentase karya setelah

pertunjukan. Setiap malamnya juga digelar forum

diskusi terbuka dengan tema berbagai macam, yang

pada beberapa hari terakhir lebih meruncing pada

eksistensi lembaga seni kampus dan kaitannya dengan

Badan Pembina Seni (Bapesmi) yang kemudian menjadi

BSMI (Badan Seni Mahasiswa Indonesia).

Suasana forum diskusi setelah pementasan di Baruga

Somba Opu

Page 39: Buku temuteman1

Tema diskusi ini lebih fokus lagi pada salah satu

program dan mungkin satu-satunya program dari BSMI

yaitu PEKSIMINAS (Pekan Seni Mahasiswa Nasional

Indonesia). PEKSIMINAS kemudian dibedah oleh

peserta diskusi berdasarkan pengalaman peserta yang

pernah mengikuti, melihat dan mendengar tentang

PEKSIMINAS di daerah masing-masing. Dari diskusi

yang inilah, akhirnya lahir “Deklarasi Somba Opu” yang

merupakan pernyataan kesamaan sikap dan pandangan

tentang eksistensi BSMI bagi perkembangan teater

kampus se-nusantara.

DEKLARASI SOMBAOPU (DSO)

1. Merekomendasikan kepada Teater Yupa Universitas

Mulawarman, Unikarta Universitas Kertanegara

dan Teater Kaca Mata Widiyagaa Kalimantan

Timur sebagai penyelenggara konsolidasi lanjutan

pada bulan Juli 2002 tentang tindak lanjut dari

Deklarasi Somba Opu.

2. Menolak metode pencarian dana BSMI yang sifatnya

pungutan liar.

Page 40: Buku temuteman1

3. Merevitalisasi kelembagaan BSMI dengan

melibatkan mahasiswa secara aktif dalam

kepengurusan dengan persentase 80% dan 20%

birokrasi kampus.

4. Merekomendasikan kepada BSMI pusat untuk

merobah metode perlombaan dalam PEKSIMINAS

menjadi Temu Seni Mahasiswa.

5. BSMI senantiasa memposisikan dirinya sebagai

wadah pembinaan kesenian kampus secara

langsung dan intens.

6. Apabila point kedua hingga point kelima tidak

direalisasikan oleh BSMI di masing-masing daerah

pencetus deklarasi ini, hingga batas waktu dua

bulan setelah deklarasi ini, maka BSMI dengan tegas

diboikot.

Ditetapkan di Somba Opu, 28 April 2002

Pukul 00.30 wita.

ж

Page 41: Buku temuteman1
Page 42: Buku temuteman1

Arsip Deklarasi Somba Opu

Page 43: Buku temuteman1

Sebar Isu ; “Membidik Manusia Sebar Isu ; “Membidik Manusia Sebar Isu ; “Membidik Manusia Sebar Isu ; “Membidik Manusia

Perempuan Dalam Pigura”Perempuan Dalam Pigura”Perempuan Dalam Pigura”Perempuan Dalam Pigura”

Temu Teman I yang berlangsung selama

sepekan di Kota Daeng ini bertajuk, “Membidik Manusia

Perempuan Dalam Pigura” dan kegiatan inti saat itu

berlangsung di dua tempat, yaitu Benteng Somba Opu

dan Gedung Pertunjukan Indoor Sociated De Harmony.

Enam puluh komunitas teater dari beberapa Institusi

Perguruan Tinggi di Indonesia (Sulawesi, Kalimantan

dan Bali) diundang dengan menggunakan jasa weselpos.

Page 44: Buku temuteman1

Opening ceremonial Temu Teater Mahasiswa Nusantara

dengan menampilkan Tari Khas daerah Sulawesi Selatan

(Tari Paduppa)

Berdasarkan data peserta yang memenuhi

undangan hanya kisaran 25 komunitas se-Indonesia,

termasuk juga rekan-rekan komunitas teater kampus

ada di Makassar sendiri turut ambil bagian. Diantaranya

Wasih Putih, Bahana Antasari, Annida, YUPA, Tirani,

Bengkel Seni Tadulako, Orok, Bengkel Seni Kendari.

Sedangkan dari Makassar sendiri, TKU Universitas

Hasanuddin, Teater Talas Unismuh Makassar, Teater

eSA UIN Alauddin, Teater Titik Dua, STIMIK Dipanegara

Page 45: Buku temuteman1

dan STIMIK Handayani, Bengkel Seni Sastra (Bestra)

UNM.

Ditemui dalam kesempatan yang berbeda

disela-sela kesibukannya, salah seorang penoreh

sejarah dalam Temu Teman I, Ancha Ardjae lalilo

mengungkapkan bahwa, kegiatan Temu Teater

Mahasiswa Nusantara ini bertujuan untuk membuka

cakrawala dan pikiran para pekerja seni tentang

bagaimana berkesenian dan mengubah istilah monolitas

dalam kesenian atau yang beranggapan bahwa seniman

yang hanya “bernapas” ketika berada di gedung

kesenian saja.Sedangkan sebagian pihak berpendapat

bahwa kemerdekaan dalam dunia seni adalah

kebebasan dan keberanian berimajinasi serta

menuangkannya dalam wujud karya di arena

pertarungan kreatifitas.

Berbicara tentang perempuan tak akan pernah

ada habisnya, sehingga saat itu teman tertantang untuk

mengangkat isu tentang PEREMPUAN. Dengan alasan

ingin menyinkronkan isu gender sebagai efek

Page 46: Buku temuteman1

modernisasi yang saat itu sedang hangat-hangatnya

diperbincangkan. Karena persepsi tentang perempuan

yang berbeda antara satu dengan yang lainnya, maka

teman-teman saat itu mengangkat tema “Membidik

Manusia Perempuan dalam Pigura”, dimana kalimat

itu terlontar dari mulut Iqbal Adam ketika Ancha Ardjae

Lalilo, Mamat Mariamang, Arif Kriying dan Imran Jaya

sedang membahas tentang pelaksanaan event nasional

ini.

Publikasi kegiatan waktu itu juga diadakan

dengan memasang baligho di beberapa titik seperti Area

Pelabuhan, Benteng Somba Opu, dan Kampus II UMI.

Peroses pergulatan atau persiapan ini berlangsung

kurang lebih selama sembilan bulan.

ж

Page 47: Buku temuteman1

Saksi Bisu Saksi Bisu Saksi Bisu Saksi Bisu TerTerTerTerseksiseksiseksiseksi

Benteng Somba Opu adalah salah satu situs

sejarah Sulawesi Selatan abad ke 15 tahun 1525.

Dibangun oleh Sultan Gowa ke IX, Daeng Matanre

Karaeng Tumapa’risi Kallonna. Ini adalah situs benteng,

sekaligus pusat kota.

Kerajaan Gowadi abad ke 15 saat ini dihuni miniatur

rumah adat Sulawesi Selatan

Pada pertengahan abad ke-16, benteng ini

menjadi pusat perdagangan dan pelabuhan rempah-

Page 48: Buku temuteman1

rempah yang ramai dikunjungi pedagang asing dari Asia

dan Eropa.

Pada tanggal 24 Juni 1669, benteng ini dikuasai

oleh VOC dan kemudian dihancurkan hingga terendam

oleh ombak pasang. Pada tahun 1980-an, benteng ini

ditemukan kembali oleh sejumlah ilmuan. Pada tahun

1990, bangunan benteng yang sudah rusak

direkonstruksi sehingga tampak lebih indah. Kini,

Benteng Somba Opu menjadi sebuah obyek wisata yang

sangat menarik, yaitu sebagai sebuah museum

bersejarah.

Tembok Pertahanan di Salah Satu Sudut Benteng Somba

Opu

Page 49: Buku temuteman1

Seorang ilmuwan Inggris, William Wallace,

menyatakan bahwa Benteng Somba Opu adalah benteng

terkuat yang pernah dibangun di Indonesia. Benteng ini

adalah saksi sejarah kegigihan Sultan Hasanuddin serta

rakyatnya mempertahankan kedaulatan negerinya.

Dalam kawasan Benteng Somba Opu, dapat

terlihat gambarkan sistem pertahanan yang sempurna

pada zamannya. Meski terbuat dari batu bata merah,

dilihat dari ketebalan dinding, dapat terbayangkan

betapa benteng ini amat sulit ditembus dan

diruntuhkan.

Baruga Somba Opu tampak depan

Page 50: Buku temuteman1

Dalam area Benteng Somba Opu ini terdapat

sebuah rumah adat khas Sulawesi Selatan dengan aula

yang cukup luas, di rumah inilah menjadi salah satu

pusat kegiatan Temu Teman kala itu seperti pementasa

komunitas Bengkel Seni Kendari dan juga sebagai

tempat diskusi pada malam hari. Sedangkan miniatur-

miniatur rumah adat yang berada di sekitar Benteng

Somba Opu itu disulap menjadi tempat penginapan para

peserta di masa itu.

Miniatur Rumah Adat Suku Kajang di dalam Area

Benteng Somba Opu

Peserta juga diberikan kebebasan untuk

memilih tempat pertunjukan di sekitar lokasi Benteng

Somba Opu pada waktu itu, misalnya Teater Kampus

Page 51: Buku temuteman1

Unhas (TKU) yang lebih memilih tempat pertunjukan di

space outdoor halaman rumah adat Suku Kajang dengan

memanfaatkan rumah adat tersebut menjadi backdrop

pertunjukannya.

Tempat bersejarah lain bagi terlaksananya

Temu Teman I adalah Gedung Societeit de Harmonie

yang dibangun pada tahun 1896 di sebuah tanah lapang

di Jalan Prins Hendrik yang sekarang dikenal dengan

nama Jalan Riburane. Jaraknya sekitar 600 meter

sebelah barat pusat Kota Makassar (Lapangan

Page 52: Buku temuteman1

Karebosi). Gedung yang dibangun oleh pemerintah

Belanda ini berdampingan dengan kantor gubernur

saat masih berstatus Gubernur Celebes dan berdekatan

dengan Fort Rotterdam serta pemukiman orang-orang

Belanda yang disebut Vladingen.

Societeit de Harmonie berarti gedung

perkumpulan harmoni. Dahulu, gedung ini tidak hanya

digunakan untuk acara kesenian, tetapi juga sebagai

tempat pertemuan gubernur, walikota, dan petinggi

militer Belanda. Selain itu, tak jarang pula gedung ini

dipakai sebagai tempat diadakannya pesta oleh

Gubernur Jenderal Belanda. Pada masa pendudukan

Jepang (1942-1945), gedung ini dijadikan sebagai balai

kota masyarakat.

Page 53: Buku temuteman1

Pada masa setelah kemerdekaan, gedung ini

silih berganti fungsi, mulai sebagai kantor hingga

sebagai gedung pertunjukan. Tahun 1998, para praktisi

kesenian berhasil mendesak Pemerintah Provinsi

Sulawesi Selatan untuk memfungsikan Societeit de

Harmonie sebagai gedung kesenian secara total,

sekaligus merenovasi dan menambah peralatan

pertunjukan. Sejak itu, gedung bersejarah ini disebut

Gedung Kesenian Sulawesi Selatan Societeit de

Harmonie atau disingkat GKSdH.

Bangunan Societeit de Harmonie berciri Eropa

abad XIX ini bergaya Renaisance atau Yunani Baru (Neo

Griekse Stijl) yang merupakan perkembangan dari gaya

Rokoko. Namun tak sedikit yang menyebutnya bergaya

Empire yang menjadi tren di Eropa pada masa itu.

Bangunan asli yang dibangun pada tahun 1896 ini

pernah mengalami pemugaran pada tahun 1910-an.

Bangunan awal abad ke-20 itulah yang nampak sampai

sekarang.

Ж

Page 54: Buku temuteman1

Perempuan dalam Arena TeaterPerempuan dalam Arena TeaterPerempuan dalam Arena TeaterPerempuan dalam Arena Teater

Di tengah-tengah kesibukan para peserta dalam

menyiapkan pementasan, panitia juga mengadakan

seminar yang menghadirkan tiga orang pembicara dari

elemen yang berbeda, yaitu : Asdar Muis RMS kritikus

dalam kesenian (teater) ; Ibu Emma selaku pemerhati

perempuan di Sulawasi Selatan pada waktu itu yang

berkecimpung dalam suatu wadah LSM perempuan ;

serta Ram Prapanca selaku teaterawan.

Diskusi ini berjalan dengan begitu antusias

dalam memberikan pertanyaan dan gagasan seputar

tema “perempuan”, yang tentunya dipandang dari

berbagai sisi yang berbeda.

Page 55: Buku temuteman1

Diskusi peserta Temu Teman I di Baruga Somba Opu

Kala itu setiap pementasan mampu

“menelanjangi” kehidupan kaum perempuan secara

jelas dan nyata di dalam arena dari berbagai persepsi

yang berbeda pula yang disesuaikan dengan tema

pementasan mereka. Hal ini tak jauh dari ruang lingkup

yang masih sering terjadi pada perempuan seperti

pelecehan seksual, kekerasan dalam rumah tangga, atau

masalah buruh dan tenaga kerja perempuan yang

dirampas haknya, bahkan hal seperti ini masih menjadi

menu sarapan spesial di layar kaca yang ngetrend

dibicarakan. Misalnya dari komunitas mahasiswa

Unhalu Kendari yang mengangkat kasus Marsinah

dalam pementasan Monolog ; Psyco oleh Sanggar

Bahana Antasari ; Teater Kampus Unhas (TKU) dengan

Page 56: Buku temuteman1

lakon Zag-zag naskah/sutradara Ilham Rachomi; Lipa

Sikoi oleh Teater Titik Dua UNM Makassar ; Sampar

oleh Teater Yupa Unmul Samarinda dan masih banyak

lagi.

Berani tampil bego (baca: beda ☺), komunitas

mahasiswa BSI-Lekmaf Kendari dalam lakon Mati Muda

Muda Mati yang menggambarkan bahwa perempuan

dan laki-laki memiliki kedudukan yang setara dalam

menjalani kehidupan tanpa memandang adanya

persamaan gender.

ж

Page 57: Buku temuteman1

“Gagap” Gugup Si Seniman dan Pak “Gagap” Gugup Si Seniman dan Pak “Gagap” Gugup Si Seniman dan Pak “Gagap” Gugup Si Seniman dan Pak

PolisiPolisiPolisiPolisi

Setiap panitia kala itu memiliki kisah unik yang

beraneka warna, tapi bukan balon ☺. Salah satunya

Subhan Makkuaseng yang bertanggung jawab pada

teknis di bagian perlengkapan dan dibantu oleh Firman

Anwar dan Iwan “sabar”, dimana mereka bertanggung

jawab untuk menangani dan mencatat permintaan

property pertunjukan tiap peserta, serta menjaga

panggung saat peserta akan melakukan gladresik. Beliau

mengungkapkan bahwa, posisi kuli teknis

membutuhkan kerja dan tenaga ekstra karena mereka

harus standby dan menunggu peserta di tempat

pertunjukan (Gedung Kesenian Makassar) dari pukul

13.00 Wita siang hari sampai pukul 19.00 malam. Usai

pertunjukan kembali ke Baruga Somba Opu bersama

para peserta, tak ada jeda apalagi mengikuti diskusi

sepanjang malam. Maka ketika tiba di Baruga Somba

Opu langsung “terkapar”, lelah tak terkira. Jarak Gedung

Page 58: Buku temuteman1

Kesenian Makassar dan Baruga Somba Opu kira-kira

kurang lebih 20 km dengan angkot yang lelet di tengah

kemacetan kota. Pekerjaan seperti ini cukup menguras

tenaga. Hal ini diungkapkan berdasarkan pengalaman

pribadi.

Hingga pada suatu malam pada pukul 22:00

wita ketika semua orang sudah istirahat, pertunjukan

dan diskusipun ditutup. Tersisa peserta yang masih kuat

begadang diteras rumah-rumah adat sambil curhat.

Pada suatu waktu selaku koordinator perlengkapan,

Subhan dimintai pertolongan oleh salah seorang peserta

dari Teater Yupa Unmul untuk mengantarkannya ke

Gedung Kesenian (Sociated de Harmoni) dengan

keperluan pemasangan property dan set artistik

Page 59: Buku temuteman1

panggung. Karena jarak penginapan Somba opu dan

Gedung Kesenian lumayan jauh dan supir “pete-pete”

(sebutan angkot di Makassar) sudah pulang kerumah

masing-masing sesuai dengan perjanjian panitia, maka

beliau menyarankan agar pemasangan set bisa

dilakukan besok pagi saja. Berhubung, sudah larut

malam. Akan tetapi peserta ini tetap ngotot minta

diantar malam itu juga. Karena besok pagi, katanya

harus mengurus persiapan-persiapan lain. Akhirnya

Subhan nekad meminjam motor dari salah seorang

panitia bernama Ardi Yusuf, meski dalam hati ragu

karena waktu itu beliau belum mahir memainkan

porseneling motor. Jalur jalan gelap menuju pintu dan

jembatan keluar area Somba Opu, tembus ke Jl. Abd.

Kadir, Jl. Cendrawasih. Namun tepat di Jl. Penghibur

Pantai Losari, tiba-tiba seorang polisi lalu lintas

menyetop sepeda motornya dan si seragam coklat ini

mengisyaratkan untuk menepi. Karena panik, Subhan

yang hendak “ngerem” sepeda motor kurang lincah,

ternyata sepeda motor tetap melaju dan nyaris

menabrak Pak Polisi yang berdiri pinggir jalan. Pak

Page 60: Buku temuteman1

Polisi spontan marah-marah dan langsung menanyakan

surat-surat kendaraan, ditambah lagi boncengannya

yang tidak menggunakan helm. Sambil mencari alasan

yang tepat dan menjelaskan tujuan mereka bahwa

mereka ada acara pertunjukan di Gedung Kesenian dia

“memamerkan” bahwa yang dibonceng saat itu adalah

salah satu tamu jauh yang datang dari Kalimantan.

“O, seniman yah ?”, ujar Pak Polisi menaggapi.

“Iya Pak”, jawabnya dengan sopan.

Setelah melalui dialog yang panjang, akhirnya Pak Polisi

luluh hatinya dan membiarkan mereka lewat.

“Tunggu, janganmi kau yang bawa motor, karena

kayaknya kau belum lancar, tadi saja hampir kau tabrak

saya, kurang ajar…!!”. Kata Pak Polisi marah-marah.

Setelah terlihat agak jauh dari Pak Polisi, tamu

yang dibonceng baru angkat bicara dan sedikit tertawa.

“hehehe... Saya memang curiga sejak tadi, abang pasti tak

Page 61: Buku temuteman1

lancar naik motor kan? ”, katanya memanggil Subhan

dengan sebutan “Abang”.

Karena dia merasakan gerakan oleng sana sini

saat mau berhenti. Dan kesulitan mengontrol rem dan

oper perseneling, gigi dua, tiga dan empat, tanpa

menyadari orang yang di belakang merasakan H2C

(harap-harap cemas) sampai kejadian lucu tadi terjadi.

Ж

Page 62: Buku temuteman1

Si Rambut Gimbal yang LatahSi Rambut Gimbal yang LatahSi Rambut Gimbal yang LatahSi Rambut Gimbal yang Latah

Selama pelaksanaan kegiatan, tenaga panitia

TEMU TEMAN dan pengurus UPKSBS benar-benar

terkuras. Meskipun demikian mereka tetap semangat.

Saat itu Dedi “Gimbal” utusan dari Teater Orok Bali yang

datang sendiri hanya membawa dua lembar baju, satu

lembar celana jeans, calana panjang dan jaket. Padahal

ketika itu Beliau datang dengan membawa kerel

berkapasitas 1000 liter. Cek per cek ternyata isi

kerelnya adalah sepuluh botol arak Bali untuk oleh-oleh

teman-teman di Makassar. Lebih lucu lagi, dibalik

tampangnya yang sangar, bertatto dan rambutnya yang

gimbal ternyata Beliau itu punya kebiasaan latah yang

parah. ☺

Dan ketika kembali ke Bali, dia harus

kehilangan beberapa rambut gimbalnya, karena

“dirampok” oleh panitia dan teman-teman peserta

lainnya sebagai kenang-kenangan.

Page 63: Buku temuteman1

Gatal;Kado Merah Temu Teman IGatal;Kado Merah Temu Teman IGatal;Kado Merah Temu Teman IGatal;Kado Merah Temu Teman I

Kupu-kupu gatal berwarna putih berbadan

rapuh ini begitu kurang ajar terhadap peserta dan

panitia. Ia tamu yang tak diundang, namun seenaknya

tampil disekeliling bola neon malam hari mengganggu

acara diskusi. Ia membawa kado merah pada kulit. Jika

serbuk sayapnya terlepas dan mengenai badan,

tunggulah beberapa saat kemudian akan muncul bercak

merah pada kulit. Dan akhirnya menimbulkan gatal-

gatal, bukan main menyiksa. Maka, semua peserta

menghujat kegagalan kami selaku panitia, karena

menjadikan lokasi Somba Opu sebagai arena TEMU

TEMAN dinilai kurang tepat. Padahal, itu bukan

kesengajaan, yang secara kebetulan saat itu masyarakat

Somba Opu habis panen bulan April 2002, sehingga

serangga kecil wereng padi ini ikut campur.

“Waaddohhhh ... gatal,” sebut, Opik salah seorang

peserta dari Palu, Sulawesi Utara saat itu.

Page 64: Buku temuteman1

Akan tetapi yakin dan percaya mereka pasti tak

akan lupa. Bintik-bintik merah itu, meski seperti tanda

kenangan yang kurang bisa diterima oleh para peserta

namun ia membawa kesan, bahwa itulah kenang-

kenangan alam bentuk fisik TEMU TEMAN I. Bahkan

dengan peristiwa itu menyimpan perasaan "dendam"

dan sekaligus kerinduan cinta dalam hati, janji sumpah

tak mau kembali lagi kesana gara-gara kupu-kupu gatal.

Akan tetapi selalu dikenang setiap saat. Apalagi dengan

kenangan kado merah si kupu-kupu gatal itu. Namun

beberapa bulan kemudian ternyata menjadi topik

pengantar pembicaraan awal ketika mengenang Temu

Teman I, selalu tak terlepas dari soal kupu-kupu gatal

masih membekas.

Selain kupu-kupu ada beberapa petisi telah

disepakati bersama sebagai upaya gerakan

pembangkangan hal kreatifitas dalam kampus begitu

dilanjutkan. Kemudian atas nama rekan peserta dari

Palu, saudara Opik, dan Fahmi meminta untuk menjadi

tuan rumah untuk TEMU TEMAN II berikutnya. Pada

Page 65: Buku temuteman1

akhirnya sukses berlangsung pada tahun 2004 di Taman

Budaya Palu Sulawesi Tengah.

Penyerahan plakat oleh ketua panitia (Muh. Yasin Tunus)

pada acara penutupan Temu Teater Mahasiswa

Nusantara I

Plakat Temu Teater Mahasiswa Nusantara I

Page 66: Buku temuteman1

Mewujudkan mimpi ini menjadi kenyataan

tidak semudah membalikkan telapak tangan, pada

akhirnya setiap tetes peluh dan tangis terbayar dengan

berlangsungnya kegiatan Temu Teman I selama

sepekan di Kota Makassar yang berani memanjakan

lidah kita dengan olahan daging sapi menjadi Coto

Makassar yang ditukar dengan begitu banyak

pengalaman dan pembelajaran yang teramat sangat

mahal karena begitu berharga. Meskipun dibayang-

banyangi oleh berbagai keterbatasan panatia saat itu,

terkhusus pada masalah teknis. Hal ini dimaklumi oleh

panitia karena bagi mereka dengan fasilitas dan

pendanaan yang minim, peserta pasti akan merasa tidak

nyaman. Akan tetapi hal tersebut bisa diatasi dengan

keterbukaan panitia kepada semua peserta tentang

kondisi kepanitian saat itu. Bahkan ketika salah seorang

peserta TEMU TEMAN I, Sukmawati, Pimpinan Produksi

Teater Yupa Unmul Samarinda menangis saat diantar ke

pelabuhan. Dia menyesal karena selalu mengkritik

pedas panitia (khususnya Subhan Makkuaseng sabagai

Koordinator Perlengkapan) dan belakangan dia baru

Page 67: Buku temuteman1

tentang berbagai kendala dan permasalahan yang

dihadapi panitia, dimana Pemerintah Sulawesi Selatan

berbeda dengan Pemerintah Kalimantan Timur yang

mendukung kegiatan kesenian kampus seperti ketika

mereka sebagai penyelenggara FESTAMASIO I di

Samarinda tahun lalu.

Dan Alhamdulillah yah (ala Syahrini ☺) TEMU

TEMAN sampai saat masih berlangsung di beberapa

kota setelah Makassar, yaitu di Kota Palu (2004),

Gorontalo (2005), Banjarmasin (2006), Malang (2007),

Surabaya (2008), Singaraja-Bali (7-15 Agustus 2009),

Bogor (18-24 Oktober 2010) dan insyaallah akan

berlangsung di Riau pada tanggal 23-30 Oktober 2011.

ж

Sebuah cita-cita dari TEMU TEMAN itu sendiri

pernah diungkapkan oleh Iip Pasoloran dalam sebuah

tulisannya bahwa hal-hal yang ditawarkan TEMU

TEMAN pada saat TEMU TEMAN I adalah event

pertunjukan teater yang mengedepankan apresiasi, dan

Page 68: Buku temuteman1

sharing antara segenap komunitas teater kampus yang

menjadi peserta, sehingga ada semacam dialektika

intelektual yang terjadi di dalamnya. Mengapa

dialektika itu sangat diperlukan, karena banyak

perbedaan persepsi ataupun konsep yang ada di setiap

komunitas. Tidak perlu mencapai persamaan dalam hal

tersebut tetapi lebih pada bentuk kesepahaman

perbedaan yang tentunya akan memberi dampak positif

berupa ilmu pengetahuan untuk perkembangan teater

kampus di Indonesia, terciptanya transformasi

pengetahuan dan informasi antar pulau sehingga

perkembangan teater kampus di Indonesia akan bersifat

menyeluruh. Tentu ini hal yang sangat kita idam-

idamkan.

Beliau beranggapan (dan dibenarkan oleh

sebagian teman-teman di Nusantara), bahwa dengan

adanya kesamaan gagasan temu teman, mungkin ini

juga bisa mengurangi asumsi peserta untuk tidak lebih

memilih menjadikan temu teman sebagai ajang jalan-

jalan, hura-hura, foya-foya. Karena hal-hal seperti itulah

Page 69: Buku temuteman1

yang akan menjadi boomerang untuk kelangsungan

temu teman di masa akan datang. Tentunya semua

berharap oleh-oleh untuk lembaga masing-masing

bukan sekedar acsesoris-acsesoris unik atau kisah

asmara, tetapi ada wacana baru dan paparan yang jelas

untuk lembaga sehingga bisa melakukan langkah-

langkah strategis dalam pelaksanaan temu teman

berikutnya. Temu Teman juga seharusnya membuka

mata dan mencoba menganalisa kondisi mahasiswa

kekinian khususnya yang terlibat dalam teater kampus.

Sehingga secara tidak langsung konsep ini akan terolah

dengan pertimbangan data-data yang di dapat dari

seluruh nusantara. Jika hal ini bisa terjadi, mungkin tiap

lembaga kesenian kampus akan terus bergeliat dan

gelisah dengan temu teman. Semua akan dengan tidak

sabar menunggu berlangsungnya event yang “seksi” ini.

Temu Teman boleh berbeda bentuk item-item acaranya,

tetapi harus ada kesamaan gagasan agar tiap lembaga

bisa menularkan pada anggota-anggota barunya yang

akan menjadi penerus penggerak roda temu teman.

Page 70: Buku temuteman1

Sehingga bisa dijamin bahwa semua pihak

berhak mengharapkan dengan adanya dan terus

berlangsungnya event dalam skala nasional ini setiap

komunitas dapat melahirkan konsep-konsep baru,

menguatkan konsep yang ada dan menyatukan persepsi

sehingga dapat merangsang gerakan-gerakan budaya

yang kesenian yang luar biasa yang patut

diperhitungkan.

Page 71: Buku temuteman1

Kata KitaKata KitaKata KitaKata Kita

Iqbal Adam

"Proses persiapan sangat

menentukan.Kendala pun

bukan pada hal teknis tetapi

lebih kepada hal pendanaan".

Muh. Yasin Yunus (Achin)

“Kalau orang-orang bijak

mengatakan bahwa: Sesuatu yang

Besar berawal dari sebuah Ide

Sederhana, bahkan tempat

munculnya pun sering di tempat

yang sederhana pula, maka saya mengatakan setuju

dengan mereka. Ide TEMU TEMAN pun tercetus karena

ingin bersilaturrahmi dengan teman-teman Pekerja Seni

Kampus di seluruh Indonesia, dan ide ini pun lahir di

sebuah warung kaki lima pinggir jalan yang tepat

berada di depan sekretariat UPKSBS UMI. Tidak ada

Page 72: Buku temuteman1

alasan untuk tidak berbuat, karena apapun kendala dan

kesulitannya pasti akan bisa dilewati”. Saya pun ingin

berterima kasih kepada seluruh teman-teman Panitia

Temu Teman I yang dengan semangat sangat luar biasa

demi terselenggaranya Event Nasional ini, Mimit Pakasi

Dewo, Subhan Makkuaseng, Ibrahim Massidenreng, Ardi

Yusuf, Wiwin PLYT, Fardi Mattotorang, Begho, Dhedey

Walla, Yanti Ariyani, Sifa, Fadly Abduh, Fitriyani Pitto,

dan teman-teman yg lain agak susah disebutkan satu

persatu. Juga Pengurus UPKSBS saat itu, Kanda Ancha

Ardjae Lalilo, Kanda Iqbal Adam, Kanda Imran Jaya.

Yang Pasti, kami tidak pernah menyangka bahwa TEMU

TEMAN akan terus berlanjut hingga sekarang. Tiga kata

yang selalu berkumandang saat persiapan hingga akhir

kegiatan”.

Semangat...Semangat… Semangat !!!

Page 73: Buku temuteman1

Ibrahim Massidenreng

“Temu Teman adalah ruang

alternatif dalam proses kreatif

komunitas teater kampus se-

Nusantara, ruang alternatif terhadap teater-teater yang

dilombakan. Temu Teman sejatinya menjadi ruang

perjumpaan kebudayaan, laboratorium social dan

secara ideologis menjadi ruang berpikir yang akhirnya

dapat melahirkan teater yang berpikir pula”.

Mimit Pakasi Dewo

“ Kisah itu ternyata belum usai, dan

saya bersyukur pernah terlibat di

dalamnya”.

Page 74: Buku temuteman1

Imran Jaya “Imhe”

“Lanjutkan perjuangan Temu Teman

sehingga tidak hanya menjadi

sekedar “omongan”.

Muchlis “Moch”

“Temu Teman sebagai ruang

berpikir, mengeksplor metode

dan mengapresiasikan setiap

potensi gagasan yang bersifat independen, dalam arti

memiliki cirri dan pola yang berbeda dalam

berkesenian. Disisi lain, Temu Teman adalah wadah

silaturrahmi mahasiswa pecinta teater di seluruh

kampus di Indonesia. Temu Teman bukanlah ajang yang

bersifat bisnis maupun entertain”.

Page 75: Buku temuteman1

Alfiandy “Begho” Abdullah

“Panitia yang tidak pernah

menyerah baik dalam peregistrasian

peserta, pencarian dana, hingga

tempat acara pementasan itu

sendiri. Walaupun ada uang

proposal yg sempat hilang (cukup besar hitungannya

buat kalangan mahasiswa dulu, entah sekarang,

mungkin hanya dengan tutup mata sudah bisa

tergantikan). Saya pribadi merasa tidak nyaman ketika

itu karena disebabkan oleh dua hal, yaitu karena adanya

pemungutan biaya administrasi di Gedung Kesenian

Makassar setiap kali pementasan dan adanya kupu-

kupu di sekitar lokasi penginapan TEMU TEMAN I,

hampir semua peserta dan panitia merasa terganggu

sehingga harus mandi berkali-kali untuk menghilangkan

rasa gatal di badan”.

Iip Pasoloran

Page 76: Buku temuteman1

“...karena TEMU TEMAN adalah sebuah gagasan yang

sederhana tapi mampu berdiri dan berjalan sampai saat

ini walaupun terseok-seok. Biarlah TEMU TEMAN hadir

di tengah sesaknya gemerlap festival teater, mungkin dia

sebagai pilihan alternatif atau bahkan tempat pelarian

saja. Tetapi semoga kehadirannya lebih bermanfaat

untuk geliat teater kampus yang sering dijuluki “teater

amatir” itu”.

Ж

Page 77: Buku temuteman1

Biografi PenulisBiografi PenulisBiografi PenulisBiografi Penulis

Amah Carpova yang bernama lengkap

Marhamah Halim lahir pada tanggal

20 Mei. Putri pasangan dari Bapak

Drs. Abd. Halim Saddi dan Ibu Maryam

ini menghabiskan masa kecilnya di

Kota Raha, Sulawesi Tenggara.

Melanjutkan pendidikan di Pondok Pesantren Modern

Rahmatul Asri di Kota Enrekang karena mengikuti orang

tua yang dipindahtugaskan. Menghabiskan masa “putih

abu-abu” di Sekolah Menengah Analisis Kimia Makassar.

Putri sulung dari lima bersaudara ini sedang

menjalankan pendidikan di bangku kuliah di Universitas

Muslim Indonesia Fakultas Kesehatan Masyarakat.