bunuh diri
TRANSCRIPT
LAPORAN PENDAHULUAN
RESIKO BUNUH DIRI
I. TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Bunuh diri adalah suatu keadaan di mana individu mengalami risiko
untuk menyakiti diri sendiri atau tindakan yang dapat mengancam jiwa (Stuart
dan Sundeen, 1995 dalam Fitria, 2009).
Bunuh diri adalah suatu upaya yang disadari dan bertujuan untuk
mengakhiri kehidupan, individu secara sadar berhasrat dan berupaya untuk
mewujudkan hasratnya untuk mati. Perilaku bbunuh diri ini meliputi isyarat-
isyarat, percobaan atau ancaman verbal, yang akan mengakibatkan kematian,
luka, atau menyakiti diri sendiri (Clinton, 1995 dalam Yosep, 2010).
Bunuh diri adalah suatu keadaan dimana individu mengalami resiko
untuk menyakiti diri sendiri atau melakukan tindakan yang dapat mengancam
nyawa. Dalam sumber lain dikatakan bahwa bunuh diri sebagai perilaku
destruktif terhadap diri sendiri yang jika tidak dicegah dapat mengarah pada
kematian. Perilaku destruktif diri yang mencakup setiap bentuk aktivitas
bunuh diri, niatnya adalah kematian dan individu menyadari hal ini sebagai
sesuatu yang diinginkan. (Stuart dan Sundeen, 1995).
B. Etiologi
Menurut Fitria, Nita, 2009. Dalam buku Prinsip Dasar dan Aplikasi
Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan
Keperawatan (LP dan SP) untuk 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa Berat bagi
Program S - 1 Keperawatan), etiologi dari resiko bunuh diri adalah :
a. Faktor Predisposisi
Lima factor predisposisi yang menunjang pada pemahaman perilaku
destruktif-diri sepanjang siklus kehidupan adalah sebagai berikut :
1. Diagnosis Psikiatrik
Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan cara
bunuh diri mempunyai riwayat gangguan jiwa. Tiga gangguan jiwa
yang dapat membuat individu berisiko untuk melakukan tindakan
bunuh diri adalah gangguan afektif, penyalahgunaan zat, dan
skizofrenia.
2. Sifat Kepribadian
Tiga tipe kepribadian yang erat hubungannya dengan besarnya resiko
bunuh diri adalah antipati, impulsif, dan depresi.
3. Lingkungan Psikososial
Faktor predisposisi terjadinya perilaku bunuh diri, diantaranya adalah
pengalaman kehilangan, kehilangan dukungan sosial, kejadian-
kejadian negatif dalam hidup, penyakit krinis, perpisahan, atau bahkan
perceraian. Kekuatan dukungan social sangat penting dalam
menciptakan intervensi yang terapeutik, dengan terlebih dahulu
mengetahui penyebab masalah, respons seseorang dalam menghadapi
masalah tersebut, dan lain-lain.
4. Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan
factor penting yang dapat menyebabkan seseorang melakukan
tindakan bunuh diri.
5. Faktor Biokimia
Data menunjukkan bahwa pada klien dengan resiko bunuh diri terjadi
peningkatan zat-zat kimia yang terdapat di dalam otak sepeti
serotonin, adrenalin, dan dopamine. Peningkatan zat tersebut dapat
dilihat melalui ekaman gelombang otak Electro Encephalo Graph
(EEG).
b. Faktor Presipitasi
Perilaku destruktif diri dapat ditimbulkan oleh stress berlebihan yang
dialami oleh individu. Pencetusnya sering kali berupa kejadian hidup yang
memalukan.Faktor lain yang dapat menjadi pencetus adalah melihat atau
membaca melalui media mengenai orang yang melakukan bunuh diri
ataupun percobaan bunuh diri. Bagi individu yang emosinya labil, hal
tersebut menjadi sangat rentan.
C. Rentang Respon
Respon adaptif Respon maladaptifPeningkatan diri
Beresiko destruktif
Destruktif diri tidak langsung
Pencederaan diri
Bunuh diri
1. Peningkatan diri. Seseorang dapat meningkatkan proteksi atau pertahanan
diri secara wajar terhadap situasional yang membutuhkan pertahanan diri.
Sebagai contoh seseorang mempertahankan diri dari pendapatnya yang
berbeda mengenai loyalitas terhadap pimpinan ditempat kerjanya.
2. Beresiko destruktif. Seseorang memiliki kecenderungan atau beresiko
mengalami perilaku destruktif atau menyalahkan diri sendiri terhadap
situasi yang seharusnya dapat mempertahankan diri, seperti seseorang
merasa patah semangat bekerja ketika dirinya dianggap tidak loyal
terhadap pimpinan padahal sudah melakukan pekerjaan secara optimal.
3. Destruktif diri tidak langsung. Seseorang telah mengambil sikap yang
kurang tepat (maladaptif) terhadap situasi yang membutuhkan dirinya
untuk mempertahankan diri. Misalnya, karena pandangan pimpinan
terhadap kerjanya yang tidak loyal, maka seorang karyawan menjadi tidak
masuk kantor atau bekerja seenaknya dan tidak optimal.
4. Pencederaan diri. Seseorang melakukan percobaan bunuh diri atau
pencederaan diri akibat hilangnya harapan terhadap situasi yang ada.
5. Bunuh diri. Seseorang telah melakukan kegiatan bunuh diri sampai dengan
nyawanya hilang. Perilaku bunuh diri menurut (Stuart dan Sundeen, 1995.
Dikutip Fitria, Nita, 2009) dibagi menjadi tiga kategori yang sebagai
berikut:
Upaya bunuh diri (scucide attempt) yaitu sengaja kegiatan itu
sampai tuntas akan menyebabkan kematian. Kondisi ini terjadi
setelah tanda peringatan terlewatkan atau diabaikan. Orang yang
hanya berniat melakukan upaya bunuh diri dan tidak benar-benar
ingin mati mungkin akan mati jika tanda-tanda tersebut tidak
diketahui tepat pada waktunya.
Isyarat bunuh diri (suicide gesture) yaitu bunuh diri yang
direncanakan untuk usaha mempengaruhi perilaku orang lain.
Ancaman bunuh diri (suicide threat) yaitu suatu peringatan baik
secara langsung verbal atau nonverbal bahwa seseorang sedang
mengupayakan bunuh diri. Orang tersebut mungkin menunjukkan
secara verbal bahwa dia tidak akan ada di sekitar kita lagi atau juga
mengungkapkan secara nonverbal berupa pemberian hadiah,
wasiat, dan sebagainya. Kurangnya respon positif dari orang sekitar
dapat dipersepsikan sebagai dukungan untuk melakukan tindakan
bunuh diri.
D. Tanda dan Gejala
Menurut Fitria, Nita (2009)
Mempunyai ide untuk bunuh diri.
Mengungkapkan keinginan untuk mati.
Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.
Impulsif.
Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat
patuh).
E. Data Fokus
Masalah
Keperawatan
Data Fokus
Resiko bunuh diri Subjektif :
• Mengungkapkan keinginan bunuh diri.
• Mengungkapkan keinginan untuk mati.
• Mengungkapkan rasa bersalah dan
keputusasaan.
• Ada riwayat berulang percobaan bunuh diri
sebelumnya dari keluarga.
• Berbicara tentang kematian, menanyakan
tentang dosis obat yang mematikan.
• Mengungkapkan adanya konflik interpersonal.
• Mengungkapkan telah menjadi korban perilaku
kekeasan saat kecil.
Objektif :
• Impulsif.
• Menunujukkan perilaku yang mencurigakan
(biasanya menjadi sangat patuh).
• Ada riwayat panyakit mental (depesi, psikosis,
dan penyalahgunaan alcohol).
• Ada riwayat penyakit fisik (penyakit kronis atau
penyakit terminal).
• Pengangguran (tidak bekerja, kehilangan
pekerjaan, atau kegagalan dalam karier).
• Umur 15-19 tahun atau diatas 45 tahun.
• Status perkawinan yang tidak harmonis.
F. Terapi Aktivitas Kelompok, Riyadi, Surojo dan Purwanto Teguh (2009)
1. Model interpersonal
Tingkah laku (pikiran, perasaan dan tindakan) digambarkan melalui
hubungan interpersonal dalam kelompok. Pada model ini juga
menggambarkan sebab akibat tingkah laku anggota, merupakan akibat dari
tingkah laku anggota yang lain. Terapist bekerja dengan individu dan
kelompok, anggota belajar dari interaksi antar anggota dan terapist.
Melalui proses ini, tingkah laku atau kesalahan dapat dikoreksi dan
dipelajari.
II. ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian Faktor Perilaku bunuh Diri
Jenis kelamin: resiko meningkat pada pria
Usia: lebih tua, masalah semakin banyakStatus perkawinan: menikah
dapat menurunkan resiko, hidup sendiri merupakan masalahRiwayat
keluarga: meningkat apabila ada keluarga dengan percobaan bunuh diri /
penyalahgunaan zat.
Pencetus ( peristiwa hidup yang baru terjadi): Kehilangan orang yang
dicintai, pengangguran, mendapat malu di lingkungan sosial, dll.
Faktor kepribadian: lebih sering pada kepribadian introvert/menutup diri.
Lain – lain: Penelitian membuktikan bahwa ras kulit putih lebih beresiko
mengalami perilaku bunuh diri.
B. Pohon masalah
Resiko mencederai diri sendiri dan lingkungan
Resiko Bunuh Diri
C. Diagnosa
1. Resiko mencederai diri sendiri dan lingkungan.
2. Perilaku bunuh diri
3. Harga diri rendah
D. Intervensi
Diagnosa I : perilaku bunuh diri
Tujuan Umum : Klien tidak melakukan percobaan bunuh diri
Tujuan Khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Intervensi:
Perkenalkan diri dengan klien
Tanggapi pembicaraan klien dengan sabar dan tidak menyangkal
Bicara dengan tegas, jelas, dan jujur.
Bersifat hangat dan bersahabat.
Temani klien saat keinginan mencederai diri meningkat
2. Klien dapat terlindung dari perilaku bunuh diri
Jauhkan klien dari benda benda yang dapat membahayakan (pisau,
silet, gunting, tali, kaca, dan lain lain).
Tempatkan klien di ruangan yang tenang dan selalu terlihat oleh
perawat.
Awasi klien secara ketat setiap saat.
3. Klien dapat mengekspresikan perasaannya
Intervensi:
Dengarkan keluhan yang dirasakan.
Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan keraguan, ketakutan
dan keputusasaan.
Beri dorongan untuk mengungkapkan mengapa dan bagaimana
harapannya
Harga Diri Rendah
Beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan arti penderitaan,
kematian, dan lain lain.
Beri dukungan pada tindakan atau ucapan klien yang menunjukkan
keinginan untuk hidup.
4. Klien dapat meningkatkan harga diri
Intervensi:
Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi
keputusasaannya.
Kaji dan kerahkan sumber sumber internal individu.
Bantu mengidentifikasi sumber sumber harapan (misal: hubungan
antar sesama, keyakinan, hal hal untuk diselesaikan).
5. Klien dapat menggunakan koping yang adaptif
Intervensi:
Ajarkan untuk mengidentifikasi pengalaman pengalaman yang
menyenangkan setiap hari (misal : berjalan-jalan, membaca buku
favorit, menulis surat dll).
Bantu untuk mengenali hal hal yang ia cintai dan yang ia sayang, dan
pentingnya terhadap kehidupan orang lain, mengesampingkan
tentang kegagalan dalam kesehatan.
Beri dorongan untuk berbagi keprihatinan pada orang lain yang
mempunyai suatu masalah dan atau penyakit yang sama dan telah
mempunyai pengalaman positif dalam mengatasi masalah tersebut
dengan koping yang efektif
Diagnosa II : Gangguan konsep diri: harga diri rendah
Tujuan Umum : Klien tidak melakukan kekerasan
Tujuan Khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Intervensi:
Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut
nama perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
Intervensi:
Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
Hindari penilaian negatif detiap pertemuan klien
Utamakan pemberian pujian yang realitas
3. Klien mampu menilai kemampuan yang dapat digunakan untuk diri sendiri
dan keluarga.
Intervensi:
Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang
ke rumah
4. Klien dapat merencanakan kegiatan yang bermanfaat sesuai kemampuan
yang dimiliki
Intervensi:
Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap
hari sesuai kemampuan.
Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang klien lakukan.
Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan
Intervensi:
Beri klien kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan
Beri pujian atas keberhasilan klien
Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Intervensi:
Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien
Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat
Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga
DAFTAR PUSTAKA
Marilynn E Doengoes, et all, alih bahasa Kariasa IM. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan,
pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien, EGC, Jakarta
Fitria, Nita. 2009. Prinsip Dasar Dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan Dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP) Untuk 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa Berat