case kejang demam bari
DESCRIPTION
caseTRANSCRIPT
Laporan Kasus
Kejang Demam Kompleks + Rhinofaringitis Akut
Disusun oleh:
Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Periode 22 Agustus 2015- 30 Oktober 2015
Dodi Maulana, S.Ked 04054821517092
Dimas Swarahanura, S.Ked 04054821517083
Zhazha Savira, S.Ked 04054821517077
Pembimbing: Dr. Hadi Asyik, SpA
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
RSUP Dr. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2015
BAB I
PENDAHULUAN
Temperatur inti tubuh secara normal dipertahankan dalam kisaran 1oC-
1,5oC dengan rentang suhu 37oC-38oC. Suhu tubuh normal secara umum
disebutkan 37oC (98,6oF, dengan rentang 97oF-99,6oF). Terdapat variasi diurnal
normal, dengan suhu maksimal pada akhir sore hari. Temperatur rektum yang
lebih tinggi dari 38oC (>104oF) dianggap sebagai kondisi tidak normal, terutama
bila disertai gejala klinis.1 Demam didefinisikan sebagai suhu tubuh ≥37,2oC/99oF
pada pagi hari atau ≥37,8oC/100.0oC pada petang hari yang merupakan respon
adaptif yang rumit dan terkoordinasi dan merupakan reaksi imunitas.2
Demam pada anak merupakan 15% dari kunjungan pasien di poliklinik
dan 10% kunjungan di unit gawat darurat. Sebagian anak berusia kurang dari 3
tahun. Demam pada anak umumnya disebabkan oleh virus yang dapat sembuh
sendiri, tetapi sebagian kecil dapat berupa infeksi bakteri serius seperti meningitis
bakterialis, bakteriemia, pneumonia bakterialis, infeksi saluran kemih, enteritis
bakterim infeksi tulang dan sendi.3
Peyakit dengan demam sangatlah umum terjadi pada anak-anak dengan
20-40% orang tua melaporkan kejadian tersebut setiap tahunnya. Demam
merupakan alasan tersering anak-anak dibawa ke dokter dan merupakan alasan
kedua terbanyak anak-anak dirawat di rumah sakit. Walaupun perawatan
kesehatan telah maju, infeksi masih merupakan penyebab kematian terbanyak
pada anak usia di bawah 5 tahun.4
Demam merupakan salah satu gejala yang penting dari sejumlah besar
jenis penyakit. Banyaknya jumlah penyakit yang dapat menyebabkan demam, dari
penyakit yang bersifat self limited hingga penyakit yang serius dan membutuhkan
penanganan yang cepat, tepat, atau penanganan yang rumit dan memakan waktu
serta biaya yang besar, menyebabkan demam menjadi salah satu keadaan yang
memiliki kepentingan klinis yang sangat penting. Tingkat keparahan demam yang
ditunjukkan oleh pasien juga tidak selalu mewakili keparahan penyakit.
2
Tatalaksana demam juga sangat bergantung terhadap penyebabnya. Oleh karena
itu, perlu dilakukan pembelajaran lebih lanjut mengenai demam.
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang disertai demam (suhu ≥
38°C) tanpa adanya infeksi sistem saraf pusat, yang terjadi pada bayi dan/atau
anak usia 6 bulan hingga 5 tahun. Kejang demam terjadi pada 2% - 5 % anak
(IDAI, 2012).
Kejang demam merupakan penyebab kejang paling umum pada anak dan
sering pula menimbulkan ketakutan dan kekhawatiran pada orangtua. Diagnosis
kejang demam pada umumnya dibuat berdasarkan temuan klinis dan deskripsi
orang tua. Meskipun sebagian besar kejang demam adalah ringan, sangat penting
agar anak segera dievaluasi untuk mengurangi kecemasan orangtua dan
mengidentifikasi penyebab demam.
3
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1. IDENTIFIKASI
Nama : An. ZF
Umur / Tanggal Lahir : 13 bulan/ 22 Agustus 2014
Jenis kelamin : Laki-laki
Berat Badan : 9,5 Kg
Tinggi Badan : 75 Cm
Agama : Islam
Alamat : 4 Ulu
Suku Bangsa : Sumatera Selatan
MRS : 28 September 2015
2.2. ANAMNESIS
(Alloanamnesis dengan orang tua penderita 1 Oktober 2015, Pukul 14.00
WIB)
Keluhan Utama : Kejang
Keluhan Tambahan : Demam
Riwayat Perjalanan Penyakit
Sejak ± 10 hari SMRS pasien mengeluh pilek (+) sekret warna putih.
Demam (-), Batuk (-), mual (-), muntah (-), nafsu makan baik, nyeri menelan
(-), keluar cairan dari telinga (-), BAB dan BAK biasa. Pasien tidak berobat
± 2 hari SMRS pasien mengeluh batuk (+) berdahak bewarna putih,
Demam (-), Sesak (-), Pilek (+) sekret warna putih, mual (-), muntah (-),
nafsu makan baik, nyeri menelan (+), keluar cairan dari telinga (-), BAB dan
BAK biasa. Pasien meminum obat batuk yang dibeli sendiri, keluhan sedikit
berkurang.
± 1 hari SMRS pasien mengeluh demam (+) tinggi, demam tidak
naik turun, batuk (+), pilek (+), mual (-), muntah (-), diare (-), BAB dan
BAK seperti biasa. Pasien tidak berobat.
4
± 3 jam SMRS pasien kejang. Kejang mula-mula timbul setengah
badan sebelah kanan lalu seluruh badan, umum tonik klonik, durasi kejang
15 menit, post iktal anak sadar. Pasien kemudian dibawa ke IGD RSUD Bari
di perjalanan pasien kejang lagi, umum tonik klonik durasi 15 menit. Kejang
di dahului demam tinggi (+).
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat kejang sebelumnya pada usia 10 bulan dengan durasi > 15
menit dan didahului demam. Pasien berobat ke dokter dan diberi
obat kejang.
Riwayat dirawat di NICU karena mengalami hipotermia.
Riwayat bepergian keluar kota disangkal
Riwayat Penyakit Dalam Keluarga
Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama dalam keluarga disangkal.
Pedigree
Keterangan:
Ayah sehat Ibu sehat
Anak sakit
Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
Masa kehamilan : 10 bulan
Partus : Sectio Caessaria
Ditolong oleh : Dokter
5
HPHT : Lupa
Berat badan lahir : 2800 gram
Panjang badan lahir : 49 cm
Keadaan saat lahir : Langsung menangis
Riwayat injeksi vit.K : tidak diketahui
Riwayat ibu demam : tidak ada
Riwayat KPD : tidak ada
Riwayat ketuban hijau, kental, bau : tidak ada
Riwayat Makan
ASI : 0 – 2 bulan
Susu Formula : 2 bulan – sekarang, frekuensi 8x/hari
Bubur Susu : 6 – sekarang, frekuensi 2-3x/hari
Bubur Saring : 6 - sekarang, frekuensi 2-3x /hari
Nasi Tim : 9 - sekarang, frekuensi 2-3x/hari
Nasi Biasa : belum
Daging : belum
Tempe : belum
Tahu : belum
Sayuran : 9 bulan - sekarang
Buah : 9 bulan - sekarang
Lain-lain : -
Kesan : tidak baik
Kualitas : kurang baik
Riwayat Imunisasi
IMUNISASI DASAR
Umur Umur Umur
BCG √
DPT 1 √ DPT 2 √ DPT 3 √
HEPATITIS
B 1
√ HEPATITIS
B 2
√ HEPATITIS
B 3
√
6
Hib 1 - Hib 2 - Hib 3 -
POLIO 1 √ POLIO 2 √ POLIO 3 √
CAMPAK -
Kesan : Imunisasi dasar tidak lengkap, parut imunisasi BCG tidak
terbentuk.
Riwayat Keluarga
Perkawinan : Pertama
Umur Pernikahan : 2 tahun
Pendidikan : Ibu tidak tamat SD dan Ayah tamat SD
Pekerjaan orang tua : Ibu sebagai IRT dan Ayah sebagai petani
Penyakit yang pernah diderita: disangkal
Riwayat Perkembangan
Mengangkat kepala : 4 bulan
Bulak-balik : 6 bulan
Tengkurap : 6 bulan
Merangkak : belum bisa
Duduk : belum bisa
Berdiri : belum bisa
Berjalan : belum bisa
Kesan : Perkembangan motorik kasar baik.
2.3. PEMERIKSAAN FISIK
PEMERIKSAAN FISIK UMUM (Tanggal Pemeriksaan: 1 Oktober 2015,
Pukul 14.30 WIB)
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : E4 M5 V6
BB : 9,5 Kg
PB : 75 cm
7
Lingkar kepala : 45 cm
Edema (-), sianosis (-), dispnue (-), anemia (-), ikterus (-), dismorfik (-)
Suhu : 37,9 OC
Respirasi : 35 x/menit dengan tipe pernapasan abdominothorakal
Tekanan Darah : -
Nadi : 128 x/ menit, Isi/kualitas : Cukup
Regularitas : Reguler
CRT : 2”
Status Gizi
BB/U : 0 – (-2) SD
TB/U : 0 – (-2) SD
BB/TB : 0 – 1 SD
Kesan : Gizi baik
Keadaan Spesifik
Kepala
Bentuk : Normosefali, simetris, UUB cekung (-)
Rambut : Hitam, lurus, tidak mudah dicabut.
Mata : Cekung (-), Pupil bulat isokor ø 3mm, reflek cahaya +
menurun /+ menurun, konjungtiva anemis (-), sklera
ikterik (-).
Hidung : sekret (+) kavum nasi dextra et sinistra , napas cuping
hidung (-), deformitas (-).
Telinga : Sekret (-), deformitas (-)
Mulut : Sianosis (-), pucat (-).
Tenggorokan : Faring hiperemis (+), Baslag(+)
Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-).
Thorak
Paru-paru
- Inspeksi : Statis dinamis simetris kanan = kiri, retraksi -/-
8
- Auskultasi : Vesikuler (+) normal, ronki (-), wheezing (-).
- Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Jantung
- Inspeksi: Iktus kordis tidak terlihat
- Auskultasi : HR: 128 x/menit, irama reguler, BJ I-II normal, murmur
(-), gallop (-)
- Palpasi : Thrill tidak teraba, iktus kordis tidak teraba
- Perkusi : Redup, batas jantung dalam batas normal
Abdomen
- Inspeksi : Cekung
- Auskultasi : Bising usus (+) normal, 4 x/menit
- Palpasi : Lemas, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)
- Perkusi : Timpani, shifting dullness (-)
Lipat paha : Pembesaran KGB (-), eritema perianal (-), prolaps ani (-)
Ekstremitas : Akral dingin (-), sianosis (-), edema (-), sikap deserebrasi
Genitalia : Normal.
Pemeriksaan Neurologis
Fungsi motorik
Lengan Tungkai
Kanan Kiri Kanan Kiri
Fungsi motorik
Gerakan Luas Luas Luas Luas
Kekuatan 5 5 5 5
Tonus Eutoni Eutoni Eutoni Eutoni
Klonus - - - -
Reflex fisiologis Normal Normal Normal Normal
Reflex patologis - - - -
Gejala rangsang meningeal Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Fungsi sensorik Baik Baik Baik Baik
Nervi craniales Baik Baik Baik Baik
9
Reflex primitif Baik Baik Baik Baik
2.4. PEMERIKSAAN PENUNJANGHasil Pemeriksaan Laboratorium Tanggal 28 September 2015
Jenis Pemeriksaan Hasil
HEMATOLOGIHemoglobinLeukositHematokritTrombositHITUNG JENIS LEUKOSITBasofilEosinofilNetrofilLimfositMonositRetikulosit
12,8 g/dL7.600/mm3
36 %158.000/uL
0%1%2%54%35%8%
2.5. DAFTAR MASALAH
Kejang
Demam
Rhinofaringitis
2.6. DIAGNOSIS BANDING
Kejang demam kompleks + Rhinofaringitis akut
Meningitis + Rhinofaringitis akut
2.7. DIAGNOSIS KERJA
Kejang demam kompleks + Rhinofaringitis akut
2.8. PENATALAKSANAAN
10
a. Pemeriksaan Anjuran
• Laboratorium: Pemeriksaan Hematologi (Hb, RBC, WBC, Hitung
Jenis, Trombosit), Metabolisme Karbohidrat (Gula darah sewaktu),
Elekrolit (Kalsium, Natrium, Kalium, Chlorida).
• Swab tenggorokan (Kultur)
• Lumbal pungsi (Laboratorium LCS)
b. Terapi ( Suportif –Simptomatis-Kausatif)
Non Farmakologis
- Menginformasikan penyakit yang diderita oleh pasien
- Menginformasikan tatalaksana dan pemeriksaan penunjang
yang dibutuhkan untuk menentukan diagnosis
- Menginformasikan tatalaksana dan prognosis penyakit
Farmakologis
Kausal
Ampicilin 3 x 300mg selama 7-10 hari
Gentamicin 2 x 5 ½ strip selama 7-10 hari
Oral diazepam 3 x 3 mg
Suportif
• IVFD D5 ½ NS gtt 10x/menit
Simptomatis
• Paracetamol syrup 4 x 1 cth
c. Diet
Kebutuhan kalori 950 kkal: ASI, susu formula dan bubur
d. Monitoring
- Tanda vital (Kesadaran, TD, N, RR, T, SpO2)
11
e. Edukasi
Meyakinkan kepada keluarga bahwa kejang umumnya mempunyai
prognosis yang baik.
Memberitahu keluarga cara penanganan kejang.
Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang.
Menjelaskan kepada keluarga mengenai rencana pemberian obat
rumatan kejang dan mengajak keluarga untuk bekerja sama dalam
pengobatan rumatan tersebut.
2.9 Prognosis
- Quo ad vitam : dubia ad bonam
- Quo ad functionam : dubia ad bonam
- Quo ad sanationam : dubia ad bonam
2.10. Follow Up
Tanggal Keterangan
2 Oktober
2015
Pkl 08.30
Hari
perawatan ke-
5
S : Demam (-)
O :
Status GeneralisKU: sakit sedang
Sens : E4M6V5
TD : mmHg
N :133 x/m
RR : 34x/m
T : 36.8o C
Status Klinis
Kepala : NCH (-), Pupil bulat isokor ø 3mm, reflek cahaya
+/+, konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)
Thorax : statis dinamis simetris kanan = kiri, retraksi (-).
Cor : BJ I dan II normal, murmur (-), gallop (-).
12
Paru : vesikuler (+) N, rhonki (-), wheezing (-).
Abdomen : datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba, BU
(+) Normal.
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2”, edema (-)
A :
Kejang demam kompleks + Rhinofaringitis akut
P :
- Ampicilin 3 x 300mg selama 7-10 hari
- Gentamicin 2 x 5 ½ strip selama 7-10 hari
- Oral diazepam 3 x 3 mg
- IVFD D5 ½ NS gtt 10x/menit
- Paracetamol syrup 4 x 1 cth
3 Oktober
2015
Pkl 08.30
Hari
perawatan ke-
6
S : Demam (-)
O :
Status GeneralisKU: sakit sedang
Sens : E4M6V5
TD : mmHg
N :128 x/m
RR : 29x/m
T : 36.5o C
Status Klinis
Kepala : NCH (-), Pupil bulat isokor ø 3mm, reflek cahaya
+/+, konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)
Thorax : statis dinamis simetris kanan = kiri, retraksi (-).
Cor : BJ I dan II normal, murmur (-), gallop (-).
Paru : vesikuler (+) N, rhonki (-), wheezing (-).
Abdomen : datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba, BU
(+) Normal.
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2”, edema (-)
13
A :
Kejang demam kompleks + Rhinofaringitis akut
P :
- Ampicilin 3 x 300mg selama 7-10 hari
- Gentamicin 2 x 5 ½ strip selama 7-10 hari
- Oral diazepam 3 x 3 mg
- IVFD D5 ½ NS gtt 10x/menit
- Paracetamol syrup 4 x 1 cth
4 Oktober
2015
Pkl 08.30
Hari
perawatan ke-
7
S : Demam (-)
O :
Status GeneralisKU: sakit sedang
Sens : E4M6V5
TD : mmHg
N :136 x/m
RR : 32x/m
T : 36.4o C
Status Klinis
Kepala : NCH (-), Pupil bulat isokor ø 3mm, reflek cahaya
+/+, konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)
Thorax : statis dinamis simetris kanan = kiri, retraksi (-).
Cor : BJ I dan II normal, murmur (-), gallop (-).
Paru : vesikuler (+) N, rhonki (-), wheezing (-).
Abdomen : datar, lemas, hepar dan lien tidak teraba, BU
(+) Normal.
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2”, edema (-)
A :
Kejang demam kompleks + Rhinofaringitis akut
14
P :
- Ampicilin 3 x 300mg selama 7-10 hari
- Gentamicin 2 x 5 ½ strip selama 7-10 hari
- Oral diazepam 3 x 3 mg
- IVFD D5 ½ NS gtt 10x/menit
- Paracetamol syrup 4 x 1 cth
15
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Demam
Definisi
Demam adalah peninggian suhu tubuh dari variasi suhu normal sehari-hari yang
berhubungan dengan peningkatan titik patokan suhu di hipotalamus (Dinarello &
Gelfand, 2005). Suhu tubuh normal berkisar antara 36,5-37,2°C. Derajat suhu
yang dapat dikatakan demam adalah rectal temperature ≥38,0°C atau oral
temperature ≥37,5°C atau axillary temperature ≥37,2°C.6
Epidemiologi
Istilah lain yang berhubungan dengan demam adalah hiperpireksia. Hiperpireksia
adalah suatu keadaan demam dengan suhu >41,5°C yang dapat terjadi pada pasien
dengan infeksi yang parah tetapi paling sering terjadi pada pasien dengan
perdarahan sistem saraf pusat.6
Etiologi
Demam dapat disebabkan oleh faktor infeksi ataupun faktor non infeksi. Demam
akibat infeksi bisa disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, jamur, ataupun parasit.
Infeksi bakteri yang pada umumnya menimbulkan demam pada anak-anak antara
lain pneumonia, bronkitis, osteomyelitis, appendisitis, tuberculosis, bakteremia,
sepsis, bakterial gastroenteritis, meningitis, ensefalitis, selulitis, otitis media,
infeksi saluran kemih, dan lain-lain. Infeksi virus yang pada umumnya
menimbulkan demam antara lain viral pneumonia, influenza, demam berdarah
dengue, demam chikungunya, dan virus-virus umum seperti H1N1. Infeksi jamur
yang pada umumnya menimbulkan demam antara lain coccidioides imitis,
criptococcosis, dan lain-lain. Infeksi parasit yang pada umumnya menimbulkan
demam antara lain malaria, toksoplasmosis, dan helmintiasis. Demam akibat
faktor non infeksi dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain faktor
lingkungan (suhu lingkungan yang eksternal yang terlalu tinggi, keadaan tumbuh
gigi, dll), penyakit autoimun (arthritis, systemic lupus erythematosus, vaskulitis,
16
dll), keganasan (Penyakit Hodgkin, Limfoma nonhodgkin, leukemia, dll), dan
pemakaian obat-obatan (antibiotik, difenilhidantoin, dan antihistamin). Selain itu
anak-anak juga dapat mengalami demam sebagai akibat efek samping dari
pemberian imunisasi selama ±1-10 hari. Hal lain yang juga berperan sebagai
faktor non infeksi penyebab demam adalah gangguan sistem saraf pusat seperti
perdarahan otak, status epileptikus, koma, cedera hipotalamus, atau gangguan
lainnya.6
Risiko antara anak dengan terjadinya demam akut terhadap suatu penyakit serius
bervariasi tergantung usia anak. Pada umur tiga bulan pertama, bayi memiliki
risiko yang lebih tinggi untuk terkena infeksi bakteri yang serius dibandingkan
dengan bayi dengan usia lebih tua. Demam yang terjadi pada anak pada umumnya
adalah demam yang disebabkan oleh infeksi virus. Akan tetapi infeksi bakteri
yang serius dapat juga terjadi pada anak dan menimbulkan gejala demam seperti
bakteremia, infeksi saluran kemih, pneumonia, meningitis, dan osteomyelitis.
Pada anak dengan usia di diantara dua bulan sampai dengan tiga tahun, terdapat
peningkatan risiko terkena penyakit serius akibat kurangnya IgG yang merupakan
bahan bagi tubuh untuk membentuk sistem komplemen yang berfungsi mengatasi
infeksi. Pada anak dibawah usia tiga tahun pada umumnya terkena infeksi virus
yang berakhir sendiri tetapi bisa juga terjadi bakteremia yang tersembunyi
(bakteremia tanpa tanda fokus). Demam yang terjadi pada anak dibawah tiga
tahun pada umumnya merupakan demam yang disebabkan oleh infeksi seperti
influenza, otitis media, pneumonia, dan infeksi saluran kemih. Bakteremia yang
tersembunyi biasanya bersifat sementara dan dapat sembuh sendiri akan tetapi
juga dapat menjadi pneumonia, meningitis, arthritis, dan pericarditis.6
Patofisiologi
Demam terjadi karena adanya suatu zat yang dikenal dengan nama pirogen.
Pirogen adalah zat yang dapat menyebabkan demam. Pirogen terbagi dua yaitu
pirogen eksogen adalah pirogen yang berasal dari luar tubuh pasien. Contoh dari
pirogen eksogen adalah produk mikroorganisme seperti toksin atau
mikroorganisme seutuhnya. Salah satu pirogen eksogen klasik adalah endotoksin
lipopolisakarida yang dihasilkan oleh bakteri gram negatif. Jenis lain dari pirogen
17
adalah pirogen endogen yang merupakan pirogen yang berasal dari dalam tubuh
pasien. Contoh dari pirogen endogen antara lain IL-1, IL-6, TNF-α, dan IFN.
Sumber dari pirogen endogen ini pada umumnya adalah monosit, neutrofil, dan
limfosit walaupun sel lain juga dapat mengeluarkan pirogen endogen jika
terstimulasi.6
Proses terjadinya demam dimulai dari stimulasi sel-sel darah putih (monosit,
limfosit, dan neutrofil) oleh pirogen eksogen baik berupa toksin, mediator
inflamasi, atau reaksi imun. Sel-sel darah putih tersebut akan mengeluarkan zat
kimia yang dikenal dengan pirogen endogen (IL-1, IL-6, TNF-α, dan IFN).
Pirogen eksogen dan pirogen endogen akan merangsang endotelium hipotalamus
untuk membentuk prostaglandin. Prostaglandin yang terbentuk kemudian akan
meningkatkan patokan termostat di pusat termoregulasi hipotalamus. Hipotalamus
akan menganggap suhu sekarang lebih rendah dari suhu patokan yang baru
sehingga ini memicu mekanisme-mekanisme untuk meningkatkan panas antara
lain menggigil, vasokonstriksi kulit dan mekanisme volunter seperti memakai
selimut. Sehingga akan terjadi peningkatan produksi panas dan penurunan
pengurangan panas yang pada akhirnya akan menyebabkan suhu tubuh naik ke
patokan yang baru tersebut. Demam memiliki tiga fase yaitu: fase kedinginan,
fase demam, dan fase kemerahan. Fase pertama yaitu fase kedinginan merupakan
fase peningkatan suhu tubuh yang ditandai dengan vasokonstriksi pembuluh darah
dan peningkatan aktivitas otot yang berusaha untuk memproduksi panas sehingga
tubuh akan merasa kedinginan dan menggigil. Fase kedua yaitu fase demam
merupakan fase keseimbangan antara produksi panas dan kehilangan panas di titik
patokan suhu yang sudah meningkat. Fase ketiga yaitu fase kemerahan merupakan
fase penurunan suhu yang ditandai dengan vasodilatasi pembuluh darah dan
berkeringat yang berusaha untuk menghilangkan panas sehingga tubuh akan
berwarna kemerahan.6
Adapun tipe-tipe demam yang sering dijumpai antara lain6:
Demam septik: Pada demam ini, suhu badan berangsur naik ke tingkat
yang tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat di atas
normal pada pagi hari.
18
Demam hektik: Pada demam ini, suhu badan berangsur naik ke tingkat
yang tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat yang
normal pada pagi hari.6
Demam remiten: Pada demam ini, suhu badan dapat turun setiap hari tetapi
tidak pernah mencapai suhu normal.6
Demam intermiten: Pada demam ini, suhu badan turun ke tingkat yang
normal selama beberapa jam dalam satu hari. 6
Demam Kontinyu: Pada demam ini, terdapat variasi suhu sepanjang hari
yang tidak berbeda lebih dari satu derajat. 6
Demam Siklik: Pada demam ini, kenaikan suhu badan selama beberapa
hari yang diikuti oleh periode bebas demam untuk beberapa hari yang
kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula. 6
Demam merupakan mekanisme pertahanan diri atau reaksi fisiologis terhadap
perubahan titik patokan di hipotalamus. Penatalaksanaan demam bertujuan untuk
merendahkan suhu tubuh yang terlalu tinggi bukan untuk menghilangkan demam.
Penatalaksanaan demam dapat dibagi menjadi dua garis besar yaitu
nonfarmakologi dan farmakologi. Akan tetapi, diperlukan penanganan demam
secara langsung oleh dokter apabila penderita dengan umur >38°C, penderita
dengan umur 3-12 bulan dengan suhu >39°C, penderita dengan suhu >40,5°C, dan
demam dengan suhu yang tidak turun dalam 48-72 jam6.
Adapun yang termasuk dalam terapi non-farmakologi dari penatalaksanaan
demam6:
1. Pemberian cairan dalam jumlah banyak untuk mencegah dehidrasi dan
beristirahat yang cukup.
2. Tidak memberikan penderita pakaian panas yang berlebihan pada saat
menggigil. Kita lepaskan pakaian dan selimut yang terlalu berlebihan. Memakai
satu lapis pakaian dan satu lapis selimut sudah dapat memberikan rasa nyaman
kepada penderita.
3. Memberikan kompres hangat pada penderita. Pemberian kompres hangat efektif
terutama setelah pemberian obat. Jangan berikan kompres dingin karena akan
menyebabkan keadaan menggigil dan meningkatkan kembali suhu inti.
19
Obat-obatan yang dipakai dalam mengatasi demam (antipiretik) adalah
parasetamol (asetaminofen) dan ibuprofen. Parasetamol cepat bereaksi dalam
menurunkan panas sedangkan ibuprofen memiliki efek kerja yang lama (Graneto,
2010). Pada anak-anak, dianjurkan untuk pemberian parasetamol sebagai
antipiretik. Penggunaan OAINS tidak dianjurkan dikarenakan oleh fungsi
antikoagulan dan resiko sindrom Reye pada anak-anak. Selain pemberian
antipiretik juga perlu diperhatikan mengenai pemberian obat untuk mengatasi
penyebab terjadinya demam. Antibiotik dapat diberikan untuk mengatasi infeksi
bakteri. Pemberian antibiotik hendaknya sesuai dengan tes sensitivitas kultur
bakteri apabila memungkinkan.6
3.2. Kejang Demam
Definisi
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang disertai demam (suhu ≥ 38°C) tanpa
adanya infeksi sistem saraf pusat, yang terjadi pada bayi dan/atau anak usia 6
bulan hingga 5 tahun. Kejang demam terjadi pada 2% - 5 % anak. Pada tahun
1976, Nelson dan Ellenberg membagi kejang demam menjadi kejang demam
sederhana dan kejang demam kompleks.
Kejang demam sederhana adalah kejang demam yang berlangsung
kurang dari 15 menit, tidak ada ulangan dalam waktu 24 jam, terjadi
selama episode demam yang tidak disebabkan oleh infeksi akut sistem
saraf, pada anak usia 6 bulan hingga 5 tahun, dan tidak disertai defisit
neurologi (tidak ada kerusakan otak pre-, peri-, dan postnatal,
perkembangan psikomotor normal, dan tidak ada riwayat kejang afebrile
sebelumnya).
Kejang demam kompleks adalah kejang demam dengan durasi ≥ 15
menit, kejang fokal atau kejang parsial satu sisi, atau kejang umum dengan
frekuensi lebih dari 1 kali dalam waktu 24 jam, dan/atau berhubungan
dengan abnormalitas neurologik postictal, terutama postictal palsy (Todd’s
palsy).
Patofisiologi
20
Kejang demam merupakan kejadian yang berhubungan dengan usia (age-
spesific). Demam sendiri merupakan salah satu respon alamiah tubuh terhadap
danya infeksi dan inflamasi, namun bagaimana demam dapat menyebabkan
kejang hingga sekarang masih belum dapat dimengerti dengan jelas.
Penelitian belakangan ini memperkirakan adanya keterlibatan sitokin
proinflamasi, faktor age-spesifik, dan etiologi yang mendasari terjadinya demam,
dengan terjadinya kejang selama periode demam. Sitokin proinflamasi dilepaskan
sebagai respon terhadap kerusakan selular dan infeksi. Sitokin tersebut antara lain
interleukin-1β (IL-1β). Interleukin-1β berperan sebagai pirogen yang
menyebabkan timbulnya demam, dan diperkirakan sitokin ini juga memiliki peran
dalam kejadian kejang pada periode demam. Sitokin proinflamasi juga diketahui
dapat mempengaruhi eksitasi neuron, sehingga berpengaruh terhadap transmisi
sinaptic pada kelainan kejang.
Pada manusia, ditemukan adanya peningkatan produksi sitokin IL-1β pada
cairan serebrospinal pasien anak dengan kejang demam dan pada pasien rawat
inap temporal lobe epilepsy with hippocampal sclerosis. Selain itu, IL-1β adalah
N-methyl-D-aspartate (NMDA) receptor agonist, sehingga bersifat prokonvulsan.
Data tersebut mendukung adanya hubungan IL-1β pada mekanisme terjadinya
kejang demam.
Adanya peningkatan temperatur akan mempengaruhi berbagai proses
seluler, termasuk eksitasi neuronal, dan perubahan fungsi berbagai channel ion
neuronal. Adanya peningkatan suhu pada otak akan mempengaruhi rate,
magnitude, dan pattern neuronal firing, sehingga akan menyebabkan kejang.
Percobaan pada hewan menunjukkan bahwa kejang yang terjadi lebih dari 19
menit akan menyebabkan perubahan pada h-channel (saluran-h). h-channel adalah
channel pacemaker atau hyperpolarization-activated cation channel, yang dapat
bersifat eksitasi maupun inhibisi. Perubahan pada h-channel akan meningkatkan
kerentanan terhadap kejang, aktivitas channel ini akan menyebabkan
hyperpolarization-activated conductance pada CA1 sel piramidal, yang merupakan
faktor kunci terjadinya hipereksitasi hipokampus.
Diagnosis Banding
21
Kejang dengan demam yang disebabkan proses intrakranial seperti
meningitis, meningoensefalitis, dan ensefalitis.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium: Pemeriksaan lab tidak dikerjakan secara rutin
pada kejang demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi
penyebab demam, atau keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai
demam. Pemeriksaan lab yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit
dan gula darah.
Pungsi lumbal: Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk
menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Pada bayi kecil,
seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis
karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu, pungsi lumbal dianjurkan
pada:
Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan
Bayi antara 12 – 18 bulan
Bayi > 18 bulan tidak rutin
Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi
lumbal.
Elektroensefalografi (EEG): Pemeriksaan EEG tidak dapat memprediksi
berulangnya kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada
pasien kejang demam. Oleh karenanya tidka direkomendasikan. Pemeriksaan EEG
masih dapat dilakukan pada kejang demam yang tidak khas, misalnya, kejang
demam kompleks oada anak usia lebih dari 6 tahun, atau kejang demam fokal.
Pencitraan: Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti CT scan atau MRI
jarang sekali dikerjakan, tidak rutin, dan hanya atas indikasi seperti:
Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)
Paresis nervus VI
Papiledema
Terapi
22
Tujuan pengobatan kejang demam pada anak adalah untuk,
• Mencegah kejang demam berulang
• Mencegah status epilepsi
• Mencegah epilepsi dan / atau mental retardasi
• Normalisasi kehidupan anak dan keluarga.
Pengobatan Saat Kejang
Anak yang sedang mengalami kejang, prioritas utama adalah menjaga agar
jalan nafas tetap terbuka. Pakaian dilonggarkan, posisi anak dimiringkan untuk
mencegah aspirasi. Sebagian besar kasus kejang berhenti sendiri, tetapi dapat juga
berlangsung terus atau berulang. Pengisapan lendir dan pemberian oksigen harus
dilakukan teratur, kalau perlu dilakukan intubasi. Keadaan dan kebutuhan cairan,
kalori dan elektrolit harus diperhatikan. Suhu tubuh dapat diturunkan dengan
kompres air hangat (diseka) dan pemberian antipiretik (asetaminofen oral 10
mg/kg BB, 4 kali sehari atau ibuprofen oral 20 mg/kg BB, 4 kali sehari).
Saat ini diazepam merupakan obat pilihan utama untuk kejang demam fase
akut, karena diazepam mempunyai masa kerja yang singkat. Diazepam dapat
diberikan secara intravena atau rektal. Dosis diazepam pada anak adalah 0,3
mg/kg BB, diberikan secara intravena pada kejang demam fase akut, tetapi
pemberian tersebut sering gagal pada anak yang lebih kecil. Jika jalur intravena
belum terpasang, diazepam dapat diberikan per rektal dengan dosis 5 mg bila
berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg pada berat badan lebih dari 10 kg.
Pemberian diazepam secara rektal aman dan efektif serta dapat pula diberikan
oleh orang tua di rumah.
Mencari dan Mengobati Penyebab
Kejang dengan suhu badan yang tinggi dapat terjadi karena faktor lain,
seperti proses intrakranial (meningitis atau ensefalitis) dan proses ekstrakranial
(infeksi saluran napas, saluran cerna, saluran kemih, dll). Oleh sebab itu
pemeriksaan cairan serebrospinal diindikasikan pada anak pasien kejang demam
berusia kurang dari 2 tahun, karena gejala rangsang selaput otak lebih sulit
ditemukan pada kelompok umur tersebut. Pemeriksaan laboratorium lain
23
dilakukan atas indikasi untuk mencari penyebab, seperti pemeriksaan darah rutin,
kadar gula darah dan elektrolit.
Pengobatan Profilaksis Terhadap Kejang Demam Berulang
Pencegahan kejang demam berulang perlu dilakukan, karena bila
berlangsung terus dapat menyebabkan kerusakan otak yang menetap.
Terdapat 2 pengobatan profilaksis, yaitu,
• Profilaksis intermiten pada waktu demam
• Profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan tiap hari
(pengobatan rumatan).
Profilaksis Intermittent pada Waktu Demam
Pengobatan profilaksis intermittent dengan antikonvulsan segera diberikan
pada waktu pasien demam (suhu rektal > 38°C). Pilihan obat harus dapat cepat
masuk dan bekerja ke otak. Antipiretik saja dan fenobarbital tidak mencegah
timbulnya kejang berulang. Rosman dkk meneliti bahwa diazepam oral efektif
untuk mencegah kejang demam berulang dan bila diberikan intermitten hasilnya
lebih baik karena penyerapannya lebih cepat. Diazepam diberikan melalui oral
atau rektal. Dosis per rektal tiap 8 jam adalah 5 mg untuk pasien dengan BB < 10
kg dan 10 mg untuk pasien dengan BB > 10 kg. Dosis oral diberikan 0,5 mg/kgBB
perhari dibagi dalam 3 dosis, diberikan bila pasien menunjukkan suhu 38,5°C atau
lebih.
Profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan tiap hari (Pengobatan Rumatan)
Indikasi pengobatan rumatan pada saat ini adalah:
Terdapat riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung.
Kejang demam lebih lama dari 15 menit.
Kejang fokal
Anak mengalami kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah
kejang.
Pengobatan rumatan dapat juga dipertimbangkan bila:
Kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan, atau
24
Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam.
Antikonvulsan profilaksis terus menerus diberikan selama 1 tahun setelah
kejang terakhir, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1 – 2 bulan.
Pemberian profilaksis terus menerus hanya berguna untuk mencegah berulangnya
kejang demam berat, tetapi tidak dapat mencegah timbulnya epilepsi di kemudian
hari.
Obat rumatan yang dapat menurunkan risiko berulangnya kejang demam
hanya fenobarbital atau asam valproat. Dosis asam valproat adalah 10-40
mg/kgBB/hari dibagi 2-3 dosis sedangkan dosis fenobarbital 3-5 mg/kgBB/hari
dibagi 2 dosis. Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menyebabkan gangguan
perilaku dan kesulitan belajar. Sedangkan pemakaian asam valproat pada usia
kurang dari 2 tahun adapat menyebabkan gangguan fungsi hati. Bila memberikan
asam valproat, periksa SGOT dan SGPT setelah 2 minggu, satu bulan, kemudian
tiap 3 bulan.
Prognosis
Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis
Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah
dilaporkan. Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada
pasien yang sebelumnya normal. Penelitian lain secara restrospektif melaporkan
kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus dan kelainan ini biasanya terjadi
pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang baik umum atau fokal.
Kemungkinan mengalami kematian
Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan
Kemungkinan berulangnya kejang demam
Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko
berulangnya kejang demam adalah:
1. Riwayat kejang, demam dan keluarga
2. Usia kurang dari 12 bulan
3. Temperatur yang rendah saat kejang
25
4. Cepatnya kejang setelah demam
Bila seluruh faktor di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam
tersebut adalah 80%, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut kemungkinan
berulangnya kejang demam hanya 10-15%. Kemungkinan berulangnya kejang
demam paling besar pada tahun pertama.
26
BAB IV
ANALISA KASUS
Seorang anak laki-laki dibawa ke rumah sakit karena mengalami
kejang. Kejang dapat disertai demam atau dapat pula terjadi tanpa demam.
Pada kasus ini pasien datang dengan kejang yang disertai demam. Kejang
disertai demam dapat terjadi karena proses infeksi intrakranial atau
ekstrakranial. Pasien dicurigai mengalami kejang demam, yaitu suatu
bangkitan yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal > 38 ⁰C) yang
disebabkan suatu proses ekstrakranial. Hal ini didukung dari usia pasien
yang masih 13 bulan, karena kejang demam sering dialami anak 6 bulan
hingga 6 tahun.
Pada kejang demam, dari pemeriksaan fisik akan didapati suhu > 38
⁰C (saat kejang suhu tubuh pasien mencapai 39 ⁰C), fokus infeksi (+)
ekstrakranial (rhinofaringitis), dan tidak ada defisit neurologis. Pada
anamnesis didapatkan keluhan berupa batuk pilek dan dari pemeriksaan fisik
ditemukan adanya sekret (+) kavum nasi dextra et sinistra dan dinding faring
hiperemis, sehingga fokus infeksi yang diduga terdapat pada pasien adalah
rhinofaringitis akut.
Pada kasus kejang demam, tetap harus dipikirkan diagnosis banding
yang disebabkan oleh proses intrakranial seperti meningitis,
meningoensefalitis, atau ensefalitis. Dari anamnesis tidak ditemukan adanya
penurunan kesadaran, yang biasanya kita jumpai pada pasien dengan infeksi
intrakranial. Untuk menyingkirkan diagnosis banding perlu dilakukan
pemeriksaan penunjang, yaitu lumbal pungsi. Pemeriksaan LCS pasien
meningtis cairannya akan tampak keruh, reaksi none dan pandy (+) satu atau
lebih, kadar glukosa yang turun kurang dari 40 mg/dl, kadar protein yang
meningkat lebih dari 100 hingga 500 mg/dl. Jika terdapat kecurigaan infeksi
intrakranial selanjutnya dapat dilakukan kultur LCS.
Dasar diagnosis kejang demam pada kasus ini adalah bangkitan
kejang yang didahului dengan demam (> 38 ⁰C) yang bukan disebabkan
proses intrakranial. Fokal infeksi yang dicurigai pada pasien ini adalah
27
infeksi saluran napas atas, karena pasien mengalami batuk pilek, dan dari
pemeriksaan fisik ditemukan adanya sekret pada kavum nasi dan faring
hiperemis.
Terapi yang saat ini diberikan pada pasien adalah terapi suportif
yaitu cairan intravena D5 ½ NS 10 tetes/menit, terapi intermiten jika anak
demam berupa diazepam oral 3 mg x 3 perhari dan paracetamol syr 4 x 1 cth
perhari. Selain itu perlu dilakukan pengobatan kausatif terhadap fokal
infeksi, yang pada kasus ini dicurigai yaitu rhinofaringitis akut, berupa
pemberian antibiotik Ampicilin 3 x 300 perhari dan Gentamicin 2 x 5 ½ strip
selama 7 – 10 hari.
28
Kuesioner Praskrining untuk Bayi 12 Bulan
1. Jika anda bersembunyi di belakang sesuatu/di pojok, kemudian muncui dan menghilang secara berulang-ulang di hadapan anak, apakah ia mencari anda atau mengharapkan anda muncul kembali? YA
2. Letakkan pensil di telapak tangan bayi. Coba ambil pensil tersebut dengan perlahan-lahan. Sulitkah anda mendapatkan pensil itu kembali? YA
3. Apakah anak dapat berdiri selama 30 detik atau lebih dengan berpegangan pada kursi/meja? TIDAK
4. Apakah anak dapat mengatakan 2 suku kata yang sama, misalnya: “ma-ma”, “da-da” atau “pa-pa”. Jawab YA bila ia mengeluarkan salah—satu suara tadi. YA
5. Apakah anak dapat mengangkat badannya ke posisi berdiri tanpa bantuan anda? TIDAK
6. Apakah anak dapat membedakan anda dengan orang yang belum ia kenal? la akan menunjukkan sikap malu-malu atau ragu-ragu pada saat permulaan bertemu dengan orang yang belum dikenalnya. YA
7. Apakah anak dapat mengambil Benda kecil seperti kacang atau kismis, dengan meremas di antara ibu jari dan jarinya seperti pada gambar? YA
8. Apakah anak dapat duduk sendiri tanpa bantuan? TIDAK9. Sebut 2-3 kata yang dapat ditiru oleh anak (tidak perlu kata-kata yang
lengkap). Apakah ia mencoba meniru menyebutkan kata-kata tadi ? YA10. Tanpa bantuan, apakah anak dapat mempertemukan dua kubus kecil yang
ia pegang? Kerincingan bertangkai dan tutup panel tidak ikut dinilai. YA
29