calon tunggal
DESCRIPTION
PILKADA 2015TRANSCRIPT
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
segala rahmat-NYA sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai .
Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari
pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik
materi maupun pikirannya.
Harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan
dan pengalaman bagi para pembaca. Untuk ke depannya dapat
memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih
baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami,
kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu
kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Jakarta, Maret 2015
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berdasarkan UU nomor 8 tahun 2015 pemungutan suara
serentak nasional dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur,
Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota di seluruh
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dilaksanakan pada
tanggal dan bulan yang sama pada tahun 2027. Tahun 2015 menjadi
gerbang awal dilaksanakannya pemilihan kepala daerah secara
serentak. Daerah yang diikut sertakan dalam gelombang pertama
adalah yang akhir masa jabatan Kepala Daerahnya berakhir pada
tahun 2015 sampai dengan semester awal tahun 2016 atau sampai
bulan juni. Jumlah daerah yang menyelenggarakan pilkada pada
tahun 2015 adalah sebanyak 269 yang terdiri atas 9 provinsi, 36 kota,
dan 224 kabupaten.
Sebagai awal dilaksanakannya pemilihan kepala daerah secara
serentak maka diperlukan persiapan dan perencanaan yang baik
sehingga seluruh aspek penunjang dalam penyelenggaraan dapat
terpenuhi secara proporsional demi tercapainya pemilihan kepala
daerah yang demokratis. Berdasarkan UU Nomor 8 Tahun 2015 pasal
10A KPU memegang tanggung jawab akhir dari keseluruhan proses
pelaksanaan pilkada, sehingga dalam penyusunan regulasi harus
dilakukan secara rigid dan detail agar tidak menimbulkan tafsir yang
2
berbeda dari peserta maupun penyelenggara seperti KPU dan
Bawaslu.
Dalam sebuah penyelenggaraan pemilihan hal terpenting yang
perlu dipersiapkan secara baik adalah regulasi yang menjadi tuntunan
dan pedoman dalam melaksanakan setiap tahapan dan program.
Salah satu tahapan yang sering terjadi konflik atau sengketa yaitu
tahapan pencalonan. Tahapan ini menjadi penting sebab menjadi
sarana untuk menyalurkan hak politik dari setiap warga negara untuk
dipilih dan memilih.
Terkait pelaksanaan pemilihan kepala daerah serentak pada
tahun 2015 ditemukan permasalahan yang ternyata tidak diatur secara
eksplisit dalam UU Nomor 8 Tahun 2015 maupun Peraturan KPU.
Payung hukum yang seharusnya memuat tentang antisipasi terhadap
calon tunggal dalam pemilihan kepala daerah menuai kritik dari
berbagai lapisan masyarakat. Pertanyaan yang timbul kemudian
apakah dalam pembuatan regulasi tersebut tidak dilakukan kajian
secara mendalam terhadap pasal-pasal yang mengatur tentang setiap
tahapan dalam hal ini tahapan pencalonan.
UU Nomor 8 Tahun 2015 hanya mengatur apabila dalam
tahapan pencalonan terdapat kurang dari dua pasangan calon maka
dilakukan penundaan tahapan, demikian pula dalam Peraturan KPU
nomor 12 yang merupakan perubahan Peraturan KPU nomor 9 tahun
2015 pada pasal 89 yang berbunyi :
“Dalam hal sampai dengan berakhirnya perpanjangan masa pendaftaran hanya terdapat 1 (satu) Pasangan
3
Calon atau tidak ada Pasangan Calon yang mendaftar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPU Provinsi/KIP Aceh atau KPU/KIP Kabupaten/Kota menetapkan keputusan penundaan seluruh tahapan dan Pemilihan diselenggarakan pada Pemilihan serentak berikutnya.”
Akan tetapi regulasi tersebut kemudian digugat untuk dilakukan
pengujian terhadap pasal 27 ayat (1) dan pasal 28D ayat (1) UUD
1945.
Pengujian UU terhadap UUD 1945 merupakan kewenangan
MK (Mahkamah Konstitusi) yang dalam putusannya mengabulkan
permohonan pemohon. Ini artinya MK telah mensahkan calon tunggal
untuk tetap dilakukan pemilihan dengan memperhadapkan pemilih
pada pilihan setuju dan tidak setuju.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah calon tunggal dalam pemilihan kepala daerah telah
memenuhi prinsip-prinsip demokrasi?
2. Penyusunan regulasi yang belum mampu untuk memberikan
jawaban pada setiap permasalahan yang mungkin hadir dalam
sebuah penyelenggaraan pemilihan kepala daerah.
C. Tujuan Pembahasan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui dan memahami konsep demokrasi dengan
lebih baik.
4
2. Untuk mengetahui permasalahan yang mungkin timbul dengan
adanya putusan Mahkamah Konstitusi tentang calon tunggal
dalam pemilihan kepala daerah serentak tahun 2015.
3. Untuk memenuhi salah satu tugas dalam mata kuliah Regulasi
Pemilu.
5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Permasalahan
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan
pasangan calon tunggal bisa mengikuti Pilkada Serentak 2015
dianggap sebagai solusi atas permasalahan terhadap terjadinya calon
tunggal di beberapa daerah. Berikut pendapat beberapa tokoh negeri
ini terkait putusan Mahkamah Konstitusi, antara lain :
1. Irman Putra Sidin (pakar hukum tata negara) yang mengatakan
bahwa “putusan MK terkait calon tunggal akan membuat
pelaksanaan Pilkada semakin efisien karena tidak akan ada upaya
pemaksaan untuk menghadirkan calon pesaing, dimana justru ini
menyuburkan munculnya calon boneka.”
2. Zainal Arifin Mochtar (pakar hukum tata negara UGM) dalam
penilaiannya “putusan MK yang memperbolehkan daerah dengan
calon tunggal mengikuti pemilihan kepala daerah tidak solutif jika
tidak berlaku surut.”
3. Yusril Izha Mahendra (pakar hukum tata negara), memberikan
penilaian “jika Mahkamah Konstitusi memutuskan pilkada tetap
berlanjut meski dengan calon tunggal, maka KPU harus segera
menindak lanjuti hal tersebut sebab putusan MK bersifat final dan
mengikat. Tindak lanjut atas putusan tersebut dapat melalui Perpu
atau Perpres yang bisa segera dieksekusi.”
6
Mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi ini berarti tugas
KPU untuk melaksanakan putusan tersebut dihadapkan pada jadwal
tahapan yang semakin sempit. Hal-hal yang perlu dipersiapkan KPU
adalah penyesuaian jadwal tahapan, melakukan revisi terhadap
peraturan KPU, menyusun regulasi khusus tentang calon tunggal,
selain itu pelaksanaan bimtek dan penyuluhan kepada jajaran KPU di
tingkat bawah, serta sosialisasi terkait regulasi dan mekanisme
pemungutan dan penghitungan suara bagi calon tunggal kepada
stakeholder, Partai Politik, dan masyarakat.
Pertanyaan yang kemudian muncul apakah dalam waktu yang
sudah semakin sempit ini putusan tersebut dapat dilaksanakan secara
simultan dan tidak mempengaruhi kualitas dari pemilihan tersebut.
Selain itu apakah hal ini tidak melanggar atau mengesampingkan
prinsip-prinsip demokrasi yang merupakan esensi dasar dari sebuah
penyelenggaraan pemilihan.
B. Regulasi
1. UUD 1945
a. Pasal 27 ayat (1) “Segala warga negara bersamaan
kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib
menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada
kecualinya.”
b. Pasal 28D ayat (1) “Setiap orang berhak atas pengakuan,
jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta
perlakuan yang sama di hadapan hukum.”
7
2. UU Nomor 8 Tahun 2015
a. Pasal 49 ayat (8) “Dalam hal hasil penelitian sebagaimana
dimaksud pada ayat (7) menghasilkan pasangan calon yang
memenuhi persyaratan kurang dari 2 (dua) pasangan calon,
tahapan pelaksanaan Pemilihan ditunda paling lama 10
(sepuluh) hari.” Ayat (9) “KPU Provinsi membuka kembali
pendaftaran pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil
Gubernur paling lama 3 (tiga) hari setelah penundaan tahapan
sebagaimana dimaksud pada ayat (8).”
b. Pasal 50 ayat (8) “Dalam hal hasil penelitian sebagaimana
dimaksud pada ayat (7) menghasilkan pasangan calon yang
memenuhi persyaratan kurang dari 2 (dua) pasangan calon,
tahapan pelaksanaan pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil
Bupati serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil
Walikota pemilihan ditunda paling lama 10 (sepuluh) hari.” Ayat
(9) “KPU Kabupaten/Kota membuka kembali pendaftaran
pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta
pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota paling
lama 3 (tiga) hari setelah penundaan tahapan sebagaimana
dimaksud pada ayat (8).”
c. Pasal 51 ayat (2) “Berdasarkan Berita Acara Penetapan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPU Provinsi
menetapkan paling sedikit 2 (dua) pasangan Calon Gubernur
dan Calon Wakil Gubernur dengan Keputusan KPU Provinsi.”
8
d. Pasal 52 ayat (2) “Berdasarkan Berita Acara Penetapan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPU Kabupaten/Kota
menetapkan paling sedikit 2 (dua) pasangan Calon Bupati dan
Calon Wakil Bupati serta pasangan Calon Walikota dan Calon
Wakil Walikota dengan Keputusan KPU Kabupaten/Kota.”
e. Pasal 54 ayat (4) “Dalam hal pasangan berhalangan tetap
sejak penetapan pasangan calon sampai pada saat dimulainya
hari Kampanye sehingga jumlah pasangan calon kurang dari 2
(dua) orang, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota membuka
kembali pendaftaran pengajuan pasangan calon paling lama 7
(tujuh) hari.” Ayat (5) “Dalam hal pasangan calon berhalangan
tetap pada saat dimulainya Kampanye sampai hari
pemungutan suara dan terdapat 2 (dua) pasangan calon atau
lebih, tahapan pelaksanaan Pemilihan dilanjutkan dan
pasangan calon yang berhalangan tetap tidak dapat diganti
serta dinyatakan gugur.” Ayat (6) “Dalam hal pasangan calon
berhalangan tetap pada saat dimulainya Kampanye sampai
hari pemungutan suara pasangan calon kurang dari 2 (dua)
orang, tahapan pelaksanaan Pemilihan ditunda paling lama 14
(empat belas) hari.”
3. Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2015 sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan KPU Nomor 12 Tahun 2015
a. Pasal 89 ayat (1) “Dalam hal sampai dengan akhir masa
pendaftaran Pasangan Calon hanya terdapat 1 (satu)
9
Pasangan Calon atau tidak ada Pasangan Calon yang
mendaftar, KPU Provinsi/KIP Aceh atau KPU/KIP
Kabupaten/Kota memperpanjang masa pendaftaran Pasangan
Calon paling lama 3 (tiga) hari.” Ayat (4) “Dalam hal sampai
dengan berakhirnya perpanjangan masa pendaftaran hanya
terdapat 1 (satu) Pasangan Calon atau tidak ada Pasangan
Calon yang mendaftar sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
KPU Provinsi/KIP Aceh atau KPU/KIP Kabupaten/Kota
menetapkan keputusan penundaan seluruh tahapan dan
Pemilihan diselenggarakan pada Pemilihan serentak
berikutnya.”
b. Pasal 89A ayat (1) “Dalam hal berdasarkan hasil penelitian
perbaikan persyaratan pencalonan dan persyaratan calon tidak
ada atau hanya 1 (satu) Pasangan Calon yang memenuhi
persyaratan, KPU Provinsi/KIP Aceh atau KPU/KIP
Kabupaten/Kota membuka kembali pendaftaran Pasangan
Calon paling lama 3 (tiga) hari.” Ayat (3) “Dalam hal sampai
dengan berakhirnya pembukaan kembali masa pendaftaran
hanya terdapat 1 (satu) Pasangan Calon atau tidak ada
Pasangan Calon yang mendaftar sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), KPU Provinsi/KIP Aceh atau KPU/KIP
Kabupaten/Kota menetapkan keputusan penundaan seluruh
tahapan dan Pemilihan diselenggarakan pada Pemilihan
serentak berikutnya.”
10
c. Pasal 91 ayat (1) “Dalam hal pembatalan Pasangan Calon
sebagai peserta Pemilihan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 88 ayat (1) mengakibatkan jumlah Pasangan Calon
kurang dari 2 (dua) pasangan, KPU Provinsi/KIP Aceh atau
KPU/KIP Kabupaten/Kota menunda pelaksanaan penetapan
Pasangan Calon peserta Pemilihan.” Ayat (4) “Dalam hal
penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengakibatkan tahapan pemungutan suara tidak dapat
dilaksanakan secara serentak pada hari yang sama, KPU
Provinsi/KIP Aceh atau KPU/KIP Kabupaten/Kota menetapkan
keputusan penundaan seluruh tahapan dan Pemilihan
diselenggarakan pada Pemilihan serentak berikutnya.”
d. Pasal 92 ayat (1) “Dalam hal terdapat calon atau Pasangan
Calon yang berhalangan tetap yang mengakibatkan tahapan
pemungutan suara tidak dapat dilaksanakan pada hari
pemungutan suara yang telah ditentukan, KPU Provinsi/KIP
Aceh atau KPU/KIP Kabupaten/Kota menunda pelaksanaan
seluruh tahapan Pemilihan.” Ayat (4) “KPU Provinsi/KIP Aceh
atau KPU/KIP Kabupaten/Kota menetapkan keputusan
penundaan seluruh tahapan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan Pemilihan diselenggarakan pada Pemilihan serentak
berikutnya.”
11
4. Keputusan Mahkamah konstitusi Nomor 100/PUU-XIII/2015
tertanggal 28 September 2015 dalam putusannya mengabulkan
permohonan pemohon untuk sebagian.
C. Analisis
Jika kita melihat pemilihan kepala daerah pada periode
sebelumnya tidak pernah kita temui permasalahan calon tunggal,
akan tetapi hari ini kita temui terdapat 3 (tiga) daerah yang hanya
memiliki calon tunggal yaitu Blitar di Jawa Timur, Timor Tengah Utara,
di Nusa Tenggara Timur dan Tasikmalaya di Jawa Barat serta ada 83
(delapan puluh tiga) daerah yang memiliki potensi menjadi calon
tunggal karena calon yang berkompetisi hanya 2 (dua) pasangan
calon.
Terkait putusan Mahkamah Konstitusi yang dalam putusannya
membolehkan pemilihan pada daerah yang hanya memiliki calon
tunggal maka pembahasan selanjutnya apakah pemilihan dengan
calon tunggal telah memenuhi prinsip demokrasi. Mengacu pada UU
nomor 8 tahun 2015 di jelaskan bahwa pemilihan Gubernur dan Wakil
Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota
yang selanjutnya disebut pemilihan adalah pelaksanaan kedaulatan
rakyat di wilayah provinsi dan kabupaten/kota untuk memilih Gubernur
dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan
Wakil Walikota secara langsung dan demokratis.
Merujuk kepada kata Demokrasi secara etimologi demokrasi
berasal dari bahasa Yunani tepatnya dari kata demos dan
12
kratos/kratein. Demos berarti rakyat dan kratos/kratein berarti
pemerintahan. Jadi pengertian demokrasi adalah suatu negara yang
pemerintahannya dipegang oleh rakyat atau rakyatlah yang memiliki
kedaulatan tertinggi. Selain itu terdapat pengertian oleh para ahli,
antara lain :
1. Abraham Lincoln : Demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat,
oleh rakyat, dan untuk rakyat.
2. Henry B. Mayo : Demokrasi adalah menunjukkan kebijakan
umum ditentukan atas dasar mayoritas wakil-wakil yang diawasi
oleh rakyat, dan didasarkan atas kesamaan politik dalam suasana
terjaminnya kebebasan politik.
3. F. Strong : Demokrasi adalah suatu sistem pemerintahan pada
mayoritas anggota dewasa dari masyarakat politik ikut serta atas
dasar sistem perwakilan yang menjamin bahwa pemerintah
akhirnya mempertanggungjawabkan tindakan pada mayoritas.
Selain istilah demokrasi terdapat pula kata pemilihan atau
election yang termuat dalam Black’s Law Dictionary dimaknai sebagai
pemilihan terhadap individu yang dipilih berdasarkan asas-asas
pemilu dalam ruang lingkup suatu pemilihan yang dilakukan oleh
pemilih yang memenuhi persyaratan untuk memilih.
Mengacu pada pengertian di atas dapat kita maknai bahwa
sebuah pemilihan kepala daerah semestinya memilih pasangan calon
bukan justru dihadapkan pada pilihan setuju atau tidak setuju
terhadap satu pasangan calon. Akan tetapi dalam sebuah negara
13
demokrasi prinsip utama yang dikedepankan adalah kedaulatan
rakyat dimana pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
Permasalahan yang dihadapi jika kemudian dilakukan
penundaan pemilihan terhadap 3 (tiga) daerah tersebut belum lagi
daerah yang memiliki potensi terjadinya calon tunggal tentu akan
menghadirkan permasalahan baru. Permasalahan itu antara lain :
1. Pilihan penundaan pilkada bagi daerah yang memiliki calon
tunggal berdampak pada tidak terpenuhinya hak politik
masyarakat untuk dipilih dan memilih.
2. Penundaan pilkada dapat berdampak pada terhambatnya
pembangunan ekonomi di daerah. Bagi daerah yang ditunda
pilkadanya akan dipimpin oleh Pelaksana Tugas (PLT) yang
memiliki batasan kewenangan berdasarkan PP Nomor 49 tahun
2008 pasal 132A ayat (1), dimana terdapat empat larangan bagi
PLT antara lain: melakukan mutasi pegawai, membatalkan
perjanjian yang bertentangan dengan yang dikeluarkan pejabat
sebelumnya, membuat kebijakan pemekaraan daerah, dan
membuat kebijakan yang bertentangan dengan kebijakan
pelenyelenggaraan pemerintahan serta program pembanguan
pejabat sebelumnya. Jika tiga daerah akan ditunda pilkadanya ke
gelombang kedua di tahun 2017 yang terdiri dari: Kabupaten
Tasikmalaya (Provinsi Jawa Barat), Kabupaten Blitar (Provinsi
Jawa Timur), dan Kabupaten Timor Tengah Utara (Provinsi Nusa
Tenggara Timur) maka daerah tersebut akan dipimpin oleh PLT
14
yang waktunya lebih dari satu tahun, dan selama itu pula PLT
tersebut tidak bisa mengeluarkan kebijakan-kebijakan strategis
untuk daerah.
Dengan demikian, putusan MK sudah berhasil meminimalisir
dua persoalan tersebut dengan cara menjamin hak konsititusional
warga negara untuk memilih dan dipilih serta memberikan ruang dan
kewenangan secara langsung bagi masyarakat di daerah untuk
menentukan sendiri proses suksesi kepemimpinan di daerahnya.
Maksudnya ialah, jika calon tunggal kepala daerah tersebut
dinyatakan tidak dikehendaki oleh masyarakat dan sebagian besar
masyarakat memilih tidak setuju, maka penundaan pilkada tersebut
ditentukan atas pilihan masyarakat itu sendiri bukan ditentukan oleh
tafsir KPU melalui PKPU No. 12 Tahun 2015 tentang pencalonan
kepala daerah, akibat tidak adanya ketentutan khusus yang mengatur
calon tunggal dalam UU No. 8 Tahun 2015 mengenai pilkada.
Sehingga putusan MK mampu menjamin adanya kedaulatan sekaligus
legilitmasi masyarakat untuk menentukan sendiri kepala daerahnya.
Terbitnya putusan Mahkamah Konstitusi tentang permasalahan
calon tunggal dalam pemilihan kepala daerah serentak tahun 2015
menghadirkan pertanyaan apakah regulasi dalam hal ini UU yang
disusun untuk mengatur pemilihan kepala daerah tidak melalui kajian
secara mendalam terkait potensi-potensi masalah yang dapat timbul
dalam setiap tahapan pemilihan kepala daerah. Apabila kita
membandingkan persyaratan calon yang ditetapkan oleh UU
15
sebelumnya syarat dukungan pasangan calon yang diusung oleh
partai politik atau gabungan partai politik adalah 15% perolehan kursi
atau 15% perolehan suara partai sementara saat ini persyaratannya
dinaikkan menjadi minimal 20% kursi DPRD atau 25% suara pemilu.
Calon perseorangan yang sebelumnya komposisi 3%, 4%, 5% dan
6,5% dan saat ini dinaikkan menjadi 6,5%, 7,5%, 8,5% dan 10%.
Dengan persyaratan tersebut tentu hanya sedikit partai politik atau
gabungan partai politik yang dapat mengusung pasangan calon serta
hanya calon perseorangan yang memiliki grass root yang kuat dan
masif yang mampu untuk memenuhi persyaratan tersebut.
Merujuk pada pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa
dalam penyusunan regulasi yang sejatinya ditujukan untuk menjadi
pedoman dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah
seharusnya melalui kajian secara mendalam sehingga permasalahan
yang sifatnya sangat mendasar dalam sebuah penyelenggaraan
pemilihan kepala daerah dapat diminimalisir. Selain itu unsur
penyelenggara yang memiliki pengalaman teknis di lapangan juga
perlu dilibatkan dalam penyusunan UU tentang pemilihan kepala
daerah sehingga dapat memberikan kontribusinya dalam
meminimalisir permasalahan yang mungkin hadir dalam
implementasinya. Serta Peraturan KPU yang merupakan turunan UU
Nomor 8 Tahun 2015 tidak lagi melakukan tafsir atas UU yang
menjadi dasar penyusunannya.
16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan
bahwa sebuah pemilihan idealnya dilaksanakan dengan
mengedepankan prinsip-prinsip demokrasi. Mahkamah Konstitusi
telah mengambil keputusan untuk memperbolehkan pemilihan pada
daerah yang hanya memiliki calon tunggal dengan
mempertimbangkan berbagai ekses yang dapat terjadi apabila
pemilihan pada daerah tersebut ditunda sampai dengan gelombang
kedua yang dilaksanakan pada 2017. Keputusan tersebut dengan
mempertimbangkan hak politik rakyat untuk dipilih dan memilih
sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945.
B. Saran
Demikianlah makalah ini kami buat, semoga dapat bermanfaat
bagi pembaca. Apabila terdapat saran dan kritik yang sifatnya
membangun penulis akan jadikan sebagai motivasi demi perbaikan
dalam penulisan makalah berikutnya.
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama;
2. UUD 1945;
3. Undang Undang Nomor 8 Tahun 2015;
4. Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2008;
5. Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 9 Tahun 2015 sebagaimana diubah dengan Peraturan KPU Nomor 12 Tahun 2015;
6. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 100/PUU-XIII/2015 tertanggal 28 September 2015;
7. http://www.perludem.org/index.php?option=com_k2&view=item&id=2168:siaran-pers-calon-tunggal-pasca-putusan-mk&Itemid=128;
8. http://nasional.sindonews.com/read/1049165/12/10-persoalan-putusan-mk-terkait-calon-tunggal-pilkada-1443588310;
9. http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/pilkada/15/10/01/nvim6s354-putusan-mk-terkait-calon-tunggal-membuat-pilkada-lebih-efisien;
10. http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/pilkada/15/10/02/nvktje328-tidak-berlaku-surut-putusan-calon-tunggal-mk-percuma