case 2 dini thalassemia
DESCRIPTION
refkasTRANSCRIPT
LAPORAN KASUS
Seorang Anak dengan Thalassemia,Infeksi Saluran Pernapasan Atas dan Status Gizi Normal
PEMBIMBING :dr. Zuhriah Hidajati, Sp. A, Msi Med
dr. Slamet Widi Saptadi, Sp.Adr. Lilia Dewiyanti, Sp.A, Msi Med
dr. Neni Sumarni, SpA
Disusun oleh :Dini Wurnaning Budi (012.116.368)
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAKRSUD KOTA SEMARANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARAG
2015
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
PASIEN
Nama : An. AP
Umur : 4 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa
Alamat : Jl. Patimura No.9,Semarang Timur
No. CM : 33085
Masuk RS : 1 Oktober 2015
Bangsal : NAKULA kamar 4.7
ORANG TUA/WALI
Ayah Ibu
Nama : Tn. AH Nama : Ny. M
Umur : 25 tahun Umur : 23 tahun
Pekerjaan : Karyawan swasta Pekerjaan : Ibu Rumah
Tangga
Pendidikan : SMK Pendidikan : SMK
Agama : Islam Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa Suku bangsa : Jawa
II. RIWAYAT PENYAKIT
ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dengan Ny. M (ibu kandung pasien)
pada hari Jumat, 2 Oktober 2015 jam 13.30 di ruang Nakula kamar 4.7.
Keluhan Utama : Pucat
Keluhan Tambahan : Mudah lelah, lemas, demam, tampak kuning,
pilek
1
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poli RSUD Kota Semarang dengan membawa surat rujukan dari puskesmas, karena HB rendah yaitu 5,7 g/dL. Pasien juga mengeluh anaknya pucat,lemas, demam semelenget dan tampak kuning sekitar sejak 2 hari sebelum masuk RS. Pucat tersebut terutama terlihat pada muka, telapak tangan dan telapak kaki. Pasien juga mengeluh lemas dan mudah lelah dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Dua hari ini pasien hanya istirahat dirumah. Ibu mengatakan anaknya demam semelenget dan tampak kuning seluruh tubuh. Demam mulai dirasakan sejak dua hari yang lalu, ibu mengatakan sudah memberikan obat penurun panas dirumah.
Semenjak dirawat dirumah sakit ibu mengatakan pasien mulai pilek. Ingus yang keluar berwarna putih atau bening. Tidak tampak sesak napas, tidak terlihat kebiruan disekitar bibir.
Pasien mempunyai riwayat thalassemia sejak usia 3,5 tahun dan sudah 2 kali
mendapatkan transfusi darah di rumah sakit, selama perawatan. Keluarga pasien
rutin memeriksakan pasien setiap 2 minggu untuk mengetahui HB pasien. Setelah
mendapatkan transfusi darah, pasien mengalami perbaikan dari keluhan-
keluhannya dan terlihat lebih segar.
Menurut pengakuan ibu pasien, perut pasien terlihat makin membuncit, dan
teraba keras. Ibu pasien juga mengatakan bahwa keluhan seperti gusi berdarah,
mimisan, memar-memar di tubuh ataupun perdarahan yang sulit berhenti apabila
terluka tidak pernah dirasakan pasien. Riwayat patah tulang tanpa penyebab yang
jelas atau bukan diakibatkan benturan atau trauma disangkal.
Keluhan seperti demam, mual, muntah maupun nyeri perut kiri juga disangkal.
Nafsu makan dan minum pasien baik. BAB dan BAK pasien masih dalam batas
normal.
Follow Up
1 Oktober 2015 2 Oktober 2015 3 Oktober 2015
Usia 4 tahun
BB 13,5 kg
Usia 4 tahun
BB 13,5 kg
Usia 4 tahun
BB 13,5 kg
Pasien datang ke Poli
jam 10.49 kemudian
masuk ke bangsal
Jam 10.30 Jam 11.45
2
Nakula 4 jam 13.00
S POLI
Pucat (+), riwayat
thalassemia (+).
Nakula 4 (1-10-2015)
Pucat (+)
Lemas (+)
Demam (+)
Kulit Kuning (+)
Nakula 4 (2-10-2015
j.07.00)
Pucat (+)
Demam (-)
Lemas (+)
Kulit Kuning (+)
Pilek(+)
Pucat (-)
Lemas (-).
Demam (-)
Lemas (-)
Kulit Kuning (-)
Pilek(+)
BAB dan BAK dalam
batas normal. Makan dan
minum baik. Sudah
transfusi 2 kolf. Sudah
bisa jalan-jalan dan
main-main.
O POLI
TSS, CM
N: 100x/ menit
R: 20x/ menit
S: 37oC
Kepala: normosefali,
Mata: CA +/+, SI +/+
Thorax:
paru: snv (+/+), ronchi
(-/-),wheezing (-/-) ;
jantung: BJ I II regular,
murmur (-), gallop (-)
Abdomen: supel, BU (+),
Ekstremitas: hangat ++/+
+
Nakula 4 (1-10-2015 j
22.00)
TSS, CM
Nakula 4 (2-10-2015
j.01.30)
TSS, CM
N: 80x/ menit
R: 20x/ menit
S: 36,3oC
Nakula 4 (2-10-2015
j.07.00)
TSS, CM
N: 90x/ menit
R: 20x/ menit
S: 36,5oC
Kepala: normosefali,
UUB sudah menutup
Mata: CA +/+, SI +/+
Mulut: pucat (-),
hiperemis (-), kering (-)
Thorax:
paru: snv (+/+), ronchi
Nakula 4 (3-10-2015)
TSR, CM
N: 72x/ menit
R: 20x/ menit
S: 36,5oC
Kepala: normosefali,
UUB sudah menutup,
facies cooley’s (-)
Mata: CA -/-, SI -/-
Mulut: pucat (-),
hiperemis (-), kering (-)
Thorax: simetris, retraksi
(-); paru: snv (+/+),
ronchi (-/-), wheezing
(-/-); jantung: BJ I II
regular, murmur (-),
gallop (-)
Abdomen: buncit,
distensi (-), NT(-)
kuadran kiri atas dan
3
N: 90x/ menit
R: 20x/ menit
S: 37,6oC
Kepala: normosefali,
Mata: CA +/+, SI +/+
Thorax:
paru: snv (+/+), ronchi
(-/-),wheezing (-/-) ;
jantung: BJ I II regular,
murmur (-), gallop (-)
Abdomen: supel, BU (+)
Ekstremitas: hangat ++/+
+
Lab ( 01-10 -2015)
Hb: 5,7
Ht : 18,50
Trombosit: 214.000
Leukosit: 12.000
(-/-),wheezing (-/-) ;
jantung: BJ I II regular,
murmur (-), gallop (-)
Abdomen: supel, BU (+)
Ekstremitas: hangat ++/+
+
Nakula 4 (02-10-2015
j.13.45)
TSR, CM
N: 88x/ menit
R: 20x/ menit
S: 36,5oC
Kepala:
normosefali,UUB sudah
menutup, facies cooley’s
(-)
Mata: CA +/+, SI +/+
Mulut: pucat (-),
hiperemis (-), kering (-)
Thorax: simetris, retraksi
(-); paru: snv (+/+),
ronchi (-/-), wheezing
(-/-); jantung: BJ I II
regular, murmur (-),
gallop (-)
Abdomen: buncit,
distensi (-), NT(-)
kuadran kiri atas dan
bawah; hepar:
membesar 3 jari di
bawah arcus costae
dextra dan 2 jari di
bawah processus
bawah; hepar:
membesar 3 jari di
bawah arcus costae
dextra dan 2 jari di
bawah processus
xyphoideus, permukaan
rata, tepi tajam,
konsistensi kenyal, NT
(-); lien: Schuffner 2,
permukaan rata, tepi
tajam, konsistensi
kenyal, NT (-)
Ekstremitas: hangat ++/+
+, CRT <2”
Lab ( 03 - 10 -2015)
Hb: 9,8
Ht : 26,8
Trombosit: 150.000
Leukosit: 10.400
Urin Rutin
Makroskopis
Kuning, jernih,
PH 6,5
Jamur (-)
Protein (-)
Reduksi (-)
Mikroskopis
Leukosit : 0-1
Eritrosit : 0-1
Silinder : Neg
Epithel : 1-4
4
xyphoideus, permukaan
rata, tepi tajam,
konsistensi kenyal, NT
(-); lien: Schuffner 2,
permukaan rata, tepi
tajam, konsistensi
kenyal, NT (-)
Ekstremitas: hangat ++/+
+, CRT <2”
Lab (0 2 - 10 -2015)
Hb: 7,1
Ht : 22,8
Trombosit: 179.000
Leukosit: 10.800
Kristal,Amorf,Bakteri
dan Trikomonas : Neg
A Anemia e.c. thalassemia,
leukositosis
Anemia e.c. thalassemia ,
ISPA, Gizi normal
Thallasemia,ISPA,
Gizi normal
P POLI
Inf. D5% ½ NS 720/30/8
tpm (transfuse set)
Inj dexamethasone 4 mg
sebelum transfusi
Asam folat 1x1 mg
Usaha WE 230cc
Dibagi dua :
100 cc dalam 4 jam (I)
Selang 4 jam
130 cc dalam 4 jam
Nakula 4 (1-10-2015
j.13.30)
Inf. 2A½N 8tpm
Nakula 4 (02-10-2015
j.01.30)
Inf. NaCl 0,9% 15 tpm
Nakula 4 (02-10-2015
j.02.00)
Transfusi WE 100 cc
dalam 4 jam
Nakula 4 (02-10-2015
j.07.00)
- Lanjutkan intervensi
- Anjurkan kompres
bila panas
- Anjurkan ma/mi
Nakula 4
Inf. NaCl 5 tpm
PO Asam folat 1x1mg
PCT 3X1 ¼ Cth
Cefadroxil 3x1 Cth
Boleh rawat jalan
5
Usaha WE 230cc
Dibagi dua :
100 cc dalam 4 jam (I)
Selang 4 jam
130 cc dalam 4 jam
Nakula 4 (1-10-2015
j.22.00)
Transfusi jika tidak
demam
PCT syr 3x1 ¼ Cth
cukup
- Pagi cek DR post
transfusi
Nakula 4 (02-10-2015
j.10.30)
- Inf. NaCl 0,9%/
2A½N 10tpm
- Cefotaxime 3x400 mg
- Dexametason 3x 1/3
amp
- PCT 3x150 mg (bila
panas >38°C)
- Program cek DR post
transfusi 6 jam
- Cek UR
Nakula 4 (2-10-2015
j.23.00)
Transfusi WE II 130 cc
dalam 4 jam
Program cek DR post
transfusi
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit serupa : Pasien pernah di rawat di RS Islam Sultan Agung
pada bulan April 2015 dengan keluhan panas 41°C demam 3 hari tidak turun-
turun, pasien pucat, lemas dan kulit kuning seluruh badan. Setelah dilakukan
pemeriksaan Laboratorium didapatkan HB 5gr/dL, dan dirawat selama seminggu.
Selanjutnya pasien melakukan pemeriksaan lebih lanjut di RSUP dr. Kariadi,
Pasien melakukan pemeriksaan HB Elektrophoresis dan sudah melakukan
6
pemeriksaan genetik untuk mengetahui apakah pasien mendapatkan penyakit
thalasemia dari salah satu orang tua. Dan didiagnosa penyakit Thalasemia.
Pada bulan Mei, Juni, Juli, Agustus dan Oktober 2015 pasien dirawat di RSUD
Kota Semarang dengan keluhan yang sama dan mendapatkan transfusi darah juga
saat itu.
Riwayat penyakit yang pernah diderita : Menurut pengakuan ibu pasien,
penyakit seperti cacingan, DBD, demam tifoid, kejang, campak, cacar, penyakit
paru, keganasan maupun penyakit hati tidak pernah diderita pasien. Namun
pasien mudah terserang penyakit batuk dan pilek.
Riwayat alergi makanan atau obat : tidak ada
Riwayat operasi : tidak pernah
Kesimpulan riwayat penyakit dahulu: pasien pernah menderita keluhan seperti ini
sebelumnya dan sudah sering mendapatkan transfusi darah, tidak ada alergi maupun
riwayat operasi sebelumnya.
Riwayat Keluarga
Corak reproduksi
NoTanggal
lahir (umur)Jenis
kelaminHidup
Lahir mati
AbortusMati
(sebab)Keterangan kesehatan
1. 4 tahun Laki-laki + - - - Pasien
2. 2 tahun Laki-laki + - - - Adik (Sehat)
Riwayat penyakit keluarga
Pada keluarga pasien tidak ada yang mengalami keluhan serupa. Penyakit
keganasan, asma, alergi maupun kelainan darah juga disangkal.
Kesimpulan riwayat penyakit keluarga : Pasien anak pertama dari kedua
bersaudara, kedua orang tua pasien tidak ada yang menderita kelainan darah.
7
Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
KEHAMILAN
Morbiditas kehamilan Hipertensi (-), diabetes melitus (-), anemia (-), penyakit jantung (-), penyakit paru (-), infeksi pada kehamilan (-), keputihan (-), konsumsi jamu (-), konsumsi obat-obatan (-)
Perawatan antenatal Rutin kontrol ke puskesmas dengan bidan yaitu 1 bulan sekali dan sudah mendapat imunisasi TT 2 kali
KELAHIRAN
Tempat persalinan Rumah SakitPenolong persalinan Dokter
Cara persalinanSeksio SesareaPenyulit: (Ibu pasien lupa)
Masa gestasi Preterm
Keadaan bayi
Berat lahir : 2300 gramPanjang lahir : 45 cmLingkar kepala : (tidak tahu)Langsung menangis (+)Kemerahan (+)Pucat (-)Kuning (-)Biru (-)Nilai APGAR : (tidak tahu)Kelainan bawaan : tidak ada
Kesimpulan riwayat kehamilan dan kelahiran: Baik (Neonatus Kurang Bulan – Tidak Sesuai Masa Kehamilan).
Riwayat Pemeliharaan Postnatal
Pemeliharaan post natal dilakukan di puskesmas terdekat, anak dalam keadaan
sehat.
Riwayat Perkembangan dan Pertumbuhan
Pertumbuhan
Berat badan lahir : 2300 g, Panjang badan lahir: 45 cm
Berat badan sekarang : 13,5 kg, panjang badan sekarang : 90 cm
Perkembangan
•Pertumbuhan gigi I : Umur 8 bulan (Normal: 5-9 bulan)
•Psikomotor
Tengkurap : Umur 4 bulan (Normal: 3-4 bulan)
8
Duduk : Umur 8 bulan (Normal: 6-9 bulan)
Berdiri : Umur 10 bulan (Normal: 9-12 bulan)
Berjalan : Umur 12 bulan (Normal: 13 bulan)
Bicara : Umur 12 bulan (Normal: 9-12 bulan)
Kesimpulan Riwayat Perkembangan dan Pertumbuhan: pertumbuhan
terhambat, perkembangan baik
Riwayat Makan an
Umur (bulan) ASI/PASI Buah / Biskuit Bubur Susu Nasi Tim
0 – 2 ASI - - -
2 – 4 ASI - - -
4 – 6 PASI + + +
6 – 8 PASI + + +
8 – 10 PASI + + +
10 -12 PASI + + +
Jenis Makanan Frekuensi dan JumlahNasi / Pengganti 3x/ hari, 2 centong nasiSayur 1x/ hari, 2 sendok sayurDaging 2x/ minggu, 1 potongTelur 1x/ hari, 1 butirIkan 2-3x/minggu, 1 potongTahu 3-4x / minggu, 1 potongTempe 3-4x / minggu, 1 potongSusu 1x/minggu, 1 kotak
Kesimpulan Riwayat Makanan: pasien mendapatkan ASI eksklusif sampai usia 4
bulan, mulai makan bubur susu usia 4 bulan, mulai makan nasi tim dan buah/biscuit
usia 4 bulan. Kemudian usia 12 bulan, sudah diberikan makan sesuai dengan
makanan keluarga. Kualitas dan kuantitas cukup baik.
Riwayat Imunisasi
BCG : 1x ( 0 bulan, scar (+) )
Polio : 4x (0,2,4 dan 6 bulan)
DPT : 3x (2,4 dan 6 bulan)
Hepatitis B : 3x (0,1, 6 bulan)
9
Campak : 1x (umur 9 bulan)
Kesimpulan riwayat imunisasi : Imunisasi dasar lengkap
Riwayat Sosial Ekonomi
Ayah pasien bekerja sebagai karyawan pabrik. Ibu tidak bekerja. Pasien
mempunyai 1 orang saudara laki-laki. Pasien mempunyai asuransi kesehatan BPJS
PBI.
Kesimpulan riwayat social ekonomi: cukup baik
Riwayat Lingkungan
Pasien tinggal bersama ayah, ibu, 1 saudara kandung di sebuah rumah
kontrakan beratap genteng, berdinding tembok. Keadaan rumah perumahan padat.
Jend rumah dibuka setiap pagi, sirkulasi udara cukup. Sumber air bersih dari air
PAM. Air limbah rumah tangga disalurkan dengan baik dan pembuangan sampah
setiap harinya diangkut oleh petugas kebersihan. Rumah dibersihkan setiap hari.
Kesimpulan riwayat lingkungan: Lingkungan perumahan padat penduduk dan
keadaan rumah cukup baik dan bersih.
PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pada tanggal 03 Oktober 2015 di ruang Nakula 4
Anak laki-laki usia 4 tahun, BB = 13,5 kg, TB = 90 cm
A. Status Generalis
Keadaan UmumKesan Sakit : tampak sakit sedangKesadaran : compos mentisKeadaan lain : anemis (+), ikterik (-), sianosis (-), dyspnoe (-)
Tanda Vital
Nadi = 80 x/menit ; isi dan tegangan cukup
Laju Napas = 20 x/menit
Suhu = 36,4°C (Aksilla)
Kepala : normocephali
Mata : konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik +/+, mata cowong -/-,
refleks pupil langsung dan tidak langsung +/+, pupil isokor ᴓ 3mm
Hidung : sekret +/+
10
Telinga : discharge -/-
Mulut : bibir sianosis –
Tenggorok : ukuran tonsil T1-T1, kripta tidak melebar, detritus -, uvula terletak
di tengah, mukosa faring tidak hiperemis
Leher : simetris, pembesaran kelenjar getah bening -, kaku kuduk –
Thoraks :
Paru :
Inspeksi : pergerakan dinding kanan dan kiri simetris
Palpasi : stem fremitus pasien sama kuat
Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : suara pernafasan vesikuler +/+, Rhonki -/-, wheezing -/-
Jantung :
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis teraba pada ICS ke 5
Perkusi : batas atas ICS 3 linea parasternal sinistra
batas kanan ICS ke 5 parasternal dekstra
batas kiri ICS 5 lateral mid clavicularis sinistra
Auskultasi : Bunyi Jantung 1 dan 2 reguler, murmur -, gallop –
Abdomen :
Inspeksi : buncit
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : pekak pada kuadran atas kanan, shifting dullness (-)
Palpasi : supel, hepar teraba 3 jari dibawah arcus costae dextra dan
2 jari di bawah proc. Xiphoideus dengan permukaan rata, tepi tajam dan
konsistensi kenyal. Lien teraba pembesaran shuffner 2 dengan permukaan
rata, tepi tajam dan konsistensi kenyal.
Kesan : Hepatosplenomegali
11
Genitalia : scrotum dan testis normal
Anorektal : dalam batas normal
Ekstremitas : Superior akral dingin -/-, akral sianosis -/-, edema -/-, CRT
<2”/<2”
Inferior akral dingin -/-, akral sianosis -/-, edema -/-, CRT
<2”/<2”
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1 Oktober 2015
2 Oktober 2015
3 Oktober 2015 4 Oktober 2015
Hb 5,7 7,1 9,8 11,3
Ht 18,50 22,8 26,8 37,1
Trombosit 214.000 179.000 150.000 155.000
Leukosit 12.000 10.800 10.400 9.300
Urin Rutin
Makroskopis
Kuning, jernih,
PH 6,5
Jamur (-)
Protein (-)
Reduksi (-)
Mikroskopis
Leukosit : 0-1
Eritrosit : 0-1
Silinder : Neg
Epithel : 1-4
Kristal,Amorf,Bakteri dan Trikomonas : Negatif
Kesan : Anemia, Leukositosis
12
PEMERIKSAAN KHUSUS
Data Antopometri
Anak laki-laki usia 4 tahun, BB = 13,5 kg kg, TB = 90 cm
Pemeriksaan status gizi
WAZ : BB – median = 1 3,5 – 16,9 = - 1,7 (gizi normal)
SD 2
HAZ : TB – median = 90 – 1 03 , 6 = -3,16 (sangat pendek)
SD 4,30
WHZ : BB – median = 1 3,5 – 1 3 ,3 = 0.14 (normal)
SD 1,4
Kesan : Status gizi normal dengan perawakan sangat pendek
III. RESUME
Telah diperiksa pasien anak laki-laki usia 4 tahun, BB 13,5 kg, TB 90, datang ke Poli RSUD Kota Semarang dengan membawa surat rujukan dari puskesmas, karena HB rendah yaitu 5,7 g/dL. Pucat tersebut terutama terlihat pada muka, telapak tangan dan telapak kaki. Pasien juga mengeluh lemas dan mudah lelah dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Dua hari ini pasien hanya istirahat dirumah. Ibu mengatakan anaknya demam semelenget dan tampak kuning seluruh tubuh. Demam mulai dirasakan sejak dua hari yang lalu, ibu mengatakan sudah memberikan obat penurun panas dirumah.
Selain itu, menurut pengakuan ibu pasien, lemas dan mudah lelah juga
dirasakan oleh pasien saat melakukan aktivitas sehari-hari. Sebelumnya pasien sudah
pernah mengalami keluhan serupa saat usia 3,5 tahun dan oleh kedua orang tua segera
diperiksakan ke RSDK kemudian didiagnosis thalassemia. Sampai saat ini, terhitung
± 6 kali pasien telah mendapatkan transfusi darah. Menurut ibu pasien, setelah
dilakukan transfusi darah, pasien terlihat lebih segar.
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan kesadaran compos mentis, kesan sakit
sedang, dan tampak pucat dan lemas. Status gizi termasuk gizi normal menurut
BB/TB. Wajah normocepali, konjungtiva anemis (+/+). Pada pemeriksaan abdomen,
tampak perut buncit, pembesaran hepar yaitu 3 jari di bawah arcus costae kanan dan 2
jari di bawah processus xiphoideius dengan permukaan rata, tepi tajam dan
konsistensi kenyal. Lien juga teraba membesar yaitu Schuffner 2 dengan permukaan
13
rata, tepi tajam, konsistensi kenyal. Pada pemeriksaan penunjang, didapatkan hasil
laboratorium DR yaitu hemoglobinemia.
IV. DIAGNOSIS BANDING
Anemia
1. Berdasarkan bentuk morfologi eritrosit (Hipokrom Mikrositer) :
o Thalasemia : Gangguan pada sintesis globin yang mengakibatkan
memendeknya usia eritrosit
o Berdasarkan Jenisnya
Thalasemia Beta
Thalasemia mayor
Thalasemia inntermediate
Thalasemia minor
Thalasemia alpa
Thalasemia alpa 1 gen
Thalasemia alpa 2 gen
Thalasemia alpa 3 gen
Thalasemia alpa 4 gen
o Anemia Defisiensi Fe : Anemia karena kekurangan Fe
o Anemia Sideroblastik : Anemia karena keracunan dan kekurangan
piridoksin
o Anemia Hemoglobinopati
o Anemia oleh karena Penyakit Kronik
PILEK
o Infeksi Saluran Napas Akut
o Infeksi Saluran Napas Akut Atas
o Infeksi Saluran Napas Akut Bawah
STATUS GIZI
o Statuz gizi baik
14
V. TERAPI :
Medikamentosa:
Infus NaCl 0,9% 10tpm
Premedikasi inj. Dexamethasone 4 mg
Transfusi :
WE 230 cc/4 jam
PO Asam Folat 1x1mg
PCT 3X1 ¼ Cth
Cefadroxil 3x1 Cth
Program :
Cek DR 6 jam post pemberian transfusi
Non medikamentosa:
Menjelaskan bahwa anak menderita thalassemia dan harus mendapatkan
transfusi darah secara rutin
Menjelaskan tentang pemeriksaan yang akan dilakukan berulang untuk
memantau kadar Hb.
Menjelaskan gejala yang timbul bila terlambat mendapatkan transfusi (pucat,
lemas, mata kuning)
Menghindari aktivitas anak yang terlalu berat
Menyarankan anak untuk banyak beristirahat serta banyak makan dan minum
VI. PROGNOSIS :
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad malam
Ad functionam : dubia ad malam
VII. USULAN :
Pantau keadaan umum pasien dan TTV
Pemeriksaan faal hepar (SGOT dan SGPT)
15
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Thalassemia adalah sekelompok heterogen anemia hipokromik herediter yang
disebabkan oleh gangguan sintesis pada salah satu atau lebih rantai polipeptida dari
globin dengan berbagai derajat keparahan (Wahab, 2000.).
Secara molekuler thalassemia dibedakan atas :
1. Thalassemia (gangguan pembentukan rantai )
2. Thalassemia (gangguan pembentukan rantai )
3. Thalassemia (gangguan pembentukan rantai dan yang letak gennya diduga
berdekatan)
4. Thalassemia (gangguan pembentukan rantai ) (Staf Pengajar FKUI, 1998).
Secara klinis dibagi dalam 3 golongan, yaitu :
1. Thalassemia mayor (bentuk homozygot)
2. Thalassemia intermedia
3. Thalassemia minor (biasanya tidak memberikan gejala klinis) (Welch, 2003).
B. EPIDEMIOLOGI
Di Amerika Serikat frekuensi peyakit sangat bervariasi, tergantung dari populasi
etnis. Beta Thalassemia biasanya terjadi pada penduduk di daerah Mediterenia, Afrika,
dan Asia Tenggara. Di dunia penyakit ini paling banyak ditemukan di daerah
Mediterenia, Afrika, dan Asia Tenggara, mungkin sebagai asosiasi adaptif terhadap
malaria endemik. Frekuensi penyakit pada daerah ini mencapai 10% (Kenichi ,2002).
Frekuensi gen thalassemia di Indonesia berkisar 3-10%. Berdasarkan angka ini,
diperkirakan lebih 2000 penderita baru dilahirkan setiap tahunnya di Indonesia.
(Permono, 2007)
Gen beta thalassemia terjadi di seluruh dunia, meskipun paling sering terjadi pada
masyarakat Mediterenia, Afrika, dan Asia Tenggara. Pasien dari Mediterenia akan lebih
cenderung anemia dengan thalassemia trait dari pada masyarakat Afrika karena memiliki
beta-zero thalassemia dan bukan beta-plus thalassemia. Gangguan genetik pada
masyarakat Mediterenia disebabkan oleh mutasi yang menyebabkan tempat sambungan
yang tidak normal atau sebuah mutasi menciptakan suatu kodon penghentian translasi
premature. Penduduk Asia Tenggara juga mempunyai prevalensi Hb E dan alpha
16
thalassemia yang signifikan. Penduduk Afrika biasanya memiliki gangguan genetik lebih
tinggi yang menyebabkan alpha thalassemia (Kenichi, 2002).
Gangguan genetik ini disebabkan abnormalitas pada gen beta-globin, yang terletak
pada kromosom 11. Hal ini bukan merupakan sifat genetik yang terkait dengan jenis
kelamin. Manifestasi penyakit mungkin tidak jelas hingga dapat terjadi perubahan
seluruhnya dari sintesis Hb dari janin ke dewasa. Perubahan ini biasanya terjadi pada
enam bulan setelah kelahiran (Kenichi, 2002).
C. PATOFISIOLOGI
Mutasi pada gen globin menyebabkan thalassemia. Alpha thalassemia
mempengaruhi gen alpha-globin. Beta thalassemia mempengaruhi salah satu atau kedua
beta-globin. Mutasi ini mngakibatkan sintesis sebagian beta-globin yang rusak, yang
merupakan sebuah komponen Hb, sehingga menyebabkan anemia.
Dalam minor beta thalassemia (misalnya beta thalassemia trait atau jenis
pembawa heterozygot), salah satu dari gen beta-globin mengalami ketidaksempurnaan.
Ketidaksempurnaan ini dapat diakibatkan karena tidak adanya protein beta-globin (yaitu
beta-zero thalassemia) atau berkurangnya sintesis protein beta-globin (beta-plus
thalassemia). Kerusakan genetik ini merupakan suatu mutasi missense atau nonsense
dalam gen beta-globin, meskipun kerusakan kadangkala terjadi karena hilangnya gen dari
gen beta-globin dan daerah sekitarnya juga telah dilaporkan.
Dalam beta thalassemia mayor (homozygot beta thalassemia), produksi rantai
beta-globin akan sangat terganggu, karena kedua gen beta-globin bermutasi.
Ketidakseimbangan yang sangat buruk dalam sintesis rantai globin (alpha>>beta)
mengakibatkan eritopoesis yang tidak efektif dan anemia hipokromik mikrositik yang
parah. Berlebihnya rantai alpha-globin yang rusak akan menyatu membentuk presipitat
yang merusak membran sel darah merah, sehingga mengakibatkan hemolisis
intravaskuler. Kerusakan prekursor eritroid akan mengakibatkan kematian intrameduler
dan eritropoesis yang tidak efektif. Anemia yang parah biasanya disebabkan oleh
hiperplasi eritroid dan hematopoesis ekstrameduler (Kenichi, 2002).
D. GEJALA KLINIK
Thalassemia mayor mulai menunjukkan gejala anemia pada masa bayi (kadang-
kadang pada umur 3 bulan) pada waktu sintesis rantai menggantikan rantai . Anak
semakin pucat dan mengalami gangguan pertumbuhan sehingga makin nyata tampak
17
kecil, fragil. Lama-lama perut membuncit karena splenomegali. Karena itu setiap anak
dengan pucat (terutama dengan anemia berat) dan fragil maka dia harus dicurigai
menderita thalassemia. Pada pengamatan lebih dekat tampak muka-muka mongoloid
dengan hipertelorismus, nasal bridge pesek, pada anak yang agak besar mulut tonggos
(rodent like mouth), bibir atas agak terangkat (Wahab, 2000; Rudolph, 1998; Sunarto,
1998).
Splenomegali dan hepatomegali makin nyata dengan makin bertambahnya umur.
Limpa dan hati akan semakin besar dengan terjadinya hematopoesis extramedullar dan
hemosiderosis (Davey, 2006).
Pada masa remaja terjadi keterlambatan menarche dan pertumbuhan alat kelamin,
kelambatan fungsi reproduksi. Hemosiderosis makin nyata pada dekade kedua kehidupan
terutama pada penderita yang sering mendapat transfusi dan tidak mendapat iron
chelating agent untuk mengeluarkan timbunan besi tubuh ( Komite Medik RSUP
Dr.Sardjito, 2000; Staf Pengajar FKUI, 1998; Sunarto, 1998).
Thalassemia intermedia merupakan bentuk thalassemia dengan anemia yang tidak
begitu berat (Hb 7,0-10,0 g/dL) sehingga tidak membutuhkan transfusi yang teratur
ataupun terapi besi, kecuali terjadi komplikasi defesiensi besi (Mentzer, 1997).
Thalassemia minor tidak menunjukkan anemia sama sekali atau anemia ringan
saja (Hb lebih kurang 10 g%). Biasanya tidak memerlukan terapi dan penderita dapat
menjalani kehidupan yang normal (Martin, E.A.S. et al, 1998).
E. LABORATORIUM
1. Anemia mikrositik hipokromik, MCV turun
2. Retikulosis
3. Morfologi darah tepi : target sel, eritrosit berinti, anisositosis, poikilositosis,
polikromasi, normoblast, basophilic stippling.
4. Meningkatnya kadar Hb F dan menurunnya kadar Hb A
5. Uji fragilitas osmotik eritrosit menurun
6. Kadar serum ferritin meningkat
7. Fungsi sumsum tulang : hiperaktif sistem eritropoetik (Lanzkowsky, 1998).
Hemoglobin biasanya secara progresif turun sampai dibawah 5 gr/dl, dan kadar
serum bilirubin tak terkonjungasi meningkat, karena adanya proses pemecahan eritrosit
dini. Kadar besi serum tinggi dan kadar Hb F dalam sel darah merah sangat tinggi
(Wahab, 2000).
18
Diagnosis thalassemia ditegakkan atas dasar :
1. Kenaikkan Hb F dengan alkali denaturasi atau Hb elektroforesis. Kenaikkan kadar Hb
F menunjukkan thalassemia mayor atau penyakit thalassemia Hb E, atau thalassemia
Hb S.
2. Bukti trait pada kedua orang tua yaitu peningkatan Hb A2, dengan pemeriksaan
elektroporesis. Kadar Hb A2 > 3,5 % dari Hb total merupakan bukti dari trait
thalassemia. Bila kedua orang tua menunjukkan trait thalassemia berarti anak
menderita thalassemia homozygot, sedangkan bila salah satu menunjukkan Hb A2
meningkat yang menunjukkan adanya Hb E pada elektroporesis berarti anak
menderita penyakit thalassemia Hb E (Sunarto, 1998).
F. DIAGNOSIS PRENATAL
Diagnosis ini dapat dilakukan dengan analisis sintesis globin invitro, yaitu dengan
deteksi produksi polipeptoid globin yang dikerjakan terhadap darah janin pada minggu
kehamilan minggu ke-14 dan ke-16. Namun cara ini amat rumit sehingga lebih disukai
dengan cara kedua, yaitu analisis DNA. Pada janin masa kehamilan 9-22 minggu rasio
rantai / normal adalah > 0,10, pada pengemban bakat thalassemia dan pengemban
bakat Hb E 0,06 – 0,10, pada thalassemia homozygot dan thalassemia Hb E 0,03-0,04
(Rudolph, et.al.,1998; Luksana, et.al, 2010)
Diagnosis fetal yang lebih awal dilakukan terhadap villi choriales. Pencuplikan
villi choriales dapat dilakukan dengan biopsi lewat vagina atau abdomen pada minggu 8 –
10 kehamilan. Dengan diagnosis sedemikian awal, dokter maupun keluarga lebih mudah
untuk mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang perlu, yaitu abortus
medisinalis kalau janin menderita thalassemia. Abortus medisinalis pada usia kehamilan
muda jauh lebih dapat diterima oleh berbagai pihak yang berkaitan (Sunarto, 2000).
G. TATALAKSANA
Hingga sekarang belum ada obat yang dapat menyembuhkan thalassemia.
Transfusi darah diberikan bila kadar Hb rendah (<6 g%) atau apabila anak mengeluh
tidak mau makan dan lemah (Abdoerachman, et.al, 2005)
Mencegah hemosiderosis dan segala akibatnya dengan pemberian iron chelating
agent misalnya desferioxamine. Kombinasi dengan deferiprone terbukti dapat
19
menurunkan timbunan besi di jantung dan memperbaiki ejection fraction (Tanner, et.al,
2007)
Splenektomi atas indikasi destruksi eritrosit yang meningkat sehingga frekuensi
transfusi meningkat. Lien yang amat besar sehingga hipersplenisme dan bahaya ruptur
atau infark.
Cangkok sumsum tulang mengganti sel darah induk penderita dengan sel induk
yang normal. Keberhasilan cangkok sumsum tulang lebih dari 80% dan survival 5 tahun
mencapai 60%. Tetapi cangkok sumsum tulang hanya merupakan terapi individual,
karena penderita yang sembuh dari anemia berkat cangkok sumsum tulang jika
mempunyai keturunan tetap akan menurunkan bakat thalassemia, karena sel benih gen
penyandi globin tetap (WHO, 1983)
H. PROGNOSIS
Tanpa terapi suportif penderita akan meninggal pada dekade pertama kehidupan,
pada umur 2-6 tahun, dan selama hidupnya mengalami kondisi kesehatan yang buruk.
Dengan transfusi saja penderita dapat mencapai dekade kedua, sekitar 17 tahun, tetapi
akan meninggal karena hemosiderosis, sedangkan dengan transfusi dan iron chelating
agent penderita dapat mencapai usia dewasa meskipun kematangan fungsi reproduksi
tetap terhambat.
Gagal jantung terjadi akibat hemosiderosis akibat anemia maupun cor pulmonale
kronik karena tromboemboli arteria pulmonalis.
Timbunan besi dalam organ menyebabkan perubahan degeneratif organ dengan
akibat gagal jantung, fibrosis hati/hepatoma, diabetes mellitus dan gangguan endokrin.
Perdarahan dapat terjadi dengan timbulnya trombositopenia akibat hipersplenisme
maupun akibat trauma mekanik dengan terjadinya ruptur limpa (Rudolph, et.al.,1998).
20
DAFTAR PUSTAKA
Bunn, H.F., and Forget, B.G., 1986, Hemoglobin : Genetic and Clinical Aspect 1st ed. W.B. Saunders Co – Philadelphia, 225-305
Behrman, R.E., Kliegman, R., Arvin, A.M., alih bahasa oleh Wahab, A.S. (Editor), Noeryati, Soebono, H., Sunarto, Sunartini, Juffrie, M., Radjiman, Mulyani, M.S., Julia, M., (2000), Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Penyakit Darah, Anemia Hemolitik, Kelainan Hemoglobin, Thalassemia, Edisi ke-15, Cet. Ke-1, Vol.I, Bagian ke-19, Seksi ke-3, Bab 419, Sub Bab 419.9, hal 1708 – 12 EGC, Jakarta, Indonesia
Chaibunruang, A., Pornphannukool, S., Sae-ung, N., Fucharuen, G. (2010). Improvement of α-Thalassemia Screening Using Combined Osmotic Fragility, Dichlorophenolindophenol and Hb-H Inclusion Test. Clin.Lab, 56: 111;117.
Davey, Patrick. (2006). At a Glance MEDICINE. Jakarta : Penerbit Erlangga
Hull J.W., 2000., Thalassemia; http://www.drhull.com/Encymaster/mdx.html
Kenichi. T., 2002, Thalassemia Beta, Departement of Medicine, Division of Hematologi,
New York University of Medicine.
Kirk, P., Roughton, M., Porter, J.B, Walker, J.M. (2009). Cardiac T2* Magnetic Resonance
for Prediction of Cardiac Complication in Thalassemia Major. American Heart
Association Journal, 120: 1961-1968.
Kuliev, A.N., 1998, The WHO control program for hereditary anemias. Birth defects, 23 : 383-394
Komite Medik RSUP Dr. Sardjito, 2000, Standart Pelayanan Medis RSUP Dr. Sardjito, Kesehatan Anak, Penyakit Darah Anak, Thalassemia Mayor, Edisi ke-2, Cet. Ke-2, Bab 11, Hal 101-103,Medika FK UGM, Yogyakarta
Lanzkowsky, P., 1998, Manual of Pediatric hematology and oncology, Churchill Livingstone New York
M.A. Tanner, MRCP; R. Galanello, MU; C. Dessi, MD; G.C. Smith, MSc. (2007). A Randomized, Placebo-Controlled, Double-Blind Trial of The Affect of Vombined Therapy with Deferoxamine and Deferiprone on Myocardial Iron in Thalassemia Major Using Cardiovascular Magnetic Resonance. Journal of American Heart Association, 115, 1876-1884.
Martin, E.A.S., Steininger, C.A.L, Koepke, J.A., 1998, Clinical Hematology : Principles, Procedures, Correlations, Anemias of Abnormal Globin Development, Thalassemia, 2nd ed., Chap. 15, Page 217-40, Lippincott – Raven Publisher, Philadelphia, USA
21
Mentzer, W.C., dalam Rudolph, A.M, Hoffman, J.I.E, Axelrod, S., 1997, Pediatric, Blood and Blood forming Tissues, Anemia, Thalassemia, 8thed., Chap.Part 21.2, Page 1046-54, Appleton & Lange, USA.
Neufeld, J.E. (2006). Oral Chelators Deferasirox and Deferiprone for Transfusional Iron Overload in Thalassemia Major : New Data, New Question. The American Society of Hematology, 107: 3436-3441.
Origa, R., Piga, A., Quarta, G., Forni, G.L. (2010). Pregnancy and β Thalassemia: An Italian Multicenter Experience. The Hematology Journal, 95 : 376-381.
Origa, R., Piga, A., Quarta, G., Forni, G.L. (2007). Liver Iron Concentrations and Urinary Hepcidin in β Thalassemia. The Hematology Journal, 92: 583-588.
Permono, Bambang. (2007). Mengetahui Gejala Thalasemia Pada Anak,
http://kustoro.wordpress.com/2007/11/23/mengetahui-gejala-talasemia-pada-anak/
Pennel, J.D, Porter, J.B, Cappellini, M.D, El-Beshlawy, A. (2009) Efficacy of Deferasirox In Reducing and Preventing Cardiac Iron Overload in Thalassemia. The American Society of Hematology, 115: 2364-2371.
Pignatti, C.B, Cappellini, M.D, Stefano, P.D, Del Vecchio, G.C. (2006). Cardiac Morbidity and Mortality in Deferoxamine-or Deferiprone-Treated Patients with Thalassemia Major. The American Society of Hematology, 107: 3733-3737.
Rudolph, A.M., and Kumei, R.K., 1998, Disorders of Hemoglobin Synthesis, a Lange Medical Book, Rudolph's Fundamentals of Pediatrics, second edition, Appleton and Lange Stamford-Connecticut, United States of America ; 458-61
Staf Pengajar IKA FKUI., 1998, Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak, Hematology, Anemia Hemolitik, Talasemia, Edisi ke-4, cet ke-8, Bab 19, Hal 445-51, Infomedika, Jakarta, Indonesia
Sunarto, 1998, B.I. Ked., Morfologi Eritrosit pada Penderita Sindroma Thalassemia sebagai Pedoman untuk Pengenalan Kasus, vol. 30, No 4 : 219-24, Jakarta
Sunarto, 2000, Pidato Pengukuhan Guru Besar Madya dalam Ilmu Kesehatan Anak, FK UGM,Yogyakarta
Thuret, I., Pondarre, C., Loundou, A., Steschenko, D. (2010). Complications and Treatment
of Patient with β-Thalassemia in France : Result of The National Registry.
Haematologica, 95: 724-729.
Welch, 2003, Thalassemia,
http://www.marchofdines.com/profesional/681_1229.asp.
22
WHO. 1983, Community control of hereditary anemias : Memorandum from WHO meeting. Bull World Health Organisasi 61 : 63-80.
WHO. 2010. Sickle-cell disease and other haemoglobin disorders
Wahab, A.S., 2000, Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Vol.2, edisi 15, EGC, Jakarta; 419.9; 1708-12.
Wood, C.J, Kang, B., Thompson, A., Giardina, P. (2010). The Effect of Deferaxirox on Cardiac Iron in Thalassemia Major : Impact of Total Body Iron Stores. The American Society of Hematology, 116 : 537-543.
23