bulan mei 2019 -...
TRANSCRIPT
1
BUPATI TUBAN
PROVINSI JAWA TIMUR
PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN
NOMOR …………TAHUN 2019
TENTANG
PERLINDUNGAN POHON
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI TUBAN,
Menimbang : a. bahwa pohon memiliki peranan yang penting dalam
rangka menjaga kelangsungan hidup bagi seluruh
makhluk hidup, sehingga keberadaannya perlu
dilindungi dan dilestarikan;
b. bahwa untuk memenuhi hak atas lingkungan yang
baik, sehat dan aman bagi masyarakat perlu dilakukan
perlindungan pohon untuk menjaga pohon serta
lingkungan agar dapat berfungsi secara optimal, lestari
dan aman bagi warga di sekitarnya;
c. bahwa dalam rangka melindungi dan melestarikan
pohon yang dikuasai Pemerintah Daerah, perlu upaya
perlindungan melalui kebijakan pengendalian dan
pengawasan;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu
menetapkan Peraturan Daerah tentang Perlindungan
Pohon;
Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang
Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten dalam
Lingkungan Propinsi Djawa Timur (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 41)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang
Nomor 2 Tahun 1965 (Lembaran Negara Republik
DRAFT AKHIR
BULAN MEI 2019
2
Indonesia Tahun 1965 Nomor 19, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 2730);
3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang
Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan
Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1997 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3419);
4. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3888);
5. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4725);
6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5059);
7. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5234);
8. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013
Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5432);
9. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587),
sebagaimana telah diubah kedua kali dengan Undang-
Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan
Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang
Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2006 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4655);
3
11. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 12
Tahun 2017 tentang Pembinaan Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2017 Nomor 73 Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 6041);
12. Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang 12 Tahun
2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan;
13. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M
Tahun 2012 tentang Pedoman Penanaman Pohon Pada
Sistem Jaringan Jalan;
14. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015
tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 120 Tahun 2018 tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk
Hukum Daerah;
15. Peraturan Daerah Kabupaten Tuban Nomor 14 Tahun
2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat
Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Tuban Tahun
2016 Seri D Nomor 1, Tambahan Lembaran Daerah
Kabupaten Tuban Nomor 67);
16. Peraturan Daerah Kabupaten Tuban Nomor 4 Tahun
2018 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah
(Lembaran Daerah Kabupaten Tuban Tahun 2018 Seri
E Nomor 11, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten
Tuban Nomor 92);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN TUBAN
dan
BUPATI TUBAN
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: PERATURAN DAERAH TENTANG PERLINDUNGAN
POHON.
4
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
1. Daerah adalah Kabupaten Tuban.
2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Tuban.
3. Bupati adalah Bupati Tuban.
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat
DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten
Tuban.
5. Dinas adalah Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan
Permukiman.
6. Perangkat Daerah adalah Perangkat Daerah yang berada di
Lingkungan Pemerintah Kabupaten Tuban.
7. Pohon adalah tumbuhan yang batangnya berkayu dan dapat
mencapai ukuran diameter 10 (sepuluh) sentimeter atau lebih
yang diukur pada ketinggian 1,50 (satu koma lima puluh) meter
di atas permukaan tanah.
8. Perlindungan Pohon adalah upaya sistematis dan terpadu yang
dilakukan untuk melestarikan dan mempertahankan fungsi
pohon.
9. Penebangan pohon adalah perbuatan menebang atau memotong
pohon dengan cara tertentu, dan/atau perbuatan memotong
atau memangkas dahan/cabang, termasuk dalam pengertian
penebangan pohon adalah kegiatan membakar, melukai,
memberikan zat-zat tertentu, yang dapat menyebabkan pohon
menjadi rusak atau mati.
10. Penanaman adalah proses, cara, perbuatan menanam, kegiatan
menanami atau menanamkan pohon dan/atau tanaman
tertentu pada lokasi penanaman berdasarkan ketentuan teknis
yang berlaku.
11. Pemindahan Pohon adalah upaya untuk tetap melestarikan
pohon dengan cara memindahkannya ke tempat lain dengan
cara dan teknik yang benar.
12. Badan adalah badan hukum sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
13. Setiap orang adalah orang perseorangan.
14. Izin adalah izin yang diberikan oleh Bupati atau Pejabat yang
ditunjuk untuk menebang pohon dan berhak memiliki kayu dari
hasil penebangan pohon.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
5
Bagian Kesatu
Asas
Pasal 2
Perlindungan Pohon didasarkan pada asas:
a. manfaat dan lestari;
b. kesesuaian;
c. keadilan;
d. keselamatan;
e. akuntabel;
f. partisipatif; dan
g. kelestarian dan berkelanjutan.
Bagian Kedua
Tujuan
Pasal 3
Peraturan Daerah ini bertujuan untuk:
a. mencegah dan membatasi kerusakan pohon yang disebabkan oleh
perbuatan manusia, daya alam, hama dan penyakit serta sebab lainnya
yang dapat mengakibatkan kerusakan atau kematian pohon;
b. melindungi dan melestarikan pohon untuk menjaga fungsi ekologis dan
fungsi estetika; dan
c. menciptakan keselamatan bagi kepentingan umum.
BAB III
PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN POHON
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 4
(1) Penyelenggaraan perlindungan pohon dilakukan oleh Pemerintah Daerah
dan masyarakat.
(2) Pemerintah Daerah menyelenggarakan perlindungan pohon di daerah,
kecuali terhadap area yang menjadi milik atau dikuasai oleh orang atau
badan.
(3) Penyelenggaraan perlindungan pohon di daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) meliputi:
a. perencanaan;
b. penanaman dan pemeliharaan;
c. pengendalian dan pengawasan; dan
d. perlindungan.
6
Kedua
Perencanaan
Pasal 5
(1) Perencanaan perlindungan pohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
ayat (3) huruf a, melalui kegiatan:
a. inventarisasi;
b. penandaan pohon;
c. pemetaan; dan
d. penyusunan rencana kegiatan perlindungan.
(2) Berdasarkan hasil inventarisasi jumlah dan jenis pohon sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a, Pemerintah Daerah dapat
mengasuransikan pohon secara bertahap sesuai dengan kemampuan
keuangan daerah dengan berpedoman pada peraturan perundang-
undangan.
Paragraf 1
Inventarisasi
Pasal 6
(1) Inventarisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a
diarahkan untuk mendapatkan data dan informasi secara lengkap
mengenai jenis, manfaat dan kondisi pohon.
(2) Inventarisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan:
a. inventarisasi pohon; dan
b. kondisi lingkungan.
(3) Inventarisasi pohon sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a
disajikan dalam bentuk uraian, penomoran dan peta berbasis Teknologi
Informasi.
(4) Inventarisasi pohon sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan
paling sedikit satu kali dalam 5 (lima) tahun.
(5) Hasil Inventarisasi pohon sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
dipergunakan sebagai bahan penyusunan basis data pohon dan rencana
penyusunan perlindungan pohon, serta asuransi pohon.
Pasal 7
(1) Basis data pohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (5) paling
sedikit memuat data dan informasi tentang:
a. jumlah pohon pada masing-masing jalur, blok atau zonasi yang telah
ditetapkan;
b. jenis pohon dan jumlah masing-masing;
c. manfaat masing-masing pohon;
7
d. sebaran pohon pada masing-masing jalur, blok atau zonasi; dan
e. tanggal, bulan dan tahun penanaman, khusus untuk pohon yang
ditanam setelah berlakunya Peraturan Daerah ini.
(2) Basis data pohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
diperbaharui setiap kali terjadi perubahan karena pengurangan atau
penambahan jumlah pohon.
Pasal 8
(1) Inventarisasi kondisi lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
ayat (2) huruf b diarahkan untuk mendapatkan data dan informasi
mengenai kondisi lingkungan yang berkenaan:
a. jenis tanah dan topografi jalan dan/atau taman;
b. hidrologi dan gejala-gejalan alam setempat;
c. peruntukan lahan;
d. jenis jaringan layanan publik yang tertanam; dan
e. potensi kerawanannya.
(2) Hasil kegiatan inventarisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
menjadi bahan dalam menetapkan jenis pohon yang sesuai.
Pasal 9
Tata cara inventarisasi pohon dan kondisi lingkungan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7 dan Pasal 8 diatur lebih lanjut dalam
Peraturan Bupati.
Paragraf 2
Penandaan Pohon
Pasal 10
(1) Setiap pohon yang pengelolaannya menjadi tanggungjawab Pemerintah
Daerah diberi tanda khusus berupa label jenis pohon dan nomor urut
pohon.
(2) Penandaan pohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi untuk
pengukuhan pohon sebagai pohon milik Pemerintah Daerah dan/atau
dibawah pengawasan Pemerintah Daerah.
(3) Ketentuan penandaan pohon sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur
lebih lanjut dalam Peraturan Bupati.
Paragraf 3
Pemetaan
Pasal 11
8
(1) Perencanaan perlindungan pohon melalui kegiatan pemetaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf c dimaksudkan
untuk melakukan pemetaan kondisi pohon dan potensi kerawanannya.
(2) Pemetaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilakukan oleh
Dinas minimal setiap 3 (tiga) bulan sekali.
(3) Ketentuan pemetaan perlindungan pohon sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Bupati.
Paragraf 4
Penyusunan Rencana Kegiatan Perlindungan
Pasal 12
(1) Penyusunan rencana kegiatan perlindungan pohon wajib tertuang dalam
Renstra Dinas.
(2) Rencana kegiatan perlindungan pohon sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) paling sedikit memuat:
a. rencana penanaman dan pemeliharaan;
b. pemanfaatan;
c. pengendalian dan pengawasan; dan
d. penyusunan estimasi anggaran penanaman, pemeliharaan dan
asuransi.
(3) Ketentuan penyusunan rencana kegiatan perlindungan pohon
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dalam Peraturan
Bupati.
Bagian Ketiga
Penanaman dan Pemeliharaan
Pasal 13
(1) Pelaksanaan penanaman pohon merupakan teknik penanaman untuk
memenuhi fungsi yang direncanakan dengan teknik untuk mengurangi
pencemaran udara, keindahan, kenyamanan, keharmonisan dan tidak
mengabaikan faktor keselamatan, serta memperhatikan benih atau bibit
tanaman.
(2) Kegiatan penanaman pohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan berdasarkan perencanaan yang jelas mengenai:
a. lokasi penanaman;
b. jenis tanaman;
c. cara penanaman;
d. cara pemeliharaan; dan
e. peralatan dan rencana biaya serta jadwal/waktu.
9
(3) Perencanaan penanaman pohon sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dapat dilengkapi dengan gambar, peta, foto dan daftar yang
menunjukkan lokasi dan wilayah jalan yang akan ditanami dan jenis
tanaman.
Pasal 14
(1) Pemeliharaan pohon mencakup kegiatan pemeliharaan pasca tanam dan
kegiatan pemeliharaan rutin.
(2) Pemeliharaan pohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. penyiraman;
b. pendangiran dan penyiangan;
c. pemupukan;
d. pemangkasan;
e. pencegahan dan pemberantasan hama dan penyakit;
f. penggantian pohon/penyulaman.
(3) Ketentuan Pemeliharaan pohon sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diatur lebih lanjut dalam Peraturan Bupati.
Bagian Keempat
Pengendalian dan pengawasan
Pasal 15
(1) Pengendalian dan pengawasan dilaksanakan sesuai dengan perencanaan
perlindungan.
(2) Pengendalian dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan melalui:
a. perizinan penebangan pohon; dan
b. monitoring dan evalusi.
(3) Ketentuan pengendalian dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Bupati.
Bagian Kelima
Perlindungan
Pasal 16
(1) Perlindungan pohon bertujuan untuk menjaga pohon serta lingkungan
agar dapat berfungsi secara optimal, lestari dan aman bagi warga di
sekitarnya.
(2) Perlindungan pohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi
tanggugjawab Pemerintah Daerah yang dilaksanakan oleh Dinas.
10
(3) Prinsip perlindungan pohon sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk
mencegah dan membatasi kerusakan pohon yang disebabakan oleh
perbuatan manusia, ternak, daya alam, hama serta penyakit.
(4) Ketentuan Perlindungan pohon sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diatur lebih lanjut dalam Peraturan Bupati.
BAB IV
PERIZINAN PENEBANGAN POHON
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 17
(1) Setiap kegiatan penebangan pohon di daerah yang dilakukan oleh orang
atau badan wajib dilengkapi dengan Izin Penebangan Pohon yang
diterbitkan oleh Bupati.
(2) Izin Penebangan Pohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikecualikan terhadap penebangan pohon yang berada di area yang
menjadi milik atau dikuasai orang atau badan.
(3) Bupati melimpahkan kewenangan penerbitan Izin sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) kepada Kepala Dinas.
(4) Izin Penebangan Pohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-
kurangnya memuat jenis, jumlah, lokasi dan diameter pohon yang akan
dilakukan penebangan.
(5) Izin Penebangan Pohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya
digunakan untuk 1 (satu) kali penebangan pohon dengan jangka waktu
selama 1 (satu) bulan sejak izin diterbitkan.
(6) Apabila dalam waktu 1 (satu) bulan, pemegang Izin Penebangan Pohon
tidak melakukan penebangan pohon, maka Izin Penebangan Pohon
menjadi daluwarsa.
Bagian Kedua
Alasan Penebangan Pohon
Pasal 18
Penebangan pohon dilakukan dengan alasan sebagai berikut :
a. keberadaan pohon mengganggu jaringan utilitas umum;
b. keberadaan pohon mengganggu atau membahayakan bagi
keselamatan/kepentingan umum; atau
c. ditempat atau disekitar lokasi pohon akan didirikan suatu bangunan atau
akan dipergunakan untuk keperluan akses jalan oleh pemohon.
11
Bagian Ketiga
Persyaratan penebangan Pohon
Pasal 19
(1) Untuk memperoleh Izin Penebangan Pohon sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17, orang atau badan wajib mengajukan permohonan secara
tertulis kepada Kepala Dinas.
(2) Permohonan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai
dengan keterangan mengenai :
a. lokasi dan jumlah pohon yang dimohonkan untuk ditebang;
b. alasan penebangan pohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18;
c. pernyataan pemohon tentang kesediaan pemohon untuk
melaksanakan kewajiban setelah diterbitkannya Izin Penebangan
Pohon; dan
d. persetujuan Analisis Dampak Lalu Lintas dari Prangkat daerah terkait,
apabila alasan penebangan pohon yang digunakan adalah ditempat
atau disekitar lokasi pohon akan didirikan suatu bangunan atau akan
dipergunakan untuk keperluan akses jalan oleh pemohon
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf c.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan penebangan pohon
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam
Peraturan Bupati.
Bagian Keempat
Pemindahan Pohon
Pasal 20
(1) Terhadap permohonan Izin Penebangan Pohon, Kepala Dinas dapat
memberikan keterangan untuk pemindahan pohon yang dimohonkan
untuk dilakukan pemindahan pohon dengan mempertimbangkan jenis,
ukuran dan/atau usia pohon yang perlu dilestarikan.
(2) Pelaksanaan pemindahan pohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh pihak pemohon, dan disaksikan oleh Dinas.
(3) Dalam hal dilakukan pemindahan pohon, pemohon berkewajiban untuk
melakukan perawatan dan pemeliharaannya guna menjamin kepastian
hidup pohon yang dipindahkan selama 1 (satu) tahun sejak saat
pemindahan.
(4) Kepala Dinas wajib melakukan pengawasan selama masa perawatan dan
pemeliharaan yang dilakukan oleh pemohon.
(5) Tugas untuk melakukan perawatan, pemeliharaan dan pengamanan
terhadap pohon yang dipindahkan setelah melewati batas waktu
12
sebagaimana yang ditentukan pada ayat (3) menjadi tangung jawab
Dinas.
Bagian Kelima
Ketentuan Khusus
Pasal 21
(1) Penebangan pohon yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah atau
Pejabat yang ditunjuk yang melaksanakan perintah jabatan dalam
rangka pemeliharaan dan perawatan pohon, tidak diperlukan Izin
Penebangan Pohon.
(2) Dalam keadaan yang mengakibatkan pohon harus ditebang karena
mengancam atau membahayakan keselamatan umum, penebangan
pohon yang dilakukan oleh masyarakat atau pihak tertentu dilakukan
setelah memberitahukan kepada Pemerintah Daerah dan memperoleh
persetujuan dari Dinas.
(3) Pemberitahuan penebangan pohon sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
wajib dilampirkan persyaratan penebangan pohon sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2).
(4) Penebangan pohon yang dilakukan oleh masyarakat atau pihak tertentu
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib disaksikan oleh Dinas.
BAB V
KEWAJIBAN PEMEGANG IZIN PENEBANGAN POHON
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 22
(1) Kewajiban pemegang Izin Penebangan Pohon sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17 ayat (1) meliputi:
a. melaksanakan penggantian pohon;
b. melaksanakan penanaman pohon sejumlah pohon yang ditebang di
lokasi yang ditentukan oleh Kepala Dinas;
c. melakukan penebangan pohon sesuai dengan ketentuan dan
persyaratan yang telah ditentukan dalam Izin Penebangan Pohon;
d. mentaati semua persyaratan yang telah ditetapkan dalam izin
penebangan pohon; dan
e. mempertahankan keserasian dan keindahan pohon dalam
melakukan kegiatan penebangan pohon.
(2) Selain kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemegang Izin
Penebangan Pohon bertanggung jawab terhadap segala akibat yang
ditimbulkan atas pelaksanaan penebangan pohon.
13
(3) Kepala Dinas dalam menentukan lokasi penanaman pohon sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dengan mengutamakan
penanaman di sekitar kawasan lokasi pohon yang akan ditebang.
Bagian Kedua
Penggantian Pohon
Pasal 23
(1) Pemenuhan terhadap kewajiban penggantian pohon sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf a, ditetapkan sebagai berikut :
a. terhadap setiap pohon yang ditebang dengan diameter sampai dengan
30 (tiga puluh) sentimeter, maka jumlah penggantinya sebanyak 25
(du puluh lima) pohon berdiameter sekurangkurangnya 10 (sepuluh)
sentimeter dengan ketinggian pohon minimal 2 (dua) meter;
b. terhadap setiap pohon yang ditebang dengan diameter lebih dari 30
(tiga puluh) sentimeter sampai dengan 50 (lima puluh) sentimeter,
maka jumlah penggantinya sebanyak 50 (lima puluh) pohon
berdiameter sekurang-sekurangnya 10 (sepuluh) sentimeter dengan
ketinggian pohon minimal 2 (dua) meter;
c. terhadap setiap pohon yang ditebang dengan diameter lebih dari 50
(lima puluh) sentimeter, maka jumlah penggantinya sebanyak 75
(tujuh puluh lima) pohon berdiameter sekurang-kurangnya 10
(sepuluh) sentimeter dengan ketinggian pohon minimal 2 (dua) meter.
(2) Jenis pohon pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan
oleh Kepala Dinas.
(3) Pemenuhan kewajiban penggantian pohon sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan sebelum pelaksanaan penebangan pohon.
Bagian Ketiga
Penanaman dan Pemeliharaan Pohon
Pasal 24
(1) Pemegang Izin Penebangan Pohon berkewajiban untuk melakukan
penanaman pohon pengganti yang telah ditentukan oleh Dinas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23.
(2) Penanaman pohon pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilakukan secara bertahap sebelum dan/atau setelah penebangan
pohon.
14
Pasal 25
(1) Pemegang Izin Penebangan Pohon berkewajiban untuk melakukan
pemeliharaan dan pengamanan untuk memastikan pohon yang telah
ditanam tetap hidup.
(2) Kewajiban untuk melakukan pemeliharaan dan pengamanan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan selama 1 (satu) tahun
sejak tanggal penanaman pohon dilakukan.
(3) Dalam hal pohon yang ditanam rusak/mati sebelum jangka waktu
pemeliharaan dan pengamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
berakhir, maka pemegang Izin Penebangan Pohon wajib menanam
kembali pohon sejenis dan wajib melakukan pemeliharaan dan
pengamanan.
(3) Biaya pemeliharaan dan pengamanan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) menjadi beban yang ditanggung oleh Pemegang Izin Penebangan
Pohon.
(4) Setelah melampaui batas waktu 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), terhadap pohon yang ditanam pada area milik atau
dikuasai Pemerintah Daerah, biaya pemeliharaan dan pengamanan
menjadi beban dan tanggungjawab oleh Pemerintah Daerah.
Pasal 26
Ketentuan lebih lanjut mengenai mekanisme penggantian, penanaman dan
pemeliharaan pohon pengganti sebagaiman dimaksud dalam Pasal 24 dan
Pasal 25 diatur dalam Peraturan Bupati.
BAB VI
LARANGAN
Pasal 27
Setiap orang atau badan dilarang:
a. memaku pohon;
b. menempelkan iklan/poster/sejenisnya pada pohon;
c. membakar pohon;
d. mengikat hewan ternak dibawah pohon;
e. membuang limbah berbahaya dan beracun di area sekitar batang pohon;
dan
f. melakukan tindakan dengan sengaja yang dapat menyebabkan pohon
rusak atau mati.
BAB VII
PERAN SERTA MASYARAKAT
15
Pasal 28
(1) Masyarakat berperan serta dan bertanggung jawab dalam perlindungan
pohon pada area yang menjadi milik atau dikuasai oleh masyarakat yang
bersangkutan dan/atau area yang dimiliki atau dikuasai oleh
Pemerintah Daerah.
(2) Peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan perlindungan pohon
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan melalui kegiatan:
a. penanaman pohon;
b. pemeliharaan pohon;
c. tidak melakukan tindakan atau kegiatan yang dapat merusak atau
mematikan pohon;
d. melaporkan adanya tindakan yang dapat mengakibatkan pohon
menjadi rusak atau mati; dan
e. melaporkan mengenai adanya pohon yang dapat membahayakan atau
mengancam keselamatan kepentingan umum.
(3) Peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan perlindungan pohon
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan secara:
a. perorangan;
b. kelompok;
c. badan hukum;
d. lembaga; dan/atau
e. organisasi.
BAB VIII
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 29
(1) Setiap orang atau badan yang melanggar ketentuan dalam Pasal 17 ayat
(1), Pasal 19 ayat (1) Pasal 20 ayat (3) Pasal 21 ayat (3), Pasal 22 ayat (1)
dan ayat (2), Pasal 23 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 24 ayat (2) dan ayat (3),
dan Pasal 25, dikenakan sanksi administratif berupa:
a. peringatan tertulis;
b. denda administratif;
c. pembekuan izin tertentu; dan/atau
d. pencabutan perizinan tertentu.
(2) Ketentuan mengenai pengenaan sanksi administratif diatur lebih lanjut
dalam Peraturan Bupati.
BAB IX
KETENTUAN PENYIDIKAN
16
Pasal 30
(1) Penyidikan terhadap pelanggaran Peraturan Daerah ini dilakukan oleh
Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Daerah.
(2) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :
a. menerima laporan atau pengaduan dari sesorang mengenai adanya
tindak pidana;
b. melakukan tindakan pertama dan pemeriksaan di tempat kejadian;
c. menyuruh berhenti seseorang dan memeriksa tanda pengenal
tersangka;
d. melakukan penyitaan benda dan/atau surat;
e. mengambil sidik jari dan memotret seseorang;
f. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka
atau saksi;
g. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya
dengan pemeriksaan perkara;
h. melakukan penghentian perkara setelah mendapatkan petunjuk dari
Penyidik Polisi Negara Republik Indonesia bahwa tidak terdapat bukti
atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana, dan
selanjutnya melalui Penyidik Polisi Republik Indonesia
memberitahukan hal tersebut kepada Penuntut Umum, tersangka
atau keluarganya;
i. melakukan tindakan lain menurut hukum yang dapat
dipertanggungjawabkan.
(3) Penyidik Pegawai Negeri Sipil Daerah tidak berwenang untuk melakukan
penangkapan dan/atau penahanan.
(4) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan
dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya pada
penuntut umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik
Indonesia sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana.
BAB X
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 31
(1) Pembinaan dan pengawasan terhadap izin penebangan pohon
dilaksanakan oleh Bupati.
(2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dalam bentuk monitoring dan evaluasi terhadap pemberian
perizinan penebangan pohon dan upaya perlindungan pohon lainnya.
17
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan dan pengawasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Bupati.
BAB XI
KETENTUAN PIDANA
Pasal 32
(1) Selain dikenakan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 29, setiap orang atau badan yang melanggar ketentuan dalam
Pasal 17 ayat (1), Pasal 22 ayat (1), Pasal 23 ayat (1), Pasal 24, Pasal 25
dan Pasal 27 Peraturan Daerah ini dapat dikenakan sanksi pidana
berupa kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak
Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tindak
pidana pelanggaran.
BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 33
(1) Pelaksanaan Izin Penebangan Pohon yang telah diterbitkan sebelum
ditetapkannya Peraturan Daerah ini dilakukan dengan berpedoman pada
ketentuan sebelum ditetapkannya Peraturan Daerah ini.
(2) Pemberian izin Penebangan Pohon yang dikeluarkan setelah
ditetapkannya Peraturan Daerah ini, wajib berpedoman dan
menyesuaikan dengan Peraturan Daerah ini.
BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 34
(1) Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang
mengenai teknis pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Bupati.
(2) Peraturan Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan
paling lambat 1 (satu) tahun sejak Peraturan Daerah ini diundangkan.
Pasal 35
18
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten
Tuban.
Ditetapkan di Tuban
pada tanggal
BUPATI TUBAN,
H. FATHUL HUDA
Diundangkan di Tuban
padatanggal
SEKRETARIS DAERAH
KABUPATEN TUBAN,
BUDI WIYANA
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TUBAN TAHUN 2019 SERI .. NOMOR..
19
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN
NOMOR ……… TAHUN 2019
TENTANG
PERLINDUNGAN POHON
I. UMUM
Lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi setiap
warga negara Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 28H
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Perlindungan pohon merupakan salah satu upaya untuk menjaga kualitas
lingkungan hidup yang semakin menurun dan telah mengancam
kelangsungan perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya, karena
keberadaan pohon dapat mengendalikan polusi udara melalui pemeliharaan
pohon yang telah ada serta menambah atau menanam pohon/tanaman.
Oleh karena itu, perlu dilakukan perlindungan pohon secara sistematis dan
terpadu.
Bahwa di Kabupaten Tuban, untuk mencegah dan membatasi
kerusakan pohon yang disebabkan oleh perbuatan manusia, daya alam,
hama dan penyakit serta sebab lainnya yang dapat mengakibatkan
kerusakan atau kematian pohon, diperlukan Produk hukum daerah yang
mengatur berbagai upaya perlindungan pohon yang diarahkan untuk
melindungi dan melestarikan pohon agar terjaga fungsi ekologis dan fungsi
estetika, serta menciptakan keselamatan bagi kepentingan umum. Selain itu
Pemerintah Daerah juga berusaha mengendalikan keberadaan setiap pohon
yang dikuasai Pemerintah Daerah dengan cara setiap penebangan pohon
tersebut, harus mendapat izin terlebih dahulu dari Bupati atau pejabat yang
ditunjuk.
Dalam Peraturan Daerah ini diharapkan dapat memberi kejelasan dan
pengaturan mengenai upaya perlindungan pohon di Kabupaten Tuban
untuk melestarikan dan mempertahankan fungsi pohon dengan melibatkan
peran serta masyarakat.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2 Huruf a,
Yang dimaksud dengan “asas manfaat dan lestari” adalah bahwa
setiap pelaksanaan perlindungan pohon memperhatikan
20
keseimbangan dan kelestarian unsur lingkungan, sosial, budaya,
ekonomi, serta nilai estetika di daerah.
Huruf b,
Yang dimaksud dengan “asas kesesuaian” adalah bahwa setiap
pelaksanaan perlindungan pohon, khususnya dalam memilih pohon yang ditanam harus disesuaikan dengan fungsinya,
lingkungannya dan karaktersitik pohon yang bersangkutan.
Huruf c,
Yang dimaksud dengan “asas keadilan” adalah pelaksanaan
perlindungan pohon dan pemberian izin penebangan pohon agar mencerminkan keadilan bagi setiap warga masyarakat tanpa
dsikriminasi.
Huruf d,
Yang dimaksud dengan “asas keselamatan” adalah pelaksanaan perlindungan pohon mempertimbangkan aspek keselamatan bagi
masyarakat dan kepentingan umum.
Huruf e,
Yang dimaksud dengan “asas akuntabel” adalah pelaksanaan perlindungan pohon harus dapat dipertanggung jawabkan dihadapan publik.
Huruf f,
Yang dimaksud dengan “asas partisipatif” adalah pelaksanaan
perlindungan pohon harus melibatkan peran serta masyarakat, dalam proses pengambilan keputusan, pelaksanaannya, baik langsung maupun tidak langsung.
Huruf g,
Yang dimaksud dengan “asas kelestarian dan keberlanjutan” adalah bahwa setiap orang memikul kewajiban dan tanggung
jawab terhadap generasi mendatang dan terhadap sesamanya dalam satu generasi dengan melakukan upaya perlindungan
pohon sebagai bagian penting dalam pelestarian daya dukung ekosistem dan memperbaiki kualitas lingkungan hidup.
Pasal 3 Cukup Jelas
Pasal 4
Cukup Jelas Pasal 5
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2) Yang dimaksud dengan Pemerintah Daerah dapat “mengasuransikan pohon” adalah Pemerintah Daerah
mengasuransikan pohon sesuai dengan kemampuan keuangan daerah, agar apabila terjadi sesuatu hal yang menyebabkan orang
lain terluka akibat tertimpa pohon yang disebabkan oleh kondisi cuaca atau sebab-sebab lainnya, asuransi itulah yang dapat digunakan untuk memberikan santunan atau bantuan pengobatan
kepada pihak korban.
Pasal 6
21
Cukup Jelas
Pasal 7 Cukup Jelas
Pasal 8 Cukup Jelas
Pasal 9
Cukup Jelas Pasal 10
Cukup Jelas Pasal 11
Cukup Jelas
Pasal 12
Cukup Jelas
Pasal 13
Cukup Jelas
Pasal 14
Cukup Jelas
Pasal 15
Cukup Jelas
Pasal 16
Cukup Jelas
Pasal 17
Cukup Jelas
Pasal 18
Cukup Jelas
Pasal 19
Cukup Jelas
Pasal 20
Cukup Jelas
Pasal 21
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan pohon harus ditebang karena
mengancam atau membahayakan keselamatan umum seperti pohon yang roboh karena kondisi alam, rusak karena terkena hama, karena hujan lebat atau roboh karena diluar ulah
manusia. Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Cukup Jelas
Pasal 22
Cukup Jelas
Pasal 23
Cukup Jelas
Pasal 24
22
Cukup Jelas
Pasal 25
Cukup Jelas
Pasal 26
Cukup Jelas
Pasal 27
Cukup Jelas
Pasal 28
Cukup Jelas
Pasal 29
Cukup Jelas
Pasal 30
Cukup Jelas
Pasal 31
Cukup Jelas
Pasal 32
Cukup Jelas
Pasal 33
Cukup Jelas
Pasal 34
Cukup Jelas
Pasal 35
Cukup Jelas
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR