case mata al
TRANSCRIPT
STATUS PASIEN
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. C
Usia : 62 tahun
Jenis Kelamin : Wanita
Pekerjaan : Pedagang di kantin
Agama : Kristen Protestan
Alamat : Petamburan, Tanah Abang Jakpus
Status :Menikah
ANAMNESIS
Autoanamnesis dan alloanamnesis dilakukan pada tanggal 14 Maret 2012 pukul 07.30
Keluhan Utama: Merasa keluar nanah mata sebelah kiri sejak 3 hari SMRS.
Keluhan Tambahan: mata merah, mata dan kepala sebelah kiri terasa nyeri berdenyut.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSAL dr. Mintoharjo dengan keluhan keluar nanah dari mata
kirinya sejak 3 hari yang lalu. Satu bulan yang lalu pasien merasa dari mata kirinya keluar
cairan putih sedikit keruh, pasien juga mengeluhkan mata kirinya sakit berdenyut, rasa sakit
tersebut juga dirasakan seperti menjalar ke kepala bagian kiri menurut keluarga pasien pada
saat keluar cairan putih keruh tersebut mata pasien juga tampak merah.
1
Untuk mengatasi keluhannya ini pasien hanya mengusap matanya dengan kain atau
tissue, sedangkan untuk meringankan rasa sakit dimatanya pasien meminum obat warung.
Sakit yang dirasakan pasien semakin bertambah dari hari ke hari, sehingga meskipun
meminum obat anti nyeri keluhannya hanya berkurang sedikit. Malam sebelum
mengeluarkan nanah pesien mengaku tidur dengan mata kirinya tertekan kepalan tangannya,
pagi harinya mata pasien sulit dibuka karena lengket akibat nanah yang keluar.
Pasien belum pernah pergi berobat ke dokter mata. Pasien menyangkal adanya
riwayat trauma pada matanya seperti terpukul, terbentur, adanya benda asing yang masuk,
maupun terkena cairan kimia, panas berlebih. Pasien juga mengeluhkan mata kanannya
menjadi buram sejak 2 tahun belakangan, awalnya pasien seperti melihat kabut jika di tempat
terang mata pasien lebih tidak jelas jelas , namun lama – kelamaan penglihatan pasien
semakin berkurang. Menurut pasien mata kanannya tidak merah, tidak bersekret, tidak nyeri,
tidak silau, tidak merasa gatal, panas, mata berair, melihat kilatan cahaya, silau, maupun
melihat ganda, pasien juga menyangkal adanya demam. Alergi obat maupun makanan
disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu
Tahun 2009 pasien menjalani operasi katarak mata kiri di RSAL dr. Mintoharjo.
Sesudah operasi penglihatan pasien masih buram kemudian pasien kehilangan
penglihatannya beberapa bulan sesudah operasi.
Pasien tidak pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya, pasien memiliki
riwayat kencing manis, tidak ada riwayat hipertensi, penyakit jantung dan asma. Kaki pasien
pernah terluka (ulkus DM) pada tahun 2008 sekarang sudah sembuh. Pasien rutin kontrol
penyakit kencing manisnya dan minum obat secara teratur kecuali 2 bulan terakhir pasien
berhenti minum obat dan berobat di alternatif.
Riwayat Penyakit Keluarga
Kedua orang tua dan 4 saudara kandung pasien menderita kencing manis, tidak ada
yang menderita hipertensi, penyakit jantung, stroke dan asma.
2
Riwayat Kebiasaan
Pasien sehari-hari bekerja sebagai pedagang di kantin . Tidak merokok, tidak pernah
minum minuman keras, tidak pernah menggunakan obat terlarang.
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang, gizi cukup
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital : Tekanan darah: 130/80 mmHg suhu: Afebris
Nadi: 80x/menit pernapasan: 18x/menit
Kepala : Normocephali
Mata : Lihat status oftalmologi
Telinga : Normotia, sekret -/-, serumen -/-
Hidung : Septum deviasi (-), sekret -/-, konka hiperemis -/-
Mulut : lidah kotor (-),tonsil T1-T1 tenang, faring hiperemis (-)
Leher : KGB dan tiroid tidak teraba membesar
Thoraks : Paru: Suara napas vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-
Jantung: BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Datar, supel, nyeri tekan (-), Bising Usus (+) normal
Ekstremitas : Simetris, oedem (-)
3
Status Oftalmologi
OD (mata kanan) OS (mata kiri)
1/60 visus 0
Kedudukan bola mata
Ortoforia
Bola mata bergerak ke segala
arah
Pergerakan bola mata Bola mata bergerak ke segala
arah
Ptosis (-), lagoftalmus (-),
blefaritis (-), hordeolum (-),
kalazion (-), ektropion (-),
entropion (-), oedem (-),
trikiasis (-), hematoma (-)
Palpebra Ptosis (-), lagoftalmus (-),
blefaritis (-), hordeolum (-),
kalazion (-), ektropion (-),
entropion (-), oedem (+),
trikiasis (-), hematoma (-)
Injeksi (-) pterigium (-),
subkonjungtiva bleeding (-),
pinguekula (-), folikel (-),
papil (-)
konjungtiva Injeksi (+), kemosis (+)
sekret (+)
jernih, kekeruhan setempat
(-), neovaskular (-), ulkus
kornea (-), perforasi (-),
benda asing (-)
kornea Keruh (+), ruptur/perforasi
(+), tampak massa lensa
intraokuler, pus (+)
Dalam, hifema (-), hipopion
(-), flare (-).
COA Sulit dinilai
Warna cokelat, kripti baik,
atrofi (-)
Iris Sulit dinilai
Tepi reguler, bentuk bulat,
refleks cahaya langsung +,
refleks cahaya tak langsung -
Pupil Sulit dinilai
Katarak matur grade 3-4 Lensa Keluar ke kornea
Sulit dinilai Vitreus humor Sulit dinilai
Sulit dinilai Funduskopi Sulit dinilai
Tidak dilakukan TIO Tidak dilakukan
RESUME
4
Perempuan berusia 62 tahun datang ke IGD RSAL Mintohardjo keluar nanah dari
mata sebelah kiri disertai mata merah dan rasa sakit pada mata kiri yang menjalar ke kepala
bagian kiri 3 hari SMRS. Riwayat trauma (-), riwayat diabetes melitus (+). Pasien pernah
melakukan operasi katarak mata kiri tahun 2009, kemudian mata kirinya buta. Mata kanan
penglihatan buram 2 tahun SMRS. Pada pemeriksaan ophthalmologi OS didapatkan visus 0,
palpebra oedem, injeksi konjungtiva dan siliar, kemosis pada konjungtiva, kornea keruh,
perforasi, tampak IOL di kornea. Pemeriksaan OD didapatkan visus 1/60 tak terkoreksi
dengan pinhole tetap, terdapat kekeruhan pada lensa menyeluruh berwarna amber – coklat
yang sesuai dengan gambaran katarak senilis matur grade 3-4
DIAGNOSIS KERJA
1. Endophtalmitis OS
2. Katarak senilis matur grade 3-4 OD
DIAGNOSIS BANDING
Ulcus/abses kornea
Uveitis
RENCANA PEMERIKSAAN
Kultur, retinometri
PENATALAKSANAAN
Non medikamentosa
1. Menjelaskan kepada pasien bahwa mata kirinya tidak dapat dipertahankan dan harus
dioperasi untuk mencegah komplikasi.
2. Hindari mengucek atau memegang mata
Medikamentosa
1. Gentamicin ED 2 tetes OS tiap 1 jam
2. Ciprofloxacin 2 x 750 mg peroral
3. Asam mefenamat 3 x 500 mg peroral
5
Operatif :
1. Eviserasi
2. Operasi ECCE mata kanan
PROGNOSIS
ad vitam : bonam
ad sanationam : dubia ad bonam
ad fungsionam: malam
ANALISA KASUS
6
Pasien pada kasus ini datang dengan keluhan keluar nanah dari mata sebelah kiri
disertai mata merah dan rasa sakit pada mata kiri yang menjalar ke kepala bagian kiri. Dari
keluhan tersebut kemungkinan penyebabnya antara lain : abses kornea, uveitis,
endophtalmitis. Nyeri yang dirasakan oleh pasien lebih mengarah ke endophthalmitis karena
nyeri pada ulkus/abses kornea umumnya tidak begitu hebat dan tidak menjalar demikian juga
dengan uveitis.
Pada pemeriksaan ophthalmologi OS didapatkan visus 0, palpebra oedem, injeksi
konjungtiva dan siliar, kemosis pada konjungtiva, kornea keruh, perforasi yang mungkin
disebabkan dorongan pus dari dalam mata sehingga lensa intraokuler tampak di kornea dari
hasil pemeriksaan tersebut semakin mendukung ke diagnosis endophthalmitis karena jelas
menunjukkan radang tidak hanya sebatas di kornea atau uvea.
Etiologi pada kasus ini masih mungkin endogen ataupun eksogen. Faktor predisposisi
endogen pada pasien ini adalah penyakit diabetes melitus yang sudah terdiagnosa selama 7
tahun, sedangkan predisposisi eksogen pada pasien ini adalah operasi katarak 3 tahun yang
lalu, untuk kemungkinan eksogen dari trauma telah disingkirkan dari anamnesis. Pada
pemeriksaan fisik tidak ditemukan fokus infeksi, tidak ada demam sehingga faktor endogen
dapat dieliminasi meskipun idealnya harus dilakukan kultur darah maupun urin untuk
menyingkirkannya.
Penatalaksanaan pada pasien ini dibagi dua yaitu medikamentosa dan operatif.
Pengobatan medikamentosa diberikan tetes mata gentamicin (spektrum luas) tiap jam yang
bertujuan mengatasi infeksi lokal pada mata, pemberian antibiotik sistemik dimaksudkan
untuk mencegah infeksi menyebar ke sistemik dan juga mengatasi infeksi pada mata tersebut.
Pemberian asam mefenamat ditujukan untuk mengatasi nyeri.
Selanjutnya dilakukan operasi eviserasi untuk mencegah komplikasi panophtalmitis
bahkan infeksi intrakranial. Setelah eviserasi dapat dipasang protesa mata agar kosmetik
bagus, protesa juga berguna agar tonus otot-otot wajah yang berdekatan dengan M.
Orbikularis okuli tidak terganggu, sehingga tidak menimbulkan asimetri. Prognosis pasien
pada ad fungsionam malam karena fungsi penglihatan mata kiri sudah 0
Pada mata kanan pasien didiagnosa katarak karena pada anamnesa didapatkan
keluhan melihat kabut, di tempat teang lebih tidak jelas, pada pemeriksaan didapatkan visus
1/60 tak terkoreksi dengan pinhole tetap, terdapat kekeruhan pada lensa menyeluruh
7
berwarna amber – coklat yang sesuai dengan gambaran katarak senilis matur grade 3-4. Pada
pasien ini direncanakan operasi katarak ECCE + IOL dengan alasan grade katarak yang
sudah memasuki garde 3-4 sehingga akan sulit untuk dilakukan phaco
8
TINJAUAN PUSTAKA
I. Definisi
Endophthalmitis merupakan inflamasi atau radang pada bagian dalam bola mata
(intraokuler) yang diisi oleh cairan seperti gel yang bersifat transparan yang disebut Vitreus
Humor dan juga mengenai Aqueous Humor. Inflamasi juga melibatkan jaringan disekitarnya
yang berpengaruh terhadap fungsi penglihatan.
Pada banyak kasus, penyebab dari inflamasi ini adalah infeksi (dapat oleh bakteri,
jamur, virus ataupun parasit). Noninfectious (sterile) endophthalmitis dapat disebabkan oleh
berbagai faktor seperti post operasi katarak atau adanya agen toksik.
Di Amerika, penyebab endophthalmitis terbanyak adalah infeksi bakteri post operasi
mata, seperti operasi katarak atau glaukoma. Bakteri juga dapat masuk bila terjadi trauma
yang menembus pada mata. Yang jarang terjadi adalah penyebaran infeksi dari darah yang
dapat menuju ke mata disebut hematogenous endophthalmitis.
Ada 2 tipe endophthalmitis :
Endogenous endophthalmitis
Penyebaran infeksi secara hematogen dari tempat asal atau sumber infeksi (contoh
endocarditis).
9
Exogenous endophthalmitis
Inokulasi langsung infeksi sebagai komplikasi dari operasi mata, adanya benda asing,
taruma tumpul atau trauma tajam pada mata.
II. Patofisiologi
Pada keadaan normal, blood-ocular barrier dapat melindungi mata dari invasi
mikroorganisme. Pada Endogenous endophthalmits, organisme dapat menembus blood-
ocular barrier dengan invasi langsung (contoh : septic emboli) atau dengan merubah
permeabilitas vaskuler endotel. Destruksi jaringan intraokular mungkin berhubungan dengan
invasi langsung mikroorganisme dan atau dari pelepasan mediator inflamasi karena respon
imun.
Endophthalmitis dapat ditemukan adanya nodule putih pada kapsul lensa, iris, retina,
atau koroid. Juga dapat mengenai berbagai tempat diseluruh jaringan mata, dimana yang
utama adalah terbentuknya eksudat purulen pada bola mata. Dapat menyebar ke jaringn lunak
dari mata. Semua prosedur operasi yang mengganggu integritas dari bola mata dapat
menyebabkan Exogenous endophthalmitis (misalnya : operasi katarak, glaukoma, radial
keratotomy)
III. Epidemiologi
Endophthalmitis endogenous jarang ditemukan, terjadi 2 – 15 % dari seluruh kasus
endophthalmitis. Insiden rata-rata pertahun adalah 5 dari 10.000 pasien yang dirawat.
Biasanya mata kanan lebih sering terkena daripada mata kiri karena terletak lebih proximal
atau lebih dekat denagn peredaran darah arteri Inominata kanan yang juga menuju arteri
carotis kanan. Sejak tahun 1980, terjadi peningkatan infeksi candida pada pengobatan dengan
yang dilakukan secara IV. Pada saat ini peningkatan resiko terjadinya infeksi disebabkan
antara lain oleh penyakit AIDS, peningkatan penggunaaan obat-obat imunosupresan dan
prosedur operasi yang invasif (seperti transplantasi sumsum tulang).
Sekitar 60 % kasus Exogenous endophthalmitis terjadi setelah intraocular surgery.
Pada 3 tahun terakhir ini di Amerika terjadi peningkatan komplikasi postcataract
endophthlamits.
10
Posttraumatic endophthalimitis terjadi pada 4 – 13 % dari seluruh kasus trauma tajam
mata. Gangguan atau perlambatan penyembuhan pada trauma tajam mata meningkatan resiko
terjadinya endophthlamitis. Insiden endophthalmitis karena adanya intraocular foreign body
adalah 7 – 31 %.
IV. Mortality/morbidity
Penurunan penglihatan dan kehilangan penglihatan yang permanen merupakan
komplikasi tersering dari endophthalmitis. Pasien mungkin memerlukan enukleasi
untuk menghilangkan rasa sakit.
Mortality biasanya berhubungan dengan gejala penyerta dan adanya penyakit lain
yang mendasarinya.
V. Riwayat medis
Riwayat medis sangat penting untuk mengetahui adanya resiko-resiko yang menjadi
penyebab endogenous atau exogenous endophthalmitis (misalnya: penggunaan obat-oabat
secara intravena, resiko terjadinya sepsis pada endokarditis, prosedur invasif dalam
optalmologi).
Bakterial endophtalmitis yang terjadi pada saat akut memberikan keluhan
sakit, pembengkakan kelopak mata, dan penurunan ketajaman penglihatan.
Juga beberapa bakteri (misalnya Propionibacterium acnes) dapat
menyebabkan inflamasi kronik dengan gejala yang lebih berat. Organisme ini
merupakan flora kulit normal yang biasanya menginfeksi pada saat operasi
intraokular.
Endophtalmitis karena jamur mungkin baru terlihat setelah beberapa hari atau
minggu. Gejala yang sering adalah penglihatan yang buram, sakit dan
penurunan tajam penglihatan.
11
Endophthalmitis etc candida
Pasien dengan infeksi candida mungkin akan mengalami demam tinggi, yang
diikuti dengan gejala-gejala pada mata setelah beberapa hari. Demam yang
persisten mungkin berhubungan dengan pembentukkan infiltrat jamur pada
retinachoroidal.
Riwayat operasi mata, trauma mata, bekerja di industri harus ditanyakan.
Pada kasus endophtalmitis setelah operasi, infeksi dapat terjadi secepatnya
setelah operasi atau mungkin sampai beberapa bulan; atau bahkan setelah
beberapa tahun berikutnya seperti pada kasus yang disebabkan
Propionibacterium acne.
VI. Gejala klinik
Endophtalmitis dapat memberikan gejala yang dikeluhkan secara subyektif seperti :
Penurunan tajam penglihatan
Sakit pada mata dan iritasi
Mata merah
Sakit kepala
Fotofobia
Adanya sekret
Demam
12
Gejala yang paling sering ditemukan pada endophtalmitis adalah kehilangan
penglihatan. Biasanya gejala yang timbul tergantung dari penyebab-penyebabnya.
Postoperative endophthalmitis
Pada kasus ini problem yang serius adalah kehilangan penglihatan yang permanen.
Gejala biasanya tidak terlalu menonjol, tergantung dari kapan terjadinya infeksi, dini (6
minggu atau kurang) atau lanjut (bulan atau tahunan) setelah operasi.
Gejala pada stadium dini adalah penurunan penglihatan yang dramatis pada
mata yang terlibat, sakit pada mata setelah operasi, mata merah dan
pembengkakkan kelopak.
Gejala pada stadium lanjut biasnya lebih berat pada stadium dini. Seperti
penglihatan buram, penurunan sensitivitas terhadap cahaya (fotofobia) dan
sakit yang berat pada mata.
Posttraumatic endophthalmitis
Gejala pada endophthalmitis yang disebabkan trauma tembus biasanya lebih berat
termasuk penurunan visus yang cepat, sakit mata yang lebih hebat, mata merah dan
pembengkakan kelopak.
Hematogenous endophthalmitis
Pada saat infeksi menyebar melalui aliran darah dan masuk ke dalam mata, gejalanya
akan timbul perlahan-lahan/ bertahap dan lebih ringan. Sebagai contoh, pasien mungkin tidak
akan mengeluh penglihatannya turun setelah 5 minggu, biasanya akan terlihat floaters
berwarna hitam, semi transparan yang akan mengganggu penglihatan.
13
Penemuan dari pemeriksaan fisik berhubungan dengan struktur mata yang terlibat dan
derajat dari infeksi atau inflamasi. Pemeriksaan mata harus dilakukan dengan cermat
termasuk pemeriksaan visus, pemeriksaan external, pemeriksaan dengan funduskopi, dan slit
lamp biomicroscpy. Penemuan-penemuan yang dapat ditemukan secara objektif adalah :
Pembengkakkan dan eritema kelopak mata
Injeksi conjungtiva dan siliar
Cornea oedema
Hipopion ( adanya sel dan exudat karena inflamasi pada bilik mata depan)
Tanda dini berupa Roth’s spot (bercak bulat, putih paad retina yang dikelilingi
perdarahan)
Retinal periphlebitis
Vitreitis
14
Chemosis
Penurunan atau hilangnya red refleks
Proptosis
Papilitis
Cotton-wool spots
White lesion di koroid dan retina
Uveitis kronis
Vitreal mass dan debris
Sekret purulen
Mungkin dapat ditemukan relative afferent defect
Tidak adanya sakit pada mata dan hipopion tidak menyingkirkan endophtalmitis,
mungkin berhubungan dengan infeksi kronik dari Propionibacterium acne.
Penyulit endophthalmitis adalah bila proses peradangan mengenai ketiga lapisan mata
(retina koroid dan sklera) dan badan kaca akan mengakibatkan panophthalmitis.
Panophthalmitis sendiri mempunyai penyulit yaitu terbentuknya jaringan granulasi disertai
vaskularisasi dari koroid. Panophthlamitis dapat berakhir dengan terbentuknya fibrosis yang
akan menyebabkan phtisis bulbi. Biasanya pada kasus ini membutuhkan terapi enukleasi
15
Perbedaan Endophthal
mitis
Panophthalmitis
Radang
Demam
Sakit bola
mata
Pergerakan
bola mata
Eksoftalmus
Bedah
Intraokular
Tidak nyata
Ada
Masih dapat
Tidak ada
Enukleasi
Intraokular,
intraorbita
Nyata
Berat
Sakit
Mata menonjol
Eviserasi bulbi
VII. Etiologi
Organisme gram-positif merupakan penyebab 56 – 90 % dari seluruh
endophthalmitis. Organisme yang merupakan penyebab terbanyak adalah Staphylococcus
epidermitis, Staphylococcus aureus, dan Streptococcus. Gram-negatif seperti Pseudomonas,
Escherichia coli dan Enterococcus biasanya ditemukan pada trama tajam mata.
Endogenous endophthlamitis
Pada penderita Diabetes Melitus, gagal ginjal kronik, kelainan katup jantung,
sistemik lupus eritematosus, AIDS, leukimia, keganasan gsartointestinal,
neutropenia, lymphoma, hepatitis alkoholik, transplantasi sumsum tulang
meningkatkan resiko terjadinya Endogenous endophthalmitis.
Prosedur-prosedur invasif yang dapat menyebabkan bakterimia seperti
hemodialisis, kateterisasi vesika urinaria, endoskopi gastrointestinal, total
perenteral nutrition, kemoterapi, dan dental prosedur daapt menyebabkan
endophthalmitis.
16
Operasi atau trauma nonocular yang baru terjadi, prostetic katup jantung,
imunosupresan, dan pemakaian obat-obat IV merupakan predisposisi
terjadinya endogenous endophthalmitis.
Sumber infeksi endogen pada endophthlamitis adalah meningitis,
endocarditis, infeksi saluran kemih, dan infeksi berat. Faringitis, infeksi paru,
septik artritis, pielonefris, dan intraabdominal abses juga terlibat sebagai
sumber infeksi.
Organisme jamur terdapat pada 50% dari seluruh kasus endogenous
endophthlamitis. Frekuensi Candida albicans adalah 78 – 80 % dari kasus
penyebab jamur. Penyebab terbanyak ke-2 adalah Aspergilosis, terutama pada
pengobatan secara IV. Penyebab yang jarang adalah Torulopsis,
Sporotrichum, Cryptococcus, Coccidiodes, dan spesies Mucor.
Organisme gram-positif merupakan penyebab tersering dari endogenous
endopthlamitis. Bakteri tersering adalah Staphylococcus aureus yang biasanya
trelibat pada infeksi kulit atau penyalit sistemik kronis seperti Diabetes
Melitus atau gagal ginjal. Spesies Streptococcus seperti Streptococcus
pneumonia, streptococcus viridans dan group A Streptococcus juga sering
sebagai penyebab. Spesies Streptococcal lain, misalnya group B pada bayi
baru lahir dengan meningitis atau group G pada pasien dewasa dengan infeksi
berat atau keganasan, juga telah diisolasi. Bacillus cereus terlibat dalam
infeksi melalui penggunaan obat-obatan secara IV.. Spesies Clostridium
mempunyai hubungan dengan keganasan usus.
Bakteri Gram-negatif merupakan bakteri penyebab yang lain. E coli adalah
yang tersering. Haemophilus influenzae, Neisseria meningitidis, Klebsiela
pneumonia, Serratia spesies dan Pseudomonas aeruginosa juga dapat
menyebabkan endogenuos endophthlamitis.
17
Endophthalmitis etc Escherichia coli
Nocardia asteriodes, Actinomyces spesies dan Mycobacteiurm tuberculosis
adalah bakteri tahan asam yang menyebabkan endogenous endophthlamitis.
Exogenous endophthlamitis
Organisme yang normal berada di conjungtiva, kelopak mata, ataupun bulu
mata yang terlibat sewaktu operasi dapat menyebabkan postoperative
endophthalmitis.
Pada banyak kasus exogenous endophthalmitis terjadi karena komplikasi dari
post operasi atau trauma pada mata. Pada kasus ini, organisme gram-positif
merupakan penyebab terbanyak sekitar 56-90% yaitu Staphylococcus yang
merupakan flora conjungtiva yang normal; organisme gram-negatif terdapat
pada 7-29 %; dan jamur ditemukan pada 3-13 % kasus.
Penyebab tersering pada exogenous endophthalmitis adalah Staphylococcus
epidermitis, yang merupakan flora normal dari kulit dan conjungtiva. Bakteri
garm-negatif lainnya adalah S aureus dan Streptococcal species.
Penyebab terbanyak organisme gram-negatif yang berhubungan dengan
postoperative endophthalimitis adalah P aueruginosa, Proteus dan Haemophils
species.
Waulaupun jarang, berbagai macam jamur dapat menyebabakan postoperative
endophtalmitis termasuk Candida, Aspergillus dan Penicillium species.
Pada traumatic endophthalmitis, bakteri atau jamur biasanya terlibat sewaktu
trauma. Pada trauma biasanya benda-benda sekitar yang menjadi penyebab
sudah terkontaminasi oleh berbagai agen yang infeksius. Staphylococcal,
Streptococcal dan Bacillus species biasanya merupakan penyebab dari
traumatic endophthalmitis. B aureus terlibat dalam 25 % kasus traumatic
18
endophthalmitis. Adanya riwayat trauma tajam dengan benda asing intraokular
yang terkontaminasi oleh bahan-bahan organik dapat melibatkan Bacillus
species.
VIII. Diagnosis
Karena endophtalmitis adalah penyakit yang serius dan menyebabkan gangguan
penglihatan, maka harus dapat diagnosa dini dan dilakukan penatalaksanaan yang tepat untuk
mencegah terjadinya kebutaan yang merupakan resiko yang paling ditakuti.
Prosedur diagnosis yang harus dilakukan adalah :
Ophthalmological evaluation
Pemeriksaan tajam penglihatan
Tonometri untuk memeriksa tekanan bola mata
Pemeriksaan funduskopi
Memeriksa kedua mata dengan slit lamp biomicroscopy
19
Ultrasonografi bila pemeriksaan funduskopi sulit dilakukan (untuk melihat
adanya foreign body pada intraokular, densitas dari vitreitis dan adanya
ablasio retina)
Pemeriksaan kultur rutin termasuk kultur secara aerobik, anaerobik dan kultur
jamur.
Pseuphypha in this vitrectomy sample from a patient
with suspected candida endophthalmitis
Pemeriksaan lab :
Pemeriksaan laboratorium yang terpenting adalah kultur gram dari cairan
aqueous dan vitreus.
20
Untuk endogenous endophthalmits, pemeriksaan lab lainnya mungkin
diperlukan seperti :
Lab darah rutin untuk mengevaluasi adanya infeksi, peningkatan
lekosit dan adanya shift to the left.
Laju endap darah mengevaluasi adanya infeksi kronis atau
keganasan.
Blood Urea Nitrogen mengevaluasi adanya gagal ginjal atau pasien
dengan resiko.
Kreatinin mengevaluasi adanya gagal ginjal atau pasien dengan
dengan resiko.
Pemeriksaan imaging :
Chest x-ray mengevaluasi sumber infeksi.
Cardiac ultrasound mengevaluasi endokarditis sebagai sumber infeksi.
CT scan / MRI orbita membantu menyingkirkan diferensial diagnosa.
Pemeriksaan lain :
Kultur darah evaluasi sumber infeksi
Kultur urine evaluasi sumber infeksi
Kultur lain tergantung dari tanda atau gejala klinik
Cerebrospinal fluid
Throat culture
Feses
Untuk pemeriksaan kultur/biakan biasanya dilakukan prosedur yang disebut dengan
vitreus tap. Untuk melakukan prosedur ini, ophthalmologist akan menganestesi mata dan
menggunakan jarum kecil untuk mengeluarkan cairan bola mata. Cairan inilah yang
digunakan untuk pemeriksaan kultur bakteri.
21
IX. Diferensial diagnosa
Corneal Abrasion
Corneal laceration
Cavernosus Sinus Thrombosis
Corneal Ulceration dan Ulcerative Keratitis
Globe Rupture
Herpes Zoster Ophthalmicus
Iritis dan Uveitis
Systemic lupus Erytematosus
Vitreous Hemorrhage
Masalah lain yang harus diperhatikan sebagai pembanding :
X. Postsurgical inflamation
XI. Allergic reaction
XII. Foreign bodies
XIII. Chemical atau thermal burns
XIV. Trauma
XV. Exposure keratopaty
XVI. Retinitis
XVII. Toxocara canis infection
XVIII. Retinoblastoma
XIX. Acute retinal necrosis
XX. Parasitic infection
22
X. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan tergantung pada penyebab utama dari endophthalmitis. Walaupun
banyak sumber yang mengungkapkan tentang berbagai pengobatan, pada umumnya semua
menggunakan prinsip yang sama.
Penatalaksanaan pada Postoperative endophtalmitis
Pars plana vitrectomy atau aspirasi vitreous yang diikuti dengan injeksi
antibiotik intravitreal (misalnya : vancomycin, amikacin, ceftazidine)
Dipertimbangkan antibotik sistemik atau steroid intravitreal.
Endophthalmitis post operative cataract
Penatalaksanaan Traumatic Endophthalmitis
Tangani ruptur bola mata (bila ada)
Antibiotik sistemik termasuk vancomycin, aminoglikosid atau cefalosporin
generasi ke-3. pertimbangkan clindamycin bila ditemukan Bacillus spasies.
Antibotik topikal
Antibiotik intravitreal mungkin diperlukan.
Pertimbangkan pars plana vitrektomi
Imunisasi tetanus bila sebelumnya belum pernah diimunisasi.
Siklopegik mungkin diperlukan.
23
Penatalaksanaan Endogenous bakterial endophthalmitis
Antibiotik spektrum luas intravena termasuk vancomycin, aminoglikosid, atau
sefalosporin generasi ke-3. pertimbangkan penggunaan clindamycin secara
intravena jika ditemukan infeksi Bacillus spesies.
Antibiotik periokular
Antibiotik intravitreal
Siklopegik (misalnya : atropin)
Steroid topikal mungkin dapat diberikan. Atau pemberian steroid injeksi
langsung ke mata untuk mengurangi inflamasi dan mempercepat
penyembuhan.
Vitrectomy mungkin diperlukan pada organisme yang virulen., atau pada
infeksi yang parah.
Endophthalmitis Bacterial
Penatalaksanaan Candida endophthalmitis
Sarankan pasien untuk dirawat di rumah sakit.
Fluconazole oral
Amphotericin B intravena atau intavitreal mungkin dapat
dipertimbangkan
24
Siklopegik mungkin diperlukan.
Pada postoperative endophtahlmitis, terapi secara parenteral biasanya tidak dianjurkan
kecuali infeksi sudah menyebar diluar mata. Pada jenis endophtahlmitis yang lain, pemberian
antibiotik spektrum luas dilakukan bila telah didapatkan hasil dari kultur. Ophthalmologist
biasanya menggunakan terapi secara injeksi intravitreal atau subconjungtiva.
Injeksi antibiotik intravitreal dengan dosis terapeutik yang tepat dan tidak toksik
terhadap jaringan mata terutama retina efektif untuk mencegah komplikasi-komplikasi yang
dapat terjadi. Antibiotik sistemik tidak dapat menjangkau agen patogen di intravitreal
dikarenakan oleh tidak terlampauinya konsentrasi maksimal karena adanya blood retinal
barrier. Injeksi secara intravitreal dapat melewati barrier sehingga tercapai konsentrasi
terapeutik yang dapat menghancurkan mikroorganisme. Kadang penggunaan dosis tunggal
sudah cukup memadai.
Selain itu perlu diperhatikan jumlah/dosis dari antibiotik yang diinjeksikan mengingat
batas keamanan antara dosis terapeutik dengan dosis toksik terhadap retina sangat sempit.
Sebagai contohnya, Gentamycin yang sangat efektif melawan infeksi organisme gram negatif
seperti pseudomonas dapat menyebabkan infark makula bila tidak diberikan sesuai dengan
dosis yang telah ditetapkan.
Tidak jarang juga ditemukan infeksi sekunder oleh organisme komensal oleh karena
itu diperlukan dua macam antibiotik : satu untuk melawan organisme gram negatif dan yang
lainnya untuk melawan organisme gram positif. Antibiotik yang digunakan untuk melawan
organisme gram negatif misalnya : Ceftazidine, Amikacin, Gentamycin, untuk gram positif :
Vancomycin dan Cefazoline. Sedang yang digunakan untuk infeksi jamur yaitu :
Amphotericin B.
Pada kasus-kasus yang sudah berat biasanya diperlukan penatalaksanaan secara
operatif seperti :
1. Vitrectomy
2. Enukleasi bulbi
Enukleasi bulbi merupakan tindakan pembedahan mengeluarkan bola mata dengan
melepas dan memotong jaringan yang mengikatnya didalam rongga orbita. Jaringan yang
dipotong adalah seluruh otot penggerak mata, saraf optik dan melepaskan conjungtiva dari
25
bola mata. Enukleasi bulbi biasanya dilakukan pada keganasan intraokular, mata yang dapat
menimbulkan oftalmia simpatika, mata yang tidak berfungsi dan memberikan keluhan rasa
sakit, endophthalmitis supuratif dan pthisis. Biasanya pasien setelah enukleasi bulbi diberi
mata palsu atau protesis.
3. Eviserasi bulbi
Eviserasi bulsi merupakan tindakan mengeluarkan seluruh isi bola mata seperti
kornea, lensa, badan kaca, retina dan koroid. Setelah isi dikeluarkan maka limbus kornea
dieratkan dan dijahit. Eviserasi bulbi dilakukan pada mata dengan panophthalmitis dan
endophthalmitis berat.
1. Pendahuluan
Saat ini, katarak merupakan penyebab utama kebutaan di dunia dimana hampir
setengah dari 45 juta orang mengalami kebutaan dan hampir 90% berasal dari daerah Asia
26
dan Afrika. Sementara itu, sepertiga dari seluruh kasus kebutaan terjadi di daerah Asia
Tenggara dan diperkirakan setiap menitnya 12 orang mengalami kebutaan di dunia dan 4
orang diantaranya berasal dari Asia Tengara.1
Katarak juga merupakan penyebab utama hilangnya penglihatan di Indonesia.
Katarak memiliki derajat kepadatan yang bervariasi dan dapat disebabkan oleh berbagai hal,
tetapi biasanya berkaitan dengan penuaan.2 Katarak umumnya merupakan penyakit pada usia
lanjut, namun dapat juga merupakan kelainan kongenital, atau penyulit penyakit mata lokal
menahun. Bermacam-macam penyakit mata dapat mengakibatkan katarak seperti glaukoma, ,
ablasi, uveitis, dan retinitis pigmentosa. Selain itu, katarak dapat berhubungan dengan proses
penyakit intraokular lainnya.3
Saat ini, seluruh dunia sedang menghadapi krisis katarak dimana jumlah kebutaan
akibat katarak mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan karena semakin tingginya usia
harapan hidup sehingga diperkirakan untuk mengeliminasi kebutaan akibat katarak
dibutuhkan lebih dari 30 juta operasi katarak hingga tahun 2020.4
2. Definisi
Katarak berasal dari Yunani Katarrhakies, Inggris Cataract, dan Latin Cataracta yang
berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular dimana penglihatan seperti tertutup
air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang
dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau terjadi
akibat kedua-duanya.3
Lensa katarak memiliki ciri berupa edema lensa, perubahan protein, peningkatan
proliferasi, dan kerusakan kontinuitas normal serat-serat lensa. Secara umum, edema lensa
bervariasi sesuai stadium perkembangan katarak.2
27
Gambar 1. Katarak Matur
( Dikutip dari kepustakaan No.5 )
3. Epidemiologi
Katarak merupakan penyebab kebutaan di dunia saat ini yaitu setengah dari 45 juta
kebutaan yang ada. 90% dari penderita katarak berada di negara berkembang seperti
Indonesia, India dan lainnya. Katarak juga merupakan penyebab utama kebutaan di
Indonesia, yaitu 50% dari seluruh kasus yang berhubungan dengan penglihatan.6
Survei tahun 1982 menunjukkan angka kebutaan di Indonesia mencapai 1,2% dari
seluruh populasi dan 0,76% disebabkan oleh katarak. Sedangkan pada survei tahun 1994-
1997 yang diadakan oleh Departemen Kesehatan bekerjasama dengan Perhimpunan Dokter
Spesialis Mata Indonesia menunjukkan adanya peningkatan angka kebutaan yaitu mencapai
1,47% dan 1,02% diakibatkan oleh katarak.1
4. Klasifikasi
Berdasarkan usia katarak dapat diklasifikasikan dalam: 3
1. Katarak kongenital, katarak yang sudah terlihat pada usia di bawah 1 tahun
2. Katarak juvenil, katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun
3. Katarak senil, katarak setelah usia 50 tahun
Pada katarak kongenital, kelainan utama terjadi di nukleus lensa atau nukleus
embrional, bergantung pada waktu stimulus kataraktogenik. Katarak juvenil adalah katarak
yang terdapat pada usia muda yang mulai terbentuk pada usia kurang dari 9 tahun dan lebih
dari 3 bulan. Katarak juvenil biasanya merupakan kelanjutan katarak kongenital. Katarak
28
juvenil biasanya merupakan penyulit penyakit sistemik ataupun metaolik dan penyakit
lainnya seperti katarak metabolik, katarak akibat kelainan otot pada distrofi miotonik, katarak
traumatik, dan katarak komplikata.2,3
Insipien Imatur Matur Hipermatur
Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Massif
Cairan lensa Normal Bertambah Normal Berkurang
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
Bilik Mata
Depan
Normal Dangkal Normal Dalam
Sudut Bilik Mata Normal Sempit Normal Terbuka
Shadow test Negativ Positiv Negativ Pseudopositif
Penyulit - Glaukoma - Uveitis+Glaukoma
Katarak senil adalah kekeruhan lensa dengan nukleus yang mengeras akibat usia
lanjut yang biasanya mulai terjadi pada usia lebih dari 60 tahun. Katarak senil secara klinik
dibedakan dalam 4 stadium yaitu insipien, imatur, matur dan hipermatur. Perbedaan stadium
katarak senil dapat dilihat pada tabel di bawah ini: 3
Tabel 1. Perbedaan Stadium Katarak Senil 3
5. Diagnosis
Gejala pada katarak senilis berupa distorsi penglihatan dan penglihatan yang semakin
kabur. Pada stadium insipien, pembentukan katarak penderita mengeluh penglihatan jauh
yang kabur dan penglihatan dekat mungkin sedikit membaik, sehingga pasien dapat membaca
lebih baik tanpa kacamata (“second sight”). Terjadinya miopia ini disebabkan oleh
peningkatan indeks refraksi lensa pada stadium insipient.11 Sebagian besar katarak tidak dapat
dilihat oleh pemeriksa awam sampai menjadi cukup padat (matur atau hipermatur) dan
29
menimbulkan kebutaan. Katarak pada stadium dini, dapat diketahui melalui pupil yang
dilatasi maksimum dengan oftalmoskop, kaca pembesar atau slit lamp. 7
Gambar 2. Katarak pada mata yang dilihat dengan slit lamp
( Dikutip dari kepustakaan No. 8 )
Fundus okuli menjadi semakin sulit dilihat seiring dengan semakin padatnya
kekeruhan lensa, hingga reaksi fundus hilang. Derajat klinis pembentukan katarak dinilai
terutama dengan uji ketajaman penglihatan Snellen. 7
6. Terapi
Operasi
Katarak senilis penanganannya harus dilakukan pembedahan atau operasi. Tindakan
bedah ini dilakukan bila telah ada indikasi bedah pada katarak senil, seperti katarak telah
mengganggu pekerjaan sehari-hari walapun katarak belum matur, katarak matur, karena
apabila telah menjadi hipermatur akan menimbulkan penyulit (uveitis atau glaukoma) dan
katarak telah telah menimbulkan penyulit seperti katarak intumesen yang menimbulkan
glaukoma.3,7
Ada beberapa jenis operasi yang dapat dilakukan, yaitu: 3
- ICCE ( Intra Capsular Cataract Extraction)
- ECCE (Ekstra Capsular Cataract Extraction) yang terdiri dari ECCE
konvensional, SICS (Small Incision Cataract Surgery), fekoemulsifikasi (Phaco
Emulsification.
30
Gambar 4. Ekstraksi Katarak Ekstra Kapsular (ECCE)
( Dikutip dari kepustakaan No. 9 )
Fekoemulsifikasi merupakan bentuk ECCE yang terbaru dimana menggunakan
getaran ultrasonik untuk menghancurkan nukleus sehingga material nukleus dan kortek dapat
diaspirasi melalui insisi ± 3 mm. 7
Gambar 5. Fekoemulsifikasi Dengan Energi Ultrasonik
( Dikutip dari kepustakaan No. 10)
Fekoemulsifikasi merupakan teknik ekstraksi katarak terbaik yang pernah ada saat ini.
Teknik ini di tangan operator yang berpengalaman menghasilkan rehabilitasi tajam
31
penglihatan yang lebih cepat, kurang menginduksi astigmatisme, memberikan prediksi
refraksi pasca operasi yang lebih tepat, rehabilitasi yang lebih cepat dan tingkat komplikasi
yang rendah.11
Meskipun demikian, Manual Small Incision Cataract Surgery ( MSICS) yang adalah
modifikasi dari ekstraksi katarak ekstrakapsular merupakan salah satu teknik pilihan yang
dipakai dalam operasi katarak dengan penanaman lensa intraokuler. Teknik ini lebih
menjanjikan dengan insisi konvensional karena penyembuhan luka yang lebih cepat,
astigmatisme yang rendah, dan tajam penglihatan tanpa koreksi yang lebih baik.13
Komplikasi dari pembedahan katarak antara lain: 3,12
- Ruptur kapsul posterior
- Glaukoma
- Uveitis
- Endoftalmitis
- Perdarahan suprakoroidal
- Prolap iris
Lensa Intraokuler
Lensa intraokuler adalah lensa buatan yang ditanamkan ke dalam mata pasien untuk
mengganti lensa mata yang rusak dan sebagai salah satu cara terbaik untuk rehabilitasi pasien
katarak.13
Sebelum ditemukannya Intra Ocular Lens (IOL), rehabilitasi pasien pasca operasi
katarak dilakukan dengan pemasangan kacamata positif tebal maupun Contact lens (kontak
lensa) sehingga seringkali timbul keluhan-keluhan dari pasien seperti bayangan yang dilihat
lebih besar dan tinggi, penafsiran jarak atau kedalaman yang keliru, lapang pandang yang
terbatas dan tidak ada kemungkinan menggunakan lensa binokuler bila mata lainnya fakik.2
32
IOL terdapat dalam berbagai ukuran dan variasi sehingga diperlukan pengukuran
yang tepat untuk mendapatkan ketajaman penglihatan pasca operasi yang maksimal.
Prediktabilitas dalam bedah katarak dapat diartikan sebagai presentase perkiraan target
refraksi yang direncanakan dapat tercapai dan hal ini dipengaruhi oleh ketepatan biometri dan
pemilihan formula lensa intraokuler yang sesuai untuk menentukan kekuatan (power) lensa
intraokuler. Faktor-faktor biometri yang mempengaruhi prediktabilitas lensa intraokuler yang
ditanam antara lain panjang bola mata (Axial Length), kurvatura kornea (nilai keratometri)
dan posisi lensa intraokuler yang dihubungkan dengan kedalaman bilik mata depan pasca
operasi. Prinsip alat pengukuran biometri yang umum digunakan untuk mendapatkan data
biometri yaitu dengan ultrasonografi (USG) atau Partial Coherence Laser Interferometry
(PCI).10
Gambar 7. Intra Ocular Lens
DAFTAR PUSTAKA
33
1. Manalu R. Mass Cataract Surgery Among Barabai Community At Damanhuri
Hospital, South Kalimantan. IOA The 11th Congress In Jakarta, 2006. 127-131
2. Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P. Oftalmologi umum. Jakarta: Widya Medika,
2000. 175-183
3. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2006. 200-211
4. Yorston D. Monitoring Cataract Surgical Outcomes: Computerised Systems.
http://www. Journal of Community Eye Health.com [diakses 20 September 2010]
5. Ocompo VVD. Cataract, Senile. http://www.e-medicine.com [diakses 20 Maret 2012]
6. Ariston E, Suhardjo. Risk Factors for Nuclear, Cortical and Posterior Subcapsular
Cataract in Adult Javanese Population at Yogyakarta territory. Ophthalmologica
Indonesiana 2005;321:59.
7. Shock JP, Harper RA. Lensa. Dalam: Oftalmologi Umum Ed 14. Alih Bahasa:
Tambajong J, Pendit BU. General Ophthalmology 14th Ed. Jakarta: Widya Medika;
2000.176-177.
8. Pararajasegaram R. Importance of Monitoring Cataract Surgical Outcomes. Journal of
Community Eye Health, International Centre for Eye Health, London.
http://www.Joc.Com [diakses 20 Maret 2012]
9. Anonim. Extracapsular Cataract Extraction. www.surgeryencyclopedia.com. [diakses
20 Maret 2010]
10. Anonim. Phacoemulsification. www. visitech.org. [diakses 20 Maret 2012]
11. Shidik A, Rahayu T. Predictability of Phacoemulsification in Cipto Mangunkusumo
Hospital 2005; A- Scan Biometry Performed by Resident. IOA the 11 th Congress In
Jakarta, 2006.99-106
12. Kanski JJ. Clinical Ophthalmology 7rd Ed. Oxford: Butterworth-Heinemann; 2011.
270-296.
13. Jayanegara IWG. One Needle Technique for Non Phaco Small Incision Cataract
Surgery. IOA the 11th Congress In Jakarta, 2006. 168-171
34
35