ca colorectal

47
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karsinoma Kolorektal adalah istilah yang diberikan kepada karsinoma yang berkembang pada kolon atau rektum. Kolon dan rektum merupakan bagian dari saluran pencernaan atau saluran gastrointesinal dimana proses pencernaan makanan untuk menghasilkan energi bagi tubuh dilakukan dan bahan-bahan yang tidak berguna lagi (fecal matter/stol) dibuang (Elizabeth, 2006). Karsinoma rekti merupakan tumor ganas terbanyak di antara tumor ganas saluran cerna, lebih 60% tumor kolorektal berasal dari rektum. Salah satu pemicu kanker rektal adalah masalah nutrisi dan kurang berolah raga. Kanker rektal merupakan salah satu jenis kanker yang tercatat sebagai penyakit yang paling mematikan di dunia. Kanker rektal adalah kanker yang menyerang kolon dan rektum. Namun, penyakit ini bukannya tidak dapat disembuhkan. Jika penderita telah terdeteksi secara dini, maka kemungkinan untuk sembuh bisa mencapai 50 persen (Elizabeth, 2006).

Upload: mpgtoto

Post on 09-Jul-2016

8 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: ca colorectal

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Karsinoma Kolorektal adalah istilah yang diberikan kepada

karsinoma yang berkembang pada kolon atau rektum. Kolon dan rektum

merupakan bagian dari saluran pencernaan atau saluran gastrointesinal

dimana proses pencernaan makanan untuk menghasilkan energi bagi tubuh

dilakukan dan bahan-bahan yang tidak berguna lagi (fecal matter/stol)

dibuang (Elizabeth, 2006).

Karsinoma rekti merupakan tumor ganas terbanyak di antara tumor

ganas saluran cerna, lebih 60% tumor kolorektal berasal dari rektum. Salah

satu pemicu kanker rektal adalah masalah nutrisi dan kurang berolah raga.

Kanker rektal merupakan salah satu jenis kanker yang tercatat sebagai

penyakit yang paling mematikan di dunia. Kanker rektal adalah kanker

yang menyerang kolon dan rektum. Namun, penyakit ini bukannya tidak

dapat disembuhkan. Jika penderita telah terdeteksi secara dini, maka

kemungkinan untuk sembuh bisa mencapai 50 persen (Elizabeth, 2006).

Setiap waktu, kanker ini bisa menyerang seseorang. Risikonya

akan terus meningkat seiring dengan penambahan usia. Data dari Amerika

Serikat dan Inggris memperlihatkan, orang yang berusia antara 60 sampai

80 tahun berisiko tiga kali lipat dari kelompok usia lainnya. Mereka yang

memiliki riwayat peradangan saluran cerna seperti kolit usus kronis,

tergolong berisiko tinggi untuk berkembang menjadi kanker kolorektal.

Demikian juga dengan mereka yang memiliki riwayat penyakit kanker

tersebut, risiko terkena penyakit ini bisa menyerang pada kelompok usia

mana pun di bawah 60 tahun (Isaac, 2006).

Page 2: ca colorectal

2

Umumnya penderita datang dalam stadium lanjut, seperti

kebanyakan tumor ganas lainnya; 90% diagnosis karsinoma rekti dapat

ditegakkan dengan colok dubur. Sampai saat ini pembedahan adalah terapi

pilihan untuk karsinoma rekti (Marijata, 2006).

B. Tujuan

Mengetahui diagnosis klinik dan penatalaksanaan pada karsinoma

kolorektal.

Page 3: ca colorectal

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Karsinoma Kolorektal, adalah suatu tumor malignan yang muncul dari

jaringan epithelial dari kolon atau rektum (Harahap, 2004). Kanker

kolorektal ditujukan pada tumor ganas yang ditemukan di kolon dan rektum.

Kolon dan rektum adalah bagian dari usus besar pada sistem pencernaan yang

disebut juga traktus gastrointestinal. Lebih jelasnya kolon berada di bagian

proksimal usus besar dan rektum di bagian distal sekitar 5-7 cm di atas anus.

Kolon dan rektum merupakan bagian dari saluran pencernaan atau saluran

gastrointestinal di mana fungsinya adalah untuk menghasilkan energi bagi

tubuh dan membuang zat-zat yang tidak berguna.

Kanker merupakan suatu proses pembelahan sel-sel (proliferasi) yang

tidak mengikuti aturan baku proliferasi yang terdapat dalam tubuh (proliferasi

abnormal). Proliferasi ini dibagi atas non-neoplastik dan neoplastik, non-

neoplastik dibagi atas:

a. Hiperplasia adalah proliferasi sel yang berlebihan. Hal ini dapat normal

karena bertujuan untuk perbaikan dalam kondisi fisiologis tertentu

misalnya kehamilan.

b. Hipertrofi adalah peningkatan ukuran sel yang menghasilkan pembesaran

organ tanpa ada pertambahan jumlah sel.

c. Metaplasia adalah perubahan dari satu jenis tipe sel yang membelah

menjadi tipe yang lain, biasanya dalam kelas yang sama tapi kurang

terspesialisasi.

d. Displasia adalah kelainan perkembangan selular, produksi dari sel

abnormal yang mengiringi hiperplasia dan metaplasia. Perubahan yang

termasuk dalam hal ini terdiri dari bertambahnya mitosis, produksi dari sel

abnormal pada jumlah besar dan tendensi untuk tidak teratur.

Page 4: ca colorectal

4

B. ANATOMI USUS

1. Anatomi Makroskopis Usus

Usus besar menutupi usus kecil melalui 3 sisi dan berjalan dari

katub ileosekal menuju anus. Diameternya lebih besar dari usus kecil (oleh

karena itu disebut usus besar), tapi lebih pendek. Fungsi utamanya adalah

mengabsorpsi air dari sisa-sisa makanan yang dicerna dan

mengeluarkannya dalam bentuk semisolid.

Pada hampir seluruh panjangnya, usus besar memiliki tiga

keunikan yang tidak terdapat pada organ tubuh lainnya; taenia coli, haustra

dan appendiks epiploica. Kecuali pada bagian ujung terminalnya, bagian

longitudinal dari lapisan otot direduksi menjadi 3 barisan otot polos

disebut taenia coli (artinya pita dari kolon). Adanya variasi dari dinding

usus besar membentuk suatu kantongan yang disebut haustra (artinya

menggambarkan variasi). Dan terakhir sangat jelas adalah appendiks

epiploika, suatu lapisan lemak kecil dari peritonium viseralis yang

menggantung pada permukaan kolon. Kegunaannya belum diketahui.

Kolon memiliki 4 seksi yakni:

1. Seksi pertama adalah kolon asenden. Dimulai dari usus kecil melekat

pada kolon dan naik ke atas menuju bagian kanan dari abdomen.

Page 5: ca colorectal

5

2. Seksi kedua adalah kolon transversal yang melewati tubuh dari kanan

ke sisi kiri.

3. Seksi ketiga adalah kolon desenden menuju kebawah.

4. Seksi terakhir adalah kolon sigmoid dimana disebut demikian oleh

karena bentuknya yang seperti huruf S. Kolon sigmoid bergabung

dengan rektum, pada akhirnya bergabung dengan anus, atau spingter

tempat feses keluar dari tubuh.

Usus besar memiliki beberapa subdivisi yakni: sekum, appendiks,

kolon, rektum, dan ujung dari anus. Adanya kantong seperti sekum

(artinya ujung buta) yang mulai dari katub ileosekal hingga sisi kanan

fossa iliaka, adalah bagian pertama usus besar. Yang menempel pada

bagian posteromedial dari permukaan adalah bentuk seperti cacing yakni

appendix vermiformis. Appendiks memiliki massa dari jaringan limfe

yang merupakan bagian dari MALT (mucosa associated lymphatic tissue)

memiliki hubungan yang sangat erat dengan sistem imun tubuh. Namun ia

memiliki infrastruktur yang penting yaitu suatu struktur yang memberikan

lokasi ideal bagi bakteri untuk berakumulasi dan berkembang biak.

Masalah yang paling umum pada regio kanan bawah adalah

inflamasi appendiks dan bila pecah akan menjadi peritonitis. Walaupun

gejalanya sangat bervariasi namun nyeri perut kanan bawah adalah yang

Page 6: ca colorectal

6

paling khas dan perlu diingat bahwa salah satu predisposisi karsinoma

adalah proses infeksi dan inflamasi yang berulang-ulang. Beberapa kasus

dari nyeri di abdomen sering sekali dianggap appendisitis namun ternyata

oleh karena invasi cacing-cacing parasitik yang sering dijumpai pada

penduduk di Amerika Utara yang mengkonsumsi daging setengah matang.

Pada pelvis, setinggi vertebra sakralis ketiga, kolon sigmoid

bergabung dengan rektum, lalu berjalan dari posteroinferior didepan

sakrum. Secara natural orientasi dari rektum diperiksa dengan jari melalui

dinding rektum anterior. Hal ini disebut eksaminasi rektal (rektal = lurus).

Selain itu rektum memiliki kurva lateral tiga buah, dimana di bagian

internal ditampilkan sebagai lapisan transversal disebut katub rektal. Katub

ini memisahkan feses dari flatus, yang menghentikan feses dan membuat

gas saja yang keluar. Bagian anus, yang terakhir dari usus besar terletak

eksternal pada kavum abdominopelvis. Kira-kira 3 cm panjangnya, dengan

saluran anus berawal dari rektum mempenetrasi muskulus levator ani dari

pelvis dan membuka kebagian badan eksterior dari anus. Saluran anal

memiliki dua buah spingter, yaitu spingter internal, tidak disadari

(involuntary) dan spingter ekternal yang terdiri dari otot skeletal.Spingter,

bekerja seperti dompet yang membuka dan menutup anus kecuali pada saat

defekasi.

Page 7: ca colorectal

7

2. Anatomi Mikroskopis Usus

Dinding dari usus besar berbeda dengan usus kecil. Mukosa kolon

terdiri dari epitel simple columnar kecuali pada saluran anal. Oleh karena

makanan diserap sebelum memasuki usus besar, makanya tidak didapati

plika sirkular, villi dan juga tidak ada sel yang menghasilkan enzim

pencernaan. Namun mukosanya lebih tebal, kriptanya lebih dalam, dan

terdapat sel goblet yang banyak dalam kriptanya. Lubrikasi dihasilkan

oleh sel goblet untuk mempermudah pengeluaran feses dan melindungi

dinding usus dari asam yang mengiritasi dan gas yang dilepaskan dari

bacteria resident di kolon.

Mukosa dari saluran anal sedikit berbeda, pada daerah ini sering

terjadi abrasi. Hal ini bergantung dari lipatan yang panjang yakni anal

columns dan memiliki epitel stratified squamous. Sinus anal berhenti pada

anal columns, mengeluarkan mukus apabila ditekan oleh feses, yang

membantu mengosongkan kanal anal. Garis horizontal yang

menghubungkan bagian margin inferior dari sinus anal disebut linea

pectinate. Mukosa superior pada garis ini disyarafi oleh sensory visceral

fiber dan relatif tidak sensitif pada sakit. Area inferior dari linea ini sangat

sensitif pada rasa sakit, merefleksikan rasa sakit pada serabut somatik

sensorik. Dua buah pleksus superfisial dihubungkan dengan anal canal,

satu dengan anal columns dan lainnya dengan anus. Jika adanya vena yang

mengalami inflamasi, maka akan timbul varikositis disebut hemoroid.

Page 8: ca colorectal

8

Berbeda dengan regio proksimal usus besar, tidak terdapat haustra

pada rektum dan anal canal. Sejalan dengan kemampuannya

meregenerasikan kontraksi untuk memberikan peran ekspulsif pada

defekasi, otot rektum berkembang sangat baik.

C. FISIOLOGI USUS

1. Motilitas usus besar

Otot usus besar tidaklah aktif untuk waktu yang lama, kontraksinya

lambat dan singkat. Pergerakan yang paling sering tampak pada kontraksi

haustra yang dengan lambat melakukan kontraksi secara individual selama

30 menit melalui otot polos pada masing-masing haustra. Pada haustra

yang terisi makanan, distensinya menstimulasi otot untuk berkontraksi

yang mendorong isi luminal untuk menuju ke bagian haustra berikutnya.

Pergerakan ini menggabung residu dan membantu dalam peresapan air.

Pergerakan otot adalah panjang dan lambat namun kuat dalam

kontraksi dimana melalui areal yang panjang dari kolon tiga hingga empat

kali setiap hari dan mendorong isinya ke rektum. Biasanya ini terjadi pada

saat makan atau sesudah makan, mengindikasikan adanya makanan pada

perut dan menimbulkan refleks gastrokolik pada kolon. Serat maupun

Page 9: ca colorectal

9

bahan lainnya pada diet memperkuat kontraksi kolon dan melembekkan

feses serta membantu kolon seperti pelumas mobil.

Fungsi usus besar adalah menyerap air, vitamin, dan elektrolit,

ekskresi mukus, serta menyimpan feses, dan kemudian mendorongnya

keluar. Dari 700-1000 ml cairan usus halus yang diterima oleh kolon,

hanya 150-200 ml yang dikeluarkan sebagai feses tiap harinya.

Udara ditelan sewaktu makan, minum, atau menelan ludah.

Oksigen dan CO2 di dalamnya diserap di usus, sedangkan nitrogen

bersama gas hasil pencernaan dan peragian dikeluarkan sebagai flatus.

Jumlah gas dalam usus mencapai 500 ml sehari (De Jong, 2005).

2. Perjalanan Makanan dalam Saluran Cerna

Setelah makan dikunyah dan ditelan, makanan tersebut berjalan

dari esofagus hingga ke lambung. Di lambung, makanan dipecah menjadi

bagian yang lebih sederhana lagi menurut masing-masing unsur kimianya

dan dialirkan ke usus kecil, atau sering disebut “small bowel“. Kata

“kecil“ memberi arti diameter dari usus tersebut, dimana lebih sempit dari

usus besar. Sebenarnya usus kecil merupakan bagian yang paling panjang

dari segmen saluran pencernaan dengan ukuran lebih kurang 20 kaki.

Usus kecil ini memecahkan makanan yang dialirkan dari lambung dan

menyerap sari-sari makanan yang penting bagi tubuh. Pada bagian kanan

bawah abdomen terdapat persambungan menuju usus besar (atau yang

lazimnya disebut “large bowel“atau kolon), suatu organ silindris muskular

dengan panjang 5 kaki. Kolon bagian yang pertama dan terutama dari usus

besar, secara terus-menerus meresap air dan mineral nutrisi dari bahan-

bahan makanan dan menjadi tempat penampungan sementara dari sisa-sisa

makanan yang akan dikeluarkan dari tubuh. Bahan makanan sisa ini

setelah diproses menjadi feses dan menuju rektum, yang merupakan

bagian terakhir seukuran 6 inci dari usus besar. Dari tempat tersebut feses

keluar dari tubuh melewati anus.

Page 10: ca colorectal

10

3. Flora Bakteri

Walaupun sebagian bakteri yang masuk ke usus besar dari usus

kecil mati oleh lisosim, defensins, HCl dan enzim protein lainnya, namun

beberapa diantaranya masih dapat hidup dan berkembang biak. Kelompok

bakteri ini masuk ke usus besar dan membentuk flora bakteri dan

berkoloni di kolon dan memfermentasikan karbohidrat sisa, melepaskan

asam dan gas (termasuk dimetil sulfida, N2,H2,CH4, CO2) Beberapa gas

ini (dimetil sulfida) sangat bau. Lebih kurang 500 cc gas (flatus)

dihasilkan setiap hari dan dapat semakin banyak apabila banyak

karbohidrat dimakan. Flora ini juga mensintesa vitamin B kompleks dan

vitamin K yang berguna untuk membentuk protein pembekuan darah.

4. Proses pencernaan yang terjadi pada Usus Besar

Kecuali sejumlah kecil residu yang diambil oleh bakteri, tidak ada

pencernaan lain di usus besar. Walaupun usus besar menghasilkan vitamin

oleh flora bakteri serta mengambil elektrolit dan air, namun absorpsi

bukan fungsi utama dari organ ini melainkan membentuk propulsi dan

mendorong feses keluar dari tubuh.

Usus besar sangat penting untuk kenyamanan hidup kita, namun

tidaklah fatal bila kolon dibuang misalkan oleh karena karsinoma kolon.

Terminal ileum dapat disambung dengan dinding abdominal yang disebut

ileostomi dan residu makanan langsung menunju kantong yang

ditempatkan pada dinding abdominal.

5. Defekasi

Rektum biasanya kosong, namun ketika feses dipaksakan

kedalamnya oleh dorongan otot kolon, hal ini melebarkan dinding rektum

dengan menginisiasi refleks defekasi. Pada batang otak terdapat pusat

defekasi di mana dengan dimediasi oleh refleks parasimpatis menimbulkan

kontraksi dinding kolon sigmoid, rektum dan relaksasi anal spingter. Feses

didorong ke saluran anal, signalnya disampaikan ke otak dimana timbul

pengiriman sinyal “disadari” ke otot spingter anal untuk membuka atau

menutup saat feses keluar. Bila defekasi terlambat maka refleks ini

berhenti beberapa saat dan mulai kembali sehingga menimbulkan

Page 11: ca colorectal

11

dorongan defekasi yang lama-kelamaan tidak dapat dihindari lagi (Guyton,

2005).

D. ANGKA KEJADIAN

Di USA Ca kolorektal merupakan kanker gastrointestinal yang paling

sering terjadi dan nomer dua sebagai penyebab kematian di negara

berkembang. Tahun 2005, diperkirakan ada 145,290 kasus baru kanker

kolorektal di USA, 104,950 kasus terjadi di kolon dan 40,340 kasus di rektal.

Pada 56,300 kasus dilaporkan berhubungan dengan kematian, 47.700 kasus

Ca kolon dan 8,600 kasus Ca rectal. Ca kolorektal merupakan 11 % dari

kejadian kematian dari semua jenis kanker (American Cancer Society, 2006).

Diseluruh dunia dilaporkan lebih dari 940,000 kasus baru dan terjadi

kematian pada hampir 500,000 kasus tiap tahunnya. Menurut data di RS

Kanker Dharmais pada tahun 1995-2002, kanker rektal menempati urutan

keenam dari 10 jenis kanker dari pasien yang dirawat di sana. Kanker rektal

tercatat sebagai penyakit yang paling mematikan di dunia selain jenis kanker

lainnya. Namun, perkembangan teknologi dan juga adanya pendeteksian dini

memungkinkan untuk disembuhkan sebesar 50 persen, bahkan bisa dicegah

(World Health Organization, 2003).

Insidensi karsinoma kolon di Indonesia cukup tinggi, demikian juga

angka kematiannya. Insiden pada pria sebanding dengan wanita, dan lebih

banyak pada orang muda. Sekitar 75% ditemukan di rektosigmoid (De Jong,

2005).

Page 12: ca colorectal

12

Dari seluruh pasien kanker rektal, 90% berumur lebih dari 50 tahun.

Hanya 5% pasien berusia kurang dari 40 tahun. Di negara barat, laki – laki

memiliki insidensi terbanyak mengidap kanker rektal dibanding wanita

dengan rasio bervariasi dari 8:7 - 9:5.

E. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO

1. Polip

Kepentingan utama dari polip bahwa telah diketahui potensial untuk

menjadi kanker kolorektal. Evolusi dari kanker itu sendiri merupakan sebuah

proses yang bertahap, dimana proses dimulai dari hiperplasia sel mukosa,

adenoma formation, perkembangan dari displasia menuju transformasi

maligna dan invasif kanker. Aktifasi onkogen, inaktifasi tumor supresi gen,

dan kromosomal deletion memungkinkan perkembangan dari formasi

adenoma, perkembangan dan peningkatan displasia dan invasif karsinoma

(Casciato DA, 2004).

2. Idiopathic Inflammatory Bowel Disease

2.1 Ulseratif Kolitis

Ulseratif kolitis merupakan faktor risiko yang jelas untuk kanker

kolon sekitar 1% dari pasien yang memiliki riwayat kronik ulseratif kolitis.

Risiko perkembangan kanker pada pasien ini berbanding terbalik pada usia

terkena kolitis dan berbanding lurus dengan keterlibatan dan keaktifan dari

ulseratif kolitis. Risiko kumulatif adalah 2% pada 10 tahun, 8% pada 20

tahun, dan 18% pada 30 tahun. Pendekatan yang direkomendasikan untuk

seseorang dengan risiko tinggi dari kanker kolorektal pada ulseratif kolitis

dengan mengunakan kolonoskopi untuk menentukan kebutuhan akan total

proktokolektomi pada pasien dengan kolitis yang durasinya lebih dari 8

tahun. Strategi yang digunakan berdasarkan asumsi bahwa lesi displasia bisa

dideteksi sebelum terbentuknya invasif kanker. Sebuah studi prospektif

menyimpulkan bahwa kolektomi yang dilakukan dengan segera sangat

esensial untuk semua pasien yang didiagnosa dengan displasia yang

Page 13: ca colorectal

13

berhubungan dengan massa atau lesi, yang paling penting dari analisa

mendemonstrasikan bahwa diagnosis displasia tidak menyingkirkan adanya

invasif kanker. Diagnosis dari displasia mempunyai masalah tersendiri pada

pengumpulan sampling spesimen dan variasi perbedaan pendapat antara para

ahli patologi anatomi (Casciato DA, 2004).

2.2 Penyakit Crohn’s

Pasien yang menderita penyakit crohn’s mempunyai risiko tinggi

untuk menderita kanker kolorektal tetapi masih kurang jika dibandingkan

dengan ulseratif kolitis. Keseluruhan insiden dari kanker yang muncul pada

penyakit crohn’s sekitar 20%. Pasien dengan striktur kolon mempunyai

insiden yang tinggi dari adenokarsinoma pada tempat yang terjadi fibrosis.

Adenokarsinoma meningkat pada tempat strikturoplasty menjadikan sebuah

biopsy dari dinding intestinal harus dilakukan pada saat melakukan

strikturoplasty. Telah dilaporkan juga bahwa squamous sel kanker dan

adenokarsinoma meningkat pada fistula kronik pasien dengan crohn’s disease

(Schwartz SI, 2005).

3. Faktor Genetik

3.1 Riwayat Keluarga

Sekitar 15% dari seluruh kanker kolon muncul pada pasien dengan

riwayat kanker kolorektal pada keluarga terdekat. Seseorang dengan keluarga

terdekat yang mempunyai kanker kolorektal mempunyai kemungkinan untuk

menderita kanker kolorektal dua kali lebih tinggi bila dibandingkan dengan

seseorang yang tidak memiliki riwayat kanker kolorektal pada keluarganya

(Casciato DA, 2004).

3.2 Herediter Kanker Kolorektal

Abnormalitas genetik terlihat mampu memediasi progresi dari normal

menuju mukosa kolon yang maligna. Sekitar setengah dari seluruh karsinoma

dan adenokarsinoma yang besar berhubungan dengan mutasi. Langkah yang

paling penting dalam menegakkan diagnosa dari sindrom kanker herediter

Page 14: ca colorectal

14

yaitu riwayat kanker pada keluarga. Mutasi sangat jarang terlihat pada

adenoma yang lebih kecil dari 1 cm. Allelic deletion dari 17p ditunjukkan

pada ¾ dari seluruh kanker kolon, dan deletion dari 5q ditunjukkan lebih dari

1/3 dari karsinoma kolon dan adenoma yang besar. Dua sindrom yang utama

dan beberapa varian yang utama dari sindrom ini menyebabkan kanker

kolorektal telah dikenali karakternya. Dua sindrom ini, dimana mempunyai

predisposisi menuju kanker kolorektal memiliki mekanisme yang berbeda,

yaitu familial adenomatous polyposis (FAP) dan hereditary non polyposis

colorectal cancer (HNPCC) (Casciato DA, 2004).

3.3 FAP (Familial Adenomatous Polyposis)

Gen yang bertanggung jawab untuk FAP yaitu gen APC, yang

berlokasi pada kromosom 5q21. Adanya defek pada APC tumor supresor gen

dapat menggiring kepada kemungkinan pembentukan kanker kolorektal pada

umur 40 sampai 50 tahun. Pada FAP yang telah berlangsung cukup lama,

didapatkan polip yang sangat banyak untuk dapat dilakukannya kolonoskopi

polipektomi yang aman dan adekuat; ketika hal ini terjadi, direkomendasikan

untuk melakukan prophylactic subtotal colectomy diikuti dengan endoskopi

pada bagian yang tersisa. Idealnya prophylactic colectomy harus ditunda

kecuali terdapat terlalu banyak polip yang dapat ditangani dengan aman.

Prosedur pembedahan elektif harus sedapat mungkin dihindari ketika

memungkinkan. Screening untuk polip harus dimulai pada saat usia muda.

Pasien dengan FAP yang diberi 400 mg celecoxib, dua kali sehari selama

enam bulan mengurangi rata rata jumlah polip sebesar 28%. Tumor lain yang

mungkin muncul pada sindrom FAP adalah karsinoma papillary thyroid,

sarcoma, hepatoblastomas, pancreatic carcinomas, dan medulloblastomas

otak. Varian dari FAP termasuk gardner’s syndrom dan turcot’s syndrome

(Casciato DA, 2004).

3.4 HNPCC (Hereditary Non Polyposis Colorectal Cancer)

Pola autosomal dominan dari HNPCC termasuk lynch’s sindrom I dan

II. Generasi multipel yang dipengaruhi dengan kanker kolorektal muncul

Page 15: ca colorectal

15

pada umur yang muda (±45 tahun), dengan predominan lokasi kanker pada

kolon kanan. Abnormalitas genetik ini terdapat pada mekanisme mismatch

repair yang bertanggung jawab pada defek eksisi dari abnormal repeating

sequences dari DNA, yang dikenal sebagai mikrosatellite (mikrosatellite

instability). Retensi dari squences ini mengakibatkan ekspresi dari phenotype

mutator, yang dikarakteristikkan oleh frekuensi DNA replikasi error (RER+

phenotype), dimana predisposisi tersebut mengakibatkan seseorang memiliki

multitude dari malignansi primer. Pasien dengan HNPCC mungkin juga

memiliki adenoma sebaceous, carcinoma sebaceous, dan multipel

keratocanthoma, Termasuk kanker dari endometrium, ovarium, kandung

kemih, ureter, lambung dan traktus biliaris. Jika dibandingkan dengan

sporadic kanker kolorektal, tumor pada HNPCC seringkali poorly

differentiated, dengan gambaran mucoid dan signet-cell, reaksi yang mirip

crohn’s (nodul lymphoid, germinal centers, yang berlokasi pada perifer

inflitrasi kanker kolorektal), kehadiran infiltrasi lymphocytes diantara tumor.

Karsinogenesis yang terakselerasi muncul pada HNPCC, pada keadaan ini

adenoma kolon yang berukuran kecil dapat menjadi karsinoma dalam 2-3

tahun, bila dibandingkan dengan proses pada rata-rata kanker kolorektal yang

membutuhkan waktu 8-10 tahun (Casciato DA, 2004).

Pasien dengan HNPCC mempunyai kecenderungan untuk menderita

kanker kolorektal pada umur yang sangat muda, dan screening harus dimulai

pada umur 20 tahun atau lebih dini 5 tahun dari umur anggota keluarga yang

pertama kali terdiagnosa kanker kolorektal yang berhubungan HNPCC.

Angka rata-rata pasien dengan HNPCC yang didiagnosa menderita kanker

kolorektal pada umur 44 tahun, dibandingkan dengan pasien kontrol yang

menderita kanker kolorektal pada umur 68 tahun. Prognosis dari pasien

HNPCC terlihat lebih baik daripada pasien dengan sporadic kanker kolon.

Dari penelitian menunjukkan bahwa pasien dengan HNPCC kurang mendapat

manfaat dari adjuvant kemoterapi berdasarkan kombinasi fluorourasil

daripada pasien tanpa kelainan ini (Casciato DA, 2004).

Page 16: ca colorectal

16

4. Diet

Masyarakat yang diet tinggi lemak, tinggi kalori, daging dan diet

rendah serat berkemungkinan besar untuk menderita kanker kolorektal pada

kebanyakan penelitian, meskipun terdapat juga penelitian yang tidak

menunjukkan adanya hubungan antara serat dan kanker kolorektal. Ada dua

hipotesis yang menjelaskan mekanisme hubungan antara diet dan resiko

kanker kolorektal. Teori pertama adalah pengakumulasian bukti epidemiologi

untuk asosiasi antara resistensi insulin dengan adenoma dan kanker

kolorektal. Mekanismenya adalah menkonsumsi diet yang berenergi tinggi

mengakibatkan perkembangan resistensi insulin diikuti dengan peningkatan

level insulin, trigliserida dan asam lemak tak jenuh pada sirkulasi. Faktor

sirkulasi ini mengarah pada sel epitel kolon untuk menstimulus proliferasi

dan juga memperlihatkan interaksi oksigen reaktif. Pemaparan jangka

panjang hal tersebut dapat meningkatkan pembentukan kanker kolorektal.

Hipotesis kedua adalah identifikasi berkelanjutan dari agen yang secara

signifikan menghambat karsinogenesis kolon secara experimental. Dari

pengamatan tersebut dapat disimpulkan mekanismenya, yaitu hilangnya

fungsi pertahanan lokal epitel disebabkan kegagalan diferensiasi dari daerah

yang lemah akibat terpapar toksin yang tak dapat dikenali dan adanya respon

inflamasi fokal, karakteristik ini didapat dari bukti teraktifasinya enzim COX-

2 dan stres oksidatif dengan lepasnya mediator oksigen reaktif. Hasil dari

proliferasi fokal dan mutagenesis dapat meningkatkan resiko terjadinya

adenoma dan aberrant crypt foci. Proses ini dapat dihambat dengan (a)

demulsi yang dapat memperbaiki permukaan lumen kolon; (b) agen anti-

inflamasi; atau (c) anti-oksidan. Kedua mekanisme tersebut, misalnya

resistensi insulin yang berperan melalui tubuh dan kegagalan pertahanan

fokal epitel yang berperan secara lokal, dapat menjelaskan hubungan antara

diet dan resiko kanker kolorektal (Casciato DA, 2004).

Page 17: ca colorectal

17

5. Gaya Hidup

Pria dan wanita yang merokok kurang dari 20 tahun mempunyai risiko

tiga kali untuk memiliki adenokarsinoma yang kecil, tapi tidak untuk yang

besar. Sedangkan merokok lebih dari 20 tahun berhubungan dengan risiko

dua setengah kali untuk menderita adenoma yang berukuran besar (Soeripto

et al, 2003).

Diperkirakan 5000-7000 kematian karena kanker kolorektal di

Amerika dihubungkan dengan pemakaian rokok. Pemakaian alkohol juga

menunjukkan hubungan dengan meningkatnya risiko kanker kolorektal

(Soeripto et al, 2003).

Pada berbagai penelitian telah menunjukkan hubungan antara

aktifitas, obesitas dan asupan energi dengan kanker kolorektal. Pada

percobaan terhadap hewan, pembatasan asupan energi telah menurunkan

perkembangan dari kanker. Interaksi antara obesitas dan aktifitas fisik

menunjukkan penekanan pada aktifitas prostaglandin intestinal, yang

berhubungan dengan risiko kanker kolorektal. The Nurses Health Study telah

menunjukkan hubungan yang berkebalikan antara aktifitas fisik dengan

terjadinya adenoma, yang dapat diartikan bahwa penurunan aktifitas fisik

akan meningkatkan risiko terjadinya adenoma (Soeripto et al, 2003).

6. Usia

Proporsi dari semua kanker pada orang usia lanjut (≥ 65 thn) pria dan

wanita adalah 61% dan 56%. Frekuensi kanker pada pria berusia lanjut

hampir 7 kali (2158 per 100.000 orang per tahun) dan pada wanita berusia

lanjut sekitar 4 kali (1192 per 100.000 orang per tahun) bila dibandingkan

dengan orang yang berusia lebih muda (30-64 thn). Sekitar setengah dari

kanker yang terdiagnosa pada pria yang berusia lanjut adalah kanker prostat

(451 per 100.000), kanker paru-paru (118 per 100.000) dan kanker kolon (176

per 100.000). Sekitar 48% kanker yang terdiagnosa pada wanita yang berusia

lanjut adalah kanker payudara (248 per 100.000), kanker kolon (133 per

Page 18: ca colorectal

18

100.000), kanker paru paru (118 per 100.000) dan kanker lambung (75 per

100.000) (Casciato DA, 2004).

Usia merupakan faktor paling relevan yang mempengaruhi risiko

kanker kolorektal pada sebagian besar populasi. Risiko dari kanker kolorektal

meningkat bersamaan dengan usia, terutama pada pria dan wanita berusia 50

tahun atau lebih, dan hanya 3% dari kanker kolorektal muncul pada orang

dengan usia dibawah 40 tahun. Lima puluh lima persen kanker terdapat pada

usia ≥ 65 tahun, angka insiden 19 per 100.000 populasi yang berumur kurang

dari 65 tahun, dan 337 per 100.000 pada orang yang berusia lebih dari 65

tahun (Casciato DA, 2004).

Di Amerika seseorang mempunyai risiko untuk terkena kanker

kolorektal sebesar 5%. Sedangkan kelompok terbesar dengan peningkatan

risiko kanker kolorektal adalah pada usia diatas 40 tahun. Seseorang dengan

usia dibawah empat puluh tahun hanya memiliki kemungkinan menderita

kanker kolorektal kurang dari 10%. Dari tahun 2000-2003, rata-rata usia saat

terdiagnosa menderita kanker kolorektal pada usia 71 tahun. Insidensi

berdasarkan usia dibawah 20 tahun sebesar 0,0%, 20-34 tahun sebesar 0,9%,

35-44 tahun sebesar 3,5%, 45-54 tahun sebesar 10,9%, 55-64 tahun sebesar

17,6%, 65-74 tahun sebesar 25,9%, 75-84 tahun sebesar 28,8%, dan > 85

sebesar 12,3% (National Cancer Institute. 2006).

F. MANIFESTASI KLINIS

1. Histologi

Histologi merupakan suatu faktor penting dalam hal etiologi,

penanganan dan prognosis dari kanker. Secara mikroskopis kanker kolorektal

mempunyai derajat differensiasi yang berbeda-beda, tidak hanya dari tumor

yang satu dengan tumor yang lain tetapi juga dari area ke area pada tumor

yang sama, mereka cenderung mempunyai morfologi yang heterogen.

Gambaran histopatologis yang paling sering dijumpai adalah tipe

Page 19: ca colorectal

19

adenocarcinoma (90-95%), adenocarcinoma mucinous (17%), signet ring cell

carcinoma (2-4%), dan sarcoma (0,1-3%) (Casciato DA, 2004).

Pada penelitian mengenai gambaran histologi kanker kolorektal dari

tahun 1998-2001 di Amerika Serikat yang melibatkan 522.630 kasus kanker

kolorektal. Didapatkan gambaran histopatologis dari kanker kolorektal

sebesar 96% berupa adenocarcinoma, 2% karsinoma lainnya (termasuk

karsinoid tumor), 0,4% epidermoid carcinoma, dan 0,08% berupa sarcoma.

Proporsi dari epidermoid carcinoma, mucinous carcinoma dan carcinoid

tumor banyak diketemukan pada wanita. Secara keseluruhan, didapatkan

suatu pola hubungan antara tipe histopatologis, derajat differensiasi dan

stadium dari kanker kolorektal. Adenocarcinoma sering ditemukan dengan

derajat differensiasi sedang dan belum bermetastase pada saat terdiagnosa,

signet ring cell carcinoma banyak ditemukan dengan derajat differensiasi

buruk dan telah bermetastase jauh pada saat terdiagnosa, lain pula pada

carcinoid tumor dan sarcoma yang sering dengan derajat differensiasi buruk

dan belum bermetastase pada saat terdiagnosa, sedangkan small cell

carcinoma tidak memiliki derajat differensiasi dan sering sudah bermetastase

jauh pada saat terdiagnosa (Casciato DA, 2004).

Dari 201 kasus kanker kolorektal periode 1994-2003 di RS Kanker

Dharmais (RSKD) didapatkan bahwa tipe histopatologis yang paling sering

dijumpai adalah adenocarcinoma [diferensiasi baik 48 (23,88%), sedang 78

(38,80%), buruk 45 (22,39%)], dan yang jarang adalah musinosum 19

(9,45%) dan signet ring cell carcinoma 11 (5,47%). Jika dari hasil penelitian

di RSKD didapatkan bahwa frekuensi terbanyak adalah adenocarcinoma

dengan derajat differensiasi sedang (38,80%), maka lain halnya dengan

penelitian yang dilakukan oleh Soeripto et al di Jogjakarta pada tahun 2001

yang mendapati frekuensi derajat differensiasi kanker kolorektal banyak

didominasi oleh derajat differensiasi baik. Perbedaan pola demografik dan

klinis yang berhubungan dengan tipe histopatologis akan sangat membantu

untuk studi epidemiologi, laboratorium dan klinis di masa yang akan datang

(Soeripto et al, 2003).

Page 20: ca colorectal

20

2. Gejala Klinis

Tanda dan gejala yang mungkin muncul pada kanker rektal antara lain ialah :

penderita mengalami perubahan pada kebiasaan BAB atau adanya darah pada

feses, baik itu darah segar maupun yang berwarna hitam, kemudian terjadi

diare, konstipasi atau merasa bahwa isi perut tidak benar benar kosong saat

BAB, feses yang lebih kecil dari biasanya. Penderita mengeluhkan tidak

nyaman pada perut seperti sering flatus, kembung, rasa penuh pada perut atau

nyeri, terjadi penurunan berat badan yang tidak diketahui sebabnya, mual dan

muntah, rasa letih dan lesu. Pada tahap lanjut dapat muncul gejala pada

traktus urinarius dan nyeri pada daerah gluteus (Mansjoer Arif et all, 2000).

3. Metastase

Metastase ke kelenjar limfa regional ditemukan pada 40-70% kasus

pada saat direseksi. Invasi ke pembuluh darah vena ditemukan pada lebih

60% kasus. Metastase sering ke hepar, cavum peritoneum, paru-paru, diikuti

kelenjar adrenal, ovarium dan tulang. Metastase ke otak sangat jarang,

dikarenakan jalur limfatik dan vena dari rektum menuju vena cava inferior,

maka metastase kanker rektum lebih sering muncul pertama kali di paru-paru.

Berbeda dengan kolon dimana jalur limfatik dan vena menuju vena porta,

maka metastase kanker kolon pertama kali paling sering di hepar (De Jong,

2005).

G. DIAGNOSIS DAN STAGING

1. Diagnosis

Ada beberapa tes pada daerah rektum dan kolon untuk mendeteksi kanker

rektal, diantaranya ialah (Mansjoer Arif et all, 2000) :

1) Pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan CEA (Carcinoma Embrionik

Antigen) dan Uji faecal occult blood test (FOBT) untuk melihat

perdarahan di jaringan

Page 21: ca colorectal

21

2) Digital rectal examination (DRE) dapat digunakan sebagai pemeriksaan

skrining awal. Kurang lebih 75 % karsinoma rektum dapat dipalpasi pada

pemeriksaan rektal, pemeriksaan digital akan mengenali tumor yang

terletak sekitar 10 cm dari rektum, tumor akan teraba keras dan

menggaung.

Gambar 7. Pemeriksaan colok dubur pada Ca Rekti

Ada 2 gambaran khas dari pemeriksaan colok dubur, yaitu indurasi dan adanya

suatu penonjolan tepi, dapat berupa :

a. suatu pertumbuhan awal yang teraba sebagai indurasi seperti cakram

yaitu suatu plateau kecil dengan permukaan yang licin dan berbatas

tegas.

b. suatu pertumbuhan tonjolan yang rapuh, biasanya lebih lunak, tetapi

umumnya mempunyai beberapa daerah indurasi dan ulserasi

c. suatu bentuk khas dari ulkus maligna dengan tepi noduler yang

menonjol dengan suatu kubah yang dalam (bentuk ini paling sering)

d. suatu bentuk karsinoma anular yang teraba sebagai pertumbuhan bentuk

cincin

Pada pemeriksaan colok dubur ini yang harus dinilai adalah:

a. Keadaan tumor: ekstensi lesi pada dinding rektum serta letak bagian

terendah terhadap cincin anorektal, cervix uteri, bagian atas kelenjar

prostat atau ujung os coccygis. Pada penderita perempuan sebaiknya

Page 22: ca colorectal

22

juga dilakukan palpasi melalui vagina untuk mengetahui apakah

mukosa vagina di atas tumor tersebut licin dan dapat digerakkan atau

apakah ada perlekatan dan ulserasi, juga untuk menilai batas atas dari

lesi anular. Penilaian batas atas ini tidak dapat dilakukan dengan

pemeriksaan colok dubur.

b. Mobilitas tumor: hal ini sangat penting untuk mengetahui prospek

terapi pembedahan. Lesi yang sangat dini biasanya masih dapat

digerakkan pada lapisan otot dinding rektum. Pada lesi yang sudah

mengalami ulserasi lebih dalam umumnya terjadi perlekatan dan fiksasi

karena penetrasi atau perlekatan ke struktur ekstrarektal seperti kelenjar

prostat, buli-buli, dinding posterior vagina atau dinding anterior uterus.

c. Ekstensi penjalaran yang diukur dari besar ukuran tumor dan

karakteristik pertumbuhan primer dan sebagian lagi dari mobilitas atau

fiksasi lesi.

3) Dapat pula dengan Barium Enema,. yaitu Cairan yang mengandung

barium dimasukkan melalui rektum kemudian dilakukan seri foto x-rays

pada traktus gastrointestinal bawah.

4) Sigmoidoscopy , yaitu sebuah prosedur untuk melihat bagian dalam rektum

dan sigmoid apakah terdapat polip kakner atau kelainan lainnya. Alat

sigmoidoscope dimasukkan melalui rektum sampai kolon sigmoid, polip

atau sampel jaringan dapat diambil untuk biopsi.

5) Colonoscopy yaitu sebuah prosedur untuk melihat bagian dalam rektum

dan sigmoid apakah terdapat polip kanker atau kelainan lainnya. Alat

colonoscope dimasukkan melalui rektum sampai kolon sigmoid, polip atau

sampel jaringan dapat diambil untuk biopsi.

6) Biopsi. Jika ditemuka tumor dari salah satu pemeriksaan diatas, biopsi

harus dilakukan. Secara patologi anatomi, adenocarcinoma merupakan

jenis yang paling sering yaitu sekitar 90 sampai 95% dari kanker usus

besar. Jenis lainnya ialah karsinoma sel skuamosa, carcinoid tumors,

adenosquamous carcinomas, dan undifferentiated tumors.

Page 23: ca colorectal

23

2. Staging

The American Joint Committee on Cancer (AJCC) memperkenalkan

TNM staging system, yang menempatkan kanker menjadi satu dalam 4 stadium

(Stadium I-IV).

1. Stadium 0

Pada stadium 0, kanker ditemukan hanya pada bagian paling dalam

rektum.yaitu pada mukosa saja. Disebut juga carcinoma in situ.

2. Stadium I

Pada stadium I, kanker telah menyebar menembus mukosa sampai lapisan

muskularis dan melibatkan bagian dalam dinding rektum tapi tidak menyebar

kebagian terluar dinding rektum ataupun keluar dari rektum. Disebut juga

Dukes A rectal cancer.

3. Stadium II

Pada stadium II, kanker telah menyebar keluar rektum kejaringan terdekat

namun tidak menyebar ke limfonodi. Disebut juga Dukes B rectal cancer.

4. Stadium III

Pada stadium III, kanker telah menyebar ke limfonodi terdekat, tapi tidak

menyebar kebagian tubuh lainnya. Disebut juga Dukes C rectal cancer.

5. Stadium IV

Pada stadium IV, kanker telah menyebar kebagian lain tubuh seperti hati, paru,

atau ovarium. Disebut juga Dukes D rectal cancer

Gambar 8. Stadium Ca Recti I-IV

Page 24: ca colorectal

24

Tabel 1. CT Staging System for Rectal Cancer*

Stadium Deskripsi

T1 Massa polypoid Intraluminal; tidak ada penebalan pada dinding rectum

T2 Penebalan dinding rectum >6 mm; tidak ada perluasan ke perirectal

T3a Penebalan dinding rectum dan invasi ke otot dan organ yang berdekatan.

T3b Penebalan dinding rectum dan invasi ke pelvic atau dinding abdominal

T4 Metastasis jauh, biasanya ke liver atau adrenal

 *Modified from Thoeni (Radiology, 1981)

Tabel 2. TNM/Modified Dukes Classification System*

TNM Stadium

Modified Dukes

StadiumDeskripsi

T1 N0 M0 A Tumor terbatas pada submucosa

T2 N0 M0 B1 Tumor terbatas pada muscularis propria

T3 N0 M0 B2 Penyebaran transmural

T2 N1 M0 C1 T2, pembesaran kelenjar mesenteric

T3 N1 M0 C2 T3, pembesaran kelenjar mesenteric

T4 C2 Penyebaran ke organ yang berdekatan

Any T, M1 D Metastasis jauh

*Modified from the American Joint Committee on Cancer (1997)

H. PENATALAKSANAAN

Page 25: ca colorectal

25

Berbagai jenis terapi tersedia untuk pasien kanker rektal. Beberapa

adalah terapi standar dan beberapa lagi masih diuji dalam penelitian klinis.

Tiga terapi standar untuk kanker rektal yang digunakan antara lain ialah :

1. Pembedahan

Pembedahan merupakan terapi yang paling lazim digunakan terutama

untuk stadium I dan II kanker rektal, bahkan pada pasien suspek dalam stadium

III juga dilakukan pembedahan. Meskipun begitu, karena kemajuan ilmu dalam

metode penentuan stadium kanker, banyak pasien kanker rektal dilakukan pre-

surgical treatment dengan radiasi dan kemoterapi. Penggunaan kemoterapi

sebelum pembedahan dikenal sebagai neoadjuvant chemotherapy, dan pada

kanker rektal, neoadjuvant chemotherapy digunakan terutama pada stadium II

dan III. Pada pasien lainnya yang hanya dilakukan pembedahan, meskipun

sebagian besar jaringan kanker sudah diangkat saat operasi, beberapa pasien

masih membutuhkan kemoterapi atau radiasi setelah pembedahan untuk

membunuh sel kanker yang tertinggal (Elizabeth., 2005).

Tipe pembedahan yang dipakai antara lain (Elizabeth., 2005) :

Eksisi lokal : jika kanker ditemukan pada stadium paling dini, tumor dapat

dihilangkan tanpa tanpa melakukan pembedahan lewat abdomen. Jika

kanker ditemukan dalam bentuk polip, operasinya dinamakan

polypectomy.

Reseksi: jika kanker lebih besar, dilakukan reseksi rektum lalu dilakukan

anastomosis. Jiga dilakukan pengambilan limfonodi disekitan rektum lalu

diidentifikasi apakah limfonodi tersebut juga mengandung sel kanker.

Page 26: ca colorectal

26

Gambar 9. Reseksi dan Anastomosis Gambar 10. Reseksi dan Kolostomi

Pengangkatan kanker rektum biasanya dilakukan dengan reseksi

abdominoperianal, termasuk pengangkatan seluruh rectum, mesorektum dan

bagian dari otot levator ani dan dubur. Prosedur ini merupakan pengobatan

yang efektif namun mengharuskan pembuatan kolostomi permanen.

 Rektum terbagi atas 3 bagian yaitu 1/3 atas, tengah dan bawah. Kanker

yang berada di lokasi 1/3 atas dan tengah ( 5 s/d 15 cm dari garis dentate )

dapat dilakukan ” restorative anterior resection” kanker 1/3 distal rectum

merupakan masalah pelik. Jarak antara pinggir bawah tumor dan garis dentate

merupakan faktor yang sangat penting untuk menentukan jenis operasi.

Goligher dkk berdasarkan pengalamannya menyatakan bahwa

kegagalan operasi ”Low anterior resection ” akan terjadi pada kanker rectum

dengan jarak bawah rectum normal 2 cm. Angka 5 cm telah diterima sebagai

jarak keberhasilan terapi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh venara dkk pada

243 kasus menyimpulkan bahwa jarak lebih dari 3 cm dari garis dentate aman

untuk dilakukan operasi ” Restorative resection”. ”Colonal anastomosis”

diilhami oleh hasil operasi Ravitch dan Sabiston yang dilakukan pada kasus

kolitis ulseratif. Operasi ini dapat diterapkan pada kanker rectum letak bawah,

dimana teknik stapler tidak dapat dipergunakan. Local excision dapat

diterapkan untuk mengobati kanker rectum dini yang terbukti belum

memperlihatkan tanda-tanda metastasis ke kelenjar getah bening. Operasi ini

dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan yaitu transanal, transpinchteric

atau transsacral. Pendekatan transpinshter dan transacral memungkinkan untuk

dapat mengamati kelenjar mesorectal untuk mendeteksi kemungkinan telah

terjadi metastasis. Sedang pendekatan transanal memiliki kekurangan untuk

mengamati keterlibatan kelenjar pararektal.

Pada tumor rektum sepertiga tengah dilakukan reseksi dengan

mempertahankan sfingter anus, sedangkan pada tumor sepertiga distal

dilakukan amputasi rektum melalui reseksi abdominoperineal Quenu-Miles.

Pada operasi ini anus turut dikeluarkan.

Page 27: ca colorectal

27

Pada pembedahan abdominoperineal menurut Quenu-Miles, rektum dan

sigmoid dengan mesosigmoid dilepaskan, termasuk kelenjar limf pararektum

dan retroperitoneal sampai kelenjar limf retroperitoneal. Kemudian melalui

insisi perineal anus dieksisi dan dikeluarkan seluruhnya dengan rektum melalui

abdomen.

Reseksi anterior rendah pada rektum dilakukan melalui laparotomi

dengan menggunakan alat stapler untuk membuat anastomosis kolorektal atau

koloanal rendah.

Eksisi lokal melalui rektoskop dapat dilakukan pada karsinoma

terbatas. Seleksi penderita harus dilakukan dengan teliti, antara lain dengan

menggunakan endoskopi ultrasonografik untuk menentukan tingkat penyebaran

di dalam dinding rektum clan adanya kelenjar ganas pararektal.

Indikasi dan kontra indikasi eksisi lokal kanker rectum

1. Indikasi

Tumor bebas, berada 8 cm dari garis dentate

T1 atau T2 yang dipastikan dengan pemeriksaan ultrasound

Termasuk well-diffrentiated atau moderately well diffrentiated secara

histologi

Ukuran kurang dari 3-4 cm

2. Kontraindikasi

Tumor tidak jelas

Termasuk T3 yang dipastikan dengan ultrasound

Termasuk Poorly diffrentiated secara histologi

2. Radiasi

Sebagai mana telah disebutkan, untuk banyak kasus stadium II dan III

lanjut, radiasi dapat menyusutkan ukuran tumor sebelum dilakukan

pembedahan. Peran lain radioterapi adalah sebagai sebagai terapi tambahan

Page 28: ca colorectal

28

untuk pembedahan pada kasus tumor lokal yang sudah diangkat melaui

pembedahan, dan untuk penanganan kasus metastasis jauh tertentu. Terutama

ketika digunakan dalam kombinasi dengan kemoterapi, radiasi yang digunakan

setelah pembedahan menunjukkan telah menurunkan resiko kekambuhan lokal

di pelvis sebesar 46% dan angka kematian sebesar 29%. Pada penanganan

metastasis jauh, radiesi telah berguna mengurangi efek lokal dari metastasis

tersebut, misalnya pada otak. Radioterapi umumnya digunakan sebagai terapi

paliatif pada pasien yang memiliki tumor lokal yang unresectable (Elizabeth.,

2005).

3. Kemoterapi

Adjuvant chemotherapy, (menengani pasien yang tidak terbukti

memiliki penyakit residual tapi beresiko tinggi mengalami kekambuhan),

dipertimbangkan pada pasien dimana tumornya menembus sangat dalam atau

tumor lokal yang bergerombol ( Stadium II lanjut dan Stadium III). Terapi

standarnya ialah dengan fluorouracil, (5-FU) dikombinasikan dengan

leucovorin dalam jangka waktu enam sampai dua belas bulan. 5-FU merupakan

anti metabolit dan leucovorin memperbaiki respon. Agen lainnya, levamisole,

(meningkatkan sistem imun, dapat menjadi substitusi bagi leucovorin.

Protopkol ini menurunkan angka kekambuhan kira – kira 15% dan menurunkan

angka kematian kira – kira sebesar 10% (Elizabeth., 2005).

4. Terapi Terkini

Metode pengobatan yang sedang dikembangkan pada dekade terakhir

ini adalah:

a. Target Terapi: memblokade pertumbuhan pembuluh darah ke daerah

tumor

b. Terapi Gen

c. Modifikasi biologi dan kemoterapi: thymidy-late synthasedan 5 fluoro

urasil

d. Extra corporal transcutaneuse aplication: ultrasonografi intensitas tinggi

Page 29: ca colorectal

29

e. Imunoterapi: Interleukin Limfokin-2 dan Alpa Interferon (Surya, 2005).

I. PROGNOSIS

Secara keseluruhan 5-year survival rates untuk kanker rektal adalah

sebagai berikut :

Stadium I - 72%

Stadium II - 54%

Stadium III - 39%

Stadium IV - 7%

50% dari seluruh pasien mengalami kekambuhan yang dapat berupa

kekambuhan lokal, jauh maupun keduanya. Kekambuhan lokal lebih sering

terjadi. Penyakit kambuh pada 5-30% pasien, biasanya pada 2 tahun pertama

setelah operasi. Faktor – faktor yang mempengaruhi terbentuknya rekurensi

termasuk kemampuan ahli bedah, stadium tumor, lokasi, dan kemapuan untuk

memperoleh batas - batas negatif tumor (Elizabeth., 2005).

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Karsinoma rektal berasal dari epitel hampir sama dengan neoplasma

kolon, jenis terbanyak adalah adenokarsinoma. Umumnya didahului oleh kondisi

Page 30: ca colorectal

30

pramaligna seperti adenomatous, villous polyp, familial adenomatous polyposis

dan kolitis ulseratif.

Karsinoma kolorektal masih merupakan penyebab kematian kedua untuk

kanker terutama di Amerika Serikat. Skrening awal untuk mengarahkan diagnosa

Karsinoma kolorektal penting dilakukan untuk meningkatkan survivalnya.

Skrening awal yang dapat dilakukan yaitu: pemeriksaan darah samar di feses,

sigmodoskopi, kombinasi darah samar feses dan sigmoidoskopi, kolonoskopi,

dobel kontras barium enema.

Penyebab pasti karsinoma rektal belum diketahui, diduga dipengaruhi

beberapa komponen genetik dan faktor lingkungan. TNM Sistem Dikonversikan

Kedalam Duke’s Sistem yaitu :

Stadium I TNM = Duke’s A

Stadium II TNM = Duke’s B

Stadium III TNM = Duke’s C

Stadium IV TNM = Duke’s D

Sejak 1997 Diberlakukan Modifikasi Oleh AJCC

Operasi merupakan terapi utama untuk kuratif, namun bila sudah dijumpai

penyebaran tumor maka pengobatan hanya bersifat operasi paliatif untuk

mencegah obstruksi, perforasi dan perdarahan.