buletin planolog volume 4 edisi 1 maret 2008
TRANSCRIPT
-
8/13/2019 Buletin Planolog Volume 4 Edisi 1 Maret 2008
1/56
INTERNALISASI SEKTOR KEHUTANAN
DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN WILAYAH :Membumikan Rencana Sektor Dalam Pembangunan Daerah
Oleh : Syaiful Ramadhan *
Latar Belakang
Mekanisme perencanaan pembangunan yang selama ini dianut dan dijalani bertumpu pada proses memadukankepentingan berbagai pihak melalui pendekatan dua arah, yaitu : top down planningdan bottom up planning. Dalamprakteknya sampai dengan saat ini, khususnya untuk pembangunan sektor kehutanan, dokumen rencanapembangunan masih kental dengan muatan top down(sebagai ruang acuan kegiatan prioritas yang ditetapkanpemerintah cq sektor-sektor), hal tersebut yang tercermin dari minimnya aspirasi muatanbottom up (cerminan ruangusulan perencanaan partisipasi masyarakat/grass root) yang terakomodir dalam kegiatan pembangunan yangteranggarkan dalam dokumen perencanaan tersebut. Meskipun fenomena tersebut dirasakan tidak wajar dalamarti proses perencanaan tidak berjalan secara efektif, namun dalam implementasinya yang telah berjalan dari erasentralisasi sampai era desentralisasi selama ini belum dirasakan ada perubahan yang berarti atau malah cenderungmapan.
Salam Planolog,
Memasuki volume atau terbitan tahun ke empat, tiada yang layak dan lebih utama daripada memanjatkan puji syukurpada Tuhan Yang Maha Esa dan juga terima kasih pada semua pihak yang mendukung dan memungkinkan berlanjutnyabuletin yang hakikinya milik seluruh Rimbawan.
Berangkat dari keprihatinan bencana lingkungan berupa perubahan iklim yang kian mengglobal, dan kenyataanadanya sumbangan yang nyata dari terdegradasinya sumberdaya hutan terhadap kondisi tersebut, maka optimalisasiPenataan Ruang Kehutanan Dalam Rangka Mengurangi Dampak Bencana Alam terpilih menjadi tema volume empatnomor satu, selayaknya menjadi spirit pembangunan kehutanan yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Berbagai bentuk pemikiran yang secara langsung maupun tidak langsung terkluster dalam upaya mitigasi danadaptasi perubahan dan dampak perubahan iklim, diharapkan mewarnai isi bulletin, baik yang terkait keruangan sepertiKesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) maupun upaya lainnya yang intinya menuju pemantapan pengelolaan hutan secaralestari, karena kita semua yakin hubungan kausalitas logis hutan dan fungsi hutan lestari mengembalikankeseimbangan alam, kestabilan iklim terjaga, meningkatnya kesejahteraan hidup dan kehidupan.
Sejatinya laku perbuatan merupakan cerminan pikiran, buah pikir merupakan cerminan nurani, mudah-mudahanketulusan berkembang dan teguh di dalam diri kita, selalu.
VOLUME 4 : NOMOR 1, MARET 2008 ISSN : 1858-3261
-
8/13/2019 Buletin Planolog Volume 4 Edisi 1 Maret 2008
2/56
Situasi kemapanan yang tidak
menguntungkan sebagaimana tersebut di
atas apalagi dalam jangka panjang, karena
sejujurnya apabila dibiarkan akan
berakibat pada perlambatan akselerasi
pembangunan sektor kehutanan, karena
t idak maks ima lnya perencanaanp e m a n f a a t a n a l o k a s i b e r b a g a i
sumberdaya yang tersedia dan fatalnya
bila pembiaran keadaan ini berlanjut sudah
barang tentu akan bermuara pada tidak
optimalnya sumbangan sektor kehutanan
pada pembangunan nasional secara
vertikal dan dukungan pada sektor lain
secara horisontal.
tingkat Kabupaten/Kota dan provinsi
oleh DPRD ). Seiring jalan dengan
pemberian ruang partisipasi masyarakat
tersebut, dalam prakteknya baik dalam
perumusan program, kegiatan dan
anggaran maupun alokasinya lebih
diwarnai oleh dominasi teknokratberupakebijakan pemerintah yang dituangkan
dalam bentuk upaya pencapaian visi, misi
pembangunan yang ditetapkan masing-
masing sektor yang maaf seringkali tidak
mengakar/membumi juga tidak jarang
menimbulkan trade off antar sektor.
Di pihak lain posisi tawar dan
peluang masyarakat yang seyogyanya
Berangkat dari kaidah tidak berubah menjadi representasi lokus pembangunan
nasib/fenomena suatu komunitas/kaum ( b o t t o m u p ) m e n j a d i s e m a k i n
(kondisi obyektif) apabila tidak ada upaya termarjinalisasi, kondisi ini berakibat
(yang kuat dan konsisten) untuk merubah pada rencana yang disusun dalam bentuk
sikap/persepsi/sistem (akumulasi kondisi penyempurnaan kerangka regulasi,
subyektif pembentuk kondisi obyektif) yang kerangka pelayanan/ inventas i dan
ada/yang sudah mapan, maka tulisan ini intervensi anggaran pemerintah yang
diharapkan menjadi salah satu upaya se ca ra ha ki ki be rt uj ua n un tuk
untuk mengenali anatomi permasalahan meningkatkan kesejahteraan masyarakat
dan mengidentifikasi alternatif upaya lebih mewakili proses top downdengan
menuju sesuatu yang lebih baik. kata lain tidak menjawab atau tidak
menjad i so lus i permasa lahanKondisi dan Permasalahan mendasar/isu nyata dan atau kebutuhan
riel masyarakat (miss leading in problem
Pelbagai peraturan per-UU-an terkait and its solution).
mekanisme perencanaan pembangunan
kehutanan yang diselenggarakan yang Upaya penguatan proses bottom up
telah berjalan berpuluh tahun, sebenarnya planningsebenarnya telah dilakukan oleh
telah menyediakan ruang kebijakan para Pemerintah mela lu i Surat Edaran
teknokrat melalui birokrasi, ruang proses Bersama (SEB) Bappenas dan Mendagri
politik melaluijalur legislatif (DPR/D) dan tahun 2004 tentang Petunjuk Teknis
ruang partisipasi masyarakat melalui M u s y a w a r a h P e r e n c a n a a n
jalur penjaringan aspirasi masyarakat Pembangunan (Musrenbang) yang intinyapada forum penyaluran usulan-usulan menegaskan, bahwa forum tersebut
kegiatan pembangunan dengan tahapan harus menjadi arena pembahasan yang
mulai dari forum-forum musyawarah efektif bukan sekedar rutinitas dan
pembangunan (Musbang-Rakorbang) formalitas belaka (business as usual) yang
mulai dari tingkat Desa, Kecamatan, diimplementasikan dengan dibentuknya
Kabupaten/Kota sampai dengan provinsi Forum Satuan Kerja Perangkat Daerah
dengan kerangka regulasi Permendagri (Forum SKPD) di tingkat Kabupaten/Kota
No.11 tahun 2006 sebagai ranah bottom dan provinsi yang bertugas memberikan
up planning, khusus kehutanan ditambah jaminan usulan prioritas dari tingkat
dengan tingkat regional bahkan terakhir pemerintahan terbawah (spasial) dapat
diverifikasi dan disahkan oleh Legislatif diakomodir dan disinkronkan dengan
selaku Wakil Rakyat (RAPBN oleh DPR perencanaan sektoral di tingkat SKPD
di tingkat Nasional dan RAPBD di Kabupaten/Kota dan provinsi.
2
-
8/13/2019 Buletin Planolog Volume 4 Edisi 1 Maret 2008
3/56
VOLUME 4 : NOMOR 1, MARET 2008
3
Diharapkan aspirasi yang tertuang sebesar-besar kemakmuran rakyat
dalam usulan secara berjenjang yang secara berkelanjutan, maka lingkup
dikompilasi di tingkat Desa (bahan APB pembangunan kehutanan terdiri dari 2
Desa). (dua) bagian proses besar, yaitu ;
Mengacu pada kondisi potret 1. Proses Pertama adalah penetapan
perencanaan pembangunan kehutanan di ranah bekerja yang sekaligusat as , ru nt ut pe rm as al ah an dapa t menjadi batasan fisik yang menjamin
diidentifikasi dari berbagai antara lain : kepastian pengelolaan sumberdaya
hutan diselenggarakan. Proses ini
1. Belum tersosialisikannya dengan disebut juga proses Prakondisi
jelas dan benar konsep/ filosofi pengelolaan sumberdaya hutan
p e r e n c a n a a n p e m b a n g u n a n dengan kegiatan-kegiatan pokok ;
kehutanan sebagai prosesbottom up
dan top down planning. a. Inventarisasi Potensi Calon dan
atau Kawasan Hutan,
2. Ketidakjelasan tata hubungan kerja,
siapa berbuat apa dan bertanggung b. Peng ukuh an [Penun juka n
j a w a b a p a d a l a m p r o s e s Kawasan , Pena tabat asan,
perencanaan bottom updan top down penatagunaan ke dalam fungsi
planning. l i n d u n g , p r o d u k s i d a n
konservasi dari kawasan hutan
3. Kondisi butir 1 dan 2 di atas dan penetapan pengesahan
berdampak pada rencana yang hukum kawasan hutan hingga
tersusun tidak sepenuhnya mewakili level unit-unit kelola / Kesatuan
kebutuhan riel pembangunan sektor Pengelolaan Hutan (KPH) di
dan lintas sektor (belum menyentuh tingkat tapak]
peningkatan kesejahteraan rakyatdan pengelolaan hutan secara 2. P r os es Ke du a ad a l ah
optimal dan lestari). optimalisasi pengalokasian
manfaat sumberdaya hutan
Analisis Permasalahan dan Alternatif b a g i s e b e s a r - s e b e s a r
Solusi kemakmuran rakyat baik
secara langsung maupun tidak
K o n s e p ( S i s t e m ) P e r e n c a n a a n langsung. Proses ini disebut
Pembangunan Kehutanan juga sebagai Pengelolaan
sumberdaya hutan sesuai
Untuk permasalahan penyamaan fungsi manfaatnya di dalam
p e r s e p s i k o n s e p p e m b a n g un a n wadah unit kelola KPH yangkehutanan, akibat kurangnya dan atau telah ditetapkan dalam proses
belum tersosialisasikannya hal tersebut pertama.
maka analisis dan solusi alternative sudah
selayaknya sejalan dengan konsep Konsep dasar lingkup pembangunan
pengurusan dan pengelolaan hutan di atas mempunyai konsekuensi logis
(Penetapan kawasan hutan Negara, pada variasi road map pembangunan
rehabili tasi , perlindungan hutan dan kehutanan, antara lain :
pemanfaatan hutan) yang dimandatkan
pada Departemen Kehutanan sesuai
ketentuan per-UU-an yang berlaku.
Berangkat dari mandat pengelolaan
fungsi manfaat sumberdaya hutan untuk Ruang Kerja .....
-
8/13/2019 Buletin Planolog Volume 4 Edisi 1 Maret 2008
4/56
Proses pembangunan kehutanan di Sedangkan proses bottom up-nya
atas juga sekaligus sebagai lingkup basis dicerminkan dari usulan daerah/wilayahpen il aian kiner ja di se ti ap leve l untuk rencana investasi dalam rangka
pembangunan kehutanan yang menjawab pemanfaatan hutan oleh swasta dan
pertanyaan-pertanyaan strategis : b a d a n u s a h a p e m e r i n t a h
(nasional/daerah) serta usulan rencana
S u d a h k a n k a w a s a n h u t a n wilayah/daerah untuk merehabil itasi,
ditetapkan cukup dan tersebar secara merestruktur isasi dan merevital isasi
proporsional ? fungsi manfaat hutan melalui skema
pendanaan pembangunan hingga siap
Sudahkan aneka fungsi manfaat dimanfaatkan melalui skema investasi.
ekonomi, ekologi dan sosial budaya hutan
terepresentasikan secara optimal bagi Analisa di atas, menghasilkan solusikesejahteraan (fisik dan non fisik/ jasa alternatif berupa harus adanya upaya
lingkungan) masyarakat di suatu wilayah? mensosialisasikan, hingga terpahaminya
konsep perencanaan pembangunan
D a l a m k o n t e k s k o n s e p kehutanan secara utuh pada para pihak
pembangunan kehutanan ini, proses terkait yang menjadi prasyarat bagi
perencanaan pembangunan kehutanan te rp en uh in ya pe rs ep si awal da ri
top downdicerminkan dari Arahan (Norma, sinkronisasi proses top downdan bottom
Kriteria, Standar) kawasan hutan tetap up planning pada pembangunan
dengan fungsinya di setiap wilayah, arahan k e h u t a n a n s e b a g a i m a n a y a n g
teknis pengelolaan sesuai fungsinya dan d i m a k s u d k a n d a l a m k o n s e parahan road map pembangunan sesuai pembangunan kehutanan yang utuh.
kondisi awal (baseline) hutan di awal
penetapannya.
4
-
8/13/2019 Buletin Planolog Volume 4 Edisi 1 Maret 2008
5/56
VOLUME 4 : NOMOR 1, MARET 2008
5
Kejelasan 4 R (Rule, Role, Responsibility/ Pemerintah, provinsi dan Kabupaten
Risk and Revenue) Kota yang didasari prinsip :
Untuk permasalahan ketidak jelasan a. Efisiensi,
tata hubungan kerja, siapa berbuat apa b. Akuntabilitas dan
dan bertanggung jawab apa dalam proses c. Ekternalitas
perencanaan bottom up dan top downplanning, analisis dan solusi alternatifnya dalam pembangunan kehutanan
dik aj i dar i sis i pan dan g pel aku dengan tetap dalam kerangka
pembangunan kehutanan yang sekaligus konkuensi/ kebersamaan.
menjadi para pihak (stakeholder)
pembangunan a.l.; 3. UU No. 25 tahun 2004 tentang
Sistem Perencanaan Pembangunan
1. Pemerintah Pusat, Nasional dan PP 20 tahun 2004
2. provinsi, tentang Rencana Kerja Pemerintah
3. Kabupaten Kota , dan Peraturan Mentari baik Dalam
4. Pengusaha dan Negeri maupun Kehutanan yang
5. Masyarakat, terkait, mendasari Rule, Role dan
Responsibility/ Risk dalam proses
terepresentasikan dari ketidakkejelasan 4 pe re nc an aa n pe mb an gu na n
(empat) R (Rule, Role, Responsibility/ Risk kehutanan mulai dar i Desa-
dan Revenue) antar para pihak tersebut. Kecamatan-Kabupaten/Kota sampai
Padahal 4 (empat) R tersebut menjadi level provinsi (bottom up) dan proses
syarat pemungkin, sehingga wajib perencanaan pembangunan top
dipenuhi, karena 4 (empat) R agar proses down mulai dari arahan sasaran :
top down dan bottom up planning pada
pembangunan kehutanan dapat berjalan a. lima tahunan,
sebagaimana mestinya. b. tahunan danc. a ra ha n k eb ij ak an t ek ni s
Pada hakeka tnya keberadaan program kegiatan prioritas dari
peraturan per-UU-an yang ada sangat Pemer i n t ah (B appenas -
relevan dengan 4 (empat) R terkait Menteri Keuangan dan Menteri
pembangunan kehutanan, yaitu : Kehutanan).
1. UU No. 41 tahun 1999 tentang 4. UU No. 17 tahun 2004 tentang
Kehutanan dan PP No. 44 tahun 2004 Keuangan dan PP No. 7 tahun 2008,
tentang Perencanaan Kehutanan dan serta ketentuan yang tentang bagi
aturan-aturan turunan la innya, hasil dan distribusinya, mendasari
mendasari substansi sertaroad map Ru le da n Re ve nu e d a l a mpembangunan kehutanan dan terkait pembangunan kehutanan
dengan aspek Rule, Role dan
R e s p o n s i b i l i t y / R i s k da la m Penggambaran hasi l anal isis
pembangunan kehutanan, baik pada ha rmon is as i proses perenca naan
proses prakondisi maupun di tingkat pembangunan kehutanan berdasarkan
pengelolaan. k e t e n t u a n - k e t e n t u a n y a n g
merepresentasikan 4 (empat) R tersebut
2. UU No. 32 tahun 2006 tentang di atas adalah sebagai berikut:
Otonomi Daerah dan PP No. 38 tahun
2007 tentang Pembagian Urusan dan
Kewenangan Pusat Daerah Otonom,
mendasari kesepakatan proporsi
Role dan Responsibility/ Risk Gambar 2. .....
-
8/13/2019 Buletin Planolog Volume 4 Edisi 1 Maret 2008
6/56
Solusi alternatif ketidakjelasan 4 dan koordinasi perencanaan tingkat
(empat) R yang terjadi selama ini yang baik Desa dan Kec am at an da la m
disadari atau tidak telah menghambat Kabupaten/Kota, dengan dasar
proses top downdan bottom up planning, lingkup urusan kehutanan yang
ad al ah me la lu i pemb en ahan tat a menurut PP 38 tahun 2007 menjadi
hubungan kerja yang didasari pemahaman kewenangannya serta mengacu
gambar 2 di atas berikut ini : pada pagu anggaran APBD, APBD
provinsi yang didekonsentrasikan,
Ranah (Domein) Bottom up planning APBN Tugas Perbantuan dan
sumber-sumber dana sah lainnya
1. Kejelasan tanggung jawab para pihak yang ada di masing -m as ing
masing-mas ing Kabupaten/Kota Kabupaten Kota serta Renstra
menangani proses perencanaan dan Kehutanan Kabupaten /Kota ,
outputnya di perencanaan level penap isan usulannya menjadipertama dalam Ranah (domein) tanggung jawab Instansi yang
mekanisme bottom up planning, menangani urusan Kehutanan di
mulai dari forum proses sinkronisasi level Kabupaten/Kota.
6
-
8/13/2019 Buletin Planolog Volume 4 Edisi 1 Maret 2008
7/56
VOLUME 4 : NOMOR 1, MARET 2008
Hal ini sejalan dengan kaidah yang Ranah (Domein) Bersama / Momentum
berwenang dan bertanggung jawab Sinkronisasi Top Down dan Bottom
atas kinerja Kabupaten/Kota adalah Planning
Bupati/Walikota cq Instansi yang
menangani Kehutanan di bawahnya. Ranah pengawalan sinkronisasi dan
O u t p u t / k e l u a r a n p r o s e s koordinasi perencanaan level ketiga
perencanaan level ini adalah bagian merupakan tanggung jawab bersamaRencana Ke rj a Sa tuan Ke rj a provinsi cq Instansi yang menangani
Perangkat Daerah (Renja-SKPD) Kehutanan di provinsi dengan Pusat
Kabupaten/Kota yang dibiayai dari Pengendalian (Pusdal) di masing-masing
APBD provinsi dan atau APBN Regional. Ranah ini menjadi momentum
Kehutanan. yang strategis bagi pembangunan
kehutanan, karena menjadi ajang
1. Kejelasan tanggung jawab para pihak sinkronisasi dan koordinasi perencanaan
masing-masing provinsi dalam top down yang merupakan arahan
menangani proses perencanaan dan pembangunan priori tas Departemen
outputnya di perencanaan level Kehutanan dengan perencanaan bottom
kedua dalam Ranah (domein) upyang merupakan usulan pembangunan
mekanisme bottom up planning, yaitu kehutanan Kabupaten/Kota dan provinsi
pada forum proses sinkronisasi dan yang direncanakan dibiayai dari APBN
k o o r d i n a s i p e r e n c a n a a n sektor kehutanan. Kejelasan tanggung
Kabupaten/Kota dalam suatu provinsi jawab dan output sinkronisasi dan
di forum perencanaan provinsi, koordinasi perencanaan top downdengan
dengan dasar li ngkup urusan perencanaan perencanaan bottom up
kehutanan yang menurut PP 38 tahun adalah :
2007 menjadi kewenangannya serta
mengacu pada PP no. 8 tahun 2007 1. M a s i n g - m a s i n g P u s d a l d i
terkait pagu anggaran APBD provinsi, regionalnya bertanggung jawabAPBN yang didekonsentrasikan pada d a l a m m e n g k o m p i l a s i d a n
provinsi dan sumber-sumber dana me ns os ia li sas ik an keb ij ak an
sah lainnya yang ada di masing- m a s i n g - m a s i n g E s e l o n I
masing provinsi serta Renstra Departemen Kehutanan selaku
Kehutanan masing-masing provinsi, Penanggung Jawab Program dan
penap isan usula nnya menja di Fokus Kegiatan dalam bentuk
tanggung jawab Instansi yang batasan-batasan kerangka regulasi,
menangani urusan Kehutanan di kerangka pelayanan dan investasi,
level provinsi. b a t a s a n k e g i a t a n y a n g
didekonsentrasikan pada provinsi
Hal ini sejalan dengan kaidah yang dan atau yang diperbantukan padaberwenang dan bertanggung jawab Kabupaten/Kota serta intervensi
atas kinerja provinsi adalah Gubernur keg iatan priori tas Departemen
cq In st an si ya ng me na ng an i Kehutanan alokasi pagu APBN pada
Kehutanan di bawahnya. Dekonsentrasi Kehutanan di provinsi
maupun Tugas Pe rban tuan
Pada level perencanaan ini peran Kehutanan Kabupaten/Kota yang
Pusdal adalah te rbatas pada secara keseluruhan menjadi muatan
fasilitasi. Output/keluaran proses perencanaan top down yang
perencanaan level ini adalah bagian mendasari langkah sinkronisasi/
Rencana Ke rj a Sa tuan Ke rj a penapisan usulan masing-masing
Perangkat Daerah (Renja-SKPD) provinsi di reg ion alnya yan g
provinsi yang dibiayai dari APBN memenuhi kri ter ia layak untuk
dekonsentrasi Kehutanan dibiayai melalui APBN.
7
-
8/13/2019 Buletin Planolog Volume 4 Edisi 1 Maret 2008
8/56
8
Output/keluaran proses perencanaan RPJM Nasional, Renstra KL Departemen
level ini adalah penajaman bagian Kehutanan, serta RKP (Buku I dan II) dan
Rencana Ke rj a Sa tu an Ke rj a acuan program dan kegiatan prioritas
Perangkat Daerah (Renja-SKPD) kehutanan pada tahun perencanaan,
yang dibiayai dari APBD provinsi dan serta Kebijakan Prioritas Departemen
atau APBN Kehutanan di regional Kehutanan yang dikompilasi dan menjadi
masing-masing Pusdal. tanggung jawab penyusunannya olehPusat Perencanaan Kehutanan dalam
2. Mas ing-masing Ins tans i yang proses penyusunan Renja-KL Dephut dan
b e r t a n g g u n g j a w a b u r u s a n dalam proses penyusunan Rencana
Kehutanan di provinsi dengan Kegiatan dan AnggaranKL (RKA-KL
mendasari pada pembagian urusan Dephut) oleh Biro Perencanaan dan Biro
yang diatur dalam PP No. 38 tahun Keuangan Dephut serta Renstra Eselon I
2007, PP 8 tahun 2007 dan yang mencerminkan tugas pokok fungsi
memperhatikan kegiatan yang masing-masing Eselon I se laku
didekonsentrasikan di provinsi dan Penanggung Jawab Program dan Fokus
atau ditugasperbantuankan di Kegiatan Kehutanan.Kabupaten/Kota, bertanggung jawab
d al am m en ap is u su la n d an M a s i n g - m a s i n g E s e l o n I
memastikan tidak terjadinya duplikasi bertanggung jawab merumuskan program
usulan pembangunan kehutanan kegiatan prioritas tahun perencanaan
yang akan dibiayai APBN dengan yang terbagi dalam rincian kegiatan yang
usulan APBD provinsi dan usulan menjadi tanggung jawab Pusat menurut
APBD Kabupaten Kota dalam PP 38 tahun 2007 yang dilaksanakan
masing-masing provinsinya di level Departemen Kehutanan dan Unit
sikronisasi perencanaan ketiga ini. Pelaksana Tugas (UPT) nya di Daerah
dan kegiatan yang d i l impahkan
Output/keluaran proses perencanaan (dekonsentrasi) ke provinsi serta tugas
level ini adalah penajaman hasil yang diperbantukan (medebewijn) ke
pencermatan bagian Rencana Kerja Kabupaten/Kota sesuai mekanisme dan
Satuan Kerja Perangkat Daerah kriteria yang diatur dalam PP No.7 tahun
(Renja-SKPD) yang dibiayai dari 2008.
APBD provinsi dan atau APBN
K e h u t a n a n d a l a m w i l a y a h Perumusan tersebut akan digunakan
provinsinya masing-masing. sebagai bahan criteria penapisan usulan
di proses perencanaan lingkup instansi
Keluaran/output total pada level dalam Departemen Kehutanan dan
perencanaan ketiga ini adalah Ikhtisar p e n a p i s a n p e n a j a m a n u s u l a nUsulan Kegiatan Anggaran Pembangunan pembangunan kehutanan dari Daerah
Kehutanan di tingkat provinsi dan pada Forum Rakornis atau Rakontek
Kabupaten yang bersumber APBN pada Eselon I.
setiap Eselon I Departemen Kehutanan
yang selanjutnya menjadi bagian APBN O u t p u t / k e l u a r a n p r o s e s
Departemen Kehutanan dimasing-masing perencanaan level ini adalah kriteria
Daerah. program dan kegiatan pr io r i tas
Departemen Kehutanan pada tahun
Ranah (Domein) Top Down Planning Perencanaan yang menjadi acuan Pusdal
dalam mengalokasikan bagian RencanaProses perencanaan pada ranah ini Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerahberlangsung di tingkat Nasional dengan (Renja-SKPD) yang dibiayai dari APBNbahan acuan bagian Kehutanan pada Kehutanan.
-
8/13/2019 Buletin Planolog Volume 4 Edisi 1 Maret 2008
9/56
VOLUME 4 : NOMOR 1, MARET 2008
9
Argumen ranah proses top down dengan merencanakan kesalahan
planning ini didasarkan pada kenyataan yang bermuara pada pemborosan
tata nilai, bahwa kinerja Departemen sumberdaya yang ada dan pada
Kehutanan dicerminkan dari seberapa jauh akhirnya tidak kurang mendukung
optimalisasi kerangka regulasi, kerangka p e r c e p a t a n t e r w u j u d n y a
pelayanan investasi dan intervensi alokasi pengelolaan sumberdaya hutan
program kegiatan dan APBN Kehutanan Indonesia yang berkelanjutan yangmendukung dan menyentuh terwujudnya m e n d u k u n g s e b e s a r - b e s a r
pengelolaan sumberdaya hutan Indonesia kemakmuran khususnya Rakyat di
yang berkelanjutan yang mendukung dalam dan di sekitar hutan (di
s e b e s a r - b e s a r k e m a k m u r a n provinsi dan Kabupaten/Kota dalam
khususnyarakyat di dalam dan di sekitar N K R I ) d a n m e n d u k u n g
hutan (di provinsi dan Kabupaten/Kota pembangunan lintas sektor terkait
da l am N K RI ) da n m en du k un g pada umumnya.
pembangunan lintas sektor terkait pada
umumnya. Rekomendasi
Kesimpulan dan Rekomendasi 1. Penegasan kembali konsep ruang
kerja dan road map pembangunan
Mengacu pada hasil analisis 2 (dua) kehutanan yang sekaligus sebagai
permasalahan yang selama ini ditengarai Sistem Pembangunan Kehutanan
menjadi hambatan efektifi tas proses yang utuh sebagai yang ditampilkan
harmonisasi top down dan bottom up pada gambar 1 pada Bab Analisis.
planning pembangunan kehutanan dapat
disimpulkan dan direkomendasikan hal-hal 2. Penegasan kembali tugas tanggung
sebagai berikut : jawab dan output pembangunan
kehutanan yang didasari oleh aspek
Kesimpulan 4 ( e m p a t ) R ( R u l e , R o l e ,R e s p o n s i b i l i t y / R i s k d a n
1. Terbukti, bahwa apabila mekanisme Revenue/Benefit sharing) secara
p e r e n c a n a a n p e m b a n g u n a n proporsional sesuai ketentuan per
kehutanan tetap berjalan mapan UU an yang ber laku sebagai
seperti sampai dengan saat ini ditampilkan pada gambar 2 pada Bab
(business as usual), maka dapat Analisis.
dipastikan forum sinkronisasi dan
koordinasi yang ada menjadi tidak 3. Mu tl ak men ja di ka n Ko ns ep
efektif (maaf ; upaya yang mubazir Perencanaan Pembangunan
saja) dan akan menghasilkan Kehutanan sebagai Pengawal
dokumen perencanaan yang tidak sekaligus Kriteria Penilaian Kinerjam e n c e r m i n k a n k e b u t u h a n d an P en er ap an I ns en ti f d an
pembangunan kehutanan yang disInsentif pada Satker sesuai tugas
sebenarnya (menjadi dokumen yang tanggung jawab dan output dalam
tidak menjadi acuan) atau dengan masing-masing ranah perencanaan
kata lain tetap didominasi oleh ruang baik top downmaupunbottom up.
kebi jakan teknokrat semata,
sedangkan ruang aspirasi tetap
termarjinalisasi.
2. P er en ca na an p em ba ng un an
k e h u t a n a n y a n g t i d a k
mempresentasikan harmonisasi top
downdan bottom up planning sama
_________________
* Perencana Madya pada Pusat Rencana & Statistik
Kehutanan, Badan Planologi Kehutanaan Departemen
Kehutanan
-
8/13/2019 Buletin Planolog Volume 4 Edisi 1 Maret 2008
10/56
10
BERBAGAI DATA SEPUTAR PERUBAHAN IKLIM
Oleh : Iman Santosa Tj.*
Konferensi para pihak (Conference of yang terkait dengan perubahan iklim.
Parties/COP) ke-13 dalam rangka United Sehubungan dengan hal tersebut, berikut
Nations Fremework Convention on Climate ini akan disajikan berbagai data dan
Change (UNFCCC) yang berlangsung di informasi yang terkait dengan perubahan
Bali tanggal 3-14 Desember 2007 telah iklim, beberapa diantaranya disertai
lama usai. Konferensi sedunia yang konon dengan sumber data dan ulasan
dih adi ri ole h 10. 000 ora ng dan ringkasnya.
menghabiskan biaya APBN sebesar Rp.
115 miliar telah menghasilkan apa yang Gas Rumah Kaca (GRK)disebut Bali Road Map (Peta Jalan Bali),
yaitu suatu rancangan kesepakatan yang Gas Rumah Kaca merupakan gas-
akan menjadi jalan untuk mencapai gas di atmosfir yang memiliki kemampuan
konsensus baru pada tahun 2009 sebagai menyerap radiasi gelombang panjang
pengganti Protokol Kyoto yang akan sinar matahari yang dipantulkan bumi
berakhir pada tahun 2012. sehingga menimbulkan pemanasan atau
peningkatan suhu bumi. MenurutBeberapa hal yang telah disepakati UNFCCC yang tertuang dalam Pasal 3
dalam Peta Jalan Bali tersebut antara lain : Protokol Kyoto, saat ini disepakati ada 6
gas rumah kaca utama, yaitu : Karbon
1. Negara-negara maju mendukung doiksida (CO ), Metana (CH ), Dinitrogen2 4peningkatan kapasitas, menyediakan Oksida (N O), Hidrofluorokarbon (HFCs),2bantuan teknis, memfasilitasi alih Perfluorokarbon (PFCs) dan Sulphurteknologi untuk meningkatkan, hexafluorida (SFs). Berbagai sumberdiantaranya, pengumpulan data, GRK dan kontribusinya terhadap emisiestimasi emisi, monitoring dan global dapat dilihat pada Tabel 1 di bawahpelaporan, serta melaksanakan ini.demonstration activity (pilot project),
2. D ia ko mo di rn ya de fo re st as i ,
degradasi dan konservasi serta
sustainable management of forest
dan referensi,
3. Perubahan batas skala proyek A/R
CDM (Aforestation/Reforestation
Clean Development Mechanism) dari
8 kilo ton CO /tahun menjadi 16 kilo2ton CO /tahun. Kelebihan di atas 162ki lo ton t idak dapat dikla im
sertifikasinya (CER = Certified
Emission Reductions)
Mengingat isu perubahan iklim masihakan terus menjadi isu yang sangat
strategis di masa yang akan datang, maka
semua pihak perlu lebih memahami hal-hal
Tabel 1. Sumber GRK dan kontribusinya
terhadap emisi global
Sumber data : Intergovermental Panel on Climate Change (IPCC)
No. Gas Rumah Kaca SumberKontribusiterhadap
emisi global
1 2 3 4
1 Karbon doiksida(CO )2
Deforestasi, Komsumsienergi dari pembakaranbahan bakar fosil
76,7 %,56,6% daripenggunaanbahan bakar fosil
diantaranya
2 Metana (CH )4
Kegiatan pertanian,produksi energi, limbah
14,3%
3
Dinitrogen Oksida(NO),2
Terutama dari kegiatanpertanian 7,9 %
4
Hidrofluorokarbon(HFCs)
Digunakan sebagaipengganti zat-zatperusak ozon
1,1%
5Perfuorokarbon(PFCs)
6 Sulphur hexafuorida(SF )6
Digunakan dalambeberapa prosesindustri dan peralatanelektronik
-
8/13/2019 Buletin Planolog Volume 4 Edisi 1 Maret 2008
11/56
VOLUME 4 : NOMOR 1, MARET 2008
Perubahan Penutupan Hutan / International - menunjukkan angka
Deforestasi Dan Potesi Penyerapan yang lebih tinggi. Selain itu angka
Karbon maksimum penelitian Page 13 kali
lipat angka minimum sehingga rata-
Deforestasi merupakan perubahan ratanya terlalu besar biasnya.
kondisi penutupan hutan menjadi bukan 3. E s t i m a s i We t l a n d h a n y a
hutan, yang dapat terjad i karena memasukkan faktor kebakaranperubahan untuk perkebunan, pertanian, hutan tanpa memperhitungkan daya
pemukiman, pertambangan dan prasarana serap karbon oleh hutan saat tidak
wilayah. Berdasarkan hasil perhitungan terjadi kebakaran. Asumsi yang
dengan menggunakan Citra SPOT digunakan juga mengandaikan
Vegetation yang mempunyai resolusi seluruh hasil pembakaran hanya
1.000 meter, laju deforestasi di tujuh pulau berupa CO2besar, yaitu Sumatera, Kalimantan, 4. Berdasarkan data yang diperoleh
Sulawesi, Maluku, Papua, Jawa serta Bali dari satelit Badan Antariksa Eropa
dan Nusa Tenggara, pada periode 2000- (ESA/European Space Agency),
2005 rata-rata sebesar 1,09 juta hektar. kond is i kebak aran te rparah
Berdasarkan perh itungan, po tens i Indonesia tahun 1997 dan 2006
penyerapan karbon oleh hutan alam ialah ternyata tidak lebih parah dari
sebesar 200-300 ton/hektar, sedanglan kebakaran di Brasil dan beberapa
huutan tanaman berpotensi menyerap negara Afrika.
karbon sebesar 100 - 150 ton/hektar. 5. B e r d a s a r k a n p e n g a m at a n
konsen t ras i CO d i stas i un2Negara Pengemisi Karbon : meteorologi di Koto Tabang - Bukit
Indonesia No. 3 (?) Tinggi yang merupakan stasiun
standar resmi World Meteorology
Data ini merupakan data yang paling O r g a n i z a t i o n ( W M O ) ,
kontroversial dan banyak dipertanyakan konsentrasinya lebih rendah darioleh berbagai pihak di Indonesia. Menurut Mauna Loa Hawaii. Kondisi yang
Wetland Internat ional (dan IPCC?), sama terjadi pada penelitian empat
Indonesia menduduki peringkat ketiga tahun terakhir. Tahun 2006 terjadi
setelah Amerika Serikat dan Cina dalam kebakaran hutan yang cukup hebat.
mengemisi CO . Namun demikian menurut2Meneg LH, IPCC tidak bisa menunjukkan Berdasarkan berbagai faktor di atas,
berapa besar emisi dari kebakaran hutan tampaknya pemeringkatan ini patut diberi
dan lahan di Indonesia dan dimana saja. tanda tanya besar, sehingga tidak
merupakan data yang sesat dan
Beberapa pakar iklim di Indonesia menyesatkan.
mengatakan ada beberapa kelemahanpenilaian tersebut, antara lain : Emisi CO per Kapita2
1. P er hi tu ng an te rs eb ut ha ny a
didasarkan pada kebakaran lahan
gambut tahun 1997, sedangkan
untuk tahun berikutnya belum ada
perhitungan yang lengkap,
2. Jika dibandingkan dengan penelitian
yang dilakukan oleh beberapa pakar
iklim lain (Duncan, Levin, Heil, Aldrian
dll) pada tahun 1997, angka hasil
penelitian yang digunakan oleh Page
- yang digunakan oleh Wetland
Berdasarkan Human Development
Report (HDR) Tahun 2007 yang
dikeluarkan United Nations Development
Program (UNDP) di Brasilia menjelang
COP 13 di Bali, terdapat data mengenai
besarnya emisi CO per kapita dibeberapa2negara seperti terlihat di tabel 2 di bawah
ini. Dalam laporan tersebut istilah emisi
CO yang dihasilkan dari gaya hidup2manusia disebut sebagai jejak kaki atau
jejak karbon di atmosfir.
11
-
8/13/2019 Buletin Planolog Volume 4 Edisi 1 Maret 2008
12/56
12
Dari Tabel 2 tersebut di bawah, terlihat
bahwa kenaikan tertinggi baik secara
absolut maupun relatif ialah AS, yaitu
sebesar 11,3 ton per kapita. Besaran ini
diikuti oleh Kanada dengan besaran 5, 0
ton per kapita. Beberapa negara yang
turun emisi karbonnya per kapita adalahFederasi Rusia, Inggris dan Perancis,
sedangkan negara-negara yang relatif Per ingka t Kerentanan Negaratetap adalah Tanzania dan Ethiopia. Terhadap Perubahan Iklim
Kinerja Perubahan Iklim
Penilaian Indeks Kinerja PerubahanIklim dilakukan setiap tahun oleh German
Watch, suatu LSM independen yang
bersifat nirlaba dan Climate Action Network
(CAN), suatu jaringan internasional yang
terdiri lebih dari 365 NGO di seluruh dunia
yang bekerja untuk mempromosikan
kegiatan, baik individu maupun pemerintah
untuk membatasi perubahan iklim yang
disebabkan manusia sampai kepada batas
yang berkelanjutan secara ekologis.
Forestry Eleven (F-11)
cukup baik di bidang kebijakan dan tingkat
emisi tetapi agak mengkhawatirkan dalam
hal kecenderungan emisi.
Pada tahun la lu , Indonesia
menduduki peringkat 43 dari 56 negara
atau termasuk buruk.
Tabel 2. Daftar Negara Pengemisi Co2 Dalam konteks kerentanan terhadapper Kapita Tahun 1990 dan resiko perubahan iklim, menurut LSM2004 German Watch, Indonesia menduduki
peringkat ketiga di dunia. Penetapan
peringkat dilakukan dengan ukuran
peristiwa bencana alam terkait perubahan
iklim yang terjadi sepanjang tahun 2006.Peringkat ini disusun dalam suatu indeks
yang disebut Indeks Resiko Perubahan
Iklim (CRI). Berdasarkan indeks tersebut,
peringkat pertama diduduki oleh Filipina,
disusul oleh Korea Selatan dan Indonesia.
Peringkat Indonesia naik dari tahun 2005
yaitu di peringkat ke 39.
Ada empat indikator yang digunakan,
yaitu total jumlah korban tewas, kematian
per 100.000 penduduk, kehilanganabsolut dalam kemampuan membeli
dalam juta dolar AS dan kehilangan per
persentase GDP.
Dalam pemetaan yang lebih luas,
yaitu dengan berpatokan pada data
sepanjang tahun 1997 sampai 2006,
Indonesia tidak termasuk ke dalam daftar
10 besar negara paling beresiko terhadap
perubahan iklim.
Indeks Kinerja Perubahan Iklim
merupakan gabungan penilaian dariForestry Eleven merupakan forumkecenderungan emisi di suatu negara
dari 11 negara pemilik hutan tropis ataudengan orientasi utama pada sektornegara-negara pemilik hutan yang terletakenergi, transportasi, perumahan dan
0 0diantara 10 Lintang Utara dan 10industri (50 % dari penilaian), tingkat emisi
saat ini menurut IPCC (30 %) dan Lintang Selatan. Sebelumnya forum ini
kebijakan-kebijakan di bidang iklim (20 %). hanya beranggotakan 8 negara, yaitu
Indonesia, Malaysia, Kolombia. Papua
Berdasarkan kri teria tersebut Nugini, Kamerun, Gabon, Kongo danIndonesia tahun ini menduduki peringkat Kosta Rika. Pada bulan Spetember 2007,ke 15 dari 56 negara yang dinilai. Indonesia bergabung tiga negara lain, yaitu Peru,yang mendapat nilai 57,6 dan dianggap Republik Demokratik Kongo dan Brasil.
No NegaraEmisi CO (ton per kapita)2
1990 2004
1 2 3 4
Amerika Serikat
Federasi RusiaKanada
InggrisPerancisChina
Mesir
Brasil
India
VietnamTanzaniaEthiopia
9,3
15,013,4 (1992)
10,0
6,4
2,1
1,5
1,4
0,8
0,3
0,1
0,1
20,6
20,010,6
9,8
6,0
3,8
2,3
1,8
1,2
1,2
0,1
0,1
1
23
4
5
6
7
8
9
10
11
12
-
8/13/2019 Buletin Planolog Volume 4 Edisi 1 Maret 2008
13/56
VOLUME 4 : NOMOR 1, MARET 2008
13
Salah satu tujuan pembentukan Tabel 4. Potensi penyerapan CO oleh2forum ini ialah untuk konsolidasi dalam laut.
rangka memperkuat peranan sumberdaya
hutan sebagai salah satu alat untuk
mengu rang i pemanasan g loba l .
Pembentukan F-11 merupakan inisiatif
Presiden SBY, yang dibentuk berdasarkanfakta bahwa 25% total Gas Rumah Kaca
global berasal dari deforestasi dan
degradasi. Dengan mencegah kerusakan
hutan di negara yang tergabung dalam F- Kebutuhan dan Bantuan Pendanaan
11 emisi GRK akan berkurang banyak.
Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam
Berdasarkan data Global Forest pidatonya d i Per temuan Komi te
Resources Assessment (FRA) yang Pen gem ban ga n Ban k Dun ia d i
dikeluarkan FAO (2005) luas hutan tropis di Washington 18 Oktober 2007 menyatakan
negara-negara yang tergabung dalam F-11 bahwa dalam 23 tahun ke depan biaya
adalah sebagai tercantum dalam tabel 3 di yang disebabkan perubahan iklim global
bawah ini. mencapai 200 miliar USD atau sekitar Rp.
1.800 triliun per tahun dan separuhnya
dibebankan kepada negara-negara
Tabel 3. Luas hutan negara-negara yang berkembang termasuk Indonesia.
tergabung dalam F-11
Dalam kerangka COP 13, Amerika
Serikat telah sepakat untuk melakukan
pemotongan hutang luar negeri Indonesia
ke AS sebesar 19,6 juta USD atau sekitar
Rp. 18,6 milyar melalui mekanisme Debtfor Nature Swap(DNS), yaitu pengalihan
dana yang awalnya untuk membayar
pinjaman ke biaya konservasi hutan.
Namun demikian pemotongan utang itu
baru berlaku jika pemerintah atau pihak
ketiga, misalnya LSM menyediakan dana
sebesar 20% dari hutang yang akan
dipotong.
Potensi Laut Dalam Penyerapan Karbon Beberapa negara lain yang telah
Dioksida berkomitmen untuk membantu Indonesiadalam menghadapi perubahan iklim
P e m a n a s a n g l o b a l d a p a t antara lain Australia, Inggris dan Jerman.
memusnahkan terumbu karang. Selain itu
dapat mengancam ketahan pangan dari Emisi Gas Rumah Kaca Dari Sektor
sumber perikanan laut. Pertanian
Beberapa aspek kelautan yang terdiri Menurut perhitungan Departemen
dari terumbu karang, mangrove, padang Pertanian, besarnya emisi GRK dari sektor
lamun dan sebaran klorofil ternyata pertanian pada tahun 2005 sebesar 96,42
memegang peranan yang penting dalam juta ton CO eq. Dari jumlah tersebut,2penyerapan CO . Potensi penyerapan sebagian besar (62%) berasal dari2CO dari berbagai aspek kelautan tersebut keg ia t an bud idaya pad i sawah2dapat dilihat pada tabel 4 di bawah ini. sebagaimana dapat dilihat pada tabel 5
No N e g a r aL u a s h u t a n
(x 1.000 ha)
1
2
3
4
5
67
8
9
1011
Brazil
Rep. Demokratik Kongo
Indonesia
Peru
Kolombia
Papua NiuginiKamerun
Kongo
Malaysia
GabonKosta Rika
477.698
135.610
88.495
68.742
60.728
29.49721.245
22.471
20.890
21.7752.391
Jumlah 949.542
No
Aspek Kelautan
Luas2(km )
Potensi Penyerapan CO2(juta ton)
1
2
3
4
Terumbu karang
Mangrove
Padang lamun
Sebaran klorofil
61.000
93.000
30.000
5,8 juta
73,5
75,4
56,3
40,4
J u m l a h 245,6
Sumber : Dep. Kelautan dan Perikanan
-
8/13/2019 Buletin Planolog Volume 4 Edisi 1 Maret 2008
14/56
14
Tabel 5. Emisi Gas Rumah Kaca dari budidaya kelapa sawit di Indonesia
sektor pertanian menciptakan nilai sebesar 114 USD per
hektar atau hanya sekitar 2 persen dari
nilai karbon di dalamnya. Pohon yang
tadinya tumbuh di suatu areal tetapi
kemudian ditebang, dibakar dan dibiarkan
membusuk mengeluarkan CO ke atmosfir2sebesar 500 ton per hektar.
Berbagai Dampak Perubahan Iklim
a. Kesehatan
P e r u b a h a n i k l i m t e r n y a t a
berkontribusi terhadap penyebaran
p e n y a k i t . M u s i m h u j a n y a n g
berkepanjangan memperluas area
genangan air dan menjadi tempat ideal
bagi perkembangbiakan nyamuk-nyamuk
penyebab malaria, demam berdarah dan
berbagai penyakit lainnya yang terkait
banjir. Di sisi lain, musim kemarau
Tabel 6. Potensi penyerapan CO oleh pan jang menyebabkan menipisnya2tanaman kelapa sawit, karet dan persediaan air bersih dan memudahkan
tebu penularan penyakit diare, kolera dan
penyakit-penyakit saluran pencernaan
lainnya. Penyebaran penyakit akibat
perubahan iklim ini tidak hanya terjadi dinegara berkembang, tetapi juga di negara-
negara maju. Hanya ironisnya, negara
berkembang yang leb ih sed ik i t
kontribusinya terhadap pemanasan
global, justru merupakan pihak yang
Direktorat Jenderal Perkebunan juga paling banyak dan sering menderita.
menyebutkan bahwa potensi penyerapan
Gas Rumah Kaca oleh tanaman kelapa Jika suhu meningkat tiga derajat
sawit ialah sebesar 66 ton CO eq. per Celcius, diperkirakan kasus penularan2hektar setiap tahunnya. Berdasarkan penyakit melalui nyamuk meningkat dua
Human Development Report 2007 yang kali lipat. Selain itu, menurut seorang gurusecara khusus menyorot i masalah besar dari Universitas Indonesia (UI), Prof.
tanaman sawit, menyebutkan bahwa Umar Fahmi Achmadi, peningkatan suhu
Potensi Penyerapan CO Beberapa2Komoditas Perkebunan
Direktorat Jenderal Perkebunan
Departemen Pertanian mengeluarkan data
yang terkait dengan penyerapan CO oleh2berbagai komoditas perkebunan seperti
tercantum dalam tabel 6 dan tabel 7 di
bawah ini.
No Kegiatan Pertanian Emisi GRK
(juta ton CO eq.)2
1Budidaya padi sawah
61,781
2
Peternakan
19,338
3
Tanah pertanian
3,750
4 Pembakaran lahan (sabana, padangrumput dan perladangan berpindah) 3,619
5 Pembakaran sisa pertanian (jerami padi,jagung, tebu dll)
7,932
J u m l a h 96,420
Sumber : RAN dalam Menghadapi Perubahan Iklim (2007)
Jenis
No
KomoditasPerkebunan
Luas areal padatahun
(juta ha)
Potensi penyerapan CO bruto2 padatahun
(juta ton)
Potensi pelepasanCO2 pada tahun
(juta ton)
Potensi penyerapanCO netto2
pada tahun (juta ton)
2005
proyeksi2025
2005
Proyeksi2025
2005
proyeksi2025
2005proyeksi
2025
1
2
3
4
5
6
7
8
9 10
1
K o p i
1.202
1.234
30,32
31,11
1,00
1,02
29,32 30,092 Cokelat 1.167 1.778 93,36 142,24 12,60 19,20 80,76 123,04
Ket. : n.a = Data tak tersedia (not available)Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan
Tabel 7. Potensi penyerapan dan pelepasan CO oleh tanaman kopi dan cokelat2
-
8/13/2019 Buletin Planolog Volume 4 Edisi 1 Maret 2008
15/56
VOLUME 4 : NOMOR 1, MARET 2008
15
bumi dapat menyebabkan jantung bekerja
lebih keras untuk mendinginkan tubuh dan
meningkatkan kasus asma serta penyakit
kulit.
Penutup
dan surut di beberapa Daerah Aliran
Sungai.
Semakin tinggi naiknya permukaan
air laut, akan semakin banyak daratan
b. Keanekaragaman hayati yang akan tergenang bahkan tenggelam
dan semakin banyak pula populasiBahkan ada yang memperkirakan manusia yang akan terkena dampaknya,
dalam 100 tahun mendatang 80% species sebagaimana tergambar dalam tabel 8 di
flora dan fauna di seluruh dunia akan bawah ini.
musnah.
Tabel 8. Perkiraan areal yang tergenang
c. Pertanian dan populasi manusia yang
terkena dampaknya akibat
Laporan UNEP menyebutkan bahwa naiknya permukaan air laut.
setiap kenaikan suhu sebesar 2 derajat
Celcius, antara lain akan menurunkan
produksi pertanian sebesar 30% di Cina
dan Bangladesh pada tahun 2050.
d. Naiknya permukaan air laut
Menurut data yang dikeluarkan oleh
IPCC yang melibatkan 2.500 ahli dan 800
penulis ilmiah, telah terjadi pengurangan
jumlah es dan salju di permukaan bumi.
Pengurangan tersebut telah berkontribusi
naiknya permukaan air laut yang mencapai1,2 mm per tahun pada periode 1993-
2003. Di wilayah arktik, tutupan es Untuk menghadapi perubahan iklim,
berkurang sebesar 2,7 persen per dekade. pemerintah Indonesia telah menyusun
Dampak pemanasan global di Indonesia R e nc a n a Ak s i N as i o n a l d a l a m
akibat naiknya permukaan air laut antara Menghadapi Perubahan Iklim (RAN MAPI)
lain : yang dikoordinasikan oleh Kementerian
Lingkungan Hidup. Untuk kegiatan sektor
a. Banyak pulau kecil akan hilang kehutanan dengan kerangka waktu 2007
Ratusan pulau kecil di Indoensia s/d 2050 rencana aksi yang telah disusun
t er an ca m ter en da m ak ib at terdiri dari :
mencairnya gumpalan es di kutubutara dan kutub selatan. Mencairnya a. Penurunan Emisi Dan Peningkatan
gumpalan es tersebut diperkirakan Kapasitas Penyerapan Karbon
akan terjadai pada abad ini jika tidak b. Penerapan mekanisme insentif
ada upaya pencegahannya. c. Kebijakan pendukung
b. Garis pantai akan mundur lebih dari
60 cm ke arah darat, nelayan akan Untuk mengimplementasikan RAN
terancam kehilangan tempat tinggal. MAPI tersebut, sedang disiapkan
c. Intrusi/perembesan air laut akan pembentukan Komisi Nasional untuk
semakin meluas. Menghadapi Perubahan Iklim, walaupun
d. Sifat biofisik dan biokimia di zona beberapa pihak meragukan efektifitasnya.
pesisir akan berubah.
e. Ekosistem hutan bakau akan rusak. __________ * Penulis Staf Senior Kehutanan Pusat Wilayahf. Terjadi perbedaan tingkat air pasang
Pengelolaan Kawasan Hutan
No
Kenaikanpermukaan
Laut (m)
Areal yang akanterkena Dampak
2
(km )
Populasi yang akanterkena dampak
(juta jiwa)
2
3
4
1
194.309 53,3
2 305.036 89,6
3 449.428 133,0
4 608.239 183,4
5 768.804 245,9
Sumber : US Geological Survey, The World Bank
1
1
2
3
4
5
-
8/13/2019 Buletin Planolog Volume 4 Edisi 1 Maret 2008
16/56
16
PENGUATAN KELEMBAGAANMASYARAKAT SEKITAR HUTAN
DAN PERAN PENYULUH KEHUTANANDALAM PENYIAPAN HUTAN TANAMAN RAKYAT
*
Oleh : Suwignya Utama
Pendahuluan hutan tanaman rakyat yang dibangun oleh
BUMN atau BUMS dan selanjutnyaUntuk menunjang keberhasilan diserahkan oleh pemerintah kepada
program Hutan Tanaman Rakyat (HTR) kepala keluarga pemohon ijin usaha danpada tahun ini, Departemen Kehutanan biaya pembangunannya menjad imengalokasikan dana sebesar Rp. 1,6 tanggung jawab pemegang ijin usaha dantriliun untuk pembangunan hutan tanaman dikembalikan secara mengangsur.rakyat. Dana ini nantinya diberikan kepada
95 ribu KK yang ditunjuk untuk Aktor utama atau subyek yangmengembangkan HTR itu. Setiap KK melakukan program HTR tersebutmaksimal akan mengelola lahan seluas 15 sebenarnya adalah masyarakat setempat.ha. Pengembangan HTR tersebut pada Yaitu masyarakat yang tinggal di dalamtahun ini akan dilakukan di delapan dan atau di sekitar hutan, sebagaiprovinsi yaitu Sumatera Utara, Riau, kesatuan komunitas sosial, yang mataSumatera Barat, Sumatera Selatan, pencaharian utamanya bergantung padaKalimantan Barat, Kalimantan Tengah, sumberdaya hutan. Sesuai ketentuannyaKalimantan Timur, dan Kalimantan pemohon i j in usaha peroranganSelatan. Departemen Kehutanan tahun ini diutamakan untuk membentuk kelompok
mencadangkan areal seluas 1,4 juta agar memudahkan pelayanan dalamhektar. Sampai tahun 2010, akan proses permohonan izin. Pembentukandicadangkan total areal sekitar 5,4 juta kelompok ini diarahkan untuk difasilitasihektar untuk 360 ribu KK. oleh penyuluh kehutanan.
Hutan tanaman rakyat dalam hal ini Agar masyarakat setempat bisaadalah hutan tanaman pada hutan menjadi pelaku utama dan pengelolaproduksi yang dibangun oleh perorangan hutan tanaman rakyat tersebut secaraatau koperasi untuk meningkatkan potensi optimal, maka perlu didukung oleh suatudan kualitas hutan produksi dengan kelembagaan masyarakat yang kuat.menerapkan silvikultur dalam rangka Kelembagaan masyarakat yang kuat tentu
menjamin kelestarian sumber daya hutan. tidak bisa dengan sendirinya terwujud.HTR ini akan dibangun dengan tiga pola Diperlukan fasilitator sebagai suatu agenyaitu pola mandiri, pola kemitraan dan pola p e r u b a h a n u n t u k m e m p e r k u a tdeveloper. HTR pola mandiriyaitu hutan kelembagaan petani tersebut. Dan sesuaitanaman rakyat yang dibangun oleh kepala dengan tugas dan fungsinya maka salahkeluarga sebagai pemegang ijin usaha. satu agen perubahan yaitu penyuluhHTR pola kemitraanyaitu hutan tanaman kehutanan harus mampu menampilkanrakyat yang dibangun oleh kepala keluarga perannya tersebut secara efektif.pemegang ijin usaha bersama dengan
mitranya berdasarkan kesepakatan Kelembagaan petani yang kuatbersama dengan difasi l i tasi oleh
merupakan aspek yang sangatpemerintah agar terselenggara kemitraan berpengaruh terhadap keberhasilanyang menguntungkan kedua belah pihak. penyiapan program hutan tanaman rakyatSedangkan HTR pola developer adalah (HTR).
-
8/13/2019 Buletin Planolog Volume 4 Edisi 1 Maret 2008
17/56
VOLUME 4 : NOMOR 1, MARET 2008
17
Sedangkan kelembagaan petani jiwa kelembagaan itu yaitu nilai, norma
yang kuat tersebut sangat dipengaruhi oleh dan aturan. Sedangkan aspek struktural
efektivitas peran penyuluh kehutanan berupa sesuatu yang lebih bisa dilihat dan
dalam penguatan kelembagaan petani. statis misalnya struktur, penetapan peran,
Dua proposisi inilah yang penulis ajukan tujuan dan keanggotaan.
sebagai pokok bahasan dalam tulisan ini.
Permasalahan selanjutnya strategi apa Da lam k on tek s t u l i s an i n i ,saja harus diambil agar penyuluh kelembagaan petani yang bermukim di
kehutanan mampu melakukan penguatan dalam dan di sekitar hutan bisa dimaknai
kelembagaan petani secara tepat dalam dari dua aspek tersebut. Aspek pertama
penyiapan HTR. yaitu nilai, norma dan aturan yang telah
berkembang. Aspek berikutnya yaitu
Oleh karenanya tulisan ini akan struktur organisasi kelompok, tujuan,
me ng u la s pe nt ing ny a pe ng ua tan keanggotaan, pembagian tugas dan lain-
kelembagaan tersebut sebagai persiapan lain.
pembangunan HTR, peran penyuluh
kehutanan dan strategi mengefektifkan Pembangunan HTR kalau dilihat dari
peran penyuluh dalam memperkuat paradigma pembangunan kehutanan
kelembagaan masyarakat setempat. yang berkembang selama ini, sebenarnya
berakar dari landasan pemikiran
Penguatan Kelembagaan Masyarakat pembangunan kehutanan konvensional.
Setempat Paradigma konvensional yang biasa
dikenal dengan state-based atau
Konsep kelembagaan biasanya economic-based , menekankan
dipahami secara luas dan kadang kegiatan ekonomi berbasis kayu pada
membingungkan. Istilah kelembagaan lahan milik negara. Sehingga pasokan
sering dipertukarkan penggunaannya kayu pada industri perkayuan menjadi
dengan ist i lah organisasi . Ist i lah tuju an utama . Namun demik iankelembagaan (sosial) berasal dari kata pembangunan HTR juga dimaksudkan
social institution sedangkan istilah untuk memberikan akses bagi masyarakat
o rgan i sas i be rasa l da r i soc ia l lokal terhadap pemanfaatan lahan,
organization. Menurut Uphoff (1986) terhadap permodalan dan terhadap pasar
kelembagaan merupakan jalinan norma- hasilnya. Program HTR juga menjadikan
norma dan peri lak u-per ilaku yang masyarakat lokal sebagai aktor utama
kompleks yang telah berlangsung secara pengelolaan hutan. Dengan demikian
stabil dalam kurun waktu lama dalam maka paradigma kehutanan sosial
masyarakat untuk berbagai tujuan kolektif. mestinya harus dipergunakan sebagai
Syahyuti (2006) menekankan bahwa landasan berpikir dalam melahirkan
kelembagaan merupakan pemantapan kebijakan tersebut. Yang menjadi soalperilaku yang hidup pada sekelompok adalah sejauhmana keefektifan landasan
orang. Merupakan sesuatu yang stabil, pemikiran kehutanan sosial ini bisa
mantap dan berpola dan berfungsi untuk diadopsi dalam pelaksanaan program
tujuan tertentu dalam masyarakat. Orang- HTR ke depan. Diantaranya adalah
orang yang terlibat di dalamnya memiliki sejauhmana bisa tercapai pemberdayaan
pola perilaku tertentu serta nilai-nilai dan dan penguatan masyarakat lokal yang
norma yang sudah disepakati yang sesungguhnya. Hal ini karena dalam
sifatnya khas. konteks kehutanan sosial, masyarakat
lokal menjadi pelaku utama dengan
Secara umum terdapat dua aspek kelembagaan lokal yang mantap, dan
dalam kelembagaan yaitu aspek kultural memiliki otonomi dalam mengelola
dan aspek struktural. Aspek kultural sumberdaya.
meliputi aspek yang lebih abstrak sebagai
-
8/13/2019 Buletin Planolog Volume 4 Edisi 1 Maret 2008
18/56
18
K e m a n d i r i a n k e l e m b a g a a n akan bisa mencapai skala ekonomi yang
masyarakat lokal dalam mengelola diharapkan. Sehingga memudahkan
sumberdaya alam hutan sudah banyak dalam aspek perencanaan, penanaman,
contoh-contohnya di Indonesia, misalnya pemeliharaan, maupun pemanenan dan
pengelolaan repong damar di Krui , pemasarannya. Dari aspek ekonomi
pengelolaan HKM di Sesaot dan lain- usaha, dengan luasan tertentu akan
lainnya. Oleh karena itu dalam kerangka berdampak kepada pengelolaan danpembangunan HTR, membangun pemas aran has i lnya . Denga n
kelembagaan lokal yang kuat dalam berkelompok juga petani akan saling bisa
mengelola hutan tanaman semestinya belajar satu sama lain dalam berbagai
memperoleh perhatian yang serius. aspek. Berbagai permasalahan akan bisa
didiskusikan bersama untuk mencari
Penguatan kelembagaan petani yang solusinya. Dengan berkelompok juga bisa
notabene masyarakat yang tinggal di saling bekerjasama dan memperkuat
dalam dan di sekitar hutan dalam kerangka posisi tawar mereka dengan pihak lain.
pembangunan HTR menjadi sangat
penting. Hal ini karena bisa ditinjau dari Berdasarkan pengalaman empiris
beberapa alasan baik secara normatif, pembangunan hutan tanaman yang
secara pengalaman empiris maupun mel iba tkan masyaraka t set empat,
paradigmatis. ternyata kelembagaan berupa kelompok-
kelompok ini sudah berjalan dan memang
Secara normatif berarti bahwa diperlukan.
memang aturan mengenai HTR tersebut
menghendaki adanya kelompok-kelompok Menurut catatan APHI (2007), hutan
petani sebagai enti tas yang akan tanaman pola kemitraan di PT Wira Karya
memperoleh ij in usaha pemanfaatan. S a k t i d i p r o v i n s i J a m b i t e l a h
Dengan demikian petani akan berperan dikembangkan sejak tahun 1997 dengan
sebagai aktor utama yang mengelola melibatkan 78 kelompok (7.554 anggota)hutan tanaman tersebut. Walaupun dengan areal mencapai 12.065 ha.
sebenarnya secara perorangan (kepala Demikian pula PT RAPP di provinsi Riau
keluarga) bisa memperoleh ijin usaha yang mengembangakn hutan tanaman
tersebut, namun untuk kemudahan dalam bersama masyarakat seluas 23.000 ha
pelayanan diperlukan adanya kelompok. dan melibatkan sekitar 4.600 KK.
Sehingga dari segi peraturan yang ada, Berdasarkan beberapa pengalaman
masyarakat setempat didorong untuk t e r s e b u t m e n u n j u k k a n b a h w a
me mbe nt uk kel om po k -ke lom po k . pengembangan kelompok masyarakat
Pentingnya kelompok sebagai bentuk setempat dalam pengelolaan hutan
kelembagaan petani paling tidak karena tanaman memang harus dilakukan.
kelompok memiliki potensi dari tiga halyaitu : Secara paradigmatis, penguatan
kelembagaan masyarakat setempat tidak
1. sebagai suatu unit produksi hutan lepas dari masyarakat sebagai subyek
tanaman sehingga mencapai skala yang akan mengelola hutan tanaman.
ekonomi yang menguntungkan
2. sebagai wahana belajar untuk saling Paradigma kehutanan sosial dalam
berinteraksi catatan Awang (2002) diantaranya adalah
3. wahana bekerjasama antara anggota bahwa aktor utama pengelolaan hutan
kelompok, antara kelompok dan adalah masyarakat, Pemerintah sebagai
pihak lain. fasilitator, regulator dan pengawas
kegiatan pengelolaan hutan, berkeadilan,
Dengan berkelompok, maka luasan keterbukaan, demokratis, partisipatif dan
hutan tanaman yang dikelola bersama kesejahteraan masyarakat.
-
8/13/2019 Buletin Planolog Volume 4 Edisi 1 Maret 2008
19/56
VOLUME 4 : NOMOR 1, MARET 2008
19
Dar i bebe rapa p r i nsi p yang maupun da r i aspek sos ia l nya .
melandasi paradigma kehutanan sosial ini, Pembangunan hutan tanaman rakyat
maka aspek penguatan masyarakat lokal yang menjadikan masyarakat setempat
kiranya menjadi suatu hal yang mesti sebagai aktor pengelola utama dalam
dilaksanakan. Penguatan kelembagaan kegiatan te rs ebut , tentunya juga
masyarakat setempat ini berarti juga memerlukan kelembagaan masyarakat
pe ng ak ua n te rh ad ap ke be ra daan setempat yang kuat.kelembagaan yang saat ini ada, dan
upaya-upaya penguatannya sesuai Kelemba gaan masyar akat ini
dengan tujuan pembangunan HTR ke digerakkan oleh unsur-unsurnya, para
depan. Masyarakat setempat sebagai anggotanya dan para pemimpin lokalnya.
aktor utama, berarti juga menempatkan Berarti kapasitas masyarakat lokal perlu
masyarakat pengelola sumberdaya hutan ditingkatkan dengan berbagai upaya
secara sejajar dengan institusi perusahaan di an tar an ya me la lu i pe nd ek at an
swasta kehutanan yang menjadi mitranya. penyuluhan. Pendekatan penyuluhan
sebagai suatu sistem pendidikan bagi
Kelembagaan masyarakat lokal para petani dimaksudkan agar mereka
dalam pengelolaan sumberdaya hutan menjadi lebih tahu, lebih mampu dan mau
yang sustainable baik dari segi ekonomi, melaksanakan suatu inovasi dalam
dari segi ekologi dan dari segi sosial r a n g k a m e m p e r b a i k i k u a l i t a s
memiliki beberapa ciri. Pertama, mereka kehidupannya. Disinilah peran agent of
memiliki aturan-aturan yang disepakati change yang harus mendampingi dan
bersama dan dihormati di lingkungan memfasilitasi masyarakat setempat agar
masyarakat setempat itu. Aturan-aturan mereka memil iki pengetahuan yang
tersebut juga termasuk norma-norma yang memadai, memiliki sikap yang positif dan
tidak tertulis tetapi hidup di kalangan memiliki kemampuan yang tinggi dalam
mereka. Mereka juga memiliki wadah atau rangka melakukan pengelolaan hutan
k e l o m p o k - k e l o m p o k d e n g a n tanaman. Dan agen perubahan tersebutkepemimpinan lokal yang dihormati oleh b is a sa ja ten aga LS M seb ag ai
para anggotanya. Kelembagaan mereka pendamping, para pemimpin komunitas
juga berangkat dari adanya kebutuhan lokal, atau tenaga penyuluh kehutanan
yang mereka rumuskan bersama. Misalnya yang bekerja pada Dinas-dinas yang
pengelolaan sumberdaya hutan itu mereka menangani kehutanan di Kabupaten. Oleh
lakukan untuk memenuhi kebutuhan- karena itu perlu diulas kembali apa
kebutuhan masyarakat lokal tersebut atau sebenarnya peran penyuluh kehutanan ke
untuk menangkal ancaman kerusakan depan dikaitkan dengan program HTR ini.
sumberdaya alam dari pihak luar. Dan yang
tidak kalah penting, mereka memiliki Peran Penyuluh Kehutanan
otonomi tertentu dalam melakukanpengelolaan sumberdaya itu, termasuk D e n g a n s e m a k i n p e s a t n y a
beberapa kearifan lokal yang hidup dan perkembangan pembangunan di dunia
membudaya. ketiga, dan semakin menguatnya desakan
terhadap menghargai peran masyarakat
Jadi secara umum kelembagaan lokal dalam pembangunan, maka paradigma
yang kuat mestinya meliputi adanya aspek penyuluhan kehutanan juga akan
struktur yang efektif, dan aspek proses- mengalami pergeseran. Secara umum
proses sosial di dalamnya yang berjalan dikatakan bahwa pendekatan penyuluhan
secara dinamis. Kelembagaan lokal yang transfer teknologi dari penyuluh kepada
kuat ini telah terbukti pada beberapa petani harus mengalami pergeseseran ke
tempat bisa mengelola sumberdaya alam a r a h p e m b e r d a y a a n p e t a n i ,
hutan secara berkelanjutan, baik dari pengorganisasian petani, pengembangan
aspek ekonomi, dari aspek ekologi SDM dan pemecahan masalah petani.
-
8/13/2019 Buletin Planolog Volume 4 Edisi 1 Maret 2008
20/56
-
8/13/2019 Buletin Planolog Volume 4 Edisi 1 Maret 2008
21/56
VOLUME 4 : NOMOR 1, MARET 2008
21
3. Peran pengembangan sumber Memang diakui dalam kurun waktu
daya manusia sampai saat ini telah tercapai kesadaran
masyarakat dalam melakukan upaya-
Pendekatan pengembangan sumber upaya konservasi tanah, dan upaya-
daya manusia akan memberdayakan upaya penanaman pohon pada lahan-
masyarakat sasaran dan memberikan lahan mereka. Namun di satu sisi,
makna baru atas peran-peran yang lain. pendekatan demikian menimbulkan efekPengembangan kapasitas teknis harus negatif berupa ketergantungan petani
di komb inas ik an dengan ka pasi ta s terhadap penyuluh/petugas kehutanan.
ma na je ri al . Fi lo so fi da sa r da ri Persepsi negatif kadang masih muncul
pengembangan kapasitas manusia adalah bahwa kedatangan petugas diharapkan
untuk mendorong komunitas pedesaan membawa bantuan buat mereka .
untuk memahami gaya individu dan gaya Ketergantungan inilah yang sebenarnya
kelompoknya dalam mengorganisir dirinya kontaproduktif dengan tujuan penyuluhan
untuk meningkatkan keterampilan dalam itu sendiri yang mestinya menciptakan
perencanaan, penerapan dan monitoring. kemandirian dan keberdayaan petani.
Dari persoalan ini muncul beberapa
4. Peran pemecahan masalah dan indikasi dimana kelompok-kelompok yang
pendidikan telah dibentuk pada akhirnya tidak menuju
kemandirian, tetapi tetap berada pada
Pemecahan masalah adalah peran kondis i ketergantungan. Sebagai
yang penting, namun peran ini sedang ilustrasi, dalam catatan Sudiana (2006),
berubah dari menyediakan pemecahan dari 583 kelompok tani hutan rakyat di
masalah teknis menjadi peran untuk Kabupaten Ciamis baru terdapat 6
memberdayakan organisasi petani dalam kelompok (1,03%) yang termasuk dalam
memecahkan permasalahan mereka kategori utama atau bisa dikatakan
sendiri. Hal ini bisa dicapai dengan memiliki kemandirian tinggi. Berdasarkan
membantu mereka untuk mengenali penelusuran kelompok-kelompok tersebutpermasalahan dan menemukan jawaban sebetulnya ada yang telah dibentuk pada
yang tepat dengan melakukan kombinasi tahun 1980-an berdasarkan keperluan
antara pengetahuan lokal dengan kegiatan proyek pada waktu itu. Dengan
teknologi yang ada dengan memanfaatkan demikian kemandirian kelompok yang
sumber daya mereka secara tepat. d i b e nt uk o l eh p e n y ul u h y a n g
Disamping itu, terdapat pergeseran dalam menggunakan paradigma lama tersebut
peran pendidikan dari pendekatan kuliah, cenderung kurang mendorong kepada
seminar, dan pelatihan menjadi belajar kemandirian kelompok yang tinggi .
sambil bekerja dan mendorong petani dan Kondisi demikian mengindikasikan bahwa
organisasi petani untuk melakukan uji coba peran penyuluh kehutanan dalam
dan melaksanakan proses belajar sambil pengorganisasian masyarakat petanibekerja. belum menunjukkan hasil yang efektif
setelah lebih dari 25 tahun pelaksanaan
penyuluhan kehutanan.
Pendekatan penyuluhan kehutanan
p a d a a w a l n y a d i l a k u k a n un t u k Dalam rangka penguatan kapasitas
menyampaikan paket-paket teknologi masyarakat lokal, penguatan peran
dalam bidang kehutanan, misalnya dalam p e n y u l u h k e h u t a n a n d a l a m
rangka konservasi tanah dan air. pengorganisasian masyarakat lokal
Penyuluhan kehutanan diwarnai oleh sangat diperlukan. Penyuluh kehutanan
ke gi at an -ke gi at an ya ng be rb as is akan bisa menjalankan tugas-tugasnya
keproyekan. Pembentukan kelompok- dalam pengorganisasian masyarakat
kelompok tani juga dilakukan dalam dengan baik apabila memiliki bekal
kerangka kegiatan keproyekan tersebut. kemampuan yang memadai.
-
8/13/2019 Buletin Planolog Volume 4 Edisi 1 Maret 2008
22/56
-
8/13/2019 Buletin Planolog Volume 4 Edisi 1 Maret 2008
23/56
VOLUME 4 : NOMOR 1, MARET 2008
23
kelompok masyarakat lokal yang pemasaran hasil saja. Termasuk pula
be rh as il dal am pe ng el o la an dalam pembangunan hutan tanamansumberdaya alam hutan. Belajar dari rakyat, selain aspek teknis kehutanan
pengalaman mereka-mereka yang tersebut, barangkali aspek sosial berupasudah berhasil, akan meningkatkan kelembagaan masyarakat setempat inilah
kemampuan tentang apa yang telah yang harus dipersiapkan dengan matang.dipelajari. Jangan sampai terjadi berbagai kebijakan
2. Mendorong kemandirian belajar yang telah dikeluarkan menjadi tidakpenyuluh kehutanan. Mendorong efektif pelaksanaannya di lapangan
kemandirian belajar penyuluh bisa karena kesalahan dalam membuatdilakukan dengan cara menyediakan asumsi . Kelembagaan masyarakat
akses yang memadai terhadap dianggap sudah kuat dan sudah siapberbagai sumber informasi. Pihak melaksanakan berbagai prosedur yang
Dinas perlu menyediakan berbagai harus ditempuh dalam perijinan, dalaminformasi tentang kehutanan, baik membuat rencana pengelolaan dan
dari hasil-hasil penelitian, hasil-hasil seterusnya dengan tanpa dilakukanev alua si prog ra m, hasi l- ha si l pendampingan secara memadai.
seminar/lokakarya dan informasi
la innya bag i para penyu luh Daftar Bacaankehutanan. Kemudian b isadiciptakan wahana untuk saling APHI. 2007. Percepatan Pembangunan Hutan
Tanaman : Peran hutan tanaman rakyat,belajar antar sesama penyuluhmasalah dan rekomendasi. www.aphi-net.comdengan fasilitasi Dinas kehutanan
Awang, San Afri. 2002. Social Forestry, belajar darisetempat. Wahana belajar ini bisa lapangan. Warta FKKM Vol. 5 No. 9berupa per temuan penyuluh, September 2002.
Black, AW. 2000. Extension Theory and Practice :kun jungan kepada be rbaga ia review. Australian Journal of Experimentalkelompok yang berhasil dan lain-lain.Agriculture 40, 493-502.3. Mendorong kedinamisan belajar
Chamala, Shankariah, dan P.M. Shingi. 1997.masyarakat lokal. Selain mendorong Establishing and Strengthening Farmerkemandirian balajar penyuluh, Organization. Di dalam : Burton E. Swanson,
Robert P. Bentz, dan Andrew J. Sofrankodiperlukan pula dorongan agar(Editor). Improving Agricultural Extension : Amasyarakat loka l b isa leb ihreference manual. Rome : FAO of the UN.mengotimalkan cara belajar mereka
Dephut. 2007. Peraturan Menteri Kehutanan No. P.d a r i b e r b a g a i s u m b e r d a n 23/Menhut-II/2007 tentang Tata Cara Perizinanpengalaman masyarkat lainnya. IUPHHK-HTR.
Suhardjito, Didik., Aziz Khan, Wibowo A. Djatmiko,Diperlukan fasilitasi dari pihak DinasMartua T. Sirait, Santi Evelyna. 2000.atau pihak lainnya dalam hal ini.Karakteristik Pengelolaan Hutan Berbasiskan
Belajar dari sesama petani akanMasyarakat. Yogyakarta : FKKM Ford
keberhasilan yang telah diraih, Foundation.merupakan fenomena yang bisa Syahyuti. 2006. 30 Konsep Penting dalam
Pembangunan Pertanian dan Pedesaan.dikembangkan. Karena pada
Jakarta : Bina Rena Pariwara.hakekatnya sebagai orang dewasa, Sudiana, Eming. 2006. Identifikasi Kelompok Tanibelajar dari pengalaman dan belajar Dalam Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahandengan melihat dan mengalami di Kabupaten Ciamis. . Di dalam : Prosidingsecara langsung merupakan prinsip Dialog Stakeholder Project PD. 271/04
Rev.3(F) Rehabilitation of Degraded Forestyang patut terus dipegang.land Involving Local Communities In West Java
Indonesia, Pangandaran 30-31 Mei 2006.Strategi tersebut di atas tentu harus Ciamis : Dinas Kehutanan.
ditopang oleh komitmen dan dorongan dari Uphoff, Norman. 1986. Local InstitutionalDevelopment : An analytical sourcebook withpihak pemerintah untuk mengembangkancases. West Hardwood, Connecticut :s i s i p e n y u l u h k e h u t a n a n d a nKumarian Press.masyarakatnya. Keberhasilan suatu
program pada hakekatnya tidak hanyatergantung dari aspek teknis kehutanan,__________perencanaan, pembibitan, penanaman,* Karya siswa Program S3 Penyuluhan Pembangunanp e m e l i h a r a a n , p e m a n e n a n d a n
IPB Bogor
-
8/13/2019 Buletin Planolog Volume 4 Edisi 1 Maret 2008
24/56
24
PENUNJUKAN VERSUSPENETAPAN KAWASAN HUTAN
Bentuk Kebijakan Pemantapan Kawasan HutanYang Tak Berujung
(tanggapan Tulisan Watty Karyati)
Oleh : Andi Pramaria *
Pendahuluan acuan awal dalam penentuan trayek batas
hu tan un tuk d isepaka t i PTB d i
Salah satu prasyarat utama dalam Kabupaten/Kota.
pengelolaan hutan lestari adalah adanya
kawasan hutan yang tetap dengan batas- Peta TGHK juga merupakan rencana
batas permanen, yaitu lokasi, letak, luas tata ruang bidang kehutanan karena berisi
dan batas-batas yang tetap dan pasti penentuan fungsi-fungsi kawasan hutansecara fisik di lapangan serta mempunyai seperti hutan lindung, hutan produksi,
kepastian hukum. Untuk menuju kepastian taman nasional, taman buru, suaka
kawasan hu tan maka d i lakukan margasatwa, taman wisata alam, cagar
pengukuhan kawasan hutan, melalui alam dan lain-lain.
proses yang panjang yaitu penunjukan
kawasan hutan, penataan batas, Munculnya Undang-Undang Nomor
pemetaan dan penetapan kawasan hutan. 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang
Seluruh rangkaian kegiatan tersebut dan Keppres Nomor 30 tahun 1990
merupakan kesatuan dalam kegiatan tentang Pengelolaan Kawasan Lindung,
pengukuhan kawasan hutan dengan mengamanatkan kepada setiap daerah
tujuan utama memperoleh kepastian Kabupaten/Kota, Provinsi dan Nasionalhukum atas kawasan hutan meliputi status untuk menyusun Rencana Tata Ruang
kawasan hutan secara yuridis dan fisik di Wilayah (RTRW). Hal ini menyebabkan
lapangan. perlunya pemaduserasian antara RTRW
dengan hasil-hasil tata batas/pengukuhan
Oleh karena itu, hasil penataan batas hutan. Jika tata batas belum selesai
perlu dipetakan dan dibuatkan Berita Acara dilaksanakan maka acuannya adalah
Tata Batas (BATB) yang selanjutnya TGHK.
ditandatangani oleh Panitia Tata Batas
Hutan (PTB) sebagai bentuk legitimasi Pengawalan terhadap penyusunan
atas kawasan hutan dan ditetapkan oleh RTRW agar sesuai dengan hasil tata
Menteri Kehutanan untuk memperoleh batas/kemajuan pengukuhan hutan /
status yuridis. Sedangkan di lapangan TGHK, sudah barang tentu berlangsung
perlu di lakukan pengukuran dan alot karena memadukan ruang antar
pemasangan pal batas serta papan-papan sektor pengguna lahan. Pengesahan
peringatan sebagai bentuk batas kawasan RTRW sendiri dilakukan melalui Peraturan
hutan secara fisik. Daerah sehingga mempunyai kekuatan
hukum. Di sisi lain, tak dapat dipungkiri
Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) bahwa RTRW seringkali 'tabrakan'
dengan kawasan hutan, baik hasil
Peta Penunjukan Kawasan Hutan pengukuhan hutan maupun TGHK. Oleh
tahun 1982 yang diwujudkan sebagai peta karena itu, pemaduserasian antara RTRWRencana Pengukuhan dan Penatagunaan dengan hasil tata batas/pengukuhan
Hutan (RPPH) atau TGHK, merupakan hutan atau TGHK sangat diperlukan.
-
8/13/2019 Buletin Planolog Volume 4 Edisi 1 Maret 2008
25/56
VOLUME 4 : NOMOR 1, MARET 2008
25
Penataan Batas dan Pemetaan. Penetapan
Berdasarkan TGHK disusun rencana Kegiatan penetapan kawasan hutan
trayek batas untuk dibahas pada PTB. diajukan berdasarkan dokumen-dokumen
Hasil pembahasan tersebut, dituangkan yang sudah dibuat yaitu BATB Sementara
dalam Berita Acara Trayek Batas yang dan BATB definitif untuk ditandatangani
ditandatangani oleh PTB untuk dijadikan Menteri Kehutanan. Kawasan hutan yangacuan dalam pelaksanaan tata batas. sudah ditatabatas dan disahkan BATBnya
selanjutnya ditetapkan oleh Menteri
Penataan Batas dilaksanakan melalui sebagai kawasan hutan, sehingga proses
dua tahap yaitu penataan batas sementara pengukuhan hutan selesai. Implikasinya
dan penataan batas definitif. adalah kawasan hutan sudah mempunyai
status hukum yang kuat, kejelasan yuridis,
a. Penataan Batas Sementara dan batas-batas yang jelas dalam
perpetaan maupun lapangan.
Kegiatan tata batas sementara
dilaksanakan sesuai dengan trayek batas Kebijakan Tak Berujung
yang sudah d i sepaka t i dengan
menggunakan alat bantu kompas dan Kegiatan pengukuhan hutan, pada
dipasang pancang sementara. Hasil tata dasarnya sudah dilaksanakan sejak lama
batas sementara tersebut diumumkan sebelum kemerdekaan. Pada zaman
pada setiap desa yang dilewati sehingga pe nj aj ah an Be la nd a pen gu ku ha n
dapat diketahui masyarakat. Jika terdapat kawasan hutan dilaksanakan melalui
pengakuan masyarakat terhadap kawasan proses verbal dan pemasangan batas
yang dilakukan penataan batas sementara secara fisik di lapangan dalam bentuk
yang dibuktikan dengan bukt i-bukt i gundukan batu-batu atau yang biasa
penguasaan lahan maka batas sementara dinamakan gegumuk. Pada beberapa
tersebut akan disesuaikan kembali. Hasil kawasan tanda batas tersebut masihtata batas sementara tersebut dilegalkan terlihat dan dihormati karena adanya
d a l a m B AT B S e m e n t a r a y a n g pengakuan masyarakat. Hasil -hasil
ditandatangani PTB. Dalam hal terdapat pengukuhan hutan dan tata batas
perubahan akan dicatat dan disesuaikan tersebut, diakomodir dalam peta TGHK
dengan mendeliniasi pada peta hasil sehingga dalam proses penataan batas
pancang sementara. ha ny a di la ku ka n da la m be nt uk
rekonstruksi batas kawasan hutan.
b. Penataan Batas Definitif Penunjukan kembali kawasan hutan dan
perairan pada beberapa Provinsi pada
Pelaksanaan tata batas definitif, tahun 1999, yang tidak mengakomodir
di lak uk an de ng an me la ks an ak an hasil tata batas dan pengukuhan hutan,pengukuran lapangan sesuai dengan hasil telah mengundang kontroversi sebagai
p a n c a n g b a t a s s e m e n t a r a d a n kebijakan yang tak pernah berujung.
perubahannya dengan menggunakan alat Berdasarkan te laahan penunjukan
ukur yang lebih akurat antara lain kawasan hutan dan perairan tahun 1999,
Theodolith serta memberi batas definitif paling tidak ditemukan lima masalah
dengan memasang pal batas yang pokok yang sulit diselesaikan, yaitu :
permanen dalam bentuk pal beton atau
kayu sesuai ukuran yang telah ditentukan. a. Bentuk kawasan hutan yang berbeda
Hasil pelaksanaan tata batas definitif dengan hasil tata batas/pengukuhan
tersebut dibuatkan BATB dan dipetakan hutan, yang berimplikasi pada
untuk dibahas dan ditandatangani PTB luasan dan batas yang berbeda;
se ba gai ben tu k pen ga ku an at as b. Posisi kawasan hutan yang berbeda
keberadaan kawasan hutan. dengan hasil tata batas/pengukuhan
-
8/13/2019 Buletin Planolog Volume 4 Edisi 1 Maret 2008
26/56
-
8/13/2019 Buletin Planolog Volume 4 Edisi 1 Maret 2008
27/56
VOLUME 4 : NOMOR 1, MARET 2008
27
ORGANISASI KPH, SEPERTI APA ?
(Tinjauan aspek hukum)
Oleh : Ali Djajono *
LANDASAN HUKUMPembangunan KPH (Kesatuan
Pengelolaan Hutan) adalah suatuDikai tkan dengan organisasikeniscayaan (tuntutan UU, tuntutan
pemerintahan dan organisasi KPH,prakondisi pengelolaan, tuntutan
t e r d a p a t b e b e r a p a p e r a t u r a npengelolaan yang berkelestarian), namun
perundangan yang melandasinya yaitu:demikian dalam implementasinya tidaklah
segampang membalik tangan. 1. PP No. 44 Tahun 2004 tentang
Perencanaan Kehutanan,Salah satu faktor penyebabnya
antara lain belum ada komitmen dan 2. PP No. 23 Tahun 2005 tentangdukungan kuat dari Pemerintah dan Pengelolaan Keuangan BLU,
Pemerintah Daerah untuk mewujudkan3. PP No. 41 Tahun 2007 tentangKPH.
Organisasi Perangkat Daerah,
Hal ini dimungkinkan karena adanya4. PP No. 38 Tahun 2007 tentangbeda pemahaman/persepsi tentang KPH,
Pembagian Urusan Pemerintahank e t e r b a t a s a n d a n a / a n g g a r a n
antara Pemerintah, Pemerintahanpembangunan, termasuk terbatasnya
Daerah Provinsi, dan Pemerintahanperaturan perundangan pendukung yang
Daerah Kabupaten/Kota,
mengikat bagi pembentukan KPH.5. PP No. 3 Tahun 2008 tentang
Salah satu yang menjadi titik penting Perubahan Pp. 6 Tahun 2007dari pembangunan KPH adalah organisasi Tentang Tata Hutan dan Penyusunan
KPH. Organisasi KPH lah yang akan Rencana Pengelolaan Hutan, serta
Pemanfaatan Hutan.menyelenggarakan pengelolaan di
wilayahnya.Berikut diuraikan beberapa pasal
terkait dalam peraturan pemerintahSebagai organisasi Pemerintah makatersebut.organisasi KPH tidak bisa dilepaskan dari
landasan-landasan hukum pembentukan Pertama, PP No. 44 Tahun 2004suatu organisasi pemerintahan.
tentang Perencanaan Kehutanan. Pasal
32 menyatakan bahwa Pada setiap unitSeperti diketahui hingga saat ini
pengelolaan hutan dibentuk institusibelum ada suatu penetapan organisasi
pengelola.KPH oleh Pemerintah (kecuali yang terjadi
pada Perum Perhutani di Jawa). Institusi pengelola bertanggung
jawab terhadap penyelenggaraanUraian di bawah ini mencoba pengelolaan hutan yang meliputi:
mempela jar i aspek-aspek hukum
organisasi pemerintahan dikaitkan dengan 1. Penrencanaan Pengelolaan,2. Penggorganisasian,kemungkinan penetapan suatu organisasi3. Pelaksanaan Pengelolaan,KPH.4. Pengendalian dan pengewasan.
-
8/13/2019 Buletin Planolog Volume 4 Edisi 1 Maret 2008
28/56
-
8/13/2019 Buletin Planolog Volume 4 Edisi 1 Maret 2008
29/56
VOLUME 4 : NOMOR 1, MARET 2008
29
1. U r u s a n P e m e r i n t a h a d a l a h tersendiri.
Penetapan norma, standar, prosedur
dan criteria dan pelaksanaan Pasal 8 ayat (1) menyatakan bahwa
penetapan pembentukan wilayah Menteri menetapkan organisasi KPHK,
pengelolaan hutan, penetapan KPHL, dan KPHP.
wilayah pengelolaan dan institusi
Pasal 8 ayat (2) menyatakan bahwawilayah pengelolaan, serta arahanPenetapan Organisasi KPHL dan KPHP,pencadangan.
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)2. Urusan Pemerintah Daerah Provinsi
dilakukan berdasarkan:adalah Pelaksanaan penyusunan
rancang bangun, pembentukan dan
1. usulan dari pemerintah provinsi,pengusulan penetapan wilayah
dalam hal KPHP atau KPHL beradapengelolaan hutan lindung dan hutan
dalam lintas kabupaten/kota;produksi serta pertimbangan teknis
2. u s u l a n d a r i p e m e r i n t a hinstitusi wilayah pengelolaan hutan.
kabupaten/kota, dalam hal KPHP3. U ru sa n Pe me ri nt ah D ae ra h
a t a u K P H L b e r a d a d a l a mK a b u p a t e n / K o t a a d a l a h
kabupaten/kota;Pertimbangan penyusunan rancang
3. pertimbangan teknis dari pemerintahb a n g u n d a n p e n g u s u l a n
provinsi.pembentukan wilayah pengelolaan
hutan lindung dan hutan produksi,
Pasal 8 ayat (3) Pertimbangan teknisserta institusi wilayah.
dan usulan penetapan organisasi KPH
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) danKelima, PP No. 3 Tahun 2008 tentang
ayat (2) dilakukan berdasarkan padaPerubahan Pp. 6 Tahun 2007 Tentang Tata
norma, standar, prosedur dan kriteria yangHutan dan Penyusunan Rencana
ditetapkan oleh Menteri.Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan
Hutan.Pasal 8 ayat (6) menyatakan bahwa
Ketentuan lebih lanjut mengenaiPasal 4 ayat (1) menyatakan bahwa
penetapan organisasi, pertimbanganPemer in tah dapa t me l impahkan
teknis dan usulan penetapan organisasipenyelenggaraan pengelolaan hutan
KPH, sebagaimana dimaksud pada ayatsebagaimana dimaksud pasal 2 kepada
(2) dan ayat (3) diatur dengan peraturanBUMN bidang Kehutanan.
Menteri.
Pasal 4 ayat (2) menyatakan bahwa
B e r d a s a r k a n P e r a t u r a nDireksi BUMN bidang kehutanan yang
perundangan di atas, dapat disarikan,mendapat pelimpahan penyelenggaraan
bahwa:pengelo laan hutan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), membentuk
1. Organisasi KPH harus dibentukorganisasi KPH dan menunjuk kepala
KPH. u n t u k m e n y e l e n g g a r a k a n
pengelolaan hutan,
Pasal 4 Ayat (3) menyatakan bahwa 2. Organisasi KPH adalah merupakan
Penyelenggaraan pengelolaan hutan oleh institusi Pemerintah,BUMN, tidak termasuk kewenangan 3. Yang berwenang membentuk
publik. organisasi KPH adalah Pemerintah
(pusat),
Pasal 4 ayat (4) Penyelenggaraan 4. alternati f organisasi yang bisapengelolaan hutan oleh BUMN bidang dibentuk oleh pemerintah (pusat)kehutanan sebagaimana dimaksud pada adalah UPT Pusat, BLU dan BUMN.ayat (1) diatur dalam peraturan pemerintah
-
8/13/2019 Buletin Planolog Volume 4 Edisi 1 Maret 2008
30/56
30
ANALISIS jumlah orgainsasi KPH yang akan
dibentuk sangat banyak sertaPembentukan organisasi KPH adalah masing-masing akan sangat
menjadi kewenangan Pemerintah, bervariasi antara lokasi yang satusehingga sebagai organisasi pemerintah dengan lainnya.maka segala sesuatu yang terkait dengan 3. Besarnya tuntutan beban tugas yang
p r o s e d u r / p r o s e s / m e k a n i s m e sangat besar tidak cukup tertampungpembentukan organisasi KPH harus dalam bentuk organisasi pemerintahmengikuti peraturan perundangan yang seperti telah diatur dalam peraturanterkait dengan pembentukan organisasi perundangan terkait dan tidakpemerintah. Dengan demikian karena memadai apabila hanya diaturkewenangannya ada di Pemerintah Pusat, setingkat peraturan menteri (sepertimaka alternatif organisasinya adalah: UPT diamanatkan dalam PP 38 tahunPusat, BLU dan BUMN. Tidak mungkin 2007 pada sub bidang pembentukanDinas ataupub UPTD. wilayah pengelolaan hutan dan PP 3
tahun 2008 pasal 8 ayat 6).Berdasarkan fakta yang ada,pertama Disamping itu akumulasi jumlah
organisasi BUMN yang telah diserahi organisasi KPH yang sangat banyakp e n g e l o l a a n h u t a n d a n juga sangat sulit untuk diatur melaluipenyelenggaraannya identik dengan KPH peraturan perundangan yang ada.adalah Perum Perhutani. Sedangkan Oleh karena itu diperlukan terobosanBUMN kehutanan lainnya (INHUTANI I s/d peraturan hukum lain yaitu melaluiV) lebih mengarah pada penyelenggaraan peraturan pemerintah.pemanfaatan hutan seperti swasta yang 4. Penampungan organisasi KPHmemperoleh ijin pemenfaatan hutan. dalam Peraturan Pemerintah, dapatKedua bentuk BLU yang telah ada di ditempuh melalui 2 cara:Departemen Kehutanan adalah Pusat
Pembiayaan Pembangunan Hutan (P3H)a. Melalui revisi PP 44 tentangyang tugasnya khusus menangani
Perencanaan Kehutanan,pembiayaan pembangunan HTR. Ketiga
karena pengaturan KPH secaraU P T P u s a t y a n g m e n y e r u p a i
kese lu ruhan merupakanpenyelenggaraan pengelolaan hutan
bagian dari perencanaanadalah Balai Taman Nasional (baik Balai
kehutanan, sehingga cukupBesar setingkat Eselon I maupun yang
rasional apabila pengaturanbiasa setingkat eselon III).
detail terkait dengan organisasi
KPH diatur dalam PP tentang1. Tuntutan terhadap penyelenggaraan Perencanaan Kehutanan.
KPH sangat besar, al: cerminan b. Membuat PP tersendiri yang
integrasi Pusat-provinsi-Kab/Kota, memuat secara lengkap mulaipenyelenggaraan yang berdampak d a r i p r o s e d u r / p r o s e s /l o c a l - n a s i o n a l - g l o b a l , mekanisme pembentukanpenyelenggaraan pengelolaan mulai organisasi KPH, bentuk dandari tata hutan-penyusunan rencana kriteria organisasi KPH, tugaspengelolaan-pelaksanaan kegiatan pokok dan fungsi KPH, SDMp e n g e l o l a a n h u t a n s a m p a i pendukung KPH sampai kepelaksanaan monev pengelolaan pendanaan pembangunanhutan, demi menjamin kelestarian KPH dan operasionalisasifungsi hutan. pengelolaan KPH.
2. Seluruh kawasan hutan di Indonesia
_________________(yang kemudian dibagi dalam
wilayah-wilayah KPH) akan dikelola
oleh organisasi KPH, sehingga
* Perencana Madya pada Pusat Rencana & Statistik
Kehutanan, Badan Planologi Kehutanaan Departemen
Kehutanan
-
8/13/2019 Buletin Planolog Volume 4 Edisi 1 Maret 2008
31/56
VOLUME 4 : NOMOR 1, MARET 2008
31
Abstrak Abstrak
Pengelolaan hutan oleh negara dan
swasta (HPH) di Indonesia, berada pada
situasi yang sangat memprihatinkan,
k a r e n a k e b a b l a s a n d a n k e -
sewenangannya memporakporandakan
h u t a n . T u j u a n m a k a l a h u n t u k
mengemukakan faktor-faktor yang
menentukan keberhasilan atau kegagalan
suatu kebijakan publik dalam program
pembangunan dan penge lo laan
sumberdaya hutan. Degradasi dan
kerusakan hutan terjadi akibat penjarahan
dan perambahan sebagai dampak
kekeliruan kebijakan pemerintah dalam
pengelolaan sumberdaya agraria hutan.Kekeliruan tersebut dijadikan dasar
legitimasi kekuasaan untuk kepentingan
proyek pembangunan, walaupun
hilangnya pemenuhan etika sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat sebagai
resikonya. Pemaksaan hak penguasaan
sumberdaya hutan sebagai dikuasai oleh
negara, menjadikan sumberdaya agraria
hutan telah terampas dari fungsinya
sebagai pemenuhan kebutuhan hidupmasyarakat lokal dan lahan usaha bagi
pertanian tradisional.
Partisipasi (peran serta) masyarakat
sekitar hutan sangat menentukan
keberhasilan atau kegagalan suatu
kebi jakan publ ik dalam program
pembangunan, dan merupakan alat/
bentuk untuk mencapai pemberdayaan.
Pemberdayaan merupakan target yangKeyword: revitalization, forest resource hendak dicapai, yang dapat terwujud
management, local wisdom, dengan adanya par t is ipasi dar i
community forestry. masyarakat sekitar hutan itu sendiri.
Forest management by private sector
and state (HPH) in Indonesia, be at
situation that very concern, because break
of