cha kelompok fadlan
TRANSCRIPT
1
I. Pendahuluan
i. Latar Belakang
Penyakit menular masih merupakan salah satu masalah di bidang kesehatan di
Indonesia. Salah satu penyakit menular yang merupakan masalah kesehatan masyarakat di
Indonesia adalah diare. Penyakit diare ini sering menyebabkan Kejadian Luar Biasa (KLB)
yang disertai dengan jumlah kematian yang cukup tinggi (Depkes RI, 1996).
Diare merupakan penyakit menular yang dapat dicegah dengan menerapkan perilaku
hidup bersih dan sehat. Ada beberapa faktor yang berkaitan dengan kejadian diare yaitu tidak
memadainya penyediaan air bersih, air tercemar oleh tinja, kekurangan sarana kebersihan,
pembuangan tinja yang tidak higienis, kebersihan perorangan dan lingkungan yang jelek, serta
penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak semestinya (Sander, 2005).
Banyak faktor yang secara langsung maupun tidak langsung dapat menjadi faktor
pendorong terjadinya diare, terdiri dari faktor agent, penjamu, lingkungan dan perilaku.
Faktor penjamu yang menyebabkanmeningkatnya kerentanan terhadap diare, diantaranya
tidak memberikan ASI selama 2 tahun, kurang gizi, penyakit campak, dan imunodefisiensi.
Faktor lingkungan yang paling dominan yaitu sarana penyediaan air bersih dan pembuangan
tinja, kedua faktor ini akan berinteraksi bersama dengan perilaku manusia. Apabila faktor
lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku
manusia yang tidak sehat pula, maka penularan diare dengan mudah dapat terjadi (Depkes,
2005). Usia bawah lima tahun (Balita) memiliki risiko yang lebih tinggi untuk menderita
diare. Faktor daya tahan tubuh, gizi, perilaku ibu, pengetahuan ibu dansanitasi lingkungan
merupakan faktor faktor yang diduga berperan dalam menyebabkan terjadinya diare pada
balita (Calistus, 2008).
Faktor ibu merupakan salah satu faktor penting yang berpengaruh terhadap angka
kesakitan diare pada balita. Hal ini terjadi karena balita masih tergantung dengan ibunya
sehingga segala sesuatu yang berhubungan dengan ibu akan berpengaruh terhadap balita.
Menurut Markum (2002) kejadian diare yang dialami oleh balita dipengaruhi oleh pola asuh
yang diberikan oleh keluarga, khususnya pola asuh yang diberikan oleh ibu. Markum (2002)
juga menyatakan bahwa faktor pemberian ASI berpengaruh terhadap kejadian diare. Balita
2
yang menderita diare umumnya tidak mendapatkan ASI dan hanya digantikan oleh susu
formula. Beberapa peran ASI belum mampu digantikan oleh susu formula, misalnya peran
bakteriostatik, anti alergi, atau peran psikososial. Hasil penelitian Soetjiningsih (1997)
menunjukkan bahwa bayi yang tidak diberi ASI eksklusif mempunyai kemungkinan 14,2 kali
lebih sering terkena diare dibandingkan dengan bayi yang mendapat ASI eksklusif. Hal ini
dapat disebabkan karena ASI mengandung nilai gizi yang tinggi, adanya antibodi seperti IgA
yang dapat melindungi balita dari infeksi, laktosa yang merupakan karbohidrat utama yang
berfungsi sebagai salah satu sumber energi otak, lemak omega 3 dan omega 6 yang berperan
pada perkembangan otak bayi. Disamping itu ASI juga mengandung docosaheksanoic acid
(DHA) dan asam arakidonat (ARA) yang berperan dalam perkembangan jaringan saraf dan
retina mata (Hendarto, 2008).
Hygienitas ibu juga penting dalam pengaruhnya terhadap kejadian diare anak
balitanya. Cairncross et al., (2007) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa keluarga yang
tidak menerapkan perilaku hygienis pada pola asuh balita memiliki kemungkinan 2,2 kali
lebih tinggi menderita diare dibandingkan dengan keluarga yang menerapkan pola perilaku
hidup hygienis. Selain hygienitas dan pemberian ASI, berdasarkan hasil penelitian Tjitra
(1994), pendidikan ibu juga memiliki hubungan terhadap kejadian diare.
Sampai saat ini penyakit diare masih menjadi masalah kesehatan dunia terutama di
negara berkembang. World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa diare merupakan
penyebab 13% - 36% kematian penduduk dunia atau sekitar 5,5 juta jiwa per tahun, baik di
negara maju maupun di negara berkembang.(WHO, 2003). Penyakit diare di Indonesia sampai
saat ini masih merupakan salah satu penyakit endemis dan masih sering menimbulkan
kejadian luar biasa (KLB) di masyarakat oleh karena seringnya terjadi peningkatan kasus
diare pada saat atau musim-musim tertentu yaitu pada musim kemarau dan pada puncak
musim hujan.
Penyakit diare di Indonesia merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat
yang utama, hal ini disebabkan karena masih tingginya angka kesakitan diare yang
menimbulkan banyak kematian terutama pada balita. Angka kesakitan diare di Indonesia dari
tahun ke tahun cenderung meningkat. Angka kesakitan diare pada tahun 2006 yaitu 423 per
1000 penduduk, dengan jumlah kasus 10.980 penderita dengan jumlah kematian 277 (CFR
2,52%). Pada tahun 2007 terdapat peningkatan CFR diare di Indonesia menjadi 3,5%. Pada
3
tahun 2007, diare merupakan penyebab kematian yang pertama pda balita dengan proporsi
mencapai 31, 5% (Riset Kesehatan Dasar , 2007).
Jawa Tengah memiliki prevalensi diare sebesar 15,2% lebih tinggi dari prevalensi
nasional Diare (berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dan keluhan responden) sebesar
15,00%. Sebanyak 14 provinsi mempunyai prevalensi Diare diatas prevalensi nasional, yaitu
Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat, Riau, Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, Nusa
Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi
Tenggara, Gorontalo, Papua Barat dan Papua (Riset Kesehatan Dasar, 2007).
Jumlah kasus diare di Jawa Tengah tahun 2007 yaitu sebanyak 625.022 penderita
dengan sedangkan jumlah kasus diare pada balita yaitu sebanyak 269.483 penderita. Jumlah
kasus diare pada balita setiap tahunnya ratarata di atas 40%, hal ini menunjukkan bahwa kasus
diare pada balita masih tetap tinggi dibandingkan golongan umur lainnya (Dinkes Jateng,
2007).
Kabupaten Banyumas merupakan salah satu dari 35 Kabupaten atau kota di Provinsi
Jawa Tengah. Prevalensi diare di Kabupaten Banyumas pada tahun 2007 cukup tinggi yaitu
sebanyak 15,71% dari total jumlah penduduk. Penyakit diare seluruhnya yang tercatat ada
43.538 kasus, untuk kasus diare pada balita sebesar 21,98% atau sebanyak 9883 penderita.
Kabupaten Banyumas terbagi menjadi 20 kecamatan dan salah satunya adalah
Kecamatan Pekuncen. Diare menjadi salah satu masalah kesehatan utama di wilayah kerja
puskesmas pekuncen, Banyumas. Angka kejadian diare di wilayah kerja Puskesmas Pekuncen
kabupaten Banyumas pada tahun 2010 mencapai 1151 kasus (17%) dengan proporsi
terbanyak pada Balita dengan proporsi sebanyak 21,7%. Angka kejadian diare di Wilayah
kerja Puskesmas Pekuncen mengalami peningkatan dari tahun ketahun, pada tahu 2009
jumlah kasus diare sebanyak 973 kasus sedangkan pada tahun 2008 jumlah kasus diare
mencapai 905 kasus (Profil Kesehatan Puskesmas Pekuncen 2010, 2009, 2008). Oleh Karena
itu, perlu dilakukan intervensi komunitas untuk menurunkan kejadian diare terutama pada
Balita di Kecamatan Pekuncen yang terus meningkat dari tahun ketahun.
Studi kasus community health analysis (CHA) mengenai hubungan antara
perilaku ibu, pengetahuan Ibu dan Sanitasi Lingkungan dengan kejadian diare pada Balita di
Kecamatan Pekuncen belum pernah dilakukan sebelumnya. Oleh kareanya studi ini perlu
dialkukan untuk mengetahui hubungan antara perilaku ibu, pengetahuan Ibu dan Sanitasi
4
Lingkungan dengan kejadian diare pada Balita di Kecamatan Pekuncen. Hasil studi CHA ini
diaharapkan dapat menjadi dasar untuk pelaksanaan intervensi komunitas guna menurunkan
angka kejadian diare pada Balita di Kecamatan pekuncen.
ii. Tujuan
1. Mengetahui hubungan antara pengetahunan dengan kejadian diare di Desa Pekuncen
2. Mengetahui hubungan antara sanitasi lingkungan dengan kejadian diare di Desa
Pekuncen
3. Mengetahui hubungan antara perilaku dengan kejadian diare di Desa Pekuncen
iii. Manfaat
1. Bagi mahasiswa
Memberikan pengalaman bagi mahasiswa dalam memecahkan masalah kesehatan Diare
yang ada di masyarakat
2. Bagi masyarakat Desa Pekuncen
Masyarakat Desa Pekuncen mendapatkan informasi tentang masalah kesehatan Diare dan
cara penanggulangannya.
3. Bagi instansi terkait
Memberikan informasi mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian Diare
di Desa Banjar Anyar sebagai bahan pertimbangan menentukan kebijakan yang harus
diambil untuk menyelesaikan masalah Puskesmas Pekuncen.
4. Bagi Fakultas Kedokteran Unsoe
Untuk menambah bahan referensi yang dapat digunakan sebagai acuan dalam penelitian
selanjutnya.
5
II. Analisis Situasi
i. Keadaan Geografi Kecamatan Pekuncen
Kecamatan Pekuncen merupakan salah satu kecamatan yang berbatasan langsung
dengan wilayah kabupaten lain yaitu Kabupaten Brebes. Kecamatan Pekuncen memiliki luas
wilayah kurang lebih 92.70 Km2. Kecamatan Pekuncen terdiri dari 16 desa yaitu: Desa
Pekuncen, Desa Kranggan, Desa Karangkemiri, Desa Banjaranyar, Desa Cikawung, Desa
Krajan, Desa Glempang, Desa Pasiraman Lor, Desa Pasiraman Kidul, Desa Karangklesem,
Desa Candinegara, Desa Cikembulan, Desa Cibangkong, Desa Semedo dan Desa Petahunan.
Dari 16 desa yang ada di Kecamatan Pekuncen tersebut, desa yang mempunyai
wilayah terluas adalah Desa Krajan yaitu sekitar 24,61 Km2 sedangkan Desa Pasiraman
Kidul merupakan desa yang mempunyai wilayah paling sempit yaitu sekitar 0,79 Km2.
Adapun batas-batas wilayah Kecamatan Pekuncen adalah:
- Sebelah Utara : Kecamatan Paguyangan Kabupaten Brebes
- Sebelah Selatan : Kecamatan Ajibarang Kabupaten Banyumas
- Sebelah Barat : Kecamatan Gumelar Kabupaten Banyumas
- Sebelah Timur : Kecamatan Cilongok Kabupaten Banyumas
ii. Keadaan Demografi Kecamatan Pekuncen
1. Pertumbuhan Penduduk
Berdasarkan data statistik Kecamatan Pekuncen, hasil Registrasi Penduduk pada
tahun 2009 jumlah penduduk Kecamatan Pekuncen adalah 65.886 jiwa, yang terdiri dari
32.927 jiwa laki-laki (49,98%) dan 32.959 jiwa perempuan (50,02%). Terdiri dari 20.893
rumah tangga/KK dengan rata-rata jiwa/rumah tangga adalah 3 orang.
Jumlah penduduk Kecamatan Pekuncen tahun 2010 yang tertinggi/terbanyak
adalah di desa Pekuncen yaitu sebanyak 5.873 jiwa dan paling sedikit adalah Desa
Pasiraman Kidul sebanyak 1.742 jiwa. Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk
tahun 2009 , terjadi kenaikan sebesar 0,37 % pada tahun 2010.
2. Kepadatan Penduduk
6
Kepadatan penduduk Kecamatan Pekuncen Tahun 2010 sebesar 711 jiwa/km2,
dengan tingkat kepadatan tertinggi yaitu di desa Cikembulan sebesar 2.314 jiwa/km2,
sedangkan tingkat kepadatan terendah yaitu di desa Krajan sebesar 175 jiwa/km2.
3. Jumlah Penduduk Menurut Golongan Umur
Berdasarkan data statistik kecamatan, dapat diketahui bahwa proporsi penduduk
menurut umur di Kecamatan Pekuncen adalah kelompok umur terbesar pada umur 10-14
tahun yaitu sebanyak 6.156 jiwa, sedangkan kelompok umur terkecil yaitu pada
kelompok umur > 75 tahun sebanyak 718 jiwa. Kelompok umur Balita di kecamatan
pekuncen berjumlah 3081 jiwa.
iii. Keadaan Sosial Ekonomi
1. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan masyarakat di Kecamatan Pekuncen pada tahun 2010 dapat dilihat
pada tebel berikut:
Tabel 2.1. Keadaan Sosial Ekonomi
No. Jenis Pendidikan Jenis Kelamin Jumlah
Laki-laki Perempuan
1.
2.
3
4.
5
6
Tidak/ Belum pernah sekolah
Tidak/ Belum tamat SD
SD
SLTP
SLTA
Perguruan Tinggi
1.201
6.658
15.079
3.332
2.434
356
1.304
7.214
15.690
3.672
2.535
379
2.505
13.872
30.769
7.004
4.969
735
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa tingkat pendidikan penduduk
sebagian besar adalah tamat SD sebesar 30.769 orang atau 46,7 % dari jumlah penduduk.
Sedangkan jumlah tingkat pendidikan terkecil yaitu Perguruan tinggi sebanyak 735 orang
atau 1,11 % dari jumlah penduduk.
Angka melek huruf di Kecamatan Pekuncen juga sudah cukup tinggi, hal ini dapat
dilihat dari penduduk usia 10 tahun ke atas yang melek huruf di kecamatan Pekuncen
yaitu sebesar 80,4%.
7
2. Jenis Pekerjaan
Berdasarkan data statistik Kecamatan Pekuncen, dapat diketahui bahwa sebagian
besar penduduk memiliki mata pencaharian pada sektor informal yaitu sebesar 50,33 %
dari jumlah penduduk, sedangkan yang memiliki mata pencaharian pada sektor formal
sebesar 1,89 % dari total penduduk. Secara spesifik, mata pencaharian sebagian besar
penduduk Kecamatan Pekuncen adalah sebagai buruh tani yaitu sebanyak 11.780 orang
atau sebesar 18,50% dari jumlah penduduk. Sedangkan jumlah terkecil adalah penduduk
yang bekerja pada BUMN/BUMD yaitu sebanyak 20 orang atau sebesar 0,03 % dari total
penduduk.
iv. Petugas kesehatan
Menurut profil puskesmas Pekuncen (2010) Data petugas kesehatan di Puskesmas
Pekuncen pada tahun 2010 sebagai berikut :
Tabel 2.2. Daftar Tenaga Kesehatan PUSKESMAS Pekuncen
No Jenis Tenaga PNS PTT Honor Daerah
Honor Puskesmas
Jml Ket
1.2.3.4.5.6. 7.8.9.10.11.12.13.14.15.
Dokter UmumDokter GigiPerawat UmumPerawat GigiBidanApotekerPelaksana GiziPelaksanaKeslingAnalisPekarya Kes.Juru ImunisasiJuru masak Cleaning serviceSopir
21419-1-1215---
----7----------
-----------1---
--6----1----111
2110116-111216111
2 S1S1
8SPK,2AKPERDIII
8 DI, 8 DIII-
DIIIDIIIDIIISMASMP
5 SMA, 1 SDSD
SMPSMA
JUMLAH 25 8 1 10 44
8
v. Pencapaian Program Puskesmas
1. Program Kesehatan Ibu dan Anakl
1.1. Angka Kematian Ibu
Pada tahun 2009 Angka Kematian Ibu sebesar 88,97/100.000 kelahiran hidup, angka
kematian ibu mengalami peningkatan pada tahun 2010 yaitu sebesar 262,3/ 100.000
kelahiran hidup. Angka kematian ibu di puskesmas Pekuncen lebih tinggi daripada
indicator standar pelayanan minimal (SPM) yaitu sebesar 150/100.000 kelahiran
hidup.
1.2. Angka Kematian Bayi
Pada tahun 2009 Angka Kematian bayi sebesar 0/1000 kelahiran hidup dari jumlah
kelahiran sebesar 1124 kelahiran hidup. pada tahun 2010 terdapat 1.141 kelahiran
hidup dimana jumlah lahir mati sebanyak 17 bayi, jumlah bayi mati sebanyak 18 bayi.
Angka kematian bayi (AKB) di kecamatan Pekuncen pada tahun 2010 adalah sebesar
15,8 per 1000 kelahiran hidup. Angka kematian bayi mengaami peningkatan dari
tahun sebelumnya, akan tetapi jumlah tersebut lebih rendah dari indikator Indonesia
sehat 2010 yaitu sebesar 40/1000 kelahiran hidup.
1.3. Angka Kematian balita
Angka kematian balita pada tahun 2009 dan 2010 adalah 0/1000 kelahiran hidup,
angka tersbut jauh lebih rendah dari indikator Indonesia sehat 2010 yaitu sebesar
58/1000 kelahiran hidup.
1.4. Cakupan Kunjungan Neonatus, Bayi Dan Bayi BBLR yang Ditangani
Berdasarkan data koordinator KIA Puskesmas Pekuncen diketahui bahwa cakupan
kunjungan neonatus adalah sebanyak 1.124 orang atau 100%, adapun cakupan
kunjungan bayi adalah sebanyak 1.109 atau sebesar 98,67%. Jumlah bayi lahir hidup
sebanyak 1.124 orang dengan jumlah bayi dengan Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR)
sebanyak 40 orang atau sebesar 55,94%. Dari sejumlah 40 bayi dengan BBLR
tersebut, semuanya atau 100% telah mendapat penanganan.
1.5. Bumil Risti Dirujuk
9
Dari sejumlah 1.210 ibu hamil yang ada di wilayah Puskesmas Pekuncen, terdapat ibu
hamil dengan resiko tinggi sebanyak 377 orang dan yang dirujuk sebanyak 249 orang
atau sebesar 66%, sedangkan pada tahun 2010 jumlah ibu hamil risiko tinggi yang di
rujuk sebesar 368 orang (52%) dari total jumlah ibu hamil risiko tinggi sebesar 714
orang. Hal ini masih dibawah SPM yaitu sebesar 90%.
1.6. Bumil dan Neonatal Risti
Pada tahun 2010 data petugas KIA Puskesmas Pekuncen menunjukan bahwa jumlah
ibu hamil sebanyak 1.210 orang, dan dari jumlah tersebut ibu hamil dengan resiko
tinggi/komplikasi sebanyak 249 orang dengan jumlah bumil risti ditangani sebanyak
249 orang. Jumlah neonatal sebanyak 1.124, dengan jumlah neonatal risti/komplikasi
sebanyak 40 orang dan ditangani sebanyak 40 orang.
1.7. Cakupan Kunjungan Ibu Hamil (K1, K4), Persalinan Ditolong Tenaga Kesehatan dan
Pelayanan Ibu Nifas
Jumlah ibu hamil di wilayah Puskesmas Pekuncen pada tahun 2009 tercatat sebanyak
1.120 orang. Dari jumlah tersebut yang melakukan pemeriksaan kesehatan ke petugas
kesehatan untuk kunjungan pertama (K1) sebanyak 1.120 orang atau 100%,
sedangkan yang melakukan kunjungan ke empat (K4) sebanyak 1.055 orang atau
87,99% berarti diawah SPM (95%). Sedangkan pada tahun 2010 jumlah ibu hamil
tercatat sebanyak 1.224 orang. Dari jumlah tersebut yang melakukan pemeriksaan
kesehatan ke petugas kesehatan untuk kunjungan pertama (K1) sebanyak 1.224 orang
atau 100%, sedangkan yang melakukan kunjungan ke empat (K4) sebanyak 1.141
orang atau 93,22% dibawah SPM (95%).
Jumlah ibu bersalin sebanyak 1.133 orang, dan ibu bersalin yang ditolong tenaga
kesehatan sebanyak 1.082 atau sebesar 95,50%. Sedangkan jumlah ibu nifas sebanyak
1.133 orang dan yang mendapat palayanan nifas sebanyak 1.133 orang atau 100%.
Jumlah ibu bersalin sebanyak 1.060 orang, dan semuanya atau 100% ditolong oleh
tenaga kesehatan. Sedangkan jumlah ibu nifas sebanyak 1.109 orang dan yang
mendapat palayanan nifas sebanyak 1.109 orang atau 100%.
1.8. Cakupan Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak Balita, Pemeriksaan Kesehatan Siswa
SD/SMP/SMU
10
Pada tahun 2009, di Kecamatan Pekuncen terdapat balita (Pra sekolah) sebanyak 4.889
orang, dan yang dideteksi sebanyak 4.922 orang atau sebesar 100,67%. Sedangkan
jumlah anak usia SD sebanyak 7.498 orang dan usia SMP sampai dengan SMA
sebanyak 2.419 orang.
1.9. Jumlah PUS, Peserta KB, Peserta KB Baru, Dan KB Aktif
Berdasarkan data koordinator KB Puskesmas Pekuncen, diketahui bahwa jumlah
Pasangan Usia Subur (PUS) di wilayah Puskesmas Pekuncen sebanyak 14.393 orang.
Dari jumlah PUS yang ada tersebut jumlah peserta KB baru sebanyak 2.203 orang atau
15,31%. Sedangkan jumlah peserta KB aktif sebanyak 10.192 orang atau 70,81% atau
dibawah SPM yaitu sebesar 80%
1.10. Cakupan Desa/Kelurahan UCI
Pada tahun 2009 dan 2010, berdasarkan data petugas koordinator imunisasi
Puskesmas Pekuncen diketahui bahwa seluruh desa di wilayah Puskesmas Pekuncen
sudah UCI 100%.
1.11. Cakupan Imunisasi Bayi
Berdasarkan data petugas koordinator imunisasi Puskesmas Pekuncen diketahui
bahwa jumlah bayi di Kecamatan Pekuncen pada tahun 2009 sebanyak 1.072 bayi.
Sedangkan cakupan imunisasinya untuk tiap jenis imunisasi adalah sebagai berikut:
bayi mendapat imunisasi BCG sebanyak 1.118 atau sebesar 104,29%, bayi mendapat
imunisasi DPT1+HB1 sebanyak 1.050 atau sebesar 97,95%, bayi mendapat
imunisasi DPT3+HB3 sebanyak 1.048 atau 97,76%, bayi mendapat imunisasi polio 4
sebanyak 1.016 atau sebesar 94,78%, bayi mendapat imunisasi campak sebanyak
1.008 atau 94,03% dan bayi mendapat imunisasi Hepatitis B3 sebanyak 657 atau
sebesar 61,29%. Sedangkan angka Drop Out (DO) sebesar 954%.
1.12. WUS dengan Imunisasi TT
Data jumlah wanita usia subur (WUS) di wilayah Puskesmas Pekuncen pada tahun
2009 sebanyak 1.210 orang, dari jumlah tersebut yang telah mendapatkan imunisasi
TT1 sebanyak 106 atau sebesar 8,76%. Sedangkan yang telah mendapat TT 3
sebanyak 254 orang atau sebesar 20,992%.
1.13. Akses Ketersediaan Darah untuk Bumil dan Neonatus yang Dirujuk
11
Pada tahun 2009, jumlah ibu hamil yang memerlukan darah sebanyak 10 orang dan
semuanya (100%) mendapat darah. Sedangkan jumlah ibu hamil dan neonatus yang
memerlukan 10 orang dan yang mendapat darah juga sebanyak 10 orang atau 100%.
2. Pemberantasan penyakit Menular
2.1. Pada tahun 2009 kasus TB Paru sebanyak 26 kasus, doibati 26 kasus dan yang
sembuh sebanyak 26 kasus atau 100%. Sedangkan pada tahun 2010 terdapat 10 kasus
baru BTA positif. Kasus baru yang diobati 10 kasus dan yang sembuh sebanyak 10
kasus atau 100%. Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk kesembuhan penderita
TBC BTA positif adalah > 85%. Sehingga jika dibandingkan dengan SPM maka
kesembuhan penderita TBC BTA positif sudah memenuhi target.
2.2. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit DBD
Pada tahun 2010 berdasarkan data petugas P2 DBD Puskesmas Pekuncen diketahui
bahwa kasus penyakit DBD sebanyak 15 kasus, dan jumlah tersebut semuanya telah
mendapat pelayanan/ ditangani (100%). Angka kejadian DBD di puskesmas
pekuncen ( 21,3/100.00) lebih tinggi dari indikator indonesia sehat yaitu sebesar
(2/100.000). Angka kejadian DBD pada tahun 2010 lebih tinggi dibandingkan tahun
2009 yaitu sebesar 11 kasus ( 16/100.000)
2.3. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit ISPA dan Pneumonia
Pada tahun 2010 berdasarkan data petugas P2 ISPA Puskesmas Pekuncen, dapat
diketahui bahwa kasus pneumonia balita sebanyak 104 kasus, yang ditangani
sebanyak 104 kasus (100%). Perkiraan kasus pneumonia balita adalah sebanyak 380
kasus, sehingga pneumonia balita yang ditemukan/ ditangani belum memenuhi
target. Sedangkan jika dibandingkan dengan SPM untuk balita dengan pneumonia
yang ditangani sebesar 100% maka Puskesmas Pekuncen sudah memenuhi standar
SPM.
2.4. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit ISPA dan Pneumonia
Pada tahun 2010 berdasarkan data petugas P2 ISPA Puskesmas Pekuncen, dapat
diketahui bahwa kasus pneumonia balita sebanyak 104 kasus, yang ditangani
sebanyak 104 kasus (100%). Perkiraan kasus pneumonia balita adalah sebanyak 380
kasus, sehingga pneumonia balita yang ditemukan/ ditangani belum memenuhi
target. Sedangkan jika dibandingkan dengan SPM untuk balita dengan pneumonia
12
yang ditangani sebesar 100% maka Puskesmas Pekuncen sudah memenuhi standar
SPM.
2.5. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Kusta
Berdasarkan data petugas P2 Kusta Puskesmas Pekuncen, pada tahun 2010 terdapat 4
penderita Kusta tipe MB dan dari jumlah tersebut 1 orang sudah RFT MB. Upaya
pencegahan dan pemberantasan penyakit kusta dilakukan dengan melakukan
penemuan dini kasus kusta dan pengawasan terhadap penderita, keluarga penderita
dan orang-orang yang melakukan kontak dengan penderita.
2.6. Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit HIV-AIDS dan IMS
Berdasarakan data Puskesmas, jumlah kasus penyakit HIV-AIDS dan IMS pada
tahun 2010 sebanyak 0 kasus. Angka ini bisa merupakan keadaan sebenarnya dan
bisa juga bukan. Hal ini karena kasus penyakit HIV-AIDS dan IMS merupakan
fenomena gunung es, sehingga bisa saja di kecamatan Pekuncen ada penderita HIV-
AIDS dan IMS tapi tidak terdata karena penderita sulit terdeteksi.
3. Pembinaan Kesehatan Lingkungan dan Sanitasi Dasar
3.1. Pendataan Rumah Sehat
Salah satu usaha guna pembunaan kesehatan lingkungan adalah dengan dilakukannya
pendataan rumah sehat. Berdasarkan hasil pendataan yang telah dilakukan dapat
diketahui bahwa dari jumlah rumah sebanyak 17.152 rumah dengan jumlah rumah
yang diperiksa sebanyak 2.154 rumah atau 12,56%. Didapatkan bahwa sebanyak
1.013 rumah atau sebesar 47,03 % termasuk dalam rumah sehat.
3.2. Persediaan Air Bersih
Dari jumlah kepala keluarga sebanyak 20.893 KK dengan jumlah KK yang diperiksa
sebanyak 2.261 KK didapatkan bahwa sebanyak 2.074 KK atau 92 % memiliki
persediaan air bersih dan 2.261 KK atau 100 % persediaan air bersihnya sehat.
3.3. Kepemilikan Jamban
Dari jumlah kepala keluarga sebanyak 20.893 KK dengan jumlah KK yang diperiksa
sebanyak 2.261 KK didapatkan bahwa sebanyak 1.530 KK atau 67,67 % memiliki
jamban dan dari jumlah tersebut, jumlah jamban yang sehat sebanyak 935 atau 61,11
%.
3.4. Kepemilikan Tempat Sampah
13
Dari jumlah kepala keluarga sebanyak 20.893 KK dengan jumlah KK yang diperiksa
sebanyak 2.261 KK didapatkan bahwa sebanyak 1.386 KK atau 61,30% memiliki
tempat sampah dan jumlah tempat sampah yang sehat sebanyak 510 atau sebesar
36,80%.
3.5. Kepemilikan Sarana Pengelolaan Air Limbah (SPAL)
Dari jumlah kepala keluarga sebanyak 20.893 KK dengan jumlah KK yang diperiksa
sebanyak 2.261 KK didapatkan bahwa sebanyak 1.150 KK atau 50,86% memiliki
sarana pengelolaan air limbah dengan jumlah sarana pengelolaan air limbah yang
sehat sebanyak 120 atau 10,43 %.
4. Perbaikan Gizi Masyarakat
4.1. Cakupan Bayi dan Balita Mendapat Pelayanan Kesehatan
Berdasarkan laporan dari petugas gizi puskesmas Pekuncen tahun 2009, dapat
diketahui bahwa jumlah bayi umur 6-11 bulan sebanyak 705 orang dan seluruhnya
telah mendapat vit A 1x atau 100%. Bayi umur 12 – 59 bulan sebanyak 3884 orang
dan keseluruhannya (100%) telah mendapat vit A 2x.
Sedangkan jumlah anak usia 2-24 bulan yang BGM pada tahun 2009 sebanyak 3
orang, dan dari jumlah tersebut semuanya telah diberi MP ASI. Jumlah balita gizi
buruk pada tahun 2009 sebanyak 3 orang dan semuanya telah mendapat perawatan.
Pada tahun 2010 jumlah balita gizi buruk sebanyak 12 anak dan dari jumlah tersebut
semuanya mendapat perawatan. SPM untuk balita gizi buruk mendapatkan perawatan
adalah sebesar 100%. Sehingga cakupan gizi buruk mendapat perawatan di
Kecamatan Pekuncen dibanding dengan SPM sudah memenuhi target.
4.2. Cakupan Ibu Hamil Menadapat Tablet Fe
Berdasarkan laporan petugas gizi Puskesmas Pekuncen diketahui bahwa jumlah ibu
hamil di wilayah Puskesmas Pekuncen pada tahun 2009 adalah sebanyak 1.210 orang.
Dari jumlah tersebut yang sudah mendapat tablet Fe1 sebanyak 1.016 orang atau
sebesar 83,97%, dan yang sudah mendapat tablet Fe3 sebanyak 931 orang atau
sebesar 76,94% atau lebih rendah dari SPM sebesar 80%. Sedangkan jumlah ibu nifas
adalah sebanyak 1.109 orang dengan 897 orang atau 80,884% diantaranya telah
mendapat vit A, akan tetapi jumlah tersebut masih dibawah SPM yaitu sebesar 90%.
14
Berdasarkan laporan petugas gizi Puskesmas Pekuncen diketahui bahwa jumlah ibu
hamil di wilayah Puskesmas Pekuncen pada tahun 2010 adalah sebanyak 1.224 orang.
Dari jumlah tersebut yang sudah mendapat tablet Fe1 sebanyak 1.124 orang atau
sebesar 91,83%, dan yang sudah mendapat tablet Fe3 sebanyak 1.214 orang atau
sebesar 99,18%. Sedangkan jumlah ibu nifas adalah sebanyak 1.133 orang dengan
793 orang atau 69,991% diantaranya telah mendapat vit A.
5. Promosi Kesehatan
5.1. Penyuluhan Kesehatan
Penyuluhan kesehatan bisa dilakukan secara langsung maupun tidak langsung.
Penyuluhan tidak langsung bisa berupa pembagian leafleat, poster, pemutaran film
maupun melalui media-media lainnya. Berdasarkan tabel 35 lampiran Profil
Kesehatan Puskesmas Pekuncen tahun 2010, diketahui bahwa jumlah kegiatan
penyuluhan kesehatan (secara langsung) yang dilakukan sebanyak 1.098. Adapun
materi atau topik penyuluhan adalah mengenai masalah-masalah kesehatan seperti
PHBS, KIA, Kesehatan Lingkungan, Gizi, NAPZA dan Penyakit Menular.
5.2. Stratifikasi PHBS Tatanan Rumah Tangga
Berdasarkan hasil pendataan dengan menggunakan kuesioner PHBS tatanan rumah
tangga, dengan jumlah sampel sebanyak 11.562 KK, dan pada tahun ini hanya 10
desa yang di data, dengan cakupan pendataan sebesar 100% untuk tiap desanya.
Didapatkan hasil sebagai berikut: jumlah KK dengan strata PHBS Pratama adalah
sebanyak 4 KK atau sebesar 0,03%, Strata Madya sebanyak 1.341 KK atau sebesar
12%, Strata Utama sebanyak 9.545 KK atau 83% dan Strata Purnama 26 KK atau
sebesar 0,22%.
Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk rumah tangga sehat (Starata Utama dan
Paripurna) sebesar 74%. Sehingga berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa
pencapaian PHBS tatanan rumah tangga di wilayah Puskesmas Pekuncen sudah
memenuhi SPM yaitu 82,77%
5.3. Posyandu
Program promosi kesehatan juga melakukan upaya-upaya guna mengembangkan
pemberdayaan masyarakat dalam bidang kesehatan. Salah satu bentuknya adalah
pembinaan Posyandu. Guna meningkatkan kualitas Posyandu, salah satunya adalah
15
dengan dilakukan stratifikasi Posyandu. Jumlah posyandu di wilayah puskesmas
Pekuncen sebanyak 134 Posyandu.
Hasil stratifikasi posyandu tahun 2010, didapatkan hasil sebagai berikut:
a. Posyandu dengan strata Pratama sebanyak 7 posyandu atau sebesar 5,22%.
b. Posyandu dengan strata Madya sebanyak 55 posyandu atau sebesar 41,04%.
c. Posyandu dengan strata Purnama sebanyak 49 posyandu atau sebesar 36,57%.
d. Posyandu dengan strata Mandiri sebanyak 23 posyandu atau sebesar 17,16%.
Standar Pelayanan Minimal 2010 untuk prosentase posyandu dengan strata purnama
adalah sebesar 30% dan strata mandiri sebesar >2%. Sehingga pencapaian stara
Posyandu di Kecamatan Pekuncen sudah mencapai target. Sedangkan tingkat
partsipasi masyarakat di posyandu (D/S) adalah sebesar 70,91%, tingkat keberhasilan
program posyandu (D/N) sebesar 66,33%.
6. Pengobatan Dasar
6.1. Angka Kesakitan (Morbiditas)
Dari hasil pelayanan kesehatan di Puskesmas Pekuncen, baik rawat jalan maupun
rawat inap, dapat diketahui 10 besar penyakit yang ada pada tahun 2010 adalah seba
gai berikut:
Tabel 2.3. Daftar 10 besar penyakit
No Penyakit Jumlah Kasus
1 ISPA 14802 Diare 11513 MYALGIA 7874 DYSPEPSIA 6555 OSB.FEBRIS TYPOID 5726 Faringitis 5497 DERMATITIS 5158 HIPERTENSI 3869 BRONCHITIS 266
10 IMPETIGO ABSES+ PYODERMA 100JUMLAH 5597
16
6.1.1. Penyakit Diare
Pada tahun 2010 kejadian atau kasus penyakit diare di wilayah Puskesmas
Pekuncen, berdasarkan data dari programer P2 Diare Puskesmas Pekuncen
adalah sebanyak 1.151 kasus atau sebesar 17,46 per 1000 penduduk.
Berdasarkan data tahun 2010 didapatkan angka penanganan diare yang di
tangani oleh tenaga medis sebesar 68%, hal tersebut maih dibawah SPM
sebesar 100% . Berdasarkan analisis pelaporan kasus dapat diketahui bahwa
kejadian diare tahun 2010, terbanyak terjadi pada bulan Januari dan Juli. Hal
ini dapat dilihat pada grafik di bawah ini.
Gambar 2.1Grafik Maksimal-Minimal Kejadian Diare Tahun 2010
Angka kejadian Diare mengalami peningkatn dari tahun ketahun, pada tahun
2007 angka kejadian diare mencapai 873 kasus, pada tahun 2008 angka
kejadian diare mencapai 905 kasus, pada tahun 2009 angka kejadian diare
mencapai 973 kasus.
17
III. Identifikasi Permasalahan Dan Prioritas Masalah
i. Daftar Permasalahan Kesehatan
Masalah merupakan sesuatu yang menunjukkan adanya kesenjangan antara harapan
dan sesuatu yang dicapai, sehingga menimbulkan rasa tidak puas. Masalah dapat
menyebabkan ketidakmaksimalan dalam melaksanakan suatu kegiatan. Dalam penetapan
masalah, perlu diperhatikan hal-hal yang diinginkan dan keadaan yang terjadi sekarang,
sehingga dapat dicari penyebab atau hal-hal yang dapat membuat tujuan tidak tercapai.
Untuk memutuskan adanya masalah, diperlukan tiga syarat yang harus dipenuhi,
antara lain: adanya kesenjangan, adanya rasa tidak puas, adanya rasa tanggung jawab untuk
menanggulangi masalah.
Dalam kepaniteraan Ilmu Kesehatan Masyarakat (IKM) yang dilaksanakan di
puskesmas Pekuncen dapat diketahui bahwa terdapat beberapa permasalahan yang terjadi
dalam pelaksanaan program basic six di puskesmas Pekuncen, Masalah tersebut antara lain:
1. Angka Morbiditas
Daftar 10 besar Penyakit pada tahun 2010 adalah :
Tabel 3.1. Tabel 10 besar Penyakit
2. Program P2M
No Penyakit Jumlah Kasus
1 ISPA 14802 Diare 11513 MYALGIA 7874 DYSPEPSIA 6555 OSB.FEBRIS TYPOID 5726 Faringitis 5497 DERMATITIS 5158 HIPERTENSI 3869 BRONCHITIS 266
10 IMPETIGO ABSES+ PYODERMA 100JUMLAH 5597
18
Pada tahun 2010 berdasarkan data petugas P2 DBD Puskesmas Pekuncen diketahui
bahwa kasus penyakit DBD sebanyak 15 kasus, dan jumlah tersebut semuanya telah
mendapat pelayanan/ ditangani (100%). Angka kejadian DBD di puskesmas pekuncen
( 21,3/100.00) lebih tinggi dari indikator indonesia sehat yaitu sebesar (2/100.000).
Angka kejadian DBD pada tahun 2010 lebih tinggi dibandingkan tahun 2009 yaitu
sebesar 11 kasus ( 16/100.000).
Angka kejadian diare mengalami peningkatan pada tahun 2010 yaitu sebesar 1151
kasus, atau mengalami peningkatan dari tahun 2009 yaitu sebesar 973 kasus ,
Penanganan diare balita yang ditangani oleh tenaga kesehatan sebesar 68%, lebih
rendah dari SPM yaitu sebesar 100%.
3. Program KIA/ KB
Pada tahun 2009 Angka Kematian Ibu sebesar 88,97/100.000 kelahiran hidup, angka
kematian ibu mengalami peningkatan pada tahun 2010 yaitu sebesar 262,3/ 100.000
kelahiran hidup. Angka kematian ibu di puskesmas Pekuncen lebih tinggi daripada
indicator Indonesia sehat 2010 yaitu sebesar 150/100.000 kelahiran hidup.
ii. Penentuan Prioritas Masalah
Penentuan Prioritas Masalah Penentuan prioritas masalah di Kecamatan Pekuncen dengan
menggunakan metode Hanlon Kuantitatif. Untuk keperluan ini digunakan 4 kelompok kriteria,
yaitu:
1. Kelompok kriteria A : besarnya masalah
2. Kelompok kriteria B : kegawatan masalah, penilaian terhadap dampak, urgensi dan biaya
3. Kelompok kriteria C : kemudahan dalam penanggulangan, yaitu penilaian terhadap tingkat
kesulitan penanggulangan masalah
4. Kelompok kriteria D : PEARL faktor, yaitu penilaian terhadap propriety, economic,
acceptability, resources availability, legality
Adapun perincian masing-masing bobot kriteria pada prioritas masalah di Puskesmas Pekuncen
adalah sebagai berikut:
1. Kriteria A (besarnya masalah)
Untuk menentukan besarnya masalah kesehatan diukur dari besarnya penduduk yang
terkena efek langsung.
19
Tabel 3.2. Hanlon berdasarkan kriteria A
Masalah Kesehatan
Besarnya Masalah per 10000 penduduk Nilai>500(10)
499-100(8)
99-50(6)
49-10(4)
9-5(2)
<5(1)
Diare X 8ISPA X 8Myalgia X 8Dispessia X 6Typoid X 6Faringitis X 6Dermatitis X 6Hipertensi X 6Bronchitis X 4AKI X 4
2. Kriteria B digunakan untuk menentukan kegawatan masalah. Skor yang digunakan adalah
1 untuk yang paling ringan sampai skor 10 untuk masalah yang paling gawat. Dari diskusi
kelompok, didapatkan nilai kriteria B untuk masing-masing masalah kesehatan.
Tabel 3.2 Nilai untuk Kriteria BMasalah
kesehatanSeverity Tingkat
UrgensiBiaya yang Dikeluarkan
Nilai
Diare 6 8 6 6,7ISPA 4 4 4 4Myalgia 4 4 6 4,7Dispessia 4 4 4 4Typoid 4 6 8 6Faringitis 4 4 4 4Dermatitis 2 2 4 2,7Hipertensi 6 4 4 4,6Bronchitis 4 4 4 4AKI 10 10 10 10
3. Kriteria C digunakan untuk menilai kemudahan dalam penanggulangan masalah, maka
dinilai apakan sumber daya dan teknologi yang ada dapat menyelesaikan masalah. Skor
20
yang digunakan dari skala 1 sampai 5. Semakin sulit penanggulangan, skor yang diberikan
semakin kecil.
Tabel 3.3 Skor yang Diberikan Tiap-Tiap AnggotaMasalah Ningsih Fadlan Arif Jml N
Diare 4 4 4 12 4ISPA 4 4 4 12 4Myalgia 4 4 4 12 4Dispessia 3 3 4 10 3,3Typoid 2 2 3 7 2,3Faringitis 3 3 3 9 3Dermatitis 3 3 4 10 3,3Hipertensi 2 3 2 7 2,3Bronchitis 2 2 2 6 2AKI 1 2 1 4 1,3
4. Kriteria D (PEARL factor)
Kriteria D terdiri dari beberapa faktor yang saling menentukan dapat tidaknya suatu
program dilaksanakan. Faktor-faktor tersebut adalah :
a. Kesesuaian (Propriety)
b. Murah (Economic)
c. Dapat diterima (Acceptability)
d. Tersedianya sumber (Resources Availability)
e. Legalitas terjamin (Legality)
Dari diskusi kelompok, didapatkan nilai PEARL untuk masing-masing masalah :
Tabel 3.4 Kriteria PEARLMasalah Kesehatan P E A R L Hasil PerkalianDiare 1 1 1 1 1 1ISPA 1 1 1 1 1 1Myalgia 1 1 1 1 1 1Dispessia 1 1 1 1 1 1Typoid 1 1 1 1 1 1Faringitis 1 1 1 1 1 1Dermatitis 1 1 1 1 1 1Hipertensi 1 1 1 1 1 1Bronchitis 1 1 1 1 1 1AKI 1 0 1 1 1 0
21
5. Penetapan nilai
Setelah nilai kriteria A, B, C, dan D didapatkan kemudian nilai tersebut dimasukkan ke
dalam formula sebagai berikut :
Nilai prioritas dasar (NPD) = (A+B)x C
Nilai prioritas total (NPT) = (A+B) x C x D
Tabel 3.5. Skor total penilaian Hanlon
Masalah A B C D NPD NPT Urutan
prioritasP E A R L
Diare 8 6,7 4 1 1 1 1 1 59 59 1
ISPA 8 4 4 1 1 1 1 1 48 48 3
Myalgia 8 4,7 4 1 1 1 1 1 50,8 88 2
Dispessia 6 4 3,3 1 1 1 1 1 33 33 4
Typoid 6 6 2,3 1 1 1 1 1 27,6 27,6 7
Faringitis 6 4 3 1 1 1 1 1 30 30 5
Dermatitis 6 2,7 3,3 1 1 1 1 1 28,7 28,7 6
Hipertensi 6 4,6 2,3 1 1 1 1 1 24,3 24,3 8
Bronchitis 4 4 2 1 1 1 1 1 16 16 9
AKI 4 10 1,3 1 0 1 1 1 91 0 10
Prioritas pertama masalah diperoleh dengan nilai NPT tertinggi. Berdasarkan hasil
perhitungan dengan metode Hanlon kuantitatif urutan prioritas masalahnya adalah
sebagai berikut :
1. Diare 2. Myalgia3. ISPA4. Faringitis5. Dispessia6. Typoid7. Dermatitis8. Hipertensi
22
9. Bronchitis10. AKI
23
IV. TINJAUAN PUSTAKA
i. Diare
1. Pengertian
Diare adalah buang air besar lembek atau cair dapat berupa air saja yang frekuensinya
lebih sering dari biasanya (biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari) (Depkes RI, 2000).
Sedangkan, menurut Widjaja (2002), diare diartikan sebagai buang air encer lebih dari
empat kali sehari, baik disertai lendir dan darah maupun tidak.
2. Etiologi
Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam golongan 6 besar yaitu karena
Infeksi, malabsorbsi, alergi, keracunan, immunodefisiensi, dan penyebab lain, tetapi yang
sering ditemukan di lapangan adalah diare yang disebabkan infeksi dan keracunan.
Adapun penyebab-penyebab tersebut sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor misalnya
keadaan gizi, kebiasaan atau perilaku, sanitasi lingkungan, dan sebagainya (Depkes RI,
2002).
Faktor-faktor yang berperan pada terjadinya diare akut karena infeksi yaitu faktor
kausal (agent) dan faktor pejamu (host). Faktor pejamu adalah kemampuan tubuh untuk
mempertahankan diri terhadap organisme yang dapat menimbulkan diare akut, terdiri
dari faktor-faktor daya tangkis atau lingkungan internal saluran cerna, antara lain:
keasaman lambung, motilitas usus, imunitas dan juga lingkungan mikroflora usus.
Faktor kausal yaitu daya penetrasi yang dapat merusak sel mukosa, kemampuan
memproduksi toksin yang mempengaruhi sekresi cairan usus halus serta daya lekat
kuman. Menurut Simadibrata et al., 2006. patogenesis diare karena infeksi bakteri atau
parasit terdiri atas:
a. Diare karena bakteri non-invasif (enterotoksigenik).
Bakteri yang tidak merusak mukosa misal V.cholerae Eltor, Enterotoxigenic
E.coli (ETEC) dan C. Perfringens. V. Cholerae eltor mengeluarkan toksin
yang terikat pada mukosa usus halus I5-30 menit sesudah diproduksi vibrio.
Enterotoksin ini menyebabkan kegiatan berlebihan nikotinamid adenin dinukleutid
pada dinding sel usus, sehingga meningkatkan kadar adenosisn 3',5'-siklik
monofosfat (siklik AMP) dalam sel yang menyehabkan sekresi aktif aniom klorida
24
kedalam lumen usus yaag diikuti oleh air, ion bikarbonatt, kation natrium dan
kalium (Simadibrata et al., 2006).
b. Diare karena bakteri atau parasit invasif (enterovasif).
Bakteri yang merusak (invasif) antara lain Enteroinvasive Ecoli (EIEC),
Salmonella, Shigella, Yersinia, C. perfringens tipe C. Diare disebabkan oleh
kerusakan dinding usus berupa nekrosis dan ulserasi. Sifat diarenya sekretorik
eksudatif. Cairan diare dapat tercampur lendir dan darah. Infeksi kuman - kuman
ini dapat juga bermanifestasi sebagai diare koleriformis. Kuman Salmonella yang
sering menyebabkan diare yaitu S.paratyphi B, Styphimurium, S eraterriditis,
S choleraesuis. Penyebab parasit yang sering yaitu E.histolitika dan G.lamblia
(Simadibrata et al., 2006).
3. Klasifikasi diare
Klasifikasi diare berdasarkan lama waktu diare terdiri dari diare akut, diare persisten dan
diare kronis (Asnil et al., 2003).
a. Diare Akut
Diare akut adalah diare yang terjadi sewaktu-waktu, berlangsung kurang dari 14 hari,
dengan pengeluaran tinja lunak atau cair yang dapat atau tanpa disertai lendir dan
darah, penyebabnya antara lain infeksi bakteri, virus atau parasit (Noer et al., 1996).
b. Diare Persisten
Diare persisten adalah diare yang berlangsung 15-30 hari, merupakan kelanjutan dari
diare akut atau peralihan antara diare akut dan kronik.
c. Diare kronis
Diare kronis adalah diare hilang-timbul, atau berlangsung lama dengan penyebab
non-infeksi, seperti penyakit sensitif terhadap gluten atau gangguan metabolisme
yang menurun. Lama diare kronik lebih dari 30 hari, sering disebabkan oleh kelainan
fungsi pencernaan, seperti radang usus atau iritasi. Diare kronis biasanya diikuti
dengan dehidrasi, dehidrasi terjadi bila penderita kehilangan banyak cairan dan
elektrolit yang mengandung garam, potassium dan sodium (Noer et al., 1996).
4. Faktor – Faktor Risiko Terjadinya Diare Balita
Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan. Dua faktor
lingkungan yang dominan, yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja kedua faktor ini
25
akan berinteraksi bersama dengan perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak
sehat karena tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang
tidak sehat melalui makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan kejadian penyakit
diare (Molbak et al., 1997).
Diare masih merupakan penyebab kesakitan dan kematian pada bayi dan balita di negara
berkembang (Markum et al.,2002). Beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan
transmisi terjadinya diare pada balita menurut Markum et al. (2002) adalah:
a. Faktor Penjamu
Balita dengan kurang gizi, campak, imunodefisiensi atau imunosupresi memiliki fator
risiko yang lebih tinggi untuk menderita diare. Secara proposional diare lebih banyak
terjadi pada golongan balita karena sistem imun yang belum sempurna.
b. Faktor perilaku ibu
Menurut Depkes RI (2005), faktor perilaku ibu yang dapat menyebabkan penyebaran
kuman enterik dan meningkatkan risiko terjadinya diare pada balita adalah sebagai
berikut :
1. Tidak memberikan ASI EksklusifPemberian ASI ekslusif mengurangi risiko untuk terjadnya diare pada bayi, ASI
mengandung kolostrum yang kaya akan immunoglobulin A yang menghambat
perlekatan bakteri di mukosa usus dan mencegah terjadinya diare.
Menurut Soekirman (1991) dalam (Wahyu W Bachtiar, 2000:3) bahwa ada
perbedaan yang signifikan antara bayi yang mendapat ASI eksklusif minimal 6
bulan dengan bayi yang hanya diberi susu formula. Bayi yang diberikan susu
formula biasanya mudah sakit dan sering mengalami problema kesehatan seperti
sakit diare dan lain-lain yang memerlukan pengobatan sedangkan bayi yang
diberikan ASI biasanya jarang mendapat sakit dan kalaupun sakit biasanya ringan
dan jarang memerlukan perawatan.
Hal tersebut didukung oleh hasil penelitian di Filipina yang menegaskan tentang
manfaat pemberian ASI ekskusif serta dampak negatif pemberian cairan tambahan
tanpa nilai gizi terhadap timbulnya penyakit diare. Seorang bayi yang diberi air
putih atau minuman herbal, lainnya beresiko terkena diare 2-3 kali lebih banyak
dibandingkan bayi yang diberi ASI Eksklusif (BKKBN, 2004:5).
26
2. Penggunaan botol susu
Penggunaan botol susu memudahkan pencemaran oleh kuman, karena botol susu
susah dibersihkan. Penggunaan botol untuk susu formula, biasanya menyebabkan
risiko tinggi terkena diare .
3. Kebiasaan cuci tanganKebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting dalam
penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan sabun,
terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum
menyuapi makan anak dan sesudah makan, mempunyai dampak dalam kejadian
diare. Menurut Calistus(2006), Balita dengan Ibu yang mempunyai kebiasaan
tidak mencuci tangan sebelum menyuapi BALITAnya memilki risiko yang lebih
tinggi untuk menderita diare dibandingkan ibu dengan kebiasaan mencuci tangan
sebelum menyuapi BALITAnya (p= 0,001). Kebiasaan ibu yang tidak mencuci
tangan sebelum menyiapkan makanan, setelah buang air besar atau membuang
tinja anak mempunyai dampak dalam kejadian diare karena kuman penyebab
diare dapat ditularkan melalui fekal oral misalnya jari-jari tangan yang
dimasukkan ke dalam mulut, cairan atau benda yang tercemar dengan tinja
misalnya air minum, makanan yang disiapak dalam panci yang dicuci dalam air
yang tercemar. masyarakat yang mempunyai kebiasaan membuang tinja di kebun,
sawah atau sungai, minum air yang tidak dimasak, kebiasaan tidak mencuci
tangan serta melakukan pengobatan dan perawat dengan cara yang tidak tepat
dapat mempengaruhi berkembangnya penyakit diare (Depkes, 2000 ).
c. Faktor sanitasi Lingkungan
Sanitasi adalah usaha untuk membina dan menciptakan suatu keadaan yang baik
dibidang kesehatan, terutama kesehatan masyarakat (Depdikbud, 2008 : 996).
Lingkungan adalah segala sesuatu yang berada disekitar manusia serta pengaruh-
pengaruh luar yang mempengaruhi kehidupan dan perkembangan manusia (Effendy
Nasrul, 1998 : 199). Sanitasi lingkungan adalah cara menyehatkan lingkungan hidup
yaitu tanah dan air. Penduduk pedesaan di negara belum maju menggunakan air
yang tidak terlindung dari penyakit karena minimnya atau bahkan belum
tersediannya air bersih yang mencukupi kebutuhan masyarakat, tidak memiliki
27
tempat buang air besar yang memadai . Faktor sanitasi lingkungan yang menjadi
faktor risiko terjdinya diare meliputi :
1. Penggunaan air yang tercemar
Penggunaan air yang tercemar meningkatakn risiko untuk terjadinya diare karena
bakteri pada BALITA , proporsi terjadinya diare karena pencemaran air minum
pada balita di wilayah industry di Denmark mencapai 32,3%. (Ethelberg S et al,
2006). Menurut Reza (2008) terdapat hubungan yang signifikan antara
penggunaan air tercemar dengan terjadinya diare pada penderita diare di
puskesmas sukma jaya, Bogor ,Jawa Barat.
2. Tempat pembuangan tinja
Tempat pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat sanitasi akan
meningkatkan risiko terjadinya diare berdarah pada anak balita sebesar dua kali
lipat dibandingkan dengan keluarga yang mempunyai kebiasaan membuang
tinjanya yang memenuhi syarat sanitasi (Wibowo, 2004). Menurut hasil penelitian
Irianto (1996), anak balita yang berasal dari keluarga yang menggunakan jamban
yang dilengkapi dengan tangki septik, prevalensi diare 7,4% terjadi di kota dan
7,2% di desa. Sedangkan keluarga yang menggunakan kakus tanpa tangki septik
12,1% diare terjadi di kota dan 8,9% di desa. Kejadian diare tertinggi terdapat
pada keluarga yang mempergunakan sungai sebagai tempat pembuangan tinja,
yaitu 17% di kota dan 12,7 di desa. Kebiasaan membuang tinja BALITA di
jamban yang tidak sehat merupakan faktor risiko diare pada BALITA. Tinja
merupakan media transmisi bakteri enteral yang dapat mencemari lingkungan dan
menyebabkan terjadinya diare (Calistus, 2006).
3. Tempat Pembuangan sampah
Sampah yang menumpuk merupakan media perantara perkembang biakan kuman
yang akan menyebabkan peningkatan risiko terkena diare.Selain itu tempat
sampah juga harus tertutup agar tidak dihinggapi lalat yang dapat menjadi
pembawa kuman penyebab diare apabila hinggap di makanan.
d. Pengetahuan ibu mengeni diare (Knowledge)
Pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Sebagian besar pengetahuan manusia
28
diperoleh melalui mata dan telinga. Menurut (Hariweni, 2003) Notoatmodjo
mengatakan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru) di
dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni:
a. Kesadaran (Awareness), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui
terlebih dahulu terhadap stimulus (obyek).
b. Merasa tertarik (Interest) terhadap stimulus atau obyek tersebut, disini sikap
subyek sudah mulai terbentuk.
c. Menimbang-nimbang (Evaluation) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut
bagi dirinya.
d. Uji coba (Trial) dimana subyek mulai mencoba melakukan sesuai dengan apa
yang dikehendaki oleh stimulus.
e. Adopsi (Adoption), dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan
pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang
menanyakan isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian (Notoatmodjo, 2003).
Pengetahuan sebagai parameter keadaan sosial dapat sangat menentukan kesehatan
masyarakat. Masyarakat dapat terhindar dari penyakit asalkan pengetahuan tentang
kesehatan dapat ditingkatkan, sehingga perilaku dan keadaan lingkungan sosialnya
menjadi sehat (Slamet, 1994). Pengetahuan ibu tentang diare akan menyebabkan
terbentuknya perilaku hidup bersih dan sehat yang akan mencegah terjadinya diare
pada balita. Hal ini sesuai dengan teori Green dalam Hariweni (2003) yang
menyatakan bahwa pengetahuan akan mencetuskan terbentunya perilaku yang akan
menentukan kualitas hidup seseorang. Pengetahuan tentang masalah kesehatan akan
berpengaruh pada perilaku dalam menjaga kesehatan keluarga utamanya anak-anak
(Soegianto Soegeng, 2002). Pendidikan pada ibu dan pengasuh akan berpengaruh pada
pengetahuan tentang prinsip keamanan dan higiene makanan. Hal ini sangat penting
dalam pencegahan diare pada balita (Motarjemi Y & Adams M, 2003).
29
ii. Kerangka Teori
Faktor penyebab diare Faktor penyebab diare pada pejamu
Gambar 4.1. Kerangka Teori
Diare
Kurang Gizi
BBLR
Imuno Defisiensi
Karakteristik Ibu :
1. Pengetahuan ibu
2. Perilaku Ibu
Sanitasi Lingkungan
30
iii. Kerangka Konsep
Keterangan :
: Objek yang menjadi variabel bebas yang diteliti
: Objek yang menjadi variabel luar penelitian yang tidak diteliti
Gambar 4.2. Kerangka Konsep
iv. Hipotesis
1. Terdapat hubungan pengetahuan ibu dengan kejadian diare pada balita di Puskesmas
Pekuncen, Kabupaten Banyumas.
2. Terdapat hubungan perilaku ibu kepada Balita dengan kejadian diare pada balita di
Puskesmas Pekuncen Kabupaten Banyumas.
3. Terdapat hubungan pemberian ASI ekslusif dengan kejadian diare pada balita di
Puskesmas Pekuncen Kabupaten Banyumas.
4. Terdapat hubungan Sanitasi Lingkungan dengan kejadian diare balita di Puskesmas
Pekuncen Kabupaten Banyumas.
Karakteristik Ibu :
Pengetahuan ibu
Perilaku Ibu
Sanitasi Lingkungan
Diare
Faktor BALITA:
Riwayat BBLR
Imunodefisiensi
Gizi Buruk
31
V. METODE PENELITIAN
i. Rancangan Penelitian
Peneitian ini merupakan penelitian observational analitik dengan rancangan cross-
sectional yaitu penelitian analitik yang menyangkut besarnya rasio prevalens (Sudigdo,
2005). Penelitian cross-sectional dipilih sebagai desain penelitian ini karena desain cross-
sectional relatif lebih mudah, murah dan hasilnya cepat diperoleh (Eko, 2003). Penelitian
cross sectional dapat digunakan untuk meneliti banyak variabel sekaligus (Sudigdo, 2005).
ii. Populasi dan sampel
1. Populasi
1.1. Populasi Target
Populasi target pada penelitian ini adalah ibu yang memiliki balita.
1.2.Populasi Terjangkau
Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah ibu yang memiliki balita dan
bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas Pekuncen desa Cikembulan dan Banjar
Anyar , Kecamatan Pekuncen, Kabupaten Banyumas.
2. Sampel
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan non probability sampling
dengan menggunakan purposive sampling. Sampel dipilih berdasarkan pertimbangan
subjektif peneliti menurut kriteria inklusi dan ekslusi sebagai berikut :
2.1 Kriteria inklusi:
2.1.1. Ibu yang memiliki balita yang bertempat tinggal dan tercatat sebagai
penduduk di Kecamatan Pekuncen
2.12. Bersedia menjadi responden penelitian.
32
2.1.3. Balita yang tidak mengkonsumsi obat obatan penurun sistem imun maupun
penyakit berat yang menyebabkan penurunan imunitas tubuh berdasarkan
wawancara langsung terhadap pasien.
2.2. Kriteria Eksklusi
2.2.1. Ibu yang mempunyai balita dengan riwayat Berat Bayi Lahir rendah
(BBLR)
3. Besar sampel
Besar sampel minimal dalam penelitian ini menggunakan rumus : (Sudigdo, 2006)
n=
(Zα2
×PQ )
d2
n = Besar sampel
Zα = Kesalahan tipe 1 (0,05 ) pada hipotesis 2 arah = 1,96
P = Proporsi
n=
(1 ,962 x0 , 17 x 0 ,83 )0,12
n = 63 orang
Proporsi yang digunakan pada penelitian ini berdasarkan pada profil puskesmas
pekuncen ,Banyumas (2010), yang menyatakan bahwa proporsi pasien balita yang
mengalami diare mencapai 0,21%. Tingkat kemaknaan pada penelitian ini ditetapkan
sebesar 0,1 sehingga didapatkan jumlah sampel sebesar 63 orang.
iii. Variabel penelitian
1. Variabel bebas
Kejadian diare pada balita di Kecamatan Pekuncen, Banyumas
2. Variabel terikat
2.1. Pengetahuan ibu Mengenai diare.
2.2. Keadaan Sanitasi Lingkungan rumah
2.3. Perilaku Ibu kepada Balitanya
33
iv. Definisi Operasional Variabel
1. Pengetahuan mengenai diare
Pengetahuan mengenai diare adalah hal yang diketahui oleh masyarakat tentang penyakit
diare yang diukur menggunakn kuesioner meliputi definisi dan gejala-gejala penyakit diare
serta komplikasi dari penyakit Diare. Jawaban benar diberikan skor 1 dan salah diberikan
skor 0. Skala yang digunakan adalah nominal dibedakan menjadi pengetahuan baik untuk
nilai ≥5 dan pengetahuan kurang untuk nilai <5
2. Pemberian ASI ekslusif
Pemberian ASI ekslusif adalah pemberian ASI saja selama 6 bulan. Data didapatkan
berdasarkan wawancara langsung dengan responden. Data menggunakan skala nominal
dan dibedakan menjadi membrikan ASI ekslusif dan tidak memberikan ASI ekslusif.
3. Higintas Ibu
Higinitas ibu adalah semua hal yang dilakukan oleh ibu yang berhubungan dengan
kebersihan kepada balitanya yang dapat menjadi faktor resiko timbulnya penyakit diare.
Data tersebut meliputi kebiasaan mencuci tangan, kebiasaan meminum air bersih kebiasaan
mencuci botol susu, kebiasaan menggunakan jamban. Data menggunakan skala nominal
dan di bedakan menjadi perilaku baik untuk mencegah diare apabila skor kuesioner ≥ 7 dan
perilaku buruk apabila skor < 7
4. Diare pada balita
Diare pada penelitian ini adalah buang air besar encer lebih dari 3 kali per hari pada balita
dengan waktu terjadinya diare kurang dari satu tahun terakhir. Buang air besar encer
tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah.
5. Sanitasi lingkungan rumah
Sanitasi lingkungan adalah sanitasi lingkungan rumah responden yang didapatkan
berdasarkan observasi langsung, meliputi : Sumber air minum, Jenis pembuangan tinja,
tempat pembuangan sampah. Data didapatkan berdasarkan observasi langsung dan skala
yang digunakan adalah skala nominal dan dibedakan menjadi sanitasi lingkungan baik
untuk skor ≥ 5 dan sanitasi lingkungan buruk untuk skor < 5
v. Pengumpulan Data
34
1. Alat pengumpulan data
Jenis data merupakan data primer yang didapatkan berdasarkan kuesioner dengan jenis
pertanyaan tertutup.
2. Cara Pengumpulan data
Sebelum dilakukan pengambilan data primer pasien ataupun keluarganya diminta
menandatangani lembar persetujuan informed concent . Responden yang telah sesuai
dengan kriteria inklusi dan bersedia kemudian di catat identitas. Selanjutnya dilakukan
pengumpulan data primer dengan wawancara secara langsung kepada responden dan
pengamatan secara langsung pada jenis tempat pembuangan tinja, sumber air minum, dan
jenis lantai rumah di rumah responden.
vi. Analisis data
Analisis data merupakan bagian dari suatu penelitian, tujuan dari analisis data ini adalah agar
diperoleh suatu kesimpulan masalah yang diteliti. Data yang telah terkumpul akan diolah
dan dianalisis dengan menggunakan program komputer. Analisis data dalam penelitian ini
menggunakan metode sebagai berikut:
1. Analisis univariat
Analisis univariat ini digunakan untuk mendeskripsikan masing-masing variabel, baik
variabel bebas atau terikat. Analisis ini berupa distribusi frekuensi dan persentase pada
setiap variabel.
2. Analisis bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk mencari hubungan dan membuktikan hipotesis terhadap
dua variabel yang diduga berhubungan. Variabel bebas yang diteliti menggunakan skala
nominal dan variabel terikat merupakan variabel yang menggunakan skala nominal ,
variabel tersebut terdiri dari dua kelompok dengan jenis data yang tidak berpasangan
(Bukan merupakan pengukuran pretest dan postest). Oleh karenanya dalam analisis data
yang di sajikan dalam penelitian ini menggunakan Chisquare (Sudigdo, 2005). Analisis
chisquare digunakan pada penelitian ini karena analisis ini efektif dalam menilai
kekuatan hubungan untuk tabel 2x2 ataupun kekuatan hubungan untuk tabel lebih dari
2x2 (Eko, 2003).
35
vii. Waktu dan lokasi
Kegiatan dilaksanakan pada bulan mei 2011 dengan lokasi di Desa Karang anyar
kecamatan Pekuncen kabupaten Banyumas
36
VI. HASIL DAN ANALISIS PENYEBAB MASALAH
i. Deskripsi Data Dasar
Jumlah sampel didapatkan sebanyak 63 orang ibu dengan rerata usia 25,63 (SD = 4,67) dan
didapatkan balita yang terkena diare sebanyak 25 orang (39%). Pada penelitian ini didapatkan
jumlah balita 63 orang dengan rerata usia balita 22,04 bulan (SD = 8,8).Responden dengan
sanitasi lingkungan yang baik sebanyak 54%, dengan rerata skor pengetahuan 4,8 (SD = 1,89).
Responden dengan pengetahuan yang baik sebanyak 79,4%, dengan rerata skor pengetahuan
4,6 (SD = 1,26). Responden dengan Perilaku higinitas ibu yang baik sebanyak 69,8%, dengan
rerata skor pengetahuan 6,7 (SD = 1,86). Sebanyak 68,3% responden mengaku memberikan
ASI ekslusif kepada balita mereka. Berikut ini merupakan tabel karaktersitik reponden
penelitian ini :
Tabel 6.1 Karakteristik Responden
Variabel Penelitian Frekuensi Persentase
Perilaku Ibu
Sanitasi Lingkungan
Pengetahuan
Asi Ekslusif
Perilaku baik: 19
Perilaku tidak baik: 44
Sanitasi Lingkungan Baik: 29
Sanitasi lingkungan yang tidak baik: 34
Pengetahuan baik : 50
Pengetahuan tidak baik: 13
Tidak memberikan Asi : 43
Memberikan Asi Ekslusif : 20
19/63
44/63
29/63
34/63
50/63
13/63
43/63
20/63
ii. Analisis Bivariat
Perilaku higinitas ibu merupakan variabel yang memiliki hubungan yang bermakna
dalam menyebabkan diare pada balita (p = 0,011). Hasil analisis menunjukkan bahawa
proporsi diare pada sampel penelitian yang terjadi pada ibu dengan perilaku higinitas kurang
baik sebesar 16/19. Rasio prevalens (RP) = 1,684 (95% CI =1,1-2,39) , yang berarti Balita
dengan ibu yang berperilaku higinitas kurang baik memiliki risiko 1,684 kali lebih tinggi
37
untuk menderita diare. Berikut ini merupapakan tabel analisis Chi-square mengenai hubungan
antara variable terikat dengan terjadinya diare pada balita :
Tabel 6.2. hubungan antara variabel terikat dengan terjadinya diare pada balita
Varibel Nilai P RP CI 95%
Perilaku ibu 0,011 1,684 1,1-2,39
Pengetahuan Ibu 0,46 1,19 0,17-1,8
ASI ekslusif 0,284 1,15 0,5-0,17
Sanitasi Lingkungan 0,436 1,17 0,7-1,7
Sanitasi Lingkungan merupakan variabel yang tidak memiliki hubungan yang
bermakna dalam menyebabkan diare pada balita (p = 0,436). Hasil analisis menunjukkan
bahawa proporsi diare pada sampel penelitian yang terjadi pada sanitasi lingkungan yang
kurang baik sebesar 18/38. Rasio prevalens (RP) = 1,17 (95% CI =0,7-1,7) , yang berarti
Balita dengan sanitasi lingkungan yang kurang baik belum tentu menjadi faktor risiko
terjadinya diare pada balita.
Pengetahuan ibu merupakan variabel yang tidak memiliki hubungan yang bermakna
dalam menyebabkan diare pada balita (p = 0,46). Hasil analisis menunjukkan bahawa
proporsi diare pada balita dengan ibu berpengetahuan kurang sebesar 9/13. Rasio prevalens
(RP) = 1,19 (95% CI =0,7-1,8) , yang berarti Balita dengan ibu berpengetahuan yang kurang
baik belum tentu menjadi faktor risiko terjadinya diare pada balita.
ASI ekslusif merupakan variabel yang tidak memiliki hubungan yang bermakna
dalam menyebabkan diare pada balita (p = 0,284). Hasil analisis menunjukkan bahawa
proporsi diare pada balita dengan ibu berpengetahuan kurang sebesar 24 /38. Rasio prevalens
(RP) = 1,19 (95% CI =0,5-1,17) , yang berarti Balita yang tidak mengkonsumdi ASI ekslusif
belum tentu menjadi faktor risiko terjadinya diare pada balita.
38
iii.Pembahasan
a. Analisis Univariat
Penelitian yang dilakukan desa Banjar anyar dan desa Cikembulan, didapatkan hasil
penderita diare pada balita sebanyak 25 orang atau 39%. Desa banjar anyar merupakan
desa dengan prevalensi diare tertinggi di kecamatan pekuncen dengan angka kejadian
mencapai 143 kasus pada tahun 2010. Prevalensi diare yang ditemukan pada balita
berdasarkan penelitian ini lebih tinggi dari proporsi diare pada balita di pekuncen yaitu
sebesar 21%.
Hasil Analisis sanitasi lingkungan didapatkan rerata sanitasi lingkungan sehat mencapai
54%, angka tersebut lebih tinggi dari presentasi rumah sehat di kecamatan pekuncen yang
mencapai 47%. Hasil analisis terhadap ASI ekslusif seabanyak 68% responden telah
memberikan ASI ekslusif kepada Balitanya atau lebih tinggi dari presentasi ASI ekslusif
sebesar 37%.
b. Hubungan antara Perilaku ibu dengan terjadinya diare pada balita
Hasil analisis statistik di atas menunjukkan bahwa variabel perilaku ibu berhubungan
signifikan (P=0,011) dengan kejadian diare pada balita. Hasil penelitian ini mendukung
penelitian sebelumnya oleh Calistus (2006), yang menyatakan terdapat hubungan
terjadinya diare pada balita dengan perilaku ibu yang tidak sehat. Perilaku merupakan
reaksi individu terhadap rangsangan dari lingkungan dan pengetahuan.
Tindakan atau perilaku adalah respon atau reaksi konkret seseorang terhadap stimulus
atau objek. Respon ini sudah dalam bentuk tindakan (action) yang melibatkan aspek
psikomotor atau seseorang telah mempraktekkan apa yang diketahui atau disikapi
( Notoatmodjo, 1993). Tindakan atau perilaku kesehatan terjadi setelah seseorang
mengetahui stimulus kesehatan, kemudian mengadakan penilaian terhadap apa yang
diketahui dan memberikan respon batin dalam bentuk sikap. Proses selanjutnya
diharapkan subjek akan melaksanakan apa yang diketahui atau disikapinya (Notoatmodjo,
2003).
Menurut Lawrence Green perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama yakni (Hurlock,
2002):
1. Faktor-Faktor Predisposisi (Predisposing Faktor)
39
Faktor-faktor ini mencakup : pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan,
tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan,
system nilai yang dianut masyarakat tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi dan
sebagainya. Tradisi masyarakat menganggap diare merupakan pertanda anak akan
tumbuh besar, hal ini terjadi pada masyarakat di desa pekuncen dan desa cikembulan,
42% ibu dengan pengetahuan baik menyatakan diare merupakan pertanda anak akan
tumbuh besar dan 84% ibu dengan pengetahuan tidak baik menyatakan diare
merupakan pertanda anak akan tumbuh besar. Pengetahuan masyarakat tentang
bahaya penyakit diare juga masih kurang, 69% responden dengan pengetahuan kurang
menyatakan diare pada balita tidak dapat menyebabkan kematian.
2. Faktor-Faktor Pemungkin (Enabling Faktor)
Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan
bagi masyararakat. Sarana dan fasilitas pelayanan kesehatan di puskemas pekuncen
juga masih kurang. Perbandingan tenaga kesehatan seperti rasio dokter / 100.000
penduduk masih kurang, rasio dokter adalah 3/100.000, sedangkan rasio dokter ideal
adalah 40/100.000. Perbandingan sarjana kesehatan masyarakat di puskesmas azdalah
2/100.000, sedangkan rasio ideal adalah 40/100.000. Rasio Ahli sanitasi di puskesmas
pekuncen adalah 3/100.000 penduduk, sedangkan rasio ideal adalah 40/100.000.
Jumlah kader posyandu yang aktif mencapai 80% sedangkan target SPM untuk kader
posyandu aktif adalah 95%. Faktor sarana saitasi lingkungan yang belum memadai
seperti tidak adanya jamban yang sehat maupun tempat sampah juga merupakan faktor
yang menyebabkan terbentuknya perilaku masyarakat yang tidak sehat yang dapat
menyebabkan diare. Mnurut profil kesehatan PUSKESMAS pekuncen (2010), angka
kepemilikan jamban hanya 67% dan yang mempunyai jamban sehat hanya 30%.
3. Faktor-Faktor Penguat ( Reinforcing Faktor )
Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma), tokoh
agama (toga), dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan, suami, dalam
memberikan dukungannya kepada seorang ibu menyusui dalam memberikan ASI
secara ekslusif. Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari
oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari
pengetahuan.
40
Penelitian Rogers (1974), dalam Notoatmodjo mengungkapkan bahwa sebelum orang
mengadopsi perilaku baru di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan,
yaitu :
3.1 Awareness (kesadaran) yaitu orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui
stimulus (objek) terlebih dahulu.
3.2 Interest, yaitu orang tertarik kepada stimulus.
3.3 Evaluation yaitu menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi
dirinya, hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.
3.4 Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru.
3.5 Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran
dan sikapnya terhadap stimulus.
Namun demikian dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa perubahan
prilaku tidak selalu melewati tahap-tahap diatas apabila penerimaan perilaku baru atau
adopsi perilaku seperti ini didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap. Faktor prilaku
ini pula dapat mempengaruhi kejadian diare pada sebuah keluarga (Notoatmodjo, 1977).
C. Hubungan variabel pengetahuan ibu dengan kejadian diare pada balita
Variabel pengetahuan ibu tidak mempunyai hubungan yang signifikan dengan kejadian
diare pada balita (P=0,43). Pengetahuan merupakan suatu domain yang sangat penting
untuk terbentuknya suatu tindakan seseorang (Nursalam, 2003). Penelitian ini
bertentangan dengan teori tersebut, karena pada penelitian ini didapatkan angka perilaku
tidak secara signifikan berhubungan dengan pengetahuan (P=0,9). Terdapat 9/13
responden dengan pengetahuan kurang akan tetapi memiliki perilaku baik. Akan tetapi,
terdapat 15/50 orang dengan pengetahuan kurang akan tetapi memiliki perilaku baik.
Pada Analisis data didapatkan bahwa faktor perilaku yang buruk ditambah dengan
pengetahuan ibu yang buruk merupakan faktor yang signifikan dalam meyebabkan terjadinya
diare pada balita (p=0,005) dengan Rasio prevalens = 4,44 (95% CI = 1,3-14,6) . Penelitian
Notoatmodjo (1993) mengatakan bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan
mampu bertahan lama daripada yang tidak didasari oleh pengetahuan.
D. Hubungan variabel sanitasi lingkungan dengan terjadinya diare pada balita
Sanitasi lingkungan pada penelitian ini tidak terbukti secara signifikan dalam
menyebabkan terjadinya diare pada balita (P=0,43). Penelitian ini bertentangan dengan
41
peneltian Anjar (2009), yang menyatakan faktor lingkungan merupakan faktor yang
berpengaruh terhadap terjadinya diare pada balita. Pada penelitian ini digunakan system
skor yang menggabungkan antara skor sumber air, lingkungan rumah, tempat
pembuangan sampah , dan sarana pembuangan air limbah. Hal ini berbeda dengan
penelitian anjar (2009), yang meneliti faktor faktor tersebut secara terpisah. Variabel
sanitasi lingkungan yang buruk apabila digabungkan dengan perilaku ibu yang buruk
tidak berhubungan signifikan dengan terjadinya dire pada balita (P =0,076).
E. Hubungan antara ASI ekslusif dengan terjadinya diare pada balita
Hasil analisis bivariat dengan chi square menunjukkan tidak terdapatnya hubungan yang
signifikan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian diare pada balita (P=0,284).
Hal ini bertentangan dengan hasil penelitian Roesli (2000) yang menunjukkan bahwa
bayi yang tidak diberi ASI eksklusif mempunyai kemungkinan 14,2 kali lebih sering
terkena diare dibandingkan dengan bayi yang mendapat ASI eksklusif. Perbedaan hasil
penelitian dapat dikarenakan bias recall responden yang kurang memahami pegertian ASI
ekslusif sehingga didapatkan pada penelitian ini angka pemberian ASI ekslusif yang
cukup tinggi yaitu sebear 67% dibandingakan angka ASI ekslusif pada puskesmas
pekuncen sebesar 31% (Fatmawati ,2008)
42
F. Analisis Faktor yang menyebabkan diare pada Balita
Gambar 6.1. Analisis Fish Bone
Suatu penelitian mengatakan bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan mampu
bertahan lama dari pada yang tidak didasari oleh pengetahuan ( Notoatmodjo, 1993).
Permasalahan utama yang terjadi di Desa Banjar Ayar dan Desa Cikembulan adalah pengetahuan
yang baik akan tetapi tidak diikuti oleh perialaku masyarakat yang baik juga. Sebelum orang
berperilaku baru, didalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan yang dimulai dari
kesadaran adanya stimulus kemudian ada rasa tertarik. Setelah itu terjadi pertimbangan dalam
Perilaku Ibu
Masih buruk
Kurangnya Sarana
Pelayanan Kesehatan
SIKAP
Kurangnya Jumlah dokter
Kurangnya tenaga promosi kesehatan
Kurangnya Tenaga Sanitasi
lingkungan
Terdapat Pengetahuan ibu Yang kurang baik
Pengetahuan akan bahaya diare kurang
Tradisi masyarakat bahwa diare adalah pertanda anak
akan dewasa
Kurangnya motivasi
masyarakat
Kurangnya role
modelling,
seperti kader posyandu
Predisposision factor
Enabling Factor
Kurangnya POSYANDU
Puranama mandiri
Kurangnya
Fasilitas Kesehatan
Kurangnya Sanitasi Lingkungan
Kurangnya Kepemilikan Jamban Sehat
43
batin bagaimana dampak negatif positif dari stimulus. Hasil pemikiran yang positif akan
membawa subyek untuk memulai mencoba dan akhirnya dalam dirinya sudah terbentuk suatu
perilaku baru. Adopsi perilaku yang didasari pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif
terhadap stimulus akan membentuk perilaku baru yang mampu bertahan lama (Notoatmodjo,
1993).
Pengetahuan yang baik akan tetapi tidak menimbulkan perilaku yang baik pada ibu dapat di desa
pekuncen disebabkan oleh Sikap ibu yang kurang baik. Sikap merupakan faktor penguat yang
akan menciptakan sebuah perilaku. Selain itu, Motivasi juga dapat memepengaruhi perilaku
seseorang :
Motivasi dapat timbul pada masyarakat dengan adanya tokoh masyarakat yang berperilaku hidup
sehat, kurangnya pemberdayaan kader kader posyandu untuk berprilaku hidup bersih dan sehat
merupakan salah satu penyebab kurangnya motivasi masyarakat terutama para ibu untuk
mencontoh perilaku hidup bersih dan sehat. Presentasi kader posyandu yang aktif di wilayah
kerja puskesmas pekuncen relative rendah dengan presentasi 80% kader aktif.
a. Motivasi yang sama dapat saja menggerakkan perilaku yang berbeda demikian pula perilaku
yang sama dapat saja diarahkan oleh motivasi yang berbeda.
b. Motivasi mengarahkan perilaku pada tujuan tertentu
c. Penguatan positif/ positive reinforcement menyebabkan satu perilaku tertentu cenderung
untuk diulang kembali.
d. Kekuatan perilaku dapat melemah akibat dari perbuatan itu bersifat tidak menyenangkan.
Faktor sarana dan fasilitas kesehatan juga menjadi faktor pendorong rendahnya perilaku
higinitas ibu yang menyebabkan diare pada balita. Jumlah tenaga kesehatan di wilayah kerja
puskesamas pekuncen relative kurang. Rasio tenaga dokter hanya 3/100.000, rasio Perbandingan
sarjana kesehatan masyarakat di puskesmas adalah 2/100.000, sedangkan rasio ideal adalah
40/100.000. Rasio Ahli sanitasi di puskesmas pekuncen adalah 3/100.000 penduduk, sedangkan
rasio ideal adalah 40/100.000. Selain perilaku pencegahan diare yang masih buruk, perilaku ibu
dalam menagani diare pada balita juga masih buruk, hanya 68% angka diare pada balita yang
ditangani oleh tenaga kesehatan, padahal target SPM untuk penaganan diare oleh tenaga
kesehatan mencapai SPM.
44
VII. Alternatif Pemecahan Masalah
i. Pengembangan Alternatif
Setelah menggunakan metode fishbone analisis, maka metode alternatif pengajuan
penyelesaian masalah yang kami ajukan adalah :
a. Penyuluhan diare dan pelatihan PHBS kepada masyarakat disertai pamflet terutama
mengenai bahaya dan perbaikan anggapan masyarakat yang salah mengenai penyakit
diare pada balita.
b. Memberdayakan kader kader posyandu yang telah ada sebagai agen agen perubah
masyarakat.
c. Pelatihan penanganan diare kepada masyarakat.
d. Motivasi masyarakat untuk pembuatan mandi cuci kakus yang sehat.
ii. Pengambilan Keputusan
Dalam pengambilan keputusan untuk mengetahui alternatif yang paling tepat dalam
pemecahan masalah ini dilakukakan dengan menggunakan pertimbangan (syarat mutlak)
berupa input dan output dan pertimbangan keinginan berupa proses kegiatan. Pengambilan
keputusan ini dilakukan dengan metode rinke, meliputi : besarnya masalah yang dapat
diatasi, pentingnya jalan keluar, sedangkan efisiensi jalan keluar dikaitkan dengan biaya
yang diperlukan untuk melakukan jalan keluar.
1. Kriteria efektifitas jalan keluar
1.1. M (besarnya masalah yang dapat diatasi) :
1. Masalah yang dapat diatasi sangat kecil
2. Masalah yang dapat diatasi kecil
3. Masalah yang dapat diatasi cukup besar
4. Masalah yang diatasi besar
5. Masalah yang diatasi dapat sangat besar
1.2. I (pentingnya jalan keluar yang dikaitkan dengan kelanggengan selesainya masalah):
1. Sangat tidak langgeng
2. Tidak langgeng
3. Cukup langgeng
45
4. Langgeng
5. Sangat langgeng
1.3. V (sensitivitas jalan keluar yang dikaitkan dengan kecepatan penyelesaian masalah):
1. Penyelesaian masalah sangat lambat
2. Penyelesaian masalah lambat
3. Penyelesaian cukup cepat
4. Penyelesaian masalah cepat
5. Penyelesaian masalah sangat cepat
1.4. Kriteria efisiensi jalan keluar (yang dikaitkan dengan biaya yang dikeluarkan dalam
menyelesaikan masalah)
1. Biaya sangat murah
2. Biaya murah
3. Biaya cukup murah
4. Biaya mahal
5. Biaya sangat mahal
Tabel 7.2 Prioritas Pemecahan Masalah dengan Metode Rinke
No Daftar Alternatif Jalan Keluar Efektivitas Efisiensi
C
MxIxV
C
Urutan
Prioritas
Masalah
M I V
1 Penyuluhan diare, pelatihan PHBS kepada
masyarakat dan kader disertai pamflet
terutama mengenai bahaya dan perbaikan
anggapan masyarakat yang salah mengenai
penyakit diare pada balita
5 5 5 5 25 I
2 Memberdayakan kader kader posyandu yang
telah ada sebagai agen agen perubah
masyarakat.
4 5 3 4 15 III
3 Pelatihan penanganan diare kepada
masyarakat.
4 4 3 3 16 1I
4 Motivasi masyarakat untuk pembuatan mandi
cuci kakus yang sehat
2 3 3 5 3,6 IV
46
Hasil perhitungan pemecahan ,asalah menggunakan metode rinke didapatkan prioritas masalah
untuk diselesaikan dengan cara penyuluhan diare, pelatihan PHBS kepada masyarakat dan kader
disertai pamflet terutama mengenai bahaya dan perbaikan anggapan masyarakat yang salah
mengenai penyakit diare pada balita
47
BAB VIII
RENCANA KEGIATAN
i. Latar Belakang
Perilaku merupakan respons terhadap stimulus dalam bentuk tindakan atau praktek,
yang dengan mudah dapat diamati oleh orang lain. Pengetahuan yang kurang baik akan
mengakibatkan sikap dan perilaku seseorang menjadi kurang tepat dalam menanggapi suatu
hal. Berdasarkan hasil Community Health Analysis di desa cikembulan, higinitas ibu
terhadap balita masih rendah, hal ini berhubungan secara bermakna (P=0,011) . Oleh karena
itu, untuk menyikapi rendahnya hygiene perorangan serta kebersihan lingkungan yang
tercermin dari sikap dan perilaku mereka, diperlukan suatu upaya tertentu. Upaya yang
dapat dilaksanakan sesuai dengan penentuan prioritas pemecahan masalah adalah pelatihan
tentang perilaku hidup bersih dan sehat meliputi cara mencuci tanagn yang benar dan
penyuluhan tentang diare teutama mengenai bahaya diare dan anggapan masyarakat yang
salah mengenai diare.
ii. Tujuan
Tujuan Umum :
Diberikan Penyuluhan dan pelatihan selama 60 menit diharapkan ibu balita desa
Banjaranyar.
Tujuan Khusus :
Setelah Pelatihan selama 60 menit diharapkan ibu balita serta kader-kader desa Banjaranyar:
1. Mengetahui tentang cara menjaga hygiene perorangan
2. Mengetahui tentang cara mencuci tangan yang baik dan benar.
3. Megetahui bahaya penyakit diare
4. Merubah anggapan yang salah tentang diare
iii. Bentuk dan Materi Kegiatan
Kegiatan yang akan dilaksanakan disajikan dalam bentuk pelatihan secara interaktif
tentang angka kejadian diare selama tiga bulan. Materi yang diberikan kepada kader
kesehatan (Posysndu) desa Banjaranyar dan ibu yang memiliki balita. setelah acara
48
pelatihan berlangsung dilakukan post test untuk mengetahui keberhasilan pelatihan dan
penyuluhan tersebut.
iv. Sasaran
Ibu yang memiliki Balita di desa Banjaranyar.
v. Pelaksanaan
1. Personil
- Penanggung jawab : dr. Novita S (Kepala Puskesmas Pekuncen).
- Pembimbing : dr. Hesa Kusuma (Dokter Puskesmas Pekuncen).
- Pelaksana : Nurul Fathiya,Sked; Rois hasyim, Sked; Nessyah Fatahan, Sked;
Arief Hariyadi S,Sked; M.Rizky Fadlan,Sked; Sri Wahyuningsih
Gah,Sked
2. Waktu dan Tempat
- Hari : Jum’at
- Tanggal : 20 Mei 2011
- Tempat : Posyandu Desa Banjaranyar
- Waktu : 08:00-12:00 WIB
3. Narasumber : Nurul Fathiya,Sked; Rois hasyim, Sked; Nessyah Fatahan, Sked;
Arief Hariyadi S,Sked; M.Rizki Fadlan,Sked; Sri Wahyuningsih
Gah,Sked
4. Rencana Anggaran
1. Susu dan snack
@ Rp 5.000,X 20 Rp 100.000
2. Fotocopy Leaflet Rp 50.000,00
Lain-lain Rp 50.000,00 +
Jumlah Rp 200.000,00
vi. Monitoring dan Evaluasi
1. Pelaksanaan Kegiatan
Intervensi kesehatan yang dilakukan pelatihan dengan ibu-ibu posyandu mengenai
PHBS meliputi pelatihan cuci tangan yang baik dan benar dan pelatihan pembuatan
49
larutan gula garam. Penyuluhan yang dilakukan lebih ditekankan mengenai bahaya diare
dan merubah anggapan masyarakat mengenai diare, dilaksanakan melalui 3 tahap yaitu :
a. Tahap Persiapan
1. Perijinan : Perijinan dibuatkan oleh pihak dokter muda yang ditujukan kepada
Bidan desa Banjar Anyar. Surat ijin tersebut diserahkan kepada Bidan desa Banjar
Anyar pada hari Rabu tanggal 18 Mei 2011. Dalam pelaksanaan, penulis
mendapatkan ijin secara lisan dari Bidan desa Banjar anyar.
2. Materi : Materi yang disiapkan adalah materi tentang pengertian diare, PHBS
yang meliputi pelatihan cuci tangan yang baik dan benar, dan pembuatan larutan
gula garam.
3. Sarana : Sarana yang dipersiapkan berupa alat tulis, leaflet, susu, masker, meja
dan kursi.
b. Tahap pelaksanaan
1. Judul Kegiatan : Mencegah Diare dengan Perilaku Sehat
2. Hari/Tanggal :Jum’at, 20 Mei 2011 Pukul: 09.00 WIB
3. Tempat : Posyandu Mitra Sejahtera desa Banjar Anyar
4. Penanggungjawab : dr. Novita sari
5. Pembimbing : dr. Hesa Kusuma (Dokter Puskesmas Pekuncen)
6. Pelaksana : Arief Hariyadi S,Sked; M.Rizki Fadlan,Sked; Sri Wahyuningsih
Gah,Sked
7. Peserta : Ibu-ibu posyandu posyandu sebanyak 30 orang
c. Penyampaian materi : penyampaian materi dilakukan dengan lisan dan tulisan untuk
menjelaskan tentang cuci tangan yang baik dan benar, dan pembuatan larutan gula
garam, bahaya diare, dan merubah anggapan masyarakat mengenai diare pada anak.
d. Tahap Evaluasi
Tahap evaluasi adalah melakukan evaluasi mengenai 3 hal, yaitu evaluasi sumber
daya, evaluasi proses, evaluasi hasil. Berikut ini akan dijelaskan mengenai hasil
evaluasi masing-masing aspek.
1. Evaluasi sumber daya
Evaluasi sumber daya meliputi evaluasi terhadap 5 M yaitu man, money, metode,
material, machine.
50
a. Man: Secara keseluruhan sumber daya dalam pelaksanaan diskusi sudah
termasuk baik karena narasumber memiliki pengetahuan yang cukup
memadai mengenai materi yang disampaikan.
b. Money: Sumber dana juga cukup untuk menunjang terlaksananya diskusi
termasuk untuk menyiapkan sarana dan prasarana.
c. Metode: Metode diskusi adalah pemberian materi secara. Evaluasi pada
metode ini termasuk cukup baik dan sasaran penyuluhan tertarik untuk
mengikuti dan mendengarkan penjelasan narasumber.
d. Material: Materi yang diberikan pada penyuluhan telah dipersiapkan dengan
baik, materi penyuluhan diperoleh dari internet, buku ajar ilmu penyakit
dalam, dan artikel kesehatan.
2. Evaluasi proses
Evaluasi terhadap proses disini adalah terhadap proses pelaksanaan pelatihan.
pelatihan yang dijadwalkan pada hari Jum’at, 20 Mei 2011 pukul 09.00 WIB.
Proses pelatihan berlangsung kurang lebih 60 menit, meliputi pengisian pretest 10
menit dan postest 15 menit, pemberian materi 20 menit, dan sesi diskusi 10 menit.
Antusiasme peserta penyuluhan dinilai cukup. Hal ini dilihat dari antusias peserta
pada saat diskusi yang dinilai cukup aktif. Peserta yang hadir terdiri 20 orang ibu-
ibu peserta posyandu Mitra sejahtera desa banjar anyar. Acara ditutup dengan
pemberian susu untuk balita dan pemberian masker.
3. Evaluasi Hasil
Pre test dilaksanakan dengan metode pengisian kuesioner kepada peserta diskusi.
Setelah dilakukan pelatihan kepada ibu-ibu yang memiliki balita di Banjar anyar,
dilakukan evaluasi untuk mengetahui apakah pelatihan yang dilakukan
berpengaruh terhadap pengetahuan ibua ibu yang memiliki balita di desa banjar
anyar tentang Diare yang di bandingkan dari sebelum diberikan pelatihan. Maka
di dapatkan hasil sebagai berikut :
51
Tabel 8.1. Evaluasi Hasil
Hasil Pelatihan dan penyuluhan didapatkan peningkatan pengetahuan sebesar
40%, sehingga dapat disimpulkan bhwa acara penyuluhan dan palatihan
berlangsung dnegan sukses baik dari segi penyelengagaraan maupun pencapaian.
Evaluasi Pre test
(Mengetahui)
Post test
(Mengetahui
)
Peningkatan
Pengetahuan
bahaya diare
10 (50%) 18 (70%) 20%
Cara Mencuci
Tangan
Cara Pembuatan
Oralit
Pengetahuan
Mengenai Perilaku
Sehat
Anggapan yang
yang tepat
mengenai diare
5 (25%)
7 (35%)
18 (90%)
10 (50%)
17 (85%) 60%
19 (95%) 60%
20 (100%) 10%
20 (100%) 50%
52
BAB IX
KESIMPULAN DAN SARAN
i. Kesimpulan
1. Terdapat hubungan antara perilaku ibu dengan kejadian diare pada Balita di desa Banjar
Anyar dan desa Cikembulan.
2. Tidak Terdapat hubungan pengetahuan ibu dengan kejadian diare pada balita di desa
cikembulan dan desa banjar anyar Pekuncen, Kabupaten Banyumas.
3. Tidak Terdapat hubungan pemberian ASI ekslusif dengan kejadian diare pada balita di di
desa cikembulan dan desa banjar anyar Pekuncen, Kabupaten Banyumas.
4. Tidak Terdapat hubungan Sanitasi Lingkungan dengan kejadian diare balita di Puskesmas
Pekuncen Kabupaten Banyumas.
ii. Saran
1. Bagi Ibu, untuk meningkatkan perilaku hidup sehat sehingga dapat mencegah terjadinya
diare pada balira.
2. Puskesmas, memberikan skala prioritas kegiatan program setiap tahun, guna peningkatan
pengetahuan masyarakat, higienitas, dan sanitasi lingkungan dalam penangulanggan
terjadinya diare.
53
DAFTAR PUSTAKA
Dinas Kesehatan Jawa Tengah. 2004. Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan
Kabupaten/ Kota Provinsi Jawa tengah. Availble: SPM
http://www.jawatengah.go.id/dinkes/new/SPM/lamp1.htm. diakses: 15 Mei 2011.
Calistus,Deborah A, Aldo A. M. Lima, Robert D. Newman,Tadesse W,Richard D, Richard L.
Guerrant, and Cynthia L, 2008. Diarrhea in Northeastern Brazilian Children: Association
with Increased Diarrhea Morbidity. The Journal of Infectious Diseases 1998;177:754–60
John b, schorling, christine a. Wanke, sophia k, schorling, jay f, mcauliffe, maria auxiliadora de
souza and richard l. Guerran. 2008. A prospective study of persistent diarrhea among
children in an urban brazilian slum. Am. J. Epidemiol. 132 (1): 144-15.
Buku Profil Kesehatan Kecamatan Puskesmas. 2010. Profil Kesehatan Masyarakat Wilayah
Kerja Puskesmas Pekuncen Kabupaten Banyumas. Diterbitkan oleh Puskesmas Pekuncen
Notoatmodjo,S. 1993. Ilmu Kesehatan Masyarakat, Cetakan Pertama. RinekaCipta ; Jakarta.
Nursallam. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Cetakan Kedua. Rineka Cipta ; Jakarta.
Mansjoer, A. et al. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Media Ausculapius; Jakarta.
Fatmawati, H. 2008. Hubungan Pemberian ASI Eksklusif, MP ASI, Hygiene perorangan dan Sanitasi Lingkungan Dengan Kejadian Diare Anak 1-5 Tahun Di Wilayah Kerja Puskesmas Purwosari Kudus. Karya Tulis Ilmiah. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro; Semarang.
Anjar , Y. 2008. Hubungan Faktor Lingkungan, Sosial Ekonomi Dan Pengetahuan Ibu Dengan Kejadian Diare Akut Pada Balita Di Kelurahan Pekan Arba Kecamatan Tembilahan Kabupaten Inhil. Karya Tulis Ilmiah. Fakultas Kedokteran Universitas Riau, Pekanbaru.
Markum, A. Ismael S, Alatas H, Akib A, Firmansyah A, Sostroasmoro S. 2002, editor : Buku
Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Jilid 1,Bagian Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran,
Universitas Indonesia, Jakarta
Wikandari, T. 1995. Hubungan antara tingkat Pendidikan Formal Ibu dengan Perilaku dalam
Menangani Diare Pada Balita di Desa Kemiri. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas
Maret, Surakarta.
54
Nelson E.A., J. Tam, J. S. Bresee, K. H. Poon, C. H. Ng, K. S. Ip, T. C. Mast, P. K. Chan, U. D.
Parashar, T. F. Fok, and R. I. Glass. 2005. Estimates of rotavirus disease burden in Hong
Kong: hospital-based surveillance. Journal Infect. Disease. 192 suppl 1: s71-s79.
Noer, S., Waspadji, S., Rahman, AM., et al., 1996.editor : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid
1, edisi 3, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Jakarta,
Asnil, P. Noerasid H, Suraatmadja S. Gastroenteritis akut. Dalam: Suharyono, Boediarso
aswitha, Halimun EM (editors). Gastroenterologi anak praktis. Jakarta : Balai penerbit
FKUI, 2003. 51-68
WHO. 2007. Breastfeeding: Maternal And Infant Aspects. Special report from ACOG. International Journal of Obstetric and Gynaecology, 12, 12-16.
Ethelberg S Olesen B , Neimann J, Böttiger B, , Schiellerup P, Jensen C, Helms M, Scheutz F, Olsen KE, Krogfelt K, Petersen E, Mølbak K, Gerner. 2008.Etiology of diarrhea in young children in Denmark: a case-control study. J Clin Microbiol. 43(8): 36-41.
Riset Kesehatan Dasar. 2007. Prevalensi diare di Indoesia. Tersedia dalam : www.riskesdas.litbang.depkes.go.id [diakses pada tanggal : 10 Mei 2011]
Sudigdo, Sastroasmoro, 2005. Dasar-Dasar Metodelogi Penelitian Klinis. Jakarta : EGC
Soekidjo Notoatmodjo. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi Revisi. Rineka Cipta, Jakarta. hal 138 – 55.
55
Lampiran 1. Kuesioner Penelitian 1
KUESIONER
A. Identitas Responden
Nama : ………………………………………………….
Jenis Kelamin : ………………………………………………….
Usia : ………………………………………………….
Usia Anak : ………………………………………………….
Alamat : ………………………………………………….
…………………………………………………..
Agama : ………………………………………………….
Pendidikan : ………………………………………………….
Pekerjaan : ………………………………………………….
1. Apakah Balita anda pernah menderita diare dalam kurun waktu tiga bulan terakhir ?
1. Iya
2. Tidak
B. Sanitasi Lingkungan
1. Apakah dirumah ada jamban keluarga ?
a. Ya (1) b. Tidak(0)
2. Apakah letak antara septik tank dengan sumur jaraknya ≥ 10 m ?
a. Ya (1) b. Tidak(0)
3. Apakah dirumah ada tempat sampah ?
a. Ya (1) b. Tidak(0)
4. Apakah tempat sampah yang terdapat dirumah selalu tertutup ?
a. Ya (1) b. Tidak(0)
5. Apakah jarak antara tempat pembuangan sampah dengan tempat tinggal > 5 m ?
a. Ya (1) b. Tidak(0)
6. Apakah dirumah terdapat saluran pembuangan air limbah ?
a. Ya (1) b. Tidak(0)
7. Apakah air limbah langsung menuju ke got dan mengalir dengan lancar ?
a. Ya (1) b. Tidak(0)
56
8. Sumber air bersih yang anda gunakan untuk keperluan sehari-hari adalah :
a. PAM/PDAM (1)
b. Mata Air (1)
c. Sungai (0)
. d Sumur Gali (0)
C. Pemberian ASI Ekslusif
Apakah anda memberikan ASI Eksklusif pada anak anda?
a. Ya (1) b. Tidak (0)
D. Perilaku Ibu
1. Apakah anda menggunakan air bersih untuk kebutuhan sehari hari terutama untuk minum
bagi balita anda?
a. Ya (1) b. Tidak (0)
2. Apakah melakukan cuci tangan dengan sabun sebelum makan dan membuat makanan ?
a. Ya (1) b. Tidak (0)
3. Apakah selalu mencuci buah dan sayur sebelum dimasak/dimakan ?
a. Ya (1) b. Tidak (0)
4. Apakah alat-alat makan (piring, sendok, garpu, dan gelas) dicuci menggunakan air bersih
dan menggalir ?
a. Ya (1) b. Tidak (0)
5. Apakah anda selalu mencuci tangan setelah BAB?
a. Ya (1) b. Tidak (0)
6. Apakah anda merebus air sampai mendidih dan menunggu sampai 5 menit?
a. Ya (1) b. Tidak (0)
7. Apakah anda memberikan susu formula atau makanan pendamping lain kepada anak anda?
a. Ya (1) b. Tidak (0)
8. Apakah anda selalu menutup makanan siap saji?
a. Ya (1) b. Tidak (0)
9. Apakah anda rutin membersihkan lingkungan rumah dan sekitarnya?
a. Ya (1) b. Tidak (0)
10. Apakah anda selalu merebus botol susu sebelum digunakan?
57
a. Ya (1) b. Tidak (0)
E. Pengetahuan Ibu tentang diare
1. Diare adalah buang air besar lebih dari satu kali dan kurang dari tiga kali?
a. benar (0)
b. salah (1)
2. Penyebab diare adalah bakteri?
a. Benar (1)
b. Salah (0)
3. Dimanakah dari 2 dibawah ini yang dapat memyebabkan diare?
a. ASI yang terlalu sering (1)
b. Tidak memberikan asi ekslusif (0)
4. Diare dengan kekurangan cairan berat dapat menyebabkan kematian?
a. benar (1)
b. salah (0)
5. Memberikan banyak minum sebagai caiaran pengganti merupakan salah satu cara
penanggulangan terjadinya diare pada balita anda?
a. benar (1)
b. Salah (0)
6. Diare merupakan tanda anak akan dapat berjalan?
a. benar (0)
b. salah (1)
7. Memberikan susu formula pada bayi anda dapat mencegah diare?
a. Ya (0)
b. Tidak (1)
58
Lampiran 2. Kuesioner Pretest - Post-test
1. Diare dapat menyebabkan kematian pada balita anda?Iya (1)Tidak (0)
2. Diare tidak dapat menyebabkan Kekurangan cairan Pada balitaIya (0)Tidak (1)
3. Diare tidak akan menyebabkan balita anda kejangIya (0)Tidak (1)
4. Diare tanda anak anda akan bisa berjalan karena mengurangi bebanIya (0)Tidak (1)
5. Mencuci tangan sebaiknya di air yang mengalirIya (1)Tidak (0)
6. Mencuci tangan menggunakan sabun sebaiknya dilakukan kapan?A. Setiap Mencuci tangan (1)B. Ketika mencuci tangan sebelum makan (0)C. Ketika mencuci tangan setelah BAB (0)
7. Ada berapa langkah mencuci tangan yang baik ?A. 4 langkahB. B. 10 langkahC. 6 langkah
8. Diare dapat dicegah dengan BAB di jamban ?Iya (1)’Tidak (0)
9. Merebus air harus sampai matang tidak perlu tunggu lima menit langsung diangkat ?Setuju (0)Tidak (1)
10. Memberi ASI saja selama 6 bulan pada bayi baru lahir dapat mencegah diare ?Setuju (1)Tidak (0)
59
11. ASI yang pertama kali keluar meruapakan ASI kotor yang tidak boleh diberikan kepada bayi anda Setuju (0)Tidak (1)
12. Sebutkan cara mebuat larutan Gula-garam untuk penanganan terhadap diare ?
60
Lampiran 3. Dokumentasi Kegiatan CHA
Para Ibu dan Anak peserta Penyuluhan dan Pelatihan
Kegiatan Penyuluhan dan Pelatihan
61
Pembagian Makanan Ringan dan Susu Kepada para peserta penyuluhan dan Pelatihan
Tanya-Jawab Kepada Peserta Penyuluhan
62
Observasi Lingkungan Rumah Sampel Penelitian
Observasi Lingkungan Rumah Sampel Penelitian
63
LAMPIRAN 5. BAHAN PENELITIAN