case itp

49
BAB 1 PENDAHULUAN Pupura Trombositopenia Idiopatik (PTI) merupakan suatu kelainan didapat yang berupa gangguan autoimun yang mengakibatkan trombositopenia oleh karena adanya penghancuran trombosit secara dini dalam sistem retikuloendotel akibat adanya autoantibodi terhadap trombosit yang biasanya berasal dari Immunoglubolin G (IgG) yang bersirkulasi dalam darah. Adanya trombositopenia pada PTI ini akan mengakibatkan gangguan pada sistem hemostasis karena trombosit bersama dengan sistem vaskular faktor koagulasi darah terlibat secara bersamaan dalam mempertahankan hemostasis normal. Manifestasi klinis PTI sangat bervariasi mulai dari manifestasi perdarahan ringan, sedang sampai dapat mengakibatkan kejadian-kejadian yang fatal. Kadang juga asimptomatik. Diperkirakan insidensi PTI terjadi pada 100 kasus per 1 juta penduduk per tahun, dan kira-kira setengahnya terjadi pada anak-anak dengan usia puncak 5 tahun, dimana jumlah kasuspada anak laki-laki dan perempuan sama perbandingannya. Namun pada orang dewasa, ITP paling sering terjadi pada wanita muda: 72 persen pasien selama 10 tahun adalah perempuan, dan 70 persen wanita ini usianya kurang dari 40 tahun. Pada anak-anak itu biasanya merupakan tipe akut, yang sering mengikuti suatu infeksi, dan sembuh dengan sendirinya (self limited). Pada orang dewasa umumnya terjadi tipe kronis. 1

Upload: ricksando-siregar

Post on 10-Jul-2016

19 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Case ITP

BAB 1

PENDAHULUAN

Pupura Trombositopenia Idiopatik (PTI) merupakan suatu kelainan didapat yang berupa

gangguan autoimun yang mengakibatkan trombositopenia oleh karena adanya penghancuran

trombosit secara dini dalam sistem retikuloendotel akibat adanya autoantibodi terhadap trombosit

yang biasanya berasal dari Immunoglubolin G (IgG) yang bersirkulasi dalam darah.

Adanya trombositopenia pada PTI ini akan mengakibatkan gangguan pada sistem

hemostasis karena trombosit bersama dengan sistem vaskular faktor koagulasi darah terlibat

secara bersamaan dalam mempertahankan hemostasis normal. Manifestasi klinis PTI sangat

bervariasi mulai dari manifestasi perdarahan ringan, sedang sampai dapat mengakibatkan

kejadian-kejadian yang fatal. Kadang juga asimptomatik.

Diperkirakan insidensi PTI terjadi pada 100 kasus per 1 juta penduduk per tahun, dan

kira-kira setengahnya terjadi pada anak-anak dengan usia puncak 5 tahun, dimana jumlah

kasuspada anak laki-laki dan perempuan sama perbandingannya. Namun pada orang dewasa, ITP

paling sering terjadi pada wanita muda: 72 persen pasien selama 10 tahun adalah perempuan, dan

70 persen wanita ini usianya kurang dari 40 tahun. Pada anak-anak itu biasanya merupakan tipe

akut, yang sering mengikuti suatu infeksi, dan sembuh dengan sendirinya (self limited). Pada

orang dewasa umumnya terjadi tipe kronis.

1

Page 2: Case ITP

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Fisiologi Tombosit

Trombosit adalah fragmen-fragmen sel tak berinti yang diproduksi dari megakariosit oleh

sumsum tulang. Ketika megakariosit tersebut matur, sejumlah besar trombosit dilepaskan ke

dalam sirkulasi. Setelah dilepaskan, usia trombosit itu sendiri berkisar antara 7 sampai dengan 10

hari, setelah itu mereka dihapus dari peredaran oleh sistem monosit dan makrofag.1

Gambar 1. Hematopoesis

Trombosit yang beredar melakukan banyak fungsi hemostasis penting. Ketika ada

pembuluh darah kecil terbelah, trombosit berakumulasi pada lokasi cedera dan membentuk

sumbatan hemostatik. Adhesi platelet diawali oleh kontak dengan komponen ekstravaskular

seperti kolagen, dan difasilitasi dengan adanya faktor Von Willebrand. Sekresi mediatormediator

2

Page 3: Case ITP

hemostasis seperti tromboksan, adenosine 5 difosfat, serotonin, dan histamine menyebabkan

terjadinya agregasi yang kuat melalui ikatan fibrinogen dan peningkatan vasokonstriksi lokal.

Trombosit juga berperan dalam penghancuran kembali bekuan darah. Risiko perdarahan

meningkat dengan rendahnya jumlah trombosit.1 Rentang hitung jumlah trombosit normal

berkisar antara 150 - 450 x 103/μL. Risiko perdarahan tidak akan meningkat sampai penurunan

jumlah trombosit yang signifikan hingga dibawah 100 x 103/μL (Gambar 1). Jumlah trombosit

lebih besar dari 50 x 103/μL cukup untuk kelangsungan hemostasis dalam sebagian besar situasi,

dan pasien dengan trombositopenia ringan kemungkinan besar tidak akan diketahui kecuali jika

hitung trombosit dilakukan atas alasan yang lain. Pasien dengan trombositopenia sedang, dengan

jumlah trombosit antara 30 sampai 50 x 103/μL jarang mengalami gejala (seperti mudah lecet

atau berdarah), bahkan dengan trauma yang signifikan. Pasien yang secara persisten hitung

trombositnya antara 10 - 30 x 103/μL kadangkala juga tanpa gejala dengan aktivitas keseharian

yang normal namun memiliki risiko perdarahan berlebihan pada trauma yang signifikan.

Perdarahan spontan tidak akan terjadi kecuali hitung trombositnya kurang dari 10 x 103/μL.

Pasien seperti ini biasanya mengalami ptekie dan memar, namun bahkan kadangkala juga

asimptomatik. Pada sebagian besar kasus, terlihat bahwa jumlah trombosit harus kurang dari 5 x

103/μL untuk menyebabkan perdarahan kritis spontan (seperti perdarahan intracranial tanpa

disebabkan trauma).1

3

Page 4: Case ITP

Gambar 2. Proses pembentukan platelet plug

Trombosit muda memiliki ukuran yang lebih besar dan lebih aktif secara hemostasis.

Maka dari itu, pasien dengan trombositopenia destruktif dengan produksi normal tidak akan

mengalami perdarahan hebat karena banyaknya trombosit muda, jika dibandingkan dengan

pasien yang memiliki gangguan fungsi trombosit yang mengakibatkan trombosit tua lebih

banyak di sirkulasi.1

2.2 Definisi

Trombositopenia didefinisikan sebagai jumlah trombosit pada darah yang kurang dari

150 x 103/μL atau 150 x 109/L, dan merupakan penyebab utama dalam gangguan hemostasis

primer yang dapat menyebabkan perdarahan signifikan pada anak-anak. Jika jumlah trombosit

berkurang manifestasi klinisnya ditandai dengan timbulnya ptekie, purpura, perdarahan pada

mukosa, biasanya sering pada mukosa hidung dan mulut. 2

4

Page 5: Case ITP

Purpura Trombositopenia Idiopatik (PTI/ITP) adalah suatu gangguan autoimun yang

ditandai dengan trombositopenia yang menetap (angka trombosit darah perifer kurang dari

150.000/n.L) akibat autoantibodi yang mengikat antigen trombosit menyebabkan destruksi

prematur dari trombosit dalam sistem retikuloendotel terutama di limpa.1 Purpura

Trombositopenia Idiopatik (PTI) adalah suatu gangguan autoimun yang ditandai dengan jumlah

trombosit yang rendah dan perdarahan mukokutan.2

2.3 Epidemiologi

ITP adalah penyebab paling banyak trombositopenia imun pada anak-anak, dengan

tingkat insidens kasus simptomatik antara 3 sampai 8 per 100.000 anak tiap tahun. Pasien

pediatrik yang mengalami ITP biasanya berumur 2 sampai 10 tahun, dengan insidens tertinggi

antara usia 2 sampai 5 tahun. Tidak terdapat bias gender yang signifikan terhadap insidens ITP

pada anak-anak. Merupakan penyebab tersering trombositopenia tanpa anemia atau neutropenia.1

ITP diperkirakan merupakan salah satu penyebab kelainan perdarahan didapat yang banyak

ditemukan, insiden penyakit simtomatik berkisar 3 sampai 8 per 100.000 anak pertahun. 80-90%

anak dengan ITP menderita episode perdarahan akut yang akan sembuh dalam 6 bulan. Pada ITP

akut tidak ada perbedaan insiden laki-laki maupun perempuan dan akan mencapai puncak pada

usia 2-5 tahun. ITP kronis terjadi pada anak usia > 7 tahun, sering terjadi pada anak perempuan.

ITP rekuren didefinisikan sebagai adanya episode trombositopenia > 3 bulan dan terjadi pada 1-4

% dengan ITP. 3

2.5 Etiologi

Trombositopenia dapat disebabkan karena :

1. Produksi trombosit yang berkurang

a. Pansitopenia

Pansitopenia bisa disebabkan karena keganasan (leukemia) , infiltrasi pada

sumsum tulang (neuroblastoma), kegagalan pada sumsum tulang (anemia

aplastik), infeksi virus (HIV) , obat-obatan yang toksik, dan radiasi.

b. Trombopoesis yang tidak efektif

5

Page 6: Case ITP

i. Dapat ditemukan pada kelainan kongenital yang jarang,yaitu

thrombocytopenia – absent radius (TAR) syndrom , Wiskott Aldrich

syndrom, trombosistopenia amegakariosit kongenital, penyakit platelet

raksasa (Bernand-soulier Syndrom)

ii. Infeksi virus, contohnya EBV, CMV, parvovirus

2. Peningkatan konsumsi trombosit

a. Imun

i. Idiopathic thrombocytopenic purpura (ITP)

ii. Penyakit autoimun dan kolagen-vaskuler (SLE)

iii. Disebabkan virus HIV

iv. Trombositpenia diinduksi obat,contohnya heparin

b. Nonimun

i. Disseminated intravascular coagulation (DIC)

ii. Hemolytic – Uremic syndrom (HUS)

iii. Sepsis

iv. Thrombotic thrombocytopenic purpura (TTP)

3. Destruksi trombosit

Keadaan ini dapat ditemukan pada hipersplenisme, yaitu aktivitas lien yang berlebihan

dapat disebabkan karean infeksi, inflamasi, kongesti, kelainan sel darah merah.

4. Dilusi dari trombosit.

Hemodilusi menyebabkan konsentrasi relatif trombosit pada darah berkurang 1

ITP sendiri seringkali disebabkan oleh suatu infeksi yang disebabkan oleh bakteri/ virus

yang memicu sistem imun untuk bekerja dan mendegradasi platelet pada limpa.

2.6 Patogenesa dan Patofisiologi

2.6.1 Immune Trombositopeni Purpura (ITP)

Kerusakan trombosit pada ITP melibatkan autoantibodi terhadap glikoprotein yang

terdapat pada membrane trombosit. Penghancuran terjadi terhadap trombosit yang diselimuti

antibody (antibody coated platelets) tersebut dilakukan oleh makrofag yang terdapat pada limpa

dan organ retikuloendotelial lainnya.3

6

Page 7: Case ITP

Megakariosit dalam sumsum tulang bisa normal atau meningkat pada ITP. Sedangkan

kadar trombopoietin dalam plasma, yang merupakan progenitor proliferasi dan maturasi dari

trombosit mengalami penurunan yang berarti, terutama pada ITP kronis.3

Tabel 1. Perbedaan ITP akut dan kronis

PTI akut PTI Kronik

Awal penyakit 2-6 tahun 20-40 tahun

Rasio L:P 1:1 1:2-3

Trombosit < 20.000/mL 30.000-100.000/mL

Lama Penyakit 2-6 minggu Beberapa tahun

Perdarahan Berulang Beberapa

hari/minggu

Adanya perbedaan secara klinis maupun epidemiologis antara ITP akut dan kronis

menimbulkan dugaan adanya perbedaan mekanisme patofisiologi terjadinya trombositopenia

diantara keduanya. Pada ITP akut, telah dipercaya bahwa penghancuran trombosit meningkat

karena adanya antibody yang dibentuk saat terjadi respons imun terhadap infeksi bakteri/virus

atau pada imunisasi, yang bereaksi silang dengan antigen dari trombosit. Mediator-mediator lain

yang meningkat selama terjadinya respons imun terhadap infeksi, dapat berperan dalam

terjadinya penekanan terhadap produksi trombosit. Sedangkan pada ITP kronis mungkin telah

terjadi gangguan pada regulasi system imun seperti pada penyakit autoimun lainnya, yang

berakibat terbentuknya antibody spesifik terhadap trombosit.3

Saat ini telah diidentifikasi beberapa jenis glikoprotein (GP) permukaan trombosit pada

ITP, diantaranya GP IIb-Iia, GP Ib, dan GP V. Namun bagaimana antibody antitrombosit

7

Page 8: Case ITP

meningkat pada PTI, perbedaan secara pasti patofisiologi PTI akut, serta komponen yang terlibat

dalam regulasinya masih belum diketahui.3

2.7 Manifestasi Klinis

Anak-anak dengan trombositopenia dapat menimbulkan gejala atau tidak. Pada pasien

yang tidak menunjukkan gejala, trombositpeni sering dideteksi secara tidak sengaja pada

pemeriksan hitung jenis. Pada pasien yang menunjukkan gejala biasanya muncul dengan keluhan

perdarahan mukosa atau perdarahan kutaneus. Perdarahan kutaneus muncul berupa ptekie atau

perdarahan kutaneus biasanya muncul sebagai petechie atau ekimosis superfisial. Pasien yang

memiliki thrombositopenia juga mungkin memiliki perdarahan persisten dari luka yang dangkal.

Petechiae, lesi diskret berukuran sebesar ujung jarum, merah, datar, disebabkan oleh

ekstravasasi sel darah merah dari kapiler kulit, dicirikan dengan menurunnya jumlah platelet

atau fungsi platelet. Petechiae tidak nyeri dan tidak hilang dengan penekanan. Petechie tidak

memberikan gejala dan tidak teraba dan harus dibedakan dari telangiektasis kecil dan

vaskulitis purpura (teraba).

Purpura menggambarkan perubahan warna keunguan pada kulit akibat adanya petechiae

konfluen.

Ekimosis adalah daerah perdarahan dalam kulit yang tidak nyeri yang biasanya kecil,

multipel, dan dangkal, dan dapat berkembang tanpa trauma yang terlihat. Ekimosis memiliki

berbagai warna tergantung kepada darah yang tereksavasasi (merah atau ungu) dan

kerusakan heme yang sedang berlangsung dalam darah yang tereksavasasi oleh makrofag

kulit (hijau, kuning, atau coklat)

Pola perdarahan ini berbeda dari pasien yang memiliki gangguan faktor koagulasi, seperti

hemofilia. Pasien dengan trombositopenia cenderung mengalami sedikit perdarahan dalam otot

atau sendi, banyak perdarahan setelah luka kecil, sedikit perdarahan tertunda, dan sedikit

perdarahan pascaoperasi. Selain itu, pasien yang mengalami gangguan faktor koagulasi

cenderung tidak memiliki petechiae. Meskipun jarang, perdarahan sistem saraf pusat adalah

penyebab kematian paling umum akibat trombositopenia. Ketika perdarahan tersebut terjadi,

sering didahului oleh riwayat trauma kepala. 1

8

Page 9: Case ITP

Pasien dengan Purpura Trombositopenik Imun (PTI) biasanya merupakan anak sehat

yang tiba-tiba mengalami perdarahan baik pada kulit, purpura atau perdarahan pada mukosa

hidung (epistaksis). Pada pemeriksaan fisik biasanya hanya didapatkan bukti adanya perdarahan

trombosit (platet-type bleeding), yaitu ptekie, pupura, perdarahan konjungtiva, atau perdarahn

mukokutaneus lainya. Perlu dipikirkan penyakit lain, jika ditemukan adanya pembesaran hati dan

atau limpa, meskipun ujung limpa sedikit teraba pada lebih kurang 10% anak dengan PTI. 3 Pada

ITP akut, pada pemeriksaan fisik akan didapatkan manifestasi perdarahan berupa ptekie dan

memar yang terjadi secara tiba-tiba. Limfadenopati ringan atau splenomegali mungkin disertai

infeksi virus. Sedangkan pada ITP kronik biasanya memiliki penyakit yang mendasari. Beberapa

anak dengan ITP kronik memiliki kelainan imunologik seperti Evans syndrom atau autoimmune

lymphoroliferative syndrom (ALPS). 1

2.8 Diagnosis

2.8.1 Diagnosis ITP

Biasanya pasien ITP merupakan anak yang sehat yang tiba-tiba mengalami perdarahan

baik pada kulit, petekie, purpura atau perdarahan pada mukosa hidung (epistaksis). 3 Lama

terjadinya perdarahan ITP dapat membantu membedakan antara ITP akut dan kronis. Tidak

didapatkannya gejala sistemik dapat membantu menyingkirkan kemungkinan suatu bentuk

sekunder dan diagnosis lainnya. Perlu juga dicari riwayat tentang penggunaan obat atau bahan

yang lain yang dapat menyebabkan trombositopenia. Riwayat keluarga umumnya tidak

didapatkan.3

Pada pemeriksaan fisik biasanya hanya didapatkan bukti adanya perdarahan tipe

trombosit (platelet type bleeding), yaitu petekie, purpura, perdarahan konjungtiva, atau

perdarahan mukokutaneus lainnya. Perlu dipikirkan kemungkinan suatu penyakit lain, jika

ditemukan adanya pembesaran hati dan atau limpa, meskipun ujung limpa sedikit teraba pada

lebih kurang 10% anak dengan ITP.3

Selain, trombositopenia, pemeriksaan darah tepi lainnya pada anak dengan ITP umumnya

normal sesuai dengan umurnya. Pada lebih kurang 15% pasien didapatkan anemia ringan karena

perdarahan yang dialaminya. Pemeriksaan hapusan darah tepi diperlukan untuk menyingkirkan

kemungkinan pseudotrombositopenia, sindroma trombosit raksasa yang diturunkan (inherited

9

Page 10: Case ITP

giant platelet syndrome) dan kelainan hematologi lainnya. Trombosit yang imatur

(megatrombosit) ditemukan pada sebagian besar pasien. Pada pemeriksaan dengan flow

cytometry terlihat trombosit pada ITP lebih aktif secara metabolic, yang menjelaskan mengapa

dengan jumlah trombosit yang sama, perdarahan lebih jarang didapatkan pada ITP disbanding

pada kegagalan sumsum tulang. Pemeriksaan laboratorium sebaiknya dibatasi terutama pada saat

terjadinya perdarahan dan jika secara klinis ditemukan kelainan yang khas.3

Perlu tidaknya pemeriksaan aspirasi sumsum tulang secara rutin dilakukan pada anak

dengan dugaan ITP masih menimbulkan perbedaan pendapat di antara para ahli. Umumnya

pemeriksaan ini dilakukan pada kasus yang meragukan. Namun, tidak pada kasus-kasus dengan

manifestasi klinis yang khas. Beberapa ahli berpendapat bahwa leukemia tidak pernah nampak

dengan trombositopenia saja, tapi tidak semua rumah sakit berpengalaman dalam pemeriksaan

hapusan darah pada anak. Pemeriksaan sumsum tulang dianjurkan pada kasus-kasus yang tidak

khas, misalnya pada :

Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik yang tidak umum, misalnya panas, penurunan

berat badan, kelemahan, nyeri tulang, pembesaran hati dan atau limpa.

Kelainan eritrosit dan leukosit pada pemeriksaan darah tepi.

Kasus yang akan diterapi dengan steroid, baik sebagai pengobatan awal atau yang gagal

diterapi dengan immunoglobulin intravena.

Pada audit yang dilakukan di negara maju,disepakati bahwa pemeriksaan aspirasi

sumsum tulang sebaiknya dilakukan sebelum pengobatan steroid diberikan. Terdapat pula

kesepakatan yang didukung oleh hasil beberapa penelitian retrospektif, bahwa pemeriksaan

sumsum tulang tidak diperlukan pada pasien yang hanya diobservasi atau dengan terapi

immunoglobulin intravena.3

Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan pada pasien ITP adalah mengukur antibody yang

berhubungan dengan trombosit (platelet-associated antibody) dengan menggunakan direct assay.

Namun pemeriksaan ini juga belum dapat membedakan ITP primer dengan sekunder. Atau anak

yang akan sembuh dengan sendirinya dengan yang akan mengalami perjalanan menjadi kronis.3

Diagnosis ITP ditegakkan dengan menyingkirkan kemungkinan penyebab

trombositopenia yang lain. Bentuk sekunder kelainan ini didapatkan bersamaan dengan

10

Page 11: Case ITP

Eritematosus Lupus Sistemik (ELS), sindroma antifosfolipid, leukemia atau limfoma, defisiensi

IgA, hipogamaglobulinemia, infeksi HIV atau hepatitis C dan pengobatan dengan heparin atau

quinidin. 3 Pada anak yang berumur kurang dari 3 bulan, kemungkinan suatu trombositopenia

congenital perlu disingkirkan. Pada sindrom Bernard-Soulier perdarahan sering lebih hebat fari

jumlah trombosit yang diduga (contohnya, perdarahan yang nyata pada jumlah trombosit

30.000/mm3). Pada sindrom Wiskott-Aldrich didapatkan trombosit yang lebih kecil dari normal,

sedangkan pada ITP biasanya lebih besar dari bentuk trombosit normal. Kelainan congenital lain

yang dapat menyebabkan perdarahan pada bayi dan terdiagnosa sebagai ITP adalah penyakit von

Willebrand’s tipe IIb, yang disebabkan faktor von Willebrand abnormal agregasi trombosit dan

trombositopenia.3 Anak yang lebih tua dan mereka yang mengalami perjalanan menjadi kronis,

perlu dipikirkan adanya kelainan autoimun yang lebih luas, serta perlu dicari adanya tanda-tanda

dan atau gejala-gejala dari ELS atau sindrom antifosfolipid.3 Pada anak yang menderita varisela

yang disertai trombositopenia perlu dilakukan pemeriksaan yang lebih teliti, sebab meskipun

jarang namun dapat mengancam jiwa berhubungan dengan kekurangan protein S yang didapat

dan thrombosis mikrovaskuler.3

2.9 Pemeriksaan Penunjang

2.9.1 Temuan Laboratorium

2.9.1.1 Darah

Kelainan trombosit dari segi ukuran dan morfologi pada umumnya sering ditemukan.

Biasanya didapatkan platelet abnormal dari segi ukuran ( diameter 3-4 mikron). Trombosit kecil

yang abnormal dan fragmen – fragmen trombosit ("mikropartikel") juga ditemukan dan temuan

tersebut setara dengan microspherocytes dan schistocytes . meskipun fragmen megakariosit

mungkin terlihat pada apusan darah rutin, studi kuantitatif mengungkapkan jumlah abnormal

fragmen ini .1

Perkiraan volume trombosit rata-rata (Mean Platelet Volume- MPV) dan tingkat

heterogenitas ukuran trombosit (distribusi trombosit) dengan cara penghitungan partikel secara

otomatis mungkin, jika ada, memberikan informasi yang berguna dalam mengevaluasi pasien

dengan ITP . Adanya sejumlah megathrombocyte menghasilkan nilai MVP yang tinggi dan

11

Page 12: Case ITP

menyebabkan distribusi trombosit juga meningkat. Hal ini dapat mengakibatkan abnormal

anisositosis trombosit. Teori yang tepat yang mendasari megathrombocytosis sebenarnya masih

belum pasti, tapi hal ini mungkin karena produktifitas yang meningkat sebagai respon terhadap

penghancuran trombosit.1

Kondisi anemia sebanding dengan tingkat kehilangan darah dan biasanya normositiik.

Jika perdarahan yang terjadi berat dan lama,anemia zat besi bisa terjadi. Perdarahan hebat yang

baru terjadi bisa menyebabkan retikulositosis dan makrositosis relative. Antibodi antiplatelet

pada pasien dengan ITP biasanya tidak bereaksi silang dengan eritrosit meskipun hanya berupa

fragmen eritrosit. Pada pasien juga bisa ditemukan uji Coomb positif dan anemia hemolitik

autoimun. Kombinasi keduanya dikenal sebagai sindrom Evans.1 Jumlah total leukosit dan

hitung jenis biasanya normal, kecuali untuk perubahan-perubahan akibat perdarahan akut seperti

neutrofilia ringan sampai sedang dengan peningkatan bentuk imatur. Eosinophilia juga bisa

ditemukan terutama pada anak-anak, tetapi temuan ini tidak terlalu berarti. 1 Uji hemostasis dan

pembekuan darah menunjukkan perubahan pada keadaan trombositopenia, contohnya

pemanjangan bleeding time. hasil uji pembekuan darah, termasuk protrombin time, parsial

tromboplastin time, biasanya normal pada pasien dengan trombositopenia ringan. Sedikit

peningkatan dari FDP (fibrinogen degradation product) dapat ditemukan dalam plasma beberapa

pasien dengan ITP . Konsentrasi thrombopoietin tidak meningkat secara signifikan pada pasien

ITP, berbeda dengan pasien dengan trombositopenia akibat penurunan produksi. 1

2.9.1.2 Sumsum tulang

Perubahan dalam sumsum tulang biasanya terbatas pada megakariosit meskipun

hiperplasia normoblastic dapat berkembang sebagai akibat dari kehilangan darah. Leukosit

biasanya normal namun kadang- kadang dapat ditemukan eosinophilia. Megakariocyte, ukrannya

biasanya meningkat, tapi jumlahnya bisa normal atau meningkat. Abnormalitas morfologi sel ini

muncul pada sebagian pasien ITP. pemeriksaan sumsum tulang kadang kadang membantu

terutama dalam membedakan ITP dengan kondisi lainnya yang meragukan. Perubahan –

perubahan diatas bisa ditemukan pada hampir semua kasus trombositopenia yang disebabkan

oleh penghancuran platelet besar-besaran sehingga perubahan tersebut tidak khas dalam

menegakkan diagnosis ITP. Perbedaan antara megakariocyte yang ditemukan pada ITP akut dan

12

Page 13: Case ITP

kronis tidak jelas dan pemeriksaan sumsum tulang tidak sangat membantu dalam menentukan

prognosis. 1

2.9.1.3 antiplatelet antibodi

Trombositopenia autoimun adalah diagnosis eksklusi dan bergantung pada gambaran

klinis. Beberapa jenis tes antibodi antiplatelet telah dikembangkan dan dilaporkan selama

bertahun-tahun. Pemeriksaan ini mengukur berbagai jenis Ig termasuk antibodi antiplatelet

serum, Ig permukaan terkait-platelet atau Ig trombosit total dan sekarang tidak bisa dijadikan

patokan. Pada penelitian terbaru pada uji antibodi antiplatelet, antibodi monoklonal untuk

glicoprotein membran spesifik platelet yang terlibat dalam ITP digunakan dalam uji

penangkapan antigen (juga disebut glycoprotein immobilization assays). studi terbaru telah

melaporkan bahwa spesifisitasnya 78 sampai 93%. Namun sensitivitas nya (49 sampai 66%)

sehingga tidak cukup untuk menyingkirkan ITP jika tes ini negative. Pada masa yang akan

datang mungkin akan digunakan pemeriksaan flow cytometry dalam diagnosis dan tindak lanjut

dari trombositopenia autoimun. 1

2.10 TATALAKSANA

2.10.1 Immune Thrombocytopenia Purpura (ITP)

Terdapat perbedaan signifikan pada manajemen ITP pada anak yang dipublikasi pada

guideline dari Negara-negara maju. Berdasarkan American Society of Hematology, tatalaksana

terbaik adalah observasi, kecuali jika jumlah platelet 20.000/mm3 dengan perdarahan mukosa

signifikan atau 10.000/mm3 dengan purpura minor.

Tatalaksana yang digunakan pada ITP akut diantaranya adalah Intravenous

Immunoglobulin (IVIg), kortikosteroid, dan anti-D immunoglobulin (anti-D Ig). Peranan obat-

obatan tersebut masih kontroversi. Obat-obatan diatas hanya meningkatkan jumlah platelet

namun tidak mempengaruhi perjalanan klinis penyakit 14

Manajemen awal ITP

1. Menentukan status penyakit pasien

13

Page 14: Case ITP

Tentukan jenis perdarahan yang dialami pasien

Tentukan waktu perdarahan, lokasi, dan tingkat keparahan dari perdarahan

Tentukan apakah pasien memiliki faktor-faktor resiko perdarahan seperti penggunaan

antithrombotic agents atau pekerjaan dengan risiko tinggi

Apakah pasien akan menjalani prosedur bedah?

Apakah pasien ini akan lebih merespon terapi yang direkomendasikan?

Apakah perdarahan yang dialami pasien mengganggu aktivitas sehari-hari atau

menimbulkan ansietas.

2. Pertimbangan umum dalam terapi awal

Mayoritas pasien tanpa perdarahan atau perdarahan ringan (ditentukan sebagai

perdarahan dengan manifestasi pada kulit saja, seperti ptekie dan memar) dapat

diobservasi saja berapapun jumlah trombositnya

Terapi lini pertama berupa observasi, kortikosteroid, IVIg, atau anti-D immunoglobulin

Anti-D harus digunakan secara hati-hati berdasarkan peringatan dari FDA baru-baru ini

akan hemolisis. Maka dari itu tidak dianjurkan diberikan pada pasien dengan perdarahan

yang menyebabkan penurunan hemoglobin, atau pasien dengan hemolysis autoimun.

3. Pertimbangan khusus terapi pada anak

Single-dose IVIg (0.8-1.0 g/kg) atau kortikosteroid short course digunakan sebagai terapi

lini pertama IVIg sebaiknya digunakan dibandingkan dengan kortikosteroid jika dibutuhkan

peningkatan jumlah platelet. Tidak ada bukti yang mendukung penggunaan kortikosteroid jangka

panjang dibandingkan dengan jangka pendek.

Anti-D dapat dipertimbangkan sebagai terapi lini pertama pada anak dengan Rh+ yang

belum displenectomy dengan mempertimbangkan risiko-risiko di atas. 15

Terapi Khusus

Splenectomy

Direkomendasi pada anak-anak dengan perdarahan signifikan dan persisten dan respons

yang kurang terhadap terapi kortikosteroid, IVIf, dan anti-D dan/atau membutuhkan

peningkatan kualitas hidup.

14

Page 15: Case ITP

Rituximab

Dapat dipertimbangkan pada anak-anak dengan ITP yang memiliki perdarahan signifikan

dan/atau membutuhkan peningkatan kualitas hidup. Juga dipertimbangkan sebagai

alternatif splenectomy pada anak-anak dengan ITP kronik atau yang gagal splenectomy.

Agonis Reseptor Trombopoietin

Masih dipelajari pada berbagai studi namun belum ada petunjuk penggunaan pada anak

yang telah dipublikasi

Deksametason dosis tinggi

Dapat dipertimbangkan pada anak-anak atau remaja dengan ITP dengan perdarahan

massif dan/atau membutuhkan peningkatan kualitas hidup. Dapat dipertimbangkan

sebagai alternative splenectomy pada anak dengan ITP kronik atau pada pasien yang

gagal splenectomy

Immunosupresi

Beberapa agen telah dilaporkan, namun data tentang agen yang spesifik masih kurang

untuk rekomendasi. 15

4. Pertimbangan Khusus pada ITP Sekunder

1. ITP Sekunder (HIV-associated)

Tatalaksana penyakit dasar HIV dengan antiviral therapy sebelum tatalaksana lainnya pada

pasien dengan perdarahan signifikan

IVIg, kortikosteroid, atau anti-D dapat digunakan pada pasien yang membutuhkan terapi

lanjutan

Splenectomi dapat dipertimbangkan pada pasien yang gagal diterapi dengan obat-obatan

awal

2. ITP Sekunder (HCV-associated)

Terapi antiviral dapat dipertimbangkan jika tidak ada kontraindikasi, namun jumlah

platelet harus dimonitor secara ketat pada situasi yang beresiko terjadi trombositopenia

akibat interferon

15

Page 16: Case ITP

Jika dibutuhkan terapi, tatalaksana awal harus dengan IVIg

3. ITP Sekunder (H.pylori-associated)

Test rutin terhadap Helicobacter Pylori tidak dianjurkan pada anak dengan ITP yang tidak

teratasi namun asimptomatik

Terapi dilanjutkan dengan eradikasi H.Pylori jika ditemukan infeksi

4. MMR-Related ITP

Anak-anak dengan riwayat ITP namun belum diimunisasi dapat menerima vaksinasi MMR

pertama

Pada anak dengan ITP yang berhubungan/tidak dengan vaksinasi yang telah menerima

dosis pertama vaksinasi MMR, titer vaksin dapat diterima. Jika anak menunjukkan

imunitas lengkap, tidak perlu diberikan vaksin MMR lanjutan. Jika anak tidak memiliki

imunitas yang adekuat, anak dapat diimunisasi ulang pada usia yang dianjurkan.15

16

Page 17: Case ITP

Tabel.1: Pilihan terapi farmakologik ITP. 16

Agent Dosis

Rituximab 375 mg/m2/minggu dibagi 4 dosis

Anti-D Immunoglobulin 50-75 μg/kg, diulang dalam interval 3 minggu

sesuai

jumlah trombosit

Siklofosfamid 150 mg/hari hingga 8 minggu

Colchicine 200 mg/hari hingga 4 minggu

Dexamethason 40 mg/kg/hari selama 4 hari, diulang dalam

interval 4 hari

Danazole 400 mg 2 kali sehari selama 1 bulan/lebih

IVIG 1 g/kg dalam dosis terbagi, diulang dalam

interval 2-4

minggu pada dosis 400 mg/kg

Prednison 1 mg/kg/hari selama 14 hari

Vincristine 2 mg pada interval 5-7 hari dalam 2 dosis atau

lebih

Vinblastin 7,5 mg pada interval 5-7 hari dalam 3 dosis

atau lebih

Beberapa perubahan tatalaksana farmakologik awal pada ITP

1. Kortikosteroid

Terdapat sedikit perubahan dibandingkan guideline ASH 1996. Telah dilakukan suatu

randomized trial sejak guideline sebelumnya dikeluarkan yang membandingkan observasi saja

dengan pemberian prednisone 2 mg/kg/hari selama 2 minggu yang kemudian di taperingoff

selama 21 hari pada pasien dengan jumlah platelet antara 10 - 29 x 109/L tanpa tanda perdarahan

mukosa. Dengan target jumlah platelet 30 x 109/L. Tidak terdapat perbedaan statistik signifikan

antara pemberian prednisone dengan observasi dalam mencapai target (secara berurutan 2 hari vs

4 hari). Selain itu tidak terdapat perdarahan baru yang membutuhkan perawatan tambahan pada

17

Page 18: Case ITP

kedua grup. Tidak ada bukti yang memadai untuk menentukan apakah penggunaan

kortikosteroid pada populasi dengan risiko perdarahan tinggi berguna atau tidak. Walaupun

demikian, anak dengan jumlah platelet kurang dari 10 x 109/L atau dengan perdarahan mukosa

masih dipertimbangkan untuk diberikan terapi kortikosteroid rutin oleh dokter. Jika

kortikosteroid dipilih sebagai tatalaksana awal, tidak terdapat bukti ataupun support terhadap

dosis atau pemilihan yang mana lebih baik dibandingkan yang lain. Pemberian kortikosteroid

jangka panjang pada anak dengan ITP akut harus dihindari karena efek sampingnya. 17

2. IVIg

Terdapat sedikit perubahan dibandingkan guideline ASH 1996. Sebuah meta-analisis

yang membandingkan tatalaksana dengan IVIg (pada dosis 0.8 sampai 1.0 g/kg) dan

kortikosteroid dilaporkan mengumpulkan data dari 6 trial. Hasil akhir yang diharapkan adalah

jumlah platelet > 20 x 109 dalam 48 jam. Hasilnya menunjukkan bahwa anak yang menerima

kortikosteroid 26% lebih kurang mendapatkan hasil. 17

3. Anti-D Immunoglobulin

Terdapat perubahan signifikan dibandingkan guideline ASH 1996, dengan data-data

terbaru termasuk kemungkinan risiko hemolysis. Sejak 1996 telah dilakukan 3 randomized trial

yang membandingkan terapi antara anti-D dalam berbagai dosis dengan IVIg. Dengan hasil yang

menunjukkan bahwa terapi anti-D lebih baik pada dosis 75 μg/kg dibandingkan dengan 50

μg/kg, namun hasil perbandingan antara anti-D dengan IVIg pada 3 studi tersebut kontradiktif,

dengan salah satu hasil mengatakan pemberian IVIg lebih baik dan studi lain mengatakan Anti-D

dosis yang lebih tinggi lebih baik. Data dari Tarantino et al menunjukkan bahwa Anti-D pada

dosis 50 μg/kg sama efektifnya dengan pemberian IVIg, dan Anti-D pada dosis 75 μg/kg lebih

efektif namun dengan efek samping yang lebih besar. Anti-D hanya disarankan pada pasien

dengan Rhesus positif, yang test antiglobulin direct-nya negative, dan tidak menjalani

splenectomy dan risiko intravascular hemolysis harus diperhatikan dan dipertimbangkan

dibandingkan dengan manfaatnya. 17

18

Page 19: Case ITP

BAB III

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : An. A

Umur : 2 bulan

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Jatiasih

Tanggal Masuk RS : 30 Januari 2013

B. IDENTITAS ORANG TUA

Nama Ayah : Tn. Am. Nama Ibu : Ny. Sb.

Umur : 47 Umur : 35

Agama : Islam Agama: Islam

Pendidikan : SD Pendidikan : SD

Perkawinan : Pertama Perkawinan : Pertama

Pekerjaan : Buruh Pekerjaan : Ibu rumah tangga

19

Page 20: Case ITP

II. ANAMNESA

Anamnesa dilakukan secara Allo-Anamnesa pada tanggal 01 Februari 2014 dengan ibu os.

A. KELUHAN UTAMA

Os datang dengan keluhan demam tinggi sejak 1 hari sebelum masuk RS (SMRS)

B. KELUHAN TAMBAHAN

Ruam kemerahan pada wajah dan tungkai bawah

C. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

4 hari SMRS orangtua os mengeluhkan ruam merah yang muncul secara mendadak pada

wajah dan bertambah banyak sehingga keesokan harinya os dibawa ke puskesmas, di

puskesmas os hanya diberikan obat penurun panas (Paracetamol syrup) yang tidak

diminumkan oleh kedua orangtuanya karena saat itu os tidak mengalami demam.

1 hari SMRS demam timbul mendadak tinggi dan tidak turun dengan pemberian obat

penurun panas. Pada pagi harinya os lalu dibawa ke IGD RSUD kota Bekasi dan

disarankan untuk rawat inap.

Pada (01/02/2014) ibu os mengeluhkan demam yang hanya turun apabila os diberikan

obat penurun panas dan gusi yang berdarah pada mulut os. Ibu os mengakui sekitar 2 hari

SMRS gusi os mulai memerah namun warna merahnya tidak setegas saat ini sehingga

keadaan ini kurang diperhatikan oleh ibu os.BAB cair 1x, warna coklat ampas (+), lendir

(+), darah (-) dan bau busuk. BAK normal. Kejang selama sakit disangkal dan mimisan

disangkal.

D. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Os belum pernah mendapat perawatan di rumah sakit sebelumnya.

E. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

Tidak ada anggota keluarga os yang memiliki keluhan atau kelainan yang sama dengan

yang dialami os.

20

Page 21: Case ITP

F. RIWAYAT KEHAMILAN DAN PERSALINAN

Selama kehamilan, ibu memeriksakan kehamilan pada seorang bidan. Selama kehamilan

ibu os tidak ada keluhan yang berarti dan tidak menggunakan obat-obatan tertentu. Os

dikandung cukup bulan, lahir spontan, dengan berat lahir 2900 gram dan panjang badan +

48 cm.

G. SUSUNAN KELUARGA

Os adalah anak kedua dari dua orang bersaudara.

H. RIWAYAT PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN

Motorik Kasar.

Os masih belum dapat mengangkat kepala pada keadaan tengkurap

Motorik halus.

Ibu os tidak tahu kapan os mulai memegang benda-benda disekitarnya.

Bahasa.

Os belum dapat berbicara.

Sosial.

Os masih bersosialisasi hanya dengan orang tua dan lingkungan sekitarnya.

Kesan : Riwayat pertumbuhan dan perkembangan baik.

I. RIWAYAT GIZI DAN MAKANAN.

Os mendapat ASI sampai sekarang (usia 2 bulan). Makanan tambahan belum diberikan.

Kesan : Riwayat Gizi cukup.

J. RIWAYAT IMUNISASI

Riwayat immunisasi yang didapat adalah : (-) Riwayat Imunisasi belum lengkap.

Imunisasi tidak diberikan hingga saat ini dengan alasan, os seringkali sakit ketika sedang

waktu imunisasi tiba sehingga ibu os menunda untuk mengimunisasi os.

21

Page 22: Case ITP

K. RIWAYAT SOSIAL EKONOMI

Ayah os merupakan seorang buruh dengan penghasilan rendah dan Ibu os merupakan ibu

rumah tangga tanpa penghasilan tetap.

III. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Sakit sedang.

Kesadaran : Compos Mentis

Tanda Vital :

Tek. Darah : 90/60 mmHg

Nadi : 116 kali/menit

Suhu : 37.8 °C

Laju Nafas : 26 kali/menit

Berat Badan : 5.5 kg

Tinggi Badan : 55 cm

STATUS GIZI

1. BB / U Σ = (5.5/4.8) x 100%=114%

Kesan = Gizi Lebih/ Overweight

2. TB / U Σ = (55/56)x100%= 98%

Kesan = Gizi Baik

3. BB / TB Σ = (5.5/4.8)x100%

Kesan = Gizi Lebih/ Overweight

Indikator BB/U : Gizi lebih

22

Page 23: Case ITP

Indikator TB/U : Normal

Indikator BB/TB : Gizi lebih

Kesan : Keadaan gizi anak “lebih/overweight” pada saat ini dan pada masa lalu..

STATUS GENERALIS

Kepala : Normocephali, Rambut hitam, Distribusi rata.

Wajah : Tampak ptechiae ukuran miliar, sirkumskrip, multiple, diskret

Mata : Pupil bulat isokor, Reflek Cahaya Langsung +/+,

Reflek Cahaya Tidak Langsung +/+,

Conjungtiva Anemis -/-, Sclera Icterik -/-. Mata cekung (-)

Telinga : Normotia, Sekret -/-, Serumen -/-.

Hidung : Septum Deviasi (-), Sekret -/-,Nafas cuping hidung (-)

Mulut : Tampak hematoma pada gusi bawah

Leher : Kel. Thiroid tidak membesar, KGB tidak membesar.

Thorak :

Jantung

Inspeksi : Ictus Cordis tidak terlihat.

Palpasi : Ictus Cordis teraba di ICS IV

Perkusi : Batas Jantung normal.

Auskultasi : S1 dan S2 reguler, Murmur (-), Gallop (-).

23

Page 24: Case ITP

Pulmo

Inspeksi : Simetris pada kedua hemithorak.

Palpasi : Vocal Fremitus kanan = kiri.

Perkusi : Sonor di kedua lapang paru.

Auskultasi : Suara Nafas Vesikuler, Wheezing -/-, Ronchi -/-.

Abdomen : Datar, Super, Bising Usus (+) N,

Nyeri Tekan (-), Nyeri Lepas (-), Defans Muskuler (-).

Hepatomegali (-), Splenomegali (-)

Ekstrimitas Atas : Akral hangat, Oedem -/-, Deformitas (-)

Tonus otot baik

Tampak ptechiae ukuran miliar, sirkumskrip, multiple, diskret

Ekstrimitas Bawah : Akral hangat, Oedem -/-, Deformitas (-)

Tonus otot baik

Tampak ptechiae ukuran miliar, sirkumskrip, multiple, diskret

24

Page 25: Case ITP

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium: 30 Januari 2014

Darah Periksa Lengkap Unit Nilai Normal

Laju Endap Darah* 12 mm/jam <10

Leukosit* 18000 /mm3 5000 - 10.000

Basofil - % <1

Eosinofil* - % 1-3

Batang* - % 2-6

Segmen* - % 50-70

Limfosit* - % 20-40

Monosit* - % 2-8

Eritrosit 2.30 x1012sel/l 4-5

Hemoglobin (Hb)* 6.8 g/dl 11-16

Hematokrit (Ht)* 20.3 % 40-48

MCV* 88.5 fL 82-92

MCH 29.4 Pg 27-32

MCHC 33.2 g/dl 32-37

Thrombosit* 9 x109/l 150-400

25

Page 26: Case ITP

Kimia Darah Unit Nilai Normal

Natrium* 131 mmol/l 135 – 145

Kalium 4.3 mmol/l 3.5 – 5

Chlorida* 88 mmol/l 94 – 110

Gambaran darah tepi :

Eritrosit: mikrositik hipokrom, polikromasi

Leukosit : Kesan jumlah meningkat, limfositosis atipik

Trombosit : Jumlah kurang, morfologi sulit dinilai

Kesan : Anemia mikrositik hipokrom dengan leukositosis atipik dan trombositopenia

akibat infeksi virus dengan infeksi sekunder . ITP belum dapat disingkirkan

Laboratorium : 1 Februari 2014

Darah Unit Nilai Normal

Leukosit* 12600 /mm3 5000 - 10.000

Hemoglobin (Hb)* 16.2 g/dl 11-16

Hematokrit (Ht)* 48.2 % 40-48

Thrombosit* 149 x109/l 150-400

26

Page 27: Case ITP

V. PEMERIKSAAN ANJURAN

Pemeriksaan anjuran yang disarankan adalah :

PT & APTT

BMP.

VI. DIAGNOSIS KERJA

Thrombositopenia suspek Idiopathic Trombocytopenic Purpura

VII. DIAGNOSIS BANDING

Dengue Hemorragic Fever

Acquired Protombine Complex Deficiency

VIII. PENATALAKSANAAN

Medikamentosa

o IVFD tridex Plain 240cc/24jam

o Ceftazidin 2x250mg

o Ranitidine 2x20mg

o Sanmol drops 3x60ml

o Vit K 1mg I.M

o Transfusi TC 2unit & FFP 100cc

Non-medikamentosa

o Tirah baring

27

Page 28: Case ITP

IX. PROGNOSIS

Ad Vitam : bonam

Ad Fungsionam : dubia ad bonam

Ad Sanationam : bonam

X. FOLLOW UP

02/02/2014 03/02/2014

S Demam

Kembung

Ruam pada wajah dan kaki

mulai berkurang

Kembung

BAB cair (-)

Demam

Ruam pada wajah mulai

berkurang

O HR: 114x/menit

RR: 26x/menit

S :380C

Tampak ptechiae ukuran

miliar, sirkumskrip, multiple,

diskret

HR: 114x/menit

RR: 26x/menit

S :380C

Tampak ptechiae ukuran

miliar, sirkumskrip, multiple,

diskret

A Suspek ITP Suspek ITP

P IVFD tridex Plain

240cc/24jam

Ceftazidin 2x250mg

Ranitidine 2x20mg

Sanmol drops 3x60ml

Vit K 1mg I.M

Transfusi FFP 100cc

IVFD tridex Plain

240cc/24jam

Ceftazidin 2x250mg

Ranitidine 2x20mg

Sanmol drops 3x60ml

Vit K 1mg I.M

28

Page 29: Case ITP

Laboratorium: 02 Februari 2014

Darah Unit Nilai Normal

Leukosit* 7000 /mm3 5000 - 10.000

Hemoglobin (Hb)* 16.4 g/dl 11-16

Hematokrit (Ht) 43.8 % 40-48

Thrombosit 240 x109/l 150-400

29

Page 30: Case ITP

BAB III

ANALISA KASUS

Diagnosis yang ditegakkan pada kasus ini adalah Thrombositopenia e.c suspek ITP akut.

Diagnosis ini ditegakkan berdasarkan anamnesis yang menunjukkan onset pada usia yang cocok

dengan epidemiologi ITP akut yang terjadi pada pediatri 90% merupakan kasus akut. Keluhan

ruam merah (ptechiae) menunjukkan adanya gangguan faal hemostasis yang lebih mengarah ke

gangguan thrombosit sebagai penyebabnya. ITP biasanya di dahului oleh suatu infeksi virus atau

bakteri sebagai pencetus reaksi imunologisnya, pada pasien ini riwayat menderita suatu penyakit

infeksi yang sering terjadi pada anak seperti pharingitis maupun diare tidak ditemukan, namun

keluhan saat ini berupa demam, BAB yang cair, dan peningkatan kadar leukosit hingga 18000

menunjukkan bahwa terdapat suatu infeksi bakteri pada traktus gastrointestinal, hal ini mungkin

saja sudah berlangsung sebelum terjadinya manifestasi ruam dan menjadi pemicu timbulnya

gejala klinis berupa ruam ptechiae. Pada pemeriksaan fisik ditemukan ruam yang tersebar pada

wajah dan kaki yang tidak hilang ketika ditekan, menunjukkan bahwa terjadi perdarahan kapiler

yang disebabkan oleh keadaan thrombositopenia pada os. Pada pemeriksaan laboratorium

ditemukan leukosit meningkat (18.000/dl) yang menunjukkan adanya infeksi sekunder,

kemungkinan besar bakteri mengingat yang terjadi adalah leukositosis, bukan leukopeni seperti

yang terjadi pada infeksi virus. LED yang meningkat kemungkinan merupakan akibat dari proses

infeksi yang sedang terjadi saat ini. Kadar thrombosit yang menurun (9.000/dl) yang menguatkan

diagnosis menuju ke arah ITP (kadar thrombosit <20.000/dl). Pada pemeriksaan laboratorium

darah yang pertama pada tanggal 30/01/2014 juga ditemukan adanya anemia (Hb 6.9g/dl),

berdasarkan SADT, anemia yang terjadi bersifat mikrosittik hipokrom, jenis anemia ini memang

seringkali ditemukan pada penderita ITP sebagai akibat dari perdarahan yang lama atau masif

pada sistem gastrointestinal dan organ lainnya namun hal ini tidak didukung dengan hasil

pemeriksaan fisik yang tidak menunjukkan tanda-tanda anak anemis maupun manifestasi

perdarahan yang cukup masif yang sekiranya dapat menjadi penyebab dari penurunan kadar HB

yang cukup signifikan.

Pada terapi, antibiotik diberikan sebagai terapi untuk infeksi sekunder yang mungkin

terjadi pada pasien ini, ceftazidime diberikan dengan dosis 50mg/kgbb karena diperkirakan

bakteri yang menyebabkan infeksi sekunder adalah jenis gram (-). Sanmol (parasetamol)

30

Page 31: Case ITP

diberikan sebagai antipiretik. Karena APCD merupakan suatu diagnosis banding pada kasus ini,

vit K diberikan dengan pemikiran bahwa defisiensi vitamin K dapat menjadi etiologi pada kasus

ini, pengambilan keputusan ini didukung oleh keterangan ibu os yang menyebutkan bahwa

anaknya belum pernah disuntik di paha atau tangan ketika baru lahir, menunjukkan kemungkinan

bahwa os belum menerima suntikan vitamin K. Thromobosit concentrat diberikan mengingat

kadar thrombosit yang sangat rendah pada pasien ini.

Pada follow up didapatkan respon terapi yang baik, ptechiae mulai berkurang dan kadar

trombosit darah os meningkat. Diperlukan pemeriksaan tambahan berupa pemeriksaan PT dan

APTT serta lumbal pungsi untuk menyingkirkan diagnosis banding ITP.

31

Page 32: Case ITP

DAFTAR PUSTAKA

1. Consolini. Deborah M. Thrombocytopenia in Infants and Children. Pediatric in Review.

American Academy of Pediatrics; 2011. H. 135-151

2. Buchanan. George R. Thrombocytopenia During Childhood: What the Pediatrician Need

to Know. Pediatric in Review. American Academy of Pediatrics; 2005. H. 401- 409

3. Permono. H. Bambang dkk. Buku Ajar Hematologi-Onkologi Anak. Cetakan Kedua.

Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2006

4. Setiaty. Tatty E, Wagenaar. Jiri. F. P, et al. Changing Epidemiology of Dengue

Hemorrhagic Fever in Indonesia. Dengue Bulletin. Vol. 30; 2006

5. Sumarmo S. Poorwo, Soedarmo dkk. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis. Edisi Kedua.

Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2008

6. Chaerulfatah. Alex, Setiabudi. Djatnika et al. Thrombocytopenia and Platelet

Transfusions in Dengue Haemorrhagic Fever and Dengue Shock Syndrome. Dengue

Bulletin. Vol. 27; 2003

7. Napitupulu. Herald A. Laporan Kasus: Sepsis. Anastesia and Critical Care. Vol 28 No. 3;

2010. H. 50-58

8. Yaguchi A, Lobo FLM, Vincent J-L, Pradier O. Platelet function in sepsis. J Thromb

Haemost 2004; 2: 2096–2102

9. Knoebl P. Blood Coagulation Disorders in Septic Patients. Wien Med Wochenschr 2010;

160:129-38

10. Saba HI, Morelli GA. The Pathogenesis and Management of Disseminated Intravascular

Coagulation. Clin Adv Hematol Oncol 2006; 4:919-26

11. Levi M, De Jonge E, Poll T. Rationale for restoration of physiological anticoagulant

pathways in patients with sepsis an disseminated intravascular coagulation. Crit Care

Med 2001; 29 Suppl 7:90-4

12. Watson RS, Carcillo JA, Linde-Zwirble WT, Clermont G, Lidicker J, Angus DC. The

Epidemiology of Severe Sepsis in Children in the United States. Am J Respir Crit Care

Med. 2003;1;167(5):695-701.

32

Page 33: Case ITP

13. Antonacci Carvalho, Paulo R, Trotta, Eliana de A. Advances in Sepsis Diagnosis and

Treatment. Journal de Pediatria. Sociedade Brasileira de Pediatria; 2003

14. Rehman. A. Immune Thrombocytopenia in Children with Reference to Low-Income

Countries. Eastern Meditterranean Health Journal, Vol. 15, No. 3; 2009. H. 729-737

15. 2011 Clinical Practice Guideline on the Evaluation and Management of Immune

Thrombocytopenia. American Society of Hematology; 2011. H.1-8

16. Greer. John P et al. Wintrobe’s Clinical Hematology, Vol. 2, Twelfth Edition. Lippincott

Williams & Wilkins; 2009

17. Neunert. Cindy, Lim. Wendy et al. The American Society of Hematology 2011 Evidence

Based-Practice Guideline for Immune Thrombocytopenia. Bloodjournal.hematology.org;

2011. H. 4190-4207

18. Hay, Jr. William W, Hayward. Anthony R et al. Lange Current Pediatric Diagnosis and

Treatment. Sixteenth edition; 2002. H. 888

19. Levi M. Disseminated intravascular coagulation in cancer patients. Best Pract Res Clin

Haematol 2009; 22:129-36.

20. Robert. Satran, Yaniv. Almog. The Coagulopathy of Sepsis: Pathophysiology and

Management Medical Intensive Care Unit, Soroka University Hospital and Faculty of

Health Sciences, Ben-Gurion University of the Negev,Beer Sheva, Israel

21. Setiabudy. Rahajuningsih D. Hemostasis dan Trombosis. Edisi Keempat. Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia; 2009.

33