cerpen bi

10
When it Rains Di pagi yang cerah, matahari bersinar dengan teriknya. Langit tampak begitu biru, tidak nampak sama sekali awan yang menggumpal saat itu. Dibawah langit sana, ada seorang gadis mungil yang sedang berbaring diatas kasur. Dia adalah Sasha, gadis remaja yang berumur 17 tahun itu sedang di rawat di RS Pattimura. Ia memandang langit lewat jendela rumah sakit yang berselambu putih itu. Sasha tersenyum melihat langit yang begitu cerah. Dia merasa bahwa langit menyambut dirinya dengan ceria pagi ini. Bunda terheran melihat anaknya yang tersenyum saat itu. “Ada apa, Sha? Kenapa kamu terlihat senang begitu?”. Sasha geli melihat wajah Bundanya yang kebingungan itu. “Tidak apa-apa, Bun. Aku seneng lihat keadaan langit pagi ini. Mereka kayak menyapaku dengan ceria”. Bunda hanya tersenyum mendengar jawaban Sasha. Sudah dua minggu lamanya Sasha dirawat di rumah sakit. Sasha sempat shock mendengar penyakit yang dideritanya, tapi ia berusaha tidak terlalu memikirkannya walaupun ia tahu bahwa penyakitnya itu berbahaya. Bunda, Ayah, dan Rino, selalu memberi semangat padanya. Merekalah yang membuat Sasha tetap tegar menjalani hari-harinya di rumah sakit. Bunda selalu tidur di rumah sakit untuk menemani sang buah hati karena Ayah terlalu sibuk dan Rino harus bersekolah. Suatu hari, saat Bunda masih belum datang menjenguknya, Sasha mencoba bangun dari tempat tidurnya. Ia ingin sekali pergi ke taman yang ada di rumah sakit. Tetapi ia terlalu lemah untuk berjalan, kepalanya terasa pusing. Akhirnya ia meminta kepada seorang suster untuk mengantarnya ke taman rumah sakit dengan menggunakan kursi roda. Sang susterpun dengan senang hati mengantarkan Sasha. Setibanya di taman, Sasha merasa senang sekali. Ia dapat melihat rerumputan dan tanaman-tanaman hijau yang tumbuh disana. Sasha melihat keseliling taman. Di taman itu juga terlihat banyak pasien-pasien lain yang terlihat sedang duduk menikmati indahnya sore itu. Tetapi pandangan sasha terhenti ketika ia melihat seorang pria tampan yang sedang tertawa lepas melihat kekonyolan temannya. Bisa ditebak, pria tampan itu jugalah seorang pasien yang sedang dirawat. Sasha terus memandangi pria yang entah siapa namanya itu. Sasha tak sedikitpun melepaskan pandangannya pada pria tersebut. Tiba- tiba..Seeet! Pria itu menoleh ke arah Sasha. Sasha yang tadinya enak- enak melihatnya, spontan langsung membuang muka dan wajahnya mulai memerah. Sasha cepat-cepat meminta tolong seorang suster untuk

Upload: khairiyahamalia

Post on 06-Aug-2015

93 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: cerpen bi

When it Rains

Di pagi yang cerah, matahari bersinar dengan teriknya. Langit tampak begitu biru, tidak nampak sama sekali awan yang menggumpal saat itu. Dibawah langit sana, ada seorang gadis mungil yang sedang berbaring diatas kasur. Dia adalah Sasha, gadis remaja yang berumur 17 tahun itu sedang di rawat di RS Pattimura. Ia memandang langit lewat jendela rumah sakit yang berselambu putih itu. Sasha tersenyum melihat langit yang begitu cerah. Dia merasa bahwa langit menyambut dirinya dengan ceria pagi ini. Bunda terheran melihat anaknya yang tersenyum saat itu. “Ada apa, Sha? Kenapa kamu terlihat senang begitu?”. Sasha geli melihat wajah Bundanya yang kebingungan itu. “Tidak apa-apa, Bun. Aku seneng lihat keadaan langit pagi ini. Mereka kayak menyapaku dengan ceria”. Bunda hanya tersenyum mendengar jawaban Sasha. Sudah dua minggu lamanya Sasha dirawat di rumah sakit. Sasha sempat shock mendengar penyakit yang dideritanya, tapi ia berusaha tidak terlalu memikirkannya walaupun ia tahu bahwa penyakitnya itu berbahaya. Bunda, Ayah, dan Rino, selalu memberi semangat padanya. Merekalah yang membuat Sasha tetap tegar menjalani hari-harinya di rumah sakit. Bunda selalu tidur di rumah sakit untuk menemani sang buah hati karena Ayah terlalu sibuk dan Rino harus bersekolah. Suatu hari, saat Bunda masih belum datang menjenguknya, Sasha mencoba bangun dari tempat tidurnya. Ia ingin sekali pergi ke taman yang ada di rumah sakit. Tetapi ia terlalu lemah untuk berjalan, kepalanya terasa pusing. Akhirnya ia meminta kepada seorang suster untuk mengantarnya ke taman rumah sakit dengan menggunakan kursi roda. Sang susterpun dengan senang hati mengantarkan Sasha. Setibanya di taman, Sasha merasa senang sekali. Ia dapat melihat rerumputan dan tanaman-tanaman hijau yang tumbuh disana. Sasha melihat keseliling taman. Di taman itu juga terlihat banyak pasien-pasien lain yang terlihat sedang duduk menikmati indahnya sore itu. Tetapi pandangan sasha terhenti ketika ia melihat seorang pria tampan yang sedang tertawa lepas melihat kekonyolan temannya. Bisa ditebak, pria tampan itu jugalah seorang pasien yang sedang dirawat. Sasha terus memandangi pria yang entah siapa namanya itu. Sasha tak sedikitpun melepaskan pandangannya pada pria tersebut. Tiba-tiba..Seeet! Pria itu menoleh ke arah Sasha. Sasha yang tadinya enak-enak melihatnya, spontan langsung membuang muka dan wajahnya mulai memerah. Sasha cepat-cepat meminta tolong seorang suster untuk mengantarkannya kembali ke kamar. Pria tadi tersenyum geli melihat tingkah konyol Sasha. Sasha terus menggerutu sepanjang perjalanan menuju kamarnya dengan kursi rodanya itu bersama seorang suter. “Huuh.. ngagetin banget sih tuh cowok!” kesal Sasha. “Siapa, non?” timpal sang suster tiba-tiba. “Oh, nggak papa kok sus, cuma tadi ada yang nyebelin di taman” jawab Sasha polos. “Waaah.. pasti yang dimaksud itu si Aldi ya?” goda suster. “Hah? Aldi siapa, sus?” tanya Sasha bingung. “Eh bukan dia ya non? Hehe.. Aldi yang ganteng itu lho, pasien disini juga” suster tertawa genit. “Ih? Siapa sih, sus? Yang tadi pake baju item astroboy di taman itu bukan?”selidik Sasha. Siapa tau pria tampan yang ia lihat tadi adalah Aldi. “Bener non! Gantengkan, non?hihi”. Sasha merebahkan tubuhnya diatas kasur. Dia sudah tahu siapa nama pria yang ia kagumi tadi. Yap, Aldi! Ia sangat ingin berterima kasih kepada suster yang secara tidak sengaja memberikan informasi kepadanya. “Oh my God! Kenapa gue nggak tanya Aldi ada di kamar nomor berapa ya?! Nggak nanya kena penyakit apa juga! Aaaw tololnya gue!” Sasha sangat menyesal. Tapi.. ia masih punya rencana yang akan ia lakukan untuk mengorek informasi tentang pria tampan bernama Aldi itu..Dia berencana akan mencari suster tadi yang tidak sengaja Sasha melihat namanya di seragamnya. Linda, ya suster itu bernama Linda. Gadis mungil itu akan melakukan misinya besok.

Page 2: cerpen bi

*****

Hari ini langit terlihat mendung. Mungkin hujan akan datang, pikir Sasha. Tapi Sasha tidak peduli mau hujan kek, mau nggak kek, misinya harus berjalan sebelum Bundanya datang menjenguknya. Ia cepat-cepat-cepat mencari suster yang bernama Linda itu. Kebetulan saat itu suster yang bernama Linda itu melewati kamar bernomor 161, ya itu adalah nomor kamar Sasha. Sasha buru-buru memanggilnya.

“Sus Lindaaa!!” “Wah non..non siapa yaa? Hehe map non, kagak tau” “Sasha sus..ingetkan? Yang kemaren minta anterin ke taman itu lho” “Oh iye iyee..ada apa non Sasha?” “Bisa minta tolong anterin jalan-jalan keliling rumah sakit nggak, sus?” “Pake kursi roda nggak non?” “Hmm.. nggak usah deh, lagi pingin jalan aja. Hehe..bawain infusnya ya, sus”

Sasha dan suster Lindapun berjalan-jalan sambil berbincang-bincang. Entahlah apa yang mereka perbincangkan hingga mereka tertawa terpingkal-pingkal. “Sus..” sela Sasha tiba-tiba. “Apa, non?” jawab suster sambil berusaha memberhentikan tawanya. “Aldi itu di kamar nomer berapa sih?” tanya Sasha blak-blakan. “Haaah? Kenapa non? Ceileee.. Naksir ye?” goda suster dengan logat betawinya yang khas. “Aduuh..yaaaa ga papa dong..” Sasha tersipu malu. “Nomer 179 non, deket sama kamarnya, non”. “Whaaat?? Waaah kenapa ga pernah liat yaa?”. “Tapi sus.. sakit apa dia?” selidik Sasha. “Kanker paru-paru” jawab suster pelan. Penyakit yang mematikan, sama seperti penyakit yang diderita Sasha. “Tapi kondisinya udah membaik belum sus?” tanya Sasha lagi seperti tidak pernah kehabisan pertanyaan. “Iya non, sudah mulai sehat kayak non, nggak separah minggu lalu”. Setelah mengetahui infromasi-informasi yang diberikan suster Linda, Sasha selalu mengintip keadaan kamar 179. Ia menyempatkan waktu ke taman, mungkin disana ada Aldi. Dengan alasan bosan di kamar, Sasha meminta kepada Bunda agar mencarikan suster yang bisa mengantarkannya ke taman. Bunda menawarkan dirinya saja yang mengantar, tapi Sasha menolak. Akhirnya, Bunda mengalah dan mencarikan suster untuk buah hatinya. Yak, kali ini bukan suster Linda. Entah siapa, Sasha tidak tau. Sasha hanya ingin bergegas pergi ke taman. “Tapi mendung nak, nanti takutnya hujan” saran Bunda yang melihat keadaan langit yang kurang bersahabat itu. “Aduuuh..nggak kok!”. Setibanya di taman, Sasha meminta agar suster yang mengantarnya meninggalkannya saja, karena ia ingin sendiri. Sang susterpun pergi berlalu. Di ujung taman, terlihat sosok pria yang tampan dan sedang melamun. Yak, itu adalah Aldi. Entahlah apa yang sedang dilamuninya, Sasha terus memandanginya. Tiba-tiba..tes..tess.. terdengar suara rintikan hujan yang mulai membasahi seluruh daratan. Hujan begitu derasnya, hingga pandangan terlihat kabur. Tapi tiba-tiba tangan Sasha disambar oleh segenggam tangan. Tangan yang begitu hangat. Entah siapa yang menggenggam tangannya se-erat itu, hingga Sasha tak bisa menolaknya. Pemilik tangan itu menarik tangan Sasha ke suatu tempat, dimana tidak orang, sunyi sekali. “Makasih ya udah nolong gue. Kalo ga ada loe, mungkin gue uda kesamber petir” Ucap Sasha sambil menunduk mengibas-ngibaskan celananya. Tak ada jawaban dari orang tadi. Sasha mencoba melihat siapa yang menariknya tadi. OH MY GOD! INI ALDIKAN?! Teriak Sasha dalam hati. Ia tidak dapat menutupi rasa shocknya. Aldi yang daritadi melihatnya tersenyum geli.

Page 3: cerpen bi

“Sini, duduk” “Eh..i iyaa..” “Kamu Sasha ya?” “Lho? Kok tauu??” “Haha.. iya. Aku diberitahu sama sus Linda kemaren” “HAAAAA?!” Ampuuun! Apa yang diomongin sus Linda ke Aldi?! Apa dia bilang aku cari tau infonya? Gerutu Sasha dalam hati. “Haha, kamu lucu banget ya” Seketika Sasha lemas mendengar ucapan Aldi barusan. Ucapan yang membiusnya. Dia merasa ini mimpi, iya mencubit-cubit pahanya. “Aduuuh, ini bukan mimpi Sha”. AMPUUUUUUUN kenapa nih cowok tau aja sih yang gue pikirin?!. Sasha hanya menunduk malu dengan wajah merahnya. Sebuah jaket tiba-tiba menadarat di pundak Sasha. “Kamu kedinginankan?” tebak Aldi. “Emang kamu nggak, Al?” tanya Sasha balik. “Nggak kok. Kasian kamu kalo kedinginan, ntar badanmu panas”. “Makasih ya Al..tapi btw, ini dimana sih?” tanya Sasha bingung. “Ini tempat rahasiaku, hehe. Jangan bilang tempat ini ke siapa-siapa ya? Yang tau Cuma kita berdua”. Sasha mengangguk mengerti. Sasha merasa ini semua cuma imajinasinya. Tapi apa mau dikata, ini bukan imajinasi atau mimpi. Ini nyata! Hari mulai malam. Mereka masih disana. Penjaga rumah sakit mengunci tempat rahasia Aldi itu. Penjaga rumah sakit tidak melihat mereka karena Aldi dan Sasha berada di belakang lemari. Sekarang mereka berdua terjebak. Mereka tidak tahu harus berbuat apa. “Maafin aku, Sha. Udah bawa kamu kesini dan akhirnya kita kejebak” Ucap Aldi lirih. “Nggak papa, Al..besok mungkin bisa keluarkan” jawab Sasha yang sebenarnya lebih senang keadannya begini saja, hehe. Lumayanlah, bisa lebih deket. Malam semakin larut. Sasha mulai mengantuk dan tanpa sengaja tertidur di pundak Aldi. Aldi hanya tersenyum melihat gadis mungil yang berada di dekatnya sekarang. Aldi mengusap lembut rambut gadis itu. Iapun ikut tertidur dan bersandar pada tembok ruangan yang berwarna putih itu.

*****

“Kamu ngapain Sha kemaren sama cowok itu semaleman?! Cuma BERDUA sha!” bentak Bunda yang emosinya meluap-luap. “Sumpah bun! Aku ga ngapa-ngapain!! Dia malah nolongin aku dari ujan deres kemaren! Percaya Bun sama Sasha! Sasha bukan anak yang macem-macem!” air mata Sasha tidak dapat dibendung lagi. Ia tidak mau ia dikira anak yang macam-macam dan Bundanya ikut menyalahkan Aldi. Aldi tidak bersalah, Sasha tahu itu. Bunda mencoba sabar dan tidak mengeluarkan emosinya. “Bun..percaya Bun sama Sasha..” Sasha masih terisak. “Iya nak..maafin Bunda ya tadi bentak kamu..” Bunda mengelus-elus kepala anaknya itu. Suasana kamar bernomor 161 itu penuh dengan isakan.

*****

Pagi ini terlihat cerah, Sasha menyambut pagi ini dengan sangat ceria. Aldi mengajaknya pergi ke taman bersama. Sasha sangat senang mendengar ajakan dari pujaan hatinya yang tampan tersebut. Ia merasa hari-harinya semakin indah saja. Tiba-tiba saja terdengar suara ketukan pintu di kamar Sasha. Sasha membuka pintu.. dan seperti yang diduga. Aldilah yang datang dengan sapaan senyuman manis. “Udah siap Sha?” tanya Aldi. “Udah kok!” jawab Sasha penuh semangat. Taman terlihat asri. Mungkin gara-gara hujan deras kemarin. “Duduk disana yuk” ajak Aldi sambil menunjuk kursi yang selalu ia duduki di taman. Sasha hanya menurut saja. “Sha..” Kata Aldi membuka pembicaraan. “Apa, Al?” Sasha sangat terlihat gugup. Aldi meraih tangan gadis mungil itu. Sasha seperti kesetrum saat Aldi memegang tangannya.

Page 4: cerpen bi

“Kamu sakit apa, Sha?” “Leukimia, Al..” “Cepet sembuh ya” “I..iya..kamu juga ya, kamu sakit kanker paru-paru ya?” “Iya, Sha. Kebanyakan ngrokok” “Huft..kamu sih ngerokok! Mulai kapan ngerokok? Kok udah kena kanker?” “Dari kelas 5 SD, Sha” “Ya ampun, gila!” “Haha..ngomong-ngomong, kamu kelas berapa?” “2 SMA..kamu?” “3 SMA. Btw, gimana hubunganmu sama pacarmu?” Sasha tertawa geli mendengar pertanyaan Aldi yang satu ini. Jelas-jelas suster Linda sudah mengatakan kepadanya bahwa ia mencari tahu tentangnya. “Hihi..orang ga punya” jawab Sasha yang masih tersenyum geli. “Lho? Masa sih?” Aldi bingung mendengar jawaban Sasha. “Iya, Aldi. Emangnya kenapa? Kamu sendiri gimana?” Sasha tanya balik. “Ya nggak papa sih, kamu kan imut, Sha. Aku juga belum punya pacar kok”. Sasha tertegun mendengar jawaban Aldi. Bibirnya terasa beku. Kini kedua tangan Aldi menggenggam tangan Sasha dan menatap Sasha dalam-dalam. “Sha..” “I..iyaa?” “Aku..suka sama..kamu, Sha” Hati Sasha serasa mau copot. Berdetak begitu cepat dan seperti ingin melompat keluar. Mulutnya bungkam. Ia merasa seperti dihipnotis. “Sha?”. Suara Aldi membangunkan lamunannya. “Eh ii..iya Al..kenapa-kenapa?”Sasha bingung sekali harus berkata apa. “Kamu mau nggak jadi pacarku?” Aldi mengatakannya dengan lugu tetapi wajahnya tetap membuat siapa saja yang melihatnya akan terpesona. “Aku juga suka Al sama kamu..” Kata-kata itu keluar begitu saja dari mulut Sasha. Seketika wajah mereka berdua memerah. “Jadi..ka..kamu mau jadi pacarku??” wajah Aldi sangat bahagia. Sasha mengangguk. Sasha sangat senang sekali dengan semua yang diberikan Tuhan hari ini. Ia merasa penyakit yang dideritanya tak terasa sama sekali, layaknya orang sehat.

*****

“Darimana nak?” tanya Bunda sekaligus bingung melihat wajah sumringah terpampang jelas di wajah anaknya itu. “Hehe..dari bawah bun!” jawab Sasha energik. “Ada apa sih, Sha? Kok kayak habis dapet rejeki aja”. “Emang habis dapet rejeki, Bun! Rejeki yang nggak ternilai!!”. Bunda semakin bingung melihat tingkah anaknya yang makin aneh saja dari hari ke hari. “Aduuh Bundaku sayaang..nggak ada apa apa kok! Jangan bingung gitu dong, hehe. Udah dulu ya Bun, aku ngantuk” Sasha langsung memejamkan mata diatas kasur yang berwarna serba putih itu. Bunda hanya menggelengkan kepalanya mendengar celotehan anaknya. Sasha semakin tidak sabar menanti hari esok. Hari pertama dimana ia mulai menjalin kasih dengan pria pujaannya.

*****

Jam menunjukkan pukul sembilan lewat limabelas menit. “Aaaa! Kenapa baru bangun sih aku!” gerutu Sasha. Ia segera mencuci muka dan menggosok gigi. Ia sangat ceria menyambut pagi ini. Hari yang sangat bahgia baginya. Ia akan memulai kisah cintanya yang indah mulai hari ini. Sasha sudah mendapatkan pangerannya. Ia bernyanyi-nyanyi seakan hari ini adalah hari paling baik dan ia adalah orang yang paling beruntung sedunia. Setelah menyegarkan diri dipagi hari, Sasha segera keluar dari

Page 5: cerpen bi

kamar. Kepalanya terasa pusing, tapi ia tidak mempedulikan rasa sakit itu, yang hanya ia pedulikan hanyalah Aldi seorang. Sasha beranjak keluar menuju kamar, berharap disana Aldi sedang menunggunya dan menyambut dirinya dengan senyumyang membuatnya melayang. “Hiks..hiks” suara isak tangis terdengar dari kamar diujung sana. Banyak orang-orang di kamar tersebut. “Ada apa sih? Kok pada nangis?” Sasha bertanya-tanya dalam hati. Tapi dia tidak peduli. Sekali lagi, yang ia pedulikan hanyalah Aldi seorang. Sasha berlalu, ia berdoa semoga Aldi sedang menunggunya di taman. Sudah satu jam Sasha menunggu di taman. Tapi sosok pria tampan itu tidak terlihat. Sasha melihat sekeliling. Ia sama sekali tidak menemukan Aldi. “Mana sih Aldi?” pikir Sasha. Sasha tetap sabar menunggu lelaki tinggi itu. Dua jam sudah berlalu, Sasha memilih untuk pergi ke kamar Aldi untuk melihat apa yang dilakukannya sampai-sampai ia tidak datang ke taman.

Sasha menyusuri lorong rumah sakit dan mencari kamar bernomor 179 itu. Sasha tersenyum-senyum sendiri membayangkan raut wajah Aldi saat melihatnya datang..tetapi..mana penghuni kamar itu? Kamar itu kosong seperti tak ada penghuninya dari awal. Tak ada makanan-makanan atau obat-obatan di meja samping kasur. Ruangan itu hampa. Dimana sebenarnya Aldi? Apakah ia sudah diperbolehkan kembali ke rumah? Atau mungkin pindah rumah sakit? Tapi kenapa ia tidak pamit dahulu kepada Sasha? Sasha bingung setengah mati. Dimana orang yang dia sayangi? Ia berlari kearah lobby rumah sakit untuk menanyakan keberadaan Aldi. Setibanya disana.. “Ada yang bisa saya bantu?” “Iya mbak, pasien yang ada di kamar 179 itu kemana ya? Sudah pulang atau pindah RS?” “Tunggu sebentar ya mbak” Sang receptionist mencari data pasien kamar nomor 179 “Maaf mbak” “Ada apa mbak? pasien itu dimana mbak?” “Pasien yang bernama Aldi Putra Tegar itu..dua setengah jam yang lalu sudah meninggal..”

*****

Sasha mulai menangis. Menangis sekeras-kerasnya.Tangisnya makin lantang saat mengingat sosok orang yang ia sayangi telah di tutup dengan sehelai kain kaffan dan tidur beralaskan tanah dengan atap kayu tertimbun tanah bernamakan dengan batu nisan. Sosok pria yang menolongnya saat hujan deras, yang memberikan jaket kulit hangatnya saat ia kedinginan, yang ia pinjam pundaknya untuk bersandar, dan orang yang bisa membuat tubuhnya gugup dengan bibir yang beku. Sasha menyesal tiada henti, kenapa ia harus bangun kesiangan dan melewatkan kamar yang penuh isak tangis tadi? Langit tampak mendung seakan sedih menerima kematian Aldi. Sasha termenung diatas bangku ujung taman, bangku favorit Aldi. Ia merunduk, menangis dengan penuh penyesalan. Tak disangka, pria yang baru saja menusuk jantungnya dengan kata-kata manis kemarin telah tiada sekarang. Hujan mulai turun. Seakan dunia ingin mengingatkan memori Sasha saat hujan deras itu. Sasha tetap menangis walau hujan makin deras. Suasana sore itu sama seperti kenangan terindah bersama Aldi. Sasha tetap menunggu tangannya digenggam hangat oleh Aldi seperti saat itu. Namun, semua itu hanyalah angan-angan bodoh yang tak mungkin terjadi lagi.

*****

Page 6: cerpen bi

Nama : Rr. Khairunnisa Amalia

Kelas/Absen : IX G/27

Ide-ide pokok dari cerpen “When it Rains”

Paragraf 1 : Seorang gadis bernama Sasha sedang dirawat di RS PattimuraParagraf 2 : Sasha tersenyum senang melihat keadaan langit pagi ituParagraf 3 : Sasha sudah 2 minggu dirawat dan Bunda yang menjaganyaParagraf 4 : Sasha ingin pergi ke taman yang ada di rumah sakitParagraf 5 : Sasha melihat sosok pria tampan di taman sanaParagraf 6 : Sasha terus memandangi pria tersebut hingga pria itu balik melihatnyaParagraf 7 : Sasha sebal dengan pria tadi dan sang suster tidak sengaja memberi tahu nama orang yang dipandangi Sasha tadi yaitu AldiParagraf 8 : Sasha akan menyelidiki tentang pria tersebut lebih lanjut besokParagraf 9 : langit terlihat mendung tapi Sasha tetap menjalankan misinyaParagraf 10 : Sasha bertanya-tanya tentang Aldi kepada sang suster yang bernama LindaParagraf 11 : Sasha ingin pergi ke taman lagi agar bertemu Aldi walaupun langit terlihat mendungParagraf 12 : Di taman, Sasha bertemu Aldi dan hujanpun mulai turun, tiba-tiba Aldi menarik tangan Sasha untuk berteduhParagraf 13 : ternyata Aldi telah mengetahui tentang diri Sasha dari suster LindaParagraf 14 : Sasha merasa ini semua hanyalah mimpi atau imajinasinyaParagraf 15 : mereka berdua terjebak di ruangan tadi hingga esok pagiParagraf 16 : Bunda emosi karena anaknya tidur berdua dengan Aldi tetapi Sasha menjelaskan semuanyaParagraf 17 : Aldi mengajak Sasha pergi ke tamanParagraf 18 : Mereka berdua berbincang-bincang tentang penyakit yang diderita merekaParagraf 19 : Aldi menyukai Sasha dan menyatakan perasaannya, merekapun resmi berpacaranParagraf 20 : Sasha sangat bahagia hingga Bundapun bingung apa sebenarnya yang terjadiParagraf 21 : Sasha tidak sabar untuk pergi ke taman karena mungkin disana ada AldiParagraf 22 : terdengar suara isak tangis dari kamar ujung sana, tetapi Sasha tetap meneruskan perjalanannya ke tamanParagraf 23 : Dua jam Sasha menunggu Aldi di taman, tapi ia tak kunjung datang

Page 7: cerpen bi

Paragraf 24 : Sasha memutuskan untuk pergi ke kamar Aldi tetapi kamar itu kosongParagraf 25 : Sasha pergi ke lobby rumah sakit untuk menanyakan keberadaan AldiParagraf 26 : ternyata Aldi telah meninggal duniaParagraf 27 : Sasha menangis dan menyesal mengapa ia tidak datang ke kamar yang penuh isak tadiParagraf 28 : Sasha termenung dan menangis di taman dan hujanpun mulai turun, Sasha menunggu tangan yang menggenggam erat tangannya seperti saat itu tetapi itu hanyalah angan-angan bodoh

Nama : Rr. Khairunnisa AmaliaKelas/Absen : IX G/27