chronic myelocytic leukemia1
DESCRIPTION
CMLTRANSCRIPT
1
Laporan Kasus
Dipresentasikan tanggal : 27 Mei 2010
CHRONIC MYELOCYTIC LEUKEMIA
(CML)
Disusun oleh :
Emmy Wahyuni
Pembimbing :
dr Imam Budiwiyono,SpPK-K
Disusun guna melengkapi tugas wajib stase di Bagian Ilmu Penyakit Dalam
Rumah Sakit dr Kariadi/FK Undip Semarang
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I
BAGIAN PATOLOGI KLINIK FK UNDIP
RS. DR. KARIADI SEMARANG
2010
2
Chronic myelocytic leukemia (CML)
Chronic myelocytic leukemia (CML) atau leukemia granulositik kronik
merupakan penyakit mieloproliferatif yang disebabkan oleh perubahan genetik pada
stem cell pluripotent dan ditemukan kromosom Philadelphia (Ph) dan atau BCR-ABL
fusion gene dan P210.1
Klasifikasi mieloproliferatif kronik
Mieloproliferatif kronik adalah kelainan klonal dari stem sel hematopoietik
yang berproliferasi disumsum tulang yang melibatkan satu atau lebih seri mieloid
(granulositik, eritroid dan megakariositik).2 CML adalah penyakit yang tergolong
dalam penyakit mieloproliferatif kronik. WHO mengklasifikasikan penyakit
mieloproliferatif kronik sebagai berikut : 2
Chronic myelocytic leukemia (kromosom Ph, t(9;22)(q34;q11),
BCR/ABL positif)
Chronic neutrophilic leukemia
Chronic eosinophilic leukemia (dan hypereosinophilic syndrome)
Polycythemia vera
Chronic idiopathic myelofibrosis (with extramedullary hematopoiesis)
Essential thrombocythemia
Chronic myeloproliferative disease, unclassifiable
Gambaran klinis
Penyakit ini terjadi pada kedua jenis kelamin (rasio pria: wanita sebesar 1,4:1)
paling sering terjadi pada usia 40 dan 60 tahun. Walaupun demikian, penyakit ini
terdapat pada anak, neonatus dan orang yang sangat tua. 1
CML sering ditemukan secara kebetulan pada fase kronik. Manifestasi klinik
berupa gejala hipermetabolisme dan tanda dari hematopoiesis ekstra meduler yaitu
splenomegali yang merupakan penyebab pasien datang mencari pertolongan medis.
3
Pada beberapa pasien pembesaran limpa disertai dengan rasa tidak nyaman, nyeri
atau gangguan pencernaan.
Gejala hipermetabolisme yang sering dijumpai adalah demam, penurunan
berat badan, kelelahan, banyak keringat, anoreksia, gout. Gout terjadi karena turn
over cell yang tinggi yang menyebabkan terjadinya hiperurisemia. Hiperurisemia
dapat menyebabkan gangguan fungsi ginjal. Pada penderita dengan jumlah lekosit
yang sangat tinggi dapat terjadi leukostasis yang memberikan gejala perdarahan
retina, insufisiensi pernapasan dan priapismus. 1
Saat terdiagnosis, 50-70% kasus dijumpai splenomegali yang bervariasi dari
palpable sampai masif memenuhi rongga abdomen. Hepatomegali biasanya
menyertai spenomegali ditemukan pada 50% kasus. Pada fase blasik, ukuran limpa
sangat membesar dan nyeri yang dapat disertai pembesaran hati masif.
Gambaran laboratorium 1
1. Leukositosis, biasanya > 50x109/L kadang-kadang >500x10
9/L.
spektrum lengkap sel-sel mieloid ditemukan dalam darah tepi. Jumlah
neutrofil dan mielosit melebihi sel blas dan promielosit.
2. Meningkatnya jumlah basofil dalam darah
3. Biasanya ditemukan anemia normositik normokrom
4. Jumlah trombosit mungkin meningkat (paling sering), normal atau
menurun.
5. Skor Neutrophil Alkaline Phosphatase (NAP) selalu rendah
6. Sumsum tulang hiperselluler dengan predominasi granulopoiesis.
7. Kromosum Philadelphia (Ph) pada analisis sitogenetik darah atau
sumsum tulang .
Kromosom philadelphia merupakan kelaianan sitogenetik didapat
yang khas pada CML, yaitu hasil translokasi kromosom
t(9:22)(q34:q11) dijumpai pada 95% kasus CML. Hasil translokasi
t(9:22) ini membentuk BCR-ABL fusion gene yang mengkode protein
dengan berat molekul 210 kDa. 3
Namun dijumpainya kromosom Ph
4
tidak spesifik untuk CML sejak ditemukannya kromosom Ph pada
acute lymphoblasic leukemia 4
( 25-30% pada ALL dewasa dan 2-10%
pada kasus pediatrik) dan kadang-kadang juga ditemukan pada acute
myelogeneus leukemia.
Gambar 1. Kariotiping memperlihatkan translokasi t(9:22)(q34:q11). Kromososm
philadelpia diberi tanda panah.
Produk gen BCR-ABL menginduksi proliferasi sel, mengubah sel
hematopoetik dan menekan apoptosis invitro. Abnormalitas sekunder
yang lazim terjadi pada CML adalah extra copies kromosom Ph
(BCR-ABL) dan meningkatnya laju mutasi gen P53 dan Rb1. Struktur
gen P53 dan Rb1 hampir selalu normal pada fase kronik tetapi tidak
demikian dengan fase blasik. Perubahan gen P53 dan Rb1 terjadi pada
sekitar 30% kasus akselerasi blasik.
8. Kadar asam urat dalam serum biasanya meningkat.
Turn-over cell rate yang tinggi menyebabkan peningkatan asam urat.
Pada kimia darah lain dapat ditemukan pseudohiperkalemia,
hiperkalsemia dan hipokalemia. Pseudohiperkalemia disebabkan
pelepasan kalium oleh lekosit dan trombosit. Hiperkalsemia
disebabkan karena lesi litik pada tulang
5
Perjalanan penyakit dan prognosis
CML biasanya memperlihatkan suatu respon yang sangat baik terhadap
kemoterapi pada fase kronik. Ketahanan hidup rata-rata adalah 5-6 tahun. Kematian
biasanya terjadi akibat transformasi akut atau perdarahan atau infeksi yang
menyertainya.
CML memiliki tiga fase yaitu fase kronik, akselerasi dan krisis blas.5
Sembilan puluh persen pasien terdiagnosis pada fase kronis secara kebetulan pada
pemeriksan complete blood count. Hal ini menunjukkan bahwa pasien CML fase
kronik memiliki sistem imun yang kompeten dan tidak menunjukkan gejala dalam
waktu yang lama.5 Gejala yang timbul berupa ekspansi sel CML dan gejala klasik
berupa malaise, penurunan berat badan, discomfort akibat splenomegali. Leukositosis
merupakan tanda yang sering dijumpai pada fase kronik dengan jumlah leukosit lebih
dari 100.000/µl. Pasien dengan CML fase kronik dapat berlangsung 2-7 tahun bahkan
15-20 tahun. Remisi spontan bisa terjadi, meskipun jarang. Dari seluruh kasus yang
berada pada fase kronis, 50% akan mengalami transformasi yang lebih agresif dengan
gambaran klinik dan laboratorik yang memburuk, yaitu fase krisis blastik. Risiko
transformasi menjadi CML fase blasik diperkirakan sebesar 3-4% pertahun.5 Pada
CML fase blasik yang sering terjadi pasien mengalami anemia, trombositopenia dan
peningkatan basofil, eosinofil atau sel blas dalam darah dan sumsum tulang. Ukuran
limpa mungkin membesar. Pasien dapat berada pada fase ini dalam beberapa bulan,
pada fase ini penyakit lebih sulit dikendalikan daripada fase kronik. 1
Kriteria WHO untuk fase akselerasi dan transformasi blasik CML: 2
1. Fase akselerasi
Ditandai dengan satu atau lebih gambaran dibawah ini :
a. Ditemukan blas sebesar 10 sampai 19% di darah tepi atau
sumsum tulang.
b. Basofil >20% di darah tepi
6
c. Persisten trombositopenia (< 100x109/L) atau persisten
trombositosis (>1000x109)
d. Peningkatan ukuran lien dan peningkatan jumlah white blood
count (WBC) yang tidak responsif pada terapi
e. Perubahan klon sitogenetik
f. Proliferasi megakariosit dalam kelompok disertai peningkatan
retikulin dan fibrosis kolagen di sumsum tulang
2. Fase blasik
a. Sel blas > 20% didarah tepi atau sumsum tulang
b. Proliferasi blas ekstrameduler
c. Kelompok blas dalam jumlah yang besar pada biopsi sumsum
tulang.2
Prognosis penderita CML sangat bervariasi. Penderita usia muda yang
terdiagnosis saat awal fase kronik memiliki prognosis baik bila mendapat donor
transplantasi stem sel yang cocok. Penderita yang terdiagnosis pada fase krisis blasik
memiliki prognosis buruk. Penderita CML dengan BCR-ABL positip memiliki
respon yang baik pada terapi.3
Pengobatan CML
Kemoterapi hidroksiurea bersifat efektif dalam mengendalikan penyakit dan
mempertahankan hitung lekosit dalam jumlah normal pada fase kronik, tetapi
diperlukan pengobatan seumur hidup. Regimen biasanya dimulai dengan 1-2 gr/hari
dosis diturunkan tiap minggu sampai mencapai dosis rumatan sebesar 0,5-1,5 gr/hari.
Inhibitor tirosin kinase. Obat ini sekarang sedang dalam penelitian. Zat STI
571 (imatinib, Gleevec/Glivec) adalah suatu inhibitor spesifik terhadap protein ABL
yaitu tirosin kinase dan mampu menghasilkan respon hematologik yang lengkap pada
hampir semua pasien CML dari Ph positip menjadi Ph negatip. Obat ini mungkin
menjadi pengobatan lini pertama pada CML, baik digunakan sendiri maupun bersama
dengan interferon atau obat lain. Druker BJ dkk dalam penelitiannya pada 553 pasien
7
yang mendapat terapi awal imatinib mendapatkan hasil five year survival rate sebesar
89%, sedangkan pasien yang mengalami progresifitas penyakit menjadi akselerasi
bahkan krisis blas sebesar 7%.6
Interferon α biasanya digunakan bila jumlah lekosit telah terkendali oleh
hidroksilurea. Regimen yang lazim digunakan adalah 3 sampai 9 megaunit yang
diberikan dalam tiga sampai tujuh kali tiap minggu secara injeksi subkutan.
Tujuannya untuk mempertahankan jumlah lekosit tetap rendah (sekitar 4 x 109/L)
Stem cell transplantation (SCT) . transplantasi dapat bersifat alogenik maupun
autolog. Transplantasi sumsum tulang alogenik merupakan satu-satunya pengobatan
kuratif CML yang tersedia. Hasilnya lebih baik bila dilakukan pada fase kronik
dibandingkan fase akut dan akselerasi. Ketahanan hidup 5 tahun sekitar 50-70%.1
8
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Tn K
Umur : 35 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Tompomulyo
Pekerjaan : Petani
Status : JAMKESMAS
Ruang : C3A
II. ANAMNESIS
Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 2 Desember 2009
Keluhan Utama : badan panas
Riwayat penyakit Sekarang : Satu minggu sebelum masuk rumah sakit (SMRS)
penderita merasakan badannya panas. Panas dirasakan sepanjang hari tapi panas tidak
tinggi (sumeng). Satu hari SMRS panas tinggi, panas tidak berkurang setelah minum
obat turun panas. Kurang lebih 1 bulan penderita merasa semakin hari perutnya
makin membesar, mual (+), muntah (-), nafsu makan makin menurun. Berat badan
dirasakan makin hari makin berkurang. BAK tidak sakit, warna kuning pekat. BAB
tidak ada keluhan. Gusi berdarah (-), mimisan (-).
Riwayat Penyakit Dahulu :
Penderita pernah dirawat di RS tahun 2000 dan dinyatakan sakit leukemi.
Riwayat hipertensi (-)
Riwayat kencing manis (-)
Riwayat perdarahan (-)
Riwayat transfusi sebelumnya (-)
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang sakit seperti ini
9
Riwayat Gizi.
Sebelum sakit, penderita sehari-hari makan 3 kali sehari, nasi satu piring, lauk
pauk berganti, sayur-sayuran, tahu, tempe, kadang-kadang daging atau ikan.
Kebiasaan menggunakan bumbu penyedab dalam masakan ± 1 sendok teh tiap
masak. Selama sakit nafsu makan berkurang.
Kesan : gizi kurang
Riwayat Sosial Ekonomi
Penderita bekerja sebagai petani, anak 2 orang masih menjadi tanggungan, biaya
ditanggung jamkesmas. Kesan sosial ekonomi kurang.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : tampak lemah, kesadaran kompos mentis
Tekanan .Darah : 120/80 mmHg,nadi 100 x/mnt, isi dan tegangan cukup,
pernapasan 20 x/menit, Suhu 39 0C. Konjungtiva palpebra pucat +/+,
jantung dan paru dalam batas normal. Abdomen : hepar teraba 4 cm bawah
arkus kosta, kenyal, permukaan rata, tepi lancip; lien teraba di Schuffner VI,
keras, tepi tumpul, pekak di regio hipokondrium kiri, area throube pekak.
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hematologi :
Hb ( 13-16 gr%) 10,10
Ht ( 40-54 %) 27,7
Eritrosit (4,5-6,5 jt/mmk) 3,07
MCV ( 76-96 fL) 90,10
MCH (27-32pg) 33,00
MCHC (29-36gr/dl) 36,60
Lekosit ((4-11 rb/mm3))
Trombosit
129
137
10
RDW
KIMIA KLINIK
21,9
Ureum (15-39 mg/dl) 48
Kreatinin (0,60-1,30 mg/dl) 1,21
Alb (3,4-5,0 g/dl) 3,6
Na (136-145 mmol/L) 133
K (3,5-5,1 mmol/L) 3,7
Cl (98-107 mmol/L) 103
Ca (2,12-2,52 mmol/L) 1,92
Mg (0,74-0,99 mmol/L) 1,07
V. DIAGNOSIS KERJA
1. Leukositosis dan organomegali
DD etiologi : CML, AML
2. Anemia normokrom normositer
3. Hiponatremia
4. Hipokalsemia
VI. PENATALAKSANAAN DAN PROGRAM
1. Lekositosis dan organomegali
Terapi : -
Program : BMP,Sediaan apus darah tepi (SADT), Sitogenetika
2. Anemia normokrom normositer
Terapi : -
Program : pemeriksaan gambaran darah tepi, hitung jenis, retikulosit
3. Hiponatremia
4. Hipokalsemia
Terapi : CaCo3 3x 1 kapsul
11
Tabulasi Hasil Laboratorium
1-12 3-12 8-12 11-12
Hb (12-15 g %)
9,44
7,69
Ht (35-47 %) 26,5 21,8
Eri (3,9-5,6 jt/mm3) 3,24
2,7
Leuko (4-11 rb/mm3) 126 45,8
Trombo (150-400 rb/mm3) 144 265
MCV (76-96 fl) 81,5 80,7
MCH (27-32 pg) 29,1 28,5
MCHC ( 29-36 %) 35,7 35,3
RDW 24,5 22,3
MPV 10,5 10,8
Hit jenis 2/0/2/73/4/1
blas 1%, promielosit 1%, mielosit
10%, metamielosit 6%
GDT Eritrosit : anisositosis sedang
(mikrositik, makrositik),
poikilositosis sedang (ovalosit,
tear drop, krenasi, eliptosit,
fragmentosit)
Trombosit : jumlah normal,
bentuk besar (+)
Lekosit : jumlah tampak
meningkat. Ditemukan semua
stadium granulositik dengan blas
1% dengan limfopenia. Kesan :
curiga keganasan hematologi
kronis.
Saran : BMP, BMC dan
pengecatan sitokimia
LED 1 jam (1,0-10,0 mm) 56
LED 2 jam 101
Retikulosit (0,5-1,5%) 0,7
Urin lengkap
Warna
kuning
jernih
BJ 1,02
12
pH 6,00
Protein (mg/dl) 100
Reduksi (mg/dl) Neg
Urobilinogen 0,2
Bilirubin (mg/dl) Neg
Aseton (mg/dl) Neg
Nitrit Neg
Sedimen Epitel (/lpk) 2-4
Lekosit (/lpb) 1-2
Eritrosit (/lpb) 0-1
Kristal Neg
Silinder granuler hyaline Neg
Silinder granuler kasar Neg
Silinder epitel Neg
Silinder eritrosit Neg
Silinder leukosit Neg
Bakteri +/Pos
Bmp Hasil BMP
terlampir
Sitogenetika Kariotip 46
XY,
t(9;22) pos
13
Catatan perjalanan penyakit
TANGGAL KLINIS PROBLEM TERAPI PROGRAM
1-12 Keluhan : panas (-)
Tanda vital :
TD : 100/60 mm Hg
N : 100 x/mnt, isi dan tegangan cukup
Rr : 20 x/menit
t : 38 0C
1.Leukositosis + organomegali
DD etiologi : CML
AML
2. Anemia normokrom
normositer
3. Hiponatremia
4. Hipokalsemia
Terapi :
- infus NaCl 0,9% 20 tetes/menit
- parasetamol 3x500 mg
- Caco3 3x1
- inj ceftriaxon 1x 2 gr (1)
- BMP dan
sitogenetik
- Urin rutin
2-12 S : panas (+)
Tanda vital :TD : 110/70 mm Hg
N : 100 x/mnt, isi dan tegangan cukup
Rr : 30 x/menit, t : 38 0C
Idem Idem
3-12 S : panas (+)
Tanda vital :TD : 100/60 mm Hg
N : 88 x/mnt, isi dan tegangan cukup
Rr : 26 x/menit, t : 37,5 0C
BMP ditunda sampai
tidak panas
4-12 S : pusing berputar
Tanda vital :TD : 100/70 mm Hg
N : 94 x/mnt, isi dan tegangan cukup
Rr : 28 x/menit, t : 39 0C
Idem
7-12 S :panas, perut keras
Tanda vital :TD : 100/50 mm Hg
N : 88 x/mnt, isi dan tegangan cukup
Rr : 26 x/menit, t : 37 0C
14
8-12 S : badan lemas
Tanda vital : TD : 90/50 mm Hg
N : 80 x/mnt, isi dan tegangan cukup
Rr : 22 x/menit, t : 36,2 0C
9-12 S : badan lemas
Tanda vital : TD : 100/60 mm Hg
N : 80 x/mnt, isi dan tegangan cukup
Rr : 20 x/menit, t : 37 0C
Dilakukan BMP
10-12 S : keluhan berkurang
Tanda vital : TD : 100/60 mm Hg
N : 80 x/mnt, isi dan tegangan cukup
Rr : 20 x/menit, t : 37 0C
Infuse NaCl 20 tpm
Parasetamol 3x500 mg
CaCo3 3x1 cap
Inj ceftriaxon 1x2 gr
Drip ciprofloksasin 2x200 mg
Diet 1700 kkal, biasa
Tunggu hasil BMP
11-12 S : -
Tanda vital :
TD : 100/60 mm Hg
N : 76 x/mnt, isi dan tegangan cukup
Rr : 20 x/menit, t : 37 0C
hasil BMP:
sumsum tulang hiperselluler
granulositik hiperplasia
sesuai dengan CML fase kronis
CML fase kronis
12-12 S:-
Tanda vital :
TD : 110/60 mm Hg
N : 80 x/mnt, isi dan tegangan cukup
Rr : 20 x/menit, t : 37 0C
Pasien pulang
menunggu hasil
kromosom Ph
15
PEMBAHASAN
Tn K, 35 tahun dengan keluhan badannya panas. Satu hari SMRS panas
tinggi, panas tidak berkurang setelah minum obat turun panas. Penderita juga
merasakan semakin hari perutnya makin membesar, mual (+),nafsu makan makin
menurun. Berat badan makin berkurang. Pada tahun 2000 penderita pernah dirawat di
RS dengan leukemia. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tensi : 120/80 mmHg,nadi
100 x/mnt, isi dan tegangan cukup, pernapasan 20 x/menit, suhu 39 0C.
Konjungtiva palpebra pucat +/+, jantung dan paru dalam batas normal. Abdomen
: hepar teraba 4 cm bawah arkus kosta, kenyal, permukaan rata, tepi lancip; lien
teraba di Schuffner VI, keras, tepi tumpul, pekak di regio hipokondrium kiri, area
throube pekak. Hasil pemeriksaan laboratorium saat masuk RS didapatkan anemia
normositik normokromik, leukositosis, hiponatremia, hipokalsemia. Berdasar
anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium awal saat masuk RS pasien diproblemkan
leukositosis dengan organomegali dengan diagnosis banding CML, AML.
Selama perawatan di RSDK didapatkan hasil laboratorium sebagai berikut :
Anemia normokrom normositer (berdasar MCV dan MCH), biasa terjadi
pada penyakit kronis termasuk penderita keganasan.7 Pada penderita ini
dijumpai anemia normokrom normositer dengan retikulosit normal yang
disebabkan karena respon sumsum tulang yang tidak adekwat terhadap
anemia akibat dari proliferasi sel-sel mieloid yang berlebihan sehingga
menekan seri eritroid.
Leukositosis disebabkan oleh adanya gen BCR-ABL pada kromosom Ph
atau P210 yang meempunyai aktivitas tirosin kinase tinggi sehingga
menyebabkan hilangnya kontrol proliferasi sel induk pluripoten pada sistem
hematopoiesis dan penghambatan apoptosis sehingga klon-klon ini bisa
hidup lebih lama dibanding sel normal.8 Pada sediaan apus darah tepi pasien
ini ditemukan semua seri sel-sel mieloid.
16
LED yang meningkat disebabkan karena perubahan ukuran dan bentuk
eritrosit. Anemia yang terjadi pada pasien ini juga bisa menjadi penyebab
peningkatan LED. Adanya peningkatan sel leukosit dimana makin berat
partikel yang mengendap maka makin besar tarikan gravitasi juga menjadi
penyebab peningkatan LED.
Pada pasien ini hasil BMP menunjukkan sumsum tulang hiperseluler dengan
granulositik hiperplasia dan jumlah sel blas 4% sehingga mendukung
diagnosa Chronic Myelositik Leukemia (CML) stadium kronis
Analisis sitogenetik dilakukan untuk memperkuat diagnosis dengan
pemeriksaan kromosom Philadelphia (Ph). Pada penderita ini ditemukan
kromosom Ph pada 100% sel yang dianalisis. Adanya kromosom Ph
memastikan diagnosis CML dan menunjukkan prognosis yang lebih baik.
CML dengan kromosom Ph positip memiliki prognosis yang baik karena telah
ditemukan terapi penghambat kerja enzim tirosin kinase yang dikode oleh gen
BCR-ABL.
Splenomegali dan hepatomegali terjadi karena adanya hematopoiesis
extramedular akibat tidak efektifnya hematopoiesis di sumsum tulang.
Hasil urinalisis menunjukkan proteinuria. Proteinuria dapat terjadi akibat
demam yang mengakibatkan peningkatan permiabilitas kapiler glomerulus.
17
SIMPULAN DAN SARAN
SIMPULAN
Tn K, 35 tahun dengan keluhan badannya panas. Satu hari SMRS panas
tinggi, panas tidak berkurang setelah minum obat turun panas. Penderita juga
merasakan semakin hari perutnya makin membesar, mual (+), nafsu makan makin
menurun. Berat badan makin berkurang.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tensi : 120/80 mmHg,nadi 100 x/mnt, isi
dan tegangan cukup, pernapasan 20 x/menit, suhu 39 0C. Konjungtiva palpebra
pucat +/+, jantung dan paru dalam batas normal. Abdomen : hepar teraba 4 cm bawah
arkus kosta, kenyal, permukaan rata, tepi lancip; lien teraba di Schuffner VI, keras,
tepi tumpul, pekak di regio hipokondrium kiri, area throube pekak
Pemeriksaan laboratorium selama di RS dijumpai anemia normositik
normokromik, leukositosis, peningkatan LED. Hasil BMP menunjukkan sumsum
tulang hiperselluler dengan granulositik hiperplasia, dijumpai sel blas 4% sehingga
menyokong diagnosis CML fase kronis. Diagnosis CML didukung dengan kromosom
Philadelpia yang positip pada sel yang dianalisis. Penderita ini memiliki prognosis
yang baik.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium disimpulkan
penderita menderita leukemia mielositik kronik (CML) fase kronik.
SARAN:
1. Pewarnaan Sitokimia dengan Tes Neutrophil Alkaline Phosphatase (NAP)
dapat dilakukan untuk memperkuat diagnosis. NAP adalah enzim yang
terdapat dalam granula dan sitoplasma sel seri granulosit, terutama pada
neutrofil segmen dan sedikit pada neutrofil batang. Enzim ini dapat dideteksi
dengan menggunakan substrat naftol AS fosfat dalam suasana alkali.
2. Deteksi kromosom Ph t(9;22)(q34;q11) untuk memantau perjalanan penyakit
sekaligus mengevaluasi efektivitas pengobatan.
18
3. Pemeriksaan kadar asam urat. Pada keganasan biasanya turn-over cell rate
yang tinggi menyebabkan peningkatan asam urat. Peningkatan produksi asam
urat tersebut dapat menyebabkan artritis gout, batu asam urat dan nefropati.
4. Pemeriksaan Laktat Dehidrogenase (LDH) serum.
5. Pemantauan Hb, Lekosit, Trombosit, SADT untuk keperluan terapi dan follow
up terapi.
6. Pemeriksaan fungsi sintesis, eksresi dan koagulasi hepar (bilirubin
direk,indirek, AST, ALT, PT, aPTT) untuk mengetahui kelainan hepar.
7. Pemeriksaan urin rutin untuk memantau perjalanan penyakit.
19
Daftar Pustaka
1. Hoffbrand AV, Pettit JE, Moss PAH. Leukemia myeloid kronik dan
mielodisplasia. Dalam kapita selekta hematologi, edisi 4. Jakarta :
EGC;2005: 167-72.
2. Vardiman JW, Harris NL, Brunning RD. The world health
organization (WHO) classification of the myeloid neoplasms. Blood,
2002:vol 100(7):2292-2302
3. Nowell PC. Discovery of the Philadelphia chromosome : a personal
perspective. J. Clin. Invest.2007.( 117):2033–2035
4. Talpaz M, Shah NP, Kantarjian H, Donato N, Nicoll J, Paquette R.
dasatinib in imatinib-resistent Philadelphia chromosome-positive
leukemias. N Engl J Med. 2006: 354(24); 2531-41.
5. Quintas-Cardama A, Cortes JE. Chronic myeloid leukemia: diagnosis
and treatment. Mayo clin proc 2006; 81:973-88.
6. Druker BJ, Guilhot F, O’Brien SG, Gathmann I, Kantarjian H,
Gattermann N. Five-year follow-up of patients receiving imatinib for
cronic myeloid leukemia. N Engl J Med. 2006: 355(23);2408-17.
7. Hoffbrand AV, Pettit JE, Moss PAH. Kapita selekta Hematologi. Edisi
4. Jakarta: EGC, 2005: 104-15; 272
8. Goldman JM, Melo JV. Chronic myeloid leukemia-advances in
biology and new approaches to treatment. N Engl J Med
2003;349:1451-64.