clustering area rawan pangan serang

Upload: dwi-rahmawati

Post on 06-Jul-2018

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/17/2019 Clustering Area Rawan Pangan Serang

    1/9

     Jurnal Ilmu Pertanian dan Perikanan Juni 2015 Vol. 4 No.1 Hal : 19-27ISSN 2302-6308 

     Available online at:http://umbidharma.org/jipp

    E-ISSN 2407-4632 

    PENERAPAN CONSENSUS CLUSTERING PADAPEMETAAN KETAHANAN PANGAN KOTA SERANG

    (Consensus Clustering Application at Food Security in Serang City )

     Weksi Budiaji1* 

    1 Jurusan Agribisnis, Fakultas Pertanian Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Jl. Raya Jakarta Km. 4 Pakupatan Serang Banten

    *Korespondensi: [email protected]

    Diterima: 20 Maret 2015 / Disetujui: 05 Mei 2015

     ABSTRACT

    Serang City was a new town founded in 2007 from Serang Region. Food policyas a new city was indispensable, particularly on food security. The current conceptof food security is sustainable food security supported with the Food Security Trilogynamely food availability, access, and utilization. On the other hand, the transientfood security aspect could be used to complete the sustainable food security. The purpose of this research was to identify the Serang City districs based on the degreeof food security because of Serang food security map absentcy. Food security at thelevel of districts was described by using an index of food security that was a sum ofweight multiplication obtained from the principle component analysis (PCA) on theboth sustainable and trainsient food security trilogy indicators. The food securedistrict sequence was Kasemen, Cipocok Jaya, Walantaka, Curug, Serang, and

    Taktakan respectively. The six districts were then analyzed using cluster analysis toclassify the similar districts based on the degree of food security. The clusteranalysis results were validated using consensus clustering that produced a heatmapwith three numbers of optimum clusters. The first cluster was food secure districtsthat were Kasemen, Curug and Walantaka, the second cluster was food moderatesecure districts namely Taktakan, and Cipocok Jaya, and the third cluster was onlySerang District that was in food insecurity.

    Keywords: cluster, heatmap, PCA, mapping, food security

    ABSTRAK Kota Serang adalah kota baru yang didirikan pada tahun 2007 dari hasil

    pemekaran Kabupaten Serang. Kebijakan dalam bidang pangan sebagai kota barusangat diperlukan khususnya mengenai ketahanan pangan wilayah. Konsepketahanan pangan terkini adalah ketahanan pangan yang berkelanjutan denganditopang Trilogi Ketahanan Pangan yaitu ketersediaan, akses, dan pemanfaatanbahan pangan. Disisi lain, aspek ketahanan pangan sementara (transien) dapatdigunakan untuk melengkapi ketahanan pangan berkelanjutan tersebut. Tujuanpenelitian ini adalah mengidentifikasi/ memetakan wilayah di Kota Serangberdasarkan derajat ketahanan pangannya karena belum adanya Peta KetahananPangan Kota Serang. Ketahanan pangan di tingkat kecamatan dideskripsikandengan menggunakan indeks ketahanan pangan yaitu penjumlahan atas perkalianpembobot yang diperoleh dari teknik  principle component analysis  (PCA) padaindikator trilogi ketahananan pangan berkelanjutan dan transien. Kecamatan yang

    paling tahan pangan berturut-turut adalah Kecamatan Kasemen, Cipocok Jaya,

  • 8/17/2019 Clustering Area Rawan Pangan Serang

    2/9

    20  BUDIAJI JIPP

    Walantaka, Curug, Taktakan, dan Serang sebagai kecamatan yang paling rawanpangan. Keenam kecamatan tersebut kemudian dianalisis cluster untuk

    mengelompokan kecamatan-kecamatan yang mirip derajat ketahanan pangannya.Hasil dari analisis cluster divalidasi dengan menggunakan consensus clusteringyang menghasilkan peta heatmap dengan jumlah cluster optimum adalah tiga.Cluster pertama adalah kecamatan tahan pangan yaitu Kecamatan Kasemen,Curug dan Walantaka, cluster kedua merupakan kecamatan tahan pangan sedangyaitu Kecamatan Taktakan, dan Cipocok Jaya, dan cluster ketiga adalah kecamatanrawan pangan yaitu Kecamatan Serang.

    Kata kunci: cluster , heatmap, PCA, Peta, Tahan Pangan

    PENDAHULUAN

    Ketahanan pangan dan kerawananpangan merupakan dua isitilah yangsaling berlawanan. Jika sebuah wilayahdikatakan tahan pangan, wilayahtersebut dapat juga disebut sebagaiwilayah yang tidak rawan pangan,begitu pula sebaliknya. Dewan Keta-hanan Pangan (DKP et al.  2009) telahmemetakan Peta Kerawanan Pangan(Food Insecure Atlas - FIA) wilayahIndonesia yang menghasilkan 100kabupaten rawan pangan. Ukuran peng-amatan FIA adalah negara yangmembuat tidak mungkin untuk me-

    nyimpulkan kerawanan pangan ditingkat dibawahnya, misalnya tingkatkecamatan.

    Merespon hal ini, 10 provinsi diIndonesia mengikuti program FIAdengan memetakan FIA pada tingkatprovinsi masing-masing (DKP et al. 2009). FIA Indonesia yang terbarudilakukan pada tahun 2009 denganmemetakan Peta Ketahanan dan Keren-tanan Pangan (Food Security andVulnerability Atlas  –  FSVA) Indonesia.

    Ketersediaan, akses dan pemanfaatanbahan pangan yang merupakan inti dariTrilogi Ketahanan Pangan digunakanuntuk mengukur derajat ketahananpangan. FSVA tidak menggunakankota-kota di Indonesia, hanya kabu-paten-kabupaten saja, misalnya KotaSerang yang dimekarkan dari Kabu-paten Serang pada tahun 2007 diBanten dan Kota Bogor di Jawa Barattidak diikut sertakan.

    Kota Serang yang baru berdiri diProvinsi Banten perlu mengidentifikasipotensi kerawanan dan ketahanan yangdimiliki. Pembuatan peta ketahanan

    pangan ini sangat penting untuk mem-buat kebijakan dalam hal pangan,sehinggga tujuan dari penelitian iniadalah memetakan kecamatan keca-matan di Kota Serang berdasarkanderajat ketahanan pangannya.

    BAHAN DAN METODE

    Penelitian ini adalah penelitiandeskriptif kuantitatif dimana data yangdiperoleh akan dideskripsikan secara

    kuantitatif. Data yang digunakan dalampenelitian ini adalah data sekunder dariBPS yang berhubungan dengan in-dikator ketahanan pangan berkelanjutandan transien. Indikator ketahananpangan berkelanjutan pangan yang per-tama yaitu ketersediaan bahan panganyang menggunakan rataan indeks rasiokonsumsi normatif per-kapita terhadapketersediaan bersih serealia perkapitaperiode 2008-2010. Rasio lebih besardari satu menunjukkan defisit pangandan kurang dari satu menunjukkansurplus pangan.

    Indikator kedua yaitu akses panganmenggunakan persentase pendudukyang hidup dibawah garis kemiskinanpada tahun 2011. Kriteria garis kemis-kinan yang digunakan adalah kriteriadari Badan Koordinasi Keluarga Beren-cana Nasional (BKKBN). Indikatorketiga yaitu pemanfaatan bahanpangan. Pemanfaatan bahan pangan

    yang digunakan di FSVA adalah jarak

  • 8/17/2019 Clustering Area Rawan Pangan Serang

    3/9

     Vol. 4, 2015 Penerapan Consensus Clustering 21

    wilayah terhadap fasilitas kesehatan(Puskesmas/ rumah sakit) terdekat.Karena jarak terhadap fasilitas ke-sehatan relatif seragam diwilayah KotaSerang, indikator pemanfaatan bahanpangan menggunakan pendekatan lainyaitu rasio petugas pelayanan ke-sehatan terhadap jumlah pendudukpada tahun 2012. Terakhir, indikatorketahanan pangan transien mengguna-kan data bencana alam yang terjadi diKota Serang selama periode 2008-2011.

    Data indikator ketahanan panganberkelanjutan dan transien yang di-peroleh kemudian dianalisis komponen

    utama ( principal component ) untukmendapatkan bobot dari tiap indikatoryang digunakan. Penjumlahan daribobot dikalikan dengan skor indikatorakan diperoleh indeks ketahananpangan. Disisi lain, indikator ketahananpangan berkelanjutan dan transien jugadianalisis cluster   untuk mendapatkankluster-kluter kecamatan yang mem-punyai derajat ketahanan pangan yangmirip. Kedua langkah ini sama denganlangkah yang dilakukan pada FSVA.

    Langkah terakhir adalah validasianalisis cluster   yang diperoleh. Validasianalisis cluster tidak dilakukan padaFSVA, padahal validasi ini sangatdiperlukan untuk mendapatkan jumlahkluster yang stabil. Metode validasipada analisis cluster menggunakananalisis consensus clustering dimanapermutasi diterapkan pada data danhasilnya diplotkan dalam consensusmatrix (heatmap). Heatmap yang

    dihasilkan memperlihatkan jumlahkluster yang paling stabil.

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Hasil

    Ketersediaan bahan pangan

    Ketersediaan bahan pangan di KotaSerang diukur menggunakan rataanproduksi bersih serealia selama 3 tahun(2008-2010) yaitu padi, jagung, ubi kayudan ubi jalar. Khusus untuk ubi kayudan ubi jalar digunakan faktor konversi3 (DKP et al. 2009). Nilai ini adalah nilai

    bersih ketersediaan serealia di tiapkecamatan. Disisi lain, konsumsi nor-matif serealia/ hari/ kapita tiapkecamatan dapat diperoleh denganmengalikan jumlah penduduk dengan

    0.3, yaitu konsumsi normatif per orang/hari.

    Indeks ketersediaan bahan pangandiperoleh dengan merasiokan konsumsinormatif tiap kecamatan dengan keter-sediaan bersih serealia (DKP et al. 2009). Indeks yang diperoleh me-nunjukkan kondisi pangan di tiapkecamantan. Rasio lebih besar dari satumenunjukkan kekurangan bahan pa-ngan, sedangkan rasio kurang dari satuberarti kelebihan pangan (Tabel 1).Tabel 1 menunjukkan bahwa hanyaKecamatan Kasemen yang berada padakondisi kelebihan (surplus) pangan.Kondisi kekurangan (defisit) panganterparah dialami oleh KecamatanSerang dengan indeks ketersediaanpangannya mencapai 18, artinyakebutuhan nyata serealia di KecamatanSerang adalah 18 kali lebih besar daripasokan serealia saat ini.

    Tabel 1. Indeks ketersediaan bahan pangan kota serang

    KecamatanKetersediaan

    SereliaJumlah

    PendudukKonsumsiNormatif

    IndeksKetersediaan

    Curug 9.957 41.095 12.328,50 1,24Walantaka 16.229 64.749 19.424,70 1,20Cipocok Jaya 6.458 68.298 20.489,40 3,17Serang 2.960 180.055 54.016,50 18,25Taktakan 7.058 67.472 20.241,60 2,87Kasemen 38.328 76.241 22.872,30 0,60

    Sumber: BPS (2009, 2010, dan 2011), data diolah

  • 8/17/2019 Clustering Area Rawan Pangan Serang

    4/9

    22  BUDIAJI JIPP

    Akses Bahan Pangan

     Akses bahan pangan tiapkecamatan di Kota Serang meng-gunakan persentase penduduk yang

    berada dibawah garis kemiskinan (DKPet al., 2009). Indikator kemiskinan yang

    digunakan adalah indikator dari BKKBNdimana keluarga pra sejahtera adalahkeluarga sangat miskin dan keluargasejahtera I sebagai keluarga miskin.Karena keluarga miskin (sejahtera I)adalah keluarga yang sudah dapatmemenuhi kebutuhan dasarnya akanpangan (Cahyat, 2004), indeks aksesbahan pangan menggunakan per-sentase penduduk pra sejahtera ditiap

    kecamatan (Tabel 2).Indeks akses bahan pangan yang

    diperoleh menunjukkan derajat kemam-puan tiap kecamatan untuk mem-peroleh bahan pangan. Indeks (per-sentase) tinggi menunjukkan kesulitanakses pangan, sedangkan indeks yangrendah berarti mudah mengaksespangan. Tabel 2 memperlihatkan bahwaKecamatan Kasemen mempunyaitingkat kesulitan paling tinggi dalammengakses bahan pangan yaitu 30,artinya dari 100 keluarga di KecamatanKasemen, 30 diantarnya mengalamikesulitan dalam mengakses bahanpangan.

    Pemanfaatan Bahan PanganIndikator pemanfaatan bahan

    pangan dapat menggunakan per-sentase wilayah-wilayah yang berjaraklebih dari 5 km dari fasilitas kesehatan

    (puskesmas/ rumah sakit) (DKP et al. 2009). Karena jarak terhadap fasilitaskesehatan relatif seragam diwilayahKota Serang, indikator pemanfaatanbahan pangan menggunakan pen-dekatan lain yaitu rasio pendudukterhadap fasilitas kesehatan (Tabel 3).

    Rasio penduduk terhadap fasilitaskesehatan menunjukkan kemampuanfasilitas kesehatan dalam melayanikebutuhan penduduk akan kesehatan.Kondisi kesehatan masing-masingindividu mempengaruhi pemanfaatanpangan rumah tangga. Tabel 3 mem-perlihatkan bahwa Kecamatan Serangmempunyai rasio paling tinggi di-

    bandingkan dengan kecamatan yanglain dan hampir tiga kali lipat darikecamatan yang mempunyai rasiopaling kecil, Kecamatan Kasemen. Halini menunjukkan bahwa derajat keta-hanan pangan Kecamatan Kasementiga kali lebih baik dari pada KecamatanSerang.

    Ketahanan Pangan Transien/Sementara

    Indikator ketahanan pangan se-mentara menggunakan kejadian ben-cana alam yang terjadi di Kota Serangselama periode 2008  – 2011 (Tabel 4).Bencana alam yang digunakan adalahbajir, angin topan, dan tanah longor.Kerawananan pangan sementara dapatmempengaruihi satu atau lebih dimensidari ketersediaan, akses, maupun pe-manfaatan bahan pangan.

    Tabel 2 Indeks (persentase) rumah tangga pada akses bahan pangan

    KecamatanKeluarga Pra

    SejahteraJumlah Penduduk Indeks (Persentase)

    Curug 1.705 12.078 14,1Walantaka 1.352 19.046 7,1Cipocok Jaya 1.384 17.552 7,9Serang 5.846 43.936 13,3Taktakan 1.970 18.980 10,4Kasemen 6.425 21.258 30,2

    Sumber: BPS (2012), data diolah

  • 8/17/2019 Clustering Area Rawan Pangan Serang

    5/9

     Vol. 4, 2015 Penerapan Consensus Clustering 23

    Tabel 3 Rasio penduduk terhadap fasilitas layanan kesehatan (per 10 000penduduk)

    Kecamatan Rasio

    Curug 1,6118

    Walantaka 1,3854Cipocok Jaya 1,2850Serang 3,0969Taktakan 2,7686Kasemen 1,1436

    Sumber: BPS (2013a, 2013b, 2013c, 2013d, 2013e, 2013f)

    Tabel 4 menunjukkan kejadianbencana alam yang terjadi di KotaSerang. Kecamatan Curug dan CipocokJaya mempunyai total kejadian bencana

    alam yang paling tinggi, sedangkanKecamatan Kasemen belum pernahmengalami musibah bencana alam. Halini memperlihatkan bahwa derajatketahanan pangan di KecamatanKasemen yang paling tinggi.

    Analisis Komponen Utama (PrincipalComponent Analysis / PCA)

    Indikator ketersediaan, akses, danpemanfaatan bahan pangan sebagaiindikator ketahanan pangan ber-kelanjutan dapat digabungkan denganindikator ketahanan pangan sementarauntuk mendapatkan derajat ketahananapangan tiap kecamatan di Kota Serang.Kontribusi masing-masing indikatorketahanan pangan tersebut dapat di-peroleh dengan menggunakan  principlecomponent analysis (PCA) (DKP et al. 2009). PCA menghasilkan kombinasilinear yang memaksimalkan ragam darivariabel/ indikator yang digunakan

    (Rencher 2002; Hardle and Simar2007).

    Sebelum menganalisis indikatorketahanan pangan dengan PCA, datadistandardisasi terlebih dahulu denganprosedur standarisasi baku (Z skor)yaitu dengan mengurangi nilai indikatordengan rataan indikator yang ber-

    sangkutan kemudian dibagi dengansimpangan baku dari indikator tersebut(Illowsky and Dean 2008). Indikator-indikator yang digunakan adalah‘unidirectional’ , semakin tinggi nilaisemakin tinggi derajat kerawananpangannnya, sehingga analsisi PCAdapat langsung diterapkan.

    Hasil PCA adalah kombinasi lineardari keempat indikator ketahananpangan dengan faktor loading -nya(Tabel 5). Tabel 5 menunjukkan bahwakomponen utama pertama (PC1)mempunyai kontribusi sebesar 47.6%dalam menjelaskan keragaman data,sedangkan komponen utama kedua

    (PC2) menerangkan 39.5% darikeragaman data. Persentase kumulatifdari kedua PC sudah cukup baik yaitu87.1%, sehingga kedua PC merupakanindikator baru bagi ketahanan pangan.

    Penggunaan dua PC pertamasebagai indikator baru membuat in-dikator ketahanan pangan menjadihanya dua variabel, yaitu PC1 dan PC2,yang tidak saling berkorelasi/ orthogonal  karena semua PC hasil dari PCA salingorthogonal (Hardle and Simar, 2007).Koefisien faktor loading   (Tabel 5) dari

    tiap indikator pada PC1 dan PC2 dapatdigunakan untuk mendapatkan skor PCuntuk tiap kecamatan di Kota Serang(Tabel 6). Skor PC kemudian digunakansebagai dasar pengelompokan padaanalsis cluster.

  • 8/17/2019 Clustering Area Rawan Pangan Serang

    6/9

    24  BUDIAJI JIPP

    Tabel 4 Kejadian bencana alam di Kota Serang

    KecamatanBanjir Angin Topan Tanah

    LongsorTotal

    KejadianPersentase terhadap

    Total Kejadian

    Curug 0 2 0 2 28,6Walantaka 0 1 0 1 14,3Cipocok Jaya 1 1 0 2 28,6Serang 0 0 1 1 14,3Taktakan 0 0 1 1 14,3Kasemen 0 0 0 0 0

    Sumber: BPS (2009, 2010, 2011, 2012)

    Tabel 5 Faktor loading  dari tiap indikator ketahanan pangan

    Ketersediaan Akses Pemanfaatan Sementara Keragaman

    PC1 0,549 -0,495 0,585 0,334 0,476PC2 -0,430 -0,501 -0,388 0,643 0,395PC3 0,518 0,544 -0,346 0,561 0,083PC4 -0,495 0,455 0,623 0,399 0,046

    .

    Tabel 6 Skor PC tiap Kecamatan di Kota Serang

    Kecamatan PC1 PC2

    Curug 0,5160 -0,2939Walantaka 0,3217 -0,2276Cipocok Jaya 1,3797 -0,9425Serang 10,8508 -8,3857Taktakan 2,1924 -1,6056Kasemen -0,3394 -0,0648

    Analisis Gerombol/ Cluster Analysis 

     Analisis cluster digunakan untukmendapatkan kecamatan-kecamatanyang mempunyai derajat ketahananpangan yang mirip. Tujuan dari analisiscluster adalah menemukan kelompokatau kluster yang homogen/ dekatdidalam kelompok (within-cluster ) danberbeda/ jauh dengan kelompok lain(between-cluster ) (Everitt and Hothorn2011; Hair Jr   et al.  2009; Izenman

    2008). Jumlah kelompok yang diperoleh

    divalidasi dengan menggunakan teknikresampling agar hasil dari analisiscluster lebih stabil  (Monti et al.  2003;Simpson et al. 2010).

    Penggunaan teknik resamplinguntuk memvalidasi hasil analisis cluster(consensus clustering ) menghasilkan 3kluster (Gambar 1). Gambar 1menunjukkan bahwa hasil 3 klustermemberikan tingkat kestabilan yangbaik diindikasikan dengan warna gelaptepat pada diagonalnya. Tiga kluster

    tersebut adalah kluster 1: Kecamatan

    Curug, Walantaka dan Kasemen;kluster 2: Kecamatan Taktakan danCipocok Jaya; kluster 3: KecamatanSerang.

    Gambar 1 Consensus Clustering  dengan Centroid  Linkage dan Jarak Euclidean

  • 8/17/2019 Clustering Area Rawan Pangan Serang

    7/9

     Vol. 4, 2015 Penerapan Consensus Clustering 25

    Tingkat Ketahanan Pangan

     Analisis cluster yang diterapkanpada data skor PC hanya memberikan jumlah kelompok dan anggota kelom-

    poknya. Tingkat ketahanan pangan daritiap kelompok tidak diketahui dengananalisis cluster ini. Dasar perhitungantingkat ketahanan pangan meng-gunakan cluster centroid dari PCpertama karena kontribusi paling besarterhadap keragaman data adalah PC1(47.6%) (DKP et al . 2009). Penggunaancluster centroid   menghasilkan klusteryang paling tahan pangan berturut-turutadalah kluster 1, 2, dan 3 (Tabel 7).Kecamatan Serang sebagai satu-

    satunya anggota kluster 3 merupakankecamatan yang paling rawan pangan.Peta ketahanan pangan Kota Serangdapat digambarkan secara geografisseperti pada Gambar 2.

    Tabel 7 Cluster Centroid   dari TiapKelompok

    Kelompok Kluster 1 Kluster 2 Kluster 3

    Centroid 0,166 1,786 10,851

    Gambar  2 Peta Ketahanan PanganKota Serang

    Pembahasan

    Konsep ketahanan pangan tidakdapat lepas dari konsep trilogiketahanan pangan (Simatupang 2007).Trilogi ketahanan pangan tersebutadalah ketersediaan, akses, danpemanfaatan bahan pangan. Hubunganketiganya saling berkaitan. Keter-

    sediaan bahan pangan yang baik tetapi

    masyarakat tidak dapat mengaksesnya,misalnya, maka kondisi ini dapat men-ciptakan kerawanan pangan. Disisi lain, jika masyarakat punya kemampuanuntuk mengakses dan memanfaatkanbahan pangan dengan baik tetapi tidakada bahan pangan yang tersedia, makakerawanan pangan juga terjadi. Dengandemikian, konsep trilogi ketahananpangan harus mempunyai ketiga kom-ponen tersebut yaitu ketersediaan,akses, dan pemanfaatan bahan pangan.

    Indeks ketersediaan bahan pangandi Kota Serang yang diukur denganmenggunakan pendekatan konsumsinormatif serealia/ hari/ kapita per orang

    tiap kecamatan diperoleh bahwa Keca-matan Kasemen mengalami kelebihanpersediaan bahan pangan. KecamatanKasemen pada kondisi ini dapat meng-gunakan kelebihan pangan yang dimilikiuntuk mendukung persediaan bahanpangan kecamatan lain. Disisi lain,dengan kondisi kekurangan panganterparah adalah Kecamatan Serangyaitu kekurangan 18 kali daripersediaan sekarang, diperlukan kebi- jakan bahan pangan impor dari daerah

    lain (Peljor and Minot, 2010) untukmenjaga ketersediaan bahan pangan.

    Indeks akses bahan pangan di KotaSerang menunjukkan kemampuan ma-syarakat dalam mendapatkan bahanpangan. Bahan pangan yang dida-patkan adalah sebanding dengan dayabeli masyarakat yang ditentukan olehpenghidupan untuk memenuhi kebu-tuhan dasar (DKP et al . 2009). Peng-gunaan keluarga pra sejahtera sebagai

    indikator akses bahan pangan meng-hasilkan Kecamatan Kasemen sebagaikecamatan dengan keadaan masya-rakat yang mengalami kesulitan (4 kalilebih sulit dari kecamatan paling mudah)dalam mengakses bahan pangan.Potensi Kecamatan Kasemen adalahlebih dari 50% buah-buahan yangdihasilkan adalah buah pisang (BPS2013e) sehingga peningkatan pen-dapatan rumah tangga dapatberorientasi pada pemanfaatan potensi

  • 8/17/2019 Clustering Area Rawan Pangan Serang

    8/9

    26  BUDIAJI JIPP

    ini misalnya dengan pelatihan-pelatihanuntuk memberikan nilai tambahnya.

    Pemanfaatan bahan pangan ter-gantung pada beberapa faktor, salah

    satunya adalah kondisi kesehatanmasing-masing individu dan kurangnyaakses ke fasilitas kesehatan (DKP et al .2009). Indikator pemanfaatan bahanpangan di Kota Serang diukur denganmenggunakan rasio penduduk terhadapfasilitas kesehatan. Kecamatan Serangmempunyai rasio yang paling tinggi,artinya tingkat kesehatan masyarakat-nya mempunyai resiko yang palingtinggi terabaikan dibandingkan dengankecamatan lain. Penambahan fasilitas

    kesehatan akan meningkatkan derajatkesehatan individu di KecamatanSerang yang akan menaikkan derajatpemanfaatan bahan pangannya.

    Disamping trilogi ketahanan pa-ngan, ketahanan pangan sementara juga berpengaruh pada ketahananpangan wilayah. Ketahanan pangansementara dapat dibagi dua yaitu siklusseperti musim paceklik dan mendadakseperti bencana alam (DKP et al . 2009).Indikator ketahanan pangan di KotaSerang menunjukkan bahwa hanyaKecamatan Kasemen yang berada padaposisi aman karena tidak pernah terjadibencana alam. Dalam hal bencana alambanjir dan tanah longsor, metodepenanggulangan seperti teknik kon-servasi air dan tanah (Paimin et al .2009) dapat dikenalkan pada masya-rakat agar dapat mencegah bencanaalam ini.

    Penggabungan indikator-indikator

    ketahanan pangan menghasilkan tigakluster kecamatan berdasarkan derajatketahanan pangannya. Kluster pertamadiisi oleh Kecamatan Kasemen, Walan-taka, dan Curug yang berada padakondisi tahan pangan. Kluster keduaadalah Kecamatan Taktakan danCipocok Jaya. Kedua kecamatan iniadalah kecamatan dengan derajatketahanan pangan sedang. Klusterterakhir hanya ada Kecamatan Serangyang berada pada kondisi rawan

    pangan. Indikator yang menonjol pada

    kluster ini adalah nilai akses danpemanfaatan bahan pangan yang tinggi.Hal ini menunjukkan bahwa kebijakanimpor bahan pangan dari wilayah laindan penambahan fasilitas kesehatan diKecamatan Serang sangat diperlukan.

    SIMPULAN 

    Ketahanan pangan di Kota Serangyang diperoleh dengan teknik  principlecomponent analysis  (PCA) pada indi-

    kator trilogi ketahananan pangan ber-kelanjutan dan transien dan analisisconsensus clustering  adalah tiga klusterkecamatan. Kecamatan yang palingtahan pangan adalah KecamatanKasemen, Walantaka, dan Curugsebagai kluster pertama. Kecamatanyang memiliki tingkat ketahanan pangansedang sebagai kluster kedua adalahKecamatan Cipocok Jaya dan Tak-takan. Kluster ketiga adalah kecamatanrawan pangan yaitu Kecamatan Serang.

    DAFTAR PUSTAKA 

    BPS [Badan Pusat Statistik]. 2009. KotaSerang Dalam Angka.

    BPS [Badan Pusat Statistik]. 2010. KotaSerang Dalam Angka.

    BPS [Badan Pusat Statistik]. 2011. KotaSerang Dalam Angka.

    BPS [Badan Pusat Statistik]. 2012. KotaSerang Dalam Angka.

    BPS [Badan Pusat Statistik]. 2013a.Statistik Daerah Kecamatan Curug .

    BPS [Badan Pusat Statistik]. 2013a.

    Statistik Daerah KecamatanWalantaka.BPS [Badan Pusat Statistik]. 2013b.

    Statistik Daerah KecamatanCipocok Jaya.

    BPS [Badan Pusat Statistik]. 2013c.Statistik Daerah KecamatanSerang .

    BPS [Badan Pusat Statistik]. 2013d.Statistik Daerah KecamatanTaktakan.

  • 8/17/2019 Clustering Area Rawan Pangan Serang

    9/9

     Vol. 4, 2015 Penerapan Consensus Clustering 27

    BPS [Badan Pusat Statistik]. 2013e.Statistik Daerah KecamatanKasemen.

    Cahyat A. 2004. BagaimanaKemiskinan diukur? BeberapaModel Perhitungan Kemiskinan diIndonesia. Governance BriefNovember 2004 Number 2 pp 1  – 8

    DKP [Dewan Ketahanan Pangan],Deptan [Departemen Pertanian] RI,dan WFP [World Food Program].2009. Peta Ketahanan Pangan danKerentanan Pangan Indonesia.

    Everitt B and T Horthorn. 2011.  AnIntroduction to Applied Multivariate Analysis with R . Springer: New

    York.Hair Jr, JF, WC Black, BJ Babin, andRE Anderson. 2009. MultivariateData Analysis. Prentince Hall: NewJersey

    Hardle W and Simar L. 2007.  AppliedMultivariate Statistical Analysis.Springer-Verlag: Berlin.

    Illowsky B and S Dean. 2008.Collaborative Statistics. Rice

    University: TexasIzenman AJ. 2008. Modern Multivariate

    Statistical Techniques. Springer:New York.

    Monti S, P Tamayo, J Mesirov, and TGolub. 2003. ConsensusClustering: A Resampling-BasedMethod for Class Discovery andVisualization of Gene ExpressionMicroarray Data. Machine Learning  

    Vol. 52, pp 91  – 118Paimin, Sukresno, dan IB Pramono.

    2009. Teknik Mitigasi Banjir danTanah Longsor . TropenbosInternasional IndonesiaProgramme: Bogor

    Peljor N, and N Minot. 2010. Foodsecurity and food self-sufficiency inBhutan. International Food Policyand Research Institute:

    Washington.Rencher Alvin C. 2002. Methods ofMultivariate Statistics. John Wileyand Sons: Canada

    Simatupang P. 2007. Analisis KritisTerhadap Paradigma dan KerangkaDasar Kebijakan KetahananPangan Nasional. Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol. 25 No.1 Hal: 1  – 18

    Simpson TI, JD Amstrong and APJarman. 2010. Merged Consensus

    Clustering to Assess and ImproveClass Discovery with MicroarrayData. BMC Bioinformatics  201011:590.