cg 02 prinsip corporate governance

13
  TATA KELOLA PERUSAHAAN Tinjauan Prinsip-Pr insip Corporate Governance dan Struktur Governance Kelompok 3 Anggota: Aisyah Istiqomah (130648393 3) Lia Mustikawati (130648473 4) Manna Noverika Lestari (1306484772) Putri Anandayu (1306485062) Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Depok, September 2014

Upload: berliana-anggun-dewinta

Post on 07-Oct-2015

14 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Prinsip Corporate Governance

TRANSCRIPT

  • TATA KELOLA PERUSAHAAN

    Tinjauan Prinsip-Prinsip Corporate Governance dan Struktur Governance

    Kelompok 3

    Anggota:

    Aisyah Istiqomah (1306483933)

    Lia Mustikawati (1306484734)

    Manna Noverika Lestari (1306484772)

    Putri Anandayu (1306485062)

    Fakultas Ekonomi

    Universitas Indonesia

    Depok, September 2014

  • STATEMENT OF AUTHORSHIP

    Kami yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa makalah/tugas

    terlampir adalah murni hasil pekerjaan kami sendiri. Tidak ada pekerjaan orang

    lain yang kami gunakan tanpa menyebutkan sumbernya.

    Materi ini tidak/belum pernah disajikan/digunakan sebagai bahan untuk

    makalah/tugas pada mata ajaran lain kecuali kami menyatakan dengan jelas

    bahwa kami menyatakan menggunakannya.

    Kami memahami bahwa tugas yang kami kumpulkan ini dapat diperbanyak dan

    atau dikomunikasikan untuk tujuan mendeteksi adanya plagiarisme.

    Mata Ajaran : Tata Kelola Perusahaan

    Judul Makalah/Tugas : Tinjauan Prinsip-prinsip Corporate Governance dan

    Struktur Governance

    Tanggal : 11 September 2014

    Dosen : Desi Adhariani S.E., Ak., M.Si.

    1. Nama : Aisyah Istiqomah 2. Nama : Lia Mustikawati

    NPM : 1306483933 NPM : 1306484734

    TTD : TTD :

    3. Nama : Manna Noverika L. 4. Nama : Putri Anandayu

    NPM : 1306484772 NPM : 1306485062

    TTD : TTD :

  • Tinjauan Prinsip-prinsip Corporate Governance dan Struktur Governance

    A. Jurnal The Power of Monitoring

    Peraturan tata kelola baru, dibentuk setelah banyak skandal keuangan yang

    terjadi melibatkan perusahan-perusahan besar dunia yang mempengaruhi sistem

    perekonomian dunia. Runtuhnya Enron merupakan salah satu faktor terbentuknya

    peraturan tata kelola perusahaan yang baru. Tata kelola perusahaan berfokus pada

    efisiensi manajemen internal dan menilai Dewan Direksi sebagai instrumen tata

    kelola perusahaan karena mampu menghubungkan investor dengan manajer.

    Dewan Komisaris dianggap dapat menyelesaikan permasalahan agensi yang

    melekat dalam manajemen suatu perusahaan. Tetapi keberadaan Dewan

    Komisaris juga dapat menimbulkan suatu permasalahan baru karena anggota

    Dewan Komisaris juga memaksimalkan kepentingannya masing-masing dan tidak

    selalu mencerminkan kepentingan pemegang saham.

    Berdasarkan jurnal The Power of Monitoring, terdapat dua jenis tingkat

    kepengurusan di dalam negara-negara di Eropa dan Amerika. Negara-negara

    Anglo-Saxon (Australia, Kanada, Inggris, Amerika Serikat, dan Selandia Baru)

    biasanya menggunakan satu tingkat kepengurusan (one tier board) sedangkan

    negara-negara di kontinental Eropa (seluruh dataran Eropa kecuali UK, Ireland,

    Iceland, Malta, dan Republic of Cyprus) menggunakan dua tingkat kepengurusan

    (two tier boards).

    I. One Tier and Two Tier Boards

    Negara-negara yang berada di dataran kontinental Eropa, menggunakan

    sistem two tier boards berdasarkan undang-undang yang mereka miliki.

    Sedangkan untuk negara-negara Anglo Saxon menggunakan sistem one tier

    board.

    1. Two Tier Boards

    Sistem two tier boards adalah sistem yang wajib digunakan di Denmark,

    Finlandia, Jerman, Swedia, Austria, dan perusahaan besar di Belanda. Sedangkan

  • di Prancis, Portugal, Swiss, dan Spanyol, perusahaan dapat memilih salah satu

    dari kedua sistem yang ada.

    Permasalahan pokok yang dibahas dalam tata kelola perusahaan terletak

    pada pengorganisasian dan divisi personal serta pengawasan oleh two tier boards.

    Oleh karena itu, pengarahan dan pengawasan dalam sebuah perusahaan menjadi

    terpisah.

    Tujuan yang ingin dicapai oleh manajemen adalah menjalankan aktivitas

    bisnis perusahaan sesuai dengan kepentingan yang dimiliki oleh stakeholders.

    Namun tanggung jawab ini secara lebih luas sangat bertentangan, karena akan

    selalu ada perbedaan kepentingan antara stakeholders dan juga manajemen yang

    menjalankan bisnis perusahaan. Hal ini lah yang disebut sebagai agency problem.

    Dalam hal ini, peran Dewan Komisaris tidak semudah yang dibayangkan dan

    sering disalah artikan, meskipun fungsi Dewan Komisaris telah ditentukan

    mengenai suatu pertemuan, pengawasan dan pemberhentian Dewan Direksi.

    Untuk memahami akibat yang disebabkan oleh masalah tersebut, perlu diketahui

    bagaimana seharusnya interaksi yang berjalan di dalam perusahaan yang diatur

    dalam hukum perusahaan.

    Dalam sistem two tier boards, Dewan Direksi dipilih oleh Dewan

    Komisaris. Dewan Komisaris juga melakukan kontrak dengan Dewan Direksi

    serta bertanggung jawab atas pekerjaan mereka. Sedangkan Dewan Direksi

    bertugas untuk mengelola perusahaan, mewakili perusahaan dan memberikan

    informasi mengenai perusahaan kepada Dewan Komisaris. Hal inilah yang

    membuat sistem ini sering di kritik karena dapat menimbulkan kolusi antara dua

    badan tersebut.Umumnya anggota dari salah Dewan Direksi tidak dapat menjabat

    sebagai Dewan Komisaris pada saat yang bersamaan, begitu pula sebaliknya.

    Di dalam perusahan dengan kepemilikan yang terkonsentrasi, kecil

    kemungkinan Dewan Komisaris dapat melindungi kepentingan pemegang saham

    minoritas yang berlawanan dengan manajemen dan pemegang saham besar

    lainnya.

    Jabatan direktur yang saling berkaitan juga dianggap sebagai masalah dalam

    sistem ini. Hubungan jabatan direktur ini terbentuk jika anggota dari Dewan

  • Komisaris suatu perusahaan juga menjadi anggota Dewan Komisaris atau Dewan

    Direksi di perusahaan lain.

    Pemisahan antara manajemen dan pengawasan dapat mengakibatkan

    inefisiensi, karena seharusnya manajemen dan pengawas saling bekerjasama

    untuk mencapai tujuan perusahaan. Sejak tata kelola perusahaan diperkenalkan,

    fokus dari kinerja Dewan Komisaris didalam sistem two tier boards mengalami

    perubahan menjadi pemberian saran dan konseling.

    2. Anglo Saxon Way: One Tier Board

    Bertolak belakang dengan Two-Tier Boards yang banyak di adopsi oleh

    negara yang menganut hukum sipil, model One-Tier Board mengakui fungsi

    manajemen dan kontrol sebagai satu kesatuan dalam suatu badan dewan direksi

    yang memiliki kuasa secara keseluruhan. Anggota dewan dipilih dalam dalam

    rapat umum yang biasanya dilaksanakan setahun sekali.

    Untuk menjalankan fungsi kontrol, direktur eksekutif yang juga bekerja dalam

    bidang manajerial harus dibedakan dengan sesama anggota dewan direksi yang

    merupakan direktur non-eksekutif dan tidak terlibat langsung dalam kegiatan

    bisnis perusahaan. Sedangkan bagi direktur non-eksekutifyang bersifat

    independen, berdasarkan Combined Code yang merupakan salah satu persyaratan

    bagi perusahaan yang terdaftar di London Stock Exchange, harus dianggap tidak

    independen dalam arti memiliki kontrak kerja dalam jangka waktu panjang

    dengan perusahaan, tambahan remunerasi, dsb. Hal ini di pertimbangkan justru

    untuk meningkatkan independensi daripada direktur non-eksekutif agar tidak

    memiliki ketergantungan kepada CEO agar dapat membela kepentingan

    pemegang saham tanpa takut menerima sangsi apapun. Berdasarkan Combine

    Code, setidaknya setengah dari anggota dewan direksi harus terdiri dari direktur

    non-eksekutif

    Independensi juga merupakan faktor penting bagi komposisi dari dewan

    komite, yang cukup umum dalam model One-Tier Boards. Komite audit

    merupakan bagian dari syarat perusahaan yang terdaftar dalam bursa saham.

  • Kesimpulannya, pemisahan ketua dewan dengan CEO dan rekomendasi

    Combine Code agar setengah dari dewan direksi terdiri dari anggota non-eksekutif

    yang independen merupakan bentuk pemisahan fungsi manajerial dan kontrol.

    II. Sistem Manakah yang Lebih Baik?

    Masing-masing sistem memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri.

    Penjabarannya dapat dilihat dari Bagan SWOT masing-masing sistem di bawah

    ini.

    B. Prinsip-prinsip Corporate Governance menurut OECD

    1. Menjamin dasar untuk sebuah kerangka tata keloal perusahaan yang efektif

    Kerangka tata kelola perusahaan harus mendukung pasar yang transparan

    dan efisien, konsisten dengan peraturan hukum dan secara jelas

    SWOT One-Tier Boards Two-Tier Boards

    Kekuatan

    Masing-masing direktur

    memiliki akses langsung

    terhadap informasi yang

    dibutuhkan

    Pemisahan atas pemimpin

    manajerial dan kontrol

    Kelemahan

    Dewan Direksi masih

    berada di bawah CEO

    Dewan Pengendalian

    bergantung pada

    informasi dari Dewan

    Manajerial

    Peluang

    Anggota dewan

    memahami kegiatan

    operasional

    Dewan Pengendalian

    dapat menjadi agen yang

    kuat bagi pemegang

    saham

    Ancaman

    Tidak terjaminnya

    pemenuhan kepentingan

    pemegang saham

    Keuntungan dalam

    membela kepentingan

    pemegang saham masih

    dipertanyakan

  • menyampaikan pembagian tanggung jawab di antara berbagai pengawas,

    regulasi, dan penegakan otoritas.

    2. Hak pemegang saham dan fungsi utama kepemilikan

    Kerangka tata kelola perusahaan harus melindungi dan memfasilitasi

    pelaksanaan hak-hak pemegang saham.

    3. Kesetaraan perlakuan terhadap pemegang saham

    Kerangka tata kelola perusahaan harus menjamin kesetaraan perlakuan

    terhadap semua pemegang saham, termasuk minoritas dan pemegang saham

    asing. Semua pemegang saham harus memiliki kesempatan mendapatkan

    perbaikan/ganti rugi yang efektif untuk pelanggaran hak-hak mereka.

    4. Peran stakeholders di dalam tata kelola perusahaan

    Kerangka tata kelola perusahaan harus mengetahui hak-hak stakeholders

    yang diterbitkan oleh hukum atau melalui perjanjian timbal balik (mutual

    agreement) dan mendorong kerja sama yang aktif antara perusahaan dan

    stakeholders dalam menciptakan kesejahteraan, pekerjaan, dan

    keberlanjutan secara finansial.

    5. Pengungkapan dan transparansi

    Kerangka tata kelola perusahaan harus menjamin bahwa secara tepat waktu

    dan akurat pengungkapan dibuat pada semua hal yang material mengenai

    perusahaan, termasuk situasi keuangan, kinerja, kepemilikan, dan tata kelola

    dari perusahaan.

    6. Tanggung jawab dewan (komisaris dan direksi)

    Kerangka tata kelola perusahaan harus menjamin panduan strategi

    perusahaan, pengawasan yang efektif atas manajemen oleh dewan,

    akuntabilitas dewan terhadap perusahaan dan pemegang saham.

    C. Asas Good Corporate Governance menurut KNKG

    1. Transparansi (transparency)

    Perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan relevan dengan

    cara yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan, untuk

    menjaga objektivitas dalam menjalankan bisnis. Selain mengungkapkan

    permasalahan yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan,

  • perusahaan juga harus berinisiatif untuk mengungkapkan hal yang penting

    dalam pengambilan keputusan oleh pemangku kepentingan.

    2. Akuntabilitas (accountability)

    Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara

    transparan dan wajar. Perusahaan harus dikelola secara benar, terukur, dan

    sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan

    kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lain.

    Akuntabilitas merupakan prasayarat untuk mencapai kinerja yang

    berkesinambungan.

    3. Responsibilitas (responsibility)

    Perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta

    melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan

    sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan

    mendapat pengakuan sebagai good governance citizen.

    4. Independensi (independency)

    Perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing-masing

    organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi

    oleh pihak lain.

    5. Kewajaran dan Kesetaraan (fairness)

    Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa

    memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan

    lainnya berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan.

    D. Isu Penerapan Good Corporate Governance di Indonesia

    Pedoman umum Good Corporate Governance di Indonesia disusun oleh

    Komite Nasional Kebijakan Governance yang terakhir diterbitkan pada tahun

    2006. Pada umumnya metode penerapan pedoman Good Corporate Governance

    dilakukan dengan sifat comply-explain dan diterapkan secara sukarela. Perusahaan

    diharapkan dapat menerapkan pedoman tersebut dan mengungkapkan hal yang

    belum diterapkan di dalam laporan tahunan.

    Beberapa pokok pedoman GCG diadopsi peraturan Bapepam-LK dan

    bersifat wajib, pembentukan komite audit dan komisaris independen dalam sebuah

  • perusahaan.Bapepam-LK juga mewajibkan emiten dan perusahaan publik untuk

    mengungkapkan pelaksanaan GCG dalam laporan tahunan seperti frekuensi rapat

    dan hal mengenai remunerasi dewan komisaris dan direksi. Kewajiban

    pengungkapan prosedur dan jumlah remunerasi ini, diatur dalam peraturan

    Bapepam-LK No.X.K.6 tahun 2006.

    Jumlah komisaris independen di Indonesia tidak diatur secara rinci dalam

    pedoman GCG di Indonesia tetapi hanya diatur bahwa salah satu dari komisaris

    independen tersebut harus memiliki latar belakang akuntansi atau keuangan.

    Sedangkan menurut Bapepam-LK, Emiten atau Perusahaan Publik wajib memiliki

    minimal satu komisaris independen dan Bursa Efek mewajibkan 30% dari anggota

    dewan komisaris merupakan Komsaris Independen.

    Di Indonesia, sebuah perusahaan yang memiliki hubungan langsung dengan

    publik, wajib memiliki Komite Audit dan komite-komite lainnya dapat dibenuk

    sesuai dengan kebutuhan. Peraturan mengenai Komite Audit bagi Emiten dan

    Perusahaan Publik diatur dalam peraturan Bapepam-LK No.IX.I.5. Peraturan ini

    mewajibkan perusahaan memiliki minimal tiga orang anggota dan salah satunya

    merupakan merupakan Komisaris Independen Perusahaan yang bertugas sebagai

    ketua Komite Audit. Oleh karena itu Bapepam LK juga mengeluarkan peraturan

    No.IX.I.7 mengenai Emiten dan Perusahaan Publik wajib memiliki Unit Audit

    Internal dan menjalankan fungsi Audit Internal.

    Beberapa isu penerapan good governance di Indonesia:

    1. Pedoman Umum GCG di Indonesia hanya merupakan acuan

    Pelaksanaan GCG di Indonesia ini bersifat voluntary dan tidak terdapat

    sanksi apabila perusahaan tidak menerapkan pedoman ini. Saat ini,

    Bapepam-LK telah mengadopsi beberapa substansi yang terdapat dalam

    Pedoman Umum GCG ke dalam peraturan-peraturannya yang bersifat

    mandatory dan apabila perusahaan tidak mematuhinya maka akan

    dikenakan sanksi. Meskipun demikian, alangkah lebih baik apabila

    Bapepam-LK dapat mewajibkan perusahaan terbuka untuk dapat mencapai

    standar good corporate governance di dalam aktivitas operasinya sehingga

    akan menciptakan laju perdagangan yang kondusif di pasar modal

  • 2. Komunitas bisnis dan publik pada umumnya, masih belum memahami

    prinsip-prinsip dan praktek GCG secara luas.

    Faktor yang menyebabkan permasalahan CG di Indonesia :

    Mekanisme pengendalian pasar di Indonesia didominasi oleh sejumlah

    kecil konglomerat yang memiliki potensi dengan rezim kekuasaan.

    Pengembangan strategi dan posisi kompetitif, baik di BUMN maupun

    perusahaan-perusahaan yang memiliki koneksi politik yang kuat, tidak

    didasarkan pada efisiensi dan kinerja keuangan tetapi, berdasarkan

    jaringan hubungan personal dengan struktur kekuasaan.

    Adanya pandangan bahwa praktik corporate governance hanya suatu

    bentuk kepatuhan terhadap peraturan, sehingga penerapan GCG tidak

    dilakukan sepenuh hati.

    Tingginya tindak penyelewangan (fraud) dan korupsi di Indonesia

    Untuk meningkatkan penerapan budaya GCG di Indonesia, diperlukan

    pendekatan atau sosialisasi yang komprehensif dan penegakan hukum yang

    lebih nyata. Selain itu, diperlukan juga dukungan dari sektor publik agar

    public governance dapat pula menerapkan tata kelola yang baik dalam

    pemerintahannya sehingga tercipta lingkungan yang mendukung prinsip-

    prinsip GCG yang pada akhirnya akan mengakomodasi kepenting semua

    pihak (stakeholders).

    Perubahan corporate governance masih menyisakan hal-hal yang harus

    diperbaiki, seperti kesesuaian dan penyelarasan berbagai peraturan

    perundangan yang terkait. Demikian pula dengan hal-hal yang terkait

    dengan otonomi daerah, permasalahan yang timbul dalam kerangka regulasi

    adalah pemberlakuan undang-undang otonomi daerah yang cenderung

    kebablasan tanpa diikuti dengan kesadaran danm pemahaman good

    governance itu sendiri.

    Upaya good governance yang sedang berjalan ini perlu diarahkan pada

    upaya untuk mengubah pendekatan kepatuhan (compliance) kepada

    kesesuaian (conformance) dengan praktik-praktik terbaik kelas dunia

    sebagai wujud kesadaran akan arti penting pengelolaan perusahaan secara

    profesional, beretika, dan bertanggung jawab. Upaya lain untuk

  • meningkatkan penerapan GCG di Indonesia adalah dengan memperkuat

    pengawasan pasar oleh Bapepam dan BEJ melalui pengembangan teknologi

    SDM yang profesional.

    3. Perusahaan menganggap bahwa biaya pelaksanaan GCG lebih mahal

    dibandingkan manfaat yang diperolehnya.

    Laporan tahunan sebagian perusahaan terbuka hanya mengungkapkan

    informasi umum seperti visi dan misi tanpa lebih jauh mengungkapkan

    keterbukaan informasi atau corporate action yang telah dilakukan.

    4. Penegakan hukum yang masih lemah

    Prinsip GCG mengharuskan jaminan kesetaraan perlakuan dan perlindungan

    atas hak-hak semua pemegang saham dari berbagai kemungkinan

    penyalahgunaan. Di Indonesia, memang telah diatur UU mengenai

    perlindungan terhadap pemegang saham minoritas, tetapi lemahnya

    penegakan hukum dan praktik pengadilan maka efektivitasnya menjadi

    terbatas.

    5. Penerapan GCG di Indonesia didukung pula oleh keberadaan media massa,

    terutama media massa bisnis, yang saat ini memiliki peranan cukup penting

    sebagai pengawas eksternal perusahaan.

    Melalui pemberitaan yang disebarkan oleh media, masyarakat luas dapat

    mengetahui informasi-informasi mengenai tata kelola perusahaan dan

    pelaksanaannya. Media juga dapat melakukan berbagai penilaian yang dapat

    memengaruhi pandangan masyarkat terhadap perusahaan tersebut dan

    akhirnya berpengaruh pada reputasi perusahaan. Oleh sebab itu, muncul

    suatu tekanan bagi perusahaan untuk membuat kebijakan dan berperilaku

    baik sesuai dengan norma sosial yang dianggap pantas oleh publik guna

    menjaga reputasi perusahaan.

    E. Peranan Regulator Terkait Prinsip Corporate Governance

    1. Berdasarkan UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Bapepam-LK

    berperan dalam melindungi kegiatan pasar modal, berdasarkan tiga lembaga

    yang berfungsi untuk mengatur, membina, dan mengawasi kegiatan di

    dalam pasar modal.

  • 2. Sebagai regulator Pasar Modal, Bapepam dan LK memiliki kewenangan

    dalam menentukan kebijakan dan menetapkan peraturan-peraturan.

    3. Bapepam dapat memastikan bahwa berbagai peraturan dan ketentuan yang

    ada, terus menerus disempurnakan, serta berbagai pelanggaran yang terjadi

    akan mendapatkan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku.

    4. Bapepam telah mendorong implementasi prinsip-prinsip GCG di Indonesia

    dengan menerbitkan peraturan dan kebijakan yang terkait dengan GCG.

    Peraturan tersebut menyangkut keputusan Bapepam mengenai prinsip:

    Transparansi, yang mewajibkan perusahaan mengungkapkan

    informasi kepada publik, disclosure mengenai aspek yang terkait

    dengan pemegang saham, transaksi material, dan perubahan dalam

    aktivitas bisnis inti, keputusan mengenai merger dan akuisisi

    perusahaan publik, serta ketentuan tentang apakah suatu perusahaan

    tengah dalam proses peradilan kepailitan.

    Kewajaran, untuk perlindungan kepentingan dan hak pemegang

    saham, ketentuan mengenai benturan kepentingan dalam transaksi-

    transaksi tertentu, dan ketentuan mengenai penawaran tender.

    Responsibilitas dan akuntabilitas, keputusan mengenai merger dan

    akuisisi perusahaan publik terkait dengan kewajiban Direksi dan Dewan

    Komisaris untuk membuat pernyataan kepada Bapepam dan RUPS

    bahwa merger dan akusisi yang hendak dilakukan telah

    mempertimbangkan secara matang dengan memperhatikan kepentingan

    stakeholders, kepentingan publik, kepentingan perusahaan, persaingan

    yang sehat, dan jaminan akan terpenuhinya hak-hak pemegang saham

    publik termasuk kewajiban untuk memiliki komite audit (Thomas S.

    Kaihatu, 2006).

  • Daftar Referensi

    Brandle & Jurgen Noll. 2004. The Power of Monitoring. German Law Journal, Vol.5 No. 11, 1349-1371. Kaihatu, Thomas S. 2006. Good Corporate Governance dan Penerapannya di Indonesia. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Vol.8 No.1, 1-9. http://puslit2.petra.ac.id/gudangpaper/files/1957.pdf Komite Nasional Kebijakan Governance. 2006. Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia. Maksum, Azhar. 2005. Tinjauan Atas Good Corporate Governance di

    Indonesia. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/744/1/08E00104.pdf?origin=publication_detail

    Nursalmi. 2012. Peranan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan dalam Mewujudkan Prinsip Good Corporate Governance pada Perusahaan Terbuka Guna Memberikan Perlindungan Para Pemegang Saham. OECD. 2004. OECD Corporate Governance Principles. Purnamasari, Fitriana. 2014. Pengaruh Penerapan Mekanisme Good Corporate Governance Terhadap Kinerja Suatu Perusahaan. http://fitriana49e.blogstudent.mb.ipb.ac.id/2014/01/28/pengaruh-penerapan- mekanisme-good-corporate-governance-terhadap-kinerja-suatu-perusahaan/ Siahaan, Ester Ro Uli. 2013. Isu Corporate Governance: Peran Media Dalam Menjadi Pengawas Eksternal Perusahaan. http://deka-cg.blogspot.com/2013/06/isu-corporate-governance-peran- media.html Tim Studi Pengkajian . 2006. Studi Penerapan Prinsip-prinsip OECD 2004 dalam Peraturan Bapepam Mengenai Corporate Governance. Tim Studi. 2010. Kajian Tentang Pedoman Good Corporate Governance di Negara-Negara Anggota ACMF.

    http://puslit2.petra.ac.id/gudangpaper/files/1957.pdfhttp://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/744/1/08E00104.pdf?origin=publication_detailhttp://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/744/1/08E00104.pdf?origin=publication_detailhttp://fitriana49e.blogstudent.mb.ipb.ac.id/2014/01/28/pengaruh-penerapan- mekanisme-good-corporate-governance-terhadap-kinerja-suatu-perusahaan/http://fitriana49e.blogstudent.mb.ipb.ac.id/2014/01/28/pengaruh-penerapan- mekanisme-good-corporate-governance-terhadap-kinerja-suatu-perusahaan/http://deka-cg.blogspot.com/2013/06/isu-corporate-governance-peran- media.htmlhttp://deka-cg.blogspot.com/2013/06/isu-corporate-governance-peran- media.html

    STATEMENT OF AUTHORSHIP