chapter ii.pdf

22
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Banjir dan Penyebabnya Menurut Hasibuan (2004), banjir adalah jumlah debit air yang melebihi kapasitas pengaliran air tertentu, ataupun meluapnya aliran air pada palung sungai atau saluran sehingga air melimpah dari kiri kanan tanggul sungai atau saluran. Dalam kepentingan yang lebih teknis, banjir dapat di sebut sebagai genangan air yang terjadi di suatu lokasi yang diakibatkan oleh : (1) Perubahan tata guna lahan di Daerah Aliran Sungai (DAS); (2) Pembuangan sampah; (3) Erosi dan sedimentasi; (4) Kawasan kumuh sepanjang jalur drainase; (5) Perencanaan sistem pengendalian banjir yang tidak tepat; (6) Curah hujan yang tinggi; (7) Pengaruh fisiografi/geofisik sungai; (8) Kapasitas sungai dan drainase yang tidak memadai; (9) Pengaruh air pasang; (10) Penurunan tanah dan rob (genangan akibat pasang surut air laut); (11) Drainase lahan; (12) Bendung dan bangunan air; dan (13) Kerusakan bangunan pengendali banjir. (Kodoatie, 2002), Kodoatie (2008) memaparkan penyebab banjir dan prioritasnya seperti pada Tabel 2.1 berikut : Universitas Sumatera Utara

Upload: hart-ono

Post on 15-Apr-2016

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Chapter II.pdf

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Banjir dan Penyebabnya

Menurut Hasibuan (2004), banjir adalah jumlah debit air yang melebihi

kapasitas pengaliran air tertentu, ataupun meluapnya aliran air pada palung sungai

atau saluran sehingga air melimpah dari kiri kanan tanggul sungai atau saluran.

Dalam kepentingan yang lebih teknis, banjir dapat di sebut sebagai genangan

air yang terjadi di suatu lokasi yang diakibatkan oleh : (1) Perubahan tata guna lahan

di Daerah Aliran Sungai (DAS); (2) Pembuangan sampah; (3) Erosi dan sedimentasi;

(4) Kawasan kumuh sepanjang jalur drainase; (5) Perencanaan sistem pengendalian

banjir yang tidak tepat; (6) Curah hujan yang tinggi; (7) Pengaruh fisiografi/geofisik

sungai; (8) Kapasitas sungai dan drainase yang tidak memadai; (9) Pengaruh air

pasang; (10) Penurunan tanah dan rob (genangan akibat pasang surut air laut);

(11) Drainase lahan; (12) Bendung dan bangunan air; dan (13) Kerusakan bangunan

pengendali banjir. (Kodoatie, 2002),

Kodoatie (2008) memaparkan penyebab banjir dan prioritasnya seperti pada

Tabel 2.1 berikut :

Universitas Sumatera Utara

Page 2: Chapter II.pdf

Tabel 2.1. Penyebab Banjir dan Prioritasnya

No Penyebab Banjir Alasan Mengapa Prioritas Penyebab

1 Perubahan Tata Guna

Lahan

Debit Puncak naik dari 5 sampai 35

kali karena DAS tidak ada yang

menahan maka aliran air permukaan

(run off) menjadi besar, sehingga

berakibat debit di sungai menjadi

besar dan terjadi erosi lahan yang

berakibat sedimentasi di sungai

sehingga kapasitas sungai menjadi

turun.

Manusia

2 Sampah Sungai / drainase tersumbat sampah,

jika air melimpah akan keluar dari

sungai karena daya tampung saluran

berkurang

Manusia

3 Erosi dan Sedimentasi Akibat perubahan tata guna lahan,

terjadi erosi yang berakibat

sedimentasi masuk ke sungai sehingga

daya tampung sungai berkurang.

Penutup lahan vegetatif yang rapat

(misal semak-semak, rumput)

merupakan penahan laju erosi paling

tinggi.

Manusia dan

Alam

Universitas Sumatera Utara

Page 3: Chapter II.pdf

4 Kawasan kumuh di

sepanjang sungai /

drainase

Dapat merupakan penghambat aliran,

maupun daya tampung sungai.

Masalah kawasan kumuh dikenal

sebagai faktor penting terhadap

masalah banjir daerah perkotaan.

Manusia

5 Perencanaan sistem

pengendalian banjir

tidak tepat

Sistem pengendalian banjir memang

dapat mengurangi kerusakan akibat

banjir kecil sampai sedang, tapi

mungkin dapat menambah kerusakan

selama banjir yang besar. Limpasan

pada tanggul waktu banjir melebihi

banjir rencana menyebabkan

keruntuhan tanggul, kecepatan air

sangat besar menyebabkan bobolnya

tanggul sehingga menimbulkan banjir.

Manusia

6 Curah Hujan Pada musim penghujan, curah hujan

yang tinggi akan mengakibatkan banjir

di sungai dan bilamana melebihi

tebing sungai maka akan timbul banjir

atau genangan air/banjir.

Alam

7 Pengaruh Fisiografi Fisiografi atau geografi fisik sungai Manusia dan

Universitas Sumatera Utara

Page 4: Chapter II.pdf

seperti bentuk, fungsi dan kemiringan

Daerah Aliran Sungai, kemiringan

sungai, geometrik hidrolik (bentuk

penampang seperti lebar kedalaman,

potongan memanjang, material dasar

sungai), lokasi sungai, dll.

Alam

8 Kapasitas Sungai Pengurangan kapasitas aliran banjir

pada sungai dapat disebabkan oleh

pengendapan berasal dari erosi DAS

dan erosi tanggul sungai yang

berlebihan dan sedimentasi di sungai

itu karena tidak adanya vegetasi

penutup dan adanya penggunaan lahan

yang tidak tepat.

Manusia dan

Alam

9 Kapasitas Drainase

yang tidak memadai

Karena perubahan tata guna lahan

maupun berkurangnya tanaman /

vegetasi serta tindakan manusia

mengakibatkan pengurangan kapasitas

saluran / sungai sesuai perencanaan

yang dibuat.

Manusia

10 Drainase Lahan Drainase perkotaan dan

pengembangan pertanian pada daerah

bantaran banjir akan mengurangi

Manusia

Universitas Sumatera Utara

Page 5: Chapter II.pdf

kemampuan bantaran dalam

menampung debit air yang tinggi.

11 Bendung dan

bangunan air

Bendungan dan bangunan lain seperti

pilar jembatan dapat meningkatkan

elevasi muka air banjir karena efek

aliran balik (backwater).

Manusia

12 Kerusakan bangunan

pengendalian banjir

Pemeliharaan yang kurang memadai

dari bangunan pengendali banjir

sehingga menimbulkan kerusakan dan

akhirnya tidak berfungsi dapat

meningkatkan kuantitas banjir.

Manusia dan

Alam

Pengaruh air pasang Air pasang memperlambat aliran

sungai ke laut. Waktu banjir

bersamaan dengan air pasang tinggi

maka tinggi genangan atau banjir

menjadi besar karena terjadi aliran

balik (backwater).

Manusia

Sumber : Kodoatie dan Roestam, 2008

jadi menurut tabel diatas, dapat dikatakan bahwa konsep pengendalian banjir harus

dilakukan secara terpadu baik in-stream (badan sungai) maupun off-stream (DAS-

nya) dengan melaksanakan pekerjaan baik secara metode struktur (tugas

pembangunan) dan non struktur (tugas umum pemerintahan), sehingga akan tercapai

integrated flood control and river basin management.

Universitas Sumatera Utara

Page 6: Chapter II.pdf

Berikut akan dijelaskan mengenai skema sistem pengendalian banjir dengan 2

(dua) metode struktur dari Pembangunan dan Pelayanan. Dapat dijelaskan pada

gambar berikut ini ;

Pengendalian Banjir

Metode Struktur Metode Non Struktur

(Tugas Umum Pemerintahan)

Perbaikan dan Pengaturan Sistem Sungai

- Sistem jaringan sungai

- Normalisasi Sungai - Perlindungan - Tanggul

T l B ji

Bangunan Pengendali Banjir

- Bendungan (Dam)

- Kolam Retensi - Pembuatan

check dam (Penangkap sedimen)

- Bangunan pengurang

kemiringan sungai

Pengelolaan DAS Pengaturan Tata Guna Lahan Pengendalian Erosi Pengembangan Daerah Banjir Pengaturan Daerah Banjir Penanganan Kondisi Darurat Peramalan Banjir Peringatan Bahaya Banjir Asuransi Law Enforcement Regulasi Lembaga tetap, lengkap, handal dan kuat Peran Serta Masyarakat Konsep Zero Delta Q

Sumber : Kodoatie dan Roestam, 2008

Gambar 2.1 Bagan Integrated Flood Control and River Basin Management

Penanganan drainase kota dalam rangka penanggulangan banjir meliputi

banyak faktor, sehingga perlu konsep yang jelas dan saling terkait untuk dapat

ditindaklanjuti. Berdasarkan hasil penjelasan gambar 2.1 diatas terhadap masalah

pengendalian banjir dan kebutuhan penanganan di lokasi banjir dijelaskan bahwa

penangananan banjir itu sendiri dapat di susun konsep umum dan konsep teknis

dalam dua metode struktur dan non struktur yaitu ;

Universitas Sumatera Utara

Page 7: Chapter II.pdf

1. Pembuatan masterplan drainase mikro yang selaras dengan masterplan

drainase makro sehingga seluruh kegiatan pembangunan dan rehabilitasi

saluran-saluran drainase di kota Medan dapat mengacu kepada masterplan

drainase tersebut termasuk sistem operasional dan pemeliharaan

(maintenance)

Program Tahap Berikut

Selanjutnya diharapkan tahapan berikutnya adalah penanganan wilayah-wilayah

yang juga diharapkan tercakup dalam masterplan sistem drainase, yaitu :

1. Penanganan Wilayah Hilir

Salah satu alternative penanganan yang dapat dipertimbangkan adalah polder

system. Contoh-contoh daerah yang dimaksud antara lain kampung Mabar,

KIM, dan Labuhan Deli. Saluran induk yang terdekat adalah sungai Deli.

Selama sungai meluap, permukaan air lebih tinggi dari daerah sekitarnya.

Untuk mengalirkan area-area ini diusulkan memakai sistem polder yang

merupakan kombinasi antara “waduk penyimpan air” dan “ pintu-pintu air

dengan klep” dan kemungkinan menggunakan pompa.

2. Penanganan Wilayah Tengah

Sebagai bagian dari sistem operasional dan pemeliharaan (maintenance) maka

perlu dipertimbangkan penyediaan fasilitas penggelontor (flushing) untuk

saluran-saluran drainase yang ada. Fasilitas penggelontor akan dibutuhkan

selama musim kemarau, pada saat aliran lambat dan secara beruntun untuk

beberapa hari. Kurangnya kecepatan dari aliran mengakibatkan berkurangnya

Universitas Sumatera Utara

Page 8: Chapter II.pdf

pula kemampuan membersihkan saluran, sehingga sangat potensial untuk

menciptakan sedimentasi di sepanjang saluran.

3. Penanganan Wilayah Hulu

Beberapa alternative penanganan wilayah hulu telah dipertimbangkan melalui

beberapa studi terdahulu seperti pembuatan floodway, bendungan (dam),

upaya konversi alam, pemulihan kantong-kantong air dan retensi air. Konsep

dan program tersebut merupakan bagian dari kebutuhan perencanaan ke depan

bagi pembangunan dalam rangka penanggulangan banjir di perkotaan.

2.2. Daerah Aliran Sungai Deli

Daerah Aliran Sungai (DAS) berdasarkan Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air adalah suatu wilayah

daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak- anak sungainya,

yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari air

hujan ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan

batas dilaut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.

Wilayah Sungai (WS) adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air

dalam satu atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya

kurang dari atau sama dengan 2.000 km2 (Sosrodarsono, 1985).

Daerah aliran sungai (DAS) dapat dipandang sebagai suatu common good

dalam arti bahwa kesejahteraan (welfare) semua pihak saling tergantung atas jasa

Universitas Sumatera Utara

Page 9: Chapter II.pdf

yang diberikan oleh suatu DAS. Jasa DAS yang utama adalah fungsi hidro-orologis

dan fungsi ekologi (Departemen Kehutanan Balitbang, 2002).

Wilayah daratan biasanya disebut Daerah Tangkapan Air (DTA) atau

Chatmen Area merupakan ekosistem dengan unsur utamanya terdiri atas sumber daya

alam (tanah, air dan vegetasi) dan sumber daya manusia sebagai pemanfaatan sumber

daya alam.

Oleh karena komponen ekosistem saling berinteraksi satu sama lain, maka

terganggunya salah satu komponen ekosistem tersebut akan mempengaruhi

komponen yang lain. Contoh kondisi tersebut adalah terjadinya peristiwa banjir di

daerah DAS bagian hilir pada musim hujan karena kerusakan lingkungan pada daerah

hulu akibat penebangan hutan, cara bercocok tanam yang tidak mengikut kaidah

konservasi tanah, atau adanya aktivitas pembukaan lahan (Dinas Pengairan Propsu,

2003).

Perubahan tata guna lahan merupakan penyebab utama banjir dibandingkan

dengan yang lainnya. Sebagai contoh, apabila suatu hutan yang berada dalam suatu

daerah aliran sungai diubah menjadi pemukiman, maka debit puncak sungai akan

meningkat antara 6 sampai 10 kali. Angka 6 dan angka 20 ini tergantung jenis hutan

dan jenis pemukiman (Kodoatie dan Syarif, 1996).

Suatu kawasan hutan bila diubah menjadi pemukiman maka yang terjadi

adalah bahwa hutan yang bisa menahan run-off cukup besar diganti menjadi

pemukiman dengan resistensi run-off yang kecil. Akibatnya ada peningkatan aliran

permukaan tanah yang menuju sungai dan hal ini berakibat pada peningkatan debit

Universitas Sumatera Utara

Page 10: Chapter II.pdf

sungai yang besar. Perubahan run-off akibat perubahan tata guna lahan dapat dilihat

pada (Gambar 2.2)

res na

Sumber : Kodoatie, Robert, J, 1996

Gambar 2.2 Perubahan Run-off

Ilustrasi dari gambar diatas menerangkan bahwa perubahan fungsi DAS Deli

dimana DAS Deli yang terletak di tengah kota Medan merupakan salah satu DAS

paling prioritas di kota ini. Sehingga usaha rehabilitasi fungsi DAS Deli perlu segera

dilakukan karena rusaknya kondisi ekosistem sudah sampai pada taraf

membahayakan yang pada gilirannya akan berpengaruh baik terhadap kondisi DAS

itu sendiri maupun terhadap kehidupan masyarakat yang bermukim disekitar

lingkungan DAS tersebut. Dari gambar diatas diterangkan bahwa akibat perubahan

fungsi tata guna lahan yang sebelumnya peruntukan DAS sungai sebagai kawasan

hutan sebagai daerah resapan air berubah fungsi tempat pemukiman masyarakat.

Misal

Debit Puncak a = 10 m3/dt

Resapan = 5 m3/dt

Debit Puncak b = 200 m3/dt

Resapan = 0,5 m3/dt

Industri, perumahan

Akibat perubahan tata-guna lahan bisa menjadi

run-off kecil karena tanaman

Hutan, gunung, sawah menghijau

resapan besar karena ada air yang terperangkap tanaman,

ada banyak waktu run-off kecil karena

semua jadi bangunan

apan kecil karetak ada air yang

terperangkap

Universitas Sumatera Utara

Page 11: Chapter II.pdf

Akibatnya daerah resapan air menjadi kecil sehingga aliran air sungai terganggu,

dapat dilihat dari perubahan debit air puncak yang sebelumnya Qa= 10 m3/dtk

menjadi lebih besar Qb = 200 m3/dtk, serta daya resap lahan berkurang dari 5 m3/dt

menjadi 0,5 m3/dt akibat yang ditimbulkan adalah bencana banjir (Gambar 2.2)

Pada saat ini, sebahagian besar sistim pengendalian banjir kota Medan,

termasuk sistim sungai Deli – sungai Percut, untuk tingkatan debit banjir periode

ulang bervariasi 10 sampai 25-tahunan, telah selesai dilaksanakan. Dengan selesainya

Kanal Banjir (Floodway) maka sebahagian debit air sungai Deli akan beralih melalui

Kanal Banjir dan masuk ke sungai Percut. Air akan mulai mengalir melalui Kanal

Banjir apabila debit air di sungai Deli telah mencapai 134 m3/det. Pengalihan debit

akan berlangsung lebih besar lagi apabila debit air di sungai Deli semakin besar. Saat

debit air di sungai Deli mencapai 292 m3/det maka pengalihan debit air melalui Kanal

Banjir akan mencapai 67 m3/det (Irwansyah, 2004).

Akan tetapi, sebahagian daerah yang berada di tepi (di dalam lembah) sungai

Deli, yaitu penggalan mulai dari daerah di sekitar kantor DPRD Medan sampai ke

Jembatan Avros, masih akan tetap tergenang. Penggalan ini adalah daerah yang

rencana penanganannya belum terlaksana (kegiatan FC-103) karena tidak termasuk

lagi dalam program MMUDP. Terjadinya genangan tersebut dikarenakan kapasitas

alir air sungai kurang dari yang dibutuhkan. Sebahagian dari penggalan sungai

tersebut hanya mempunyai kapasitas alir air sungai 130 – 221 m3/det. Bahkan,

bahagian lainnya, yaitu di daerah Kampung Aur dan Sei Mati, hanya mempunyai

kapasitas alir air sungai sebesar 30 – 58 m3/det, yang berarti jauh di bawah debit air

Universitas Sumatera Utara

Page 12: Chapter II.pdf

periode ulang 1-tahunan. Dengan demikian, setiap terjadi kenaikan debit sungai,

maka air akan keluar dari alur sungai dan menggenangi seluruh lembah sungai (seluas

+ 4 ha), yang hampir seluruhnya dihuni oleh penduduk.

Jadi pelaksanaan peningkatan kapasitas alir air sungai sebagai suatu sistim

dan untuk melaksanakan pembangunan bangunan-bangunan pengendali banjir yang

diperlukan agar sungai dapat menampung dan mengalirkan air hingga debit desain

tertentu, baik yang berasal dari daerah hulu maupun yang berasal dari drainase-

drainase kota. Dengan pengendalian banjir tersebut maka diharapkan kerugian-

kerugian yang diakibatkan oleh banjir dapat dikurangi.

2.3. Siklus Hidrologi

Air merupakan salah satu sumber daya alam yang banyak manfaatnya bagi

kebutuhan manusia. Air yang terdapat di alam ini dalam bentuk cair, tetapi dapat

berubah dalam bentuk padat/es, salju dan uap yang terkumpul di atmosfer. Air juga

tidaklah statis tetapi selalu mengalami perpindahan. Air menguap dari laut, danau,

sungai, tanah dan tumbuh-tumbuhan akibat panas matahari. Kemudian akibat proses

alam air yang dalam bentuk uap berubah menjadi hujan, yang kemudian sebagian

menyusup ke dalam tanah (infiltrasi), sebagian menguap (evaporasi) dan sebagian

lagi mengalir di atas permukaan tanah (run off). Air permukaan ini mengalir ke dalam

sungai, danau, kemudian mengalir ke laut, kemudian dari tempat itu menguap lagi

dan seterusnya berputar yang disebut siklus hidrologi (Soemarto 1995)

Universitas Sumatera Utara

Page 13: Chapter II.pdf

Siklus air (siklus hidrologi) adalah rangkaian peristiwa yang terjadi dengan air

dari saat ia jatuh ke bumi (hujan) hingga menguap ke udara untuk kemudian jatuh

kembali ke bumi (Arsyad, 1985)

Selaras hal tersebut untuk mengetahui/memprediksi besarnya debit air hujan

maka perlu diketahui siklus hidrologi seperti yang dijelaskan pada gambar berikut ini:

Sumber : Kodoatie dan Roestam, 2008

Gambar 2.3 Siklus Hidrologi

Gambar diatas menjelaskan bahwa siklus hidrologi merupakan konsep dasar

keseimbangan air secara global dan menunjukkan semua hal yang berhubungan

dengan air. Prosesnya sendiri berlangsung mulai dari tahap awal terjadinya proses

penguapan (evaporasi) secara vertikal dan di udara mengalami pengembunan

Universitas Sumatera Utara

Page 14: Chapter II.pdf

(evapotranspirasi), lalu terjadi hujan akibat berat air atau salju yang ada di gumpalan

awan. Lalu air hujan jatuh keatas permukaan tanah yang mengalir melaui akar

tanaman dan ada yang langsung masuk ke pori-pori tanah. Dan didalam tanah

terbentuklah jaringan air tanah (run off) yang juga mengalami transpirasi dengan butir

tanah. Sehingga dengan air yang berlebih tanah menjadi jenuh air sehingga

terbentuklah genangan air (sungai, danau, empang, dll)

Hujan merupakan suatu peristiwa siklus hidrologi yang terjadi tidak merata di

semua tempat, ada tempat yang mempunyai curah hujan yang tinggi dan ada tempat

yang mempunyai curah hujan yang rendah. Tinggi rendahnya curah hujan tersebut

disebabkan oleh letak suatu daerah dan iklim setempat, serta kebasahan udara (uap).

Pada umumnya di lereng gunung curah hujan lebih besar dibandingkan di daratan

(Soetedjo, 1970).

Menurut Sosrodarsono (1985), hujan yang terbanyak adalah di daerah

khatulistiwa antara 50 sampai dengan 100 sebelah utara dan selatan equator. Analisis

hidrologi dimaksud untuk memprediksikan keberadaan sumber air pada area

penelitian dengan menggunakan persamaan-persamaan empiris yang

memperhitungkan parameter-parameter alam yang mempengaruhinya. Dimana

analisis hidrologi ini ditujukan untuk memberikan estimasi mengenai besaran

kebutuhan dan ketersediaan air pada lokasi penelitian yang diperlukan dalam

perencanaan lebih lanjut, secara keseluruhan hasil analisis tersebut adalah merupakan

data awal yang sangat diperlukan dalam pengembangan selanjutnya.

Universitas Sumatera Utara

Page 15: Chapter II.pdf

Langkah-langkah dalam analisis hidrologi ini yang diperlukan adalah sebagai

berikut :

1. Data curah hujan dan klimatologi yang diambil untuk kebutuhan analisis

hidrologi minimal diambil dari 3 (tiga) Stasiun Pencatat Hujan yang dinilai

dapat mewakili pola distribusi hujan pada Daerah Aliran Sungai Deli,

sedangkan data iklim diambil dari stasiun terdekat.

2. Data yang hilang atau kesenjangan data suatu pos penakar hujan pada saat

tertentu dapat diisi dengan bantuan data yang tersedia pada pos-pos penakar di

sekitarnya pada saat yang sama. Cara yang dipakai dinamakan ratio normal.

Syarat untuk menggunakan cara ini adalah tinggi hujan rata-rata tahunan pos

penakar yang datanya hanya diketahui, disamping dibantu dengan data tinggi

hujan rata-rata tahunan dan data pada pos-pos penakar disekitarnya.

Berdasarkan ketersediaan data pos duga air telah tersedia pada lokasi

kegiatan, langkah lain menentukan debit maksimum sungai Deli diambil dari data Pos

duga air.

2.4. Debit Air Maksimum

Debit air maksimum merupakan kondisi puncak/kritis yang terjadi pada saat

volume Kanal Banjir (Floodway) penuh. Hal ini disebabkan masuknya air ke Kanal

Banjir (Floodway) secara bersamaan yang menyebabkan kemampuan untuk

mengalirkan air tersebut menjadi lambat. Berdasarkan hasil investigasi dan penelitian

Universitas Sumatera Utara

Page 16: Chapter II.pdf

yang dilakukan tim EDCS konsultan bahwa penyebab banjir yang ada di kota Medan

diakibatkan oleh sistem drainasenya yang kurang berfungsi maksimal.

Asumsi debit desain QD dengan Periode Ulang T-tahunan yaitu :

(QD 10-tahunan) Setiap tahunnya, kemungkinan terjadinya debit Q > QD adalah

10%

(QD 25-tahunan) Setiap tahunnya, kemungkinan terjadinya debit Q > QD adalah

4%

(QD 50-tahunan) Setiap tahunnya, kemungkinan terjadinya debit Q > QD adalah

2%

(QD 100-tahunan) Setiap tahunnya, kemungkinan terjadinya debit Q > QD adalah

1%

Dengan demikian, pada setiap tahun, kemungkinan debit dengan besaran

berapapun bisa saja terjadi. Kemungkinan dilampauinya kapasitas alir air sungai tetap

ada setiap tahunnya. Penanganan sungai yang dilakukan tidaklah dapat mengubah

status dataran banjir menjadi dataran bebas banjir.

2.4.1. Karakteristik DAS

Karakteristik DAS meliputi bentuk dan kemiringan lereng. Berdasarkan hasil

tinjauan di lapangan, karakteristik DAS di tiga lokasi kajian menunjukkan adanya

persamaan yaitu daerah hulu sampai daerah tengah dengan kelerengan yang terjal

sedangkan daerah tengah sampai hilir sangat datar dan luas.

Universitas Sumatera Utara

Page 17: Chapter II.pdf

Berdasarkan karakteristik demikian, begitu hujan jatuh maka air hujan dari

daerah hulu langsung mengalir ke bawah dengan waktu konsentrasi yang singkat.

Jika drainase daerah hilir kurang memadai maka aliran permukaan tersebut akan

menyebar kemana-mana menggenangi daerah pemukiman dan jalan. Masing-masing

DAS mempunyai bentuk yang berbeda sehingga respon terhadap hujan juga berbeda-

beda. Untuk bentuk DAS yang memanjang respon hujan

Dalam UU No.41 Tahun 1999 minimal hutan dalam satu DAS adalah 30

persen. Berdasarkan hal tersebut DAS Deli mempunyai hutan sekitar 6 persen dari

luas DAS. Dari kondisi tersebut terlihat bahwa keberadaan hutan yang sedikit

menyebabkan banjir. Hutan dapat mengurangi banjir hanya pada curah hujan sedang.

Pada curah hujan yang besar, hutan sudah tidak mampu menguranginya. Namun

demikian hutan dapat mengurangi erosi yang menyebabkan pendangkalan di sungai

atau saluran sehingga fungsi hutan ini lebih menjaga saluran sungai agar lancar

mengalirkan air. Pendapat tersebut juga diperkuat oleh Asdak Chay (1995) yang

menyebutkan bahwa keberadaan hutan dapat dipandang sebagai kegiatan pendukung

dari usaha lain dalam menurunkan terjadinya banjir. Selain itu hutan berfungsi

menjaga kontinuitas aliran, karena hutan dapat mengatur tata air yaitu menampung air

pada musim penghujan dan mengalirkannya pada musim kemarau.

Selain perubahan penggunaan lahan dari pertanian ke pemukiman dan dari

tanaman keras ke tanaman semusim, ada lagi perubahan penggunaan lahan yang

cukup signifikan menyebabkan banjir yaitu penggunaan situ dan rawa untuk

pemukiman. Perubahan ini menyebabkan aliran permukaan dari bagian hulunya tidak

Universitas Sumatera Utara

Page 18: Chapter II.pdf

mempunyai tempat lagi untuk transit. Aliran permukaan akan langsung mengalir dan

menambah aliran dari sekitarnya sehingga menyebabkan banjir atau menggenangi

pemukiman di daerah bekas situ atau rawa.

Kawasan resapan air di hulu DAS memiliki peran yang sangat penting dalam

siklus hidrologi di suatu DAS. Sayangnya, kebanyakan masyarakat awam memahami

DAS hanya sebatas pada air sungai yang mengalir. Padahal sistem sungai adalah

suatu hal yang sangat komplek dan terkait erat serta dipengaruhi oleh berbagai faktor

dari suatu DAS. Karenanya tidak mengherankan bila pada saat ini banyak kawasan

resapan air di hulu DAS telah mengalami perubahan fungsi, misalnya menjadi

pemukiman. Parahnya lagi, saat ini tercatat 58 DAS di Indonesia dalam kondisi kritis

(Pusat Data dan Informasi Publik, 2002).

2.4.2. Saluran Drainase

Saluran drainase memiliki peran sangat penting sebagai jalan bagi air untuk

sampai ke laut yang merupakan tujuan akhir dari air yang mengalir. Seperti halnya

jalan, kapasitas saluran drainase haruslah sesuai dengan volume air yang akan

disalurkannya. Banjir yang terjadi di ketiga daerah kajian juga dipicu oleh kurang

memadainya saluran drainase. Di beberapa tempat volume saluran drainase

mengalami penyusutan karena beberapa hal, yaitu semakin banyaknya masyarakat

yang terpaksa bermukim di bantaran sungai, masih berkembangnya perilaku

membuang sampah di sungai, pembuatan saluran drainase yang di bawah volume air

Universitas Sumatera Utara

Page 19: Chapter II.pdf

limpasan, pengusahaan bantaran sungai sebagai areal pertanian, dan kondisi fisik

palung sungai.

2.5. Penelitian Terdahulu

Penelitian sebelumnya yang telah dilaksanakan, yaitu untuk kegiatan

pengelolaan dan pemeliharaan sungai sebagai fungsi drainase untuk pencegahan

banjir di daerah kota Medan salah satunya yaitu :

Nasib (2003) dengan judul penelitian ; Persepsi masyarakat terhadap

pemukiman di daerah aliran sungai Deli kecamatan Medan Maimon, hasil penelitian

menyimpulkan bahwa keberadaan pemukiman penduduk di daerah aliran sungai Deli

seringkali menimbulkan kerawanan pada saat terjadi banjir hal ini diperburuk lagi

dengan kondisi perumahan yang kumuh sehingga menimbulkan dampak buruk bagi

kesehatan, kebersihan dan kerawanan sosial.

Astuti (2005) dengan judul penelitian ; Analisis penanggulangan banjir

ditinjau dari kondisi drainase di kota Medan, menyimpulkan bahwa penyebab

permasalahan terjadinya banjir di kota Medan yaitu ; kurang dalamnya saluran induk

yang ada sehingga tidak dapat menampung kebutuhan elevasi pengaliran air dari

saluran-saluran sekunder disekitarnya, kurangnya kapasitas saluran sekunder yang

ada, kurangnya kapasitas saluran induk yang ada, beban aliran air yang tidak terbagi

sesuai kapasitasnya, adanya sedimentasi dan tumpukan sampah yang berada pada

saluran, dan kurang berfungsinya atau tidak adanya jalan masuk air (street inlet) dari

jalan ke drainase.

Universitas Sumatera Utara

Page 20: Chapter II.pdf

Hasibuan (2007) dengan judul penelitian : Model koordinasi kelembagaan

pengelolaan banjir perkotaan terpadu, hasil penelitian didapat kesimpulan yaitu ;

1. Definisi pengelolaan banjir perkotaan terpadu adalah terintegrasinya subsistem

atau domain yang mempengaruhi tercapainya pengelolaan banjir perkotaan dalam

kerangka DAS, hal ini dipengaruhi oleh koordinasi yang baik dan saling

keterkaitan (pooled interdependency) antara: a) domain Dinas Pengairan,

Kehutanan, dan Tarukim Provinsi (domain regional provinsi pengelolaan DAS

lintas kabupaten/kota), b) koordinasi domain DAS dalam kabupaten, c) koordinasi

domain DAS dalam kota, d) koordinasi domain penegakan law enforcement tata

ruang dan garis sempadan, dan e) koordinasi domain peran serta masyarakat.

2. Pengelolaan banjir perkotaan terpadu merupakan bagian dari perencanaan

wilayah, dengan melihat banjir berdasarkan batas hidrologis, tapi dalam

melaksanakan tugas, visi, misi, action plan, dilihat berdasarkan batas administrasi

serta mensinergikan antara batas hidrologis dengan batas administrasi.

2.6. Kerangka Berfikir

Analisis kemampuan kanal banjir dalam menanggulangi masalah banjir kota

Medan dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kewaspadaan masyarakat terhadap

bahaya banjir dan penanggulangannya untuk mengurangi dampak kerusakan akibat

banjir dengan alasan bahwa di kota Medan ini terdapat penduduk sekitar 2,6 juta jiwa

dan juga terdapat bangunan infrastruktur/objek vital milik pemerintah dan masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Page 21: Chapter II.pdf

52

yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi dan juga mempunyai pengaruh dalam

pergerakan perekonomian kota Medan.

Proyek dimaksudkan untuk melaksanakan peningkatan kapasitas alir air kanal

banjir sebagai suatu sistim dan untuk melaksanakan pembangunan bangunan-

bangunan pengendali banjir yang diperlukan agar sungai dapat menampung dan

mengalirkan air hingga debit desain tertentu, baik yang berasal dari daerah hulu

maupun yang berasal dari drainase-drainase kota. Dengan pengendalian banjir

tersebut maka diharapkan kerugian-kerugian yang diakibatkan oleh banjir dapat

dikurangi. Adapun bagan kerangka berpikir penelitian ini adalah sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara

Page 22: Chapter II.pdf

Air dari hulu sungai deli

Air dari air hujan Kanal banjir (floodway) Kota Bebas Banjir Pengembangan Wilayah

Air dari drainase perkotaan

Solusi Penanggulangan Sumber Permasalahan Banjir Sasaran yang ingin

dicapai - Teknologi

- Sumber Daya Alam

Gambar 2.4 Kerangka Berfikir

Universitas Sumatera Utara