cara mencintai rasulullah
DESCRIPTION
ada beberapa cara mencintai rasul yaitu....TRANSCRIPT
CARA MENCINTAI RASULULLAH
Seseorang yang sedang jatuh cinta, biasanya akan berusaha dengan sungguh-sungguh untuk
mencari jalan bagaimana caranya agar yang anda cintai itu membalas cinta anda. Anda pasti akan
berusaha apa yang disukai oleh yang anda cintai. Setelah anda tahu tentu saja anda akan berusaha
sekuat tenaga untuk memenuhinya sampai yang anda cintai itu membalas cinta anda. Bukan itu saja,
anda juga akan selalu berusaha agar cinta yang telah anda peroleh dengan susah payah itu tetap
langgeng dan terus meningkat. Jika anda cinta betul kepada seseorang, saya yakin anda selalu
berusaha mementingkan seseorang itu tanpa memperhatikan kepentingan diri anda. Bukankah
demikian?
Begitu pula jika kita ingin mencintai dan dicintai oleh Rasulullah Muhammad s.a.w. Salah
satu bukti bahwa persaksian kita yang telah kita canangkan melalui dua kalimat syahadat adalah
mencintai Allah dan Rasul-Nya di atas cinta kita kepada yang lain. Artinya, cinta yang kita berikan
kepada yang selain Allah dan rasul-Nya harus didasarkan kepada cinta kita kepada Allah dan rasul-
Nya. Kita akan mengabaikan cinta kita kepada yang lain ketika Allah dan Rasul-Nya tidak
membenarkannya. Contoh, kita cinta kepada anak kita bukan? Nah, ketika anak kita memintai
sesuatu yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya kita tidak memenuhinya. Bahkan mungkin kita akan
memberikan beberapa nasehat kepada anak kita bahwa hal itu dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya.
Nah, untuk dapat mencintai Rasulullah dan kemudian dicintai oleh Rasulullah ada lima hal
yang harus kita kerjakan, yaitu:
1) Memahami dan mengambil pelajaran dari sejarah Rasulullah.
2) Banyak-banyak bershalawat kepada Rasulullah secara ikhlas.
3) Mencontoh sunah-sunah Rasulullah yang berkaitan dengan ibadah kepada Allah.
4) Mentauladani perilaku Rasulullah dalam kehidupan sehari-hari.
5) Ziarah ke makam Rasulullah di Madinah dengan ikhlas jika kita mampu pergi kesana..
Jika kelima hal ini telah kita praktekkan dalam kehidupan kita sehari-hari dengan ikhlas
karena mengharap ridlo Allah, Insya Allah kita termasuk orang yang telah mencintai Rasulullah.
Tentu saja kelima hal ini akan terus kita pertahankan dan kita tingkatkan kualitasnya agar kita terus
dapat mencintai Rasulullah. Agar cintai kita selalu meningkat baik jumlah maupun mutunya. Jika kita
telah berusaha mencintai Rasulullah, maka kita baru boleh berharap bahwa Rasulullah membalas
cinta kita.
Apa hikmahnya jika Rasulullah membalas cinta kita. Bukti balasan Rasulullah kepada kita
adalah bahwa Insya Allah Rasulullah akan memberi syafaat kepada kita ketika kita mengalami
kesulitan di Hari Perhitungan. Hari dimana semua orang sibuk terhadap dirinya sendiri. Hari dimana
setiap orang tidak sempat mengingat orang lain. Hari dimana lepaslah ikatan keluarga. Hari dimana
semua orang akan menuntut. Hari dimana semua tuntutan akan diperhatikan dan dipertimbangkan
oleh Allah. Hari yang maha sulit bagi setiap makhluk.
Sebenarnya cinta Rasulullah kepada umatnya tidak usah diragukan lagi. Rasulullah
berupaya sekuat tenaga agar kita semua mendapat rahmat Allah. Ia tidak meminta upah dari kita
semua. Bahkan segala harta yang dimilikinya habis untuk perjuangan menegakkan agama Allah.
Sesungguhnya Rasulullah bisa kaya jika ia menghendakinya. Akan tetapi ia gunakan kekayaannya
untuk mengajak kita masuk ke dalam karunia Allah. Bahakan diakhir hidupnya, ketika nafas sudah di
leher ia masih ingat dan mencemaskan umatnya. Nah, pemimpin yang demikian, yang sangat
memperhatikan nasib umatnya dunia dan akherat tentu saja sangat layak kita cintai. Ya, kita
selayaknyalah berterimakasih dan mencintai Rasulullah tanpa mengharap balasannya. Sebab,
dengan mencintainya itu akan menjadi jalan bagi kita menuju karunia Allah, yaitu iman dan taqwa,
selamat baik di dunia maupun di akherat.
Oleh sebab itu, mari kita berusaha mencintainya sebagai wujud rasa terima kasih kita
dengan menjalankan kelima hal yang saya sebutkan di atas.
Cara Mencintai Allah dan Rasul-Nya
Allah Subhannahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya:
“Katakanlah, ‘Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi
dan mengampuni dosa-dosamu’. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q. S. Ali Imran: 31)
Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Salam bersabda:
“Tidaklah beriman (secara sempurna) salah seorang dari kamu sehingga aku lebih ia cintai
daripada orangtuanya, anaknya dan segenap manusia.” (HR. Al-Bukhari)
Ayat di atas menunjukkan bahwa kecintaan kepada Allah adalah dengan mengikuti apa yang
dibawa oleh Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Salam. Menta’ati apa yang beliau perintahkan dan
meninggalkan apa yang beliau larang, menurut hadits-hadits shahih yang beliau jelaskan kepada
umat manusia. Tidaklah kecintaan itu dengan banyak bicara dengan tanpa mengamalkan petunjuk,
perintah dan sunnah-sunnah beliau.
Adapun hadits shahih di atas, ia mengandung pengertian bahwa iman seorang muslim tidak
sempurna, sehingga ia mencintai Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Salam melebihi kecintaannya
terhadap anak, orang tua dan segenap manusia, bahkan sebagaimana ditegaskan dalam hadits lain
hingga melebihi kecintaannya terhadap dirinya sendiri.
Pengaruh kecintaan itu tampak ketika terjadi pertentangan antara perintah-perintah dan
larangan-larangan Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Salam dengan hawa nafsunya, keinginan isteri,
anak-anak serta segenap manusia di sekelilingnya. Jika ia benar-benar mencintai Rasulullah
Shallallaahu ‘alaihi wa Salam, ia akan mendahulukan perintah-perintahnya dan tidak menuruti
kehendak nafsunya, keluarga atau orang-orang di sekelilingnya. Tetapi jika kecintaan itu hanya dusta
belaka maka ia akan mendurhakai Allah dan RasulNya, lalu menuruti setan dan hawa nafsunya.
Jika anda menanyakan kepada seorang muslim, “Apakah anda mencintai Rasulullah
Shallallaahu ‘alaihi wa Salam ?” Ia akan menjawab, “Benar, aku korbankan jiwa dan hartaku untuk
beliau.” Tetapi jika selanjutnya ditanyakan, “Kenapa anda tidak meninggalkan kebiasaan yang
dibenci Rasulullah SAW dan melanggar perintahnya dalam masalah ini dan itu, dan anda tidak
meneladaninya dalam penampilan, akhlak dan ketauhidan Nabi?”
Dia akan menjawab”Kecintaan itu letaknya di dalam hati. Dan alhamdulillah, hati saya
baik.”Kita mengatakan padanya,”Seandainya hatimu baik, niscaya akan tampak secara lahiriah, baik
dalam penampilan, akhlak maupun keta’atanmu dalam beribadah mengesakan Allah semata.” Sebab
Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Salam bersabda:
“Ketahuilah, sesungguhnya di dalam jasad itu terdapat segumpal daging. Bila ia baik maka
akan baiklah seluruh jasad itu, dan bila ia rusak maka akan rusaklah seluruh jasad itu. Ketahuilah, ia
adalah hati.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Suatu contoh, seorang alim bersilaturrahim kepada seorang yang kelihatan shaleh tetapi
masih suka memasang gambar-gambart binatang. Orang itu lalu mengingatkannya dengan larangan
Rasulullah dalam soal memajang gambar-gambar. Tetapi ia menolak sambil mengatakan, “Ini
gambar yang idah dan menarik.”
Suatu hal yang mengherankan, seorang yang kelihatan shaleh dan merasa mencintai
Rasulullah SAW tetapi masih senang dengan kesukaan yang kelihatan ringan tetapi termasuk dalam
hal yang dilarang.
Dalam hati penulis berkomentar, “Orang tersebut mendurhakai perintahnya, bagaimana
mungkin akan masuk dalam kecintaannya. Dan, apakah Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Salam akan
rela dengan perbuatan tersebut? Sesungguhnya kita dan Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Salam
berada di bawah perlindungan Allah semata.”
Kecintaan kepada Rasulullah adalah tidak dengan menyelenggarakan peringatan, pesta,
berhias, dan menyenandungkan syair yang tak akan lepas dari kemungkaran. Demikian pula tidak
dengan berbagai macam bid’ah yang tidak ada dasarnya dalam ajaran syari’at Islam. Tetapi,
kecintaan kepada Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Salam adalah dengan mengikuti petunjuknya,
berpegang teguh dengan sunnahnya serta dengan menerapkan ajaran-ajarannya.
Sungguh, alangkah indah ungkapan penyair tentang kecintaan sejati di bawah ini.
“Jika kecintaanmu itu sejati, niscaya engkau akan menta’atinya.
Sesungguhnya seorang pecinta, kepada orang yang dicintainya akan selalu ta’at setia.”
Rasul?
Tanya: Assalamu'alaikum . Semoga antum bi khair . Dalam bentuk apakah rasa cinta yang
kita tujukan kepada Rasul , karena belum sempurna iman seseorang bila tidak beliau yang lebih kita
cintai ?Kedua , Bagaimanakah pengertian mengikuti sunnah yang sebenarnya ? sementara shalat
jama'ah malas, apalagi yang lain , masihkah dikatakan mengikuti sunnah atau diakui sebagai
ummat ? ( 0508153351 )
Jawab: Wa'alaikum salam . Amin .
1.Diantara cara mewujudkan kecintaan yang lebih kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam adalah :
a. Mendahulukan ucapan beliau di atas ucapan siapapun , entah itu ucapan Abu Bakr ,
Umar , Utsman , Ali , Imam Abu Hanifah , Imam Syafi'I dan imam-imam yang lain , sampai ucapan
kita sendiri , kalau itu memang menyelisihi ucapan beliau shallallahu 'alaihi wa sallam .
b. Menuntut ilmu dan sunnah beliau dan menerapkan sunnah-sunnah dan ajaran-ajaran
beliau itu dalam diri sendiri .
c. Berusaha menolong sunnah beliau dengan harta dan jiwa kita , dengan cara
menghidupkan dan mendakwahkannya kepada orang lain .
d. Tidak mengubah agamanya , dengan membuat atau melakukan ibadah-ibadah yang baru (
perbuatan bid'ah ) atau menguranginya , karena ini berarti dia menganggap bahwa apa yang
disampaikan oleh Rasulullah masih kurang sehingga perlu ditambah .
2. Sunnah dalam bahasa arab artinya jalan . Sunnah Nabi adalah jalan Nabi .Jadi pada
hakekatnya sunnah Nabi adalah agama islam itu sendiri , bukan yang lain . Jadi mengikuti sunnah
berarti mengikuti agama islam yang murni yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ,
yang bersumber dari Al-Quran dan Al-Hadist , dengan pemahaman para sahabat dan orang-orang
yang mengikuti mereka dengan baik .
3. Pengikut ( umat ) Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam adalah orang yang
bersyahadat dan melakukan rukun islam yang lain dan beriman dengan rukun iman yang enam , dan
tidak mengamalkan perbuatan yang membatalkan keislamannya .
Adapun kekurangan dan kemalasan dalam melaksanakan amalan yang lain , maka tidaklah
mengeluarkan dia dari islam . Dia tetap dinamakan umat Nabi Muhammad , akan tetapi dia umat
yang kurang dalam mengikuti ajaran Nabinya .
Adapun sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam :
غ�ب� ف�م�ن� �ي ع�ن� ر� �ت ن �ي�س� س� �ي ف�ل م�ن
Artinya : Barangsiapa yang membenci sunnahku maka bukan termasuk golonganku ( HR. Al-
Bukhary Muslim )
Maka yang dimaksud dengan ( bukan termasuk golonganku ) adalah bukan termasuk orang
yang mengikuti petunjukku . Jadi bukan berarti dia keluar dari islam . Tapi dia adalah umat islam
yang kurang mengikuti petunjuk Nabi . Wallahu a'lam .
Oleh Drs. H. EDDY SOPANDI
ALLAH SWT berfirman: "Sungguh telah ada bagi kamu dalam diri Rasulullah contoh yang baik
bagi orang yang mengharap rida Allah dan hari akhir, serta mengingat Allah sebanyak-banyaknya."
(QS. Al Ahzab (33): 21).
DALAM ayat di atas, Allah SWT telah menginformasikan dengan sangat jelas kepada kita, umat
Muslim, bahwa pada diri pribadi Rasulullah saw. terdapat "uswah hasanah" (contoh yang baik),
untuk diteladani oleh seluruh umatnya, dalam semua aspek kehidupan. Allah juga mengingatkan
dalam ayat lain, "Katakanlah: Jika kamu (benar-benar mencintai Allah, ikutlah aku (Muhammad),
niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu, Allah Maha Pengampun Lagi Maha
Penyayang"; "Katakanlah: Taatilah Allah dan Rasul-Nya, jika kamu berpaling, maka sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang kafir." (QS. Ali `Imran (3): 31-32). Juga ayat berikutnya: "Dan apa-
apa yang Rasul bawa untukmu, maka ambillah, dan apa-apa yang ia larang kamu, maka jauhilah. Dan
takutlah kepada Allah, karena Allah sangat keras siksa-Nya." (QS. Al Hasyr (59): 7).
Bentuk realisasi (pengamalan) seorang hamba yang sungguh-sungguh mencintai Allah SWT,
adalah seorang hamba itu wajib taat dan mengikuti tata cara yang telah dilakukan atau dicontohkan
oleh Rasulullah saw., yang tertuang dalam sunah (Hadis) Nabi yang shahih, dan tidak dengan cara
mengada-ada atau membuat cara-cara baru dalam beribadah. Apa yang disampaikan oleh Nabi
amalkanlah walaupun tidak terdapat nashnya dalam Alquran. Karena Nabi sendiri adalah tentu saja
dengan seizin Allah, sebagai yang diberi amanah untuk menjadi contoh pengamalan syariah ibadah.
Allah SWT menggambarkan "Akhlak dan beberapa sifat Nabi Muhammad saw." (QS. Ali
`Imran (3) : 159-160) yang disimpulkan para ahli tafsir sebagai berikut.1) Allah SWT memuji ahlak
Nabi Muhammad saw. dan sifat-sifatnya yang selalu bersikap lemah lembut dan tidak bersikap keras
terhadap para pengikutnya dan memaafkan serta memintakan ampun bagi mereka atas kesalahan-
kesalahan mereka 2) Allah memerintahkan Nabi Muhammad saw. supaya bermusyawarah dalam
segala urusan. Di dalam melaksanakan hasil-hasil musyawarah, supaya bertawakal kepada Allah
SWT. 3) Apabila seseorang akan memperoleh pertolongan Allah, maka tidak ada seoranga pun yang
dapat menghalanginya. Begitu juga sebaliknya, barangsiapa yang mendapat kemurkaan Allah tidak
ada seorang pun yang dapat membelanya. Allah SWT pun menjamin "Rasulullah terpelihara dari
kesalahan" (QS. Ali `Imran (3): 161-164).
Wujud kepedulian Rasulullah saw. untuk membimbing dan menyelamatkan umatnya, agar
mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat kelak, beliau dengan tegas memperingatkan
umatnya agar berpegang teguh kepada Alquran dan sunah, dijamin tidak akan tersesat selamanya.
Diriwayatkan dari Ibnu `Abbas r.a., ia berkata: "Sesungguhnya Rasulullah saw. khotbah di hadapan
orang-orang pada waktu haji wada`. Beliau bersabda: "Sesungguhnya setan telah berputus asa untuk
disembah di negerimu, akan tetapi ia rida untuk ditaati dalam hal-hal selain itu dari apa-apa yang
kamu anggap sepele. Maka berhati-hatilah kamu. Sesungguhnya aku telah meninggalkan sesuatu
bagimu, jikalau kamu berpegang teguh dengannya, maka kamu tidak akan sesat selamanya, (yaitu)
Kitab Allah (Alquran) dan Sunah Nabinya (HR. Hakim)."
Barangsiapa yang melaksanakan suatu pekerjaan ibadah yang tidak ada perintah dari
Rasulullah, maka pekerjaan itu pasti ditolak. Sebagaimana hadis berikut, diriwayatkan dari `Aisyah
r.a., ia berkata: "Rasulullah saw. telah bersabda: Siapa yang mengada-adakan sesuatu di dalam
urusan kami ini (agama), yang tidak ada perintah dari kami, itu pasti ditolak (HR. Bukhori Muslim)."
Karena Rasulullah saw. telah menjelaskan semua yang diwahyukan kepada beliau, hingga tiba
saatnya Allah SWT menyempurnakan agama Islam ini. Tak ada sesuatu yang samar atau tersembunyi
dari semua penjelasan yang dibutuhkan manusia dalam menjalani kehidupan di dunia dan di akhirat
kelak, yang tidak beliau jelaskan. Hingga Allah SWT berfirman: "Pada hari ini telah Kusempurnakan
untukmu agamamu dan telah Kucukupkan nikmat-Ku, dan telah Kuridai Islam itu jadi agama bagimu
(QS. Al Maaidah (5): 3)."
Rasulullah saw. telah mengingatkan, sebagaimana diriwayatkan dari Sahl bin Sa`ad r.a., ia
berkata: Nabi bersabda: "Aku mendahuluimu di sebuah telaga. Siapa yang lewat pasti minum dan
siapa yang minum pasti tidak akan haus selama-lamanya. Sungguh akan datang padaku satu kaum,
yang aku kenal mereka dan mereka kenal aku, kemudian dihalangi aku dengan mereka, maka aku
berkata: Ya Allah! Mereka adalah umatku - kemudian dikatakan - (hai Muhammad) engkau tidak
tahu apa yang mereka ada-adakan setelahmu. Aku (nabi) berkata: "Jauh! Jauhlah bagi orang yang
mengubah agama setelahku (HR. Bukhori)."
Perhatikan peringatan Nabi, dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah saw. bersabda: "Siapa yang
mengajak kepada petunjuk (yang benar), maka baginya pahala sebagaimana pahala orang yang
mengikutinya - tidak akan dikurangi dari pahala mereka sedikit pun - dan siapa yang mengajak
kepada kesesatan, maka baginya dosa sebagaimana dosa orang yang mengikutinya - tidak akan
dikurangai dari dosa mereka sedikit pun." (HR. Muslim).
Rasulullah pun menegaskan, dari Anas r.a. ia berkata: Nabi saw. telah bersabda: "Barang
siapa yang meninggalkan sunnahku, maka ia bukan umatku." (HR. Muslim).
Sebagai kesimpulan dari uraian dan dalil-dalil tersebut, bagi umat Islam yang beriman dan
bertakwa hukumnya wajib (mutlak) mencintai Allah SWT dan mencintai Rasulullah saw., dengan cara
berpegang teguh/konsisten atau istiqomah kepada Alquran dan Sunnah Shahih dijamin tidak akan
tersesat selamanya. Untuk itu, realisasikan dalam kehidupan sehari-hari.
1. Mencintai Allah SWT, dengan cara mencintai Rasulullah saw.
2. Mencintai Rasulullah saw., dengan cara mencintai dan mengamalkan sunahnya.
3. Barangsiapa yang meninggalkan Sunahnya, dinyatakan bukan umat Nabi Muhammad saw.
4. Amalkanlah apa yang dicontohkan oleh Nabi walaupun bertentangan dengan rasio kita,
seperti halnya yang dilakukan oleh `Umar bin Khathab. Ia tidak mau mencium hajar aswad bila tidak
melihat Nabi menciumnya.
5. Sebagai bahan renungan, Ibrahim bin Adham, seorang zuhud dari Irak, telah berpesan:
"Wahai penduduk Bashrah, hati kalian telah mati dalam sepuluh perkara, maka bagaimana doa
kalian bisa dikabulkan oleh Allah SWT?" Salah satu perkara yang ia kemukakan ialah: "Kalian
mengaku cinta kepada Rasulullah saw., tetapi mengapa kalian mengingkari sunahnya?" Bahwa
Muhammad adalah Rasul Allah, yang benar, yang jujur dalam semua yang beliau sampaikan, yang
ditugaskan untuk menyampaikan kalam Allah. Karena itu kita diwajibkan untuk taat kepada perintah
beliau dan meninggalkan larangannya, serta menyembah dan beribadah hanya kepada Allah SWT,
sesuai dengan yang telah dilakukan atau dicontohkannya.
6. Mencintai Rasulullah saw., bukan atau tidak sekadar formalitas dan seremonial dengan
upacara peringatan Maulid Nabi, Isra Miraj, dan sebagainya. Wujud mencintai Rasulullah saw. adalah
pengamalan secara terus-menerus dan penuh keikhlasan sunah-sunahnya dalam kehidupan kita
sehari-hari, bukan mengingkarinya! Wallahualam bissawab.***
Banyak Cara Mencintai Nabi
LAPORAN UTAMAAda yang mengenalkan pribadi Rasul kepada anak-anak sejak dini, ada
pula dengan acara drama di TV komunitas.Pepatah mengatakan, tak ke nal maka tak sayang. Tak
mungkin timbul rasa kasih sayang, jika tidak dimulai dengan pengenalan menda lam. Begitu pun
umat Islam, akan sulit mengikuti dan meneladani akhlak Ra sulullah SAW, bila belum mengenal pri
badi Rasulullah yang sesungguhnya. Bagaimana Nabi Muhammad SAW bergaul dengan umatnya,
bagaimana beliau sebagai seorang ayah di tengah ke sibukan menjalani tugas dakwah, atau
bagaimana pula perannya sebagai seorang pemimpin? Di sinilah makin pentingnya mengenal figur
Rasulullah SAW untuk kemudian umat dapat meneladani akhlak mulianya.Menurut artis yang
belakangan banyak terjun di bidang dakwah, Hj As tri Ivo, para orangtua, pendidik dan ju ru dakwah
harus lebih mengenalkan pri badi Rasulullah, kepada anak-anak semenjak dini.‘’Intinya ya itu tadi,
tak kenal maka tak sayang. Insya Allah kalau mereka mengenal nabinya siapa, bagaimana akhlaknya,
bagaimana ketabahannya dan ketahanannya, bagaimana men deritanya Rasulullah SAW dalam
menjalankan tugas dakwahnya, maka akan tertanam akhlak yang baik,’‘ urainya.Kepada anak-anak
kita, imbuh Astri Ivo, perlu ditekankan bahwa Nabi Muhammad bukan hanya seorang rasul, tapi juga
manusia biasa...
Cara Mencintai Allah dan Rasul-Nya Tidak Dengan Merayakan Maulid Nabi
Allah Subhannahu wa Ta’ala berfirman,
�ن� �م� إ �ت �ن �ون� ك ب �ح� �ه� ت �ي الل �ع�ون �ب �م� ف�ات �ك �ب ب �ح� �ه� ي �غ�ف�ر� الل �م� و�ي �ك �م� ل �ك �وب �ه� ذ�ن ح�يم. غ�ف�ور. و�الل ر�
"Katakanlah, ‘Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi
dan mengampuni dosa-dosamu’. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang". (Ali Imran: 31)
Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Salam bersabda,
� �ؤ�م�ن� ال �م� ي �ح�د�ك �ى أ ت �و�ن� ح� ك� �ح�ب� أ �ه� أ �ي �ل �د�ه� م�ن� إ �د�ه� و�ال �اس� و�و�ل �ن� و�الن �ج�م�ع�ي أ
"Tidaklah beriman (secara sempurna) salah seorang dari kamu sehingga aku lebih ia cintai
daripada orangtuanya, anaknya dan segenap manusia." (HR. Al-Bukhari)
Ayat di atas menunjukkan bahwa kecintaan kepada Allah adalah dengan mengikuti apa yang
dibawa oleh Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Salam. Menta’ati apa yang beliau perintahkan dan
meninggalkan apa yang beliau larang, menurut hadits-hadits shahih yang beliau jelaskan kepada
umat manusia. Tidaklah kecintaan itu dengan banyak bicara dengan tanpa mengamalkan petunjuk,
perintah dan sunnah-sunnah beliau.
Adapun hadits shahih di atas, ia mengandung pengertian bahwa iman seorang muslim tidak
sempurna, sehingga ia mencintai Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Salam melebihi kecintaannya
terhadap anak, orang tua dan segenap manusia, bahkan sebagaimana ditegaskan dalam hadits lain
hingga melebihi kecintaannya terhadap dirinya sendiri.
Pengaruh kecintaan itu tampak ketika terjadi pertentangan antara perintah-perintah dan
larangan-larangan Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Salam dengan hawa nafsunya, keinginan isteri,
anak-anak serta segenap manusia di sekelilingnya. Jika ia benar-benar mencintai Rasulullah
Shallallaahu ‘alaihi wa Salam, ia akan mendahulukan perintah-perintahnya dan tidak menuruti
kehendak nafsunya, keluarga atau orang-orang di sekelilingnya. Tetapi jika kecintaan itu hanya dusta
belaka maka ia akan mendurhakai Allah dan RasulNya, lalu menuruti setan dan hawa nafsunya.
Jika anda menanyakan kepada seorang muslim, "Apakah anda mencintai Rasulullah
Shallallaahu ‘alaihi wa Salam ?" Ia akan menjawab, "Benar, aku korbankan jiwa dan hartaku untuk
beliau." Tetapi jika selanjutnya ditanyakan, "Kenapa anda mencukur jenggot dan melanggar
perintahnya dalam masalah ini dan itu, dan anda tidak meneladaninya dalam penampilan, akhlak
dan ketauhidan Nabi?"
Dia akan menjawab, "Kecintaan itu letaknya di dalam hati. Dan alhamdulillah, hati saya
baik." Kita mengatakan padanya, "Seandainya hatimu baik, niscaya akan tampak secara lahiriah, baik
dalam penampilan, akhlak maupun keta’atanmu dalam beribadah mengesakan Allah semata. Sebab
Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Salam bersabda,
� �ال �ن� أ د� ف�ي و�إ �ج�س� �ذ�ا م�ض�غ�ة: ال �ح� ص�ل�ح�ت� إ د� ص�ل �ج�س� �ه� ال �ل �ذ�ا ك د�ت� و�إ د� ف�س� د� ف�س� �ج�س� �ه� ال �ل � ك �ال و�ه�ي� أ
�ق�ل�ب� ال
"Ketahuilah, sesungguhnya di dalam jasad itu terdapat segumpal daging. Bila ia baik maka
akan baiklah seluruh jasad itu, dan bila ia rusak maka akan rusaklah seluruh jasad itu. Ketahuilah, ia
adalah hati." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Suatu kali, penulis bersilaturrahim kepada seorang dokter muslim. Penulis melihat banyak
gambar orang laki-laki dan perempuan di pajang di dinding. Penulis lalu mengingatkannya dengan
larangan Rasulullah dalam soal memajang gambar-gambar. Tetapi ia menolak sambil mengatakan,
"Mereka kawan-kawan saya di universitas."
Padahal sebagian besar dari mereka adalah orang-orang kafir. Apalagi para wanitanya yang
memperlihatkan rambut dan perhiasannya di dalam gambar tersebut, dan mereka berasal dari
negeri komunis. Sang dokter ini juga mencukur jenggotnya. Penulis berusaha menasihati, tetapi ia
malah bangga dengan dosa yang ia lakukan, seraya mengatakan bahwa ia akan mati dalam keadaan
mencukur jenggot.
Suatu hal yang mengherankan, dokter yang melanggar ajaran-ajaran Rasulullah Shallallaahu
‘alaihi wa Salam tersebut mengaku bahwa ia mencintai Nabi. Kepada penulis ia berkata, "Katakanlah
wahai Rasulullah, aku ada dalam perlindunganmu!"
Dalam hati penulis berkata, "Engkau mendurhakai perintahnya, bagaimana mungkin akan
masuk dalam perlindungannya. Dan, apakah Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Salam akan rela
dengan syirik tersebut? Sesungguhnya kita dan Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Salam berada di
bawah perlindungan Allah semata."
Kecintaan kepada Rasulullah adalah tidak dengan menyelenggarakan peringatan, pesta,
berhias, dan menyenandungkan syair yang tak akan lepas dari kemungkaran. Demikian pula tidak
dengan berbagai macam bid’ah yang tidak ada dasarnya dalam ajaran syari’at Islam. Tetapi,
kecintaan kepada Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Salam adalah dengan mengikuti petunjuknya,
berpegang teguh dengan sunnahnya serta dengan menerapkan ajaran-ajarannya.
Sungguh, alangkah indah ungkapan penyair tentang kecintaan sejati di bawah ini.
"Jika kecintaanmu itu sejati, niscaya engkau akan menta’atinya.
Sesungguhnya seorang pecinta, kepada orang yang dicintainya akan selalu ta’at setia."
Hikmah : Mencintai Rasulullah SAW
By jakarta45 Leave a Comment
Categories: Artikel, Dokumen Bersejarah, Jiwa Semangat Nilai-nilai 45, News and Opini
Tags: Leadership, Nation & Character Building, Nationalism, Religious, Spirituality, Statemanship
REPUBLIKA, Selasa, 07 Juli 2009 pukul 00:17:00
Oleh Yusuf Burhanudin
Bagi seorang Muslim, mencintai Rasulullah SAW hukumnya wajib. Bahkan, mencintai Rasul SAW
dengan meneladani segala sisi kehidupannya, termasuk salah satu pokok keimanan.
Firman-Nya, ”Katakanlah, jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah akan
mengasihi dan mengampuni dosa-dosa kalian.” (QS Ali Imran [3]: 31).
Bukti kecintaan kepada Rasulullah SAW bukan dengan sekadar kultus atau mengagumi. Syeikh Shalih
Fauzan menegaskan, konsekuensi mengakui Nabi Muhammad SAW sebagai utusan Allah SWT adalah
dengan menaati, membenarkan, meninggalkan apa yang dilarangnya, mencukupkan diri dengan
mengamalkan sunahnya, meninggalkan bid’ah, dan mendahulukan sabdanya dari seluruh pendapat
manusia.
Seorang Muslim yang menjadikan Rasulullah SAW teladan hidup akan memperoleh amalan terbaik.
Rasul SAW diutus ke dunia tidak hanya untuk menunjukkan kebenaran kepada khalayak manusia,
namun juga hendak mengajarkan bagaimana cara meraih kebenaran tersebut, seperti menyangkut
peribadatan.
Menurut Fudhail bin Iyadh, amalan terbaik adalah amal yang ikhlas dan benar. Suatu perbuatan yang
dilakukan dengan ikhlas, tapi tidak benar, amalnya tidak akan diterima Allah SWT.
Demikian pula jika cara beramal benar, tapi tidak ikhlas, juga ditolak-Nya. Amal yang diterima Allah
SWT adalah amal yang ikhlas semata karena Allah SWT dan benar mengikuti sunah Rasul-Nya.
Mereka yang mencintai Rasulullah SAW dengan meneladani sunah beliau akan memperoleh tujuh
keistimewaan. Pertama, mendapat kecintaan Allah SWT dan ampunan-Nya. (QS Ali Imran [3]: 31).
Kedua, meraih rahmat dan kasih sayang-Nya. Firman-Nya, ”Dan mereka taat pada Allah dan Rasul-
Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah.” (QS Attaubah [9]: 71).
Ketiga, diberi petunjuk oleh Allah SWT dalam setiap persoalan. Rasulullah SAW bersabda,
”Barangsiapa yang kelesuannya tetap dalam sunahku berarti ia telah mendapat petunjuk (Allah).”
(HR Ahmad).
Keempat, dikumpulkan bersama Muhammad SAW dan rasul lain di surga. ”Dan barangsiapa yang
menaati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan bersama dengan orang-orang yang dianugerahi
nikmat oleh Allah, yaitu para nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang
saleh. Dan mereka itulah teman sebaik-baiknya.” (QS Annisaa’ [4]: 69).
Kelima, berseri-seri wajahnya karena tidak bingung menyikapi masalah hidup. (HR Tirmidzi).
Keenam, mendapatkan keteguhan hati saat ditimpa cobaan. (QS Almunafiqun [63]: 8). Ketujuh,
memperoleh keberuntungan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat. (QS Annahl [14]: 97).