coba

34
Proses Pembuatan Gerabah Kerajinan Tangan Khas Pulau Lombok Banyak orang yang pintar berkarya dan dari hasil karya tersebut mereka bisa melanjutkan hidup mereka walau tidak jarang dari mereka meraih sukses dari karya tersebut, sebagai ontoh kerajinan tangan. Kerajinan tangan mempunyai keunikan tersendiri, jadi tidak heran apabila terkadang kerajinan tangan lebih mahal bahkan sangat mahal. Di pulau Lombok populer dengan kerajinan tangan gerabah, tenun, ukir-ukiran kayu maupun batu, mas dan mutiara. Banyak desa yang menghasilkan kerajinan tangan hingga turun temurun seperti desa banyumulek yang terkenal dengan desa gerabah, desa sukarare yang terkenal dengan tradisional tenunnya, dan desa Labuapi yang terkenal dengan ukir-ukirannya. Sejarah Gerabah Barang-barang tembikar yang lebih dikenal dengan nama “ Gerabah” menjadi salah satu bentuk buah karya dan sekaligus tradisi nenek moyang turun-temurun yang pernah ada dan sampai sekarang masih dipertahankan sebagai suatu keahlian penduduk setempat yang telah diakui dunia. Dulu gerabah biasa digunakan untuk menyimpan beras, garam dan bumbu-bumbuan disamping digunakan untuk tujuan memasak. Pembuatan gerabah merupakan pekerjaan ibu dan anak perempuan , sebaliknya menjual dan membawa ke pasar adalah tugas ayah dan anak lelaki. Namun seiring kemajuan zaman yang begitu cepat dimana sebagain besar ayah dan anak laki-laki ambil bagian dalam pembuatan gerabah bekerja bersama-sama untuk memperoleh hasil yang maksimal dan kualitas yang bagus. Membuat sebuah pot sederhana saja tidak semudah orang-orang pikirkan karena membutuhkan proses berliku dan lama, sebagai informasi, kami ketengahkan cara-cara pembuatan gerabah ini sebagai berikut: 1. Proses Pencarian tanah liat Butuh inspeksi yang teliti untuk mendapatkan tanah liat terbaik yang sesuai dengan kualitas standart. Tanah liat yang bagus tidak harus berasal dari desa penghasil gerabah namun berasal dari desa

Upload: justinal-algojo

Post on 06-Aug-2015

239 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

MATA KULIAH, SD, KELAS 7

TRANSCRIPT

Page 1: COBA

Proses Pembuatan Gerabah Kerajinan Tangan Khas Pulau LombokBanyak orang yang pintar berkarya dan dari hasil karya tersebut mereka bisa melanjutkan hidup mereka walau tidak jarang dari mereka meraih sukses dari karya tersebut, sebagai ontoh kerajinan tangan. Kerajinan tangan mempunyai keunikan tersendiri, jadi tidak heran apabila terkadang kerajinan tangan lebih mahal bahkan sangat mahal. Di pulau Lombok populer dengan kerajinan tangan gerabah, tenun, ukir-ukiran kayu maupun batu, mas dan mutiara. Banyak desa yang menghasilkan kerajinan tangan hingga turun temurun seperti desa banyumulek yang terkenal dengan desa gerabah, desa sukarare yang terkenal dengan tradisional tenunnya, dan desa Labuapi yang terkenal dengan ukir-ukirannya.

Sejarah GerabahBarang-barang tembikar yang lebih dikenal dengan nama “ Gerabah” menjadi salah satu bentuk buah karya dan sekaligus tradisi nenek moyang turun-temurun yang pernah ada dan sampai sekarang masih dipertahankan sebagai suatu keahlian penduduk setempat yang telah diakui dunia. Dulu gerabah biasa digunakan untuk menyimpan beras, garam dan bumbu-bumbuan disamping digunakan untuk tujuan memasak.

Pembuatan gerabah merupakan pekerjaan ibu dan anak perempuan , sebaliknya menjual dan membawa ke pasar adalah tugas ayah dan anak lelaki. Namun seiring kemajuan zaman yang begitu cepat dimana sebagain besar ayah dan anak laki-laki ambil bagian dalam pembuatan gerabah bekerja bersama-sama untuk memperoleh hasil yang maksimal dan kualitas yang bagus.

Membuat sebuah pot sederhana saja tidak semudah orang-orang pikirkan karena membutuhkan proses berliku dan lama, sebagai informasi, kami ketengahkan cara-cara pembuatan gerabah ini sebagai berikut:

1. Proses Pencarian tanah liatButuh inspeksi yang teliti untuk mendapatkan tanah liat terbaik yang sesuai dengan kualitas standart. Tanah liat yang bagus tidak harus berasal dari desa penghasil gerabah namun berasal dari desa terdekat. Tanah liat tidak serta merta langsung digunakan tapi butuh ketelitian yang mendalam dan memastikan kalau tanah liat tidak bercampur batu-batu kecil dan kotoran.

2. Proses PengeringanSetelah inspeksi, tanah liat dipotong-potong seperti kubus dan dijemur di bawah sinar matahari, butuh sekitar 3 atau 4 hari. Bila potongan kubus-kubus tersebut sudah kering, kemudian ditumbuk jadi seperti adonan tepung yang lembut dan disimpan sebelum digunakan sebagai adonan. Yang paling menarik untuk disaksikan tidak ada alat-alat modern yang mendukung dalam pembuatan gerabah, tapi lapisa-lapisan tanah liat terus ditambahkan dari jumlah adonan asli sementara para pengrajin gerabah memutar benda/alat yang digunakan sampai terbentuk benda yang diinginkan, kendati bentuknya seperti sudah jadi namun sebenarnya belum selesai, lalu ada juga pengrajin yang ditugaskan khusus untuk mendekorasi

Page 2: COBA

setelah itu benda/pot yang dimaksudkan dibiarkan kering di tempat yang tidak terlalu banyak kena sinar matahari.

3. Proses Mempernis dengan minyak kelapaBenda/pot yang sudah dipernis adalah kombinasi minyak kelapa dan dibiarkan kering sebelum di kerik/digosok dengan batu hitam atau alat-alat tradisisonal lainnya karena itu permukaannya kelihatan mengkilat dan lagi dikeringkan diterik sinar matahari dan itu butuh satu hari bahkan juga digosok halus di pertengahan siang hari untuk menambah kilauannya.

4. Proses PembakaranBenda/pot siap untuk dibakar and dikumpulkan kedalam oven terbuka yang ditutupi jerami padi yang dibakar selama lebih dari 4 jam dan temperature produksinya sekitar 400 sampai 800 derajat Celsius

5. Proses PewarnaanPekerjaan terakhir adalah memilih warna yang tepat , bila warna merah tua yang dikehendaki dilapisi dengan sari biji asam dan bila warna merah jentik yang dikehendaki, cukup jentikkan dengan sekam.

Sejak pelatihan dilaksakan secara intensif, dengan sendirinya para pengarjin gerabah lebih kreatif dalam membuat pola, bentuk serta motif yang diinginkan, jadi mereka telah siap berkompetisi memberikan hasil karya terbaik dengan kualitas hebat di pasar bisnis dunia.

Ada 3 desa penghasil gerabah yang terkenal di Lombok, sebut saja Banyumulek di Lombok Barat, Penujak di Lombok Tengah dan Penakak di Lombok Timur, masing-masing memiliki keunikan serta ciri khas tersendiri.

Page 3: COBA

Proses Pembuatan KeramikPosted on September 26, 2008 by mazgun

Membuat keramik memerlukan teknik-teknik yang khusus dan unik. Hal ini berkaitan dengan sifat tanah liat yang plastis dimana diperlukan ketrampilan tertentu dalam pengolahan maupun

penanganannya. Membuat keramik berbeda dengan membuat kerajinan kayu, logam, maupun yang lainnya. Proses membuat keramik adalah rangkaian proses yang panjang yang didalamnya terdapat tahapan-tahapan kritis. Kritis, karena tahapan ini paling beresiko terhadap kegagalan. Tahapan proses dalam membuat keramik saling berkaitan antara satu dengan lainnya. Proses awal yang dikerjakan dengan baik, akan menghasilkan produk yang baik juga. Demikian sebaliknya, kesalahan di tahapan awal proses akan mengasilkan produk yang kurang baik juga.

Tahap-tahap membuat keramik

Ada beberapa tahapan proses yang harus dilakukan untuk membuat suatu produk keramik, yaitu:

Page 4: COBA

1. Pengolahan bahan

Tujuan pengolahan bahan ini adalah untuk mengolah bahan baku dari berbagai material yang belum siap pakai menjadi badan keramik plastis yang telah siap pakai. Pengolahan bahan dapat dilakukan dengan metode basah maupun kering, dengan cara manual ataupun masinal. Didalam pengolahan bahan ini ada proses-proses tertentu yang harus dilakukan antara lain pengurangan ukuran butir, penyaringan, pencampuran, pengadukan (mixing), dan pengurangan kadar air. Pengurangan ukuran butir dapat dilakukan dengan penumbukan atau penggilingan dengan ballmill. Penyaringan dimaksudkan untuk memisahkan material dengan ukuran yang tidak seragam. Ukuran butir biasanya menggunakan ukuran mesh. Ukuran yang lazim digunakan adalah 60 – 100 mesh.

Pencampuran dan pengadukan bertujuan untuk mendapatkan campuran bahan yang homogen/seragam. Pengadukan dapat dilakukan dengan cara manual maupun masinal dengan blunger maupun mixer.

Pengurangan kadar air dilakukan pada proses basah, dimana hasil campuran bahan yang berwujud lumpur dilakukan proses lanjutan, yaitu pengentalan untuk mengurangi jumlah air yang terkandung sehingga menjadi badan keramik plastis. Proses ini dapat dilakukan dengan diangin-anginkan diatas meja gips atau dilakukan dengan alat filterpress.

Tahap terakhir adalah pengulian. Pengulian dimaksudkan untuk menghomogenkan massa badan tanah liat dan membebaskan gelembung-gelembung udara yang mungkin terjebak. Massa badan keramik yang telah diuli, disimpan dalam wadah tertutup, kemudian diperam agar didapatkan keplastisan yang maksimal.

2. Pembentukan

Tahap pembentukan adalah tahap mengubah bongkahan badan tanah liat plastis menjadi benda-benda yang dikehendaki. Ada tiga keteknikan utama dalam membentuk benda keramik: pembentukan tangan langsung (handbuilding), teknik putar (throwing), dan teknik cetak (casting).Pembetukan tangan langsungDalam membuat keramik dengan teknik pembentukan tangan langsung, ada beberapa metode yang dikenal selama ini: teknik pijit (pinching), teknik pilin (coiling), dan teknik lempeng (slabbing).

Page 5: COBA

Pembentukan dengan teknik putar

Pembentukan dengan teknik putar adalah keteknikan yang paling mendasar dan merupakan kekhasan dalam kerajinan keramik. Karena kekhasannya tersebut, sehingga keteknikan ini menjadi semacam icon dalam bidang keramik. Dibandingkan dengan keteknikan yang lain, teknik ini mempunyai tingkat kesulitan yang paling tinggi. Seseorang tidak begitu saja langsung bisa membuat benda keramik begitu mencobanya. Diperlukan waktu yang tidak sebentar untuk melatih jari-jari agar terbentuk ’feeling’ dalam membentuk sebuah benda keramik. Keramik dibentuk diatas sebuah meja dengan kepala putaran yang berputar. Benda yang dapat dibuat dengan keteknikan ini adalah benda-benda yang berbentuk dasar silinder: misalnya piring, mangkok, vas, guci dan lain-lain. Alat utama yang digunakan adalah alat putar (meja putar). Meja putar dapat berupa alat putar manual mapupun alat putar masinal yang digerakkan dengan listrik.

Secara singkat tahap-tahap pembentukan dalam teknik putar adalah: centering (pemusatan), coning (pengerucutan), forming (pembentukan), rising (membuat ketinggian benda), refining the contour (merapikan).

Pembentukan dengan teknik cetak

Dalam keteknikan ini, produk keramik tidak dibentuk secara langsung dengan tangan; tetapi menggunakan bantuan cetakan/mold yang dibuat dari gipsum. Teknik cetak dapat dilakukan dengan 2 cara: cetak padat dan cetak tuang (slip). Pada teknik cetak padat bahan baku yang digunakan adalah badan tanah liat plastis sedangkan pada teknik cetak tuang bahan yang digunakan berupa badan tanah liat slip/lumpur. Keunggulan dari teknik cetak ini adalah benda yang diproduksi mempunyai bentuk dan ukuran yang sama persis. Berbeda dengan teknik putar atau pembentukan langsung,

3. PengeringanSetelah benda keramik selesai dibentuk, maka tahap selanjutnya adalah pengeringan. Tujuan utama dari tahap ini adalah untuk menghilangkan air plastis yang terikat pada badan keramik. Ketika badan keramik plastis dikeringkan akan terjadi 3 proses penting: (1) Air pada lapisan antarpartikel lempung mendifusi ke permukaan, menguap, sampai akhirnya partikel-partikel saling bersentuhan dan penyusutan berhenti; (2) Air dalam pori hilang tanpa terjadi susut; dan (3) air yang terserap pada permukaan partikel hilang. Tahap-tahap ini menerangkan mengapa harus dilakukan proses pengeringan secara lambat untuk menghindari retak/cracking terlebih pada tahap 1 (Norton, 1975/1976). Proses yang terlalu cepat akan mengakibatkan keretakkan

Page 6: COBA

dikarenakan hilangnya air secara tiba-tiba tanpa diimbangi penataan partikel tanah liat secara sempurna, yang mengakibatkan penyusutan mendadak.

Untuk menghindari pengeringan yang terlalu cepat, pada tahap awal benda keramik diangin-anginkan pada suhu kamar. Setelah tidak terjadi penyusutan, pengeringan dengan sinar matahari langsung atau mesin pengering dapat dilakukan.

4. PembakaranPembakaran merupakan inti dari pembuatan keramik dimana proses ini mengubah massa yang rapuh menjadi massa yang padat, keras, dan kuat. Pembakaran dilakukan dalam sebuah tungku/furnace suhu tinggi. Ada beberapa parameter yang mempengaruhi hasil pembakaran: suhu sintering/matang, atmosfer tungku dan tentu saja mineral yang terlibat (Magetti, 1982). Selama pembakaran, badan keramik mengalami beberapa reaksi-reaksi penting, hilang/muncul fase-fase mineral, dan hilang berat (weight loss). Secara umum tahap-tahap pembakaran maupun kondisi api furnace dapat dirinci dalam tabel.

Pembakaran biscuitPembakaran biskuit merupakan tahap yang sangat penting karena melalui pembakaran ini suatu benda dapat disebut sebagai keramik. Biskuit (bisque) merupakan suatu istilah untuk menyebut benda keramik yang telah dibakar pada kisaran suhu 700 – 1000oC. Pembakaran biskuit sudah cukup membuat suatu benda menjadi kuat, keras, kedap air. Untuk benda-benda keramik berglasir, pembakaran biskuit merupakan tahap awal agar benda yang akan diglasir cukup kuat dan mampu menyerap glasir secara optimal.

5.PengglasiranPengglasiran merupakan tahap yang dilakukan sebelum dilakukan pembakaran glasir. Benda keramik biskuit dilapisi glasir dengan cara dicelup, dituang, disemprot, atau dikuas. Untuk benda-benda kecil-sedang pelapisan glasir dilakukan dengan cara dicelup dan dituang; untuk benda-benda yang besar pelapisan dilakukan dengan penyemprotan. Fungsi glasir pada produk keramik adalah untuk menambah keindahan, supaya lebih kedap air, dan menambahkan efek-efek tertentu sesuai keinginan.

Kesemua proses dalam pembuatan keramik akan menentukan produk yang dihasilkan. Oleh karena itu kecermatan dalam melakukan tahapan demi tahapan sangat diperlukan untuk menghasilkan produk yang memuaskan.

Di bawah ini kami mencantumkan sumber tulisan. Bagi yang berminat belajar tentang proses pembuatan keramik, silakan kunjungi link di bawah ini…

Sumber: http://www.studiokeramik.org

Page 7: COBA

Proses pembuatan Gerabah

Proses pembuatan gerabah pada dasarnya memiliki tahapan yang sama untuk setiap kriyawan. Demikian juga halnya dengan proses pembuatan gerabah yang dipasarkan di Bali, yang membedakan adalah perbedaan alat yang dipakai dalam proses pengolahan bahan dan proses pembentukan /perwujudan. Perbedaan alat merupakan salah satu faktor penyebab perbedaan kualitas akhir yang dicapai oleh masing-masing kriyawan. Misalnya dalam proses pembentukan badan gerabah dengan teknik putar, ada kriyawan yang menggunakan alat tradisional dengan tenaga gerak kaki atau tangan, sementara kriyawan yang sudah lebih maju ada menggunakan alat putar dengan tenaga listrik (electrick wheel). Kelebihan alat yang kedua dibandingkan yang pertama adalah lebih stabil dalam pengoperasiannya serta lebih efesien dalam waktu dan tenaga. Perbedaan alat tersebut dapat dilihat pada contoh berikut.

Tahapan proses pembuatan gerabah :

1. a. Tahap persiapan

Dalam tahapan ini yang dilakukan kriyawan adalah :

1). Mempersiapkan bahan baku tanah liat (clay) dan menjemur

2). Mempersiapkan bahan campurannya

3). Mempersiapkan alat pengolahan bahan.

1. b. Tahap pengolahan bahan.

Pada tahapan ini bahan diolah sesuai dengan alat pengolahan bahan yang dimiliki kriyawan. Alat pengolahan bahan yang dimiliki masing-masing kriyawan gerabah dewasa ini banyak yang sudah mengalami kemajuan jika dilihat dari perkembangan teknologi yang menyertainya.

Page 8: COBA

Walaupun masih banyak kriyawan gerabah yang masih bertahan dengan peralatan tradisi dengan berbagai pertimbangan dianggap masih efektif. Pengolahan bahan ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pengolahan bahan secara kering dan basah. Pada umumnya pengolahan bahan gerabah yang diterapkan kriyawan gerabah tradisional di Indonesia adalah pengolahan bahan secara kering. Teknik ini dianggap lebih efektif dibandingkan dengan pengolahan bahan secara basah, karena waktu, tenaga dan biaya yang diperlukan lebih lebih sedikit. Sedangkan pengolahan bahan dengan teknik basah biasanya dilakukan oleh kriyawan yang telah memiliki peralatan yang lebih maju. Karena pengolahan secara basah ini akan lebih banyak memerlukan peralatan dibandingkan dengan pengolahan secara kering. Misalnya : bak perendam tanah, alat pengaduk (mixer), alat penyerap air dan lain-lain.

Teknik Pembuatan Gerabah

1. Teknik lempeng (slabing)Teknik lempeng atau slabing merupakan teknik yang digunakan untuk membuat benda gerabah berbentuk kubistis atau kubus dengan permukaan yang rata. Teknik ini diawali dengan pembuatan lempengan tanah liat dengan menggunakan rol kayu penggilas. Setelah menjadi lempengan dengan ketebalan yang sama, kamu dapat memotong dengan pisau atau kawat sesuai dengan ukuran yang akan diinginkan. Selanjutnya, kamu dapat membuat menjadi bentuk kubus atau persegi. Kemudian tahap akhir diberi hiasan dengan cara ditoreh pada saat tanah setengah kering.2. Teknik pijat (pinching)Teknik pijat atau pinching merupakan teknik membuat keramik dengan cara memijat tanah liat langsung menggunakan tangan. Tujuan dari penggunaan teknik ini adalah agar tanah liat lebih padat dan tidakmudah mengelupas sehingga hasilnya akan menjadi tahan lama. Proses pijat dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :a. Ambil segumpal tanah liat plastisb. Tanah liat tersebut diulet – ulet dan dipijit – pijit dengan ibu jari sambil dibentuk sesuai dengan bentuk benda yang diinginkan.c. Haluskan menggunakan kuas atau pun kain halus.

3. Teknik pilin (coiling)Teknik pilin atau coiling adalah cara membentuk tanah liat dengan bentuk dasar tanah liat yang dipilin atau dibentuk seperti tali. Cara melakukan teknik ini adalah segumpal tanah liat dibentuk pilinan dengan kedua belah telapak tangan. Ukuran tiap pilinan disesuaikan dengan kebutuhan. Kemudian, pilinan tanah liat disusun secara melingkar sehingga menjadi bentuk yang diinginkan. Jangan lupa setiap susunan ditekan dan tambahkan air supaya menempel.

4. Teknik putar (throwing)Untuk membuat gerabah dengan teknik putar atau throwing, kamu memerlukan alat bantu berupa subang pelarik atau alat putar elektrik. Cara melakukan teknik ini adalah dengan mengambil segumpal tanah liat yang plastis dan lumat. Setelah itu, taruhlah tanah liat di atas meja putar tepat dib again tengah – tengahnya. Lalu, tekan tanah liat dengan kedua belah

Page 9: COBA

tangan sambil diputar. Bentuk tanah liat sesuai yang diinginkan. Teknik putar pada umumnya menghasilkan benda dengan bentuk bulat atau pun silindris (silinder).

5. Teknik cetak tekan (press)Teknik cetak tekan dilakukan dengan menekan tanah liat yang bentuknya disesuaikan dengan cetakan. Teknik ini dilakukan untuk mendapatkan hasil dengan waktu yang singkat atau cepat.

6. Teknik cor atau tuangTeknik cor atau tuang digunakan untuk membuat gerabah dengan menggunakan acuan alat cetak. Tanah liat yang digunakan untuk teknik ini adalah tanah liat cair. Cetakan ini biasanya terbuat dari bahan gips. Bahan gips digunakan karena gips dapat menyerap air lebih cepat sehingga tanah liat menjadi cepat kering.

Bahan Baku, Peralatan, dan Proses Pembuatan Gerabah I

Sesuai dengan pengamatan dalam penelitian ini bahwa pembuatan gerabah di Bali pada umumnya masih memanfaatkan tanah lokal yang diperoleh dari tanah pekarangan atau tanah tegalan. Tanah jenis ini adalah termasuk jenis tanah liat skunder. Tanah liat jenis skunder ini banyak mengandung oksida besi. Adapun suhu bakar untuk pembakaran gerabah dengan bahan baku dari tanah skunder ini adalah berklisar 600 oC sampai 700 oC. Warna mentah dari tanah jenis skunder ini bermacam-macam ada yang kemerah-merahan, coklat, dan abu-abu. Demikian pula sifatnya ada yang plastis dan ada agak rapuh.

Alat Pengolahan Bahan

Untuk pengolahan bahan baku gerabah sesuai pengamatan yang dilakukan pada, 25 Agustus 2009 disentra kerajinan gerabah desa Bedulu, Perangsada, dan Benoh dipergunakan beberapa peralatan tradisional, diantaranya;

Page 10: COBA

(1). Kayu penumbuk.

Kayu penumbuk yaitu sepotong kayu yang berfungsi untuk menumbuk atau menghancurkan tanah yang baru diambil dari tempat galian setelah dijemur.

(2) Ayakan.

Ayakan yaitu suatu alat terbuat dari bambu atau kawat strimin yang berfungsi mengayak tanah untuk menyaring butiran-butiran tanah yang telah ditumbuk, sehingga diperoleh butiran-butiran tanah halus secara merata.

(3) Kayu Pipih.

Kayu Pipih yaitu alat yang berfungsi sebagai alas mengulek tanah untuk membuat adonan tanah plastis.

Pembuatan Keramik : Proses Pembakaran

Tahap akhir dari pembuatan gerabah adalah proses pembakaran. Membakar benda yang terbuat dari tanah liat tidaklah mudah. Untuk melakukan kegiatan ini dibutuhkan teknik dan media yang tepat. Hal ini dilakukan pada keramik atau gerabah yang telah dibuat agar tidak mengalami keretakan atau bahkan pecah dan rusak.Pertama – tama benda gerabah yang telah selesai dibuat harus dikeringkan terlebih dulu. Hal ini dilakukan agar kandungan air pada benda tersebut menguap dan kandungan airnya rata di seluruh permukaan. Cara pengeringannya cukup sederhana yaitu cukup disimpan di atas rak terbuka dan diangin – anginkan. Setelah beberapa hari, gerabah dijemur di terik matahari hingga benar – benar kering (kering bersifat sementara karena kalau terkena air atau udara lembab tanah akan kembali lembek). Setelah kering, barulah gerabah dibakar dengan cara langsung atau menggunakan alat lain berupa tungku (oven / kiln).Pada umumnya pembakaran keramik dikenal dengan istilah bakar biscuit (untuk jenis keramik teraccota) atau bakar sederhana dan bakar glasir (untuk keramik berglasir).

Berdasarkan suhu bakarnya, gerabah / keramik digolongkan menjadi 3 macam, yaitu :1. EarthenwareYaitu jenis keranik yang memiliki suhu matang antara 900 – 1100 derajat celcius. Jenis ini memiliki daya serap 10 – 5 %.

2. StonewareYaitu keramik yang memiliki suhu matang sekitar 1200 derajat celcius. Jenis ini memiliki daya

Page 11: COBA

serap antara 2 – 5 % dan memiliki kekerasan seperti batu.

3. PorselenYaitu keramik yang memiliki suhu matang sekitar 1260 derajat celcius dan memiliki daya serap 0 – 1 %. Bahan ini banyak digunakan untuk bahan industry bangunan karena kekerasan dan kestabilannya.

Macam – macam tungku pembakaran keramik menurut bahan bakarnya :

1. Tungku dengan bahan bakar listrikTungku ini menggunakan bahan bakar listrik. Panas yang dihasilkan oleh tungku ini bisa diatur disesuaikan dengan kebutuhan benda yang dibakar.

2. Tungku dengan bahan bakar minyak tanahPada tungku bahan bakar minyak tanah biasanya terdapat selang yang menghubungkan bagian pembakaran dengan minyak tanah. Tungku ini biasanya digunakan untuk membakar keramik berjenis stoneware.

3. Tungku denganbahan bakar sekam, jerami, dan bambuTungku ini merupakan tungku tradisional yang selalu dipakai dalam pembuatan gerabah / keramik dengan mutu rendah dan dalam jumlah yang banyak. Tungku ini biasanya dibuat dengan menggali lubang terlebih dahulu, kemudian ditimbun dengan sekam, lalu dibakar. Hasil yang didapatkan kadang – kadang berwarna kehitaman atau gosong. Tungku ini banyak dipergunakan dalam pembuatan kendi, genting dengan mutu rendah, dan batu bata merah.

4. Tungku dengan bahan bakar gasTungku ini mirip dengan tungku listrik hanya bahan bakar yang digunakan menggunakan gas. Sumber panas dihasilkan dari tabung gas yang dialirkan pada logam penampang. Hasilnya sangat bagus dan tekanannya sangat tinggi. Tungku ini dapat dipakai untuk membuat geranah atau keramik mutu tinggi bahkan keramik glasir

Sumber: http://id.shvoong.com/products/appliances/2238879-pembuatan-keramik-proses-pembakaran/#ixzz1x6qJWuY8

Page 12: COBA

Definisi gerabah

Gerabah atau terracotta adalah segala macam benda yang dibuat dari tanah liat, setelah kering kemudian dibakar hingga pijar dengan suhu rendah yaitu antara 950 oC sampai 1150 oC, setelah itu didinginkan sehingga menjadi keras. Seperti keramik Plered Purwakarta, Kasongan, Keramik Pejaten, Keramik Betek Malang, Bali dan lain-lain. Gerabah atau keramik bakaran rendah pada umumnya berpori (porus), sehingga air di dalamnya dapat merembes keluar melalui pori-pori dindingnya. Sering kita jumpai kendi terbuat dari tanah liat merah setelah diisi air tampak basah bagian dinding luarnya. Gerabah termasuk dalam golongan keramik, adapun penggolongannnya dapat dibedakan sebagai berikut:

A. Keramik berdasarkan suhu bakarnya dapat dibedakan menjadi:

1. Keramik pembakaran suhu rendah. “gerabah” suhu: 950 oC - 1150 oC 2. Pembakaran suhu sedang “Stoneware” suhu: 1190 oC - 1350 oC 3. Pembakaran suhu tinggi “Porselin” suhu: 1300 oC - 1390 oC

Berikut adalah tabel perubahan material keramik yang terjadi selama proses pembakaran dalam tungku.Suhu Bakar Perubahan-perubahan fisika dan kimia massa badan tanah liat yang terjadi dalam tungku pembakaran100 oC Semua air bebas menguap, Tanah liat menjadi kering total.200 oC Semua air mekanis menguap.300 oC Bahan-bahan organik seperti humus, zat renik terbakar habis sehingga terjadi perubahan bentuk Kristal kwarsa (crystobalit) disertai pemuaian volume.400 oC Gas-gas karbon monoksida terbentuk, sehingga atmosfir dalam tungku agak berasap.500 oC - 550 oC Warna api pembakaran, merah agak gelap.550 oC - 700 oC Struktur tanah liat berubah menjadi keramik, terjadi perubahan Kristal. Warna api merah menyala. Bila menggunakan glasir, glasir akan mulai mengeras.800 oC - 900 oC Warna api pembakaran menjadi merah seperti buah cheri, pada saat ini proses “sinterring”, yaitu saling mendekatnya pertikel-partikel tanah liat sehingga struktur menjadi kokoh, tetapi belum melebur. Hampir semua karbonat dan sulfat terbakar, peristwa ini juga disebut kalsinasi atau pembakaran biskuit.900 oC - 1050 oC Warna api merah/jingga. Tanah earthenware mulai vitrivikasi.1050 oC - 1100 oC Warna api jingga terang. Bila digunakan glasir timbal mentah atau glasir frit, glasir tersebut melebur. Semua jenis tanah liat earthenware akan matang/vitrivikasi maksimal.1100 oC - 1200 oC Warna api jingga pucat mengarah ke kuning. Semua jenis tanah liat

Page 13: COBA

earthenware akan berubah bentuk dan meleleh.1200 oC - 1300 oC Warna api putih, semua jenis tanah liat sekunder seperti stoneware akan vetrivikasi.1300 oC - 1400 oC Warna api putih. Semua jenis tanah liat porselin bervitrifikasi. Tanah liat stoneware akan berubah bentuk dan mencair.Pada semua perubahan suhu, dari mulai menguapnya air bebas sampai denga proses vitrifkasi akan terjadi penyusutan volume, artinya benda akan menjadi lebih kecil setelah dibakar.

B. Keramik berdasarkan jenis tanah liat pembentuknya 1. Keramik jenis earthenware/gerabah (terrakota)

Dapat disebut juga tanah liat merah, bahan ini sangat banyak terdapat di alam. Tingkat keplastsannya cukup, sehingga mudah dibentuk, warna bakar merah coklat dan titik leburnya sekitar 1100 oC s/d 1200 oC. banyak digunakan di industry bata genteng dan gerabah kasar dan halus. Warna alaminya tidak merah terang tetapi merah karat, bila di glasir warnanya akan lebih kaya, khususnya dengan glasir timbal.

2. Keramik stoneware

Titik lebur tanah liat stoneware bias mencapai suhu 1400 oC. biasanya berwarna abu-abu, plastis, mempunyai sifat tahan api dan mempunyai ukuran butur yang tidak terlalu halus. Biasanya digunakan sebagai bahan utama pembuatan keramik rumah tangga. Setelah suhu pembakaran mencapai ±1250 oC,sifat fisiknya berubah menjadi keras seperti batu, padat, kedap air dan bila diketuk bersuara nyaring.

C. Sedangkan kategori menurut kebutuhannya, keramik dapat dibedakan menjadi: 1. Keramik untuk produk interior dan eksterior 2. Keramik untuk perkakas refractory 3. Keramik untuk sarana upacara keagamaan 4. Keramik untuk hiasan/souvenir 5. Keramik untuk sarana ekspresi seni

Berikut adalah beberapa contoh gerabah yang pernah saya buat semasa kuliah :

Page 17: COBA

sejarah keramik Indonesia

Sejarah Keramik di Indonesia – (2)Jaman Penjajahan BelandaTeknologi pembuatan keramik dapat dikatakan mulai berkembang dengan didirikannya Laboratorium Keramik atau “Het Keramische Laboratorium” pada tahun 1922 di Bandung. Fungsi utama laboratorium ini sebagai pusat penelitian bahan bangunan seperti bata, genteng, saluran air dan sebagainya yang terbuat dari tanah liat. Selain itu mengembangkan jugateknologi glasir untuk barang gerabah halus yang disebut dengan ‘aardewerk’. Bahan glasir didatangkan dari Belanda. Selanjutnya di Plered Purwakarta didirikan sebuah pabrik keramik dengan dilengkap alat-alat produksi masinal untuk mengolah bahan tanah liat. Pabrik ini berfungsi sebagi induk yang memberikan bimbingan dalam pembuatan bahan bangunan dan gerabah halus berglasir kepada para perajin setempat. Pabrik keramik di Pleret yang dimaksudkan sebagai pusat penyuluhan di Jawa barat terpaksa gulung tikar. Sedangkan pusat induknya di Bandung hidupnya masih belum menentu keberadaannya. Tetapi walaupun denganpemasukan teknologi impor ini, keramik Indonesia belum mengalami kemajuan yang pesat. Pusat penyuluhan bidang keramik sasarannya pada kehidupan gerabah pedesaan saja. Masyarakat kota belum banyak mengenal keramik bakaran tinggi pada masa itu, dan lebih sukamenggunakan barang impor dari negeri China atau Eropa.

Jaman Pendudukan Tentara JepangDengan masuknya tentara Jepang , pabrik keramik di Bandung telah diubah namanya menjadi “Toki Shinkenjo”. Laboratorium ini berfungsi sebagai balai penelitian yang meneliti dan mengembangkan serta memproduksi barang-barang keramik dengan suhu bakar tinggi. Produknya antara lain: bata tahan api, botol sake, dan sebagainya. Barang-barang tersebut dibuat untuk keperluan bala tentara Jepang di Indonesia.

Jaman Pemerintah Republik IndonesiaSejak pemerintahan dipegang pemerintah republik Indonesia, maka “Toki Shinkenjo” berubah nama menjadi Balai Penyelidikan Keramik (BPK), dalam operasionalnya dilengkapi dengan alat-alat pengujian dan alat-alat produksi yang lebih modern. Fungsi dan tugas BPK semakin berkembang, tidak hanya berporduksi barang-barang keramik, gelas, isolator listrik tetapi jugaaktif melakukan kegiatan penelitian barang-barang mentah keramik hasil temuan bahan keramik di beberapa tempat. Dengan diketemukannya bahan-bahan mentah yang melimpah seperti kaolin, felspard, kwarsa dan sebagainya. maka sejak tahaun 1960-an bermunculan pabrik-pabrik keramik dibebebrapa kota. Produknya pun bermacam-macam seperti produk gerabah, stoneware dan porselin, jenis produksinya antara lain peralatan makan dan minum, benda hias, barang tahan api, bata tahan api, alat-alat teknik, gips, email, dan keramik bahan

Page 18: COBA

bangunan. Sekitar tahun 1969 BPK mencoba mengembangkan apa yang disebut dengan keramik ‘biru putih’ yaitu imitasi keramik China yang pembakarannya pada suhu 1300 derajat celcius. Dengan diperkenalkanya produk ala China ini maka banyak perusahaan lain di kota Bandung memproduksinya; seperti pabrik keramik di Kiara Condong, pabrik keramik Tanah Agung di kota Malang, serta pabrik keramik di Plered-Purwakarta. Produk keramik dengan corak biru putih tersebut ternyata banyak penggemarnya. Pada masa Pelita ke dua munculah harapan-harapan baru untuk penggunaan benda keramik di hotel-hotel di Jakarta dan di kota-kota lain.Benda keramik tersebut berupa peralatan makan, hiasan dan tempat bunga. Kemudian berlanjut ke masyarakat kota yang mulai terbiasa menggunakan benda-benda keramik dan sedikit demi sedikit munculah keinginan benda tersebut sebagai kebutuhan rumah tangga.Kehidupan dunia keramik mulai bangkit dan tumbuhnya perusahaan kecil dan menengah yang bergerak dibidang keramik seperti terdapat di Bandung, Plered-Purwokweto, Klampok, Bayat-Klaten, Malang, Yogyakarta dan lainnya daerah di luar Jawa. Dengan perjalanan waktu, dan dengan adanya pendidikan tinggi seni rupa seperti ITB Bandung, ASRI (ISI) Yogyakarta, ASTI (ISI) Surakarta dan universitas lainnya mulai menelurkan seniman akademisi keramik yang turut menghidupkan dunia keramik saat ini. Namun, ditengah kemajuan industri keramik dunia, industri keramik Indonesia belum mengalami kemajuan yang signifikan walaupun kemajuan dalam bidang keramik ini sudah menjadi tuntutan pasar. Hal ini disebabkan karena sarana dan prasarana, berupa alat-alat untuk mengembangkan industri keramik itu termasuk mahal. Selainitu teknologi yang adapun sulit didapat. Sebab bahan-bahan untuk keramik maju harus bahan yang lebih murni. Tetapi usaha-usaha untuk mengembangkan industri keramik, berupa penelitian-penelitian tetap dilakukan, kegiatan seperti ini telah menjadi kegiatan rutin seperti Balai Besar Keramik di Bandung, juga kegiatan-kegiatan pengembangan desain untuk benda keramik di industri seperti di Sango Semarang, industri keramik di Tangerang dan di industri lainnya. Dari hasil pembinaan dan bimbingan dari pemerintah dan pihak terkait, baik produktivitas dan variasi bentuk juga pengalaman perajin semakin meningkat. Perkembangan dari bentuk produk keramik yang masih melekat ciri khas dari masing-masing daerah semakin menarik dan memperkaya hasil budaya bangsa. Perkembangan dunia pariwisata yang makin maju memberikan dampak yang sangat bagus bagi perkembangan keramik.

Keramik Hijau

Keramik Hijau Goryeo

Page 19: COBA

Nama Korea

Goryeo Cheongja atau Keramik Hijau Goryeo adalah jenis kerajinan keramik berwarna hijau (Bahasa Inggris:celadon) yang diciptakan pada zaman Dinasti Goryeo (935-1392) di Korea.[1] Celadon memiliki ciri khas warna biru-kehijauan karena metode pengglasiran secara khusus. Walau teknik pembuatannya diperkenalkan dari Cina, Goryeo Cheongja berhasil diciptakan pengrajin Goryeo dengan gaya dan metode yang berbeda. Pada masa Goryeo, keramik ini selain digunakan untuk perabot rumah tangga, juga dianggap sebagai karya seni bernilai yang dijual sebagai komoditas perdagangan.

Bentuk yang banyak dibuat antara lain berbagai jenis peralatan dapur dan rumah tangga, antara lain vas bunga, mangkuk, piring, teko, tempayan, cawan, pembakar dupa, kotak perhiasan, guci dan sebagainya.[2]

Sejarah

Awal mula di zaman Silla Bersatu

Berbagai teori dan bukti sejarah yang dikemukakan oleh para sejarawan mengenai asal-usul keramik hijau Goryeo di Semenanjung Korea antara lain kaitannya dengan produksi keramik hijau di Yuezhou, Provinsi Zhejiang, Cina selatan. Mengenai asal-usul, ada 2 teori. Teori pertama, meyakini bahwa keramik hijau pertama di Korea dibuat di abad ke-9, akhir periode Silla Bersatu (668-918). Teori kedua, keramik hijau pertama kali dibuat di pertengahan abad ke-10, masa Dinasti Goryeo.

Page 20: COBA

Teori pertama paling kuat karena dibuktikan dengan penemuan berbagai jenis keramik mirip produksi Yuezhou di situs tungku pembakaran di pesisir barat Korea. Di masa itu, Goryeo dipengaruhi Tang dalam berbagai bidang, yaitu agama Buddha, seni budaya, termasuk kerajinan keramik.Pengrajin keramik hijau dan putih di zaman akhir Silla Bersatu semakin kreatif menciptakan berbagai bentuk baru namun tak ada dekorasi.

Periode Goryeo dan masa keemasan

Berlanjut ke pemerintahan Goryeo yang baru, metode ukir intaglio, relief, glasir besi, dan tatahan putih dipergunakan. Pengaruh khas Goryeo masih belum nampak karena masih meniru cara Cina untuk keramik pot, botol, dan vas maebyeong.

Warna hijau keramik masih cukup gelap kadang-kadang kuning karena proses bakar dalam tungku. Tapi lapisannya semakin tipis dan lebih tahan lama, menunjukkan adanya kemajuan dalam metode pembuatan.

Di pertengahan abad ke-11, Goryeo sudah cukup makmur untuk mengatur negerinya sendiri. Guna membuat keramik yang lebih bernilai pabrik-pabrik di pantai timur dan selatan ditutup dan pusat produksi pindah ke pesisir barat dekat ibukota, khususnya ke Provinsi Jeolla. Dua daerah penting, Kecamatan Taegu, Kabupaten Gangjin dan Kecamatan Boan dan Kecamatan Chinso di Kabupaten Buan merupakan pusat produksi keramik yang dikelola secara khusus oleh pemerintah.

Keramik Cina masih jadi barang dagang di Goryeo sampai abad ke-12, antara lain keramik hijau Yaozhou Cina utara, keramik Ci-zhou dari Guangdong, keramik Ding, Jingdezhen, dan Xiuwu. Perabot-perabot ini menginspirasi produksi keramik Goryeo dari segi bentuk yang semakin bermacam-macam.

Pada masa pemerintahan Raja Injong (raja ke-17), pengrajin Goryeo mulai menemukan gaya khusus tahap demi tahap. Mulai tahun 1123 sampai 100 tahun berikutnya, disebut sebagai zaman kejayaan keramik hijau Goryeo saat banyak hasil karya bermutu tinggi diciptakan.

Hasil karya pengrajin Goryeo ditunjukkan dengan glasir keramik yang lebih transparan, jernih dan terang untuk menampilkan permukaan ukir-ukiran dan pola yang lebih ramai dan rumit. Sementara keramik hijau Cina berglasir lebih gelap sehingga menambahkan pola cukup sulit dilakukan.

Warna hijau batu giok yang didamba-damba pengrajin Goryeo pun sudah berhasil diciptakan dan menarik perhatian warga Cina dimana-mana. Xu Jing, utusan Huizong dari Song Utara menulis pengalamannya berkunjung ke Korea dalam buku Gaoli Tujing (Perjalanan utusan ke Goryeo) tahun 1123:

“ Rakyat Goryeo suka warna hijau batu giok. Cara membuatnya semakin maju dan ”

Page 21: COBA

glasirnya jadi lebih cantik...Mereka meniru keramik Ding...Di antara semuanya, pembakar dupa berbentuk singa yang paling unik dan semua keramik itu berwarna hijau serupa keramik dari Yue-zhou dan Ru-zhou.

Dalam buku Xiu Zhong Jin, Taiping Laoren menulis "keramik hijau Goryeo punya warna hijau tercantik di dunia".

Di antara jenis keramik hijau Goryeo yang paling dikagumi adalah sanggam cheongja, keramik hijau tatahan. Asalnya tak jelas, tapi kemungkinan pertengahan abad 12 (1150-an) menurut penemuan mangkok keramik hijau di kuburan Mun Gong-yu yang meninggal tahun 1159.

Metode menatah sebenarnya digunakan untuk kerajinan metal didapat dari penelitan mendalam mengenai karakteristik bahan ditambah keterampilan tinggi, merupakan penemuan besar orang Goryeo. Metode sanggam membuat pola tampak bagai lukisan, memperlihatkan paduan warna-warna yang harmonis. Pola yang disukai antara lain awan dan burung jenjang, representatif corak keramik Goryeo.

Setelah Invasi Mongol sampai akhir periode Goryeo

Pada tahun 1131, invasi bangsa Mongol ke Korea menandai periode penurunan keramik hijau. Tahun berikutnya, pemerintahan pindah ke Pulau Ganghwa menghindari pasukan Mongol sampai akhirnya menyerah tahun 1270 dan kembali lagi ke Kaesong.

Pada masa ini metode tatahan masih dipraktikkan namun kualitasnya jauh berkurang karena warna hijau terang berubah gelap dan tidak menarik lagi. Pola-pola yang sebelumnya rumit diganti dengan yang lebih sederhana, biasa, dengan permukaan terlalu kosong atau terlalu banyak sehingga tidak seimbang. Harmoni warna memburuk, terlalu gelap atau terlalu terang karena pengrajin tidak lagi mencari nilai seni. Sebagian besar dibuat antara tahun 1269-1287. Pengaruh Arab dan barat masuk lewat Yuan pada tahun 1290-an memperkenalkan keramik-keramik asing. Keramik besar-besar dengan ukuran melebihi 70 cm juga diciptakan atas pengaruh Yuan bersama keramik glasir kuning dan keabu-abuan.

Di abad ke-14 (tahun 1300-an), kualitas keramik hijau semakin melenceng, kali ini glasir hampir hitam dan tatahan jadi kasar bahkan produksinya semakin banyak. Hasil turunan ini adalah dasar keramik buncheong yang diminati pada masa Dinasti Joseon.

Sejak itu, dibawah kekuasaan Dinasti Yuan kerajinan keramik hijau telah kehilangan nilai dan kualitas hingga Goryeo jatuh pada tahun 1391.

Page 22: COBA

Kebangkitan kembali

Setelah keruntuhan Goryeo, dan Dinasti Joseon memerintah selama 500 tahun lebih, kesenian membuat keramik hijau telah punah di Korea. Orang-orang Amerika dan Eropa yang tinggal di Korea adalah orang asing pertama yang menemukan kembali keramik hijau pada tahun 1881 di sebuah kuburan kuno di Kaesong (Korea Utara).

Lebih banyak lagi keramik hijau Goryeo yang ditemukan pada awal abad ke-20, saat Jepang membangun jalan kereta api untuk persiapan Perang Rusia-Jepang (1904-1905). Orang-orang asing ini mulai memusatkan perhatian untuk menggali harta karun keramik hijau di kuburan-kuburan kuno Goryeo di Kaesong (ibukota Goryeo) dan Pulau Ganghwa, ibukota darurat saat Korea diduduki bangsa Mongol.

Terdapat banyak upaya menghidupkan kembali kesenian keramik hijau Goryeo yang sudah punah, diantaranya berhasil dilakukan oleh seniman-seniman keramik di Korea Selatan, seperti Ko-Chung (Ji Jae-Seob) dan Chon-Jin pada tahun 1950-an.[3] Kebanyakan di antara mereka kini dihargai oleh pemerintah sebagai aset nasional, seperti Ji Jae-seob.[3] Sebagian besar kerajinan keramik hijau Goryeo yang diproduksi pada saat ini berasal dari rekonstruksi cara-cara lama dan tungku pembakaran baru di Kabupaten Gangjin, propinsi Jeolla Selatan.

Proses pembuatan, warna dan kepercayaan

Keramik hijau diciptakan dari tanah liat dan glasir yang mengandung sedikit besi.[4] Pada saat keramik dibakar dalam tungku, besi beroksidasi menghasilkan warna hijau seperti giok. Suhu tungku dipantau antara 1250 °C dan 1300 °C selama 24 jam untuk menjaga warna yang diinginkan pada keramik.

Warna dari keramik hijau ini ditentukan dari bahan pembuatan, antara lain kandungan besi dalam tanah liat, bahan glasir yang terbuat dari besi-oksida, mangan-oksida dan kwarsa tingkat pembakaran dalam tungku.[4] Suhu tungku umumnya berada pada atau sekitar 1150 °C dan level oksigen dalam tungku diturunkan dalam beberapa tahap pembakaran.[4]

Warna hijau yang dihasilkan oleh keramik hijau Goryeo berbeda dengan keramik hijau asal Cina. Sejak lama, kedua bangsa menganggap batu giok sebagai perhiasan bertuah dan berusaha membuat keramik dengan warna yang serupa mungkin dengan batu giok. Orang Cina menamakannya pishi (warna rahasia). Orang Goryeo berhasil menciptakan warna keramik hijau yang kebiru-biruan, agak berbeda dengan keramik Cina dan juga menjulukinya pisaek (warna rahasia).

Page 23: COBA

Keramik hijau berpola burung bangau.

Karena rakyat Goryeo beragama Buddha, maka warna keramik hijau diasosiasikan dengan pemikiran Buddhisme, sehingga warna hijau yang diciptakan juga melambangkan warna nirwana.[3]

Walaupun pada saat ini kandungan bahan kimiawi tanah liat, glasir dan material lain telah dianalisa secara tepat dan proses pembakaran menjadi lebih mudah dengan peralatan moderen, para pengrajin zaman sekarang tidak mampu untuk membuat keramik hijau seperti asli. Dikatakan bahwa orang Goryeo mendedikasikan pemikiran religius mereka ke dalam keramik hijau serta mensyaratkan alasan-alasan agar keramik hijau dapat diciptakan secara sempurna. Pertama, negara harus berada dalam keadaan damai. Kedua, pengrajin harus menjaga pikiran yang jernih dan memiliki keterampilan yang baik. Ketiga, negara harus dalam kondisi bersatu. Jika semua hal ini telah terpenuhi, keramik hijau akan tercipta dengan hasil yang terbaik.

Teknik sanggam

Tidak hanya unggul dari warna, pengrajin Goryeo menemukan teknik baru untuk menghias keramik hijau yang dinamakan sanggam gibob (metode sanggam). Metode ini baru diciptakan pada tahun 1150-an dan dinamakan juga teknik menatah (inlay technique) dengan cara mengukir bagian permukaan keramik dan mengisinya dengan tanah liat.

Prosesnya dimulai dari pengukiran dengan pisau bambu, lalu membentuk pola-pola di permukaan yang setengah kering dan mengisinya dengan tanah liat putih dan merah sebelum dibakar. Pada saat proses pembakaran, tanah liat merah berubah jadi hitam dan tanah liat putih tetap berwarna putih. Setelah pembakaran pertama, keramik diberi glasir lagi dan dibakar untuk kedua kalinya.

Sebelum ditemukannya teknik sanggam, sebagian besar keramik hijau yang dibakar mengalami keretakan walau hanya menggunakan satu jenis tanah liat. Teknik sanggam yang memerlukan

Page 24: COBA

beberapa jenis tanah liat mengharuskan pengrajin Goryeo mendalami secara penuh karakteristik tanah liat yang berbeda-beda dan bagaimana suhu yang tepat untuk membakarnya.

Sebelumnya, Cina telah berusaha membuat metode yang sama namun tidak berhasil, jadi mereka hanya menyapukan lukisan secara langsung ke permukaan keramik. Namun begitu, pengrajin Goryeo berhasil menciptakan keramik hijau dari beberapa jenis tanah liat dengan teknik yang pembakaran yang tepat sehingga mencegah keretakan. Hal ini tidak dilakukan oleh para pengrajin Cina.

Tungku

Tungku yang digunakan untuk membakar keramik hijau dibuat dengan bentuk bertingkat (naik) dari batu bata dengan kemiringan tertentu untuk mengalirkan udara dan nyala api ke arah atas lewat beberapa ruangan.[2] Keramik dibakar dalam suhu 1200-1300° C, dengan tinggi 8 meter dan lebar rata-rata dari 1,2 - 1,5 meter.[2] Pada awalnya tungku hanya memiliki sebuah ruangan namun berkembang menjadi beberapa buah ruangan dan menjelang abad ke-14, tungku-tungku dibangun dengan bahan tanah liat.[2]

Artefak keramik hijau banyak ditemukan di situs kuburan dan tungku di Buan (Jeolla Utara) dan Gangjin (Jeolla Selatan).[2] Tungku-tungku sengaja dibangun dekat pesisir pantai karena memiliki banyak pasokan tanah liat bagus dan kayu bakar, selain untuk memudahkan pengiriman lewat laut.[2]

Jenis-jenis

Berdasarkan bentuknya, terdapat beberapa jenis keramik hijau yang juga bermakna khusus:[1]:

Cham-wae, jenis vas yang berbentuk buah melon.[5]

Maebyeong, jenis vas yang berbahu lebar dan tinggi, melambangkan wanita. [6]

Jubyeong, jenis vas berleher langsing dan panjang, melambangkan pria.[1]

Kundika, jenis kendi air yang digunakan dalam ritual agama Buddha.[7]

Berdasarkan teknik pembuatannya:

Somun cheongja, keramik hijau biasa tanpa pola dan corak Eumgak cheongja, keramik hijau pola ukiran Yanggak cheongja, keramik hijau pola relief Sanggam cheongja, keramik hijau tatahan Yok sanggam cheongja, keramik hijau tatahan terbalik Tugak cheongja, keramik hijau dekorasi terbuka Sanghyong cheongja, keramik hijau figuratif berbentuk hewan atau tumbuhan Cheolsa cheongja, keramik hijau glasir besi Toehwa cheongja, keramik hijau berlapis

Page 25: COBA

Cheolhwa cheongja, keramik hijau glasir besi berdekorasi Hwageum cheongja, keramik hijau pola lukisan emas Jinsa cheongja, keramik hijau pola tembaga

Pola-pola

Pola-pola yang diciptakan berdasarkan Buddhisme dan kepercayaan tradisional, antara lain:[1]

Burung bangau, melambangkan keabadiaan atau umur panjang. Lingkaran, melambangkan matahari. Ikan, melambangkan realisasi yang besar. Bunga teratai, melambangkan kasih Buddha. Harimau, melambangkan pelindung dan kehangatan. Peoni, melambangkan kekayaan dan penghargaan. Naga, melambangkan keagungan. Itik, melambangkan jabatan perdana menteri. Bunga seruni, melambangkan kesehatan dan kesejahteraan. Pohon cemara, melambangkan kerajaan dan kesetiaan.

Artefak

Pada masa Goryeo, banyak keramik hijau yang dijadikan objek penguburan sehingga banyak peninggalan keramik hijau ditemukan utuh, terutama di wilayah Kaesong, Korea Utara.[2]

Berdasarkan Goryeosa (Babad Goryeo), Uijong yang gemar akan benda-benda seni, mempunyai sebuah pendopo beratap genteng keramik hijau di Kaesong, ibukota Goryeo pada tahun 1157. Ini dibuktikan dengan penemuan genteng-genteng serupa di situs pabrik keramik di Gangjin pada tahun 1965. Fragmen-fragmen ditemukan bersamaan dengan keramik hijau yang sudah rusak seperti pembakar dupa, kendi, teko dan cawan.

Artefak juga ditemukan dalam kuburan-kuburan Song dan Yuan di Cina yang menunjukkan minat mereka akan keramik hijau Goryeo.

Penemuan di perairan Pulau Bian

Pada tahun 2003, ribuan keramik hijau ditemukan di kedalaman perairan Pulau Bian, Gunsan. [8]

Menurut penelitian keramik hijau tersebut serupa dengan keramik hijau yang ditemukan di situs kuburan nomor 27 dan 28 di Desa Yucheon, Kabupaten Buan, sehingga artefak ini kemungkinan besar berasal dari desa Yucheon.[8] Diperkirakan pada abad ke-12, setelah diberangkatkan dari pelabuhan Julpo, Yucheon, kapal pembawa keramik tersebut menuju ibukota (Gaegyeong) atau kota lain, namun mengalami musibah di tengah laut dan karam.[8] Artefak keramik hijau ini terdiri dari berbagai jenis peralatan seperti cawan dan mangkuk yang sebagian besar berpola, kemungkinan sebelum teknik sanggam ditemukan.[8] Selain itu ciri-

Page 26: COBA

cirinya adalah kasar dan tidak elegan, yang menunjukkan bahwa peralatan ini dibuat oleh pengrajin biasa.[8]

Penemuan di perairan Taean

Pada tanggal 18 Mei 2007, seorang nelayan bernama Kim Yeong-cheol berlayar ke perairan Pulau Daeseom, dekat wilayah Taean di Provinsi Chungcheong Utara untuk menangkap gurita.[9]

Dari sana ia menemukan seekor gurita yang menjepit piring keramik hijau Goryeo.[9] Penemuan yang tidak disengaja ini mengarah kepada pencarian bangkai kapal Goryeo yang mengangkut keramik hijau dan dalam program yang dinamakan Proyek Taean.[9]

Sebagian besar artefak yang ditemukan adalah keramik hijau namun beberapa perabotan lain juga ditemukan.[9] Walaupun berbeda pola dan warna, seluruh keramik hijau yang ditemukan kemungkin diproduksi pada abad ke-12 di Kabupaten Gangjin, Jeolla Selatan, yang merupakan pusat produksi saat itu.[9] Barang-barang yang ditemukan merupakan keramik yang berkualitas tinggi yang mengindikasikan bahwa perabotan tersebut diproduksi untuk istana atau kaum bangsawan.[9]

Page 27: COBA

KLIPING BAB 3 (SENI KARYA GERABAH) DAN BAB 4 (KERAMIK) ‘’SENI RUPA’’

Nama : AFIFAH WAHYU INDRAYANI

Kelas : 7A No. Absen : 01 Sekolah : SMP N 7 MAGELANG MAPEL : SENI RUPA

Page 28: COBA