bulletin wene edisi 3
DESCRIPTION
Tentang Kekerasan Negara terhadap tahanan Politik PapuaTRANSCRIPT
hukuman pidana pasal ‗‘Makar‘‘.
Tindakan pidana makar
merupakan suatu fenomena yang
ada dalam suatu Negara. Hal ini
j u g a d i s e b u t k e j a h a t a n
konvensional, yang telah ada sejak
dulu. Makar merupakan kejahatan
terhadap keamanaan negara dan
termasuk dalam delik politik.
Makar memiliki unsur yang sama
dengan percobaan, yaitu niat dan
p e r m u l a a n p e l a k s a n a a n .
Perbedaannya, pada makar tidak ada
alasan penghapus penuntutan. Pada percobaan, bila pelaku
membatalkan niat jahatnya maka hapuslah penuntutan
pidana terhadap perbuatan tersebut. Perbedaan lainnya,
makar memiliki kekhususan pada objeknya.
Objek makar yaitu :
1. Presiden dan Wakil Presiden
2. Kedaulatan Negara
3. Pemerintah
Apabila gerakan makar berhasil dilakukan dan
didukung oleh rakyat, maka makar dijadikan sumber
hukum abnormal. Jika, gerakan makar gagal maka sanksi
hukum bagi pelaku tindak pidana makar sebagaimana
tercantum dalam KUHP, yaitu pasal 104 tentang serangan
terhadap presiden atau wakil presiden, pasal 106 tentang
separatisme atau usaha memisahkan diri dari Negara
Kesatuan Indonesia dan menundukkan diri pada negara
lain (yang menjadi objek dalam pasal ini adalah
kedaulatan negara), pasal 107 tentang usaha
menggulingkan Pemerintahan dengan maksud ingin
menggantikan posisi orang yang di gulingkan, pasal 108
tentang melawan terhadap pemerintahan yang sah tanpa
maksud ingin menggantikan posisi dan perlawanan ini
menggunakan senjata, serta pasal 110 tentang konsipirasi
dengan hukuman kurungan sekurang-kurangnya 10 – 20
tahun.
....Bersambung ke Hal. 3.....
Secara kasat mata, kualitas
demokrasi Indonesia saat ini
mengalami ujian yang cukup
berat. Dalam kurun beberapa
tahun belakangan ini, tercatat
berbagai gerakan penyampaian
pendapat dari warga Negara
mengalami tekanan baik
b e r s i f a t p e m b u b a r a n ,
p e l a r a n g a n b a h k a n
k r i m i n a l i s a s i d e n g a n
menggunakan hukum pidana.
Dalam pidana tersebut
memanfaatkan berbagai pasal-pasal haatzaai artikelen
(hukum produk kolonial Belanda yang masih di
Indonesia) dan lese majesty serta pasal-pasal “karet”
lainnya yang masih berlaku dalam hukum positif
Indonesia. Tindakan-tindakan tersebut secara massif
dilakukan dalam upaya membungkam kritik yang
dilakukan oleh warga negara di Indonesia khususnya oleh
aktivis mahasiswa dan pemuda pro - demokrasi.
Tindakan pembungkaman atas kebebasan
berpendapat dan berekspresi dalam kurun beberapa waktu
dari era 1990‘an – hingga sekarang terus menghantam
aktivis mahasiswa dan pemuda di Papua.
―Kejahatan‖ apa yang mereka lakukan? mereka tidak
mencuri barang tetangga atau di toko. mereka tidak
mencuri triliunan uang rakyat. Mereka juga tidak merusak
harta benda orang lain atau menyerang seseorang secara
fisik. mereka tidak memperkosa, menyiksa, ataupun
membunuh seseorang. mereka tidak melakukan
pengeboman terhadap masyarakat yang tidak berdosa.
Mereka hanya menyampaikan aspirasi secara damai tanpa
menyebabkan kerugian terhadap orang lain. Tapi, mereka
harus dijerumuskan ke dalam bui.
Beberapa penjara di Papua, tahanan politik yang lebih
sering mendapatkan kekerasan di dalam penjara. Tahanan
politik di Papua diberikan stigma ‗‘separatis‘‘. Jumlah
tahanan politik di Papua paling banyak dikenakan dengan
Dibalik Penjara Hanya Untuk Keadilan
BERANI , CERDAS & MEMIHAK RAKYAT
Website: http://gardapapua.org Blog. http://gardapapua.blogspot.com Email: [email protected]
Dok: Sasori86
Edisi: 03 Mei - Juni 2010
BuletinWene
Para Tahanan Politik , kasus Wamena 4 April 2003 di Lapas Biak
Harga Cetak : 6000
Mereka, para tukang protes dan tukang kritik ini, kemudian diberi
julukan Tahanan atau Narapidana Politik (TAPOL/NAPOL). Proses
penahanan tanpa prosedur, penjeratan dengan undang-undang
KUHP yang sebahagian besar berisi pasal-pasal karet, serta
kekerasan dalam masa penahananpun menjadi hal yang lumrah.
Memang menurut logika penguasa, penjara adalah isolasi dan pe-
menjaraan kebebasan, namun beda halnya dengan tahanan politik
atau narapidana politik di manapun . Penjara alias hotel prodeo justru
menjadi istana, dan sebuah sekolah kehidupan dimana para tahanan
justru mendapat ide-ide perlawanan baru sehingga rakyat semakin
simpatik atas perjuangan mereka yang dibuktikan dengan menang-
gung resiko mendekam dibalik penjarah.
Sejarah membuktikan bahwa tokoh-tokoh dunia sebesar Nelson
Mandela (Afrika Selatan), Mahatma Gandhi (India), Soekarno-Hatta
(Indonesia), Auung San Suu kyi (Burma), dan Xanana Gusmao
(Timor Leste) justru menjadi besar dan berhasil menjadi simbol perla-
wanan rakyat terhadap kekuasaan otoriter dan menindas dengan
membayar konsekwensi mendekam dalam sel tahanan yang sempit
pengap, dan dingin.
Penjara memang bisa memasung jiwa dan raga namun takkan
bisa memasung dan membelenggu serta membungkam pikiran dan
kebenaran yang mereka suarakan.***
EDITORIAL 2
Wene ... adalah sebuah kata dalam bahasa suku Dani, Nduga dan beberapa suku
serumpun, yang artinya bicara atau khabar. Melalui buletin Wene, kita bicara tentang
masalah yang kita hadapi, jati diri kita, dan bicara tentang apa kerja kita
Mulia Yang Terhina Maraknya kriminalitas terhadap aktivis dan pejuang demokrasi atas
nama martabat negara cukup menyedihkan bagi sebuah bangsa yang
baru merasakan kebebasan berekspresi. Penghianatan dan penging-
karan terhadap hak sipil dan hak politik terjadi terang-terangan. Jami-
nan kebebasan warga Negara berekspresi dalam UU Dasar 1945 dan
diperjelas dalam UU No 12 tahun 2005 sebagai konstitusi tertinggi yang
menjamin hak sipil politik warga Negara, justru diingkari terang-
terangan dengan praktek-praktek kekerasan dan pemasungan hak-hak
tersebut melalui produk undang-undang KUHP yang derajatnya lebih
rendah dari UU dasar 1945. KUHP dan pasal-pasal karetnya dipakai
sebagai alat paling ampuh memenjarakan dinamika demokrasi dalam
semua ranah kehidupan.
Ketidakadilan penegakan hukum di Indonesia justru mencoreng
hakikat Negara ini sebagai Negara hukum karena praktek keberpihakan
hukum pada para penjahat yang sebenarnya merugikan bangsa dan
Negara terlihat jelas. Praktek hukum di Indonesia memang tidak jauh
dari gambaran Plato tentang hukum sebagai ‘jaring laba-laba’ yang
mampu menjerat penjahat-penjahat kecil namun tak mampu menjerat
para penjahat kelas kakap yang melenggang bebas dan tak mampu
tersentuh hukum.
Proses transisi menuju demokrasi di Indonesia, belum juga menampil-
kan sosoknya yang jelas. Kekhawatiran dan pertanyaan pun muncul,
‘apakah transisi di Indonesia memang sedang bergerak menuju sebuah
Negara yang demokratis atau bakal kembali ke sistem pemerintah
otoriter?
Pembangunan hukum yang seharusnya menjadi pembangunan
nilai-nilai kepastian hukum dan keadilan serta nilai kemanfaatannya
bagi kehidupan tiap warga Negara justru direduksi menjadi sekedar
memasukan ‘penjahat’ sebanyak-banyaknya dalam bui dan disalah
tafsirkan sebagai kesuksesan penegakan hukum. Padahal kesuksesan
dalam penegakan hukum justru terjadi jika jumlah mereka yang dilabeli
‘penjahat’ dan dikurung di balik jeruji besi semakin berkurang karena
dalam Negara demokrasi, seharusnya perlakuan terhadap para
tahanan justru dijadikan ukuran peradaban suatu bangsa, bukannya
keberhasilan untuk mempertahankan dan memelihara citra penegakan
hukum.
Protes dan kritik terhadap kekuasaan di Indonesia yang otoriter
justru ditabukan dan dipasung dengan memenjarakan para pelaku pro-
tes ke balik jeruji besi yang mendapat istilah resmi dari pemerintah
sebagai Lembaga Pemasyarakatan (LP). Namun penjara dalam per-
spektif mana pun selalu di konotasikan sebagai kurungan, isolasi, dan
hilangnya kebebasan melakukan apapun walaupun penguasa mengar-
tikannya sebagai tempat rehabilitasi pemikiran maupun tindakan.
Dewan Redaksi: Anggota KPP, Pemimpin Redaksi: Saren Reporter: Saren, Nasta, Smadav, Kahar, Manwen, Sasori86, Don, Bovit, Ronda, Gepe-gepe dan Ramos. Distributor: Tong Semua.
Bersatu
Untuk
Pembebasan
Nasional
Dewan redaksi memohon maaf atas kesalahan cetak buletin Wene edisi ke 3 (tiga) pada tanggal 16 Juni 2010 yang telah disebarkan. Atas perhatian, Kami mengucapkan terima kasih
FOKUS 3
....Sambungan dari H. 1.
Saat ini ada 24 tahanan politik kasus makar di Papua
yang divonis dengan hukuman pidana setelah
menyampaikan ekspresi secara damai dan menaikkan
bendera bintang kejora.
Kasus Wamena , 04 April 2003
Mereka ketika ditahan secara paksa oleh aparat
dengan tindakan kekerasan secara semena – mena. Hal
ini terjadi terhadap tahanan politik kasus pembongkaran
senjata markas kodim di Wamena. Penyisiran yang
dilakukan oleh aparat di Wamena kota dan sekitarnya
dalam kasus pembobolan gudang senjata markas kodim
1702/Wamena, dalam melakukan pengejaran TNI/POLRI
melakukan penyisiran dan penangkapan sewenang –
wenang kepada masyarakat sipil dan mereka yang
dituduh melakukan pembobolan gudang senjata diminta
untuk menandatangani surat penahanan secara paksa.
Dalam hasil penyisiran aparat sengaja menangkap
masyarakat sipil yang tidak bersalah berjumlah 9 orang.
Dalam penangkapan tersebut 9 orang yang ditahan
mengalami penyiksaan yang sangat berat saat berada
dalam tahanan polres Wamena. Mereka disiksa dan
dipukul sehingga menyebabkan salah satu dari mereka
yaitu Yapenas Murib, umur 32 tahun, meninggal akibat
penyiksaan oleh TNI/POLRI didalam tahanan polres
Wamena. 8 tahanan ini dituduh telah melakukan
pembobolan gudang senjata dan hukuman vonis yang
diberikan oleh pengadilan dikenakan dengan pasal makar
yang tuntutan hukumannya yaitu 3 orang dengan tuntutan
hukuman seumur hidup dan 5 orang dengan tuntutan
hukuman 20 tahun. Namun, salah satu dari mereka yang
mendapatkan hukuman 20 tahun melarikan diri dari
lapas Wamena yaitu Des Wenda umur 25 tahun.
Ketakutan dari Pemerintah Indonesia dan TNI/POLRI
melihat bahwa salah satu dari tahanan ini melarikan diri,
maka 6 orang diantara mereka dipindahkan ke lapas
Abepura,15 Desember 2004. Satu dari mereka tetap
tinggal di lapas Wamena yaitu Kanius Murip umur 65
tahun dengan hukuman seumur hidup.
Dalam pemindahan para tahanan di lapas Abepura,
sempat terjadi perlawanan antara masyarakat Wamena
dan aparat, masyarakat Wamena menginginkan agar
mereka tetap berada di Lapas Wamena. Didalam lapas
Abepura sendiri terjadi kelebihan penghuni. Pada 17
Desember 2004, ke-enam tahanan politik ini di
pindahkan ke Lapas Gunung Sari Makassar. Merasa jauh
dari keluarga membuat mereka tidak pantang – menyerah
dalam menjalani masa hukuman dibalik terali besi, di
Lapas itu sendiri mereka tidak pernah diperlakukan buruk
oleh petugas maupun sipir penjara dan selalu
diperhatikan oleh para aktivis Papua yang menimbah
ilmu di kota Makassar yang sering melakukan kunjungan
seminggu. Dalam pelayanan medis, salah satu tahanan
politik tidak mendapatkan fasilitas yang memadai sehingga
terlambat diberikan pertolongan, akhirnya Michael Haselo
meninggal dunia, 28 Agustus 2007. Jenazahnya dikirimkan
pulang ke Wamena.
Dengan melihat kondisi tahanan yang meninggal, para
aktivis Papua di Makassar mendesak agar beberapa tahanan
politik yang ada di Lapas Gunung Sari Makasar untuk
segera dipindahkan ke Papua. Karena, tidak ingin terjadi
kasus yang sama seperti Michael Haselo. Desakan ini
didengar oleh Menteri Hukum dan Ham, Andi Mattalatta.
Sehingga, 5 (lima) tahanan politik ini dipindahkan ke
Biak ,31 Januari 2008. Juga 2 (dua) tahanan dipindahkan ke
Lapas Nabire, 3 Maret 2008.
Kasus Pengibaran Bintang Kejora, 01 Desember
2004.
Filep Karma berasal dari Biak, 50 tahun. Dia menjadi
narapidana politik kasus pengibaran bendera Bintang Ke-
jora di Lapangan Trikora, Abepura dengan hukuman 15
tahun penjara dan dikenakan pasal makar yang juga
mendapatkan perhatian dari Amensty International yang
menyebutkan bahwa dia adalah tahanan hati nurani yang
berjuang dan berdemokrasi secara damai.
Kekerasan terhadapnya, terjadi dari awal penangkapan,
Filep Karma, Tapol Papua
sambil mengenggam dan meninju mata sebelah kiri
Ferdinand hingga berdarah. Matanya buta disebelah kanan,
dan sampai saat ini Ferdinand tidak diperhatikan hampir 1,8
tahun. Kalapas Abepura yang lama, Anthonius Ayorbaba
menganggap ini masalah kecil, tanpa berpikir bahwa
mereka telah menghilangkan salah satu mata manusia.
Kasus, Aksi Damai 16 Oktober 2008
Buchtar Tabuni berasal dari Wamena, 30 tahun.
Dakwaan yang diberikan adalah ‗‘Makar‘‘. Pemukulan
Buchtar Tabuni terjadi pada 28 Januari 2009 dan 27
November 2009. Dia mendapat perlakuan penyiksaan, 28
Januari 2009 oleh seorang petugas Lapas
Abepura ,Adrianus Sihombing. Pemukulan pada bagian
pelipis mata sebelah kiri mengeluarkan darah dan tanpa
diobati. Kemudian dipindahkan kembali ke tahanan Polda
Papua, guna menyembunyikan tindakan kekerasan tersebut
dari kedatangan Andi Mattalatta, Menteri Hukum dan
HAM RI yang berkunjung pada 29 Januari 2009.
Pemukulan kedua, 27 November 2009 karena
mengeluhkan pemadaman air yang hampir tiga hari di
Penjara Abepura dan dia dipukul oleh dua anggota TNI
yang saat itu sedang masa tahanan di tempat yang sama.
Kekerasan di Lapas Abepura
01 Febuari 2009, beberapa tahanan politik yang
melihat Buchtar dipindahkan ke Tahanan Polda Papua,
contohnya Yusak Pakage, meminta tanggung jawab dari
petugas, Adrianus Sihombing, yang melakukan pemukulan
terhadap Tabuni. Adrianus merasa tersinggung dan
mendorong Yusak sehingga kacamatanya pecah dan patah
juga pelipis sebelah kirinya mengeluarkan darah. Petugas
Lapas (Elly Awie, Yahya Apnawas, Pineas Kubia dan
Pecky Wanda) pada malam hari datang ke sel tahanan
Yusak dan petugas memaksa dia untuk mencopoti pakaian
yang dikenakan. Dengan berbadan kosong dia dipindahkan
ke sel isolasi bersama beberapa tahanan politik lainnya,
yaitu; tahanan politik lain yaitu: Selpius Bobii, Chosmos
Yual, Elias Tamaka, Nelson Rumbiak, dan Ricky Jitmau.
Dalam sel isolasi selama 4 hari, mereka tidur diatas lantai
semen yang penuh dengan kotoran manusia, berbau, tidak
ada cahaya matahari, gelap, tidak diberikan makan selama
dan hari dan pada hari ketiga mereka diberikan makanan.
Pada saat itu petugas Lapas juga mengeledah dan
membongkar kamar para tahanan. Petugas membakar
transkrip nilai dari smenster I – VII dan skripsi milik Elias
Tamaka salah satu aktvis kasus 16 Maret 2006, juga Ijasah
strata – 1(S1) beserta paspor milik Yusak Pakage dibakar di
Lapangan oleh Petugas Lapas ; Yosef Yembise, Gustav
Rumakewi , dan Irianto Pakombong.
Kepala seksi pembinaan dan pendidikan, Yosef
Yembise,SH.M,Hum. Dia memukul dan meninju Nelson
FOKUS 4
Filep Karma, kasus 01 Desember 2004 .
Tahanan Politik Papua
dia dipukul dengan rotan dikepala dan tangannya
dipelintir kebelakang oleh aparat keamanaan yang
menangkapnya pada 01 Desember 2004, Dalam aksi
damai pengibaran bendera Bintang Kejora. Pada maret
2005, dia dipukul oleh salah satu petugas Lapas,
Abraham Fingkreuw pada bagian pelipis kanan dan
kepala bagian belakang. Pada saat dia mengalami kendala
kesehatan pada tanggal 06 Agustus 2009, dia tidak
diberikan pelayanan medis yang memadai. Bahkan,
seminggu merasakan kesakitan di dalam penjara. Dia
dilarikan ke RSUD DOK II, 18 Agustus 2009. Dari
keterangan dokter yang menanganinya, dia menderita
pembesaran pada ginjal kiri dan kanan dan harus dirujuk
di RS PGI Cikini - Jakarta namun sampai saat ini masih
berada di Jayapura karena belum ada tindakan dari
Kakanwil Departemen Hukum dan HAM Provinsi Papua
untuk kelanjutan perawatan medisnya ke Jakarta.
Kasus 16 Maret 2006
Ferdinand Pakage berasal dari Nabire, 23 tahun, kini
menjadi narapidana politik. Dia adalah korban penyisiran
kasus Abepura 16 maret 2006. Hukuman pidana yang
diberikan padanya adalah 15 tahun dan dituduh
membunuh seorang petugas kepolisian pada saat
bentrokan demonstrasi terjadi. Dia mengalami kebutaan
dimata sebelah kanan. 22 Sepetember 2008, Dia dipukul
secara bergiliran oleh tiga orang petugas Lapas yaitu:
Victor Apono, Herbert Toam dan Gustaf Rumaikewi.
Tanpa sadar, Herbert Toam memegang anakan kunci
Ferdinand Pakage, Tahanan Politik Kasus 16 Maret 2006
Mata kanan cacat permanen akibat penyiksaan Petugas Lapas Abepura
Dok. Sasori 86
FOKUS 5
Rumbiak , Chosmos Yual dan beberapa tahanan lainnya
tepat dikepala bagian belakang. Karena Yusak masih
merasakan sakit sejak pemukulan awal yang terjadi dan
tidak bisa berdiri dengan kedua kakinya secara baik,
Yusak diseret seperti hewan dilantai sambil menarik
tangan dan rambutnya oleh petugas.
Tekanan psikologis juga terjadi kalapas Abepura,
Ayorbaba mengancam ‘‘tahanan politik akan di
pindahkan ke tahanan militer‘‘.
Kondisi penjara di Papua
Kondisi yang terjadi di Indonesia diakhir tahun
2005 bahwa seluruh rumah tahanan dan penjara di
Indonesia sudah tidak layak huni karena kelebihan
penghuni. Dapat disamakan juga dengan kondisi
beberapa penjara di Provinsi Papua. sangat
memprihatinkan dan masuk dalam kondisi tidak layak.
Penjara yang layak hanya ada di lapas narkotika Doyo –
Baru (Sentani) dan Lapas Nabire. Penjara yang tidak
layak huni, Misalkan :
Lapas Abepura : bangunan dan plafon sudah sangat
rendah sehingga penghuni narapadina di dalam
sangat sulit mendapatkan udara dan sinar matahari
dan juga kondisi air yang sering mati sampai berhari
– hari.
Lapas Timika : tidak ada listrik dan sering memakai
genset kalau lampu mati sore hari.
Lapas Merauke : kalau pada saat hujan air sudah
masuk sampai ke dalam kamar – kamar penghuni.
Kekerasan secara fisik dan non – fisik dilakukan
oleh para petugas terhadap tahanan politik didalam lapas
Abepura. Pembiaran terhadap Ferdinand Pakage dan
Filep Karma merupakan salah satu pelanggaran HAM
dalam bidang kesehatan. Padahal UU No 12/1995
tentang Pemasyarakatan menyatakan bahwa Direktorat
Jenderal Pemasyarakatan bertanggungjawab atas
kesehatan semua narapidana dalam berbagai penjara
Indonesia.
Hak – hak para tahanan di Papua sangat diabaikan
dan juga mendapat perlakuan yang sangat buruk dari
petugas Lapas. Hal ini juga tidak ada tanggung jawab
dari pemerintah maupun Departemen Hukum dan HAM
bagi para pelaku – pelaku kriminal yang melakukan
kekerasan didalam tahanan.
Patrialis Akbar, Menteri Hukum dan Ham. Dalam
kunjungannya ke Lapas Mataram, 5 desember 2009. Dia
mengatakan ‗‘hak-hak dasar yang paling utama harus
diperoleh oleh para penghuni Lapas adalah kebutuhan
air, makanan dan jaminan kesehatan. Selain itu,
pihaknya juga sudah melakukan pembicaraan dengan
beberapa menteri seperti Menteri Kesehatan, Menteri
Pendidikan Nasional, serta Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi untuk bekerjasama dalam memberikan
pelayanan dan pembinaan kepada penghuni Lapas‘‘.
Dalam bidang kesehatan, Menteri Hukum dan HAM
juga bekerjasama dengan Menteri Kesehatan dalam hal
pemberian pelayanan perawatan dan pengobatan kepada
penghuni Lapas yang mengalami gangguan kesehatan secara
gratis di rumah sakit umum (RSU) milik pemerintah. Tapi,
ini tidak berjalan sebagaimana baiknya di tiap – tiap lapas di
provinsi Papua. Desakan dari pihak Internasional bergulir
untuk Indonesia agar membebaskan tahanan politik Papua
tanpa syarat dan memberikan kebebasan berekspresi, bagi
para aktivis pemuda dan mahasiswa pro demokrasi—Papua.
(Sasori86)
Doc. Nasta
HAK UNTUK DEMOKRASI ATAU KEBEBASAN
BEREKSPRESI SUDAH DIJAMIN OLEH UNDANG-
UNDANG NO. 9/1998 DAN UUD 1945
PASAL 28E AYAT 3.
STOP PENJARAKAN AKTIVIS PAPUA YANG BERANI
MENGUNGKAPKAN PIKIRAN DAN PENDAPAT
MEREKA BUKAN SEPARATIS DAN MAKAR.
MEREKA ADALAH PAHLAWAN KEADILAN!!!!
MULUT KAMI DIBUNGKAM OLEH PRODUK HUKUM PENJAJAH
Kebebasan berekspresi punya peran sangat mendasar
dalam demokratisasi. Demokrasi adalah sebuah sistem
politik dimana masyarakat memilih sendiri pemerintah
yang mereka inginkan dan agar pilihan masyarakat
tersebut merupakan pilihan yang dibuat rasional
berdasarkan informasi dan bermakna, maka perlu ada
kebebasan berekspresi.
Kebebasan berekspresi penting karena membuka pintu
untuk terjadi pertukaran pemikiran, diskusi yang sehat dan
perdebatan yang berkualitas. Kemudian, dengan adanya
jaminan terhadap kebebasan berekspresi memastikan
munculnya gagasan serta terobosan yang dibutuhkan demi
memajukan kesejahteraan masyarakat. Memang, ekspresi
bukan hal yang
absolut. Standar
Internasional hak
a s a s i m a n u s i a
mengakui adanya
pembatasan terhadap
k e b e b a s a n
b e r e k p r e s i .
Pembatasan ini
dapat dilakukan
untuk melindungi
keamanan nasional, ketertiban umum, moral dan
kesehatan umum. Kebebasan berekspresi untuk
menyampaikan pendapat dimuka umum, pada dasarnya
legal dan dilindungi oleh UU. Dalam UU No 12 tahun
FOKUS
2005 (International Convenant On Civil And Political
Rights), pasal 19, 21, dan 22 yang pada tahun 2005 sudah
diratifikasi oleh Pemerintah juga disebutkan bahwa ‗’hak
orang untuk mempunyai pendapat tanpa campur tangan
pihak lain dan hak atas kebebasan untuk menyatakan
pendapat (pasal 19); pengakuan hak untuk berkumpul
yang bersifat damai (pasal 21); hak setiap orang atas
kebebasan berserikat (pasal 22).
Secara eksplisit – normatif kebebasan ekspresi atau
kemerdekaan menyampaikan pendapat dimuka umum
diatur dalam pasal 2 UU No 9/1998. ‗‘ Setiap warga
negara, secara perorangan atas kelompok, bebas
menyampaikan sebagai perwujudan hak dan tanggung
jawab berdemokrasi, berbangsa dan bernegara”.
Keberadaan beberapa ketentuan perundang – undangan ini
melegitimasi bahwa kebebasan berekspresi sah dan legal
secara hukum.
Pengekangan terhadap kebebasan berekspresi
berujung kepada pola kekerasan yang dilakukan oleh
Negara(Aparat). Tindakan yang dilakukan pemerintah
sebagai pemegang kekuasaan, dapat dianggap sebagai
tindakan negara. Jadi kekerasan yang dilakukan penguasa,
dapat disebut sebagai kekerasan oleh negara. Padahal,
pemeliharaan keamanaan dalam negeri melalui upaya
penyelengaraan fungsi Kepolisian yang meliputi
pemeliharaan keamanaan dan ketertiban masyarakat,
penegakan hukum, perlindungan,pengayoman,dan
pelayanan kepada masyarakat dilakukan oleh Kepolisian
Negara Republik Indonesia selaku alat negara yang
dibantu oleh masyarakat dengan menjunjung tinggi hak
asasi manusia,UU No 2 Tahun 2002.
6
Buctar Tabuni, Yusak Pakage dan Chosmos Yual(Tahanan Politik Papua)
Dok. Audryne Dok. Sasori 86 Dok. Sasori 86
Berbagai motif tindakan kekerasan yang telah
dilakukan Polisi dalam rangka penegakan hukum selalu
mengacu pada diskresi dan prosedur ketetapan (protap)
kepolisian yang notabene kebijakan internal itu ditafsir
secara luas untuk diri sendiri institusi polisi. Jadi diskresi
maupun protap polisi merupakan kebebasan mengambil
kepantasan dalam setiap situasi yang dihadapi, menurut
pertimbangan dan keyakinan dirinya atau keyakinan
pemimpinnya.
Hukum Indonesia sama sekali tidak bisa menyentuh
dan menyelesaikan problem kekerasan yang terjadi baik di
Papua maupun juga terjadi terhadap mahasiswa Papua
yang melakukan aksi – aksi demonstrasi diluar Papua
misalnya di Jakarta, Semarang, Surabaya, Jogja, Bali, dan
Makassar.
Menjadi aneh pada aksi mahasiswa dan pemuda
Papua pada 16 Maret 2006 lalu, yang kemudian secara
sepihak dituduh brutal oleh polisi. Padahal selama ini
institusi aparat keamanaan menjadi pihak yang paling
bertanggungjawab atas tumbuh suburnya kekerasan di
Papua. Dan tuduhan brutal tersebut, seakan menjadi
legitimasi aparat untuk bereaksi sangat keras di lapangan
dan bahkan sampai ke tingkat penyidikan terhadap para
mahasiswa yang ditangkap dalam kasus 16 Maret 2006.
Hal ini juga memperlihatkan bahwa politik kekerasan
dengan mengeksploitasi kekuatan hukum dan aparat –
aparat penegak hukum masih juga digunakan. Ini
merupakan eksploitasi yang paling lengkap dan sedang
terjadi, eksploitasi dimana modal sangat berkuasa. Mulai
dari tambang emasnya, sampai berkuasa mempengaruhi
aparat penegak hukum untuk melakukan tindakan represif
terhadap potensi ancaman keberlangsungan penambangan
mineral.
Aktivis pro – demokrasi di Papua yang selalu menda-
patkan pembungkaman. Berbagai tuntutan pidana diberi-
kan kepada aktivis yang melakukan demonstrasi secara
damai di kenakan dengan pasal 160 jo (menghasut) , pasal
170 jo (kejahatan terhadap ketertiban umum), pasal 214
KUHP (pengeroyokan/melawan petugas) dan juga pasal
106,108,dan 110 (makar) ketika para aktvis melakukan
demonstrasi dan menaikkan bendera ‗‘Bintang Kejora juga
memakai tanda berlambang bendera separatis di pamflet,
spanduk , gantungan ponsel, serta tas dan meneriakkan yel
– yel ‗‘Papua Merdeka‘‘ atau menyuarakan ‗‘memisahkan
diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia ‘‘ itu
langsung ditangkap oleh aparat dan diminta keterangan.
Melihat masih terjadinya polemik dengan PP No. 77/2007,
pemerintah daerah, DPR Papua dan MRP harus
berkomitmen kuat menyelesaikan masalah lambang
daerah. (Jika pemerintah daerah tidak menginginkan
rakyat Papua menjadi korban terus-menerus karena
bendera Bintang Kejora). Dalam proses penyidikan, pihak
berwenang melakukan berbagai taktik intimidasi dan
kriminalisasi terhadap para tergugat.
Produk hukum pidana akan menjadi salah satu tolak
ukur apakah negara semakin melindungi hak asasi
manusia dan menyehatkan demokrasi ataukah
mengesahkan aparat penegak hukum yang sewenang –
wenang dan buas.
Peristiwa 16 maret 2006 adalah fenomena praktik
kekerasan terhadap Aktivis pemuda, mahasiswa dan
Rakyat Papua menolak keberadaan PT. Freeport. Hal ini
menjadi pelajaran paling berharga bagi bangsa Indonesia
untuk kembali memerdekakan rakyat dari penjajahan
ekonomi dan politik, seperti yang pernah di lakukan oleh
VOC dahulu. Untuk lembaga Kepolisian, sudah saatnya
mengembalikan fungsi Kepolisian yaitu mengayomi
masyarakat dan benar – benar mengakkan hukum yang
berprespektif Hak Asasi Manusia. (Sasori86/Isen/Saren)
FOKUS 7
Bebaskan Tapol/ Napol
Papua Tanpa Syarat!!!
Me le ny a pkan k e jah ata n adalah awal dari kebajikan, d a n m e n y i n g k i r k a n kebodohan adalah awal dari kebijaksanaan.
(Gerard M Hopkins)
Dok. Nasta
ARAH JUANG 8
Suatu Front Persatuan adalah suatu bentuk seder-
hana dari kemampuan rakyat Papua membangun kekuatan
politik alternatifnya sendiri. Kekuatan politik alternatif
yang tentu berbeda dengan kekuatan politik dominan atau
kekuatan politik yang menghegemonik kesadaran rakyat
Papua saat ini yaitu kekuatan politik NKRI, termasuk pe-
merintahannya, partai-partai politik, ormas-ormas, apara-
tus (baik sipil maupun militer), kebijakan-kebijakannya,
dan kebudayaannya, dll. Kekuatan politik alternative yang
demikianlah yang oleh Garda-P disebut dengan Pemerin-
tahan Persatuan Rakyat Papua yang demokratik, progresif
dan revolusioner.
Kita juga harus menyadari bahwa sebuah front per-
satuan tidak akan mungkin terbangun dan kemudian men-
jadi suatu kekuatan politik alternative di tengah rakyat
Papua, jika front tersebut tidaklah berdiri atas kekuatan-
kekuatan riil rakyat Papua, tidak memperjuangkan persoa-
lan-persoalan nyata yang dihadapi sehari-hari, tidak ber-
basiskan kesadaran politik di tengah-tengah rakyat, dan
sekaligus tidak memajukan kesadaran tersebut sehingga
menjadi kesadaran politik yang revolusioner (membuntut
pada kesadaran massa). Artinya front yang terbangun ha-
rus bisa menjadi kekuatan alternative yang mampu
memimpin kesadaran massa dan bukannya mengekor pada
kesadaran massa. Tugas kepeloporan adalah tugas
memimpin dan memajukan kesadaran politik rakyat Papua
menjadi kesadaran politik yang lebih progresif dan revolu-
sioner.
Potret Perkembangan Front di Papua
Sebagai sebuah taktik perlawanan, Front Persatuan
merupakan bentuk perlawanan yang telah mulai dipakai
sebagai taktik perlawanan gerakan-gerakan di Papua.
Potret tentang maraknya kegiatan aksi massa
(demonstrasi) dalam bentuk Front Persatuan memang tak
dapat disangkal lagi sudah mengalami kemajuan meskipun
ada beberapa hal yang perlu dibenahi namun esensi ten-
tang pentingnya persatuan, tidak hanya dalam tingkatan
penyatuan isu saja mulai terlihat. Fakta-fakta gerakan yang
berkaitan dengan Front, antara lain:
Pertama, metode perlawanan aksi massa dilakukan
dalam bentuk organisasi Front Persatuan. Semakin sering
aksi massa dilakukan oleh front-front yang ada, akan men-
gantar kita pada suatu keyakinan bahwa bentuk perla-
wanan dengan menggunakan taktik Front, Koalisi atau
Aliansi dapat dan telah menjadi suatu bentuk perlawanan
yang mulai massif digunakan. Hal tersebut pada gilirannya
menyadarkan kita bahwa perjuangan yang dilakukan se-
cara bersama-sama lebih efektif dibandingkan berjuang
sendiri-sendiri. Tentunya isu-isu yang diangkat dalam
front merupakan isu spesifik misalnya: isu pembangunan
pasar bagi pedagang asli Papua, isu Tapol/Napol, isu
Masyarakat Adat, isu Transmigrasi, dan isu Pilkada.
Mengapa isu yang diangkat dalam Front harus spesi-
fik? Karena Front adalah gabungan dari beberapa or-
ganisasi yang setuju untuk bersama-sama mengangkat
sebuah isu. Pada tingkatan ini, kerjasama masih bersifat
taktis karena yang menyatukan mereka hanya kesamaan
isu yang termanifestasi dalam kesepakatan untuk melaku-
kan aksi massa bersama-sama.
Kedua, front yang bisa di terima oleh massa secara
luas adalah front yang mengangkat isu-isu sektoral yang
langsung berhubungan dengan realitas masyarakat se-
hingga peserta aksi atau massa aksi benar-benar sadar
(secara kognitif) mengapa mereka harus melakukan perla-
wanan. Pemahaman dan kesadaran tentang permasalahan
riil dan realitas tersebut akan mendorong terjadinya kesa-
daran dalam makna tindakan politik massa, yaitu kesada-
ran melakukan perlawanan dengan isu-isu sektoral: isu
pasar bagi mama-mama Papua, isu perlakuan yang tidak
manusiawi terhadap Tapol/Napol, isu transmigrasi, isu SK
MRP No. 14, dan isu lainnya.
Ketiga; yaitu isu atau persoalan yang di kampanyekan
telah menjadi persoalan public bahkan menjadi wacana
dalam berbagai diskusi tidak hanya di tingkatan masyara-
kat, tetapi juga diskusi tingkatan ilmiah seperti seminar.
Persoalan tersebut bahkan terkadang dipakai sebagai ba-
han kampanye para calon kepala daerah dalam situasi
menjelang Pilkada ini. Tidak hanya itu, media massa, baik
elektronik maupun cetak di tingkatan lokal maupun na-
sional menjadikan wacana ini sebagai topik berita, yang
hangat.
Keempat, aktivitas front-front tersebut belum lah
regular namun mulai ada upaya untuk membuat aktivitas
front menjadi regular atau rutin. Bentuk-bentuk regularitas
diantaranya adalah adanya rapat-rapat rutin, diskusi rutin,
dan kampanye rutin. Rutinitas tersebut tidak hanya sampai
ditingkatan itu saja, tetapi lebih didorong ke tingkatan le-
bih tinggi dan lebih strategis yaitu merumuskan program-
program kerja dengan jangka waktu yang agak panjang.
Kelima, adalah bahwa dalam hal mobilisasi massa,
front-front tersebut terbukti telah sanggup melibatkan ra-
tusan massa dalam aksi-aksi massanya.
Disamping potret tentang kemajuan-kemajuan di atas, ma-
Front Persatuan
tur front meluas, berarti struktur perlawanan juga akan
meluas. Hal itu juga berarti keterlibatan rakyat semakin
meluas dalam memperjuangkan persoalan-persoalan riil
rakyat tersebut.
Tugas kita bersama ke depan
Tugas kita bersama-sama ke depan adalah mewujudkan
suatu front persatuan (dari front-front yang ada saat ini)
yang antara lain :
1. Membangun suatu front persatuan yang demokratis
dalam hal mekanismenya, baik mekanisme pengambi-
lan keputusan maupun dalam mengeksekusi/
melaksanakan keputusan-keputusan demokratis terse-
but.
2. Front persatuan tidak hanya mengangkat satu isu atau
persoalan saja (secara parsial) tetapi harus menjadi
suatu front yang sanggup mengakomodir dan men-
ghubungkan suatu isu atau persoalan dengan persoa-
lan lainnya (komprehensif). Suatu front persatuan,
harus sanggup menemukan penyebab objektif atau
akar masalah dari semua persoalan yang ada, ke-
mudian sanggup menemukan jalan keluar (solusi)
persoalan tersebut. Selain itu, front tersebut harus
sanggup untuk terus memperjuangkan solusi-solusi
yang ditemukan dan terus memerangi penyebab ob-
jektif yang di temukan tersebut dengan kegiatan yang
sifatnya regular atau rutin.
3. Untuk itu, yang kita butuhkan adalah suatu front per-
satuan yang lebih strategis dengan melihat kaitan satu
isu yang diangkat oleh tiap front dengan isu lainnya
yang diangkat oleh front lain. Kemudian, melakukan
konsolidasi isu, konsolidasi organisasi dan memban-
gun suatu kesatuan gerak yang lebih maju, solid, serta
lebih programatik (tidak lagi sebatas isu, tapi sudah
sanggup melihat sebab yang lebih tinggi yang menye-
babkan munculnya isu atau persoalan-persoalan
yang di hadapi). Selain itu, front tersebut harus lebih
akomodatif dalam menghubungkan semua isu dan
tuntutan yang ada.
4. Front tersebut seharusnya berbasiskan kesadaran
kepentingan-kepentingan dari kelompok-kelompok
yang sedang berjuang, dan juga mengakomodasi
kesadaran lain yang berupa solidaritas atau simpati.
Misalnya front yang mengusung isu solidaritas Tapol/
Napol seharusnya berisi kelompok-kelompok bukan
hanya organisasi Tapol/Napol saja tetapi juga indi-
vidu atau kelompok yang bersimpati atau memberi
dukungan terhadap isu atau persoalan tersebut.
(Smadav)
-------- ## -------
sih banyak kelemahan-kelemahan dalam proses pem-
bangunan Front yang terjadi di Papua saat ini. Kele-
mahan-kelemahan tersebut antara lain:
Kesatu, belum mempunyai mekanisme demokratik
sebagai sebuah front persatuan. Tidak mungkin kita
membangun dan mengharapkan sebuah front persatuan
akan berubah secara dialektis menjadi sebuah kekuatan
politik alternatif rakyat Papua, jika kita mengabaikan
mekanisme demokrasi di dalam front tersebut. Singkat-
nya jika tidak ada demokrasi, maka tidak ada dukungan
rakyat dan rakyat tidak akan merasa memiliki terhadap
front tersebut. Akibatnya sudah pasti yaitu front terse-
but tidak bias menjadi alat perjuangan, bahkan menjadi
alat alternatif politik perjuangan bagi rakyat Papua.
Kedua, masih berjuang sebatas suatu isu tertentu.
Tidak mungkin suatu front persatuan akan mendapat
dukungan mayoritas rakyat Papua, jika front tersebut
hanya memperjuangkan satu isu/persoalan saja. Karena
seluruh rakyat Papua punya persoalannya masing-
masing yang artinya seluruh rakyat Papua punya ke-
pentingan terhadap penyelesaian persoalannya. Oleh
karena itu, perlu dihubungkan antara satu isu/persoalan
dengan persoalan lainnya. Kemudian menemukan se-
buah penyebab dari persoalan-persoalan yang ada, dan
mencari jalan keluarnya dan kemudian mewujudkan
jalan keluar tersebut.
Ketiga, Front yang terbangun relatif tidak meluas
karena anggotanya masih sama saja. Hal ini berhu-
bungan dengan dua persoalan di atas yaitu persoalan
demokrasi dalam front tersebut dan juga persoalan me-
luaskan tuntutan dan kemampuan suatu front untuk
mengkaitkan suatu tuntutan dengan tuntutan lainnya.
Artinya, semakin demokratis suatu front persatuan,
maka front tersebut makin sanggup mengakomodir ber-
macam-macam isu atau persoalan rakyat yang ada.
idealnya, front yang terbangun semakin sanggup me-
luaskan strukturnya, sehingga makin luaslah front
tersebut. Jika hal tersebut diatas terpenuhi, maka secara
dialektis front yang terbangun sanggup menyediakan
syarat-syarat untuk menjadi alternatif politik bagi selu-
ruh isu/persoalan rakyat Papua yang ada.
Keempat, belum sanggup mendorong pengorgan-
isiran sektor rakyat yang isunya di angkat. Sampai saat
ini front-front yang ada belum sanggup melibatkan sek-
tor-sektor rakyat yang berkepentingan terhadap isu/
persoalan yang di usung. Artinya front-front yang ada
hanya berisi orang-orang yang bersolidaritas terhadap
persoalan yang ada.
Kelima, struktur front yang terbangun belum me-
luas karena baru ada di kota Jayapura saja. Jika struk-
ARAH JUANG 9
OPINI 10
Penjara, sering disebut sebagai hotel prodeo – hotel
gratis atau cuma-cuma – merupakan tempat bagi orang-
orang yang melakukan tindakan melanggar hukum, masuk
dalam kategori penjahat, melakukan tindakan kriminal, dan
sebagainya. Singkatnya, siapapun yang pernah menginap di
hotel prodeo pasti mendapat label ‗penjahat, sampah
masyarakat, kriminal, tanpa melihat jenis kejahatan yang
dilakukan oleh mereka. Orang yang berada di balik jeruji
besi atau penjara sebenarnya dibedakan lagi dengan tahanan
– orang yang sudah ditahan oleh pihak berwajib namun be-
lum mendapat putusan pengadilan –, sedangkan hukuman –
orang yang sudah mendapat putusan hukum terhadap jenis
tindakan yang dilakukannya. –. Secara yuridisi normatif,
tahanan dan hukuman berbeda namun dalam realitas hukum,
keduanya diperlakukan tidak berbeda dan hal tersebut sudah
lumrah kita temui dalam kehidupan sehari-hari. Tahanan
atau narapidana politik (TAPOL/NAPOL) adalah salah satu
jenis hukuman yang biasanya mendekam dibalik bui. Aneh
memang jika di pikir secara logis bahwa tak ada kerugian
apapun yang ditimbulkan dari aktivitas para tahanan jenis ini
kecuali menjadi duri dalam daging bagi status quo para pen-
guasa. Aktivitas mereka (tapol) dianggap memiliki unsur
politis dan bisa mempengaruhi opini orang banyak, men-
yadarkan orang lain terhadap realitas sebenarnya yang beru-
saha ditutupi oleh pihak penguasa sehingga orang mulai sa-
dar untuk melakukan perlawanan terhadap sistem pemerin-
tahan yang melenceng atau keluar dari jalur yang seharus-
nya. Singkatnya, kesadaran nurani mereka yang kritis terse-
butlah yang kemudian menghantar mereka untuk mendekam
di balik jeruji besi.
Menahan dan memenjarahkan para ‗tukang kritik‘
tidak memiliki arti lain, selain memenjarakan, dan mem-
bungkam suara mereka supaya tidak didengar oleh orang
lain dan sekaligus membatasi perkembangan dinamika de-
mokrasi dan pendidikan politik di tengah-tengah rakyat. Hal
itu dikarenakan, para penguasa lebih suka menyelenggara-
kan pemerintahan sesuai keinginan dan kepentingan mereka
sehingga perbedaan pendapat apalagi kritik merupakan hal
yang sangat ditabukan karena akan menyuburkan bibit-bibit
perlawanan terhadap kekuasaan yang ada. Karena, pada
dasarnya pemerintah dimanapun selalu berfikir bahwa im-
perium kekuasaan yang ideal bagi mereka adalah imperium
diam, dimana rakyat hanya menjadi objek kekuasaan dan
dijadikan seperti sekawanan hewan yang melakukan apa saja
tanpa membantah, dan menerima apa saja yang disodorkan
pada mereka. Memang, tahanan politik dari manapun asal-
nya, selalu identik dengan orang yang melawan penguasa
yang diktator, anti demokrasi, dan korup serta menging-
kari hak-hak warga negaranya.
Tak beda halnya dengan Indonesia saat ini.
Meskipun angin reformasi belum lama berhembus dan
bisa dikatakan baru seumur jagung, namun kini cita-
citanya agar ruang-ruang demokrasi yang sekian lama
terpasung terbuka lebar tersebut kini dikhianati oleh
rezim-rezim yang justru lahir pasca reformasi. Pembung-
kaman, pemenjaraan ide-ide kritis, stigmatisasi
‗penjahat‘, semakin marak bahkan mulai menjadi trend di
kalangan para penegak hukum di Indonesia walaupun hak
warga negara di Indonesia diatur dengan jelas dalam un-
dang-undang Pasal 28D (1) ― Setiap orang berhak atas
pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum
yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum‖.
Pengkhianatan dan pengingkaran terhadap hak sipil dan
hak politik juga terjadi terang-terangan. Jaminan kebe-
basan warga Negara berekspresi dalam UU Dasar 1945
dan diperjelas dalam UU No 12 tahun 2005 sebagai kon-
stitusi tertinggi yang menjamin hak sipil politik warga
Negara, justru diingkari dengan praktek-praktek
kekerasan dan pemasungan hak-hak melalui produk un-
dang-undang KUHP yang derajatnya lebih rendah dari
UU Dasar 1945.
Realita yang sama juga terdapat di Papua semen-
jak dianeksasi secara paksa lewat Pepera 1969 yang cacat
hukum tersebut. Banyak orang Papua yang menjadi
tahanan politik bahkan diasingkan ke tempat-tempat lain
di luar Papua. Sejarah mencatat bahwa beberapa orang
yang terlibat dalam peristiwa di Markas Arfai, 28 Juli
1965, yang ditangkap kemudian diasingkan ke beberapa
daerah di Indonesia. Rekaman pemasungan hak politik
yang terjadi di Papua diantaranya: usaha penangkapan
terhadap group musik Black Brothers yang melakukan
protes lewat lagu-lagu kemudian harus lari meninggalkan
Papua dan berada di pengasingan hingga kini, atau
penangkapan sosiologi dan antropolog Arnold C. Ap
yang berakhir dengan penembakan dirinya (1984), ke-
mudian penahanan Tom Wanggai setelah pengibaran
bendera di Lapangan Mandala Jayapura (1988), penang-
kapan warga Biak pasca pengibaran Bintang Kejora yang
kemudian mengakibatkan operasi militer besar-besaran,
terkenal dengan kasus Biak Berdarah (6 Juli 1998), pena-
hanan dan penangkapan pelaku pembongkaran gudang
(Refleksi Kritis Terhadap Pemenjaraan Demokrasi di Papua)
(Ronda)
OPINI 11
senjata di Wamena (4 April 2003), penangkapan 4 aktivis
mahasiswa Papua di Jakarta pasca demonstrasi di depan
kedutaan Belanda dan Amerika (Desember 2000), pena-
hanan 4 aktivis Papua usai pengibaran Bintang Kejora di
Lapangan Simpang Lima, Semarang, Jawa Tengah (3 De-
sember 2003), penahanan Yusak Pakage dan Filep Karma,
pasca pengibaran Bintang Kejora di lapangan Trikora,
Abepura 2004, penangkapan dan penahanan Ferdinan Pak-
age dkk pasca aksi demonstrasi didepan Kampus Uncen ,
Jayapura (16 Maret 2006), penangkapan Zakharias Horota
dan Elias Weya (2008), penahanan Buchtar Tabuni (2009)
melawan ketidakadilan, pelanggaran HAM dan operasi
militer yang dijalankan di Papua dan juga masih banyak
lagi nama yang lain.
Apa yang salah dengan aktivitas mereka sehingga
mereka ditahan dan dijadikan tahanan politik? Protes ter-
hadap ketidakadilan, kasus-kasus pelanggaran HAM yang
terus terjadi di Papua, penebangan dan pengrusakan ling-
kungan serta hutan Papua atas nama Investasi, peminggiran
masyarakat Asli Papua, implementasi undang-undang yang
salah kaprah dan tumpang tindih (UU Otonomi Khusus dan
UU Pemekaran Wilayah) serta PP 77 yang memasang hak
politik masyarakat Papua, pengebirian produk UU Otsus
yang sarat dengan pelanggaran hak-hak dasar orang Papua,
justru mendapat label atau stigma sebagai separatis, dan
dijerat dengan pasal-pasal makar.
Sebagian tahanan politik tersebut sudah bebas, ada
yang mati dalam tahanan, ada yang sudah tak bisa kembali
lagi menginjakkan kakinya ke Papua, namun masih banyak
yang mendekam di prnjara. Sebagian besar dari mereka,
ditahan tanpa melalui prosedur hukum, kemudian mendapat
keputusan secara tidak adil tanpa pengadilan yang terbuka
dan transparan, bahkan sebahagian lagi masih terkatung-
katung nasibnya karena pengadilan belum memutuskan
lama hukuman mereka, namun mereka sudah diperlakukan
layaknya hukuman. Singkat kata, hukum Indonesia sama
sekali tak berpihak pada mereka karena kekerasan terhadap
mereka terus saja terjadi bahkan dalam penjara yang seha-
rusnya menjadi tempat mereka dibina. Lantas dimana bukti
bahwa negara Indonesia ini adalah negara yang menganut
sistem hukum, dimana hukum memegang kedaulan
tertinggi?
Penjara memang tempat mengasingkan dan mema-
sung kebebasan namun kita tak boleh melupakan satu
makna penting tentang penjara bahwa semakin banyak
tahanan politik di Papua berarti pihak pemerintah Indonesia
sedang menyembunyikan kebenaran, dan mereka tak ingin
masyarakat Papua sadar terhadap hak-hak mereka, dan juga
menunjukkan jenis pemerintahan yang otoriter dan militer-
istik yang diterapkan di seluruh tanah Papua. Hal tersebut
bisa terlihat jelas ketika orang Papua memprotes pengiri-
man militer yang melahirkan pelanggaran HAM besar-
besaran yang masih terus terjadi di Papua, pelarangan
jurnalis asing (luar negeri) untuk masuk ke Papua, depor-
tasi terhadap wartawan asing yang meliput demonstrasi
pemuda dan mahasiswa baru-baru ini, dan penangkapan
pelaku demonstrasi sampai tindakan kekerasan yang
menyebabkan kematian atau cacat seumur hidup.
Hal tersebut menjadi bukti bahwa mengharapkan
demokrasi di Negara yang hanya memakai kata de-
mokrasi sebagai tameng dan jargon politik untuk menda-
pat bantuan dan dukungan internasional adalah sia-sia
bahkan hal yang sangat mustahil. Realita tersebut seha-
rusnya menyadarkan kita, orang Papua, bahwa ada yang
salah di negara ini karena orang hanya berbicara dan
mengemukakan pendapat dan melakukan protes saja bisa
dianggap penjahat dan dikurung dalam penjara. Oleh
karena itu, jika kita, orang Papua, diseret masuk ke dalam
penjara dan menjadi tahanan politik karena menyuarakan
hak-hak kita maka kita tidak perlu malu atau takut tetapi
harus berbangga dan yakin bahwa apa yang kita suarakan
itu mulia dan benar adanya.
Kebebasan dan pemerintahan yang jujur, adil,
dan menghargai nilai kemanusiaan tidak bisa datang den-
gan sendirinya tetapi harus diperjuangkan dengan darah
dan air mata maupun penjara.
Jangan pernah takut untuk dimasukan ke dalam
penjara karena menyuarakan kebenaran, karena kebena-
ran bisa disalahkan tetapi takkan pernah dikalahkan. Wa-
TAHANAN POLITIK MENYUARAKAN ASPIRASI RAKYAT PAPUA UNTUK
KEADILAN
Stop Kekerasan
dan diskriminasi
terhadap Tahanan
Politik Papua
BOM SELEBARAN 12
Rakyat Papua adalah subjek dari cita-cita Papua Merdeka
Bangun alat/lembaga politik dan pemerintahan sendiri, diluar NKRI
Kemerdekaan tidak datang karena kebaikan atau rasa kasihan orang lain atau karena kita menunggu. Tapi datang karena kita, Rakyat Papua, mau memperjuang-kannya. Kita, rakyat Papua, adalah subjek/pelaku dari cita-cita Papua merdeka tersebut.
Kemerdekaan tidak datang dari lembaga-lembaga politik dan pemerintahan NKRI seperti MPR, DPR RI, DPD RI, Presiden, DPRP, Gubernur, MRP, DPRD Kota/Kabupaten, Bupati, partai-partai politik NKRI, or-ganisasi-organisasinya NKRI, dll. Karena semua lembaga itu adalah milik NKRI, yang mengabdi kepada kepentin-gan NKRI.
Tapi kemerdekaan Papua datang karena rakyat Papua mau membangun alat/lembaga politik dan pemerin-tahanya sendiri, diluar semua alat/lembaga politik dan pemerintahan NKRI. Seperti apakah alat/lembaga politik dan pemerintahan itu? Kita bisa lihat beberapa contoh: CNRT di Timor Leste, PLO di Palestina, PAIGC di Guinea Bisau, dll
Alat/lembaga politik dan pemerintahan rakyat Papua dapat di bangun jika rakyat Papua mau mengor-ganisasikan perjuangan/perlawanannya. Jadi dimulai dengan BERORGANISASI. Bangun organisasi perjuan-gan/perlawanan. Apa saja yang harus diperjuangkan? Yang harus di perjuangkan adalah segala hal yang dalam kesadaran politik kita seharusnya ada agar hidup kita lebih baik. Contohnya kita menuntut kemerdekaan Papua, karena kita sadar bahwa itu adalah hak kita untuk menentukan nasib kita sendiri. Kita tuntut agar
mama-mama pedagang Papua diberikan pasar khusus, karena dengan adanya pasar tersebut mereka bisa dilatih untuk lebih terampil dan sanggup bersaing. Kita tuntut pendidikan dan kesehatan gratis, karena kita sadar hal itu akan membantu kita untuk maju dan berkembang, kita tuntut agar masyarakat adat Papua dimampukan/diberdayakan untuk mengelolah sumber daya nya sendiri karena kita yakin dengan hal itu masyarakat adat tidak tersingkir dari tanah adat-nya, dll.
Kemudian dengan adanya organisasi-organisasi per-juangan/perlawanan tersebut kita bisa membangun suatu FRONT PERSATUAN/Koalisi/Aliansi yang terdiri dari organisasi-organisasi perlawanan tersebut. FRONT PERSATUAN/Koalisi/Aliansi tersebut adalah tempat kita melatih diri kita dan terus menerus memajukannya sehingga FRONT PER-SATUAN/Koalisi/Aliansi sanggup mengemban tu-gasnya sebagai alat/lembaga politik dan pemerin-tahan kita yaitu alat/lembaga politik dan pemer-intahan seluruh rakyat Papua.
Alat/lembaga politik dan pemerintahan seluruh rakyat Papua inilah yang kemudian menjadi alat perjuangan seluruh rakyat Papua untuk mewu-judkan cita-cita Papua Merdeka dan sekaligus menjadi bukti kesanggupan kita, rakyat Papua, untuk memimpin dan memerintah diri kita sendiri di atas tanah kita.
TOKOH 13
pekerjaan di sebuah kantor pelayanan publik yang mem
bolehkannya untuk meneruskan pendidikannya. Namun,
pada tahun 1968, ia harus meninggalkan bangku pendidi-
kan karena di rekrut oleh Angkatan Darat Portugis me-
layani negara. Wajib militer itu ia jalani selama 3 tahun,
sampai mencapai pangkat Kopral. Dalam masa-masa men-
jalankan bergabung dalam militer itulah, Gusmao menda-
pat seorang putra, Eugenio, dan seorang putri, Zenilda, dari
istrinya Emilia Batista.
Tahun 1971 merupakan titik permulaan bagi Gusmão
dalam dalam keterlibatannya di gerakan pembebasan
Portugis Timor. Ia terlibat dalam suatu organisasi
nasionalis yang diketuai oleh José Ramos Horta.
Pada tahun 1974 Gusmao bergabung dengan Fretilin,
saat yang bersamaan dengan terjadinya kudeta di Portugal
yang mengakibatkan Portugal harus melakukan dekolo-
nisasi bagi negara-negara jajahannya, salah satunya adalah
Timor Portugis. Untuk itu, Gubernus Portugal saat itu,
Mario Lemos Pires, mengumumkan rencana untuk mem-
berikan kemerdekaan koloni dengan langkah mengadakan
Pemilihan Umum dengan tujuan mempersiapkan kemer-
dekaan Timor Leste di tahun 1978.
Pada masa itu ada dua faksi di Timor Portugis yaitu:
UDT (Uni Demokratik Timor) dan Fretelin yang selalu
saling berselisih dan bersaing. Xanana aktif dalam salah
salah satu faksi yaitu Fretelin, sehingga pada pertengahan
tahun 1975, ia dipenjarakan oleh faksi saingannya, UDT.
Masa penahanan Gusmao oleh faksi saingannya tersebut
tidak berlangsung lama karena pada akhir tahun 1975,
faksi Fretelin yang sepenuhnya telah menguasai Timor
Portugis, mengeluarkannya dari penjara. Setelah keluar
dari penjara, Gusmao semakin terlibat secara aktif dan
hingga menduduki posisi Sekertaris dalam organisasinya,
Fretelin.
Mengambil keuntungan dari kekacauan internal antara
UDT dan Fretelin dan masa senggang saat persiapan ke-
merdekaan tersebut, Indonesia segera memulai kampanye
destabilisasi dan serangan sering ke Timor Portugis secara
bertahap dari pada akhir tahun 1975.
Pada tangga 28 November 1975, Fretelin mendeklara-
sikan Kemerdekaan Timor Portugis sebagai ‗Republik De-
mokratik Timor Leste’. Dalam proses ini, Gusmao sendiri
terlibat dalam syuting kegiatan upacara bersejarah tersebut.
Namun, 9 hari setelah deklarasi kemerdekaan dan pemerin-
tahan lokal, Republik Demokratik Timor Leste, Indonesia
Pria bernama lengkap Kay Rala Xanana Gusmao atau
Jose Alexandre yang lebih akrab di sapa ‗Xanana‘, nama
yang diambil dari lirik musik sha-na-na ini, lahir tanggal
20 Juni di Manatuto, di suatu daerah di Timor Leste yang
sering disebut daerah Timor Portugis, pada tahun 1946.
Xanana, adalah seorang mestico, sebutan untuk anak
berdarah campuran Timor Portugis dari sepasang suami
istri yang berprofesi sebagai guru.
Ia menimba ilmu di sekolah Jesuit di luar Dili, namun
meninggalkan sekolah Jesuit tersebut pada usia 16 tahun
kemudian mencari pekerjaan. Pekerjaannya ada beberapa,
namun di tengah kesibukannya bekerja, pendidikan tetap
masih ia prioritaskan diatas segalanya. Hal it terbukti saat
ia tetap melanjutkan pendidikan di sebuah sekolah malam
selepas kerja. Pada tahun 1965, di usianya yang ke-19 ia
bertemu Emilia Batista, yang kemudian menjadi istri per-
tamanya.
Pada tahun 1966, Xanana memperoleh sebuah
Xanana Gusmao, Perdana Mentri Timor Leste
XANANA GUSMAO
DARI PENJARA MENUJU PEMBEBASAN NASIONAL TIMOR LESTE
www.freedom.tp/people/xanana.htm
TOKOH 14
melakukan invasi ke Timor-Timor, saat Gusmao sedang
mengunjungi teman-temannya di luar kota Dili. Ia hanya
menyaksikan proses invasi tersebut dari bukit-bukit, dan
mulai melakukan pencarian terhadap keluarganya hari-hari
setelah itu.
Gusmao yang memang menonjol dalam organisas-
inya, kembali mendapat posisi penting yaitu menjadi
pemimpin partai Falintil, sayap bersenjata Fretilin, pada
tahun 1981.
Setelah penunjukkan ―Pemerintah sementara Timor
Leste‖ oleh Indonesia, Gusmao menjadi sangat terlibat
dalam kegiatan perlawanan dengan cara berjalan dari desa
ke desa untuk memperoleh dukuangan dan merekrut ang-
gota baru. Kegiatan tersebut mendapat simpati dan dukun-
gan dari rakyat. Namun di awal tahun 1980-an FRETELIN
mulai mengalami beberapa kemunduran besar di awal
1980-an, sehingga Xanana memutuskan untuk meninggal-
kan Fretelin, keluar dan membentuk Dewan Pertahanan
Nasional rakyat Maubere (CNRM) pada tahun 1987.
Langkah ini dilakukan guna merangkul semua pihak ter-
masuk gereja demi menghindari kesan perjuangan kemer-
dekaan hanya dilakukan Fretilin. Untuk mendapat penga-
kuan internasional, Xanana menyempurnakannya dengan
mengubah CNRM menjadi CNRT (Dewan Per-
tahanan Nasional Rakyat Timor) tahun 1998 di
Pinichi (Portugal). Pada pertengahan 1980-an
simpati dan dukungan rakyat meluas, dan tak
dapat disangkal lagi bahwa Gusmao menjadi
salah seorang tokoh dan seorang pemimpin
besar. Beberapa point yang menjadikan Xanana
sebagai seorang pemimpin dan pejuang pembe-
basan yang karismatik adalah sebagai berikut:
Pertama, Xanana memiliki hati yang peka
dan setia terhadap garis perjuangan ketika ban-
yak anggota Falintil, dan Fretelin yang men-
yerahkan diri kepada ABRI karena nasional-
isme dan daya juang mereka sudah aus, namun
ia tetap setia.
Kedua, Xanana sebagai ―sisa― tertinggi
dalam Falintil dan Fretelin. mendapat inspirasi
bahwa masih ada per- HATI –an dari masyara-
kat Timor Lorosae di kota-kota terhadap nasib
mereka di hutan-hutan. Ia juga menangkap sua-
sana batin ini secara tepat. Setelah belajar dari
situasi dan kondisi perjuangan yang ada, ia
mengubah haluan partai FRETELIN ke arah
nasionalisme baru dengan meninggalkan
ideologi Marxisme- Leninisme ke arah Sosial-
isme– Demokratik dengan keluar dari Fretelin
dan mengawali RER (Reajustamento
Estrutural da Resistencia) yang kemudian dinamakan
CNRT.
Ketiga, dengan keluar dari Fretelin tidak berarti
Xanana ―menghabisi ― perjuangan –nya. Justru dalam si-
kap nya yang nonpartisan, ia merangkul Fretelin sebagai
basis utama dan menampung aspirasi ex-lawannya dari
partai lain (UDT, Apodeti, Kota dan Trabalhista). Dengan
kata lain, ia merangkai sebuah simfoni baru dalam ork-
estra nasionalisme baru Timor Lorosae. Bukannya sebuah
nasionalisme eksklusif seperti Fretelin melainkan nasion-
alisme yang hidup dari ― roh kemerdekaan ― dalam hati
nurani setiap orang Timor Lorosae yang sejati.
Keempat, peristiwa terpenting yang menjadi
―kompas‖ sejarah Timor Lorosae ialah ketika Xanana ke-
luar dari Fretelin dan mengubah Falintil menjadi tentara
pembebasan nasional. Pada saat bersamaan, Fretelin yang
di pimpin Lu-Olo, dengan kerendahan hati menerima vis
―mantan‖ anggotanya; Xanana. Di tangan Xanana dan Lu-
Olo, Fretelin mengalami sebuah
―Purificacao‖ (Permunian) dengan meletakan nasip rakyat
dan masa depan sejarah Timor Lorosae di atas kepentin-
gan partai. Bagi mereka berdua, tidak penting Fretilin mati
atau hidup karena yang terpenting adalah rakyat Timor
Xanana Gusmao, Semasa memimpin Fretelin
ww
w.fr
eedo
m.tp
/peo
ple/
xana
na.h
TOKOH 15
Lorosae dibebaskan dari penjajahan.
Kelima, pemikiran Xanana dengan mengubah format
perjuangan didukung sepenuhnya bukan hanya oleh Falintil
tetapi seluruh rakyat Timor Lorosae. Selanjutnya, Falintil
memberikan ―Pengamanan‖ total kepada perjuangan sang
komandan dengan mencetuskan sumpah FALINTIL kepada
Xanana ―maun boot tun ami tun, maun boot sae ami
sae‖ yaitu sumpah seorang ksatria hanya tuntas dalam
tetes darah terakhir. Dalam CNRM, sifat nasonalisme bu-
kanlah privilege sebuah kelompok partai melainkan rakyat
―Maubere‖ pada umumnya. Bagi Xanana, bukan istilah
yang menentukan, melainkan wawasan, spirit, integritas,
karakter dan semangat kebersamaanlah yang paling
penting. Xanana memakai gagasan Tomas de Aquino,
bahwa ,‖a wise man doesn t worry about name – orang yang bijak tidak
peduli tentang nama –‖.
Peristiwa Pembantaian Santa Cruz yang terjadi di Dili,
Timor-Timor pada tanggal 12 November 1992 pada awal
1990-an, Gusmao menjadi seseorang yang paling dicari
oleh media atau pers nasional maupun internasional untuk
dimintai keterangan dan komentarnya. Keterangan yang ia
berikan mendapat perhatian dunia terhadap peristiwa yang
dikenal sebagai ‗Santa Cruz Massacre‘ itu. Profilnya seba-
gai pemimpin yang paling dihormati di Timor-Timor me
nyebabkannya masuk ke dalam daftar orang yang paling
dicari versi pemerintah Indonesia. Sebuah kampanye untuk
penangkapannya akhirnya sukses pada bulan November
1992 tepatnya tanggal 20.
Pada bulan Mei 1993, Gusmao diadili, dan divonis hu-
kuman mati oleh Pemerintah Indonesia setelah dijerat den-
gan pasal-pasal pidana diantaranya: pasal 108 KUHP Indo-
nesia (pemberontakan ), UU No.12 dari 1951 ( kepemilikan
ilegal senjata api ), dan pasal 106 (mencoba bagian terpisah
dari wilayah Indonesia). Proses penahanan dan persidangan
cacat hukum bahkan Berita Acara Penahanannya dan pu-
tusan pengadilannya diberikan tanpa didampingi oleh seo-
rang pengacarapun. Vonis hukuman mati tersebut dirin-
gankan menjadi 20 tahun oleh presiden Indonesia, Soe-
harto, pada bulan Agustus 1993. Meskipun tidak dibebas-
kan, sampai akhir tahun 1999, Gusmao berhasil memimpin
perlawanan dari dalam penjara. Ia harus menjalani pemen-
jaraan politik selama tujuh tahun hingga kemudian dibebas-
kan pada 7 September 1999 setelah runtuhnya kekuasaan
Orde Baru.
Kemudian karena tekanan dunia Internasional, maka
diadakan Referendum akhir tahun 1990-an, tepatnya 30
Agustus 1999. Proses referendum tersebut tetap diwarnai
teror dan ancaman oleh pemerintah Indonesia, namun
rakyat Timor Leste yang telah melihat kekejaman dan ke-
brutalan Indonesia, mayoritas masyarakat lebih memilih
untuk merdeka.
Pasca Referendum, teror terus berlanjut dan kondisi
Timor-Timor semakin tidak kondusif karena pertumpa-
han darah yang terus terjadi. Gusmao sendiri terus meng-
kampanyekan kondisi negerinya ke dunia Internasional
dan bahkan kepada tokoh-tokoh penting yang mengun-
junginya dipenjara, LP Cipinang, Jakarta.
UNTAET mengambil alih wewenang sementara di
Timor Timur pada 26 Oktober 1999. Xanana baru aktif
kembali menjelang pemilu presiden. Setelah Timor
Timur merdeka pada 20 Mei 2002, ia terpilih menjadi
presiden.
Sementara di dalam penjara itulah Xanana bertemu
dengan Kirsty Sword, seorang wanita berkebangsaan
Australia, dan mendapat 3 orang anak:). Alexandre, Kay
Olok, dan Daniel. Xanana juga menulis sebuah
autobiografi yang berjudul: To Resist Is to Win yang
artinya ‗Menentang adalah untuk Menang’.(Manwen)
Bentuk Front Persatuan
Untuk Pembebasan
Nasional
Bangun Front
Persatuan Rakyat Papua.
Hal ini hanya dapat terwujud jika
terdapat peningkatan kesadaran
politik rakyat Papua, dimana rakyat
sadar dan sanggup membangun
organisasinya dan menggunakannya
sebagai alat perlawanannya. Hal ini
juga merupakan landasan
terbangunnya front persatuan rakyat
Papua, dan juga landasan persatuan
yang demokratik (berkedaulatan
rakyat/terbangunnya dewan-dewan
rakyat Papua).
Makna ekonomi berbasis kerakyatan menjadi wacana
yang selalu diperdebatkan namun tidak menemukan
solusi yang tegas dalam menerapkan ekonomi kerakyatan
tersebut. Landasannya adalah bagaimana kehidupan dasar
manusia dapat terpenuhi setiap saat, antara lain ; makan
minum, rumah, pakain, pendidikan, dan kesehatan yang
merupakan syarat-syarat dasar mengukur Indeks Pem-
bangunan Manusia.
Persoalanya semakin rumit saat kita melihat kebija-
kan-kebijakan Pemerintah yang sangat tidak memihak
kepada pemberdayaan atau pembangunan sektor ekonomi
rakyat tersebut. Fenomena ini bisa kita lihat dari sisi per-
juangan pedagang Asli Papua (mama-mama Papua) un-
tuk mendapatkan pasar khusus bagi mereka, agar terjadi
persaingan dagang yang sehat atau melatih pedagang Asli
Papua dalam persaingan bisnis rakyat yang sehat untuk
menghadapi persaingan pasar bebas yang sedang men-
gancam wilayah Papua saat ini. Ada berbagai alasan yang
selalu di buat oleh para elit birokrasi Pemerintah Papua
menyangkut lahan dan ketersediaan dana bagi pasar
rakyat tersebut. Yang menjadi pertanyaan ― kenapa mall
atau ruko-ruko bisa dibangun tanpa ada alasan lahan
dan dana?
Arus Kepentingan Modal Internasional
Papua saat ini merupakan bagian dari Negara Indo-
nesia, sehingga kebijakan –kebijakan tentang pasar atau
perdagangan secara umum diatur dalam perjanjian-
perjanjian perdagangan secara internasional. Mall atau
ruko merupakan bentuk fisik bangunan yang sudah di-
siapkan oleh pemodal-pemodal besar dalam melakukan
transaksi bisnis atau penjualan barang. Di Mall atau ruko,
kita bisa menemukan banyak barang dagangan seperti
sayur-sayuran, buah-buahan, bumbu dapur, alat-alat elek-
tronik, buku, bahkan makanan langsung jadi, dll yang
sudah di kemas dengan rapi dengan harga yang sudah
ditetapkan sehingga ketertarikan para pembeli lebih cepat
(dominan). Hal ini merupakan gambaran tentang strategi
kebijakan pasar modern dalam merespon situasi masyara-
kat secara umum. Dari mana produksi sayur, buah,
bumbu, dll? produksi sayur, buah dan bumbu merupakan
bentuk kerja sama petani yang mengelola lahan pertanian
atau perkebunan dengan para pemodal usaha yang cukup
besar sehingga dia mampu menguasai (memonopoli)
perdagangan. Para pemodal ini sudah tentu mempunyai
dana yang sangat besar ( milyaran atau triyulan rupiah )
sehingga mereka mampu membeli lahan untuk pertanian,
perkebunan dan mempekerjakan para petani atau juga
membangun mall dan ruko. Selain itu, mereka mampu
membeli Gubernur, Bupati, Walikota, DPRP, DPRD dan
birokrasi yang terkait. Hal ini yang menyebabkan pemer-
intah sangat sulit bahkan dengan berbagai alasan untuk
tidak membangun pasar bagi Pedagang Asli Papua.
Pasar Bebas
Pasar Bebas merupakan sejarah panjang dari politik
perdagangan bebas tanpa mengenal batas-batas wilayah
atau Negara. Ini merupakan sebuah paham yang
meyakini bahwa kesejahteraan suatu Negara hanya diten-
tukan oleh banyaknya aset atau modal yang disimpan
oleh negara yang bersangkutan. Aset ekonomi atau modal
negara dapat digambarkan secara nyata dengan jumlah
kapital (mineral berharga, terutama emas maupun ko-
moditas lainnya seperti tanah, hutan/kayu, dll) yang di-
miliki oleh Negara, dan modal ini bisa diperbesar jumlah-
nya dengan meningkatkan ekspor dan mencegah impor
sebisa mungkin, sehingga neraca perdagangan dengan
negara lain akan selalu positif.
Dengan pasar bebas, maka ekspansi (perluasan) mo-
dal dan distribusi koomoditas akan berjalan dengan baik.
Misalnya industri raksasa internasional (seperti Freeport,
British Protelium, perusahan kayu, atau barang dan jasa)
yang berada di bawah kendali pengusaha-pengusaha
internasional, akan lebih leluasa mengambil kekayaan
alam di suatu negara atau daerah tertentu. Namun se-
baliknya, industri negara berkembang, termasuk Indone-
sia justru akan mengalami kemunduran akibat kalah ber-
saing dengan komoditas produk luar yang tentu saja jauh
lebih murah.
Dampak Pasar Bebas Bagi Indonesia.
Sasaran dari eksploitasi modal asing berasal dari ne-
gara-negara industri maju seperti Amerika Serikat,
Jepang, Uni Eropa, dan didukung oleh lembaga keuangan
multilateral (IMF/WB/ADB). Utang luar negeri menjadi
pembuka jalan bagi investasi modal besar untuk melan-
jutkan eksploitasi atas perekonomian Indonesia. Utang
luar negeri Indonesia hingga akhir tahun 2008 mencapai
Rp 1.640 triliun (KURS 11.000/US$), yang terdiri dari
utang swasta dan utang Pemerintah. Ditambah dengan
utang obligasi negara (surat utang) yang berasal dari
dalam dan luar negeri sebesar 973,25 triliun, maka total
utang mencapai Rp 2.613 triliun. Artinya setiap kepala
keluarga di negara Indonesia harus menanggung utang
sedikitnya Rp 44 juta/ rumah tangga (jumlah penduduk
230,4 juta jiwa, jumlah rumah tangga 59,2 juta dan ang-
PERLAWANAN RAKYAT 16
PEDAGANG ASLI PAPUA MENCARI TANAH DAN LAHAN DI NEGERINYA “SELAMAT DATANG PASAR BEBAS”
gota rumah tangga 3,89 jiwa/ rumah tangga). Padahal
utang luar negeri yang sangat besar tersebut tidak diguna-
kan untuk rakyat, tetapi menjadi sumber bagi pembiayaan
kepentingan modal besar. Negara menggunakan pajak
rakyat untuk membayar bunga dan cicilan hutang pokok
dalam jumlah yang sangat besar yaitu mencapai Rp.
495,69 triliun atau setara dengan 58 persen pendapatan
negara atau 75 persen pendapatan pajak dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2009.
Lahirnya seluruh produk hukum dengzn dibangun-
nya segenap infrastruktur yang mendukung eksploitasi
modal atas ekonomi Indonesia, telah meningkatkan domi-
nasi modal besar asing hampir di seluruh sektor. Hingga
saat ini lebih dari 175 juta lahan telah dikuasai oleh mo-
dal swasta, setara dengan 91 persen luas daratan Indone-
sia. Sebanyak 90 persen kekayaan migas nasional dikua-
sai investor asing, termasuk kekayaan tambang mineral
sebesar 89 persen, dan produksi batubara sebesar 75 per-
sen. Hampir seluruh output yang dihasilkan dari eksploi-
tasi sumber daya alam telah digunakan untuk memasok
kebutuhan ekspor ke negara-negara industri maju, baik
mineral, migas dan komoditas perkebunan. Akibatnya,
meski Indonesia adalah penghasil migas, akan tetapi
menjadi net importer produk migas dan importir produk
olahan lainnya yang bernilai tambah tinggi. Dipersem-
bahkannya sumber bahan mentah untuk pasar ekspor
inilah yang menjadi sebab dari hancurnya industri na-
sional, minimnya kesempatan kerja, rendahnya produk-
tivitas usaha-usaha nasional serta semakin mahal dan
langkanya sumber-sumber energi di dalam negeri.
Saat ini negara-negara kaya-raya yang tergabung
dalam Uni Eropa mendeklarasikan 2010, sebagai tahun
Pemberantasan Kemiskinan dan Keterpinggiran Sosial di
kawasan mereka. Beberapa lembaga donor Eropa bahkan
menggunakan slogan ―Zero Poverty/Nol Kemiskinan‖
sebagai targetnya. Selain Uni Eropa, beberapa negara
industri baru seperti China dan India mematok angka pe-
nurunan kemiskinan ambisius demi pengurangan kemi-
skinan menjadi separuh sesuai target Millennium Devel-
opment Goals (MDGs) pada 2015. Bagaimana dengan
Indonesia? Saat ini Pemerintahan SbY-Boediono justru
membuka ruang yang lebih luas terhadap perdagangan
bebas tersebut. Betapa tidak? Tahun 2010 adalah dimu-
lainya Perjanjian Perdagangan Bebas (ASEAN-China
Free Trade Agreement/ACFTA).
Meski Pemerintah menghimbau pengusaha-
pengusaha Nasional dan rakyat tidak usah khawatir, na-
mun ACFTA dengan otomatis akan memukul industri
padat karya, industri berteknologi sedang, dan skala kecil
karena kalah bersaing, terutama dengan China sehingga
ditahun 2010 angka pengangguran akan melonjak karena
terjadi PHK massal di berbagai industri yang berakibat
pada naiknya jumlah orang miskin. Data terbaru BPS
(Maret 2009) mencatat 14,15% atau sekitar 32,5 juta jiwa
penduduk negara Indonesia tergolong miskin.
Dampak Pasar Bebas bagi Papua
Wilayah Papua saat ini merupakan bagian integral
dari Negara Indonesia, sehingga dampak Pasar Bebas
secara Nasional sudah pasti akan terjadi di Papua.
Sejarah pertarungan Pedagang Asli Papua dengan
Pedang Non-Papua membuktikan bahwa saat ini rakyat
Papua sangat tidak siap untuk menghadapi tsunami pasar
bebas tersebut.
Otonomi Khusus yang sebenarnya merupakan
kebijakan untuk memproteksi potensi Sumber Daya
Manusia Papua terutama Pemberdayaan Ekonomi rakyat,
Pendidikan, Kesehatan, dan Infrastruktur salah di terje-
mahkan oleh birokrasi bahkan digunakan oleh pen-
gusaha-pengusaha nasional dalam menguatkan bisnis-
bisnis, terutama industri padat karya, dan juga industry
skala kecil bagi rakyat Papua. Tanah Papua ( Prov Papua
dan Papua Barat) memiliki komoditi primadona untuk
pasar bebas (niat menanamkan modal/investasi bagi se-
mua Negara-negara maju) dibanding daerah Indonesia
lainnya. Investasi dibidang Minyak dan Gas (migas) dan
mineral (emas, nikel, dll), merupakan investasi dengan
nilai yang sangat besar dibanding investasi pada sector
lain seperti perkebunan, Perikanan, dan kelautan. Arti-
nya, sector pertambangan migas dan mineral adalah pem-
beri kontribusi cukup besar terhadap tingginya nilai in-
vestasi nasional. Dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa Provinsi Papua termasuk Papua Barat) adalah kon-
tributor terbesar bagi tingginya nilai investasi tersebut.
PERLAWANAN RAKYAT 17
Spanduk Solpap di depan kantor Gubernur
Doc. Nasta
PERLAWANAN RAKYAT 18
Bahkan negara Indonesia telah menawarkan 24 blok
minyak dan gas yang baru bagi para investor pada bulan
Mei tahun 2009, dan sebagian besar blok yang akan
dilepas itu berada di bagian timur Indonesia, sesuai den-
gan pengumuman Evita Legowo, Direktur Umum Minyak
dan Gas di Kementerian Energi. untuk blok di daerah
lepas pantai Papua, seperti: ―... Kofiau, lepas pantai Papua
Barat (Biak Petroleum, Niko Resources; lepas pantai
Papua Barat (Marathon, Komodo Energi, Energi Ku-
mawa); Cenderawasih, Papua Barat lepas pantai ( Esso,
Exxon Mobil, dan Biak Petroleum); Northern Papua, On-
shore dan lepas Pantai Utara Papua (Sarmi Papua, Asia
minyak). Selain sector migas dan mineral yang menempati
urutan pertama, sector investasi berikutnya yang signifi-
kan di Papua adalah pertanian, perkebunan, perikanan dan
kehutanan.
Hal ini akan mendorong Birokarsi Pemerintahan di
Papua untuk mempercepat pembuatan undang-undang
( peraturan daerah) untuk menjawab persoalan infrastruk-
tur ( jalan, jembatan, kelistrikan, dll) yang tidak memadai,
mempersiapkan sistem keamanan (TNI/Polri) yang kuat,
dan juga mempercepat sertifikasi (surat berharga) tanah
untuk mempercepat pelepasan kepemilikan Tanah Adat
yang dinyatakan cukup rumit.
Saat ini Pemekaran Wilayah, baik Propinsi/Kabupaten
di Tanah Papua merupakan bentuk nyata dari kepentingan
modal asing,untuk lebih mudah menjalankan penanaman
investasi bernilai milyaran dolar tersebut. Para elit
birokrasi Papua akan mempercepat kegiatan investasi
tersebut karena berharap mendapatkan uang sogokan
(upeti) dari adanya suatu kegiatan investasi ekonomi di
wilayahnya. Ini yang menyebabkan para elit birokrasi
Papua tersebut menjadi bodoh, dan lupa untuk membuat
aturan-aturan (peraturan daerah yang khusus) untuk mem-
proteksi kegiatan ekonomi rakyat Asli Papua. Artinya,
dalam beberapa tahun ke depan rakyat Papua akan berha-
dapan dengan persoalan2 yang berkaitan dengan pemu-
luskan arus investasi di Papua (yang merupakan kepentin-
gannya modal asing, birokrasi nasional, dan birokrasi local
Papua), mulai dari persoalan pelepasan Tanah Adat,
pengganguran, pencari kerja hingga persoalan bertambah-
nya jumlah pencari kerja dari luar Papua yang merupakan
program Nasional untuk Transmigrasi.
Miskin di Negeri sendiri
Badan Pusat Statistik (BPS) per Maret 2009 mencatat
Papua sebagai provinsi dengan persentase kemiskinan
penduduk kota dan desa tertinggi dibanding 33 provinsi
lain di Indonesia. Posisi ini tidak bergeser dibanding per-
sentase tingkat kemiskinan pada 2008 lalu. Papua men-
duduki posisi teratas dengan angka 37,08 persen. Per Ma-
ret 2009 ini, persentase kemiskinan nasional adalah 14,15
persen
Posisi kedua sampai kelima ditempati oleh Propinsi
Papua Barat (35,71 persen), Maluku (28,23 persen),
Gorontalo (25,01 persen) dan Nusa Tenggara Timur den-
gan jumlah 23,31 persen.
Persentase penduduk miskin ini kalau dilihat dari
penyebarannya di pedesaan paling besar berada di
provinsi Papua. Tingkat kemiskinan di sini mencapai
46,81 persen atau 732 ribu, paling tinggi dari rata-rata
nasional kemiskinan di pedesaan yang hanya 17,35 per-
sen per Maret 2009.
Data BPS ini menunjukkan tidak ada perubahan yang
signifikan pasca Otonomi Khusus mulai diterapkan pada
tahun 2001. Artinya, rakyat Asli Papua tidak di berikan
ruang secara khusus melalui kebijakan di tingkat
Gubernur, DPRP, dan DPRD untuk membuat aturan-
aturan yang tegas dalam meningkatkan produktivitas
rakyat Asli Papua baik di sektor ekonomi, pendidikan dan
kesehatan.
Membangun Kesadaran Rakyat Papua
Dari penjelasan tersebut, sudah pasti bahwa Rakyat
Papua akan tergusur di tengah persaingan pasar bebas
saat ini karena tidak diatur dengan kebijakan-kebijakan
radikal yang dibuat oleh birokrasi di pemerintahan
Papua. Birokrasi yang ada saat ini adalah perpanjan-
gan tangan dari Birokrasi Nasional maupun kepentingan-
kepentingan modal internasional sehingga mereka
( DPRP, DPRD, Gubernur, Bupati dan Walikota) tidak
akan membuat perubahan apapun, bahkan akan membuat
segala aturan yang di inginkan oleh kepentingan Pusat
Ini salah satu Pamplet memprotes ketidak berasilan Otsua di Papua
Doc. Nasta
PELAWANAN RAKYAT 19
perubahan atau jawaban yang pasti terhadap isu terse-
but?? Rakyat Papua tidak pernah mendapat penjelasan
yang detail/sistematis tentang tahapan dan metode untuk
mengerjakan bahkan menjawab isu yang diperjuangkan
tersebut. Mereka bahkan memberikan janji-janji yang jus-
tru membodohi rakyat untuk tidak terlibat aktif. Kita tidak
bisa hanya meniru apa yang ditulis dari berbagai sudut
pandang perjuangan dari Negara lain namun refleksi terha-
dap perjuangan Negara lain bisa menjadi metode untuk
melahirkan kreativitas baru yang harus kita laksanakan.
Kita bisa terlibat bersama-sama rakyat dalam mendorong
dan mencari jalan bagi segala keresahan yang di hadapi
oleh rakyat Papua saat ini.
Kejenuhan rakyat Papua saat ini, mengajarkan kita
untuk mencari bentuk dan metode yang baru dalam mem-
buat taktik (jalan) dalam bentuk program yang mudah di
pahami dan dapat dilaksanakann bersama-sama. Solidari-
tas atau front (SOLPAP) saat ini bisa menjadi pelajaran
bagi kita untuk mulai menilai keseriusan kita dalam men-
gawal dan mengevaluasi bentuk-bentuk perlawanan dan
membangun kesepakatan-kesepakatan bersama untuk
dikerjakan.
Pemahaman membangun kerja bersama ( Front/
Solidaritas) SOLPAP
Kerja bersama saat ini merupakan bentuk awal
(embrio) untuk mengukur komitmen kita dalam men-
dorong pembangunan pasar khusus bagi rakyat Asli
Papua. Keterlibatan berbagai organisasi/komunitas bahkan
individu yang simpati terhadap isu ini merupakan wacana
awal untuk lebih memajukan keyakinan kita tentang
pentingnya kerja bersama tersebut. Ada evaluasi, kritik,
bahkan ide-ide baru merupakan kemajuan dalam men-
dorong isu kita saat ini. Ketika kita melakukan evaluasi
atau kritik berarti kita harus terlibat secara aktif untuk me-
lakukan apa yang diusulkan sehingga memberikan pela-
jaran bahkan menyakinkan kita bahwa apa yang menjadi
ide tersebut dapat dikerjakan. Hal tersebut dapat melatih
kita untuk konsisten di dalam mengerjakan apa yang
dipikirkan sehingga watak pengamat dalam menghayal
program-program yang berlebihan dapat terkikis dan
menghargai apa yang telah di kerjakan saat ini.
Dengan mulai menghargai keberhasilan hal-hal kecil
(yang sudah di lakukan dalam SOLPAP, maka akan me-
latih diri subyektif kita untuk memajukan dan membenahi
organisasi internal untuk menemukan taktik-taktik baru
dalam mendorong kerja bersama yang lebih besar tun-
tutannya karena rakyat semakin paham dengan apa yang
kita kerjakan karena melibatkan mereka dalam menterje-
mahkan keresahan dan kegelisaan mereka dalam realisasi
yang nyata untuk mendorong suatu perubahan di Tanah
Papua. (NASTA)
yang sudah bergandeng tangan dengan pemilik-pemilik
modal internasional. Hal ini membuat rakyat Papua akan
menjadi penonton bahkan tidak terlibat dalam mendorong
laju pertumbuhan ekonomi masyarakat Asli Papua.
Situasi ini, mengharuskan kita (seluruh rakyat Papua)
untuk melakukan perubahan-perubahan melalui kerja-
kerja yang nyata dalam melawan kepentingan modal inter-
nasional dengan meninggalkan sifat pesimis dan harus
selalu menemukan taktik-taktik (cara) baru dalam mem-
buat perubahan saat ini.
Solidaritas Pedagang Asli Papua ( SOLPAP) adalah
salah bentuk organisasi yang melihat betapa penting men-
dorong bahkan akan menciptakan tenaga produktif
masyarakat Asli Papua dalam membendung lajunya pasar
bebas saat ini. Ada banyak hal yang perlu di evaluasi men-
yangkut perjungan SOLPAP yang cukup panjang ( tahun
2001-2010) yaitu sebagai berikut:
Metode Loby Pemerintah Daerah
Sudah jelas Pemerintah Daerah saat ini adalah perpan-
jangan tangan dari kepentingan modal internasional se-
hingga mereka akan menggunakan alasan apa saja untuk
mengelabui rakyat dengan janji-janji yang tidak akan
mereka tepati. Walaupun Birokrasi berambut keriting
dan kulit hitam tetapi watak/ perilakunya sudah dibeli oleh
pemodal-modal besar, baik nasional maupun internasional.
Coba kita lihat produk-produk hukum yang dibuat
pada dasarnya tidak memposisikan Masyarakat Adat seba-
gai pemilik hak ulayat, tetapi mempermudah investasi baik
minyak dan gas, perkebunan kelapa sawit, dan tambang
lainya (emas,nikel, dll) untuk beroperasi secara bebas.
Inilah wajah birokrasi Papua yang bermental penjilat,
sehingga mereka tidak pernah melihat bahkan tidak
mengerti dampak buruk yang terjadi saat ini yang
mengakibatkan tergusurnya Masyarakat Adat. Selain itu,
membiarkan Masyarakat Adat untuk berusaha mengem-
bangkan ekonomi rakyatnya tanpa menyiapkan fasilitas
dan lahan atau memberikan ruang untuk melakukan kredit
usaha kecil dan latihan-latihan khusus agar tenaga produk-
tif Masyarakat Asli Papua semakin banyak.
Bergerak dengan kreativitas kita
Banyak komunitas/organisasi dan individu yang ma-
sih pesimis bahkan lebih banyak berteori dan berdebat
untuk mengamati proses perjuangan SOLPAP saat ini.
Pengamat-pengamat perjuangan Papua ini selalu men-
ganggap remeh tentang metode-metode baru yang harus
dilakukan sesuai dengan kondisi Papua hari ini. Masih
banyak yang menghayal untuk mendorong isu-isu politik
yang kelihatan revolusioner (Merdeka, Referendum, Dia-
log Internasinal/nasional, mogok sipil, dll). Isu-isu ini su-
dah cukup lama di kampanyekan namun kenapa tidak ada
NYANYIAN JIWA 20
Gerakan Rakyat Demokratik Papua (Garda-P)
Mengucapkan Selamat ULTAH Ke 12 ELSHAM PAPUA “Menjadi Radikal Untuk menyelesaikan Kasus-kasus Pelanggaran HAM
Di Seluruh Tanah Papua”
“…….Menjadi tuan di negeri sendiri hanya hayalan yang tidak pasti keberadaannya….yang pasti se-
makin banyak budak yang kehilangan identitas di Negeri Sendiri…”
“ ….Apakah engkau mampu menterjemahkan kondisi hari ini… yang jelas ada penderitaan dan pen-
jajahan yang selalu menemani kehidupan sehari-hari di tengah kegersangan, kegaduhan, kekejaman
dan banyaknya penjilat-penjilat kanibal yang tidak pernah kenyang di atas tanah ini, mereka bahkan
memakan tanah leluhur yang sudah di gadaikan dan melacurkan diri dengan investasi yang memabu-
kan hingga rakyat menjadi bisu dengan banyaknya intelektual-intelektual yang sekarat dan tidak
memiliki identitas leluhur melainkan identitas penjajah dan penjilat yang menjadi kebanggaan dengan
jas dan dasi di atas mobil-mobil berplat merah menutup suram dan hitam negeri yang mengagungkan
slogan kosong yang penuh penderitaan “ Papua Tanah Damai”…..( Nasta)
Apuse... Aku mau bernazar di bentangan fasifik
Lewati wampasi dan wambarek
Sampai pada istana kuri-pasai
Apuse... Aku mau buktikan kalau kalawai yang kita pakai
Busur yang kita pegang Tifa yang kita pukul
Sanggup saingi sangka kala !!
Apuse... Aku mau terbang seperti mansibin
Aku mau bernyanyi di atas langgit
Dengan iringan ukulele dari atas namangkawi
Apuse... Akulah daun pembungkus papeda
Aku ingin bilang padamu
Suatu saat akan kutiupkan Kulit triton warisanmu
Biar gelegarnya katakan pada mereka
Tanah kami sakit hati
Selamat ultah Elsham ke 12, semoga derap langkah “bicara kebenaran”
membuat gemuruh jagat ini.
Oleh: Septer Manufandu
Apuse
ARNOLD AP
NYANYIAN JIWA UNTUK
PEMBEBASAN NASIONAL
SUARA PEMBEBASAN HARUS DITERIAKKAN DEN-GAN KERAS DAN PENUH DENGAN KEYAKINAN UNTUK MEREBUT KEMENANGAN WALAUPUN NYAWA MENJADI TARUHAN…
RAKYAT PAPUA HARUS DIDIDIK UNTUK MENJADI PEMIMPIN-PEMIMPIN YANG RADIKAL TETAPI
BIJAKSANA DALAM MEMBERIKAN ARAHAN DALAM KERJA-KERJA SEHINGGA TIDAK ADA EGO-ISME DAN OTORITER TETAPI MENGHARGAI SE-MUA SUARA RAKYAT …
SUARA-SUARA PEMBEBASAN HARUS DINYANYI-KAN DENGAN MERDU YANG PENUH DENGAN KENYAKINAN..BAHWA KEMENANGAN ITUPASTI DI REBUT DENGAN PENGORBANAN JIWA YANG MULIA...(NASTA)