case report 2 mel cute
TRANSCRIPT
LAPORAN KASUS :SEORANG WANITA USIA 66 TAHUN DENGAN ANEMIA MIKROSITIK
HIPOKROMIK et causa HEMATEMESIS MELENA et causa SUSPECT TUKAK PEPTIK
Abstract
Telah dilaporkan seorang pasien wanita berusia 66 tahun datang ke IGD RSUD
dengan keluhan muntah darah sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Muntah
darah berwarna hitam seperti kopi pekat rasa sakit pada daerah ulu hati,
sakitnya terasa pedih. Pasien juga mengeluhkan BAB berwarna hitam ter. Selain
itu pasien mengeluhkan badannya terasa lemas. Berdasarkan dari anamnesis,
pemeriksaan fisik yang dilakukan didapatkan diagnosis Anemia Mikrositik
Hipokromik ec Hematemesis Melena ec Suspect Tukak Peptikum.
Penatalaksanaan pada pasien ini diberikan terapi transfusi PRC, dan tatalaksana
farmakologis.
Keyword : Anemia, Hematemesis, Melena, Tukak Peptik
1
Presentasi Kasus
Seorang pasien wanita berusia 66 tahun datang ke IGD RSUD dengan
keluhan muntah darah sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Muntah darah
berwarna hitam seperti kopi pekat, dengan jumlah kurang lebih 4 gelas. Sekitar
pagi hari sebelum masuk rumah sakit, pasien merasa mual-mual terus menerus
yang disertai rasa sakit pada daerah ulu hati, sakitnya terasa pedih, dan setelah
diberi makan, keluhan sakitnya bertambah. Jumlah yang dikeluarkan awalnya
sekitar 4 gelas belimbing, berwarna seperti kopi pekat. Namun, jeda beberapa jam
pasien kembali muntah darah dengan jumlah yang dikeluarkan semakin banyak
hingga sekitar 10 gelas belimbing, berwarna merah segar dan mringkil-mringkil.
Setelah memuntahkan darah pasien menjadi lemah dan dibawa oleh keluarganya
ke rumah sakit. Malamnya setelah masuk rumah sakit, pasien mengeluhkan BAB
berwarna hitam ter. Selain itu pasien mengeluhkan badannya terasa lemas yang
mengakibatkan pasien tidak kuat untuk menjalankan aktivitas sehari-hari, pasien
juga mengeluh pandangan berkunang-kunang dan pusing cekot-cekot, nafsu
makan menurun, BAB berwarna kehitaman, dan sulit tidur. Pasien menyangkal
adanya demam, batuk, dan nyeri dada.
Sekitar 2 tahun yang lalu, pasien pernah mondok di RSUD Karanganyar
dengan keluhan yang sama, namun keluhannya tidak seberat sekarang. Pada saat
itu pasien mendapatkan transfusi 3 kolf, dan menjalani rawat inap selama 7 hari
dan pulang dengan kondisi membaik. Pasien mengakui bahwa sering kontrol ke
dokter dekat tempat tinggal pasien.
Pasien mengakui bahwa pasien memiliki riwayat gastritis (saat masih
muda) dan hipertensi (sejak 3 bulan yang lalu), namun pasien rajin kontrol ke
dokter di sekitar tempat tinggalnya. Pasien menyangkal bahwa pasien memiliki
penyakit Diabetes Melitus sebelumnya. Pada keluarga pasien pun juga disangkal
adanya riwayat Diabetes mellitus serta hipertensi dan penyakit serupa.
Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum pasien tampak lemas, dengan
kesadaran compos mentis, kemudian vital sign tinggi badan 155 cm, berat badan
48 kg, status gizi cukup, tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 82 x/menit, respirasi
2
rate 18 x/menit dan suhu 36,50C. Pada pemeriksaan kepala didapatkan
konjungtiva anemis dextra dan sinistra, namun tidak didapatkan sklera ikterik.
Pada pemeriksaan leher tidak didapatkan distensi vena leher maupun pembesaran
kelenjar getah bening. Pada pemeriksaan thoraks, dari inspeksi didapatkan, pulmo
simetris dextra dan sinistra, tidak didapatkan ketinggalan gerak, tidak didapatkan
retraksi intercostae. Dari perkusi, didapatkan suara sonor di seluruh lapangan
paru, dan pada auskultasi didapatkan suara dasar vesikuler dan tidak didapatkan
suara tambahan lainnya. Pada pemeriksaan cor, dari inspeksi ictus kordis tidak
tampak, dan tidak kuat angkat, pada palpasi didapatkan Ictus Cordis teraba di SIC
V Linea Midclavicularis Sinistra, pada perkusi tidak didapatkan pembesaran cor,
sedangkan pada auskultasi didapatkan suara jantung 1-2 reguler murni. Pada
pemeriksaan abdomen didapatkan nyeri tekan di epigastric dan umbilicus, suara
peristaltik dalam batas normal. Pemeriksaan ekstremitas tidak didapatkan udema,
akral hangat di keempat ekstremitas.
Pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan adalah laboratorium
hematologi dan USG Abdomen. Pada hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan
hasil WBC :11,9 ribu/mmk, Hemoglobin 5,9 g/dL, HCT 17,7%, MCV 64,4 fl,
MCH 21,5, MCHC 33,3%, angka trombosit 313, GDS 134 mg/dl, SGOT 21,5 U/l,
SGPT 11,9 U/l. Pada hasil pemeriksaan laboratorium yang menunjang kasus ini
didapatkan hasil hemoglobin 5,9 g/dL, MCV 64,4 fl, MCH 21,5. Sedangkan pada
pemeriksaan USG abdomen didapatkan hasil gastritis erosif dengan multiple
tukak.
Diagnosis
Anemia Mikrositik Hipokromik ec Hematemesis Melena ec suspect tukak peptik
Penatalaksanaan
Pada pasien ini telah diberikan terapi :
Tranfusi PRC 2 colf/hari
Inf. RL 16 tpm
3
Inj. Omeprazole 1A/12 jam
Inj. Mecobalamine 1A/12 jam
Antasyda Syrup 3x1
Sucralfate tab 2x1
Prognosis
Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad Sanatiam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : dubia ad bonam
Follow Up
Setelah satu hari menjalani rawat inap di Bangsal Mawar 2, pasien masih
muntah darah, namun tidak sebanyak sebelumnya, yakni ± sekitar ¼ gelas. Selain
itu pasien juga mengeluh perutnya sakit, tidak nafsu makan, pusing cekot-cekot,
lemes. Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum pasien tampak lemas, dengan
kesadaran compos mentis, tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 82 x/menit irama
reguler, respirasi rate 18 x/menit dan suhu 36,50C. Pada pemeriksaan kepala
didapatkan konjungtiva anemis dextra dan sinistra, namun tidak didapatkan sklera
ikterik. Pada pemeriksaan fisik thoraks, pulmo didapatkan suara dasar vesikuler di
seluruh lapang paru, tidak didapatkan suara tambahan, pada pemeriksaan cor,
didapatkan suara jantung 1-2 regular murni, tidak didapatkan suara tambahan.
Pada pemeriksaan abdomen didapatkan nyeri tekan di epigastric dan umbilicus,
suara peristaltik dalam batas normal. Pemeriksaan ekstremitas tidak didapatkan
udema, akral hangat di keempat ekstremitas. Pada pemeriksaan laboratorium
didapatkan hasil :
- WBC : 11,9
- RBC : 2,75
- Hb : 5,9
- HCT : 17,7
- SGOT : 21,5
4
- SGPT : 11,9
Pada hari kedua pasien menjalani rawat inap, pasien mengalami perbaikan
dengan tidak muntah darah lagi, namun pasien masih mengeluhkan lemas, pusing
cekot-cekot, perut sakit sampai menjalar ke kaki. Pada pemeriksaan fisik,
keadaan umum pasien tampak lemas, dengan kesadaran compos mentis, tekanan
darah 130/70 mmHg, nadi 82 x/menit irama reguler, respirasi rate 18 x/menit dan
suhu 36,50C . Pada pemeriksaan kepala didapatkan konjungtiva anemis dextra dan
sinistra, namun tidak didapatkan sklera ikterik. Pada pemeriksaan fisik thoraks,
pulmo didapatkan suara dasar vesikuler di seluruh lapang paru, tidak didapatkan
suara tambahan, pada pemeriksaan cor, didapatkan suara jantung 1-2 regular
murni, tidak didapatkan suara tambahan. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan
nyeri tekan di epigastric dan umbilicus, suara peristaltik dalam batas normal.
Pemeriksaan ekstremitas tidak didapatkan udema, akral hangat di keempat
ekstremitas. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil :
- HbSAg (-)
Untuk program terapi masih dilanjutkan.
Hari ketiga menjalani rawat inap di Bangsal Mawar 2, pasien mengalami
perbaikan dengan semakin berkurangnya keluhan pusing dan perut masih terasa
senep, sedangkan mual dan muntah sudah tidak dikeluhkan pasien. Nafsu makan
pasien sudah kembali seperti biasanya. Pada hasil pemeriksaan fisik, vital sign
pasien, tekanan darah 130/90, nadi 80 x/menit, respirasi rate 20 x / menit, suhu
36,50C. Pada pemeriksaan kepala didapatkan konjungtiva anemis dextra dan
sinistra, namun tidak didapatkan sklera ikterik. Pada pemeriksaan fisik thorak,
pulmo didapatkan suara dasar vesikuler di seluruh lapang paru, tidak didapatkan
suara tambahan, pada pemeriksaan cor, didapatkan suara jantung 1-2 regular
murni, tidak didapatkan suara tambahan. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan
nyeri tekan di epigastric dan umbilicus, suara peristaltik dalam batas normal.
Pemeriksaan ekstremitas tidak didapatkan udema, akral hangat di keempat
ekstremitas. Pada pemeriksaan laboratorium, didapatkan hasil :
- WBC : 11,1
- RBC : 3,96
5
- Hb : 10,1
- HCT : 28,7
- MCV : 25,5
- MCHC : 35,2
- Trombosit : 243
Untuk program terapi masih tetap dilanjutkan.
Hari keempat menjalani rawat inap di Bangsal Mawar 2, pasien
mengalami perbaikan dengan tidak adanya keluhan pusing, mual, muntah, BAB
warna kuning kehitaman. Namun, pasien masih mengeluhkan nyeri di epigastric.
Pada hasil pemeriksaan fisik, vital sign pasien, tekanan darah 110/70, nadi 86
x/menit, respirasi rate 20 x / menit, suhu 36,50C. Pada pemeriksaan kepala
didapatkan konjungtiva anemis dextra dan sinistra, namun tidak didapatkan sklera
ikterik. Pada pemeriksaan fisik thorak, pulmo didapatkan suara dasar vesikuler di
seluruh lapang paru, tidak didapatkan suara tambahan, pada pemeriksaan cor,
didapatkan suara jantung 1-2 regular murni, tidak didapatkan suara tambahan.
Pada pemeriksaan abdomen didapatkan nyeri tekan di epigastric dan umbilicus,
suara peristaltik dalam batas normal. Pemeriksaan ekstremitas tidak didapatkan
udema, akral hangat di keempat ekstremitas. Untuk program terapi masih
dilanjutkan.
Pada hari kelima, pasien mengalami perbaikan dengan tidak adanya
keluhan pusing, mual, muntah, BAB warna kuning. Namun, pasien masih
mengeluhkan nyeri di epigastric. Pada hasil pemeriksaan fisik, vital sign pasien,
tekanan darah 120/90, nadi 82 x/menit, respirasi rate 20 x / menit, suhu 36,50C. .
Pada pemeriksaan kepala didapatkan konjungtiva anemis dextra dan sinistra,
namun tidak didapatkan sklera ikterik. Pada pemeriksaan fisik thorak, pulmo
didapatkan suara dasar vesikuler di seluruh lapang paru, tidak didapatkan suara
tambahan, pada pemeriksaan cor, didapatkan suara jantung 1-2 regular murni,
tidak didapatkan suara tambahan. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan nyeri
tekan di epigastric dan umbilicus, suara peristaltik dalam batas normal.
Pemeriksaan ekstremitas tidak didapatkan udema, akral hangat di keempat
ekstremitas. Untuk program terapi masih dilanjutkan.
6
Diskusi
Pendekatan diagnosis pada kasus ini dipikirkan atas dasar pada anamnesis
didapatkan keluhan lemas, pusing. Keluhan lemas tidak disertai keluhan sesak
napas dan pandangan berkunang-kunang. Pada anamnesis juga didapatkan adanya
keluhan buang air besar berwarna hitam yang mengarah ke perdarahan saluran
cerna. Asupan makanan pasien dikatakan baik. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
adanya konjungtiva yang pucat tanpa disertai takikardia dan tanda-tanda sianosis
perifer. Temuan klinis tersebut mengarahkan pemikiran akan adanya anemia yang
disebabkan oleh perdarahan. Pemeriksaan penunjang yang mendukung ke arah
diagnosis anemia mikrositik hipokromik adalah adanya temuan nilai MCV 64,4
(menurun), MCH 21,5 (menurun), kadar hemoglobin sebesar 5,9 g/dl.
Pada pasien ini ditemukan keluhan keluhan muntah darah sejak 3 hari
sebelum masuk rumah sakit. Muntah darah berwarna hitam seperti kopi pekat,
dengan jumlah kurang lebih 4 gelas. Namun, jeda beberapa jam pasien kembali
muntah darah dengan jumlah yang dikeluarkan semakin banyak hingga sekitar 10
gelas belimbing, berwarna merah segar dan mringkil-mringkil. Setelah
memuntahkan darah pasien menjadi lemah. Selain itu pasien mengeluhkan
badannya terasa lemas yang mengakibatkan pasien tidak kuat untuk menjalankan
aktivitas sehari-hari, pasien juga mengeluh pandangan berkunang-kunang dan
pusing cekot-cekot, nafsu makan menurun, BAB berwarna kehitaman, dan sulit
tidur. Pasien memiliki riwayat sakit serupa sekitar 2 tahun yang lalu.
Berdasarkan anamnesis didapatkan keluhan muntah darah yang berwarna
seperti kopi. Muntah darah yang berwarna hitam pekat seperti kopi diakibatkan
oleh perdarahan yang berasal dari saluran cerna bagian atas yaitu lambung, yang
telah tercampur dengan asam lambung. Warna darah tergantung pada jumlah
asam lambung yang ada dan lamanya kontak dengan darah. Darah dapat berwarna
merah segar bila tidak tercampur dengan asam lambung atau merah gelap, coklat,
ataupun hitam bila telah bercampur dengan asam lambung atau enzim pencernaan
sehingga hemoglobin mengalami proses oksidasi menjadi hematin.
7
Selain itu pasien juga mengeluhkan BAB yang berwarna hitam seperti ter,
hal ini diakibatkan oleh tercampurnya darah dengan asam lambung. BAB hitam
(melena) baru dijumpai apabila terjadi paling sedikit perdarahan sebanyak 50-100
mL. Perdarahan saluran cerna bagian atas juga dapat bermanifestasi sebagai
hematokesia bila perdarahan banyak dan aktif serta waktu transit saluran cerna
yang cepat.
Berdasarkan anamnesis juga, diperoleh data bahwa pasien merasa sakit di
daerah ulu hati. Sakit ini sudah dirasakan sejak muda dan hilang timbul. Sakit
dirasakan seperti menusuk-nusuk dan perih. Sakit hilang bila pasien makan.
Kadang-kadang pasien merasa mual. Cepat merasa kenyang dan terkadang terasa
kembung. Berdasarkan keterangan ini disimpulkan bahwa pasien pernah
menderita gastritis. Gastritis adalah inflamasi dari mukosa lambung. Gambaran
klinis yang ditemukan berupa dispepsia yang dikeluhkan pasien ini. Gastritis
terjadi karena terjadi gangguan keseimbangan faktor agresif dan defensif. Gastritis
akut dapat disebabkan oleh NSAIDs, alkohol, gangguan mikrosirkulasi mukosa
lambung maupun stres. Gastritis kronik disebabkan oleh Helicobacter pylori.
Pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan adalah USG dan
laboratorium hematologi. Pada hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil :
- WBC :11,9
- RBC : 2,75
- Hemoglobin : 5,9 g/dL
- HCT : 17,7
- MCV : 64,4
- MCH : 21,5
- MCHC : 33,3
- Trombosit : 313
- GDS : 134 mg/dl
- SGOT : 21,5 U/l
- SGPT : 11,9 U/l.
Sedangkan pada pemeriksaan USG abdomen didapatkan hasil gastritis erosif
dengan multiple tukak.
8
Pendekatan diagnosis mencapai sasaran yang diharapkan bila dilakukan
pemeriksaan yang terarah dan kronologis, mulai dari anamnesis, pemeriksaan
fisik diagnosis dan pemeriksaan penunjang diagnosis rutin dan khusus.
a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Anamnesis harus terarah dengan mengumpulkan semua keluhan yang
berhubungan dengan kejadian anemia, hematemesis melena, dan tukak
peptik, etiologi, perjalanan penyakit, dan gambaran klinik (keluhan subjektif
dan objektif termasuk kelainan laboratorium).
b. Pemeriksaan laboratorium
Tujuan pemeriksaan laboratorium yaitu mengetahui berapa nilai
hemoglobin, HCT, MCV, MCH, MCHC. Sehingga dapat mengetahui etiologi
dan perjalanan penyakit termasuk faktor yang memperburuk.
c. Pemeriksaan penunjang diagnosis
Pemeriksaan penunjang diagnosis harus selektif sesuai dengan tujuannya,
yaitu:
1. Diagnosis etiologi Hematemesis Melena dan Tukak Peptik
Hematemesis Melena yang dikibatkan oleh Tukak Peptikum, untuk
membedakannya dengan gastritis erosif dapat dilakukan pemeriksaan
dengan endoskopi.
2. Diagnosis pemburuk
Untuk mengetahui apakah terdapat kelainan pada hati dapat dilakukan
pemeriksaan fungsi hati seperti SGPT, SGOT dan dapat dilakukan USG
abdomen.
Anemia merupakan adalah suatu kondisi dimana kadar sel darah merah
dalam tubuh berkurang atau jumlah hemoglobin yang berkurang dalam darah.
Tiga penyebab utama anemia adalah perdarahan yang berlebihan seperti
perdarahan akut/kronik, hemolisis yang berlebihan, atau hematopoiesis yang tidak
efektif.
Hematemesis merupakan muntah darah yang berwarna hitam yang berasal
dari saluran cerna bagian atas. Melena yaitu buang air besar berwarna hitam ter
yang berasal dari saluran cerna bagian atas. Yang dimaksud dengan saluran cerna
9
bagian atas adalah saluran cerna di atas (proksimal) dari ligamentum Treitz, mulai
dari jejenum proksimal, duodenum, gaster dan esofagus.
Sedangkan pengertian tukak peptikum yaitu putusnya kontinuitas mukosa
lambung yang meluas sampai di bawah epitel. Kerusakan mukosa yang tidak
meluas sampai ke bawah epitel disebut sebagai erosi, walaupun sering juga
disebut sebagai “ulkus” (misalnya ulkus karena stres).
Pada pasien ini, penegakan diagnosis didasarkan pada keluhan khas pada
anemia dan ulcus peptikum dan dengan hasil pemeriksaan laboratorium
hematologi, dan USG.
Etiologi
Anemia disebabkan oleh bermacam penyebab. Pada dasarnya anemia
disebabkan oleh karena Gangguan pembentukan eritrosit oleh sumsum tulang,
kehilangan darah (perdarahan), proses penghancuran eritrosit dalam tubuh
sebelum waktunya (hemolisis).
Hematemesis diakibatkan oleh perdarahan yang berasal dari saluran cerna
bagian atas yaitu lambung, yang telah tercampur dengan asam lambung.
Sedangkan melena diakibatkan oleh tercampurnya darah dengan asam lambung.
Sedangkan penyebab utama ulkus peptikum yang paling penting adalah
infeksi H. Pylori dan NSAIDs. H. pylori merupakan bakteri yang hidup dalam
lambung orang yang terinfeksi.
Patofisiologi
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau
kehilangan sel darah merah secara berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum
dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor atau
kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang
melalui perdarahan atau hemplisis (destruksi), hal ini dapat akibat defek sel darah
merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah yang menyebabkan
destruksi sel darah merah. Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam
10
sel fagositik atau dalam system retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa.
Hasil proses ini adalah bilirubin yang akan memasuki aliran darah.
Hematemesis diakibatkan oleh perdarahan yang berasal dari saluran cerna
bagian atas yaitu lambung, yang telah tercampur dengan asam lambung. Warna
darah tergantung pada jumlah asam lambung yang ada dan lamanya kontak
dengan darah. Darah dapat berwarna merah segar bila tidak tercampur dengan
asam lambung atau merah gelap, coklat, ataupun hitam bila telah bercampur
dengan asam lambung atau enzim pencernaan sehingga hemoglobin mengalami
proses oksidasi menjadi hematin. Sedangkan melena diakibatkan oleh
tercampurnya darah dengan asam lambung. BAB hitam (melena) baru dijumpai
apabila terjadi paling sedikit perdarahan sebanyak 50-100 mL.
Sedangkan patogenesis dari ulcus peptikum adalah Terdapat bebrapa teori
patogenesis ulcus peptik yaitu :
1. “No Acid No Ulcer” Pengaturan asam lambung pada sel parietal
(Schwarst 1910)
Sel parietal/oxytntic mengeluarkan asam lambung HCl, sel
peptik/zimogen mengeluarkan pepsinogen yang oleh HCl dirubah jadi
pepsin dimana HCl dan pepsin adalah faktor agresif terutama pepsin
dengan mileu pH <4 (sangan agresif terhadap mukosa lambung). Bahan
iritan akan menimbulkan defek barier mukosa dan terjadi difus balik ion
H-. Histamin terangsang untuk lebih banyak mengeluarkan asam lambung,
timbul dilatasi dan peningkatan permeabilitas pembuluh kapiler, kerusakan
mukosa lambung.
2. “Shay and Sun” (Ballance theory 1974)
Gangguan keseimbangan antara faktor agresif/asam dan pepsin
dengan faktor defensif (mukus, bikarbonat, aliran darah, PG), bisa faktor
agresif meningkat atau faktor defensif menurun.
3. “No HP No Ulcer” Helycobacter Pylori(HP) (Warren and Marshall
1983)
HP adalah kuman patogen gram negatif bentuk batang/spiral,
microaerofilik berflagela hidup pada permukaan epitel, mengandung
11
urease ( Vac A, cag A, PAI dapat mentranslokasi cag A kedalam sel host)
hidup di antrum, migrasi ke proksimal lambung dapat berubah menjadi
kokoid suatu bentuk dorman bakteri.
Patogenesis ulkus peptikum terjadi akibat multifaktor yang
menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan antara faktor agresif dan faktor
defensif. Faktor agresif terbagi menjadi faktor agresif endogen (HCl,
pepsinogen/pepsin, garam empedu) dan faktor agresif eksogen (obat-obatan,
alcohol, infeksi). Faktor defensif meliputi mucus, bikarbonat, dan
prostaglandin. Keadaan lingkungan dan individu juga memberikan kontribusi
dalam terjadinya ulkus yang mengakibatkan terjadinya peningkatan sekresi
asam lambung atau melemahnya barier mukosa. Faktor lingkungan meliputi
penggunaan NSAIDs, rokok, alcohol dan emosi serta stress psikis. Faktor
individu berupa H. Pylori dan infeksi lainnya yang menyebabkan hipersekresi
seperti pada sindrom Zollinger-Ellison.
Penggunaan NSAIDs merupakan penyebab yang paling sering yang
menyebabkan kerusakan mukosa dan perdarahan, dan diperkirakan hingga
30% pengkonsumsi regular NSAIDs mengalami satu ulkus bahkan lebih.
Pengguna NSAIDs memiliki risiko empat kali lipat untuk terjadinya
komplikasi perdarahan.
Pemakaian NSAIDs bukan hanya menyebabkan kerusakan struktural
pada gastroduodenal, tetapi juga pada usus halus dan usus besar berupa
inflamasi, ulserasi, atau perforasi. Patogenesis terjadinya kerusakan mukosa
terutama gastroduodenal adalah akibat efek toksik/iritasi langsung pada
mukosa yang menangkap NSAIDs yang bersifat asam sehingga terjadi
kerusakan epitel dalam berbagai tingkat, namun efek utama NSAIDs adalah
menghambat kerja dari enzim siklooksigenase (COX) pada asam arakidonat
sehingga menekan produksi prostaglandin yang berfungsi dalam memelihara
keutuhan mukosa dengan mengatur aliran darah mukosa, proliferasi sel-sel
epitel, sekresi mucus dan bikaronat, mengatur fungsi imunosit mukosa serta
sekresi basal asam lambung.
Gambaran Klinis dan Penegakan Diagnosis
12
Gambaran klinis dari tukak peptikum, biasanya pasien ulkus peptikum
mengeluh dyspepsia. Pada ulkus peptikum memberikan ciri keluhan seperti
nyeri ulu hati, rasa tidak nyaman disertai muntah. Pada ulkus duodenum rasa
sakit timbul pada waktu pasien merasa lapar, rasa sakit membangunkan
pasien tengah malam, rasa sakit hilang setelah makan dan minum obat
antasida. Rasa sakit tukak peptikum timbul setelah makan, berbeda dengan
ulkus duodenum yang merasa lebih enak setelah makan, rasa sakit ulkus
gaster di sebelah kiri dan rasa sakit ulkus duodenum sebelah kanan garis
tengah perut. Tinja berwarna seperti ter (melena) harus diwaspadai sebagai
suatu perdarahan ulkus. Pada dispepsia kronik, sebagai pedoman untuk
membedakan antara dyspepsia fungsional dan dyspepsia organik dapat
ditemukan gejala peringatan (alarm sign) berupa :
• Umur > 45-50 tahun keluhan muncul pertama kali
• Adanya perdarahan hematemesis/melena
• BB menurun > 10%
• Anoreksia/cepat kenyang
• Riwayat ulkus peptikum sebelumnya
• Muntah yang persisten
• Anemia yang tidak diketahui sebabnya
Penegakan diagnosis pada ulkus peptikum ditegakkan berdasarkan :
1. Pengamatan klinis, dyspepsia, kelainan fisik yang dijumpai
2. Hasil pemeriksaan penunjang (radiologi dan endoskopi)
3. Hasil biopsi untuk pemeriksaan CLO, histopatologi kuman H. Pylori.
Diagnosis pasti tukak peptik dilakukan dengan pemeriksaan
endoskopi saluran cerna bagian atas dan sekaligus dilakukan biopsi
lambung untuk deteksi H.pylori atau dengan pemeriksaan foto barium
kontras ganda. Untuk membedakan apakah perdarahan yang terjadi berasal
dari saluran cerna bagian atas atau bawah dapat dilakukan cara praktis yaitu
sebagai berikut.
Tabel 1.
13
Perbedaan Pendarahan SCBA dan Pendarahan SCBB
Perdarahan SCBA Perdarahan SCBB
Manifestasi klinik pada
Umumnya
Hematemesis
dan/melena
Hematokesia
Aspirasi nasogastric Berdarah jernih
Rasio (BUN/Kreatinin) Meningkat > 35 < 35
Sedangkan penegakan diagnosis Anemia didasarkan pada pemeriksaan
laboratorium, yang terdiri dari :
1. pemeriksaan penyaring (screening test)
terdiri dari pengukuran kadar hemoglobin, indeks eritrosit dan hapusan darah
tepi. Dari ini dapat dipastikan adanya anemia serta jenis morfologik anemia
untuk pengarahan diagnosis lebih lanjut.
2. pemeriksaan darah seri anemia
meliputi hitung leukosit, trombosit, hitung retikulosit dan LED. Sekarang
sudah banyak dipakai automatic hemotology analyzer yang dapat
memberikan presisi hasil yang lebih baik.
3. pemerikssan sumsum tulang
memberikan informasi yang penting mengenai keadaan sistem hematopoesis.
Pemeriksaan ini dibutuhkan untuk diagnosis defenitif pada beberapa jenis
anemia. Pemeriksaan SST mutlak diperlukan untuk diagnosis anemia
aplastik, anemia megaloblastik, serta pada kelainan hematologik yang dapat
mensupresi sistem eritrosit.
Diagnosis Banding
Hematemesis Melena et causa Gastritis Akut erosif
Hematemesis Melena et causa varises esofagus
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan endoskopi dilakukan untuk mengetahui asal tempat terjadinya
sumber perdarahan, penyebab perdarahan, aktivitas perdarahan dan sebagai
diagnostik pasti.
14
Penatalaksaan
Terapi kausal yang diberikan pada pasien ini adalah golongan
obat penghambat pompa proton seperti Lansoprazole. Mekanisme kerja PPI
adalah memblokir enzim K+H+ATP ase yang akan memecah K+H+ATP
menghasilkan energi yang akan digunakan untu mengeluarkan enzim HCL
dari kanalikuli sel parietal ke dalam lumen lambung.
Selanjutnya diberikan obat-obatan golongan antihistamin H2
seperti Ranitidine, obat ini bekerja dengan cara memblokir efek histamin pada
sel parietal sehingga sel parietal tidak dapat dirangsang untuk mengeluarkan
asam lambung. Efek ini bersifat reversibel.
Selain itu diberikan juga obat-obatan pelindung mukosa lambung seperti
sucralfate yang mekanisme kerjanya melalui pelepasan kutub alumunium
hidroksida yang berikatan dengan kutub positif molekul protein membentuk
lapisan fisiokokemikal pada daerah erosi, yang melindunginya dari pengaruh
agresif asam lambung. Atau dapat diberikan obat-obatan analog prostaglandin
seperti misoprostol yang dapat mengurangi sekresi asam lambung, menambah
sekresi mukus, bikarbonat dan meningkatkan aliran darah mukosa serta
pertahanan dan perbaikan mukosa lambung.
Selain itu diberikan juga obat-obatan antasida yang mempunyai kemampuan
untuk menetralkan asam lambung atau mengikatnya, seperti Magnesium
hidroksida atau Alumunium hidroksida.
Pemberian vitamin K pada kasus-kasus perdarahan saluran cerna bagian atas
diperbolehkan, dengan peetimbangan pemberian tersebut tidak merugikan
dan relatif murah. Vitamin K bermanfaat dalam proses pembekuan darah dan
dapat mengembalikan masa protrombin menjadi normal. Faktor pembekuan
darah yang bergantung pada vitamin K adalah faktor II, VII, IX, dan X. Apabila
terjadi defisiensi vitamin K maka proses pembekuan akan berlangsung
lama dan perdarahan dapat terjadi terus-menerus.
Pemberian obat-obatan antasida dan antagonis reseptor H2 tidak boleh
diberikan pada waktu yang bersamaan, karena obat-obatan antasida dapat
menghambat absorbsi dari obat-obatan lain. Pemberian dapat dilakukan
15
dengan tenggang waktu 1-2 jam. Sebagai contoh pemberian antasida
dilakukan 1 jam sebelum makan dan obat-obatan antihistamin H2 diberikan 1
jam setelah makan. Untuk obat-obatan antagonis H2 dan cytoprotective agent
pemberiannya boleh dilakukan secara bersama-sama. Apabila kita menggunakan
sucralfate, maka pemberiannya juga jangan diberikan bersamaan dengan
antasida, karena sucralfate membutuhkan PH asam untuk aktivasi.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya maka dapat disimpulkan
diagnosa kerja untuk pasien ini adalah Anemia Mikrositik Hipokromik ec
Hematemesis ec Tukak Peptik. Tata laksana untuk pasien ini adalah edukasi
pada pasien dan keluarga yang merawatnya serta pemberian farmakologi.
16