case kejang demam ai
DESCRIPTION
medTRANSCRIPT
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
• Nama : An. A
• Umur : 2 tahun 5 bulan
• JK : Perempuan
• TTL : Jakarta, 3/11/2010
• Agama : Islam
• Suku : Betawi
• Alamat : Jl. Kmp Bend Mel RT 004/001
• Tanggal masuk RS : 2 April 2013
Orang tua/wali
Ayah
• Nama : Firdaus Umar
• Agama : Islam
• Suku : Betawi
• Pekerjaan: Buruh
• Alamat Pekerjaan: -
• Penghasilan : ±Rp.1.500.000/bulan
1
Ibu
• Nama : Siti Romilah
• Agama : Islam
• Suku : Betawi
• Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
• Alamat Pekerjaan : -
• Penghasilan: -
Wali
Nama : -
Agama : -
Pekerjaan : -
Alamat Pekerjaan : -
Penghasilan : -
Hubungan dengan orang tua : Anak kandung
Suku bangsa/bangsa : Betawi
2
ANAMNESIS
Dilakukan allonanamnesis dengan ibu pasien pada hari Rabu tanggal 3 April 2013 pada jam
14.00 WIB.
KELUHAN UTAMA: Kejang pada seluruh tubuh 1 hari sebelum masuk rumah sakit.
KELUHAN TAMBAHAN : Demam, batuk dan pilek
RIWAYAT PERJALANAN PEYAKIT :
1 minggu yang lalu ibu pasien mengatakan bahawa pasien batuk dan pilek. Batuknya
berdahak, bening, kental dan sukar dikeluarkan. Pasien kemudian mendapatkan rawatan di
Puskesmas dan diberikan dua macam obat, yaitu amoksisilin dan puyer. Setelah minum obat
keluhan berkurang tetapi tidak sembuh total.
Beberapa jam sebelum masuk rumah sakit, ibu pasien mengaku pasien jatuh terpeleset di
dalam kamar mandi karena lantai licin. Pasien jatuh dengan posisi duduk. Ketika terjatuh ibu
pasien menyangkal adanya benturan pada bagian kepala. Setelah jatuh tidak didapatkan adanya
keluhan seperti nyeri kepala, mual muntah atau penurunan kesadaran. Beberapa jam setelah
jatuh, pasien tiba-tiba demam. Demam timbul mendadak dan tinggi dengan suhu 38oC. setelah
demam, pasien langsung kejang. Kejang terjadi satu kali dan kurang dari 5 menit. Sewaktu
kejang seluruh tubuh kaku, tidak kelojotan, mata tidak mendelik ke atas, mulut tidak berbusa dan
lidah tidak tergigit. Setelah kejang pasien langsung menangis dan dibawa ke IGD RSUD Koja.
Sebelum kejang tidak didapatkan adanya diare, muntah, nyeri telinga atau keluar cairan dari
telinga maupun trauma pada kepala.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU :
Pasien pernah kejang sebanyak 3 kali, yaitu ketika berusia 1 tahun, 1 tahun 2 bulan, 1
tahun 6 bulan. Gejala kejang sama seperti yang dialami sekarang, yaitu kejang kurang dari 5
3
menit, kaku seluruh tubuh, tidak kelojotan, mata tidak mendelik ke atas, mulut tidak berbusa dan
lidah tidak tergigit. Sebelum kejang pasien mengalami demam tinggi.
RiWAYAT PENYAKIT KELUARGA:
Didapatkan riwayat kejang dalam keluarga bahwa ibunya juga pernah kejang sewaktu kecil.
RIWAYAT PENGOBATAN:
Ibu pasien mengaku sering kontrol pengobatan kejang di rumah sakit, namun sejak 3 bulan yang
lalu pasien tidak kontrol lagi.
RIWAYAT KEHAMILAN/KELAHIRAN :
KEHAMILAN Morbiditas Kehamilan Tidak ada
Perawatan Antenatal Teratur 1 bulan sekali
KELAHIRAN Tempat Kelahiran Rumah Sakit
Penolong Persalinan Dokter
Cara Persalinan - Spontan
- Tidak ada penyulit atau kelainan
Masa Gestasi Cukup Bulan
Keadaan Bayi - Berat lahir: 2500 gr
- Panjang: 46 cm
- Lingkar kepala: tidak diketahui
- Langsung Menangis
- Kulit warna merah
- Nilai Apgar: tidak diketahui
- Kelainan Bawaan: tidak ada
4
RIWAYAT PERKEMBANGAN
● Pertumbuhan gigi I : 8 bulan
● Psikomotor
- Tengkurap : 3 bulan - Berjalan : 12 bulan
- Duduk : 9 bulan - Bicara : 11 bulan
- Berdiri : 11 bulan - Membaca/Menulis : 10 bulan
● Perkembangan Pubertas
- Rambut Pubis : belum berkembang
- Payudara : belum berkembang
- Menarche : belum berkembang
●Gangguan Perkembangan Mental/Emosi : Tidak ada
RIWAYAT MAKANAN
Umur (bulan) ASI/PASI Buah/Biskuit Bubur Susu Nasi Tim
0-2 +
2-4 +
4-6 +
6-8 +
8-10 + + +
10-12 + + + +
2 tahun + + + +
5
Umur diatas 1 tahun
Jenis Makanan Frekuensi dan Jumlah
Nasi/Pengganti 3x/hari, banyak
Sayur 3x/hari
Daging 2-3x/minggu
Telur 3x/minggu
Ikan 3x/minggu
Tahu 3x/minggu
Tempe Jarang (<1x/minggu)
Susu (merk/takaran) Jarang (<1x/minggu)
Kesulitan makan : -
RIWAYAT IMUNISASI
Vaksin Dasar (umur) Ulangan (umur)
BCG 2 X X
DPT/DT 2 4 6
POLIO 0 2 4
CAMPAK 9 X X
HEPATITIS B 0 1 6
MMR X X
IPA
6
RIWAYAT KELUARGA (Corak Reproduksi)
No Tgl Lahir
(umur)
Jenis
Kelamin
Hidup Lahir
Mati
Abortus Mati
(sebab)
Keterangan
Kesehatan
1 54 tahun Laki-laki + Sehat
2 47 tahun Perempuan + Sehat
3
4
5
RIWAYAT LINGKUNGAN
Perumahan
- Menumpang
- Keadaan rumah : tinggal berlima dengan mertua
- Daerah/lingkungan : padat penduduk, ventilasi cukup, sekitar rumah tidak ada yang
menderita penyakit yang serupa. Pasien memakai sumber air
dari PAM.
Ayah Ibu
Nama Tn.F Ny.S
Perkawinan ke- I I
Umur saat menikah 23 19
Pendidikan terakhir (tamat – kelas/tingkat) SMA SMP
Agama Islam Islam
Suku bangsa Betawi Betawi
Keadaan kesehatan Baik Baik
Kosanguitas - -
Penyakit, bila ada - -
7
RIWAYAT PENYAKIT YANG PERNAH DIDERITA
Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur
Alergi - Difteria - Jantung -
Cacingan - Diare - Ginjal -
Demam
Berdarah
- Kejang - Darah -
Demam
Thypoid
- Kecelakaan - Radang Paru -
Otitis - Morbili - Tuberculosis -
Parotitis - Operasi - Lainnya -
PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 3 April 2013, Pukul 14.00 WIB )
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Berat Badan : 10 kg
Tinggi Badan : 81 cm
Lingkar Kepala : 47 cm
Lingkar Dada : 50,3 cm
Lingkar Lengan Atas : 15 cm
Status Gizi (CDC) : BB/U = 10 kg
TB/U = 81 cm
(10/12,8) X 100% : 78, 13 % , Kesan: Gizi kurang
Tanda Vital8
Frekuensi Nadi : 118x/menit, reguler, isi cukup, equal.
Suhu Tubuh : 36,9oC
Frekuensi Napas : 30x/menit, reguler, tipe pernafasan thorakoabdominal
Tekanan Darah : -
Kepala : normocephali, ubun-ubun besar sudah menutup, rambut hitam distribusi
merata, tidak mudah dicabut,tidak ada luka
Mata : CA-/-, SI-/-, pupil bulat isokor, Diameter 3mm/3mm, RCL+/+,
RCTL+/+, Udem palpebra -/-
Telinga : normotia, sekret -/-, tidak ada tanda perdarahan
Hidung : lapang, deviasi septum (-), concha hiperemis (-)
Mulut : Bibir basah, selaput lendir basah, palatum utuh, lidah tidak kotor
Gigi : tidak ada karies
Faring : hiperemis
Tenggorokan : dalam batas normal
Leher : KGB, tiroid tidak teraba membesar
Toraks
Jantung : BJ I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru : SN vesikuler, ronkhi (-), wheezing (-)
Abdomen : supel, datar, nyeri tekan (-), bising usus (+) 4 – 6 x/menit
Genitalia : tidak dilakukan
Anggota Gerak : akral hangat, RCT >3 detik
9
Tulang Belakang : scoliosis (-), lordosis (-), kiposis (-)
Status Neurologis
Tanda rangsang meningeal :
- Kaku kuduk : -
- Bruzinsky I : -
- Bruzinsky II : -
- Laseque : -
- Kerniq : -
Reflek Patologis :
- Babinsky : -
- Oppenheim : -
Reflek Fisiologis :
- Biceps : +/+
- Triceps : +/+
- Patella : +/+
- Achilles : +/+
Pemeriksaan Laboratorium
10
Pemeriksaan Hasil Nilai normal Satuan
Hematologi
Hb 11,2 12-16 g/dl
Leukosit 19.300 4.100-10.900 /uL
Hematokrit 33 36-46 %
Eritrosit 4,07 4-5 Juta
MCV 80 80-100 fL
MCH 28 26-34 Pg
MCHC 35 31-36 g/dl
Basofil 0 0-2 %
Eusinofil 0 0-5 %
Batang 0 2-6 %
Segmen 71 47-80 %
Limfosit 16 13-40 %
Monosit 7 2-11 %
Trombosit 352.000 140.000-440.000 /uL
LED 19 <15 Mm/jam
RDW 13,1 11,6-14,8
Diabetes
GDS 141 60-100 Mg/dl
Elektrolit
Na 135 134-146 Mmol/L
K 3,68 3,4-4,5 Mmol/l
Cl 103 96-108 Mmol/l
Resume
11
Seorang pasien An. A, perempuan berusia 2 tahun 5 bulan datang dengan keluhan kejang
pada seluruh tubuh 1 hari sebelum masuk rumah sakit, demam, batuk dan pilek. Awalnya pasien
jatuh terpeleset di kamar mandi dengan posisi duduk. Kemudian timbul demam mendadak dan
tinggi dengan suhu 38oC. Setelah itu, timbul kejang sebanyak satu kali, kurang dari 5 menit, kaku
seluruh tubuh, tidak kelojotan, mata tidak mendelik ke atas, mulut tidak berbusa dan lidah tidak
tergigit. Setelah kejang pasien langsung menangis dan dibawa ke IGD untuk mendapatkan
perawatan. Selain itu, pasien batuknya berdahak, bening, kental dan sukar dikeluarkan. Pasien
pernah kejang sebanyak 3 kali, yaitu ketika berusia 1 tahun, 1 tahun 2 bulan, 1 tahun 6 bulan.
Gejala kejang sama seperti yang dialami sekarang. Ibu pasien juga pernah kejang sewaktu kecil.
Pasien sering control pengobatan kejang di rumah sakit, namun sejak 3 bulan yang lalu pasien
tidak kontrol lagi. Dari pemeriksaan fisik didapatkan pasien mengalami gizi kurang. Pada
pemeriksaan laboratorium didapatkan leukosit 19.300 dan LED 19.
Diagnosis
Diagnosis Kerja : Kejang demam sederhana
Diagnosis Gizi : Gizi kurang
Diagnosis Banding :
- Epilepsi
- Meningoencephalitis
Rencana Pemeriksaan Lanjutan
- EEG
- Pungsi Lumbal
- Lab darah elektrolit
PENATALAKSANAAN12
IVFD KAEN 1B 1000cc/hari
inj. Ceftizoxim 2x500 mg
inj. Sagestan 2x 10 mg
inj. Ranitidin 2x 10 mg
inj. Amikasi 2x 50 mg
Inj. Sibital 2x 25 mg
PCT syr 1x 3 cth
PROGNOSIS
Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad Functionam : dubia ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad malam
Follow Up harian tanggal 2 April 2013
13
S : demam 1 hari yang lalu, sore hari, kejang kelojotan, diare +, batuk pilek sejak 2 minggu yang
lalu, riwayat kejang 4 x, kejang pertama kali umur 1 tahun.
O : BB : 10kg
Suhu : 390 C
Nadi : 118x/menit
RR : 30x/menit
A : kejang demam sederhana
P : IVFD KAEN 1B 1000cc/hari
inj. Ceftizoxim 2x500 mg
inj. Sagestan 2x 10 mg
inj. Ranitidin 2x 10 mg
inj. Amikasi 2x 50 mg
Inj. Sibital 2x 25 mg
PCT syr 1x 3 cth
Follow up harian tanggal 3 April 2013
S : Demam (-), diare 2 x warna kuning, ampas (+), batuk (+) tidak berdahak, pilek (-)
O : BB : 10 kg
Suhu : 36,8 0 C
Nadi : 80x/menit
RR : 28x /menit
14
A : kejang demam sederhana
P :
IVFD KAEN 1B 1000cc/hari
inj. Ceftizoxim 2x500 mg
inj. Sagestan 2x 10 mg
inj. Ranitidin 2x 10 mg
inj. Amikasi 2x 50 mg
Inj. Sibital 2x 25 mg
PCT syr 1x 3 cth (k/p)
Vectin syr 3x 1 cth
TINJAUAN PUSTAKA
15
1.1 Pendahuluan
Kejang demam merupakan penyakit kejang yang paling sering dijumpai di bidang
neurologi khususnya anak. Kejang selalu merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orang tua,
sehingga bagi dokter kita wajib mengatasi kejang demam dengan tepat dan cepat. Kejang demam
pada umumnya dianggap tidak berbahaya dan sering tidak menimbulkan gejala sisa; akan tetapi
bila kejang berlangsung lama sehingga menimbulkan hipoksia pada jaringan Susunan Saraf
Pusat (SSP), dapat menyebabkan adanya gejala sisa di kemudian hari.
Frekuensi dan lamanya kejang sangat penting untuk diagnosa serta tata laksana kejang,
ditanyakan kapan kejang terjadi, apakah kejang itu baru pertama kali terjadi atau sudah pernah
sebelumnya, bila sudah pernah berapa kali dan waktu anak berumur berapa . Sifat kejang perlu
ditanyakan, apakah kejang bersifat klonik, tonik, umum atau fokal. Ditanya pula lama serangan,
kesadaran pada waktu kejang dan pasca kejang. Gejala lain yang menyertai diteliti, termasuk
demam, muntah, lumpuh, penurunan kesadaran atau kemunduran kepandaian. Pada neonatus
perlu diteliti riwayat kehamilan ibu serta kelahiran bayi.1
Kejang demam jarang terjadi pada epilepsi, dan kejang demam ini secara spontan sembuh
tanpa terapi tertentu. Kejang demam ini merupakan gangguan kejang yang paling lazim pada
masa anak, dengan pragnosa baik secara seragam.2 Jumlah penderita kejang demam diperkirakan
mencapai 2 – 4% dari jumlah penduduk di AS, Amerika Selatan, dan Eropa Barat. Namun di
Asia dilaporkan penderitanya lebih tinggi. Sekitar 20% di antara jumlah penderita mengalami
kejang demam kompleks yang harus ditangani secara lebih teliti. Bila dilihat jenis kelamin
penderita, kejang demam sedikit lebih banyak menyerang anak laki-laki.3
2.1 Definisi
Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang paling sering dijumpai pada
anak yang terjadi pada suhu badan yang tinggi yang disebabkan oleh kelainan ekstrakranial.3
Derajat tinggi suhu yang dianggap cukup untuk diagnosa kejang demam adalah 38 derajat
celcius di atas suhu rektal atau lebih. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam,
kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang demam harus
dibedakan dengan epilepsi, yaitu yang ditandai dengan kejang berulang tanpa demam. Anak
16
yang pernah mengalami kejang tanpa demam kemudian kejang demam kembali tidak termasuk
dalam kejang demam.4
2.2 Epidemiologi3,5
Insiden terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur 6 bulan sampai 4
tahun. Hampir 3 % dari anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah menderita kejang demam.
Kejang demam lebih sering didapatkan pada laki-laki daripada perempuan. Hal tersebut
disebabkan karena pada wanita didapatkan maturasi serebral yang lebih cepat dibandingkan laki-
laki.
Berdasarkan laporan dari daftar diagnosa dari lab./SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Dr.
Soetomo Surabaya didapatkan data adanya peningkatan insiden kejang demam. Pada tahun 1999
ditemukan pasien kejang demam sebanyak 83 orang dan tidak didapatkan angka kematian (0 %).
Pada tahun 2000 ditemukan pasien kejang demam 132 orang dan tidak didapatkan angka
kematian (0 %). Dari data di atas menunjukkan adanya peningkatan insiden kejadian sebesar
37%.
Jumlah penderita kejang demam diperkirakan mencapai 2 – 4% dari jumlah penduduk di
AS, Amerika Selatan, dan Eropa Barat. Namun di Asia dilaporkan penderitanya lebih tinggi.
Sekitar 20% di antara jumlah penderita mengalami kejang demam kompleks yang harus
ditangani secara lebih teliti. Bila dilihat jenis kelamin penderita, kejang demam sedikit lebih
banyak menyerang anak laki-laki.
2.3 Etiologi
Etiologi dan pathogenesis kejang demam sampai saat ini belum diketahui, akan tetapi
umur anak, tinggi dan cepatnya suhu meningkat mempengaruhi terjadinya kejang. Faktor
hereditas juga mempunyai peran yaitu 8-22% anak yang mengalami kejang demam mempunyai
orang tua dengan riwayat kejang demam pasa masa kecilnya.3
Semua jenis infeksi bersumber di luar susunan saraf pusat yang menimbulkan demam
dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang paling sering menimbulkan kejang demam
17
adalah infeksi saluran pernafasan atas terutama tonsillitis dan faringitis, otitis media akut(cairan
telinga yang tidak segera dibersihkan akan merembes ke saraf di kepala pada otak akan
menyebabkan kejang demam), gastroenteritis akut, exantema subitum dan infeksi saluran kemih.
Selain itu, imunisasi DPT (pertusis) dan campak (morbili) juga dapat menyebabkan kejang
demam.6
2.4 Patofisiologi7
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2
dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan
permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan
mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya,
kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi
Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebalikya. Karena perbedaan jenis dan
konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang
disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran
diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :
Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular
Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran listrik
dari sekitarnya
Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme
basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi otak
mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15 %. Oleh
karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan
dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya
lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke
seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” dan terjadi
kejang. Kejang demam yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea,
18
meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi artenal
disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin
meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat.
2.5 Klasifikasi
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia, membagi kejang demam menjadi dua4
1. Kejang demam sederhana (harus memenuhi semua kriteria berikut)
- Berlangsung singkat
- Umumnya serangan berhenti sendiri dalam waktu < 15 menit
- Bangkitan kejang tonik, tonik-klonik tanpa gerakan fokal
- Tidak berulang dalam waktu 24 jam
2. Kejang demam kompleks (hanya dengan salah satu kriteria berikut)
- Kejang berlangsung lama, lebih dari 15 menit
- Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului dengan kejang
parsial
- Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam, anak sadar kembali di antara
bangkitan kejang.
2.6 Manifestasi Klinis8
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan
suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf pusat, otitis
media akuta, bronkitis, furunkulosis dan lain-lain. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24
jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-
19
klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Namun anak akan
terbangun dan sadar kembali setelah beberapa detik atau menit tanpa adanya kelainan
neurologik.
Gejala yang timbul saat anak mengalami kejang demam antara lain : anak mengalami
demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang terjadi secara tiba-tiba), kejang
tonik-klonik atau grand mal, pingsan yang berlangsung selama 30 detik-5 menit (hampir selalu
terjadi pada anak-anak yang mengalami kejang demam). Kejang dapat dimulai dengan kontraksi
yang tiba-tiba pada otot kedua sisi tubuh anak. Kontraksi pada umumnya terjadi pada otot wajah,
badan, tangan dan kaki. Anak dapat menangis atau merintih akibat kekuatan kontaksi otot. Anak
akan jatuh apabila dalam keadaan berdiri.
Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya berlangsung selama
10-20 detik), gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama, biasanya
berlangsung selama 1-2 menit), lidah atau pipinya tergigit, gigi atau rahangnya terkatup rapat,
inkontinensia (mengeluarkan air kemih atau tinja diluar kesadarannya), gangguan pernafasan,
apneu (henti nafas), dan kulitnya kebiruan.
Saat kejang, anak akan mengalami berbagai macam gejala seperti :
1. Anak hilang kesadaran
2. Tangan dan kaki kaku atau tersentak-sentak
3. Sulit bernapas
4. Busa di mulut
5. Wajah dan kulit menjadi pucat atau kebiruan
6. Mata berputar-putar, sehingga hanya putih mata yang terlihat.
2.7 Diagnosis6,9,10
Diagnosis kejang demam dapat ditegakkan dengan menyingkirkan penyakit-penyakit lain
yang dapat menyebabkan kejang, di antaranya: infeksi susunan saraf pusat, perubahan akut pada
20
keseimbangan homeostasis, air dan elektrolit dan adanya lesi structural pada system saraf,
misalnya epilepsi. Diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan
pemeriksaan penunjang yang menyeluruh untuk menegakkan diagnosis ini.
1. Anamnesis
- waktu terjadi kejang, durasi, frekuensi, interval antara 2 serangan kejang
- sifat kejang (fokal atau umum)
- Bentuk kejang (tonik, klonik, tonik-klonik)
- Kesadaran sebelum dan sesudah kejang (menyingkirkan diagnosis meningoensefalitis)
- Riwayat demam ( sejak kapan, timbul mendadak atau perlahan, menetap atau naik turun)
- Menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam (ISPA, OMA, GE)
- Riwayat kejang sebelumnya (kejang disertai demam maupun tidak disertai demam atau
epilepsi)
- Riwayat gangguan neurologis (menyingkirkan diagnosis epilepsi)
- Riwayat keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan
- Trauma kepala
2. Pemeriksaan fisik
- Tanda vital terutama suhu
- Manifestasi kejang yang terjadi, misal : pada kejang multifokal yang berpindah-pindah
atau kejang tonik, yang biasanya menunjukkan adanya kelainan struktur otak.
- Kesadaran tiba-tiba menurun sampai koma dan berlanjut dengan hipoventilasi, henti
nafas, kejang tonik, posisi deserebrasi, reaksi pupil terhadap cahaya negatif, dan
terdapatnya kuadriparesis flasid mencurigakan terjadinya perdarahan intraventikular.
- Pada kepala apakah terdapat fraktur, depresi atau mulase kepala berlebihan yang
disebabkan oleh trauma. Ubun –ubun besar yang tegang dan membenjol menunjukkan
adanya peninggian tekanan intrakranial yang dapat disebabkan oleh pendarahan
sebarakhnoid atau subdural. Pada bayi yang lahir dengan kesadaran menurun, perlu dicari
luka atau bekas tusukan janin dikepala atau fontanel enterior yang disebabkan karena
kesalahan penyuntikan obat anestesi pada ibu.
21
- Terdapatnya stigma berupa jarak mata yang lebar atau kelainan kraniofasial yang
mungkin disertai gangguan perkembangan kortex serebri.
- Transluminasi kepala yang positif dapat disebabkan oleh penimbunan cairan subdural
atau kelainan bawaan seperti parensefali atau hidrosefalus.
- Pemeriksaan untuk menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam (ISPA,
OMA, GE)
- Pemeriksaan refleks patologis
- Pemeriksaan tanda rangsang meningeal (menyingkirkan diagnosis meningoensefalitis)
3. Pemeriksaan laboratorium
- Darah tepi lengkap
- Elektrolit, glukosa darah. Diare, muntah, hal lain yang dpt mengganggu keseimbangan
elektrolit atau gula darah.
- Pemeriksaan fungsi hati dan ginjal untuk mendeteksi gangguan metabolisme
- Kadar TNF alfa, IL-1 alfa & IL-6 pada CSS, jika meningkat dapat dicurigai Ensefalitis
akut / Ensefalopati.
4. Pemeriksaan penunjang
- Lumbal Pungsi jika dicurigai adanya meningitis, umur kurang dari 12 bulan sangat
dianjurkan, dan umur di antara 12-18 bulan dianjurkan.
- EEG, tidak dapat mengidentifikasi kelainan yang spesifik maupun memprediksi
terjadinya kejang yang berulang, tapi dapat dipertimbangkan pada KDK. Tetapi beberapa
ahli berpendapat EEG tidak sensitif pada anak < 3 tahun.
- CT-scan atau MRI hanya dilakukan jika ada indikasi, misalnya: kelainan neurologi fokal
yang menetap (hemiparesis) atau terdapat tanda peningkatan tekanan intrakranial.
2.8 Diagnosis Banding3
Menghadapi seorang anak yang menderita demam dengan kejang, harus dipikirkan
apakah penyebab kejang itu di dalam atau diluar susunan saraf pusat. Kelainan di dalam otak
22
biasanya karena infeksi, misalnya meningitis, ensefalitis, abses otak, dan lain-lain.oleh sebab itu
perlu waspada untuk menyingkirkan dahulu apakah ada kelainan organis di otak.
Menegakkan diagnosa meningitis tidak selalu mudah terutama pada bayi dan anak yang
masih muda. Pada kelompok ini gejala meningitis sering tidak khas dan gangguan neurologisnya
kurang nyata. Oleh karena itu agar tidak terjadi kekhilafan yang berakibat fatal dapat dilakukan
pemeriksaan cairan serebrospinal yang umumnya diambil melalui pungsi lumbal.
Baru setelah itu dipikirkan apakah kejang demam ini tergolong dalam kejang demam atau
epilepsi yang dprovokasi oleh demam.
Tabel Diagnosa Banding
No Kriteri Banding Kejang Demam Epilepsi Meningitis
Ensefalitis
1. Kejang Pencetusnya
demam
Tidak berkaitan
dengan demam
Salah satu gejalanya
demam
2. Kelainan Otak (-) (+) (+)
3. Kejang berulang (+) (+) (+)
4. Penurunan kesadaran (+) (-) (+)
2.9 Penatalaksanaan4,10
Dalam penanggulangan kejang demam ada 4 faktor yang perlu dikerjakan, yaitu :
1. Mengatasi kejang secepat mungkin
Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu datang, kejang sudah berhenti.
Apabila pasien dating dalam keadaan kejang, obat paling cepat untuk menghentikan kejang
adalah diazepam yang diberikan secara intravena dengan dosis 0,3-0,5 mm/kgBB perlahan-lahan
dengan kecepatan 1-2mg.menit atau dalam waktu 3-5 menit. Obat yang praktis dan dapat
diberikan oleh orang tua di rumah atau yang sering digunakan di rumah sakit adalah diazepam
rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kgBB atau diazepam rektal 5 mg untuk anak 23
dengan berat badan kurang dari 10 kg, dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10kg. atau
diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak di bawah usia 3 tahun atau 7,5 mg mg untuk anak
diatas usia 3 tahun.
Jika kejang masih berlanjut :
1. Pemberian diazepam 0,2 mg/kgBB per infus diulangi. Jika belum terpasang selang infus,
0,5 mg/kg per rektal
2. Pengawasan tanda-tanda depresi pernapasan
Jika kejang masih berlanjut :
1. Pemberian fenobarbital 20-30 mg/kgBB per infus dalam 30 menit
2. Pemberian fenitoin 10-20mg/kgBB per infus dalam 30 menit dengan kecepatan 1
mg/kgBB/menit atau kurang dari 50mg/menit.
Jika kejang masih berlanjut, diperlukan penanganan lebih lanjut di ruang perawatan
intensif dengan thiopentone dan alat bantu pernapasan. Bila kejang telah berhenti, pemberian
obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor
risikonya.
2. Pengobatan penunjang
Pengobatan penunjang dapat dilakukan dengan memonitor jalan nafas, pernafasan,
sirkulasi dan memberikan pengobatan yang sesuai. Sebaiknya semua pakaian ketat dibuka, posisi
kepala dimiringkan untuk mencegah aspirasi lambung. Penting sekali mengusahakan jalan nafas
yang bebas agar oksigenasi terjamin, kalau perlu dilakukan intubasi atau trakeostomi.
Pengisapan lender dilakukan secara teratur dan pengobatan ditambah dengan pemberian oksigen.
Cairan intavena sebaiknya diberikan dan dimonitor sekiranya terdapat kelainan metabolik atau
elektrolit. Fungsi vital seperti kesadaran, suhu, tekanan darah, pernafasan dan fungsi jantung
diawasi secara ketat.
24
Pada demam, pembuluh darah besar akan mengalami vasodilatasi, manakala pembuluh
darah perifer akan mengalami vasokontrisksi. Kompres es dan alkohol tidak lagi digunakan
karena pembuluh darah perifer bisa mengalami vasokontriksi yang berlebihan sehingga
menyebabkan proses penguapan panas dari tubuh pasien menjadi lebih terganggu. Kompres
hangat juga tidak digunakan karena walaupun bisa menyebabkan vasodilatasi pada pembuluh
darah perifer, tetapi sepanjang waktu anak dikompres, anak menjadi tidak selesa karena
dirasakan tubuh menjadi semakin panas, anak menjadi semakin rewel dan gelisah. Menurut
penelitian, apabila suhu penderita tinggi (hiperpireksi), diberikan kompres air biasa. Dengan ini,
proses penguapan bisa terjadi dan suhu tubuh akan menurun perlahan-lahan. Tidak ditemukan
bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi resiko terjadinya kejang demam, namun para
ahli di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis parasetamol yang
digunakan adalah 10 – 15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali sehari dan tidak lebih dari 5 kali. Dosis
ibuprofen 5 – 10 mg/kgBB/kali, 3 – 4 kali sehari.
3. Memberikan pengobatan rumat
Setelah kejang diatasi harus disusul dengan pengobatan rumat dengan cara mengirim
penderita ke rumah sakit untuk memperoleh perawatan lebih lanjut. Kejang demam kompleks
merupakan salah satu indikasi seorang pasien untuk dirawat di rumah sakit selain adanya
hiperpireksia, pasien < 6 bulan, kejang demam yang pertama kali, dan terdapat kelainan
neurologis. Pengobatan ini dibagi atas dua bagian, yaitu:
Profilaksis intermitten
Untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hari, penderita kejang demam
diberikan obat campuran anti konvulsan dan antipiretika yang harus diberikan kepada anak
selama episode demam. Antipiretik yang diberikan adalah paracetamol dengan dosis
10-15mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari atau ibuprofen dengan dosis 5-10mg/kg/kali, 3-4 kali
sehari. Antikonvulsan yang ampuh dan banyak dipergunakan untuk mencegah terulangnya
kejang demam ialah diazepam, baik diberikan secara rectal dengan dosis 5 mg pada anak dengan
berat di bawah 10kg dan 10 mg pada anak dengan berat di atas 10kg, maupun oral dengan dosis
0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat tubuh ≥ 38,50C. Profilaksis intermitten ini sebaiknya diberikan
25
sampai kemungkinan anak untuk menderita kejang demam sedehana sangat kecil yaitu sampai
sekitar umur 4 tahun. Fenobarbital, karbamazepin dan fenition pada saat demam tidak berguna
untuk mencegah kejang demam.
Profilaksis jangka panjang
Profilaksis jangka panjang gunanya untuk menjamin terdapatnya dosis teurapetik yang
stabil dan cukup di dalam darah penderita untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hari.
Pengobatan jangka panjang dapat dipertimbangan jika terjadi hal berikut:
1. Kejang demam ≥ 2 kali dalam 24 jam
2. Kejang demam terjadi pada umur < 12 bulan
3. Kejang demam ≥ 4 kali per tahun
Obat yang dipakai untuk profilaksis jangka panjang ialah:
1). Fenobarbital
Dosis 4-5 mg/kgBB/hari. Efek samping dari pemakaian fenobarbital jangka panjang ialah
perubahan sifat anak menjadi hiperaktif, perubahan siklus tidur dan kadang-kadang gangguan
kognitif atau fungsi luhur.
2). Sodium valproat / asam valproat
Dosisnya ialah 20-30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 1-2 tahun dan
dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan. Efek samping yang dapat terjadi adalah gejala
toksik berupa rasa mual, kerusakan hepar, pankreatitis.
3). Fenitoin
Diberikan pada anak yang sebelumnya sudah menunjukkan gangguan sifat berupa
hiperaktif sebagai pengganti fenobarbital. Hasilnya tidak atau kurang memuaskan. Pemberian
antikonvulsan pada profilaksis jangka panjang ini dilanjutkan sekurang-kurangnya 3 tahun
26
seperti mengobati epilepsi. Menghentikan pemberian antikonvulsi kelak harus perlahan-lahan
dengan jalan mengurangi dosis selama 3 atau 6 bulan.
4. Mencari dan mengobati penyebab
Penyebab dari kejang demam baik sederhana maupun kompleks biasanya infeksi traktus
respiratorius bagian atas dan otitis media akut. Pemberian antibiotik yang tepat dan kuat perlu
untuk mengobati infeksi tersebut. Secara akademis pada anak dengan kejang demam yang datang
untuk pertama kali sebaiknya dikerjakan pemeriksaan pungsi lumbal. Hal ini perlu untuk
menyingkirkan faktor infeksi di dalam otak misalnya meningitis. Apabila menghadapi penderita
dengan kejang lama, pemeriksaan yang intensif perlu dilakukan, yaitu pemeriksaan pungsi
lumbal, darah lengkap, misalnya gula darah, kalium, magnesium, kalsium, natrium, nitrogen, dan
faal hati.
2. 10 Prognosis6,11
1. Kematian. Dengan penanganan kejang yang cepat dan tepat, prognosa biasanya baik,
tidak sampai terjadi kematian. Dalam penelitian ditemukan angka kematian KDS 0,46 %
s/d 0,74 %.
2. Terulangnya Kejang. Kemungkinan terjadinya ulangan kejang kurang lebih 25 s/d 50 %
pada 6 bulan pertama dari serangan pertama.
3. Epilepsi. Angka kejadian Epilepsi ditemukan 2,9 % dari KDS dan 97 % dari kejang
demam kompleks. Resiko menjadi Epilepsi yang akan dihadapi oleh seorang anak
sesudah menderita KDS tergantung kepada faktor :
a. riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga
b. kelainan dalam perkembangan atau kelainan sebelum anak menderita KDS
c. kejang berlangsung lama atau kejang fokal.
Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor di atas, maka kemungkinan mengalami
serangan kejang tanpa demam adalah 13 %, dibanding bila hanya didapat satu atau tidak
sama sekali faktor di atas.
27
4. Hemiparesis. Biasanya terjadi pada penderita yang mengalami kejang lama (berlangsung
lebih dari setengah jam) baik kejang yang bersifat umum maupun kejang fokal. Kejang
fokal yang terjadi sesuai dengan kelumpuhannya. Mula-mula kelumpuhan bersifat flacid,
sesudah 2 minggu timbul keadaan spastisitas. Diperkirakan + 0,2 % KDS mengalami
hemiparese sesudah kejang lama.
5. Retardasi Mental. Ditemuan dari 431 penderita dengan KDS tidak mengalami kelainan
IQ, sedang kejang demam pada anak yang sebelumnya mengalami gangguan
perkembangan atau kelainan neurologik ditemukan IQ yang lebih rendah. Apabila kejang
demam diikuti dengan terulangnya kejang tanpa demam, kemungkinan menjadi retardasi
mental adalah 5x lebih besar.
28
DAFTAR PUSTAKA
1. Haslam Robert H. A. Sistem Saraf, dalam Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Vol. 3, Edisi 15.
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 2000; XXVII : 2059 – 2060
2. Hendarto S. K. Kejang Demam. Subbagian Saraf Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak,
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, RSCM, Jakarta. Cermin Dunia Kedokteran
No. 27. 1982 : 6 – 8.
3. Behrman dkk, (e.d Bahasa Indonesia), Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15, EGC, 2000. Hal
2059-2067.
4. Pusponegoro HD, Widodo DP, Sofyan I. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam.
Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta. 2006 : 1 – 14.
5. Price, Sylvia, Anderson. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. EGC,
Jakarta 2006.
6. Febrile Seizures: Causes, Symptoms, Diagnosis and Treatment. Diunduh pada tanggal 3
April 2013. Didapatkan dari: www.medicinenet.com/febrile_seizures/article.htm
7. Mary Rudolf, Malcolm Levene. Pediatric and Child Health. Edisi ke-2. Blackwell
pulblishing; 2006. Hal 72-90.
8. Rudolph AM. Febrile Seizures. Rudoplh Pediatrics. Edisi ke-20. Appleton dan Lange,
2002
9. Pudjaji AH, Hegar B, Handryastuti, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED. Pedoman
pelayanan medis. Ikatan Dokter Anak Indonesia; Jakarta. 2010. h. 150-2.
10. Ministry of health service. Guidelines and protocols febrile seizure. British columbia
medical association. 2010.
11. Febrile Seizures Fact Sheets: National Institutes of Neurology and Stroke Diunduh pada
tanggal 3 April 2013. Didapatkan dari:
www.ninds.nih.gov/disorders/febrile_seizures/detail_febrile_seizures.htm
29