case sgb
TRANSCRIPT
PENDAHULUAN
Sindroma Guillain-Barre (SGB) merupakan penyebab kelumpuhan yang cukup
sering dijumpai pada usia dewasa muda. SGB ini seringkali mencemaskan penderita dan
keluarganya karena terjadi pada usia produktif, apalagi pada beberapa keadaan dapat
menimbulkan kematian, meskipun pada umumnya mempunyai prognosa yang baik.
DEFINISI
Sindrom Guillain Barre (SGB) merupakan suatu penyakit yang menyerang radiks
saraf baik ventral maupun dorsal yang bersifat akut dan mengakibatkan kelumpuhan yang
gejalanya dimulai dari tungkai bagian bawah dan meluas keatas sampai tubuh dan otot-
otot wajah dan dikenal sebagai Landry’s Paralisis ascending. Pertama dideskripsikan oleh
Jean-Baptiste Landry, 1859 menyebutnya sebagai suatu penyakit akut, ascending dan
paralysis motorik dengan gagal napas. Pada tahun 1916, Guillain, Barre dan Strohl
menjelaskan tentang adanya perubahan khas berupa peninggian protein cairan
serebrospinal (CSS) tanpa disertai peninggian jumlah sel. Sindrom Guillain Barre
(SGB) adalah penyakit autoimun yang menyerang sistem saraf perifer yang timbul karena
proses infeksi akut yang merupakan kelainan pada saraf perifer yang bersifat peradangan
di luar otak dan medulla spinalis. Pada Sindrom ini sering dijumpai adanya kelemahan
yang cepat atau bisa terjadi paralysis dari tungkai atas, tungkai bawah, otot-otot
pernafasan dan wajah.
Beberapa nama disebut oleh beberapa ahli untuk penyakit ini, yaitu Idiopathic
polyneuritis, Acute Febrile Polyneuritis, Infective Polyneuritis, Acute ascending
paralysis, Post Infectious Polyneuritis, Acute Inflammatory Demyelinating
Polyradiculoneuropathy (AIDP), Guillain Barre Strohl Syndrome, Landry Ascending
paralysis, dan Landry Guillain Barre Syndrome.
Dari kasus penderita SGB, kebanyakan terjadi setelah penderita mengalami
penyakit panas atau demam yang biasanya dari infeksi saluran pernapasan bagian atas
(ISPA) dan saluran pencernaan. Ditemukan juga ifeksi virus seperti sitomegalovirus,
variola, morbili, parotitis, hepatitis A,B, atau C, rubella, influenza yang terjadi 2-4
1
minggu sebelum terjadi Sindrom Guillain-Barre. SGB juga ditemukan pada beberapa
kasus dengan pasca imunisasi dan bedah minor.
EPIDEMIOLOGI
Penyakit ini terjadi di seluruh dunia, kejadiannya pada semua musim. Dowling
dkk mendapatkan frekwensi tersering pada akhir musism panas dan musim gugur dimana
terjadi peningkatan kasus influenza. Insidensi sindroma Guillain-Barre bervariasi antara
0.6 sampai 1.9 kasus per100.000 orang pertahun. Selama periode 42 tahun Central
Medical Mayo Clinic melakukan penelitian mendapatkan insidensi rate 1.7 per 100.000
orang. Terjadi puncak insidensi antara usia 15-35 tahun dan antara 50-74 tahun. Jarang
mengenai usia dibawah 2 tahun. Usia termuda yang pernah dilaporkan adalah 3 bulan dan
paling tua usia 95 tahun. Laki-laki dan wanita sama jumlah insidennya.
ETIOLOGI
Etiologi SGB sampai saat ini masih belum dapat diketahui dengan pasti
penyebabnya dan masih menjadi bahan perdebatan. Beberapa keadaan/penyakit yang
mendahului dan mungkin ada hubungannya dengan terjadinya SGB, antara lain:
Infeksi
Vaksinasi
Pembedahan
Penyakit sistemik:
- Keganasan
- Systemic lupus erythematosus
- Tiroiditis
- Penyakit Addison
Kehamilan atau dalam masa nifas
SGB sering sekali berhubungan dengan infeksi akut non spesifik. Insidensi kasus
SGB yang berkaitan dengan infeksi ini sekitar antara 56% - 80%, yaitu 1 sampai 4
2
minggu sebelum gejala neurologi timbul seperti infeksi saluran pernafasan atas atau
infeksi gastrointestinal.
Infeksi akut yang berhubungan dengan SGB
Infeksi Definite Probable Possible
Virus CMV
EBV
HIV
Varicella-zoster
Vaccinia/smallpox
Influenza
Measles
Mumps
Rubella
Hepatitis
Coxsackie
Echo
Bakteri Campylobacter
Jejuni
Mycoplasma
Pneumonia
Typhoid Borrelia B
Paratyphoid
Brucellosis
Chlamydia
Legionella
Listeria
75% dari sejumlah kasus SGB terjadi dalam 1-3 minggu infeksi yang akut,
biasanya infeksi saluran pernapasan atau gastro intestinal. Kultur dan seroepidemiologi
memperlihatkan 20 – 30% dari semua kasus yang terjadi di Amerika Utara, Eropa dan
Australia disebabkan oleh karena infeksi atau reinfeksi dengan (Campylobacter jejuni).
Pengkajian lebih difokuskan terhadap infeksi Campylobacter jejuni yang secara klinik
bermanifestasi sebagai gastroenteritis. Bakteri ini muncul dan mempunyai peranan
penting dalam bentuk axonal akut dari SGB yang terjadi epidemical didaerah Cina.
Pencetus SGB lainnya adalah infeksi virus (HIV, Ebstein Barr virus. Cytomegalo virus).
Mycoplasma pneumonial juga telah diidentifikasi sebagai infeksi pencetus terjadinya
demielinasi.
3
PATOGENESIS
Mekanisme bagaimana infeksi, vaksinasi, trauma, atau faktor lain yang
mempresipitasi terjadinya demielinisasi akut pada SGB masih belum diketahui dengan
pasti. Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan saraf yang terjadi pada
sindroma ini adalah melalui mekanisme imunlogi. Bukti-bukti bahwa imunopatogenesa
merupakan mekanisme yang menimbulkan jejas saraf tepi pada sindroma ini adalah:
1. didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler (celi mediated
immunity) terhadap agen infeksious pada saraf tepi.
2. Adanya auto antibodi terhadap sistem saraf tepi
3. Didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari peredaran pada
pembuluh darah saraf tepi yang menimbulkan proses demyelinisasi saraf tepi.
Proses demyelinisasi saraf tepi pada SGB dipengaruhi oleh respon imunitas
seluler dan imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya, yang
paling sering adalah infeksi virus. Virus yang terkait dengan SGB bersifat neurotropik
dan dianggap bahwa invasi langsung pada sel-sel Schwann dapat mengakibatkan
kerusakan myelin.
Peran imunitas seluler
Dalam sistem kekebalan seluler, sel limfosit T memegang peranan penting
disamping peran makrofag. Prekursor sel limfosit berasal dari sumsum tulang (bone
marrow) steam cell yang mengalami pendewasaan sebelum dilepaskan kedalam jaringan
limfoid danperedaran. Sebelum respon imunitas seluler ini terjadi pada saraf tepi
antigen harus dikenalkan pada limfosit T (CD4) melalui makrofag. Makrofag yang telah
menelan (fagositosis) antigen/terangsang oleh virus, allergen atau bahan imunogen lain
akan memproses antigen tersebut oleh penyaji antigen (antigen presenting cell = APC).
Kemudian antigen tersebut akan dikenalkan pada limfosit T (CD4). Setelah itu limfosit T
4
tersebut menjadi aktif karena aktivasi marker dan pelepasan substansi interlekuin (IL2),
gamma interferon serta alfa TNF.
Kelarutan E selectin (endothelial-leukocyte adhesion molecule) dan adesi molekul
interselular (ICAM) yang dihasilkan oleh aktifasi sel endothelial akan berperan dalam
membuka sawar darah saraf, untuk mengaktifkan sel limfosit T dan pengambilan
makrofag . Makrofag akan mensekresikan protease yang dapat merusak protein myelin
disamping menghasilkan TNF dan komplemen.
Disamping itu, T-limfosit yang tersensitisasi bekerjasama dengan limfosit-B
untuk membentuk antibody terhadap glikoprotein selubung myelin atau ganglion
sehingga menyebabkan hancurnya atau rusaknya myelin.
PATOLOGI
Dari pemeriksaan patologi, diketahui bahwa Sindrom Gullain Barre ditandai
dengan proses radang non infeksi didaerah radiks saraf tepi. pertama berupa edema yang
terjadi pada hari ke tiga atau ke empat, kemudian timbul pembengkakan dan iregularitas
selubung myelin pada hari ke lima, terlihat beberapa limfosit pada hari ke sembilan dan
makrofag pada hari ke sebelas, poliferasi sel schwan pada hari ke tigabelas. Perubahan
pada myelin, akson, dan selubung schwan berjalan secara progresif, sehingga pada hari
ke enampuluh enam, sebagian radiks dan saraf tepi telah hancur. Asbury dkk
mengemukakan bahwa perubahan pertama yang terjadi adalah Terdapat infiltrasi sel
limfosit dan makrofag, pada pembuluh darah kecil pada endo dan epineural. Akibat
infiltrasi sel radang tersebut kedalam membran basal serabut saraf mengakibatkan
demyelinisasi segmental. Bila peradangannya berat akan berkembang menjadi degenerasi
Wallerian. Kerusakan myelin disebabkan makrofag yang menembus membran basalis
dan melepaskan selubung myelin dari sel schwan dan akson.
GAMBARAN KLINIK
5
Pada Sindrom Gullain Barre terjadi kelumpuhan yang bersifat akut. Kelumpuhan
bersifat simetris dan asenden dimulai dari ekstremitas inferior, adanya injeksi saluran
nafas atau saluran cerna mendahului terjadinya gejala pada SGB. Kadang-kadang infeksi
virus seperti sitomegalovirus, variola, morbili, parotitis, Hepatitis A, B atau C, Rubela
influenza sebagai pencetus terjadi SGB.
Kelainan Motorik
Manifestasi utama adalah kelemahan otot-otot tubuh yang berkembang secara
simetris atau tidak simetris sepanjang waktu dalam beberapa hari atau minggu.
Umumnya kelemahan dimulai dari tungkai bawah lalu meluas ke tubuh, otot-otot
interkostal, leher dan otot-otot wajah atau kranial yang terkena belakangan (Paralisis
Ascendens). Biasanya yang mengalami kelemahan adalah otot-otot pada bagian
proksimal dibandingkan bagian distal.
Kelemahan otot dapat berkembang sangat cepat sehingga atrofi otot tidak
terjadi. Tonus otot menurun, refleks-refleks tendon menurun atau hilang, tidak
terdapat refleks patologik. Refleks kulit superfisial masih tetap ada atau sedikit
mengalami penurunan.
Bila kelemahan meluas sampai mengenai saraf otak, maka terjadi kelemahan
otot-otot kranial yang memperlihatkan gejala disfagi, disartri, facial plegi, diplopia.
Bila kelemahan memberat dapat terjadi kelumpuhan motorik total sehingga
menyebabkan gagal nafas dan kematian.
Kelainan Sensorik
- Adanya parestesi (kesemutan) pada bagian distal anggota tubuh bawah yang dapat
terjadi bersamaan dengan kelemahan otot. Sebagian besar kesemutan ini didapat
kaki dan kemudian baru tangan.
6
- Kadang-kadang terdapat penurunan rasa raba dan nyeri pada distribusi ”glove”
dan ”stocking”.
- Rasa nyeri biasanya jarang dan muncul belakangan.
Nyeri dapat terlokalisasi pada punggung, paha bagian posterior dan bahu. Nyeri
mungkin diperkirakan sebagai akibat dari inflamasi dan edema atau karena
mionekrosis, karena serum kreatin kinase sering meningkat pada penderita yang
mengalami nyeri berat.
- Kram otot dan otot sering lembek bila diraba.
Kelainan Otonom
Gejala yang timbul mempunyai bentuk sesuai dengan saraf otonom yang
rusak, dapat berupa penurunan fungsi simpatis atau parasimpatis atau menunjukan
salah satu fungsi yang berlebihan. Gangguan yang tampak berupa :
- Sinus takhikardia bahkan sampai terjadi aritmia jantung.
- Postural Hipotensi ( Merupakan gejala pokok ).
- Penurunan tekanan sistolik pada pembuluh darah.
Karena hilangnya sistem simpatik pada refleks pembuluh darah atau gangguan
sistem aferen dari arteriol baroreseptor.
- Gejala Hipertensi.
Diduga ada kaitannya dengan peningkatan aktivitas renin - angiostensin.
- Inkontinensia urine atau Retensio urine.
Gangguan fungsi kandung kencing mungkin oleh karena gangguan pada otot
sfingter, tetapi sangat jarang dan bersifat sementara.
- Hilangnya fungsi kelenjar keringat.
- Flushing pada wajah ( kemerahan ).
Kriteria Diagnosis
7
Diagnosa SGB terutama ditegakkan secara klinis. SBG ditandai dengan timbulnya
suatu kelumpuhan akut yang disertai hilangnya refleks-refleks tendon dan didahului
parestesi dua atau tiga minggu setelah mengalami demam disertai disosiasi sitoalbumin
pada likuor dan gangguan sensorik dan motorik perifer.
Kriteria diagnosa yang umum dipakai adalah Kriteria Asbury AK. Untuk
Sindrom Guillain Barre, yaitu:
a. Ciri-ciri yang perlu didiagnosiskan :
Terjadinya kelemahan yang progresif dan menyangkut lebih dari satu anggota
gerak. Kelemahan biasanya hanya berupa paresis ringan pada kedua tungkai
dengan atau tanpa ataksia ringan sampai lumpuh total pada keempat otot
ekstremitas, otot tubuh, otot bulbar, otot wajah, dan ophthalmoplegia eksterna.
Arefleksia: Biasanya terjadi arefleksia bagian distal dengan hiporefleksia
proksimal.
b. Ciri-ciri yang secara kuat menyokong diagnosis SGB
Ciri-ciri klinis:
1. Progresivitas: gejala kelumpuhan otot meluas secara tepat tapi terhenti
dalam 4 minggu.
2. Simetris.
3. Gangguan sensorik hanya ringan.
4. Ikut terkenanya saraf otak. Saraf otak VII terkena sekitar 50% dan sering
bilateral.
5. Penyembuhan: biasanya mulai 2-4 minggu sesudah terhentinya progresif
dari kelumpuhan.
6. Gangguan saraf otonum
Takikardia dan aritmia lain, hipotensi postural, hipertensi, gejala gangguan
vasomotor.
7. Tidak adanya febris pada awal kelumpuhan.
8. EMG menunjukan adanya perlambatan kecepatan antar saraf dengan
latensi distal yang memanjang.
8
Ciri-ciri kelainan cairan serebrospinal yang sangat memperkuat diagnosis :
1. Jumlah protein dalam cairan serebro spinalis meningkat
sesudah minggu pertama dari timbulnya gejala.
2. Jumlah sel tidak melebihi 10/mm3
c. Ciri-ciri yang membuat diagnosis meragukan :
1. Jumlah protein tidak meningkat 1-2 minggu sesudah timbul kelemahan otot.
2. jumlah sel 11-50 sel mononuclear /mm3
3. Kelemahan yang tetap asimetis
4. jumlah sel dalam cairan serebo spinal >50/mm3
5. Kelemahan yang tetap asimetrik
6. Tetap adanya gangguan miksi dan defekasi
7. Adanya gangguan miksi dan defekasi sejak awal
8. Adanya sel PMN dalam cairan serebrospinal
9. Adanya batas gangguan sensibilitas yang jelas
d. Tanda-tanda yang menentang diagnosis SGB :
1. Adanya anamnesis penggunaan senyawa hexacarbon, misalnya ”glue sniffing”.
2. Adanya metabolisme porphyrin abnormal seperti ”acute intermittent porphyria”.
3. Riwayat diphteri yang baru, dengan ataupun tanpa myocarditis.
4. Tanda-tanda keracunan timah, ditandai dengan adanya kelemahan ekstremitas
atas dengan wrist drop.
5. Hanya didapat gangguan sensorik saja.
6. Adanya kepastian diagnosis lain seperti poliomielitis, botulisme, polineuropati
toksik.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Pemeriksaan Cairan Cerebrospinal
9
Terlihat adanya ”Albumino-Cytologic Dissociation” yaitu dimana terjadi kenaikan
kadar protein yang tinggi tanpa disertai kenaikan jumlah sel. Gamma globulin juga
meningkat.
- Pemeriksaan EMG
Terdapat konduksi saraf menurun, Latensi memanjang, F-respon menurun. EMG
menunjukan adanya perlambatan kecepatan antar saraf dengan latensi distal yang
memanjang, yang berarti adanya penurunan refleks sehubungan dengan perlambatan
respon saraf sebagai karakteristik SGB.
Klasifikasi elektrofisiologis pada penyakit SGB :
Acute inflammatory demyelinating polyradiculoneuropathy (AIDP),
Acute motor-sensory axonal neuropathy (AMSAN),
Acute motor axonal neuropathy (AMAN).
- NVC (Nerve Conduction Velocity) merekam perjalanan sinyal sepanjang saraf 60%
lebih lambat dari normal.
TERAPI
Pada sebagian besar penderita dapat sembuh sendir. Pengobatan secara umum
bersifat simtomik. Meskipun dikatakan bahwa penyakit ini dapat sembuh sendiri, perlu
dipikirkan waktu perawatan yang cukup lama dan angka kecacatan (gejala sisa) cukup
tinggi sehingga pengobatan tetap harus diberikan. Tujuan terapi khusus adalah
mengurangi beratnya penyakit dan mempercepat penyembuhan melalui sistem imunitas
(imunoterapi).
1. Terapi umum meliputi pengawasan dan penanganan terhadap penyulit-
penyulit :
Gagal Nafas
- Gunakan ventilator
10
- Atasi hipoksia dengan pemberian oksigen
- Memberikan ventilasi untuk membuang CO2 nya
Hipotensi
- Atasi dengan pemberian cairan
Hipertensi
- Bila ringan cukup dengan pemberian diuretik ringan
- Bila tinggi dan menetap dipakai Natrium nitropusid injeksi IV
- Gunakan agonis beta adrenergik ( propanolol )
Aritmia
- Anti aritmia ( mexiletine HCl )
- Pemacu jantung (digitalis)
Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
- NaCl 0,9 IV dengan 5% - 10% dextrose
- Potasium 100 mmol/hari
- Pemberian kalori 1500 - 2000 kalori/hari
Retensio urin dan inkontinensia urin
- Kateterisasi
2. Immunoterapi
Dengan tujuan untuk mengurangi beratnya penyakit dan mempercepat
kesembuhan ditunjukkan melalui sistem imunitas.
Kortikosteroid
Pemakaian kortikosteroid pada SGB dengan tujuan sebagai anti inflamasi,
melalui kemampuan imunologik, efek pada metabolisme. Pengobatan ini
hanya bersifat paliatif.
Plasmaferesis (Plasma exchange)
Suatu metode untuk memisahkan komponen darah dengan
menggunakan mesin sehingga plasma dipisahkan dari sel darah merahnya,
lalu plasma dibuang dan sel darah merahnya dicampurkan dengan larutan
11
koloid pengganti yaitu albumin 4 % dalam larutan salin, lalu dimasukkan
kembali kedalam tubuh.
Plasmaparesis atau plasma exchange bertujuan untuk
mengeluarkan faktor autoantibodi yang beredar. Pemakain plasmaparesis
pada SGB memperlihatkan hasil yang baik, berupa perbaikan klinis yang
lebih cepat, penggunaan alat bantu nafas yang lebih sedikit, dan lama
perawatan yang lebih pendek. Pengobatan dilakukan dengan mengganti
200-250 ml plasma/kg BB dalam 7-14 hari. Plasmaparesis lebih
bermanfaat bila diberikan saat awal onset gejala (minggu pertama).
3. Imunoglobulin intravena
Telah dilaporkan memberikan perbaikan terhadap penderita SGB tanpa
mengalami efek samping. Dosis yang paling sering digunakan ialah 0,4
gr/kgBB/hari selama 5 sampai 7 hari.
4. Obat Sitotoksik
Obat-obat yang pernah dianjurkan adalah 6 mercaptopurin (6-MP),
azathioprine dan cyclophasphamid.
Sampai saat ini belum ada pengobatan spesifik untuk SGB, pengobatan
terutama secara simptomalis. Tujuan utama pengobatan adalah perawatan yang
baik dan memperbaiki prognosisnya.
Fisioterapj yang teratur dan baik juga penting. Fisioterapi dada secara teratur
untuk mencegah retensi sputum dan kolaps paru. Gerakan pasif pada kaki yang
lumpuh mencegah deep vein thrombosis. Splint mungkin diperlukan untuk
mempertahankan posisi anggota gerak yang lumpuh, dan kekakuan sendi dicegah
dengan gerakan pasif.
DIAGNOSIS BANDING
12
Poliomielitis
Pada poliomyelitis ditemukan kelumpuhan disertai demam, tidak ditemukan
gangguan sensorik, kelumpuhan yang tidak simetris, dan Cairan cerebrospinal
pada fase awal tidal normal dan didapatkan peningkatan jumlah sel.
Myositis Akut
Pada miositis akut ditemukan kelumpuhan akut biasanya proksimal, didapatkan
kenaikan kadar CK (Creatine Kinase), dan pada Cairan serebrospinal normal.
Myastenia gravis
didapatkan infiltrate pada motor end plate, kelumpuhan tidak bersifat ascending.
CIPD (Chronic Inflammatory Demyelinating Polyradical Neuropathy) didapatkan
progresifitas penyakit lebih lama dan lambat. Juga ditemukan adanya
kekambuhan kelumpuhan atau pada akhir minggu keempat tidak ada perbaikan.
PROGNOSIS
Umumnya 85% penderita SGB mengalami penyembuhan yang sempurna atau
hampir sempurna dengan sisa deficit motorik yang ringan. Penyembuhan berjalan lambat
biasanya sampai 18 bulan. Kekambuhan terjadi pada 3% penderita. Pasien dengan
degenerasi akson, dengan kelumpuhan hebat biasanya prognosisnya jelek. Angka
kematian berkisar 1-5%, kematian biasanya akibat gagal napas, sedangkan yang hidup
25%-36% meninggalkan gejala sisa berupa droopfoot atau postural tremor. Kematian
disebabkan karena kelumpuhan otot pernapasan.
13
DAFTAR PUSTAKA
1. Lidsay KW. Guillain-Barre Syndrome dalam Neurology and Neurosurger Illustrated.
3th ed : 1997: 58, 164, 419, 420, 422, 424-425.
2. Duss Peter. Sindrom Guillain-Barre dalam Diagnosis Topis Neurolog Anatomy,
Fisiologi, Tanda, Gejala, Edisi ke 2, Cetakan I. EGG, Jakarta, 199 :51.
3. Asbury AK. Guillain-Barre Syndrome : Historical Aspects. Ann Neurol. 1990 27 (s):
S2 - S6.
4. Parry GJ. Diagnosis of-Guillain-Barre Syndrome. In. Parry GJ. Guillain-Barr
Syndrome. Thieme Medical Publishers Inc, New York. 1993 : 113-129.
5. Adams RD. Victor MR. Guillain Barre Syndrome. Diseases of the Periphery Nerves.
In Principles of Neurology. Chapter 46. Mcgraw-Hill. New York. 1991 Page 1312-
1318.
6. Johnson Richard T. Viral Infctions Of the Nervous Sistem. Raven Pres, Nev York.
1984: 174
7. Mardjono Mahar, Sidharta Priguna. Sindroma Guillain-Barre : Neurologi Klinis
Dasar, Cetakan ke 8. Dian Rakyat, Jakarta, 2000 :42, 87,176,421.
14
STATUS NEUROLOGI
IDENTITAS
No. MR : 62-61-01-00
Nama : Tn.F
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 22 tahun
Pekerjaan : Mahasiswa
Pendidikan : Universitas Swasta
Agama : Kristen
Alamat : Lubang Buaya Cipayung, Jak-Tim
Masuk tanggal : 18 September 2010
Keluar tanggal : -
Meninggal tanggal : -
Dokter : dr.Tumpal, SpS
Ko-Assisten : Kartika Prasasti Ramadia
ANAMNESIS
Autoanamnesis tanggal : 18 September 2010
Keluhan Utama : Lemas pada kedua kaki
15
Keluhan Tambahan : Mual dan nyeri pada sendi
Riwayat perjalanan penyakit :
+ 5 hari yang lalu pasien mengeluh mual, muntah, diare, dan demam.
Keluhan ini dirasakan setelah pasien pergi dengan keluarganya keluar kota.
Muntah berisi cairan dan makanan. Diare berisi cairan dan ampas lebih dari 3 kali
sehari. Keluhan ini yang akhirnya membuat pasien dirawat di RSU FK UKI
selama 3 hari. Setelah 3 hari dirawat, diare sudah berhenti, demam sudah tidak
ada, namun masih sedikit mual. Pasien dikatakan sebelum pulang ke rumah, hasil
pemeriksaan laboratorium pasien, tinggi pada kolesterol darah dan asam urat.
Setelah itu pasien diberikan obat atas hasil laboratorium tersebut dan pasien
pulang ke rumah.
+ 2 hari yang lalu setelah pasien pulang ke rumah, ketika bangun pagi,
pasien merasa kedua kakinya lemas dan sakit pada sendi-sendi kaki, terutama
pada sendi pinggulnya. Tidak ada kesemutan ataupun rasa baal. Pasien mengalami
kesulitan bangun dari tempat tidur karena kakinya lemas, namun pasien masih
bisa duduk. Pasien masih bisa berjalan dengan di bantú oleh keluarganya. Nafsu
makan pasien berkurang karena pasien merasa obat yang diberikan dimakan
pasien membuat pasien mual yang akhirnya pasien menghentikan konsumsi obat
tersebut.
+ 1 hari kemudian, saat bangun pagi, pasien merasa kedua kakinya
semakin lemas, sendi-sendinya semakin sakit, dan tangan kanannya juga menjadi
lemas. Pasien sama sekali tidak berdiri, tidak bisa duduk, dan sulit bangun dari
tempat tidur. Ketika pasien memaksa untuk berdiri, pasien malah terjatuh.
Akhirnya pada malam hari pada pukul 20.00 pasien dibawa oleh keluarganya ke
IGD RSU FK UKI dan meminta untuk kembali di rawat.
Terapi yang sudah didapat : Obat penurun kolesterol dan Penurun asam urat
Penyakit dahulu : Darah tinggi dan gula darah disangkal
Kebiasaan : Merokok + 3 batang sehari
Kedudukan dalam keluarga : Anak
Lingkungan tempat tinggal : -
16
Dari lahir hingga 5 tahun berada di : Lubang buaya, Jakarta Timur
PEMERIKSAAN UMUM
KESADARAN : Compos Mentis (E4V5M6) KOOPERASI : kooperatif
NADI : 84 x/menit SUHU : 36,10C
TEKANAN DARAH : 150/90 mmHg RESPIRASI : 20x/menit
BENTUK BADAN : Athletikus
GIZI : Cukup
STIGMATA : tidak ada
KULIT : Sawo matang TURGOR : Baik
KUKU : Sianosis (-)
KEL. GETAH BENING : Tidak membesar
PEMBULUH DARAH :
A. Carotis : Palpasi kanan dan kiri : sama
Auskultasi : Bising (ada/tidak)
PEMERIKSAAN REGIONAL
KEPALA : Normochepali
KALVARIUM : Tidak ada kelainan
MATA : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
HIDUNG : Bentuk biasa, Lapang, Sekret -/-
MULUT : Tidak ada kelainan
TELINGA : Tidak ada kelainan
OKSIPUT : Tidak ada kelainan
LEHER : Tidak ada kelainan
TORAKS : Pergerakan dinding dada simetris, kanan = kiri
JANTUNG : BJ I-II Normal, Gallop -, Murmur -
PARU-PARU : BND Vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
ABDOMEN : Lemas, Nyeri Tekan Ө, BU (+) 4x/menit
HEPAR : Tidak teraba membesar
17
LIEN : Tidak teraba membesar
VESIA URINARIA : Tidak dilakukan
GENITALIA EKSTERNA : Tidak dilakukan
EKSTREMITAS : Capillary refil < 2 detik, edem - , turgor cukup
SENDI-SENDI : Nyeri bila di gerakan
OTOT-OTOT : Nyeri tekan Ө
GERAKAN LEHER : Baik
GERAKAN TUBUH : Kurang baik
PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
1. RANGSANG MENINGEN
KAKU KUDUK : - BRUDZINSKI I : -/-
KERNIG : -/- BRUDZINSKI II : -/-
LASEQUE : > 70˚/ >70˚
2. GANGGUAN SARAF OTAK
N. I (OLFAKTORIUS)Cavum nasi : Lapang
Kanan KiriPENCIUMAN (Kwalitas) : Baik Baik
N. II (OPTIKUS)Kanan Kiri
VISUS (secara kasar ) Baik Baik
LIHAT WARNA Baik Baik
KAMPUS (KONFRONTASI) Tidak dilakukan
FUNDUSKOPI Tidak dilakukan
N. III, IV, VI (OKULOMOTORIUS, TROKHLEARIS, ABDUSEN)
SIKAP BOLA M ATA
- PTOSIS : -
- STRABISMUS : -
- NISTAGMUS : -
- EKSOPTALMUS : -
18
- ENOPTALMUS : -
- DIPLOPIA : -
- DEVIASI KONJUGE : -
PERGERAKAN BOLA M ATA
- LATERAL KANAN : Baik
- LATERAL KIRI : Baik
- ATAS : Baik
- BAWAH : Baik
- BERPUTAR : Baik
PUPIL
- BENTUK : Bulat, Ø 3mm / 3 mm
- ISOKOR : Isokor
Kanan Kiri
- REFLEKS CAHAYA
- Langsung + +
- Tidak langsung + +
- REFLEKS AKOMODASI + +
N. V (TRIGEMINUS)Kanan Kiri
M OTORIK MEMBUKA MULUT Baik Baik
GERAKAN RAHANG Baik Baik
MENGGIGIT Baik Baik
SENSORIK Kanan Kiri
RASA RABA Baik Baik
RASA NYERI Baik Baik
RASA SUHU Tidak dilakukan
REFLEKS
19
- REFLEKS KORNEA (+)
- REFLEKS MASETER (+)
N. VII (FASIALIS)SIKAP WAJAH (dalam istirahat) : Simetris
MIMIK : Biasa
Kanan Kiri
ANGKAT ALIS Baik Baik
KERUT DAHI Baik Baik
LAGOFTALMUS tidak ada tidak ada
KEMBUNG PIPI Baik Baik
MENYERINGAI (SNL) Baik Baik
(tidak mendatar)
RASA KECAP (2/3 depan) Tidak dilakukan
FENOMENA ”CHOVSTEK” Tidak ada
N. VIII (VESTIBULOKOKHLEAR IS)V ESTIBULARIS
- NISTAGMUS : tidak ada
- VERTIGO : tidak ada
KOKHLEARIS Kanan Kiri
- SUARA BISIK Baik Baik
- GESEKAN JARI Baik Baik
- TES RINNE + +
- TES WEBER Tidak ada lateralisasi
- TES SCHWABACH Sama dengan pemeriksa
N. IX, X (GLOSOFARINGEUS, VAGUS)
ARKUS FARING : Simetris
PALATUM MOLE : Intak
UVULA : Letak ditengah
20
DISFONI : Tidak ada
RINOLALI : Tidak ada
DISFAGI : Tidak ada
DISATRIA : Tidak ada
BATUK : Tidak ada
MENELAN : Baik
REFLEKS FARING : Baik
REFLEKS OKULOKARDIAK : normal
REFLEKS SINUS KAROTIKUS : normal
N. XI (ASESORIUS)Kanan Kiri
MENOLEH (kanan, kiri, bawah) Baik Baik
ANGKAT BAHU Baik Baik
N. XII (HIPOGLOSUS)SIKAP LIDAH DALAM MULUT : Ditengah
JULUR LIDAH : Ditengah
GERAKAN LIDAH : Baik
TREMOR : -
FASIKULASI : -
TENAGA OTOT LIDAH : Kanan = kiri
3. MOTORIK
DERAJAT KEKUATAN OTOT (0-5)
5555 5555
2222 2222
TONUS OTOT (Hiper, noro, hipo, atoni)Kanan Kiri
LENGAN - Fleksor Normotoni Normotoni
- Ekstensor Normotoni Normotoni
21
TUNGKAI - Fleksor Hipotoni Hipotoni
- Ekstensor Hipotoni Hipotoni
TROFI OTOT
Kanan Kiri
LENGAN Normotrofi Normotrofi
TUNGKAI Atrofi Atrofi
GERAKAN SPONTAN ABNORMAL
KEJANG : - TETANI : -TREMOR : -KHOREA : -ATETOSIS : -MIOKLONIK : -BALISMUS : -DISKINESIA : -
22
4. KOORDINASI
STATIS
- Duduk : Kurang baik
- Berdiri : Kurang baik
- Berjalan : Kurang baik
DINAMIS
- Telunjuk Hidung : Baik
- Jari-jari : Baik
- Tumit-Lutut : Kurang baik
- Disdiadokokinesis : -
- Tes Romberg : Tidak dilakukan
5. REFLEKS
REFLEKS TENDO- Biseps : ++/++
- Triseps : ++/++
- KPR : +/+
- APR : +/+
REFLEKS KULIT
- Dinding perut : (-)
- Anus externus dan internus : tidak dilakukan
REFLEKS ABNORMAL
- Hoffman Tromer - / -
- Babinski - / -
- Chaddok - / -
- Oppenheim - / -
- Gordon - / -
- Shcaeffer - / -
- Klonus lutut - / -
- Klonus kaki - / -
6. SENSIBILITAS
EKSTEROSEPTIF
- Rasa raba : baik
- Rasa nyeri : baik
- Rasa suhu : tidak dilakukan
PROPRIOSEPTIF
- Rasa gerak dan arah : baik
- Rasa sikap dan posisi : baik
- Rasa getar : baik
7. VEGETATIF
Miksi : baik
Defekasi : belum BAB sejak 2 hari yang lalu
Salivasi : tidak dilakukan
Sekresi Keringat : baik
8. FUNGSI LUHUR
Memori : baik
Bahasa : baik
Afek dan emosi : baik
Visuospatial : baik
Kognitif : baik
9. TANDA REGRESI
Refleks Menghisap : (-)
Refleks Menggigit : (-)
Refleks Memegang : (-)
Snout refleks : (-)
10.LABORATORIUM
Hb : 14,6 g/dl GDS : 149
Leukosit : 11,500 /l Na : 151 mmol/l
Trombosit : 280.000 /l Kalium : 4,0 mmol/l
Ht : 40,5 % Cl : 98 mmol/l
11.PEMERIKSAAN PENUNJANG
-
RESUME
+ 5 hari yang lalu pasien dirawat di RSU FK UKI selama 3 hari karena diare,
mual dan muntah. + 2 hari yang lalu setelah pasien pulang ke rumah, ketika bangun pagi,
pasien merasa kedua kakinya lemas dan sakit pada sendi-sendi kaki, terutama pada sendi
pinggulnya. Tidak ada kesemutan ataupun rasa baal. Pasien mengalami kesulitan bangun
dari tempat tidur karena kakinya lemas, namun pasien masih bisa duduk. Pasien masih
bisa berjalan dengan di bantú oleh keluarganya. + 1 hari kemudian, saat bangun pagi,
pasien merasa kedua kakinya semakin lemas, sendi-sendinya semakin sakit, dan tangan
kanannya juga menjadi lemas. Pasien sama sekali tidak berdiri, tidak bisa duduk, dan
sulit bangun dari tempat tidur. Ketika pasien memaksa untuk berdiri, pasien malah
terjatuh. Akhirnya pada malam hari pasien dibawa oleh keluarganya ke IGD RSU FK
UKI dan meminta untuk kembali di rawat.
Status generalis
Keadaaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Kompos Mentis
Tekanan darah : 150/90 mmHg
Nadi : 84 x/mnt
Suhu : 36,10C
Pernafasan : 20 x/mnt
Status Neurologis:
1. Rangsang meningen : -/-
2. Saraf kranial : baik
3. Motorik
5555 5555
2222 2222
4. Koordinasi
STATIS
- Duduk : Kurang baik
- Berdiri : Kurang baik
- Berjalan : Kurang baik
DINAMIS
- Tumit-Lutut : Kurang baik
5. Refeks Tendo
- Biseps : ++/++
- Triseps : ++/++
- KPR : +/+
- APR : +/+
Diagnosis
Klinis : Paraparese Inferior
Topis : Motor End Plate
Etiologis : Suspect Sindrom Guillain Barre
Diagnosis Banding :
- Poliomielitis
- Myositis Akut
- Myastenia gravis
Terapi :
- Diet : Nasi Tim
-IVFD : I RL + Neurosanbe I Ampul /24 jam
- MM : Terfacef 2 x 1 gr
Dexamethasone 3 x 1 Ampul
Panzo 1 x 1
Pemeriksaan Anjuran
1. Lumbal Pungsi
2. EMG
Prognosis
Ad Vitam : Dubia ad Bonam
Ad Sanasionum : Dubia ad Bonam
Ad Fungsionum : Dubia ad Bonam