cendekiawan dan kekuasaan dalam negara orde baru
TRANSCRIPT
-
8/10/2019 Cendekiawan Dan Kekuasaan Dalam Negara Orde Baru
1/21
1
Cendekiawan dan Kekuasaan dalam Negara Orde Baru
Daniel Dhakidae
BAB I
Istilah cendekiawan dibahas dalam buku ini tidak seperti gelar sarjana, maupun insinyur yang
diperoleh dari hasil akademik seseorang dalam kurun waktu tertentu. Dari waktu ke waktu,
batasan antara cendekiawan dan bukan cendekiawan ini semakin memudar, sehingga banyak
orang yang mengaku sebagai seorang cendekiawan yang tidak dapat dipertanggungjawakan.
Kelompok cendekiawan tidak dapat digolongkan berdasarkan agama, suku, dll. Namun ada
cendekiawan yang muncul ketika ada gerakan sosial yang dibangun sebagai tanggapan
terhadap penindasan, ketidak-adilan terhadap kelompok tertentu, dan biasanya muncul dalam
gerakan pembelaan.
Dalam bab 1 ini, yang disebut sebagai cendekiawan ini lebih berupa hasil dari sebuah pola
hubungan, relations, dan karena itu gejala cendekiawan sifatnya lebih relational. Setiap
cendekiawan atau yang disebut sebagai cendekiawan terlibat keras di dalam apa yang disebut
sebagai pertarungan simbolik, symbolic struggles, naik sebara individual maupun secara
kolektif.
Masyarakat cendekiawan bukanlah komunitas yang imajiner, seperti konsep bangsa yang
dikemukakan oleh Ben Anderson. Cendekiawan dapat menghasilkan tindakat politik yang
tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Seperti misalnya pada zaman belanda, Ki Hajar
Dewantara yang mendirikan Taman Siswa, sehingga memberikan bayangan-bayangan
adanya cendekiawan yang kelak akan memimpin dan membentuk Bangsa Indonesia. Begitu
pula pada masa orde baru, dimana terbukanya kedok kudeta tanggal 1 Oktober 1965 yang
merupakan sebuah kudeta militer terhadap jenderal senior dalam Angkatan Darat. Disini,
hanya mereka ynag terlibat dalam sistem diskurtif itulah yang disebut sebagai kaum
cendekiawan.
Pendekatan yang dilakukan dalam mempelajari kaum cendekiawan itu bisa melalui
pendekatan biografis intelektual dan pendekatan sejarah pemikiran. Cendekiawan senantiasa
terlibat dalam apa ay ang disebut sebagai speech community. Cendekiawan dan kehidupan
-
8/10/2019 Cendekiawan Dan Kekuasaan Dalam Negara Orde Baru
2/21
2
cendekiawan boleh dikatakan berawal dari dan berpusat pada saat ketika bahasa tulis itu
menjadi bagian utama dalam kehidupan manusia.
Pandangan yang begitu tinggi mengenai cendekiawan, hal itu sangat didukung oleh seorang
penulis dan filsuf Perancis, Julien Benda. Pencarian Benda dimulai dari diselenggarakannya
Kongres Pemuda 1, dimana ditinjau dari segi sistem diskurtif yang berlangsung dalam
kongres tersebut yang salah satunya adalah tindak tutur kritis dari elite dan cendekiawan
Indonesia yang berkumpul disana bergabung dalam modal, kekuasaan, dan bahasa yang sama
dengan elite dan cendekiawan Belanda dan memakai modal kolonial, kekuasaan kolonial, dan
bahasa kolonial demi kepentingan mereka.
Keabsolutan moral harus dipegang oleh kaum cendekiawan, yang diantaranya adalah
keadilan, kebenaran, dan akal yang muncul dalam tiga karakter utama, seimbang, lepas dari
kepentingan, dan rasional. Tanpa moral itu, semua lebih dari kaum pengkhianat yang tidak
hidup menutut wujudnya. Gabungan paham kiri yang ada dalam kalangan muda seperti
memberikan daya hidup baru bagi gerakan cendekiawan Indonesia pada pertengahan 80-
90an.
Gouldner menjelaskan bahwa cendekiawan merupakan kelas baru yang bisa juyyag muncul
dari aliansi lama, yang terdiri dari kaum profesional, yang mengangkat kelas berharta lamamanjadi elita yang berorientasi kolektif. Atau bisa juga dari mereka yang menjadi budak
kekuasaan, yg berada di bawah kelas berharta namum memanfaatkan cendekiawan untuk
mempertahankan dominasinya dalam masyarakat. Dan kelas baru, yaitu kelas universal yang
cenderung egois karena memakai pengetahuannya untuk kepentingan diri sendiri. Kehadiran
kelas baru ini tumbuh dan menjadi jaminan dalam sejarah nanti.
Gabungan yang sangat menentukan antara pendidikan, modal, birokrasi, dan industri
penerbitan memberikan kontribusi yang tak terkirakan besarnya bagi pertumbuhan yang
disebut sebagai komunitas cendekiawan Indonesia. Seperti Budi Utomo yang bergerak
dengan program pendidikannya, atau Tirtoadisorjo yang terlibat dalam industri penerbitan
surat kabar yang modalnya disebut sebagai modal boemipoetra.
BAB II
Bagian Pertama
-
8/10/2019 Cendekiawan Dan Kekuasaan Dalam Negara Orde Baru
3/21
3
Status boemipoetra disini dikaitkan dengan adanya politik etis yang disebut-sebut sebagai
warisan dari kaum penjajah, dalam hal ini Belanda. Cendekiawan-cendekiawan Indonesia
pada saat itu bukan terlepas dari segala apapun tentang Belanda, tetapi digambarkan para
cendekiawan malah bergaya seperti Belanda, baik dari bahasa, maupun ketundukannya
kepada Belanda. Disini disoroti bagaimana seorang Kartini yang memperjuangkan kesetaraan
gender, hal yang dianggap masih tabu untuk dibicarakan pada masa itu. Kartini disebut-sebut
membawa aliran pemikiran barat, dalam hal ini Belanda. Bahkan beberapa surat-surat yang
pernah ditulis oleh Kartini berisi pengaruh dari barat. Menurut Perron, kartini juga seringkali
menulis jelek, hal tersebut sama dengan wanita-wanita Belanda. Kartini memperjuangkan
adanya pembangunan pendidikan untuk inlander, yang dipandang makhluk yang paling
rendah dan tidak terdidik.
Perbedaan pola hubungan antara pribumi atau bumiputera menentukan jenis hubungan antara
keduanya. Tidak adanya kesetaraan pendidikan disebut oleh Nieuwenhuys hubungan yang
jalan barat lebih tinggi. Alasan mengapa adanya perbedaan jenis hubungan itu menurut
Mas Marco dikarenakan bumiputera takut kepada Belanda, yang kedua adalah sesuatu yang
bersifat psikokultural, dalam hal ini adalah penggunaan bahasa yang tidak dikuasai oleh
bumiputera.
Politik etis tidak hanya menguatkan superioritas Belanda, tetapi juga menurunkan kaum
bumipuitera ke posisi yang lebih rendah dari sebelumnya. Pada masa itu diketahui bahwa
tanpa adanya penggunaan bahasa eropa, dalam hal ii bahasa Belanda, maka perkembangan
pendidikan para boemipoetra pun terasa tidak mungkin. Sistem pendidikan daat itu terbagi
menjadi beberapa sistem. Pertama, kebijaksanaan bahasa Belanda sebagai jalan ke barat.
Kedua, pendirian suatu sistem persekolahan yang melibatkan kaum pribumi. Ketiga,
sekolaj=h sekolah pribumi yang pada masa itu disebut sebagai sekolah liar, dikembangkan
untuk memenuhi kebutuhan modern dan sekaligus untuk menanamkan kesadaran nasional.
Mengajarkan bahasa Belanda termasuk dalam politik edukasi dalam politik etis. Meski
demikian dengan berkembangnya bahasa Belanda berarti jugaterbuka suatu pengalaman baru
bagi cendekiawan untuk menjalankan petualangan intelektual baru.
Institusi yang didirikan untuk melanggengkan sistem kolonial dibangun yang pada akhirnya
memecah kaum cendekiawan Indonesia, yaitu kaum co-operatie dan kaum non-cooperatie
dengan kekuasaan Belanda. Saat seseorang merumuskan dirinya sebagai kaum nasionalis,
maka dia juga merumuskan dirinya sebagai cendekiawan. Namun dengan adanya perpaduan
-
8/10/2019 Cendekiawan Dan Kekuasaan Dalam Negara Orde Baru
4/21
4
antara kaum cendekiawan dan kaum nasionalis ini, maka perkembangan keduanya pun
tumpang tindih.
Perlawanan para kaum cendekiawan bermula dari diselenggarakannya kongres pemuda
pertama tahun 1926, yang dihadiri oleh 11 organisasi terkemuka. Dalam kongres pertama itu
ada tiga hal utama yang dibahas, yaitu cita-cita kesatuan, masalah perempuan, dan agama.
Seorang mahasiswa muda, Soemarto mengemukakan bahwa pada saat itu mereka memang
belum berjalan menuju kemerdekaan Indonesia, namun menuju suatu cita-cita yang berjalan
menuju suatu kesatuan. Disini muncul pertanyaan apakan sebenarnya kesatuan itu akan
mungkin terjadi, atau apakah kesatuan ini benar-benar diingini dan apakah sebuah persatuan
itu benar-benar diperlukan ataukah tidak. Namun dari kesemua itu yang terpenting adalah
adanya cita-cita yang mengarah ke arah kesatuan.
Selain itu, paira cendekiawan juga menaruh perhatian yang sangat besar terhadap perempuan.
Bahder Djohan menaruh perhatian tentang kesamaan gender antara perempuan dan laki-laki,
juga menyoroti tentang masalah poligami, yang sangat ditentang, terlepas dari budaya
maupun agama.
Bagian ketiga yang dibicarakan dalam kongres pemuda pertama ini adalah mengenai masalah
agama. Dimana kelompok-kelompok masyarakat Indonesia masih belum dapat bersatu,
khususnya disini adalah kelompok agama satu dengan yang lainnya. Yang disoroti disini
adalah adanya ekslusivitas dari Islam dan Kristen, yang dihubungkan dengan historical
kolonial yang menguntungkan Kaum Kristen dan merugikan Islam. Hal ini memberikan
pengaruh terhadap kesulitan untuk adanya persatuan antar kelompok agama ini.
Dalam kongres pertama tersebut, menghasilkan rumusan final empat bulan kemudian, yaitu
pada 15 Agustus 1926. Disana disarankan didirikan suatu badan permanen dengan tujuan:
pertama, mengusahakan dan mewujudkan konsep kesatuan indonesia dan kedua, memperkuat
tali hubungan semua organisasi pemuda setanah air. Kongres tersebut juga membahas
mengenai pengguanaan bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan, namun suatu hal yang
sangat diskursus. Dalam kongres tersebut bersemi cita-cita tentang kesatuan dalam satu tanah
air oleh satu bahasa, namun pembahasan mengenai cita-cita kesatuan Indonesia itu
dibicarakan dengan menggunakan bahasa asing. Hasil dari kongres pertama ini sangat
memepengaruhi kepada kongres kedua yang mengahsilkan sebuah konsep Sumpah Pemuda.
-
8/10/2019 Cendekiawan Dan Kekuasaan Dalam Negara Orde Baru
5/21
5
Kontradiksi bahasa Belanda dan Indonesia bukan lagi hanya sekedar bahasa, namun menjadi
bagain dari suatu permainan modal dan kekuasaan dalam diskursus dalam arti sesungguhnya.
Kaum cendekiawan berpartisipasi dalam modal untuk menjadi bagian dari penggerak
melawan klekuasaan, ataupun sebaliknya menjadi penggerak dalam melawan kekuasaan
untuk mengambil bagian dalam modal.
Hasil kongres tahun 1926 ternyata menimbulkan suatu gerakan lain yang berjalan ke arah
radikalisme. Dengan satu misi juga, mengarah menuju kesatuan bangsa. Disini mulai dikenal
istilah cendekiawan yang kanan dan yang cenderung kiri. Di satu sisi, cendekiawan kanan
(cendekiawan borjuis) masih berpikir apakan kesatuan itu mungkin, di sisi lain , cendekiawan
kiri sudah berada pada tahap untuk membangun republik Indonesia diatas lantai.
Cendekiawan kiri mengatakan kesatuan itu ada dan harus dikerjakan dengan hanya satu jalan,
yaitu bukan hanya dengan menyatukan Indonesia sebagai suatu bangsa, akan tetapi dengan
mengusir imperialisme Belanda. Gerakan radikal ini memunculkan nama tokoh Tan Malaka,
yang mendirikan Sekolah Rakyat, yang metode belajarnya bukan hanya untuk memajukan
kecerdasan murid, tetapi juga dipersiapkan untuk dikondisikan dalam situasi pada negara
yang saat itu terjadi. PKI yang diketuai oleh Tan Malaka, saat itu banyak melakukan
pemogokan, pemboman, dan penyabotan. Hal itu merupakan program PKI yaitu pembebasan
Indonesia secara absolut dari Kapitalisme Belanda.semua yang dilakukan oleh kaum kiri,berujung pada pemogokan dan kekerasan yang berlangsung pada tahun 1926. PKI akhirnya
dibubarkan oleh Belanda. Pasca dibubarkannya PKI, maka kekuasaan kolonial berlangsung
tanpa kendali, campur tangan pemerintah kolonial dalam kehidupan masyarakat juga semakin
menjadi-jadi.
Bagian Kedua
Pada bagian dua dalam bab ini menjelaskan banyak hal mengenai peran kesusastraan dalam
rangka untuk meraih kesatuan Indonesia dengan cara yang lain. Gerakan Podjangga Baroe
didirikan pada tahun 1933, dan dengan adanya Podjangga Baroe maka terjadinya suatu
pergeseran besar kegiatan intelektual dari suatu yang extraneous kepada yang bisa disebut
dengan dunia-dalam. Usaha Podjangga Baroe adalah membimbing semangat baru yang
dinamis untuk membentuk kebudayaan baru, kebudayaan Indonesia. Podjangga Baroe
melancarkan suatu aksi kebudayaan kontroversial namun tidak radikal, militan kekanak-
kanakan, dan malah boleh dikatakan sangat teknokratik.
-
8/10/2019 Cendekiawan Dan Kekuasaan Dalam Negara Orde Baru
6/21
6
Suatu polemik kebudayaan terjadi karena dipicu oleh Sutan Takdir Alisjahbana yang
mempersoalkan apa yang disebut dengan Indonesia. Hal ini menyangkut ke dalam tiga
bagian. Pertama, mengenai posisi dari yang disebut sebagai Indonesia Raya. Kedua, ada
semacam neo-konservatisme yang dituduh Podjangga Baroe sebagai tengah berkembang di
Indonesia, sesuatu yang sama sekali tidak sesuai dengan Indonesia Raya. Ketiga,
pembangunan bangsa harus dilihat sebagi suatu kegiatan kultural dalam arti seluas-luasnya.
Majalah Podjangga Baroe dalam hal ini bukanlah majalah sastra akan tetapi terutama majalah
kaum cendekiawan bagi gerakan intelektual. Podjangga Baroe memberikan suatu jiwa yang
bergaya baru. Suatu gaya yang tidak statis, tetapi dinamis. Disini berbicara mengenai
memperjuangkan kebudayaan sendiri. Perjuangan yang tidak dapat dibuat terbuka dalam
gaya statis, perjuangan untuk membentuk nilai-nilai baru bagi kebudayaan baru dengan
elemen-elemen yang baru..
Bagian Ketiga
Masalah barat dan timur masih tetap menguasai pikiran cendekiawan Indonesia sampai pada
tahun 1950-an. Hal ini juga dibahas dalam bagian dua sebelumnya, dimana adanya nilai-nilai
timur versus barat yang sebaiknya atau kebanyakan dianut oleh Indonesia. Pemilihan umum
tahun 1955 menempatkan PKI dalam empat besar peraih suara terbanyak. Hal ini membuatgelisah militer. Badan konstituante, hasil pemilihan umum yang diharapkan menghasilkan
suatu konstitusi yang benar-benar menjadi ciptaan pertama terpenting pasca kemerdekaan
bekerja untuk mencapai hampir tahap akhir. Namun, semuanya dihancurkan oleh gerakam
militer di dalam dan diluar konstituante.
Dalam kondisi seperti itulah proses formasi wacana yang di kalangan cendekiawan yang
melibatkan cendekiawan ekonomi, politik ,sosial dan kebudayaan, dan kesusastraan
mengambil kekuasaan sebagai titik pusat dan sebagai konsep sentral. Namun pada tahun
1960-an, surat kabar baru boleh didirikan jika berfiliasi dengan partai politik, organisasi
kesenian dan kebudayaan harus menjadi filial suatu partai politik tertentu, bukan saja untuk
memperoleh hak hidup akan tetapi juga untuk diakui eksistensi kulturalnya. Dengan begitu
terjadi mobilisasi partikularisme besar-besaran dalam masyarakat. Hampir semua partai
politik memiliki cabang kebudayaan.
Dalam kongres Nasional ketujuh, ketua Comite Central PKI, Dipa Nusantara Aidit
mengemukaakan dua hal penting dalam hubungan dengan kaum cendekiawan dan ilmuwan
-
8/10/2019 Cendekiawan Dan Kekuasaan Dalam Negara Orde Baru
7/21
7
sebagaimana dilihat dari kaca mata PKI. Dalam hal demikian terdapat dua jenis tugas PKI,
yaitu pertama di kalangan intelegensia non-partai, dan kedua pekerjaan melahirkan lebih
banyak intelektual komunis. Setelah itu Aidit masuk ke dalam bidang kebudayaan yang
dilaporkan paling akhir tetapi tidak kurang pentingnya dibanding dengan yang lain. Ada tiga
soal besar dikemukakan Aidit. Pertama, Ilmu untuk ilmu dan ilmu untuyk praktek
revolusi; kedua, adalah seni untuk sen dan seni untuk rakyat; dan ketiga adalah
revolusi kebudayaan. Hal ini sangat berdampak pada perubahan genre dalam berpuisi.
Para cendekiawan Indonesia mengumumkan sebuah Manifes kebudayaan, yang menyatakan
pendirian, cita-cita dan politik kebudayaan Nasional. Disitu juga disebutkan bahwa pancasila
adalah falsafah budaya para cendekiawan Indonesia. Kebudayaan disebut sebagai perubahan
jenis keberadaan dan jenis hidup kelompok manusia dari yang kasar, ekonimis-teknis menuju
yang subtil-ideologis. Perubahan ini ditentukan oleh tiga elemen dasar, yaitu teknologi,
organisasi, dan ideologi. Kebudayaan menjadi suatu konsep yang totalitas.
Namun pada 8 Mei 1964, Soekarno mengeluarkan larangan terhadap manifest kebudayaan.
Hal ini dikarenakan manifesto Politik RI sebagai pancaran pancasila telah menjadi garis besar
haluan negara dan tidak mungkin didampingi dengan manifesto lain. Katena hal tersebut
menunjukkan sikap ragu-ragu terhadap revolusi. Pelarangan ini menjadi sebuah diskusi besar
khususnya untuk para cendekiawan Indonesia. Disini Soekarno disebut sudah melakukan
kekerasan simbolik terhadap kelompok manifes kebudayaan.
Dengan tergusurnya kemlompok manifes kebudayaan, maka Lekra menjadi organisasi massa
PKI mendapat tempat makin baik di dalam pertarungan wacana sastra dengan kekuasaan
dalam bentuk dukungna sepenuh-penuhnya dari PKI. Dengan bantuan militer yang
dioberikan kepada kaum cendekiawan kanan, maka pertabrakan itu menjadi hal yang sangat
tidak terhindarkan.
BAB III
Orde baru dan pembasmian komunisme menjadi pembahasan yang menarik dalam bagian
pertama ini. Kudeta tanggal 1 Oktober 1965 menghasilkan beberapa teori tentang peristiwa
tersebut. Pertama, teori milik pemerintah orde baru, terori resmi militer, yang mengatakan
bahwa kudeta tersebut dilakukan oleh PKI. Kedua, adalah teori yang dikembangkan oleh paraahli dari Universitas Cornell, terutama Professor Benedict Anderson, yaitu kudeta ini
-
8/10/2019 Cendekiawan Dan Kekuasaan Dalam Negara Orde Baru
8/21
8
dijalankan oleh kelompok perwira muda AD, dan khusus sayap militer dengan basis divisi
Diponegoro di Semarang. Teori ketiga, mengatakan bahwa yang ada dibalik semua ini adalah
adanya peran CIA, yang memprovokasinan PKI bahwa akan terjadi kudetan yang akan
dilakukan oleh Dewan Jenderal. Keempat, adalah versi Wertheim yang mengatakan bahwa
Soeharto sendiri lah yang menajdi otak kudeta tersebut. Dan teori kelima, adalah versi
Wieringa yang mengajukan tesis dua kudeta. Kudeta pertama adalah yang dilakuakan oleh
AD, dan kudeta kedua adalah yanag dikerjakan oleh Soeharto sendiri. Kudeta kedua tersebut
mencapai puncaknya ketika Soekarno menyerahkan kekuasaan dengan supersemarnya.
Penandatanganan supersemar oleh Presiden Soekarno menjadi awal nep-fasisme militer
Indonesia di bawah Soeharto. Komando Operasi Tertinggi yang dikomandani oleh Soeharto
saat itu membentuk beberapa wacana politik, diantaranya dari dokumen yang diedarkan oleh
KOTI, yang di dalamnya terdapat pergeseran dari gerakan menjadi peristiwa 30
September. Ketika masih dalam kategori gerakan maka disana merka lebih menekankan
kepada Letkol Untung sebagia pemeberontak. Gerakan menjadi tidak penting karena
peristiwa mengambil alih wacana politik. Disisni hampir semua kemampuan publikasi
dikerahkan untuk mendukung proses pengalihan wacana dari gerakan kepada peristiwa.
Semua konttrol kebenaran dipegang oleh KOTI, dan adanya penyeleksian fakta-fakta yang
disampaikan. KOTI memegang peranan penting dalam pemilihan peristiwa mana yang bolehdiketahui publik dan mana yang tidak. Langkah lainnya adalah dengan adanya langakh
afkorting seluruh fase, dimana gerakan tiga puluh september diubah menajdi G.30.S. yang
pada akhirnya istilah itu berlaku bertahun-tahun hingga sekarang.
Konsep neo-patrimonalisme dalam bureaucratic polity mengubah wajah orde baru sehingga
menyebabkan terjadinya metamorfosis yang memerlukan cara melihat yang berbeda. Fasisme
dan neofasisme harus diperiksa kembali. Seluruh kompleksitas elitisisme, partai, modal,
bahasa mengalami perubahan, menuntut perubahan cara melihat yang dimungkinkan oleh
dekonstruksi terhadap orde baru.
Setelah kembali ke UUD 1945, peran militer meningkat seperti tidak pernah terjadi
sebelumnya dalam politik dan administrasi negara. Militer duduk di parlemen dengan 35
kursi dari 283 kursi atau sebanyak 12%. Ini pertama kalinya sejak proklamasi kemerdekaan.
Jumlah militer aktif mulai mengambil tempat di badan eksekutif di dalam pemerintahan
daerah seiring dengan menguatnya pusat dan perlahan-lajan melenyapka otonomi daerah.
Ketiuka militer mengumumkan dirinya sebagai penyelamat, dengan korban enam jenderal
-
8/10/2019 Cendekiawan Dan Kekuasaan Dalam Negara Orde Baru
9/21
9
dans eorang kapten sebagai pusat pengerahan tenaga. Dasar neo fasisme militer dengan
demikian mulai terbuka. Pengambil-alihan atau masuknya militer terhadap pemerintahan
merupakan pengambil alihan diskursus politik secara trans-historis menjadi dasar tindakan
politik yang membentuk institusi politik Orde Baru untuk masa-masa setelahnya.
Partai Golongan Karya (Golkar) menjadi partai penguasa pada masa Orde Baru. Kemenangan
yang dicapai pada pemilu tahun 1971 dicapai dengan adanya kekerasan negara untuk
mencapai kemenangannya. Hal-hal seperti teror politik terhadap para pemimpin partai politik
, pembekuan paratai-partai seperti PNI, pelarangan terhadap didirikannya Masyumi,
kewajiban Pegawai Negeri untuk memilih Golkar, dengan ancaman akan dipecat dari
pekerjaannya membuat Golkar semakin menjadi partai Orde Baru.
Mistifikasi Golongan Karya mengatakan bahwa negara Republik Indonesia tidak lain
daripada suatu negara karya. Dua tugas pokok Golkar yaitu menyukseskan pemilihan umun,
dan tugas pembangunan. Disini seolah Golkar adalah ABRI berbaju sipil, dan ABRI adalah
Golkar Berbaju militer. Golkar makin mengubah wajahnya menjadi partai massa ketika
Harmoko mengumumkan bahwaq Golkar memiliki anggota sebanyak 35 juta orang, ini
melebihi PKI sebelumnya yang memiliki anggota sebanyak 30 juta orang.
Soeharto saat orde baru tidak hanya melakukan pembangunan dalam wilayahpemerintahannya yang otoriter. Sebutan bapak pembangunan diberikan pada soeharto pada
masa itu. Sosok yang kharismatik membuat Soeharto dan pemerintahan Orde Baru pada masa
itu dengan gencar menyebarluaskan sisi kharismatik Soeharto melalu berbagai macam cara,
termasuk salah satunya adalah media massa. Ada salah satu acara yang ditayangkan di TVRI
yang menjadi tayangan wajib yang menunjukkan pertemuan Soeharto dengan para petani.
Selain itu ada Tapos yang menjadi semacam panggung tempatnya melampiaskan proyeksi
tentang dirinya sebagai petani sambil memproyeksikan kemakmuran Indonesia. Tapos
menjadi panggng politik kemana sorotan lampu diarahkan, karena di tempat ini pula Soeharto
sering menerima tamuu dari luar maupun dalam negeri. Selain itu, Soeharto juga menyentuh
dalam ranah kesenian. Ia meresmikan program tabungan di Bina Graha, dan menuliskan
sebuah puisi tentang menabung dan mendeklamasikan sendiri puisi tersebut. Saat itu apa
yang dilakukan Soeharto sangat menyedot perhatian publik. Semua media, juga surat kabar
memberitakan hal ini sehingga berjuta-juta masyarakat Inbdonesia diajak untuk bersama-
sama menikmati keindahan poetik dari seorang presiden. Puji-pujian diberikan kaum
-
8/10/2019 Cendekiawan Dan Kekuasaan Dalam Negara Orde Baru
10/21
10
intelektual dengan menerbitkan buku Manajemen Presiden Soeharto. Inti dari buku ini
bahwa manajemennya adalah manajemen kekeluargaan.
Peranan kaum borjuis dalam rezim neo fasisme militer Orde Baru ini bukan hanya terlibat di
dalam modal sebagai modal seperti kaum pemodal sendiri, akan tetapi karena terlibatnya
negara Orde Baru dalam sirkulasi modal, maka di sana peran tersebut diamainkan oleh
pejabat. Peranan yang paling penting adalah poweer fetishism yang dikembangkan borjuis
kecil ini yang percaya bahwa negara selalu nertal dan berada diatas semua kelas.
Cendekiawan harus merumuskan dirinya berhadap-hadapan dengan neo-fasisme militer yang
mengatur negara dengan seluruh aparat ideologis dan aparat represifnya, yang merumuskan
bangsa dan yang menguasai modal. Para cendekiawan menjadi produsen wacana politik Orde
Baru dan bersana itu pula merumuskan dirinya menjadi sesuatu yang baru, dan mungkin
sama sekali berbeda dari apa yang dikatakan tentang dirinya.
BAB IV
Di masa demokrasi terpimpin terjadi pelacuran intelektual karena para cendekiawan
meninggalakan etika profesinya demi kekuasaan. Hal ini terjadi karena etika yang burukbekerja sama dengan kekuasaan yang buruk. Sedangkan dalam masa Orde Baru, peranan
cendekiawna lebih terhormat, sehingga memungkinkan terjadinya kerjasama yang erat antara
teknokrat dan penguasa. Hal ini dikarenakan etika yang baik bekerjasama dengan kekuasaan
yang baik.
Adanya pembagian tugas di kalangan eksekutif tertinggi Orde Baru, dimana kantor
kepresidenan memusatkan pada modal, dan pendukung intelektual utama disini adalah ISEI.
Sedangkan kantor wakil presiden memusatkan perhatian pada urusan sosial dan kebudayaan
dengan dukungan intelektual HIPIIS.
HIPIIS dan ISEI menlancarkan suatu revolusi putih dalam menggabungkan hampir semua
sektor dalam organisasi profesional keilmuan. HIPIIS didikrikan pada tahun 1975, dan
setelahnya banyak organisasi-organisasi serupa yang bermunculan. Namun dari sekian
banyaknya, yang paling berpengaruh adalah HIPIIS dan ISEI, baik karena derajat profesioanl
yang mampu dipikulnya, maupun dampak politik dalam arti idealnya, rekomendasi, dan
-
8/10/2019 Cendekiawan Dan Kekuasaan Dalam Negara Orde Baru
11/21
11
status para pemimpinnya. Dalam kongres pertama HIPIIS membahas keprihatinan yang luar
biasa tentang perkembangan ilmu-ilmu sosial dengan mempersoalkan etika ilmu-ilmu sosial.
Pada Januari 1977 di medan diselenggarakan kongres dan seminar nasional mengenai etika
ilmu-ilmu sosial. Disitu dibahas pula sesuatu yang penting mengenai Orde Baru. Ada dua hal
penting yang dikemukakan oleh Soedjatmoko, pertama, adanya suatu intervensi modal dalam
bentuk membagi-bagi dana di berbagai kalangan atas nama ilmu-ilmu sosial. Kedua, di
kalangan ilmuwan sosial terjadi pengelompokkan ke dlaam berbagai kubu-kubu partisipasi
dan kubu yang mempertahankan ilmu sosial menjadi critical social sciences. Dia juag
membedakan dua jenis penelitian, yaitu dicipline research, adalah apa yang kelak lebih
dikenal sebagai basic research, riset murni, atau riset dasar, dan policy research yang
khususnya mencoba mengungkapkan mana pihak yang akan dirugikan, pihak mana yang
akan mendapatkan keuntungan daripada suatu kebijakan tertentu, akibat-akibat semacam apa
yang mungkin akan terjadi selanjutnya, serta pengaruhnya atas kebijaksanaan yang
dipertimbangkan itu.
Kesenjangan yang diciptakan oleh dua jenis penelitian itu yang pertama tidak memperdulikan
kebijakan negara dan yang kedua semata-mata berdasarkan kebijakan dan pergeseran antara
keduanya akan melahirkan kategangan-ketegangan yang harus diselesaikan dengan suatu
conflict management yang baik.
Presiden Soeharto menekankan pentingnya penelitian sosial, karen apada akhrnya
kemampuan manusai dan perkembangan masyarakat yang terencana dan terarah akan
menentukan berhasil atau gagalnya pembangunan. Hal ini dikemukakaknnya pada saat
menghadiri pembukaan gedung baru LIPI. Ilmu dan teknologi dapat dipakai sebagai alat yang
bukan saja untuk mencapai sebuah tujuan akan tetapi juga memecahkan soal yang dijumpai
di tengah jalan dalam gerak menuju tujuan rasionalitas tujuan dengan memandu arah.
Krisis ilmu sosial dan krisis ilmuwan sosial terjadi karena ketidakmampuan membela dan
mempertahankan otonomi dirinya sendiri. Salah satu faktor adanya krisis tersebut adalah para
akademisi itu kehilangan arah ditengah kekuatan negara dan modal. Penelitian yang
dilakukan ilmuwan sudah menurun derajatnya sehingga penelitian lebih dianggao sebagai
sebuah kerajinan tangan, pengumpul tabel. Pada tahun 1984 Prisma melakukan penilaian
terhadap ilmu-ilmu sosial. Pada tahun itu perkembangan ilmu di indonesia berjalan ditempat.
Penerbitan buku rendah, etika ilmu dikorbankan demi ekonomi dan politik.
-
8/10/2019 Cendekiawan Dan Kekuasaan Dalam Negara Orde Baru
12/21
12
Dengan dibukanya penanaman modal asing pada tahun 1967, membuat berbagai jenis
perusahaan asing menanamkan modalnya dalam segala bidang, tremasuk dalam bidang
penelitian di Indonesia. Perusahaan tersebut didirikan dalam bentuk perseroan terbatas
dengan nama SUBURI (Survey and Business Research Indonesia). SUBURI melakukan
penelitian dengan kuesioner dengan pertanyaan sebagai berikut, sekarang berikan penilaian
anda sendiri tentang beberapa tokoh penting sebagai berikut dengan melukiskan kualitas dan
cara pelaksanaan kepemimpinan dengan memakai skor dari 1-10. Suatu yang salah dalam
kuesioner ini adalah mencantumkan nama Presiden Soeharto dalam nomor urut 3 dari jumlah
10 tokoh yang ada dalam kuesioner tersebut. Penempatan nama Presiden Soeharto di nomor
ke 3 disini membuat 13 orang pewawancara ditangkap. Dan PT SUBURI pun di tutup untuk
sementara. Dalam kasus ini, ternyata ada keterlibatan lembaga tinggi negara yang ikut
membiayai penelitian ini. Atas kejadian ini, direktur PT SUBURI, John di Gregorio
dinyatakan sebagai persona non grata, dan harus meninggalkan wilayah Indonesia dalam
tempo 24 jam.
Gerakan disiplin nasional merupakan keputusan yang dibuat oleh Orde Baru pada awal tahun
1990, ketika kapitalisme negara dialihkan kepada kapitalisme swasta terpilih. Sejak masa
orde Baru juga mulai deberlakukan adanya penyeragaman murid sekolah dan para pegawai
negeri. Pengetahuan sudah tidak lebih dari upaya penyeragaman pikiran yang secara fisikdilambangkan oleh pakaian seragam itu.
Ilmuwan sosial di Indonesia mendapatkan kritikan tajam dari Presiden Soeharto yang pada
saat itu menghadiri kongres HIPIIS. Menurutnya begitu banyak analisis yang tergesa-gesa
dan bahkan spekulasi tanpa dasar kuat dan tidak didukung oleh fakta. Hal tersebut
menyudutkan kepada ketidakprofesionalismean para kalangan ilmuwan, namun ketidakadaan
profesionalisme itu ditunjukkan sendiri seorang Presiden di hadapan 600 orang kalangan
ilmuwan. Adanya kemerosotan ilmuwan , terjadi pula kemerosotan di bidang kekuasaan
negara. Ketidakmampuan menjawab persoalan besar oleh manajemen kenegaraan seperti
kerusuhan rasial, etnik, dan agama ditimpakan kepada kegagalan ilmuwan sosial.
BAB V
Jika tahun 1973 bisa dikatakan sebagai tahun kematian partai politik, maka pada tahun 1974
bisa juga dikatakan sebgai tahun kematian pers dan kematian kebebasan pers Indoensia. Orde
-
8/10/2019 Cendekiawan Dan Kekuasaan Dalam Negara Orde Baru
13/21
13
Baru tidak membutuhkan dukungan masyarakat politik seperti partai, tetapi satu-satunya
yang dibutuhkan Orde Baru saat itu adalah dukungan penuh dari pers, bukan karena pers itu
memiliki kekuatan, namun karena pers itu lemah. Orde Baru menjadi sponsor utama dalam
membangun industri pers, dan maka dari itu ada harga yang harus dibayar olehnya. Yaitu
dengan menuntut kepatuhan yang semutlak-mutlaknya kepada negara Orde Baru. Jika tidak,
maka surat kabar tersebut akan dimatikan peredarannya dan izin terbitnya. Ataupun dengan
cara lain yang lebih halus, dengan membuat sebuah formula wacana.
Kebebasan pers adalah kemampuan memakai ruang jurnalistik dalam mencari, menerbitkan,
dan mengedarkan informasi. Kebebasan ini pada akhirnya akan dikendalikan oleh keamanan.
Jika demikian, berbicara mengenai kebebasan pers dalam Orde Baru, jika dikendalikan oleh
keamanan, maka kebebasan pers saat itu yaitu yang tidak mengganggu keamanan dalam
arti keamanan negara Orde Baru disitu. Dalam kata lain, pers pada waktu itu sangat dibatasi.
Berbicara mengenai kebebasan, maka akan selalu bersinggungan dengan kebebasan yang
bertanggung jawab. Dalam pers, ini berarti pers tidak bisa membiarkan suatu proses politik
itu berlalu tanpa sentuhannya, pemborosan berjalan seolah-olah yang alamiah dan tidak boleh
dipertanyakan, keadilan boleh dilanggar seolah-olah itu nasib, dan kekuasaan itu boleh
memutuskan apa saja, meski bertentangan dengan keadilan atau prinsip lainnya, dan tanpa itu
sejarah tidak bergerak.
Sebuah tautologi represif ditunjukkan oleh Mahkamah Agung terhadap pematian dua media,
yaitu Tempo dan Gatra. Bekerjanya tautologi represif ini menunjukkan bahwa keamanan
menguasai segala-galanya, kebebasan (disini kebebasan pers) menjadi terasing oleh
keamanan, tanggung jawab pun hanya menjadi remah-remah yang tanpa makna. Dari segi
ideologis, tautologi represif menjadi alat yang sempurna untuk membangun, menjaga, dan
mengabdikan kekuasaan negara dan akibatnya masyarakat, terutama pers, semakin terpuruk
dan tak berdaya.
Pengguanaan akronim sebagai teknologi kekuasaann yang hanya dipergunakan sepihak dari
penguasa, juga tidak benar karena begitu banyak plesetan yang sengaja membengkokkan
akronim resmi yang dibuat oleh pemerintah. Akronim memnag menjadi bahasa para
narasumber ilmu, agama, moral, sumber kekuasaan seperti militer, yaitu para pejabat yang
menikmati ketidaktahuan para pendengar, pembaca ataupun penonton. Namun dapat juga
digunakan untuk menusuk tuannya sendiri. Bahasa menghasilkan kekuasaan dan kekuasaanjuga menunjukkan kemampuan produktifnya dengan menghasilkan bahasa baru.
-
8/10/2019 Cendekiawan Dan Kekuasaan Dalam Negara Orde Baru
14/21
14
Eufemisme dan disfemisme menjadi suatu wacana dalam hubungan yang sangat dekat
dengan kekuasaan. Kekuasaan menghasilkan eufemisme, dan eufemisme menghasilkan
kekuasaan. Baik eufemisme dan disfemisme adalah pelaksanaan kekuasaan secara telanjang.
Hanya dengan memahami kekuasaan sebagai relasi yang terjadi di dalam segala tingkat
gejala bahasa itu bisa dipahami. Dengan kata lain, hanya dnegan memahami bahasa, bisa
dipahami kekuasaan, begitupun sebaliknya.
Dalam ekonomi seperti yang terjadi dan berlangsung di Indonesia terjadi tali-temali yang
kuat antara ekonomi dan kekuasaan, kekuasaan dan bahasa, dan bahasa dan ekonomi.
Sedemikian kuatnya hingga akan sulit dibedakan mana ekonomi, kekuasaan, dan bahasa.
bahasa adalah ekonomi, ekonomi adalah kekuasaan, dan kekuasaan adalah bahasa.
Kekuasaan berekspresi melalui bahasa, dan teknologi khusus seperti akronim, eufisme, dan
disfemisme merupakan teknologi kekuasaan dimana kekuasaan itu menyatakan dirinya,
beroperasi dari tingkat-tingkat tinggi maupun rendah. Kekuasaan itu beroperasi dengan
mempergunakan teknologi bahasa sambil melibatkan aparat dari tingkat paling tinggi sampai
aparat tingkat paling rendah seperti satpam. Bahasa milik semua orang. Yang tidak menjadi
milik semua orang adalah kekuasaan yang mampu memaksakan kontrol bahwa suatu jenis
bahasa boleh dipakai dan tidak boleh dipakai.
Prisma diterbitkan untuk mempengaruhi pemikiran dari para elite. Elitisme Prisma juga
tampak pada metode yang dipilih. Format jurnal, jenis bahan yang dipakai, dan kontribusi
ynag diberikan penulis sudah menunjuk kepada audiens yang terdidik. Salah satu tujuan dari
prisma adalah memberikan pemikiran-pemikiran alternatif tentang pembangunan. Tiga
keperluan utama yang ingin dipenuhi oleh Prisma. Pertama, untuk mengatasi sesuatu yang
hanya berada dalam jangka pendek, dan lebih melihat persoalan dalam cakupan rencana masa
depan Indonesia dari pandangan yang mendalam.kedua, pemikiran kontemplatif tidak untuk
disimpan akan tetapi disebarluaskan dan dengan itu diharapkan Prisma bukan saja bisa
membuka forum diskusi secar bebas dan kreatif akan tetapi menjadi forum itu sendiri. Ketiga,
tidak semua jenis pikiran bisa masuk Prisma. Prisma sendiri bermaksud menangkap dan
menyeleksi pikiran-pikiran konstruktif ataupun kontroversialdalam masyarakat serta
membiaskannya kembali sebagai pancaran pandangan-pandangan yang perlu ditimbang
dalam pembangunan ekonomi, perkembangan sosial, danperubahan-perubahan kultural yang
dialami Indinesia dewasa ini.
-
8/10/2019 Cendekiawan Dan Kekuasaan Dalam Negara Orde Baru
15/21
15
Dalam manifesto kaum cendekiawan, kata dan bahasa sudah tidak mampu membuka tabir.
Bahasa malah menjadi alat kekerasan. Untuk membebaskan kata dan bahasa dari kekerasan
bukan dengan mengubah bahsaa akan tetapi mempersoalkna telasi-relasi sosial, politik, dan
ekonomi yang memungkinkan bahasa itu. Pembebasan kata dan bahasa dari kekerasan
berjalan seiring dengan praxis kekuatan politik sesungguhnya di luar Prisma ketika meletus
aksi protes nasional terhadap pencalonan kembali Soeharto pada pemilihan presiden tahun
1978, yang berujung pada penangkapan mhasiswa besar-besaran.
Secara teoritis, majalah Prisma tidak berada diluar jalur-jalur teori-teori modernisasi dan
modernisme. Hampir seluruh asumsi dan basis teoritis yang berada dibelakang kepala para
editornya, dan juga yang berada di belakang kepala para penulisnya adalah basis teori
modernisasi tersebut, yaitu rasio dan rasionalitas. Beberapa asumsi teoritis bisa ditelusuri.
Pertama, gerak modernisasi senantiasa berjalan melewati dikotomi modern primitif, maju
mundur, dan lain sebagianya. Dalam hal ini pun modernisasi lebih menjadi suatu alat
penggerak psiko-kultural yang pada gilirannya menyangkut suatu sikap dan presepsi. Kedua,
kalau sekiranya modernisasi menjadi sasaran utama maka hampir semua sektor lain akan
menjadi instrumen bagi pencapaian tujuan modernisasi tersebut. Pendidikan, agama, hukum,
kaum muda, perempuan, menjadi indtrumental bagi tercapainya modernisasi tersebut. Ketiga,
modernisasi tidak bisa dikejar kalau tidak melalui industrialisasi. Namun, pada gilirannyaindustrialisasi membangkitkan sederetan besar dari apa yang disebut social problems.
Dalam hubungan ekonomi politik, Prismajuga memihak pada upaya negara Orde Baru
memproduksi dan memupuk kekayaan, kapan, sambil mengabaikan mengapa dan siapa yang
menajdi korban. Ekonomi Prisma terbelah bagi dua dalam suatu alam schrizzophrenic. Dalam
moral ekonomi seluruh lembaga LP3ES dan Prisma sendiri berpihak pada kaum lemah.
Dalam paham ekonomi dan dalam manajemen ekonomi sesungguhnya berada dalam tataran
reifikasi. Seluruh pemikiran yng diberikan Prisma adalah ekonomi makro. Hal ini
mmeberikan kesempatan campur tangan pemerintah dengan mengolah kestabilan dengan
megolah alat-alat seperti kebijakan moneter, fiskal, mengontrol neraca perdagangan dan
neraca pembnayaran, dan lain-lain.
Ada beberapa tuduhan terhadap Prisma, namun ada dua yang terpenting. Pertama, Prisma
dipakai sebagai alat suatu kepentingan perjuangan politik komunis untuk melakukan
penggalangan terhadap masyarakat komunis agar dapat menerima kembali kehadiran PKI
dalam masyarakat atau usaha menghidupkan kembali PKI di Indonesia. Kedua, tulisan-
-
8/10/2019 Cendekiawan Dan Kekuasaan Dalam Negara Orde Baru
16/21
16
tulisan tersebut dapat ditafsirkan menjurus kepada penyebarluasan ajaran-ajaran komunis
yang dapat mengakibatkan suatu pengambilan langkah penutupan terhadap penerbitan
Prisma.
Ketika Soeharto jatuh pada bulan Mei 1998 maka Prisma baru mampu menerbitkan nomor
pertama tahun 1998 pada bulan juli. Hal ini merupakan pertanda besar bahwa krisis ekonomi-
politik sudah melibas Prisma. Prisma melihat gerakan sosial yang berlangsung sebagai
kerusuhan. Ketika kerusuhan ditafsirkan sebagai kerusuhan maka kerusuhan sebenarnya
bukan kerusuhan lagi, akan tetapi penghancuran wacana Orde Baru yaitu pembangunan
sebagai wacana.
Kaum intelektual tidak lagi berkembang di dalam jurnal seperti Prisma, akan tetapi dalam
lembaga-lembaga anti-pemerintahan yang berkiblat pada suatu yang sama sekali lain dari
yang disebarluaskan oleh Prisma. Korupsi yang tidak lain dari penjarahan kantor
pemerintahan yang hanya diserahkan kepada orang sejenis Golkar, militer, dan kaum birokrat
menjadi sumber radikalisasi kaum cendekiawan. Semuanya berjalan sendiri-sendiri, dan
Prisma bukan tempat berpaling baginya. Pamflet-pamflet internet lebih memberikan
pencerahan dan menjadi pesaing Prisma yang paling utama. Gerakan kaum perempuan yang
lembut jauh-jauh lebih keras menjatuhkan militer yang penuh kekerasan.
Ketika prisma mengambil bagian dalam suatu wacana politik Orde Baru dia menjadi sumber
pengangkatan bagi para Cendekiawan dan ilmuwan. Untuk keperluan itu Prisma harus
menjadi penengah antara birokrasi dan modal. Namun Prisma mati karena kekerasan krisis
ekonomi Orde Baru. Namun demikian, tidak pernah dalam sjarah hidupnya Prisma begitu
didukung secara penuh oleh badan-badan ekonomi ciptaan Orde Baru.
BAB VI
Agama menjadi perumus identitas, dimana di setiap KTP masyarakat Indoensia tidak ada
satupun warga yang tidak mencantumkan agama di identitasnya. Ada lima agama yang pada
saat itu diakui oleh negara. Mengapa hanya lima? Bukankah Indonesia terdiri dari berbagai
macam etnis yang memiliki kepercataan yang berbeda-beda, bhakan hingg ratusan. Yang
dapat saya tangkap disini, bahwa kontrol negara pun menyentuh bidang agama. Orde baru
tidak hanya mengontrol dan mnegatur lembaga-lembaga politik resmi seperti partai, lembaga-
-
8/10/2019 Cendekiawan Dan Kekuasaan Dalam Negara Orde Baru
17/21
17
lembaga negara lainnya namun masuk ke dalam unit-unit penting dan halus seperti agama.
Sebagaimana dalam politik parrtai, demikian pula dalam politik agama.
Agama, modal, dan negara saling menentukan satu sama lain dalam diri para pelaku agama,
pelaku modal, dan pelaku kekuasaan yang pada gilirannya mengubah agama menjadi politik,
mengubah politik menjadi agama, mengubah modal jadi agama, dan agama jadi modal
dengan sama-sama mempermainkan kekuasaan. Suatu gerakan politik pada Orde Baru yang
paling radikal menjadi dan adalah gerakan agama dan gerakan-gerakan agama dalam
lembaga-lembaga swadaya masyarakat menjadi gerakan politik. Modal bermain di dalam
agama dalam kontrol terhadap lembaga haji.
Pengakuan negara terhadap agama begitu pentingnya sehingga agama-agama berlomba-
lomba untuk memperoleh pengakuan tersebut. Cara menggalang pengakuan dengan cara
yang lain adalah dengan politik pengabaian. Hal ini berarti suatu aksi sendiri-sendiri atau
bersama dengan tujuan mengeluarkan agama atau kepercayaan lain sehingga tercipta suatu
tanda entry barrier ke dalam wilayah pengakuan. Entry barrier itu dikerjakan dan
dipertahankan dengan sangat teliti dalam berbagai cara. Pertama, secara legal melalui dekrit
yang dikelouarkan Lembaga Tertinggi Negara, MPR. Kedua, dijaga dengan diteliti oleh
Depertemen Agama yang mengontrol wilayah pengakuan, dan yang ketiga dikerjakan dengan
teliti oleh PAKEM, yaitu organ kejaksaan agung yang bertindak melebihi departemen agama.
Pada tahun 1986 didirikan Yayasan Wakaf Paramadina, yang lebih dimaksudkan bagi para
kelas menengah kota, kaum cendekiawan Islam pada umumnya dalam suatu pergaulan di
dalam dunia yang sedang berubah, dan Indoenesia di dalamnya. Pembentukan paramadina
dengan koml=plikasi nasional dan internasiaonal membawa kepada dua kejadian. Pertama,
adalah pertikaian mengenai pakaian jilban bagi siswi sekolah Menengah Atas di beberapa
tempat di Indonesia. Kedua, adalah pendirian organisasi intelektual yang disebut Ikatan
Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), bulan Desember 1990. Perbedaan dari kedua
kejadian ini adalah jika para siswi berurusan dengan tubuh, dan ICMI berurusan dengan jiwa
kehidupan intelektual.
Orde baru memberikan perhatian sendiri pada politik tubuh. Disini dengan memiliterisasi
tubuh, dengn bmembuat patung peringatan yang didirikan. Selain itu penerapan seragam bagi
para pelajar SMA, pakaian safari bagi para birokrat juga para dosen. Posisis tubuh dalam
politik menurut Hobbes memeriksa tubuh alami manusia dalam hubungannya dnegan tubuhpolitik. Dalam suatu sistem alami manusia yang memang dilahirkan sama dan setara yang
-
8/10/2019 Cendekiawan Dan Kekuasaan Dalam Negara Orde Baru
18/21
18
justru kartena kesamaan dan kesetaraan itu merebut kepentingan yang sama dan terbatas
sehingga untuk mencapai itu harus bertempur dengan sesama manusia, bunuh-membunuh
untuk mempertahankan hidup. Untuk mencapai perdamaian, maka harus ada keadaan dimana
hak sesama manusia itu, diserahkan, sebagai sebuah konsensus. Untuk itulah negara sebagai
tubuh buatan dalam suatu kontrak memperoleh hak sehingga disebut the Sovereign.
Negara sebagai tubuh buatan menerima tugas, kepercayaan, untuk mengatur perdamaian.
Dari sana terbentuklah sebuah body politic yang bisa dirumuskan sebagai suatu sekumpulan
manusia yang disatukan seolah-olah menjdi satu tubuh, oleh suatu kekuasann publik, demi
kedamaian bersama, pertahanan dan manfaat. Dasar yang diberikan Hobbes dari segi makro,
adalah kontrol reproduktif terhadap alat reproduksi dengan tujuan mengendalikan
pertumbuhan dan pembiakan tubuh dalam arti numerik dalam sebuah negara. Jalam pikiran
yang hampir sama tersebut merasuki Orde Baru pada masa itu. Hal yang menjadi ironi disini
uadalah bahwa perempuan menjadi korban dari kontrol pertumbuhan penduduk itu ketika
praktek pengendalian terhadap kesuburan perempuan dilancarkan dengan kekerasan.
Perempuan di desa-desa dipaksa untuk menggunaka IUD, dan tidak jarang para pekerja
keluarga berencana dikawal oleh polisi dan serdadu dari rumah ke rumah untuk menjemput
lelaki dan perempuan ke tempat dimana IUD dipasang. Jika tidak mau? Maka penanaman
IUD terjadi di bawah todongan senapan.
Kontrol mikro yang menjadi titikperhatian disini adalah pendisiplinan tubuh, atau merupakan
kontrol terhadap sistem representasi tubuh. Kontrol terhadap tubuh ini adalah apa yang harus
dipakai untuk mengekspresikan kepribadian di baliknya. Dengan dikeluarkannya keputusan
Menteri yang mengatur tentang seragam militer dan seragam sekolah sejak taman kanak-
kanak sampai sekolah menengah.
Jika sebelumnya dibahas bahwa kaum perempuan menentang politik penyeragaman maka
para lelakinya sedang bermain mata dengan Orde Baru dengan masuknya ICMI. Pertemuan
pertama cendekiawan muslim pada tahun 1984 yang diselenggarakan oleh MUI. Di bawah
kepemimpinan sidang Letjen (Purn.) Achmad Tirtosudiro dibentuk sebuah forum dengan
nama Forum Komunikasi Pembangunan Indonesia. Inilah yang menjadi cikal bakal ICMI.
Habibie menjadi ketua ICMI saat itu. Pendirian ICMI lebih merupakan gabungan dalam satu
aliansi antara rezim Orde Baru dengan organisasi cendekiawan Islam.
Perlawanan terhadap berulang lagi dalam kongres NU di Cipasung dimana agen-agen ordeBaru ditolak dengan taktik pengasingan sambil mengeluarkannya dari lingkungan dalam
-
8/10/2019 Cendekiawan Dan Kekuasaan Dalam Negara Orde Baru
19/21
19
teknik yang sama yang selalu dilakukann oleh Orde Baru. Perubahan dalam lembaga-
lembaga birokrasi agama sangat menentukan bagi perlawanan Orde Baru.
Kaum protestan jauh lebih mendapatkan perhatian seiring dengan dijadikannya agama
protestan menjadi agama resmi para pejabat birokrasi kolonial Belanda. Pada mas aOrde
Baru, kaum katolik terbagi-bagi ke dalam beberapa kelompok. Kelompok pertama, adalah
kelompok loyalis partai , Partai katolik yang pada umumnya terdiri dari para aktivis senior.
Sikap kelompok ini sangat sisnis terhadap PKI dan komunismme, namun moderat terhadap
Islam. Kelompok kedua adalah kelompok kaum cendekiawan independen yang terdiri dari
cendekiawna bebas, pastor muda, dengan kecenderungan yang lebih kritisn dan radikal dalam
pandangan hidup. Merekalah golongan yang lebih bebas dari partai dan lebih mengabdikan
dirinya kepada lingkungan profesional bebas di dunia media, lembaga-lembaag sosial
masyarakat dan universitas dan perguruan tinggi pada umumnya. Sikapnya kritis terhadapo
gereja, namun terbuka terhadap Islam, liberal dalam pandangn hidup/ namun dari perbedaan-
perbedaan tersebut, dalam satu hal merekja setuju yaitu meningkatkan kualitas politik katolik
dan terlibat di dalam politik kualitas. Kelompok ketiga adalah mereka yang menjalin
huibungan yang sangat dekat dengan angkatan darat yang menjadi kekuatan inti dari ogime
orde baru.
Seorang psikiater dan pilosof Katolik, Karl Jaspers, melihat politik dan kekuasaan dari suatu
kacamata yang sama sekali lain, yaitu historisitas gereja. Gereja berawal dari tidak berkuasa.
Namun, sekali lagi, Raja Konstituante membawa masuk gereja ke dalam kekuasaan, maka
kekuasaan dan gereja saling bermain mata, politik dan kekuasaan dikira rahmat dan kerajaan
Allah. Gereja berpijak pada tulisan kudus yang isinya akan selalu menutup kecenderungan
totaliter dan tidak akan memperkenankan harkat manusia, kebebbasan, dan keadilan pupus
sama sekali. Karl Jaspers sama sekali bukan penganut teori organik dalam politik.
Paham negara organik diterima dan diwarisi melalui dua sumber yang sama sekali tidak ada
hubungannya satu sama lain. Di satu pihak, konsep gereja dalam tradisi latin iberian diwarisi
melalui gereja katolik. Di pihak lain melalui cendekiawan katolik di dalam Cendter, darimana
tradisi negara organik-germanik diterima dan diwarisi melalui konsep-konsep manusia yang
diberiakn oleh Martin Heidegger yang diteruskan melaui kaum cendekiawan katolik yang
menyaipkan dapur cenyter konsep negar organik yang secara alamiah hidup di dalam militer
Indonesia menjadi sambung muka, yang tepat untuk dengan subur dicernakan dan
diterjemahkan ke dalam praktek-praktek politik.
-
8/10/2019 Cendekiawan Dan Kekuasaan Dalam Negara Orde Baru
20/21
20
Masuknya satu seksi penting dalam Center, yaitu milter hampir tidak dapat disangsikan lagi
merupakan gabungan dari dinas intelijens resmi seperti bakin, atau mereka yang terlibat
dalam kegiatan opsus yang dipimpin oleh Ali Moertopo. Ali moertopo sebagai salah seorang
pemikir dan pelaku politik menyadaro betapa pentingnya di negara ini tumbuh lembaga-
lembaga yang mengkhususkan dirinya dalam bidang pengkajian masalah strategis yang
berorientasi pada pembuatan kebijakan dan kepiutusan.
Center harus menjadi milik bangsa dan untuk itu harus mendapatkan restu komandan, tentu
saja dengan seluruh pemikiran dan hierarki militer dibalik kata-kata itu, dan Soeharto sebagai
kepala negara dan kepala pemerintahan yang juga masih menjadi komandan pada saat itu,
komandan komkaptib yang berada diluar dan diatas hukum orde baru pada saat itu. Sekali
lagi, selkuruh sense of destiny itu muncul lagi dimana kepentingan bangsa, negara, dan
militer baergabung jadi satu. bangsa adalah negara, negara adalah militer, dan militer adalah
bangsa.
Paham negara organik dikembangkan hampir penih di sini dengan ABRI sebagai pemimpin
di depan, stabilisator, dan dinamisator, dan pegawai negeri sebagai pembina mental rakyat,
pelindung, penjaga keamanan, dan pemeri teladan. Dengan BRI sebagai dinamisator, dan
birokrasi sebagai pengelola pembangunan, maka akselerasi modernisasi siap dikerjakan yaitu
terutama melalui pembanguanan ekonomi dengan merancang pertumbuhan sekitar 6 sampai 7
persen setiap tahun.namun, untuk menjamin pertumbuhan maka politik harus mengalmi
perubahan, dan perubahan itu hanya bisa dijalankan bilamana dikerjakan dengan apa yang
disebut sebagai demokrasi pancasila.
Refolusi Perancis, setelah mengahncurkan sistem monarki, membentuk dewan nasional.
Dalam dewan inilah untuk pertama kalinya dikenalistilah paham kiri dalam suatu spektrum
kiri, tengah, kanan. Dimana yang radikal adalah yang kiri, moderat tengah, dan konservatif
kanan. Namun pengertian kiri di Indonesia berubah-ubah menurut perkembangan ekonomi-
politik di sini yang membuat konsep kiri-tengah-kanan sangat terikat pada konteks sejarah.
Pada masa pergerakan nasional, untuk tepatnya sebelum proklamasi kemerdekaan, kiri adalah
idaman karena hampir tidak bisa dipahami kemerdekaan indonesia tanpa kaum kiti yang
menolak kekuasaan imperialisme dan kolonialisme.
Soekarno, Hatta, dan yang beberapa orang lain mengakui secara terbuka bahwa mereka kiri
dan marxis. Soekarno bergerak sejauh itu untuk mengatakan bahwa dia mempeloporimarhaenisme yang tidak lain adalah marxisme yang diadaptasi di indonesia. Tahun 1965
-
8/10/2019 Cendekiawan Dan Kekuasaan Dalam Negara Orde Baru
21/21
21
,mengubah seluruh paham tentang kiri karena kiri pada waktu itu identiok dengan
pengkhianatan dan bukan semata-mata marxisme.
BAB VII
Kaum cendekiawan menempati dunia konkret bukan saja dalam kungkungan akan tetapi
terutama dalam tuntutan politik-ekonomi. Dalam dunia konkret perumusan diri bertarung
dengan perumusan orang lain, kelompok lain yang pada gilirannya tidak luput dari
pertarungan modal, kekuasaan dan kelembagaan. Atas dasar perhitungan ekonomi politik
secara penuh, dan terutama dengan masuknya kekusasaan negara maka terbukalah ruang
seluas-luasnya bagi kaum cendekiawan. Kaum cendekiawan tidak terpisahkan dari
pengelolaan modal kaum cendekiawan bukan modal itu sendiri.
Orde baru dikatakan sebagai suatu proses pengambilalihan wacana, dari wacana yang
berlangsung pada zaman politik etis. Pentingnya Orde Baru tidak semata-mata karena
masuknya militer secar masif dalam tubuh kekuasaan dalam berbagai bidang setelah
menguasai negara, kan tetapi daya agresinya yang menyelinap ke segala sisi dan sudut
kehidupan, kehadiran negaradi mana-mana akan tetapi terutama sebagai produsen wacana,
pemegang kebijakan diskursif, mengembangkan ritus pengaut wacana, dan memaksakan
pengambil-alihan wacana tersebut.
Aparat negara pemakai kekerasan selalu menjaga ketegangan antara kerahasiaan dan
keterbukaan. Kekerasan meskipun berlangsung secara terbuka, harus diperlakukan
sedemikian rupa sehingga mengandung kerahasiaan ketika perilaku kekerasan dibuat oleh
hukum dan tata tertib politik menjadi anonim, sebagai oknum. Luluhnya kerahasiaan menajdi
membuat kekerasan tidak berdaya karena tidak berarti, dan kehilangan tenaga bukan karena
kekuatan yang melawan, malah justru karena kelemahannya. Hal ini dikatakan merupaka
pertanda bahwa telah berlangsung suatu perubahan wacana politik yang merasuki cara
berpikir dan mengubah cara bertindak. Dengan demikian berlangsung pembelaan terhadap
yang lama dalam bayang-bayang penghancuran lembaga-lembaga yang mempertahankannya.
Pengambil-alihan wacana ini perlahan-lahan menghancurkan wacana politik kekuasaan
politik Orde Baru.