contoh

17
Tinjauan Pustaka Asites dan Melena Akibat Sirosis Hati Reyner Sebastian Mulyadi 102010193 /D5 11 Juni 2012 Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Terusan Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510 Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731 Email: [email protected] Pendahuluan : Hepatitis virus akut merupakan infeksi sistemik yang dominan menyerang hati. Hampir semua kasus hepatitis virus akut disebabkan oleh virus hepatitis A,B,C,D,E. jenis virus lain yang ditularkan pascatransfusi seperti Hepatitis G dan virus TT telah dapat diidentifikasikan akan tetapi tidak menyebabkan hepatitis. Selain itu hepatitis juga dapat disebabkan oleh karena pemakaian obat yang menyebabkan kerusakan pada sel hati atau toksik terhadap sel hati. Auto imun juga dapat menjadi alasan terjadi nya hepatitis. Pada banyak kasus hepatitis yang disebabkan oleh HBV dan HVC berlanjut menjadi kronik hepatitis dan pada akhir nya

Upload: bbdroid

Post on 19-Feb-2016

220 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

contoh

TRANSCRIPT

Page 1: contoh

Tinjauan Pustaka

Asites dan Melena Akibat Sirosis Hati

Reyner Sebastian Mulyadi

102010193 /D5

11 Juni 2012

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Terusan Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510 Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731

Email: [email protected]

Pendahuluan :

Hepatitis virus akut merupakan infeksi sistemik yang dominan menyerang hati. Hampir

semua kasus hepatitis virus akut disebabkan oleh virus hepatitis A,B,C,D,E. jenis virus lain yang

ditularkan pascatransfusi seperti Hepatitis G dan virus TT telah dapat diidentifikasikan akan

tetapi tidak menyebabkan hepatitis. Selain itu hepatitis juga dapat disebabkan oleh karena

pemakaian obat yang menyebabkan kerusakan pada sel hati atau toksik terhadap sel hati. Auto

imun juga dapat menjadi alasan terjadi nya hepatitis. Pada banyak kasus hepatitis yang

disebabkan oleh HBV dan HVC berlanjut menjadi kronik hepatitis dan pada akhir nya dapat

berkembang menjadi hepatoma maupun sirosis hati yang menimbulkan banyak komplikasi

lainnya seperti hipertensi portal, varises esophagus, hemoroid, caput medusa, splenomegali dan

lainnya. Gejala klinis hepatitis sangat lah bervariasi mulai dari infeksi asimtomatik tanpa kuning

sampai yang sangat berat yaitu hepatitis fulminan yang dapat menimbulkan kematian dalam

beberapa hari. Pentingnya mengetahui etiologi penyebab hepatitis yaitu dalam penatalaksanaan

penyakit itu sendiri yang memiliki penatalaksanaan yang berbeda.

Page 2: contoh

Anamnesis

Pada pasien dengan kelainan hepar beberapa hal yang perlu diperhatikan dan ditanyakan

kepada pasien yaitu kondisi umun pasien ada atau tidak nya tanda-tanda lesu dan lemah, tanda-

tanda ikterus, apakah pasien pernah menggunakan obat-obatan narkotik, pernah mendapat

transfuse darah dulu, apakah ada demam dan gejala prodromal lainnya sebelum adanya ikterus,

apakah ada perubahan warna urin dan tinja, sudah pernah mendapatkan vaksin hepatitis atau

belum, apakah baru saja bepergian ke tempat-tempat endemis dan riwayat mengkonsumsi obat

pada 2 bulan terakhir.1,2

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik dilakukan pemeriksaan inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.

Sebelum itu dilakukan anamnesis. Pada pemeriksaan untuk Hepatitis B pasien diminta untuk

menanggalkan baju dan dilakukan pemeriksaan abdomen, pada pemeriksaan jika pasien

mengalami komplikasi sirosis hati yang disebabkan oleh hepatitis B maka akan terlihat perutnya

membuncit (Ascites), pembesaran parotid, spider nervi, kulit menjadi kuning dan dilihat juga

adakah terdapat pergerakan atau pulsasi di bahagian abdomen. Diinspeksi juga adakah terdapat

benjolan seperti pembesaran hati serta melihat sclera mata penderita apakah berubah menjadi

kuning. Kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan palpasi, pada pemeriksaan palpasi dirasakan

adakah terdapat rigiditas, dan juga jangan lupa untuk meminta pasien untuk memberitahu jika

terdapat rasa sakit apabila ditekan. Pada hepatitis B juga terdapat nyeri tekan di bagian

Hipokondrium kanan yang mungkin disebabkan oleh Kolesistitis dan sakit hepar. Jika terdapat

kelainan di hepar harus dilaporkan bagaimana permukaan, tepi, konsistensi, nyeri dan

pembesarannya. 1,2

Pada pemeriksaan perkusi, dilakukan perkusi secara acak dahulu kemudian perkusi

untuk mencari ukuran pembesaran hati. Seterusnya dilakukan pemeriksaan abdomen patologis

seperti berikut pada asites dilakukan tes shifting dullness/perkusi pekak berpindah, pada keadaan

asites, dullness berpindah kearah sisi berbaring pasien, sedang timpani akan terdengar di atasnya.

lakukan perkusi dan beri tanda antara daerah timpani dan dullness, kemudian mintalah pasien

berbaring kearah satu sisi dan buatlah tanda perubahan timpani dan dullness yang berubah. tes

gelombang cairan (Fluid wave ) Undulasi dengan cara meminta pasien atau asisten untuk

Page 3: contoh

menekan dengan tepi telapak tangan pada garis tengah abdomen, hal ini akan menghalangi

transmisi gelombang melalui lemak. Kemudian ketuklah dengan ujung jari anda pada sisi

abdomen dan rasakan adanya gelombang yang menyentuh telapak tangan yang anda letakan di

sisi lain abdomen. Kita juga perlu meng identifikasi Organ dalam cairan ascites( Ballotement)

dengan meletakkan ujung jari-jari anda pada dinding abdomen dan lakukanlah tekanan tiba-tiba

di daerah organ terletak. Gerakan cepat ini akan menyebabkan berpindanya cairan sehingga

organ yang dituju mudah teraba. Memeriksa Murphy sign(kolesistitis) letakan jari tangan kanan

anda tepat di bawah Arkus kosta kanan, mintalah pasien untuk bernafas dalam, timbulnya nyeri

tajam saat itu menunjukkan kemungkinan adanya kolesistitis akut. 1,2

Pemeriksaan Penunjang

Breath test dilakukan untuk mengukur kemampuan hati dalam memetabolisir sejumlah

obat. Ultrasonografi (USG) menggunakan gelombang suara untuk menggambarkan hati,kandung

empedu dan saluran empedu. Pemeriksaan ini paling bagus untuk mengetahui kelainan struktural

seperti tumor. USG merupakan pemeriksaan paling murah,paling aman dan paling peka untuk

memberikan gambaran kandung empedu dan saluran empedu. Imanging Radionuklida

(radioisotop) menggunakan bahan yang mengandung perunut radioaktif,yang disutikan ke dalam

tubuh dan diikat ke organ tertentu. Skening hati merupakan gambaran radionuklida yang

menggunakan substansi radioaktif,yang diikat sel-sel hati. Koleskintigrafi menggunakan zat

radioaktif yang akan dibuang dari hati ke saluran empedu. Pemeriksaan ini dilakukan untuk

mengetahui peradangan akut dari kandung empedu. CT scan bisa memberikan gambaran hati

yang sempurna dan terutama digunakan untuk mencari tumor. Pemeriksaan ini bisa menemukan

kelainan yang difus (tersebar) seperti perlemakan hati (fatty liver) dan jaringan hati yang

menebal abnormal (hemokromatosis). Tetapi karena pemeriksaan ini mahal maka jarang

digunakan. MRI memberikan gambaran yang sempurna seperti CT scan, Namun pemeriksaan ini

lebih mahal dari CT scan, membutuhkan waktu yang lama dan penderita harus berbaring dalam

ruangan yang sempit,menyebabkan beberapa penderita mengalami klaustrofobia (takut akan

tempat sempit). Kolangiopankreatografi endoskopik retrogard merupakan suatu pemeriksaan

dimana endoskopi dimasukan ke dalam mulut,melewati lambung dan usus duabelas jari menuju

ke saluran empedu. Suatu zat radiopak kemudian disuntikan ke dalam saluran empedu dan

diambil foto rontgen dari saluran empedu. Pemeriksaan ini menyebabkan peradangan pankreas

Page 4: contoh

pada 3-5% penderita. Kolangiografi transhepatik perkutaneus menggunakan jarum panjang yang

dimasukkan melalui kulit ke dalam hati kemudian disuntikan zat radiopak ke dalam salah satu

saluran empedu. Bisa digunakan USG untuk menuntun masuknya jarum. Rontgen secara jelas

menunjukkan saluran empedu, terutama penyumbatan di dalam hati.1

Biopsi hati suatu contoh jaringan hati bisa diambil selama pembedahan eksplorasi, tetapi

lebih sering diperoleh melalui sebuah jarum yang dimasukkan lewat kulit menuju ke

hati.Sebelum dilakukan prosedur ini, diberikan bius lokal kepada penderita.Skening ultrasonik

atau CT bisa digunakan untuk menentukan lokasi daerah yang abnormal, darimana contoh

jaringan hati diambil.Biasanya penderita yang menjalani prosedur ini tidak perlu menjalani rawat

inap. Setelah biopsi hati sering timbul nyeri ringan di perut kanan bagian atas, yang kadang

menjalar ke bahu kanan, dan biasanya akan menghilang setelah pemberian analgesik (obat

pereda nyeri). Pada biopsi hati transvenosa, sebuah kateter dimasukkan kedalam suatu vena

leher, menuju ke jantung dan ditempatkan ke dalam vena hepatik yang berasal dari hati. Jarum

kateter kemudian dimasukkan melalui dinding vena kedalam hati. Dibandingkan dengan biopsi

hati perkutaneus, tehnik ini tidak terlalu mencederai hati, dan bahkan bisa digunakan pada

seseorang yang mudah mengalami perdarahan.1

Tes Fungsi Hati sebagian besar pemeriksaan bertujuan untuk mengukur kadar enzim atau

bahan-bahan lainnya dalam darah, sebagai cara untuk mendiagnosis kelainan di hati.

Pemeriksaan untuk mengukur hasil pemeriksaan menunjukkan.3

Asites

Asites adalah penimbunan cairan secara abnormal di rongga peritoneum. Asites dapat di

sebabkan oleh banyak penyakit. Pada dasarnya penimbunan cairan di rongga peritoneum dapat

terjadi melalui 2 mekanisme dasar yakni transudasi dan eksudasi. Asites yang ada hubungannya

dengan sirosis hati dan hipertensi porta adalah salah satu contoh penimbunan cairan di rongga

peritoneum yang terjadi melalui mekanisme transudasi.1

Grade 1: Sedang, hanya tampak pada pemeriksaan USG

Grade 2: dapat terdeteksi dengan pemeriksaan puddle sign dan shifting dullness

Grade 3: tampak dari pemeriksaan inspeksi, dapat dikonfirmasi dengan tes undulasi

Page 5: contoh

Patofisiologi

Ada beberapa teori yang menerangkan patofisiologi asites transudasi. Teori-teori itu

misalnya underfilling, overfilling, dan peripheral vasodilatation. Menurut teori underfilling

asites dimulai dari volume cairan plasma yang menurun akibat hipertensi porta dan

hipoalbuminemia. Hipertensi porta akan meningkatkan tekanan hidrostatik venosa ditambah

hipoalbuminemia akan menyebabkan transudasi, sehingga volume cairan intravascular menurun.

Akibat volume cairan intravascular menurun, ginjal akan bereaksi dengan melakukan reabsorpsi

air dan garam melalui mekanisme neurohormonal. Sindroma hepatorenal terjadi bila penurunan

cairan intravaskuler sangat menurun. Teori ini tidak sesuai dengan hasil penelitian selanjutnya

yang menunjukkan bahwa pada pasien sirosis hati terjadi vasodilatasi perifer, vasodilatasi

splanchnic bed, peningkatan volume cairan intravaskuler dan curah jantung. Teori overfilling

mengatakan bahwa asites dimulai dari ekspamsi cairan plasma akibat reabsorpsi air oleh ginjal.

Gangguan fungsi itu terjadi akibat peningkatan aktivitas hormone anti-diuretik (ADH) dan

penurunan aktivitas hormone natriuretik karena penurunan fungsi hati. Teori overfilling tidak

dapat menerangkan kelanjutan asites menjadi sindrom hepatorenal. Teori ini juga gagal

menerangkan gangguan neurohormonal yang terjadi pada sirosis hati dan asites. Evolusi dari

kedua teori itu adalah teori vasodilatas perifer. Menurut teori ini, factor patogenesis

pembentukan asites yang amat penting adalah hipertensi portal yang sering disebut sebagai factor

local dan gangguan fungsi ginjal yang sering disebut factor sistemik.1

Gambaran Klinis

Pada asites derajat sedang sulit untuk dideteksi, tapi pada derajat yang lebih berat bisa

menimbulkan distensi abdomen. Pasien dengan asites biasanya akan mengeluh perutnya yang

bertambah berat dan tekanan yang meningkat, yang berakibat terjadinya napas pendek (shortness

of breath) karena keterbatasan gerak dari diafragma. Dari pemeriksaan fisik, ada tiga

pemeriksaan yang dapat dilakukan berdasar jumlah cairan asites. Pada asites yang minimal dapat

dilakukan pemeriksaan puddle sign, untuk derajat yang lebih berat dapat dilakukan pemeriksaan

shifting dullness dan tes undulasi (pada asites yang berjumlah 1,5 sampai 2 liter).1

Pemeriksaan Penunjang

Page 6: contoh

Analisa cairan asites untuk memeriksa warna, kadar protein, hitung sel bakteri, dan

keganasan. Asites biasanya berwarna kekuningan pada sirosis, kemerahan pada keganasan, dan

keruh pada infeksi. Hitung leukosit adalah >250 PMN/mL pada peritonitis bakterialis.

Pemeriksaan sitologi bisa menegakkan diagnosis keganasan. Pada pankreatitis juga bisa terjadi

asites, jadi amilase harus diukur. USG abdomen digunakan untuk mengukur ukuran hati (kecil

pada sirosis), tanda-tanda hipertensi portal (splenomegali), dan lebamya vena portal dan vena

hepatika (untuk menyingkirkan dugaan trombosis vena hepatika dan sindrom Budd-Chiari). Juga

bermanfaat untuk menemukan kelainan fokal (mengarahkan dugaan ke keganasan diseminata)

dan untuk diagnosis tumor intraabdomen (misalnya tumor ovarium). Tes darah Tes biokimia dan

tes fungsi hati untuk mencari penanda sirosis hepatis (kadar albumin rendah, hiperbilirubinemia,

kenaikan enzim hati, trombositopenia, dan lain-lain). Pemeriksaan penanda tumor jika ada

dugaan keganasan (terutama α-fetoprotein untuk hepatoma, CA 125 untuk kanker ovarium).1

Tatalaksana

Tirah baring, diet rendah garam dan diuretika.1

Hepatitis B

Hepatitis B adalah peradangan pada hati. Selain tipe A, virus hepatitis B paling sering

ditemui. Sebagian penderita hepatitis B akan sembuh sempurna dan mempunyai kekebalan

seumur hidup, tapi sebagian lagi gagal memperoleh kekebalan. Orang itu akan terus menerus

membawa virus hepatitis B dan bisa menjadi sumber penularan. Penularannya dapat terjadi lewat

jarum suntik atau pisau yang terkontaminasi, transfusi darah dan gigitan manusia. Hepatitis B

sangat beresiko bagi pecandu narkotika dan orang yang mempunyai banyak pasangan seksual.

Gejala hepatitis B adalah lemah, lesu, sakit otot, demam ringan, mual, kurang nafsu makan, mata

dan kulit kuning dan air kencing berwarna gelap.  Pengobatan penyakit ini dilakukan dengan

interferon alfa-2b, lamivudine dan imunoglobulin yang mengandung antibodi terhadap hepatitis-

B (diberikan 14 hari setelah paparan). Vaksin hepatitis B yang aman dan efektif sudah tersedia

sejak beberapa tahun lalu.  Untuk mencegah penularan hepatitis B adalah dengan imunisasi

hepatitis B terhadap bayi yang baru lahir, menghindari hubungan badan dengan orang yang

terinfeksi, menghindari penyalah-gunaan obat dan pemakaian bersama jarum suntik,

Page 7: contoh

menghindari pemakaian bersama sikat gigi ataupun alat cukur dan memastikan alat suci-hama

bila ingin bertatto, melubangi terlinga atau tusuk jarum.1,4

Etiologi Hepatitis B

Apabila pasien dengan hasil laboratorium HBsAg positif berarti penyebab kepada

hepatitis B tersebut adalah virus hepatitis B (HBV). HBV merupakan virus yang tergolong di

dalam family Flaviviridae yang merupakan virus DNA dengan genom ganda parsial dan

mempunyai sekitar 3200 pasangan basa. HBV mempunyai selubung yang merupakan proten

surface antigen (HBsAg).5

Cara Transmisi melalui darah seperti penerima donor darah, pasien hemodialisis, pekerja

kesehatan dan pekerja yang terpapar dengan darah, transmisi seksual, penetrasi jaringan atau

permukosa seperti tertusuk jarum, penggunaan ulang alat medis yang terkontaminasi,

penggunaan pisau cukur dan silet, transmisi maternal-neonata, maternal-infant. Penularan infeksi

virus hepatitis B melalui berbagai cara yaitu secara parenteral dimana terjadi penembusan kulit

atau mukosa misalnya melalui tusuk jarum atau benda yang sudah tercemar virus hepatitis B dan

pembuatan tattoo. Cara yang kedua adalah secara non parenteral karena persentuhan yang erat

dengan benda yang tercemar virus hepatitis B. Secara epidemiologik penularan infeksi virus

hepatitis B dibagi 2 cara penting yaitu penularan vertikel dan penularan horizontal. Penularan

vertical adalah penularan infeksi virus hepatitis B dari ibu yang HBsAg positif kepada anak yang

dilahirkan yang terjadi selama masa perinatal. Resiko terinfeksi pada bayi mencapai 50-60 % dan

bervariasi antar negara satu dan lain berkaitan dengan kelompok etnik. Penularan horizontal pula

merupakan penularan infeksi virus hepatitis B dari seorang pengidap virus hepatitis B kepada

orang lain disekitarnya, misalnya melalui hubungan seksual. 1,4,5

Epidemiologi Hepatitis B

Distribusi hampir diseluruh dunia. Prevalensi karier di Amerika <1% sedangkan di Asia

sekitar 5-15%. Di Indonesia sendiri, prevalensi didaerah pedesaan relatif lebih tinggi

dibandingkan dengan didaerah kota terutama pada kelompok masyarakat yang terpencil

termasuk yang tinggal di pulau – pulau kecil. Prevalensi infeksi VHB pada WTS(wanita tuna

susila) relatif lebih tinggi dibanding kan dengan populasi umum sedangkan Hbs pada petugas

kesehatan tidak jauh berbeda dengan angka yang didapatkan pada populasi umum.1

Page 8: contoh

Patofisiologi Hepatitis B

Pada manusia hati merupakan target organ bagi virus hepatitis B. Virus Hepatitis B

(VHB) mula-mula melekat pada reseptor spesifik dimembran sel hepar kemudian mengalami

penetrasi ke dalam sitoplasma sel hepar. Dalam sitoplasma VHB melepaskan mantelnya,

sehingga melepaskan nukleokapsid. Selanjutnya nukleokapsid akan menembus dinding sel hati.

Di dalam inti asam nukleat VHB akan keluar dari nukleokapsid dan akan menempel pada DNA

hospes dan berintegrasi; pada DNA tersebut. Selanjutnya DNA VHB memerintahkan gel hati

untuk membentuk protein bagi virus baru dan kemudian terjadi pembentukan virus baru. Virus

ini dilepaskan ke peredaran darah, mekanisme terjadinya kerusakan hati yang kronik disebabkan

karena respon imunologik penderita terhadap infeksi. Apabila reaksi imunologik tidak ada atau

minimal maka terjadi keadaan karier sehat.5

Gambaran patologis hepatitis akut tipe A, B dan Non A dan Non B adalah sama yaitu

adanya peradangan akut diseluruh bagian hati dengan nekrosis sel hati disertai infiltrasi sel-sel

hati dengan histiosit. Bila nekrosis meluas (masif) terjadi hepatitis akut fulminan. Bila penyakit

menjadi kronik dengan peradangan dan fibrosis meluas didaerah portal dan batas antara lobulus

masih utuh, maka akan terjadi hepatitis kronik persisten. Sedangkan bila daerah portal melebar,

tidak teratur dengan nekrosis diantara daerah portal yang berdekatan dan pembentukan septa

fibrosis yang meluas maka terjadi hepatitis kronik aktif.5

Profilaksis

Tidak meminum alcohol, hindari aktivitas beresiko tinggi contohnya melakukan suntikan

narkoba bersama dan melakukan seks bebas, menghindari pemakaian bersama barang-barang

pribadi seperti pisau cukur, melakukan seleksi atau pemeriksaan sebelum menerima darah dari

pendonor. Pemberian vaksin dan Immune globulin serum.1

Penatalaksanaan

Tujuan pengobatan hepatitis B khronik adalah mencegah atau menghentikan progresi jejas

hati ( liver injury) dengan cara menekan replikasi virus atau menhilangkan injeksi. Dalam

pengobatan hepatits B, titik akhir yang sering dipakai adalah hilangnya petanda replikasi virus

yang akti secara menetap HBeAg dan DNA VHB). Pada umumnya serokonversi dari HBeAg

menjadi anti anti-HBe dsertai dengan kehilangannya DNA VHB dalam serum dan meredanya

Page 9: contoh

penyakit hati. Pada kelompok pasien hepatitis B HBeAg negate,serokonversi HBeAg tidak dapat

diapaki sebagai titik akhir terapi dan respons terapi hanya dapat dinilai dengan pemeriksaan

DNA VHB. 1

Terapi dengan Imunomodulator

Intereron (IFN) alfa. IFN adalah kelompok pasien intrasellular yang normal ada dalam tubuh

dan diproduksi oleh berbagai macam sel. IFN alfa diproduksi oleh limfosit , IFN beta diproduksi

oleh monosit fibroepithelial, dan IFn gamma diprosuksi oleh sel limosit T. Produksi IFN

dirangsang oleh berbagai macam stimulasi terutama ineksi virus. Beberapa khasiat IFN adalah

khasiat antivirus, immunolodulator proliretai dan antifibrotik. IFN tidak memiliki khasiat anti

virus langsung tetapi merangsang IFN yang terdapat membran sitoplasma sel hati yang diikuti

dengan diproduksinya protein efektor. Salah satu protein yang terbentuk adalah 2-5—

oligodenlyate (OAS) yang merupakan suatu enzim yang berungsi dalam hati terbentuknya

aktivitas antivirus.Khasiat IFN pada hepatits B disebabkan terutama oleh khasiat immunodulator.

Penelitian menunjukkan bahawa pasien Hepatitis B sering didapatkan penururnan produksi IFN.

Sebagai salah satu akibatnya terjadi gangguan penurunan IFN. Sebagai salah satu akibatnya

terjadi gangguan penampilan molekul HLA kelas 1 pada membran hepatosit yang sangat

diperlukan agar sel T sitotoksik dapat mengenali sel-sel hepatosit yang terkena infeksi VHB. Sel-

sel tersebut menampilkan antigen sasaran(target antigen) VHB pada membran hepatosit.

Beberapa faktor yang dapat meramalkan keberhasilan IFN:1

a) Konsentrasi ALT yang tinggi: Konsentrasi DNA VHB yang rendah, timbulnya lare up

selama terapi dan IgM anti Hb-C yang positif.

b) Efek samping IFN: gejala seperti flu, tanda-tanda supresi tulang, lare up. Depresi, rambut

rontok. Berat badan turun dan gangguan fungsi tiroid.

PEG Inteferon. Penambahan poli etin glikol (PEG) menimbulkan senyawa IFN dengan umur

paruh yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan IFN biasa. Dalam suatu penelitian yang

mmbandingkan dengan IFN biasa . Pengunaan steroid sebelum terapi IFN. Pemberian steroid

pada psien Hepatitis B yang kemudian dihentikan mendadak akan menyebabkan lare up yang

disertai dengan keniakan konsentrasi ALT. Beberapa penelitian awal menunjukkan bahwa

Page 10: contoh

steroid withdrawal yang diikuti dengan pemberian IFN lebih efektif dibandingkan pemberian

IFN saja.1

Vaksinasi terapi merupakan salah satu sebagai langkah maju dalam bidang vaksinanais

hepatitis B adalah kemungkinana vaksin hepatits B untuk pengobatan ineksi VHB. Prinsip dasar

vaksinasi adalah pengidap VHB tidak memberikan respons terhadap vaksinasi konvesional yang

mengandungi HBsAg karena individu tersebut mengalami immunotolenrasi terhadap HbsAg.

Suatu vaksin terapi yang eektif adalah suatu vaksin yang kuat dapat mengatasi immonotolenrasi

Page 11: contoh

Daftar Pustaka

1. Harryanto RA, Madjid A, Muin RA, Nugroho A, Sanusi TA, Aziz RHA, et al. Buku ajar

ilmu penyakit dalam. Edisi 4. Departemen Ilmu Penyakit Dalam: Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia ; 2006.h.427-47

2. Mark HS. Buku Ajar Diagnostik Fisik. EGC : Jakarta; 1995.h.245-52.

3. Kosasih EN, Kosasih AH. Tafsiran hasil pemeriksaan laboratorium klinik. 2nd ed.

Karisma : Jakarta; 2008.p.296-317.

4. Eugene RS, Michael FS, Wills CM. Sciff’s Diseases of the Liver. Volume 1. Lippincott

Williams & Wilkins : Philadelphia; 2007.p.20-54, 717-20, 807-35.

5. Egi KY, Esty W, Devi Y. Buku Saku Patofisiologi. 3rd ed. EGC: Jakarta; 2008.h.665-672.