cbd ascariasis
DESCRIPTION
pembahasan kasus mengenai infeksi cacing gelang pada anak-anak disertai gejala diare dan tanda tanda anemia defisiensi feTRANSCRIPT
CASE BASED DISCUSSION
ASCARIASIS + DIARE AKUT TANPA
DEHIDRASI + ANEMIA SUSP. DEFISIENSI
FE
Disusun oleh :
Nidya Putri Ihsan
1015182
PEMBIMBING :
dr. Mutia K. Widjaja, Sp.A, M.Kes
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UKM
RUMAH SAKIT IMMANUEL
BANDUNG
2015
I. Keterangan Umum
Nama penderita : An. R
Jenis kelamin : Laki-laki
Tanggal Lahir : 01 Maret 2012
Umur : 3 tahun 01 bulan
Alamat : Babakan Sawah
Datang melalui : IGD RS. Immanuel
No. Rekam Medis : 01.209.980
Tanggal mulai dirawat: 26 April 2015
Tanggal pemeriksaan : 28 April 2015
Nama Ayah : Tn. I
Umur Ayah : 25 tahun
Pendidikan Ayah : SMP
Pekerjaan Ayah : Buruh
Nama Ibu : Ny. R
Umur Ibu : 20 tahun
Pendidikan Ibu : SMP
Pekerjaan Ibu : Ibu Rumah tangga
II. Anamnesis
Kamis, 28 April 2015, Pukul 11.00 WIB
Heteroanamnesis, diberikan oleh: Ibu pasien
Keluhan utama : Mencret
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan mencret, mencret dirasakan sejak 1 minggu
sebelum masuk Rumah Sakit, penderita mencret sebanyak kurang lebih lima kali per
hari, sebanyak seperempat gelas, warna coklat, dengan isi air dan ampas. Mencret
dirasakan setiap hari hingga satu hari sebelum masuk rumah sakit, pasien mencret
namun tidak disertai ampas hanya berisi air dan terdapat cacing panjang kurang lebih
10 cm berwarna putih sebanyak 1 buah. Keluhan mencret ini disertai rasa mulas,
demam yang tidak begitu tinggi, lemas badan, dan pasien semakin hari pasien
semakin pucat. Nafsu makan pasien menurun semenjak sakit namun pasien masih
mau minum.
Keluhan mencret tidak disertai lendir dan darah, mata kuning, mual, muntah dan
nyeri perut. Saat demam, batuk, pilek dan sesak disangkal.
Pada hari kedua keluhan muncul pasien sudah dibawa ke puskesmas dan diberi
obat yang ibu pasien lupa namanya, namun tidak ada perbaikan. Pasien terakhir
minum obat cacing 3 bulan yang lalu. Pasien belum pernah mengalami keluhan
serupa sebelumnya. Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan serupa. Pasien
memiliki kebiasaan bermain di tanah lalu memakan tanah serta mengunyah kerikil.
Menurut ibu pasien, pasien tidak selalu mencuci tangan apabila sehabis bermain dan
sebelum makan, Pasien tinggal di lingkungan yang padat, satu rumah berukuran 6 x
7 meter, berisikan 3 orang anggota keluarga, ventilasi cukup, penerangan cukup,
sampah dibuang pada tempatnya, kamar mandi milik sendiri dibersihkan 1 bulan 1x,
lingkungan rumah jarang terperhatikan, makanan seperti sayur dan buah-buahan
seringkali di cuci hanya dengan menggunakan air. Sumber air untuk kehidupan
sehari-hari didapatkan dari sumur.
Penderita adalah anak pertama yang lahir dari ibu P1A0 merasa hamil cukup
bulan, spontan, di tolong bidan, letak kepala dan langsung menangis kuat. Berat
badan lahir penderita 2400 gram dan panjang badan lahir 48 cm. Selama masa
kehamilan ibu sehat. Ibu tidak kontrol secara teratur setiap bulan ke bidan. Riwayat
ibu minum obat-obatan selama kehamilan tidak ada. Pasien mendapat ASI selama 10
bulan. Penderita diberikan makanan tambahan berupa susu cair dan bubur lunak
sejak berusia 6 bulan. Ibu pasien mengatakan bahwa anaknya memiliki tumbuh
kembang yang sesuai dengan anak-anak seusianya. Penderita sudah mendapatkan
imunisasi BCG saat berusia 2 bulan, hepatitis B saat penderita lahir, usia 1 bulan dan
usia 6 bulan, campak pada usia 9 bulan, DPT dan polio pada usia 2 bulan, 4 bulan,
dan 6 bulan.
Susunan Keluarga
No Nama Umur L/P Hubungan keluarga,sehat sakit
1 Tn. I 25 tahun L Ayah, sehat2 Ny. R 20 tahun P Ibu, sehat3 An. R 3 tahun, 1
bulanL Anak I, sakit
III. Pemeriksaan Fisik
Kamis, 28 April 2015, Pukul 11.20 WIB
Keadaan umum : tenang
Kesadaran : compos mentis
Kesan sakit : sakit sedang
Status Gizi : kurang (Menurut Z-Score,WHO)
Tanda vital : Nadi: 130x / menit; regular,equal, isi cukup
Respirasi:30x/menit;tipe abdominothorakal
Suhu : 36,2C (aksiler)
Kepala : bentuk dan ukuran simetris
Rambut : hitam, tidak mudah dicabut, distribusi merata.
Mata : Konjungtiva kanan tidak anemis konjungtiva kiri tidak anemis,
sklera tidak ikterik.
Hidung : Tidak ada pernapasan cuping hidung
Mulut : Mukosa basah
Leher : KGB tidak teraba membesar, tidak ada retraksi suprasternal
Thorax : Bentuk dan pergerakan simetris
Paru Depan Belakang
Inspeksi Retraksi interkosta -/- Retraksi interkosta -/-
Palpasi Vocal fremitus kiri =
kanan
Vocal fremitus kiri =
kanan
Auskultasi Vesicular breath sound
kiri = kanan, slem -/-,
crackles -/-, wheezing -/-
Vesicular breath sound
kiri = kanan, slem -/-,
crackles -/-, wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : iktus kordis terlihat pada ICS 5 LMCS
Palpasi : iktus kordis terabapada ICS 5 LMCS, kuat angkat +, penjalaran
-
Perkusi : -
Auskultasi : bunyi jantung murni, reguler, murmur (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar
Auskultasi : Bising usus (+) meningkat
Palpasi : soepel, nyeri tekan epigastrium(-), nyeri tekan suprapubis (-),
hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani
Genital : laki-laki, tidak ada kelainan
Ekstremitas : akral hangat, capillary refill < 2 detik,
Kulit : kembali cepat (turgor baik), pucat (-), ikterik (-)
Antropometri : Berat Badan : 11 kg
Tinggi Badan : 91 cm
BMI : 13,41 kg/mm2
Lingkar kepala : 44 cm
Interpretasi :
Berat badan terhadap umur : berada dibawah -2 : gizi kurang
Tinggi badan terhadap umur : berada dibawah -1 : normal
Berat badan terhadap tinggi badan : berada dibawah -2 : kurus
BMI terhadap umur : berada dibawah -1 : normal
Lingkar kepala terhadap umur : berada dibawah -2 : mikrosefali
IV. Pemeriksaan Penunjang 26 April 2015
Pemeriksaan laboratorium darah:
Hemoglobin : 9.7 g/dL (L)
Hematokrit : 32.6 %
Jumlah leukosit : 15,960/mm3 (H)
Jumlah trombosit : 662,000/mm3 (H)
Eritrosit : 5,5 juta /mm3
Nilai-nilai MC
MCV : 59 fL (L)
MCH : 18 pg/mL (L)
MCHC : 30 g/dL
Natrium : 140 mEq/L
Kalium : 4.1 mEq/L (L)
GDS : 77 g/dL
Basofil : 1.1 (H)
Eosinofil : 19.0 (H)
Neutrofil Batang : 0.0 (L)
Neutrofil Segmen : 24.5 (L)
Limfosit : 44.4 (H)
Monosit : 11.0 (H)
Pemeriksaan Feses Rutin:
Makroskopis
Warna : Coklat
Konsistensi : Encer
Lendir : -
Mikroskopis
Eritrosit : 0/LPB
Leukosit : 6-10/LPB
Amilum : -
Amoeba : -
Macrophag : -
Telur Cacing : + Ascaris lumbricoides
Lain-lain : -
Foto Thoraks
- Foto kurang inspirasi
- Trachea terletak di medial, aorta normal
• Cor bentuk & besar normal. Sinuses normal. Diafragma normal
• Pulmo : Hilus kanan dan kiri normal
- Corakan bronkovaskular bertambah
- Tidak tampak bercak lunak di kedua lapang paru
- Costae, clavikula dan jaringan lunak dinding dada normal
- Kesan : tidak tampak TB paru aktif/pneumonia
- Cor dalam batas normal
V. Resume
Seorang anak laki-laki berusia 3 tahun, BB 11 kg, TB 91cm, BMI 13,41 kg/mm2
datang dengan keluhan diare sejak 1 minggu lalu, berisi ampas dan air, 5 kali dalam
satu hari kira-kira seperempat gelas warna coklat. Diare dirasakan terus menerus
setiap hari hingga pagi hari sebelum masuk rumah sakit pasien BAB hanya berisi air
disertai cacing panjang kurang lebih 10cm berwarna putih sebanyak 1 buah, keluhan
disertai subfebris, mulas, malaise dan anemis. Nafsu makan menurun, pasien masih
mau minum.
RPD : Pasien belum pernah mengalami keluhan serupa
RPK : Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan serupa
UB : 1x ke puskesmas diberi obat (lupa namanya) keluhan tak
membaik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesan sakit sedang, status gizi kurang
(menurut Z-Score, WHO), bising usus meningkat.
Diagnosis Banding
Disentri
Usul Pemeriksaan
Hematologi : Fe serum, TIBC, feritin serum, FEP
Dasar Diagnosis
Anamnesis :
Mencret sejak 1 minggu lalu dan mencret disertai cacing pada pagi hari
sebelum masuk rumah sakit, demam, lemas, pucat, memiliki kebiasaan
memakan tanah dan kerikil, kebersihan pasien buruk.
Pemeriksaan fisik:
Keadaan umum : sakit sedang
Kepala : Bentuk dan ukuran simetris
Mata : conjunctiva anemis -/-
Abdomen : Bising usus meningkat
Pemeriksaan laboratorium
Hematologi rutin : terdapat penurunan hemoglobin, MCV, MCH,
MCHC, neutrofil batang, neutrofil segmen dan peningkatan leukosit,
trombosit, basofil, eosinofil, limfosit dan monosit.
Pemeriksaan Feses diperoleh leukosit +, telur cacing + Ascaris
lumbricoides
Diagnosis Utama
Ascariasis
Diagnosis Tambahan
Diare akut tanpa dehidrasi
Anemia susp. Defisiensi Fe
Penatalaksanaan
Edukasi orang tua pasien tentang hygiene lingkungan
Makanan gizi seimbang
Pirantel pamoat susp 11mg/kgBB : 11x11=121mg (250mg/5ml) 1x ½ cth po
dosis tunggal
Sefotaksim inj 100mg/KgBB/hari : 100x11=1100mg/hari, 2x550mg/hari
Loratadine syrup (5mg/5ml) 1 x 1 cth po
Prognosis
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : ad bonam
Quo ad sanationam : ad bonam
Pembahasan
Askariasis
Askariasis adalah suatu infeksi pada usus yang disebabkan oleh suatu jenis
cacing besar, Ascaris lumbricoides. Seseorang dapat terinfeksi penyakit ini setelah
secara tidak sengaja atau tidak disadari menelan telur cacing.
Definisi
Askariasis adalah suatu infeksi pada usus kecil yang disebabkan oleh suatu
jenis cacing besar, Ascaris lumbricoides.
Ascaris lumbricoides merupakan cacing bulat besar yang biasanya bersarang
dalam usus halus. Adanya cacing didalam usus penderita akan mengadakan
gangguan keseimbangan fisiologi yang normal dalam usus, mengadakan iritasi
setempat sehingga mengganggu gerakan peristaltik dan penyerapan makanan.
Gambar 1 Cacing Ascaris Lumbicoides dewasa.
Diare Akut
Diare akut adalah buang air besar (BAB) dengan konsistensi yang lebih lunak atau
cair yang terjadi dengan frekuensi lebih sama dengan tiga kali dalam 24 jam dan
berlangsung dalam waktu kurang dari 14 hari.
Anemia defisiensi Fe
Anemia yang disesbabkan kekurangan besi untuk sintesis hemoglobin.
Etiologi dan PatofisiologiSeseorang dapat terinfeksi penyakit askariasis setelah secara tidak sengaja
atau tidak disadari menelan telur cacing. Telur menetas menjadi larva di dalam
usus seseorang. Larva menembus dinding usus dan mencapai paru-paru melalui
aliran darah. Larva tersebut akhirnya kembali ke tenggorokan dan tertelan. Dalam
usus, larva berkembang menjadi cacing dewasa. Cacing betina dewasa yang dapat
tumbuh lebih panjang mencapai 30 cm, dapat bertelur yang kemudian masuk ke
dalam tinja. Jika tanah tercemar kotoran manusia atau hewan yang mengandung
telur, maka siklus tersebut dimulai lagi. Telur berkembang di tanah dan menjadi
infektif setelah masa 2-3 minggu, tetapi dapat tetap infektif selama beberapa bulan
atau tahun.
Dalam tubuh manusia yang terinfeksi oleh cacing, pertahanan terhadap
banyak infeksi cacing diperankan oleh aktivasi sel Th2 yang menghasilkan IgE dan
aktivasi eosinofil. IgE yang berikatan dengan permukaan cacing diikat eosinofil.
Selanjutnya eosinofil diaktifkan dan mensekresi granul enzim yang menghancurkan
parasit. Produksi IgE dan eosinofil sering ditemukan pada infeksi cacing.
Produksi IgE disebabkan sifat cacing yang merangsang subset Th2 sel CD4+,
yang melepas IL-4 dan IL-5. IL-4 merangsang produksi IgE dan IL-5 merangsang
perkembangan dan aktivasi eosinofil. Eosinofil lebih efektif dibanding leukosit lain
oleh karena eosinofil mengandung granul yang lebih toksik dibanding enzim
proteolitik dan Reactive Oxygen Intermediate yang diproduksi neutrofil dan
makrofag. Cacing dan ekstrak cacing dapat merangsang produksi IgE yang non-
spesifik. Reaksi inflamasi yang ditimbulkannya diduga dapat mencegah
menempelnya cacing pada mukosa saluran cerna.
Manusia merupakan satu-satunya hospes definitif Ascaris lumbricoides, jika
tertelan telur yang infektif, maka didalam usus halus bagian atas telur akan pecah dan
melepaskan larva infektif dan menembus dinding usus masuk kedalam vena porta
hati yang kemudian bersama dengan aliran darah menuju jantung kanan dan
selanjutnya melalui arteri pulmonalis ke paru-paru dengan masa migrasi berlangsung
selama sekitar 15 hari. Dalam paru-paru larva tumbuh dan berganti kulit sebanyak 2
kali, kemudian keluar dari kapiler, masuk ke alveolus dan seterusnya larva masuk
sampai ke bronkus, trakhea, laring dan kemudian ke faring, berpindah ke osepagus
dan tertelan melalui saliva atau merayap melalui epiglottis masuk kedalam traktus
digestivus. Terakhir larva sampai kedalam usus halus bagian atas, larva berganti kulit
lagi menjadi cacing dewasa. Umur cacing dewasa kira-kira satu tahun, dan kemudian
keluar secara spontan.
Siklus hidup cacing ascaris mempunyai masa yang cukup panjang, dua bulan
sejak infeksi pertama terjadi, seekor cacing betina mulai mampu mengeluarkan
200.000 – 250.000 butir telur setiap harinya, waktu yang diperlukan adalah 3 – 4
minggu untuk tumbuh menjadi bentuk infektif. Menurut penelitian stadium ini
merupakan stadium larva, dimana telur tersebut keluar bersama tinja manusia dan
diluar akan mengalami perubahan dari stadium larva I sampai stadium III yang
bersifat infektif.
Telur-telur ini tahan terhadap berbagai desinfektan dan dapat tetap hidup
bertahun-tahun di tempat yang lembab. Didaerah hiperendemik, anak-anak terkena
infeksi secara terus-menerus sehingga jika beberapa cacing keluar, yang lain menjadi
dewasa dan menggantikannya. Jumlah telur ascaris yang cukup besar dan dapat
hidup selama beberapa tahun maka larvanya dapat tersebar dimanamana, menyebar
melalui tanah, air, ataupun melalui binatang. Maka bila makanan atau minuman yang
mengandung telur ascaris infektif masuk kedalam tubuh maka siklus hidup cacing
akan berlanjut sehingga larva itu berubah menjadi cacing. Jadi larva cacing ascaris
hanya dapat menginfeksi tubuh melalui makanan yang tidak dimasak ataupun
melalui kontak langsung dengan kulit.
Gambar 2 Siklus Hidup Askaris
Manifestasi Klinis dan Diagnosis
Anak-anak lebih sering terinfeksi cacing Ascaris lumbricoides daripada
orang dewasa, kelompok usia yang paling umum terjadi adalah 3-8 tahun. Infeksi ini
cenderung terjadi lebih serius jika anak mengalami gizi buruk. Anak sering terinfeksi
akibat tidak mencuci tangan setelah bermain di tanah yang terkontaminasi. Tanda
pertama dari keadaan ini mungkin dengan mendapatkan cacing hidup, biasanya di
dalam tinja. Pada infeksi yang berat, penyumbatan usus dapat menyebabkan sakit
perut, terutama pada anak. Penderita penyakit ini juga mungkin mengalami batuk,
mengi dan sesak, atau demam.
Pasien ini merupakan anak-anak, berusia 3 tahun 1 bulan, berdasarkan
Z-score WHO berat badan terhadap usia didapatkan hasil gizi kurang yang
merupakan faktor yang dapat memperburuk penyakit ini. Higiene pasien
buruk, tidak suka mencuci tanga setelah bermain dan sebelum makan. Pada
feses pasien pun didapatkan cacing hidup, keluhan disertai demam yang tidak
begitu tinggi.
Gejala awal ascariasis, selama migrasi paru awal, termasuk batuk, dyspnea,
mengi, dan nyeri dada. Nyeri perut, distensi, kolik, mual, anoreksia, dan diare
intermiten mungkin manifestasi dari obstruksi usus parsial atau lengkap oleh cacing
dewasa. Penyakit kuning, mual, muntah, demam, dan nyeri perut berat mungkin
mengarah pada kolangitis, pankreatitis, atau apendisitis.
Pada pasien ini tidak terdapat batuk, dyspnea, mengi, nyeri dada, nyeri
perut, distensi, kolik dan mual.
Mengi dan takipnea dapat terjadi selama migrasi paru. Urtikaria dan demam
mungkin juga terjadi terlambat dalam tahap migrasi. Distensi abdomen tidak spesifik
tetapi adalah umum pada anak dengan ascariasis. Nyeri perut, terutama di kuadran
kanan atas, hypogastrium, atau kuadran kanan bawah, mungkin mengindikasikan
komplikasi ascariasis. Bukti untuk kekurangan gizi karena ascariasis paling kuat
untuk vitamin A dan C, serta protein, seperti ditunjukkan oleh penelitian albumin dan
pertumbuhan pada anak yang diamati secara prospektif. Beberapa penelitian belum
mengkonfirmasi keterlambatan perkembangan gizi atau karena ascariasis.
Kelainan-kelainan yang terjadi pada tubuh penderita terjadi akibat pengaruh
migrasi larva dan adanya cacing dewasa. Pada umumnya orang yang kena infeksi
tidak menunjukkan gejala, tetapi dengan jumlah cacing yang cukup besar
(hyperinfeksi) terutama pada anak-anak akan menimbulkan kekurangan gizi, selain
itu cacing itu sendiri dapat mengeluarkan cairan tubuh yang menimbulkan reaksi
toksik sehingga terjadi gejala seperti demam typhoid yang disertai dengan tanda
alergi seperti urtikaria, odema diwajah, konjungtivitis dan iritasi pernapasan bagian
atas.
Cacing dewasa dapat pula menimbulkan berbagai akibat mekanik seperti
obstruksi usus, perforasi ulkus diusus. Oleh karena adanya migrasi cacing ke organ-
organ misalnya ke lambung, oesophagus, mulut, hidung dan bronkus dapat
menyumbat pernapasan penderita. Ada kalanya askariasis menimbulkan manifestasi
berat dan gawat dalam beberapa keadaan sebagai berikut:
1. Bila sejumlah besar cacing menggumpal menjadi suatu bolus yang
menyumbat rongga usus dan menyebabkan gejala abdomen akut.
2. Pada migrasi ektopik dapat menyebabkan masuknya cacing kedalam
apendiks, saluran empedu (duktus choledocus) dan ductus pankreatikus.
Bila cacing masuk ke dalam saluran empedu, terjadi kolik yang berat disusul
kolangitis supuratif dan abses multiple. Untuk menegakkan diagnosis pasti harus
ditemukan cacing dewasa dalam tinja atau muntahan penderita dan telur cacing
dengan bentuk yang khas dapat dijumpai dalam tinja atau didalam cairan empedu
penderita melalui pemeriksaan mikroskopik.
Penatalaksanaan
Edukasi kesehatan memberikan pesan berikut akan mengurangi jumlah orang
yang terinfeksi penyakit askariasis:
- menghindari kontak dengan tanah yang mungkin terkontaminasi kotoran
manusia;
- mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum mengambil makanan;
- mencuci, mengupas atau memasak semua sayuran mentah dan buah-
buahan;
- melindungi makanan dari tanah dan mencuci atau memanaskan makanan
apapun yang jatuh di lantai.
Ketersediaan air yang digunakan untuk personal hygiene serta tempat
pembuangan kotoran yang sehat juga akan mengurangi jumlah kasus. Dimana limbah
digunakan untuk irigasi kolam stabilisasi sampah dan beberapa teknologi lainnya
yang efektif dalam penurunan transmisi akibat makanan tumbuh di tanah yang
terkontaminasi.
Pada waktu yang lalu obat yang sering dipakai seperti : piperazin, minyak
chenopodium, hetrazan dan tiabendazol. Oleh karena obat tersebut menimbulkan
efek samping dan sulitnya pemberian obat tersebut, maka obat cacing sekarang ini
berspektrum luas, lebih aman dan memberikan efek samping yang lebih kecil dan
mudah pemakaiannya. 5,6
Adapun obat yang sekarang ini dipakai dalam pengobatan adalah:
1. Mebendazol.
Obat ini adalah obat cacing berspektrum luas dengan toleransi hospes yang
baik. Diberikan satu tablet (100 mg) dua kali sehari selama tiga hari, tanpa melihat
umur, dengan menggunakan obat ini sudah dilaporkan beberapa kasus terjadi migrasi
ektopik.
2. Pirantel Pamoat.
Dosis tunggal sebesar 10 mg/kg berat badan adalah efektif untuk
menyembuhkan kasus lebih dari 90 %. Gejala sampingan, bila ada adalah ringan dan
obat ini biasanya dapat diterima (“welltolerated”). Obat ini mempunyai keunggulan
karena efektif terhadap cacing kremi dan cacing tambang. Obat berspektrum luas ini
berguna di daerah endemik dimana infeksi multipel berbagai cacing Nematoda
merupakan hal yang biasa.
Pada pasien ini diberikan pirantel pamoat karena efektif menyembuhkan
kasus 90% dan efek samping yang minimal.
3. Levamisol Hidroklorida.
Obat ini agaknya merupakan obat anti-askaris yang paling efektif yang
menyebabkan kelumpuhan cacing dengan cepat. Obat ini diberikan dalam dosis
tunggal yaitu 150 mg untuk orang dewasa dan 50 mg untuk orang dengan berat
badan <10 kg. Efek sampingan lebih banyak dari pada pirantel pamoat dan
mebendazol.
4. Garam Piperazin.
Obat ini dipakai secara luas, karena murah dan efektif, juga untuk Enterobius
vermicularis, tetapi tidak terhadap cacing tambang. Piperazin sitrat diberikan dalam
dosis tunggal sebesar 30 ml (5 ml adalah ekuivalen dengan 750 mg piperazin).
Reaksi sampingan lebih sering daripada pirantel pamoat dan mebendazol. Ada
kalanya dilaporkan gejala susunan syaraf pusat seperti berjalan tidak tetap
(unsteadiness) dan vertigo.
5. Albendazole
Albendazole mempunyai aktivitas anthelmintik yang besar. Selain bekerja
terhadap cacing dewasa, Albendazole telah terbukti mempunya aktivitas larvisidal
dan ovisidal obat ini secara selektip bekerja menghambat pengambilan glukosa oleh
usuus cacing dan jaringan dimana larva bertempat tinggal. Akibatnya terjadi
pengosongan cadangan glikogen dalam tubuh parasit yang mana menyebabkan
berkurangnya pembentukan adenosine triphosphate (ATP). ATP ini penting untuk
reproduksi dan mempertahankan hidupnya, dan kemudian parasit akan mati.
Spektrum aktivitasnya sangat luas yaitu meliputi Nematoda, Cestoda dan
infeksi Echinococcus pada manusia.Jadi, albendaroze aktif terhadap Ascaris
lumbricoides, cacing tambang, Trichuris trichiura, Taenia saginata dan solium
strongloides stercoralis, Hymenolepis nana dan diminuta serta Echinococcus
granulosus .
Albendazole merupakan obat yang aman, hanya sedikit jarang, ditemukan
efek samping berupa mulut kering, perasaan tak enak di epigastrium, mual, lemah
dan diare. S.C.Jagota (1986) meneliti efikasi Albendazole terhadap soil transmitted
helminthiasis dengan dosis 400 mg dosis tunggal dan tinja diperiksa ulang pada
minggu ketiga setelah pemberian obat pada penelitian ini diperoleh angka
kesembuhan 92.2% untuk Ancylostoma duodenale; 90 5% untuk Trichuris trichiura
dan 95.3% untuk Ascaris lumbricoides.
Prognosis
Prognosis sangat baik untuk pengobatan ascariasis tanpa gejala. Dalam
beberapa kasus, pengobatan kedua mungkin perlu untuk sepenuhnya menghapus
cacing. Hal ini telah dibuktikan secara signifikan mengurangi jumlah komplikasi.
Perhatian di negara-negara endemik adalah infeksi ulang yang akan terjadi.
Pada anak-anak di negara-negara endemik, hasil pengobatan dalam perbaikan
ditunjukkan dalam perkembangan kognitif, kinerja sekolah, dan berat badan.
Prognosis baik untuk pasien dengan obstruksi usus parsial yang tidak memiliki
toksisitas dan yang nonseptic, asalkan pasien diperlakukan secara awal dengan
manajemen konservatif.
19