cerpen thank you

10
Oleh : Olivia Annisa Tifani – XII IPA 2

Upload: olivia-tifani

Post on 05-Dec-2014

377 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

 

TRANSCRIPT

Page 1: cerpen Thank you

Oleh : Olivia Annisa Tifani – XII IPA 2

Page 2: cerpen Thank you

Pagi-pagi begini Ai yang bernama lengkap Aivilo Stuffa Renata terlihat terburu-buru, 2 lembar roti dengan selai strawberry dengan cepat di lahap mulut kecilnya. Dengan sedikit berlari Ai menghampiri Nina – sahabatnya yang sedang bertolak pinggang dengan wajah geram.

“lama banget si Ai” semprot nina tanpa basa-basi,

Ai hanya melengkungkan bibirnya sebagai permintaan maaf

“nyengir aja, buruan naik, nanti telat”

“sip” dengan cepat Ai mendudukan tubuhnya ke sepeda motor matic berwarna biru milik Nina.

Baru saja sampai, suara bising dari arah kelasnya sangat terdengar di telinga Ai dan Nina yang

baru saja memarkinkan sepeda motor di parkiran dekat kelasnya. Ternyata teman sekelasnya sedang

menyalin PR matematika kepada Mira si juara kelas. Tiba-tiba tubuh Ai lemas, Ia lupa mengerjakan PR

guru yang tersohor killer di sekolahnya itu.

“kenapa Ai? PR-nya udahkan?” Tanya Nina memastikan keadaan sahabatnya

“aku ga ngerjain Nin, lupa total” jawab Ai lemas

“ya ampun Ai kalo Pak Mahmud tau bisa abis kamu di hukum”

“aaaaa… gimana dong Nin? Kalo ngerjain sekarang waktunya ga cukup 5 menit lagi kelas dimulai”

“tenang-tenang aku punya ide Ai” Nina membisikkan ide cemerlangnya ke telinga Ai.

Pelan-pelan Ai membuka pintu ruangan di pojok koridor yang dekat dengan toilet. Sepi, bersih,

bau obat, semua isi ruangan dominan berwarna putih. Ya inilah buah ide cemerlang Nina-berpura-

pura sakit dan beristirahat di ruang UKS. Untung saja ada Laurenina esstefy – nama lengkap Nina.

kalau tidak tak terbayang bagaimana keringat keluar dari seluruh pori-pori tubuh Ai yang mungil dan

tidak berisi ini.

“sakit ?”suaranya cukup mengagetkan Ai yang sedang termenung kosong

“eh iya” jawab Ai linglung

“oh” cowok berambut lurus ini menutup pembicaraan dengan datar

Page 3: cerpen Thank you

Ai masih saja linglung tak karuan. Baru saja Ai ingin balik bertanya cowok berambut lurus,tinggi serta

pemilik kulit yang putih itu sudah menutup daun pintu dan pergi entah kemana.

Ai hanya menggaruk-garuk kepalanya kebingungan. ”itu siapa ya? Aneh, kaya petugas sensus, abis

tanya terus pulang” komentar Ai heran.

Sudah dua hari ini Nina tidak masuk sekolah, Ai sahabatnya pun tidak tau ada apa dengannya.

Sepi hari tanpa ada si pemarah-Nina. Setiap Ai bertanya kepada Bi May – pembantu rumah tangga

yang bekerja di rumah Nina selalu jawabannya Nina tidak ada di rumah dan tidak tau pergi kemana.

Drrt… drrrt… drrrt…drtt….

Lagi-lagi sms dari Ai, sudah ada 6 sms yang di terimanya dari Ai sejak dua hari terakhir,

nampaknya Ai sangat mengkhawatirkan dirinya. Nina terkulai lemas di tempat tidurnya. Bibirnya

pucat begitu juga dengan wajahnya,tubuhnya berkeringat bukan karena udara yang panas. Nina sakit.

Bukan hal yang baru bagi Nina, Nina sudah mengidap penyakit ini selama 5 tahun belakangan tetapi

tidak satu pun orang yang tau-termasuk Ai selain keluarganya dan juga Bi May. Nina yang menyuruh

Bi May untuk tidak mamberitahukan kepada Ai. Nina tidak ingin Ai mengetahui bahwa dirinya sedang

terkulai lemas di tempat tidurnya seperti ini. Nina selalu menutupi hal ini ke Ai. Seharusnya Nina

belum boleh pergi ke sekolah hari ini tetapi Nina tetap ngotot untuk pergi ke sekolah, Nina memang

tidak pernah suka di rumah. bosan.

Nina sudah stand by didepan rumah Ai dengan sepeda motor kesayangannya. Ai yang baru saja

hendak berangkat terkejut melihat sosok Nina yang tersenyum manis kepadanya di depan rumah

“Nina! Kemana aja? Sms aku ko ga di bales?” semua pertanyaannya dua hari ini di lotarkannya begitu

saja

“hehe aku ke jogja jenguk bunda, kangen. pulsaku abis Nin bingung beli pulsa dimana, akukan ga hafal

daerah jogja” Nina berusaha menutupi semuanya.

Page 4: cerpen Thank you

Untung Ai tidak pernah teliti oleh apapun termasuk Nina yang mencurigakan, padahal terlihat

jelas pucatnya bibir Nina sekarang, kalau tidak pasti ketahuan semua kebohongan Nina kepadanya.

Tanpa basi-basi Nina menancap gas dengan cepat menuju sekolah. Baru juga sampai di muka kelas

perut Ai sudah menuntunnya ke toilet di ujung koridor. Nina hanya mengikuti langkah Ai yang

terburu-buru lalu hilang seraya cepat langkah kaki tipisnya. Selagi menunggu Ai Nina tidak sengaja

membaca puisi karya Kahlil Gibran yang terpajang di mading.

Ada hal-hal yang tak ingin kita lepaskan, seseorang yang tidak ingin kita tinggalkan tapi

melepas bukan akhir dari dunia melainkan awal suatu kehidupan baru.

Terbesit dipikiran nina akan sahabatnya Ai. Bagaimana Ai jika ia tidak lagi ada di dunia.

akankah ada senyum manis bibirnya, tawa riangnya,dan tingkah polosnya selama ini.

“mungkin aku akan merindukanmu Ai” bisik nina dalam hati

Tiba-tiba ada yang menepuk punggungnya dan menyadarkan Nina dari khayalnya. Timo.

“Nin kemana aja, kemarin kita-pengurus OSIS ngadain rapat acara buat pentas seni tahun ini ,

acaranya sih masih sama kaya tahun lalu Nin. Kalo guess star-nya tergantung voting anak-anak” Timo

menerangkan rapat yang di lewati Nina

“oke deh sip, nanti sms aja ya mo kalo butuh bantuan” Nina mengiyakan pernyataan timo dengan

menaikkan sedikit alisnya. Timo belum juga pergi Ai sudah datang dengan pandangan sedikit tajam ke

arah mereka. Lalu Timo meninggalkan Nina dan tersenyum ke arah Ai yang sedari tadi menatapnya

tajam.

“ngapain Nin si cowok sensus itu?” Tanya Ai memastikan

“cowok sensus? Siapa? yang tadi? Itu si Timo Ai bukannya cowok sensus”

Ai menjelaskan kejadian waktu itu di ruang UKS.

“mungkin dia takut Ai sama kamu, takut ketuaran gila makanya buru-buru keluar hahaha”

“enak aja, jangan jangan dia suruhannya Pak Mahmud Nin buat mastiin aku sakit beneran apa engga”

Page 5: cerpen Thank you

“apa jangan-jangan dia anaknya haha”

“hahahaha” seraya Ai bercerita canda tawa lepas begitu saja di antara mereka tanpa menghiraukan

sekitar yang sedari tadi memperhatikan.

Akhir-akhir ini Ai sering pulang telat dari biasanya. Bukan malas pulang ke rumah seperti Nina

tetapi Ai mengikuti latihan vocal bersama Bu Silah-guru kesenian. Suara Ai memang bagus untuk di

perdengarkan, tidak salah kalau Bu Silah menunjuk Ai. Mungkin suara Ai memang bagus tetapi sayang

percaya dirinya masih kalah jauh dengan merdunya suara Ai. Ai demam panggung. Acara tinggal 1

hari lagi, Nina mulai sibuk sana-sini sedangkan Ai masih belum bisa menenangkan dirinya dari demam

panggung.

Yap acara di mulai, beberapa sambutan di persilahkan dengan wajah penonton yang agak

bosan mendengarnya. Nina mengamankan keadaan sekitar di temani dengan Timo. Ai lagi-lagi

berkutat dengan demam panggungnya. Berkali-kali Ai komat-kamit ini itu memohon kelancaran di

belakang panggung. Akhirnya terdengar juga panggilan untuk Ai naik ke panggung yang sudah sejak

tadi di nantikan Nina. “santai aja, anggap disana cuma ada Nina” bisikan seseorang yang agak asing di

dengar Ai. Timo. Ai hanya tersenyum ke arahnya dan segera naik. Nampaknya Ai merasa lebih baik

dari sebelumnya. Di atas panggung Ai di sambut sang pembawa acara dan senyuman hangat Nina.

Juga sorakan-sorakan sekitar.

“lagu ini saya persembahkan untuk sahabat saya - Nina”

Nina tersenyum dan menghapus air matanya yang hampir jatuh karena tak menyangka Ai

berani berbicara seperti itu, apalagi tanpa ada tanda-tanda demam panggung di wajahnya. Ai mulai

memainkan lagunya di temani oleh gitar dipelukannya dengan petikan-petikan merdu senada lirik.

Beberapa wajah terlihat menikmati. Satu, dua orang mulai ramai menepukan tangan untuk Ai di atas

sana di ikuti oleh semua penonton yang ada. Nina dan Timo pun ikut bertepuk tangan. Aku mau

teman selamanya Berbagi tangis dan tawa Tak mau sendiri, merasa sepi Teman berikan aku

ketenangan Teman buat kurasakan bahagia Pertemuan yang lama sudah kutunggu Bebaskan hati ini

Page 6: cerpen Thank you

dari rasa rindu. Senandung lagu ten 2 five yang dinyanyikan Ai membuat nina semakin takut

meninggalkannya dan tidak bisa menepati janjinya kepada Ai.

Aw… tiba-tiba Nina merasakan sakit di dadanya, seperti ada yang menusuk-nusuknya. Tanpa

pikir panjang Nina berlari sekencang-kencangnya berharap langkahnya cepat sampai di parkiran dan

tubuhnya masih sanggup menahan sakit sebelum sampai ke rumah. Dari atas panggung Ai melihat

Nina berlari saat ia belum menyelesaikan lagu yang di persembahkan untuk Nina. Entah ada apa

dengan nina. Timo yang sejak tadi berada di dekat Nina spontan mengikuti langkah curiga Nina

dengan berlari kecil. Bukan main kagetnya ketika Timo melihat Nina terkapar di parkiran beralas aspal

dengan tubuh pucat pasih. 10 menit sudah Ai menunggu kedatangan Nina, Timo atau siapa pun yang

bisa menjelaskan dengan duduk sendirian di ujung keramain pentas seni hari itu.

Drttt. . drttt…. drtt….. drttt….drtt….drtt…

3 missedcalled dari nomor tak dikenal tampil di handphone Ai. Ai masih saja mengabaikan.

Biasanya Ai tidak pernah dan tidak akan pernah menghiraukan jika ada panggilan yang tak di kenal

tapi entahlah kali ini Ai mengangkatnya. Kaki dan tubuhnya lemas seketika melebihi ketakutan dirinya

pada Pak Mahmud. Air mata Ai jatuh beriringan. Ingin rasanya cepat-cepat sampai tujuan tapi kedua

kakinya masih belum sanggup berjalan saking lemasnya. Ai terduduk muram tanpa senyuman atau

kebahagiaan. Tak ada lagi cerianya. Tatapannya kosong. Telepon dari timo-lah yang membuat Ai

seperti ini. Nina koma. Lagi-lagi terkapar di rumah sakit.

Ai tertidur disamping Nina dengan mata bengkak-bengkak seperti kaki gajah setelah

semalaman memandangi wajah sahabatanya yang tidak pernah ia lihat dalam keadaan seperti ini.

Lemas, tanpa semangatnya yang berkobar seperti dulu. Malam ini Ai yang menemani nina. Orang tua

Nina sedang dalam perjalanan dari jogja ke Jakarta, mungkin besok pagi baru sampai. Wajah Nina

masih tetap cantik walaupun sedang seperti ini, membuat ayah bundanya menyesal jarang ada di

dekatnya. Ya orang tua Nina sudah sampai, Ai kembali pulang untuk beristirahat,takut-takut dirinya

ikut sakit kalau harus terus menerus temani Nina di rumah sakit. Ai beristirahat nyenyak di kamar 4x5

meter milikya, Nampak tenaga dan pikirannya terkuras habis akan hal ini. Hari ini hari ke-3 Nina di

rawat, terkapar pasrah dengan anggunnya. Hari ini Timo yang menemani Nina,orang tua Nina sedang

pulang sebentar ke rumah. Sedangkan Ai berhalangan datang. Nina tersadar dari komanya ketika timo

Page 7: cerpen Thank you

masih menungguinya. Timo kegirangan. Dipintanya selembar kertas dan bolpen. Sepertinya ada yang

ingin ia sampaikan.

Ai membuka selembar kertas kusam yang sepertinya sudah sangat lama tersimpan rapih di

dompetnya. Membuka, lalu membacanya dalam hati.

Waktu terus berjalan. Akhir yang sama sekali tak kuharapkan. Detik ini aku

teringat kenangan bersamamu Ai. Semua itu adalah kenangan terindah. Yang

tercipta karena suatu kebersamaan. Kali ini aku tersadar tak akan ada lagi waktu

bersamamu. Tak sempat lagi aku melihat ceriamu.

Maaf aku tidak bisa menemani canda tawamu

Jangan bersedih Ai,

Laurenina esstefy

“Nin 2 minggu lagi Aku menikah, kamu datang ya, calon suamiku si cowok sensus yang waktu

itu ku ceritakan” sambil terus tersenyum dengan lembutnya diikuti juga oleh senyuman Timo.

Ai tidak bisa lagi menahan air matanya, Timo memeluk Ai menenangkan. Selembar undangan

di taruhnya di atas rumput hijau segar berhiaskan daun kering yang bertaburan dan bertuliskan nama

Laurenina esstefy.

I miss you, Nin. 8 tahun tanpa kamu ga akan ngebuat aku lupa semua tentang kamu. Aku

selalu merindukanmu Nin

~The end~

Page 8: cerpen Thank you