common european framework of reference for languages dalam konteks seameo
DESCRIPTION
CEFR in SEAMEO ContextTRANSCRIPT
Susi Fauziah, CEFR dalam KONTEKS SEAMEO 2012
Susi Fauziah Page 1
Common European Framework of Reference for Languages dalam
KONTEKS SEAMEO
1. Pendahuluan
CEFR merupakan singkatan dari Common European Framework of Reference.
CEFR berfungsi sebagai garis besar yang digunakan untuk menggambarkan
pencapaian para pembelajar bahasa asing di seantero Eropa. CEFR disusun oleh
Council of Europe sebagai bagian utama dari proyek “Pembelajaran Bahasa
untuk Kewarga Negaraan Eropa”, antara tahun 1989 dan 1996, yang tujuan
utamanya adalah untuk menyediakan metode penilaian dan pengajaran yang
dapat diaplikasikan untuk semua bahasa yang digunakan di Eropa. Kemudian,
pada November 2001, European Union Council Resolution menggunakan CEFR
untuk membentuk sistem validasi kemampuan bahasa.
Akan tetapi, ternyata CEFR diterapkan tidak hanya di Eropa tetapi juga di
negara-negara lainnya di luar Eropa. Hal tersebut terjadi karena CEFR memiliki
beberapa keunggulan. Pertama, CEFR dapat digunakan sebagai alat untuk
mengukur tingkat profisiensi pembelajar bahasa asing. Kedua, CEFR dapat
digunakan untuk membuat sistem pembelajaran bahasa asing menjadi lebih
transparan dalam tataran internasional. Terakhir dan yang paling penting, CEFR
dapat digunakan untuk pembelajaran bahasa asing di masyarakat multilingual.
Oleh karena itu, CEFR dapat digunakan untuk pembelajaran bahasa asing di
negara kawasan Asia Tenggara yang memiliki masyarakat multilingual.
2. Isi
2.1 Tingkatan Profisiensi Pembelajar Bahasa Asing
CEFR membagi kemampuan pembelajar bahasa asing ke dalam 3 tingkatan
besar, yaitu A,B dan C. Kemudian, masing-masing tingkatan tersebut dibagi dua
lagi menjadi A1, A2, B1, B2, C1 dan C2.
A
Basic User
B
Independent User
C
Proficient User
/ \ / \ / \
A1 A2 B1 B2 C1 C2
Breakthrough Waystage Threshold
Level
Vantage Effective
Operational
Proficiency
Mastery
Susi Fauziah, CEFR dalam KONTEKS SEAMEO 2012
Susi Fauziah Page 2
Keenam tingkatan di atas mirip dengan istilah yang digunakan dalam tingkatan
pembelajar bahasa asing tradisional, yaitu pemula, madya dan lanjut. Akan
tetapi, tingkatan pembelajar bahasa asing menurut CEFR lebih lengkap daripada
tingkatan tradisional karena ketiga tingkatan tersebut dibagi lagi menjadi dua,
yaitu tingkat dasar dan tinggi. Para pembelajar bahasa yang berada pada level A
berarti termasuk pembelajar pemula. A1 berarti pembelajar pemula tingkat
dasar dan A2 berarti pembelajar pemula tingkat tinggi. Para pembelajar bahasa
yang berada pada level B berarti termasuk pembelajar madya. B1 berarti
pembelajar madya tingkat dasar dan B2 berarti pembelajar madya tingkat
tinggi. Para pembelajar bahasa yang berada pada level C berarti termasuk
pembelajar lanjut. C1 berarti pembelajar lanjut tingkat dasar dan C2 berarti
pembelajar lanjut tingkat tinggi.
Pembagian tingkat pembelajar bahasa asing tersebut dapat digunakan untuk
mendefinisikan profil kompetensi pembelajar karena model kompetensi CEFR
mencakup empat keahlian, yaitu Mendengar, Berbicara, Membaca dan Menulis.
Empat keahlian tersebut dapat memiliki tingkat yang berbeda. Sebagai contoh,
seorang pembelajar bahasa memiliki tingkat B2 dalam Mendengar dan
Membaca, dan tingkat B1 dalam Berbicara dan Menulis.
2.2 Sistem Pembelajaran Bahasa
Sistem pembelajaran bahasa asing berdasarkan CEFR berbeda dengan sistem
pembelajaran bahasa asing tradisional berbeda dalam beberapa hal. Perbedaan
pertama dapat dilihat pada fokus pengajaran bahasa asing. Pengajaran bahasa
asing yang merujuk pada CEFR menggunakan model kompetensi komunikatif
sehingga pengajaran bahasanya berfokus pada aktifitas komunikatif yang
melibatkan konteks dan situasi. Dalam aktivitas tersebut, pengajar menciptakan
situasi dan konteks tertentu bagi para pembelajar bahasa. Lalu, pengajar
memberikan tugas tertentu sehingga mereka dapat mempraktekkan
kemampuan bahasa mereka dalam situasi dan konteks tersebut. Sebaliknya,
pengajaran bahasa asing tradisional berfokus pada aturan grammar dan
perkembangan belajar grammar serta penerjemahan.
Perbedaan kedua adalah tujuan pembelajaran bahasa asing. Pembelajaran
bahasa asing yang merujuk pada CEFR memiliki tujuan agar para pembelajar
memiliki kompetensi yang diperlukan untuk dapat berkomunikasi dalam situasi
sehari-hari di negara yang menggunakan bahasa sasaran. Hal tersebut berbeda
dengan tujuan pembelajaran bahasa asing tradisional, yaitu para pembelajar
memiliki kompetensi yang diperlukan dalam bidang grammar dan penerjemahan
bahasa sasaran.
Susi Fauziah, CEFR dalam KONTEKS SEAMEO 2012
Susi Fauziah Page 3
Ketiga, silabus pembelajaran bahasa asing yang merujuk pada CEFR berbeda
dengan silabus pembelajaran bahasa asing tradisional. Silabus pembelajaran
bahasa asing yang merujuk pada CEFR menekankan pada fungsi bahasa
(maksud komunikatif) dan aspek umum bahasa lainnya seperti grammar dan
kosakata yang diperlukan dalam situasi sehari-hari agar dapat berkomunikasi
dengan topik yang beragam. Salah satu hal yang menarik dalam silabus tersebut
adalah penggunaan Can do-statement (pernyataan- bisa melakukan). Dengan
adanya Can do-statement tersebut, maka tidak hanya pengajar tetapi juga
pembelajar bahasa dapat mengetahui target apa atau hal apa yang harus
mereka capai dalam suatu tahap pembelajaran bahasa yang mereka lalui. Selain
itu, keberadaan Can do-statement tersebut memudahkan penggambaran
kompetensi dan perkembangan kompetensi dalam setiap tingkatan
pembelajaran bahasa. Sebaliknya, silabus pembelajaran bahasa asing tradisional
lebih menekankan pada penguasaan struktur bahasa sasaran.
2.3 Penggunaan CEFR untuk kawasan Asia Tenggara
CEFR dapat digunakan untuk pembelajaran bahasa asing di kawasan Asia
Tenggara karena beberapa hal. Pertama, kawasan Asia Tenggara merupakan
masyarakat multilingual. Negara-negara di kawasan Asia Tenggara memiliki
beberapa bahasa yang berbeda termasuk bahasa nasional, bahasa lokal dan
bahasa asing. Sebagai contoh, penutur asli Indonesia menguasai minimal dua
bahasa, yaitu bahasa ibu dan bahasa Indonesia. Tidak tertutup kemungkinan
pula bahwa seorang penutur dapat memiliki lebih dari satu bahasa lokal karena
faktor keluarga atau lingkungan sekitar. Selain itu, seorang penutur biasanya
menguasai minimal satu bahasa asing, yaitu Inggris. Jadi, pada umumnya,
orang Indonesia menguasai tiga bahasa.
Menurut CEFR, pengajaran bahasa asing di suatu masyarakat multilingual harus
disesuaikan dengan konsep plurilingualisme. Plurilingualisme berbeda dengan
multilingualisme. Plurilingualisme adalah pengalaman bahasa seorang individu
dalam suatu konteks budaya yang terus meluas sedangkan multilingualisme
adalah pengetahuan seseorang mengenai beberapa bahasa atau keberadaan
beberapa bahasa berbeda dalam suatu masyarakat. Konsep plurilingualisme
sesuai dengan fakta yang ada bahwa seorang individu yang tinggal di suatu
masyarakat multilingual akan berinteraksi dengan individu-individu lain dalam
beragam situasi. Hal tersebut menyebabkan individu tersebut tidak bisa hanya
menggunakan bahasa tertentu untuk situasi tertentu saja. Oleh karena itu,
individu tersebut harus dapat menggunakan bahasa, terutama bahasa asing
dalam berbagai konteks dan situasi yang mungkin dialami dalam kehidupan
sehari-hari.
Susi Fauziah, CEFR dalam KONTEKS SEAMEO 2012
Susi Fauziah Page 4
Kedua, CEFR dapat diadopsi dan diterapkan di sekolah-sekolah dan universitas-
universitas di kawasan Asia Tenggara dalam beberapa aspek, yaitu (1)
pembentukan sistem validasi kemampuan bahasa dan standar penilaian
profisiensi bahasa per individu, (2) penyediaan alat praktis untuk menetapkan
standar jelas yang dapat dicapai dalam urutan tahapan pembelajaran bahasa
dan pengevaluasian hasil pembelajaran bahasa yang dapat dibandingkan dalam
tataran internasional, dan (3) penyediaan dasar untuk pengenalan kualifikasi
bahasa yang saling menguntungkan. Selain itu, CEFR telah dikembangkan
melalui riset penelitian dan semakin banyak digunakan dalam kurikulum-
kurikulum nasional di negara-negara lain tidak hanya di Eropa.
Di Indonesia, kurikulum CEFR telah digunakan oleh universitas-universitas yang
dulu dikenal sebagai IKIP, yaitu Universitas Negeri Medan (UNIMED), Universitas
Negeri Jakarta (UNJ), Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Universitas Negeri
Yogyakarta (UNY), Universitas Negeri Surabaya (UNESA), Universitas Negeri
Malang (UM), Universitas Negeri Makassar (UNM), Universitas Negeri Manado
(UNIMA), dan Universitas Pattimuta Ambon (UNPATTI). Universitas-universitas
tersebut bekerja sama dengan Goethe Institute untuk menggunakan kurikulum
CEFR dalam pengajaran bahasa asing, yaitu Bahasa Jerman.
Penutup
Pada 20 Oktober 2010, SEAMEO QITEP in Language telah menjadi pelopor dalam
mengeksplorasi standar pembelajaran bahasa asing di Asia Tenggara dengan
mengadakan satu hari simposium. Dalam simposium tersebut, disimpulkan
bahwa CEFR dapat digunakan sebagai salah satu standar pembelajaran bahasa
asing di kawasan Asia Tenggara.