contoh aplikasi gis untuk pemantauan budidaya pertanian

9
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemanfaatan lahan pertanian yang intensif dan tanpa memperhatikan keseimbangan antara masukan dan keluaran dalam sistem pertanian akan mempercepat terjadinya penurunan kesuburan tanah. Keadaan ini diperparah dengan kebiasaan petani yang membawa keluar semua hasil panen tanpa usaha mengembalikan sebagian biomassa tanaman ke lahan pertanian. Di samping itu, sistem pengelolaan kesuburan tanah biasanya ditekankan pada penggantian hara melalui pemupukan, tanpa usaha untuk mempertahankan pengelolaan kesuburan tanah secara menyeluruh, sehingga menyebabkan penurunan produktivitas tanaman dan kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan bagi tanaman (Hairiah et al., 2000). Menurunnya produktivitas tanaman merupakan salah satu indikator bahwa sistem pengelolaan tanaman tidak berkelanjutan (not sustainable). Pada sistem budidaya ubikayu, sebagian besar sentra produksi ubikayu berada di lahan kering dengan jenis tanah Alfisol, Ultisol, dan Inceptisol yang umumnya mempunyai tingkat kesuburan rendah (Suryana, 2007). Permasalahan tanah Ultisol berhubungan dengan kekahatan hara makro, keracunan aluminium, KPK dan kandungan bahan organik tanah yang rendah (Hairiah et al., 2000). Rendahnya kandungan bahan organik tanah Ultisol umumnya disebabkan oleh proses mineralisasi bahan organik yang berlangsung cepat sebagai akibat tingginya suhu udara dan tanah serta curah hujan yang tinggi. Curah hujan yang tinggi juga dapat menyebabkan proses pelindian berlangsung intensif yang menyebabkan unsur hara menjauh dari jangkauan perakaran. Keadaan ini

Upload: aviandi-prasetya

Post on 10-Feb-2016

25 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

pengaplikasian gis

TRANSCRIPT

Page 1: contoh aplikasi gis untuk pemantauan budidaya pertanian

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pemanfaatan lahan pertanian yang intensif dan tanpa memperhatikan

keseimbangan antara masukan dan keluaran dalam sistem pertanian akan

mempercepat terjadinya penurunan kesuburan tanah. Keadaan ini diperparah

dengan kebiasaan petani yang membawa keluar semua hasil panen tanpa usaha

mengembalikan sebagian biomassa tanaman ke lahan pertanian. Di samping itu,

sistem pengelolaan kesuburan tanah biasanya ditekankan pada penggantian

hara melalui pemupukan, tanpa usaha untuk mempertahankan pengelolaan

kesuburan tanah secara menyeluruh, sehingga menyebabkan penurunan

produktivitas tanaman dan kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan bagi

tanaman (Hairiah et al., 2000). Menurunnya produktivitas tanaman merupakan

salah satu indikator bahwa sistem pengelolaan tanaman tidak berkelanjutan (not

sustainable).

Pada sistem budidaya ubikayu, sebagian besar sentra produksi ubikayu

berada di lahan kering dengan jenis tanah Alfisol, Ultisol, dan Inceptisol yang

umumnya mempunyai tingkat kesuburan rendah (Suryana, 2007). Permasalahan

tanah Ultisol berhubungan dengan kekahatan hara makro, keracunan aluminium,

KPK dan kandungan bahan organik tanah yang rendah (Hairiah et al., 2000).

Rendahnya kandungan bahan organik tanah Ultisol umumnya disebabkan oleh

proses mineralisasi bahan organik yang berlangsung cepat sebagai akibat

tingginya suhu udara dan tanah serta curah hujan yang tinggi. Curah hujan yang

tinggi juga dapat menyebabkan proses pelindian berlangsung intensif yang

menyebabkan unsur hara menjauh dari jangkauan perakaran. Keadaan ini

Page 2: contoh aplikasi gis untuk pemantauan budidaya pertanian

2

diperparah apabila pertumbuhan akar juga dibatasi oleh adanya lapisan-lapisan

penghambat lainnya seperti keracunan aluminium. Kehilangan nitrogen (N)

melalui pelindian pada Ultisol Lampung yang ditanami jagung dan kacang tanah

berkisar antara 3 sampai 72% (Suprayogo, 2000).

Ubikayu merupakan salah satu tanaman yang banyak dibudidayakan di

Provinsi Lampung (Sarno et al., 2004). Penanaman ubikayu biasanya dilakukan

secara monokultur dan berlangsung secara terus-menerus sepanjang tahun.

Penanaman ubikayu monokultur secara terus-menerus dapat menurunkan hasil

ubikayu. Produktivitas lahan yang ditanami ubikayu terus-menerus selama 20-30

tahun, menurun dari 26-30 t/ha menjadi 10-12 t/ha (Howeler, 1992). Lebih lanjut

Hairiah et al. (2000) mengemukakan bahwa penanaman ubikayu monokultur di

Pakuan Ratu, Lampung selama 8 tahun berturut-turut menurunkan hasil ubikayu

dari 30 t/ha menjadi sekitar 10 t/ha. Penanaman ubikayu monokultur dapat

menurunkan C-organik, bahan organik, N, KPK, P, K, Mg tersedia dan

penurunan pH tanah serta stabilitas agregat tanah, kemampuan memegang air

yang rendah dan meningkatkan berat volume (Siem, 1992; Sat dan Deturch,

1998; Phien dan Vinh, 1998).

Pada tanaman semusim lainnya, pemupukan yang berimbang merupakan

salah satu usaha untuk meningkatkan kesuburan tanah dan produktivitas

tanaman. Kebutuhan pupuk makro untuk setiap ton ubikayu berdasarkan hara

yang diserap dan terbawa panen untuk ubikayu adalah 6,54 kg N, 2,24 kg P2O5

dan 9,32 kg K2O (Wargiono et al., 2006). Mengingat jumlah hara yang terangkut

setiap panen cukup besar, maka untuk menjaga produktivitas tanah harus

dilakukan penambahan hara melalui pemupukan.

Page 3: contoh aplikasi gis untuk pemantauan budidaya pertanian

3

Tumpangsari atau tumpang gilir dengan tanaman legum merupakan

usaha lain yang dapat dilakukan untuk mengurangi penurunan kesuburan tanah

akibat penanaman ubikayu monokultur. Tumpangsari ubikayu dengan tanaman

legum meningkatkan C-organik lebih tinggi dibandingkan tumpangsari dengan

tanaman non legum. Tumpangsari ubikayu dengan jagung dan ubikayu dengan

kacang tanah masing-masing meningkatkan C-organik tanah 12% dan 56%

(Ispandi, 2002). Tumpangsari dengan tanaman legum juga dapat memperbaiki

sifat kimia lainnya, diantaranya adalah peningkatan kandungan N yang diperoleh

dari proses penyematan N dan tambahan bahan organik. Hasil penelitian Nnadi

dan Haque (2008) menunjukkan bahwa tanaman legum dapat menyumbangkan

sekitar 30 % N hasil dari proses penyematan N kepada tanaman lainnya dalam

sistem tumpangsari maupun tumpang gilir. Tanaman legum seperti kacang tanah

yang ditanam pada tanah Ultisol mampu menyemat N sebesar 40 kg/ha (Okito et

al., 2004), disamping itu, ada tambahan dari residu akar tanaman legum sekitar

5-15 kg N/ha. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa manfaat lain sistem

tumpangsari adalah berkurangnya erosi permukaan (Wargiono et al., 2006).

Pengembalian biomassa tanaman legum akan bermanfaat dalam

menjaga kandungan bahan organik tanah dan menambah kandungan hara

dalam tanah. Pengembalian sisa tanaman berperan dalam menyuplai unsur hara

terutama N. Bundy dan Andraski (2005) melaporkan bahwa sisa tanaman jagung

yang dikembalikan ke lahan pertanian bisa menyumbang N antara 50 – 100 kg

N/ha, sekitar 5 – 20% residunya berupa N masih dapat dimanfaatkan oleh

tanaman berikutnya. Marthens et al. (2006) mengemukakan bahwa peningkatan

N tanah akibat pengembalian sisa tanaman kedelai mencapai 47 – 56 kg N/ha,

sedangkan pada kacang tanah sekitar 48 kg N/ha. Peluang yang didapatkan

Page 4: contoh aplikasi gis untuk pemantauan budidaya pertanian

4

dalam sistem tumpangsari ubikayu dengan tanaman legum adalah peningkatkan

efisiensi penggunaan lahan, peningkatan bahan organik tanah dan efisiensi

pemupukan N. Sistem ini diharapkan dapat meningkatkan pendapatan petani

dan menjamin kelestarian lahan serta stabilitas hasil.

Pengembalian biomassa dapat meningkatkan hara dalam tanah, akan

tetapi belum tentu dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Hasil penelitian

Handayanto et al (1994) menunjukkan bahwa mineralisasi N yang berasal dari

legum yang berupa tanaman pagar sekitar 36-81 kg/ha, hanya sekitar 30% N

(10-24 kg/ha) yang dapat dimanfaatkan tanaman jagung. Rendahnya hara yang

dapat dimanfaatkan ini karena tidak bertepatan (sinkronisasi) antara

ketersediaan hara dengan saat tanaman membutuhkan. Tingkat sinkronisasi ini

ditentukan oleh kecepatan mineralisasi bahan organik. Kecepatan mineralisasi

bahan organik ditentukan oleh berbagai faktor antara lain: pH tanah,

kelembaban, suhu tanah dan kualitas bahan organik, sehingga pengaturan

kualitas bahan organik sangat diperlukan untuk mencapai tingkat sinkronisasi

tersebut (Samuel et al., 2002; Handayanto et al., 1997; Agehara dan Warncke,

2005; Griffin dan Honeycutt, 2000; Cookson et al., 2002; Kyveryga et al., 2004;

Fritschi et al., 2005). Bahan organik dengan kualitas tinggi seperti nisbah C:N

yang rendah, cepat mengalami mineralisasi. Ciri bahan organik ini dimiliki oleh

tanaman legum. Kelemahan sifat tersebut adalah cepatnya ketersediaan hara N.

Ketersediaan hara yang terlalu cepat yang tidak diimbangi dengan kebutuhan

hara tanaman dapat menyebabkan hilangnya unsur hara di sekitar perakaran.

Usaha untuk menghambat laju mineralisasi tersebut dapat dilakukan dengan

mencampur dengan bahan organik yang mempunyai nisbah C:N tinggi, seperti

Page 5: contoh aplikasi gis untuk pemantauan budidaya pertanian

5

bahan organik asal tanaman jagung sehingga terjadi sinkronisasi antara

ketersediaan hara dengan kebutuhan tanaman.

Pengaruh perbedaan pengelolaan tanah dan pola tanam dapat dilihat

dengan peningkatan atau penurunan ketersediaan hara dalam tanah. Umumnya

penelitian sistem tumpangsari yang dilihat hanya dalam bentuk anorganik atau

hanya dalam bentuk totalnya (N dan C total) padahal hara dalam bentuk total

kurang dapat menggambarkan ketersediaan hara. Perilaku atau bentuk-bentuk

organik seperti fraksi N (N-labil dan N-organik) dan fraksi C seperti C-labil masih

jarang diteliti dalam sistem pola tanam tumpangsari atau tumpang gilir ubikayu

dengan legum padahal fraksi-fraksi N dan C tersebut berpengaruh terhadap

kualitas tanah. Fraksi labil bahan organik merupakan indikator yang baik untuk

menilai kualitas tanah (Laik et al., 2009). Fraksi C labil seperti biomassa mikrobia

C (microbial biomass C), fraksi ringan C (light fraction C) dan C yang terekstrak

air (water extractable C), C termineralisasi (potential mineralizable C, PMC) dan

C renik (particulate organik C) merupakan salah satu komponen awal yang

digunakan sebagai indikator dari pengaruh pengelolaan tanah dan pola tanam

terhadap kualitas bahan organik tanah. Karbon yang terekstrak air (water

extractable C) merupakan fraksi labil yang penting sebagai sumber energi bagi

mikroorganisme yang berperanan dalam proses mineralisasi (Hayness, 2000;

Laik et al., 2009).

Fraksi N labil seperti N organik, biomassa mikrobia N (microbial biomass

N), N termineralisasi (potential mineralizable N, PMN) dan N renik (particulate

organik N) juga merupakan salah satu indikator untuk menduga kualitas tanah. N

organik merupakan sumber N untuk mikroorganisme dan pada beberapa

tanaman dapat secara langsung menyerap fraksi tersebut (Burton et al., 2007).

Page 6: contoh aplikasi gis untuk pemantauan budidaya pertanian

6

Fraksi labil dari bahan organik (C dan N) mempunyai pengaruh yang nyata

terhadap cadangan bahan organik tanah. Perubahan kuantitas dari fraksi

tersebut merupakan indikator awal untuk menduga pengaruh penggunaan dan

pengelolaan lahan.

Berdasarkan masalah tersebut maka perlu dilakukan penelitian tentang

peningkatan kesuburan dan kualitas tanah dengan pemberian biomassa legum

dan non legum pada lahan ubikayu di Typic Hapludult Lampung.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah

sebagai berikut:

1. Belum diketahui pengaruh pengelolaan lahan pada sistem budidaya

ubikayu yang meliputi lama penggunaan lahan dan pola tanam terhadap

kesuburan dan kualitas tanah serta hasil ubikayu.

2. Belum diketahui pengaruh bahan organik asal tanaman legum dan non

legum terhadap kemampuannya dalam menyediakan hara, laju

mineralisasi dan mengurangi kehilangan hara melalui pelindian di lahan

ubikayu dengan lama penggunaan lahan yang berbeda.

3. Belum diketahui pengaruh bahan organik pada beberapa proporsi

tanaman legum dan non legum di lahan ubikayu dengan lama

penggunaan lahan yang berbeda terhadap kesuburan dan kualitas tanah

serta serapan hara tanaman ubikayu.

4. Belum diketahui parameter uji yang tepat untuk menilai kualitas tanah

akibat masukan bahan organik yang berbeda kualitas di lahan ubikayu

dengan lama penggunaan lahan yang berbeda.

Page 7: contoh aplikasi gis untuk pemantauan budidaya pertanian

7

5. Belum diketahui tanggapan serapan hara, kualitas tanah dan hasil

ubikayu sebagai pengaruh dari pola tanam di lahan ubikayu dengan lama

penggunaan lahan yang berbeda.

1.3. Tujuan:

1. Mempelajari pengaruh pengelolaan lahan pada budidaya ubikayu yang

meliputi lama penggunaan lahan dan pola tanam terhadap kesuburan dan

kualitas tanah serta hasil ubikayu.

2. Mempelajari pengaruh bahan organik asal tanaman legum dan non legum

terhadap kemampuan menyediakan hara, laju mineralisasi dan

mengurangi kehilangan hara melalui pelindian.

3. Mempelajari pengaruh pencampuran beberapa proporsi bahan organik

asal tanaman tanaman legum dan non legum di lahan ubikayu terhadap

kesuburan dan kualitas tanah serta serapan hara tanaman ubikayu.

4. Mempelajari parameter uji yang tepat untuk menilai kualitas tanah akibat

masukan bahan organik yang berbeda kualitas di lahan ubikayu dengan

lama penggunaan lahan yang berbeda.

5. Mempelajari pengaruh pola tanam tumpangsari ubikayu + legum atau

tumpang gilir ubikayu - legum di lahan ubikayu terhadap kesuburan dan

kualitas tanah, serapan hara serta hasil ubikayu.

1.4. Manfaat Penelitian

Serangkaian penelitian ini diharapkan dapat dijadikan panduan oleh

petani untuk pengelolaan tanah Typic Hapludult yang berbasis tanaman ubikayu

melalui pengelolaan pola tanam ubikayu dengan beberapa tanaman palawija

Page 8: contoh aplikasi gis untuk pemantauan budidaya pertanian

8

yang diharapkan dapat meningkatkan kesuburan tanah, produktivitas ubikayu,

dan menjamin kelestarian produktivitas.

Bagi pemangku kebijakan seperti Badan Litbang Pertanian atau Pemda

Lampung dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk pengembangan budidaya

ubikayu yang lebih berorientasi pada kelestarian lahan dan produktivitas ubikayu

dengan penggunaan pola tanam ubikayu dengan tanaman legum dan non legum.

Bagi penulis diharapkan dapat memberikan atau memperluas khasanah

ilmu pengetahuan untuk sesama peneliti terutama yang berhubungan dengan

pengelolaan pola tanam ubikayu dengan tanaman legum dan non legum yang

lestari dan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar strata tiga.

1.5. Keaslian Penelitian

Penelitian tumpangsari atau tumpang gilir ubikayu dengan legum atau

tanaman lainnya telah banyak dilakukan, sebagian besar penelitian masih

berorientasi pada hasil (Dapaah et al., 2003; Adeniyan et al., 2011), kompetisi

hara dan cahaya matahari (Suwarto et al., 2005; Xu qu et al., 2011), terhadap

fisika tanah seperti kemantapan agregat dan berat volume serta erosi tanah

(Iijima et al., 2004; Daellenbach et al., 2005). Penelitian lebih lanjut dalam

hubungannya dengan C dan N dilakukan oleh Hairiah et al. (2000a) dan Sarno et

al. (2004) yang juga dilakukan di Lampung. Penelitian yang dilakukan oleh

Hariah et al. (2000a) lebih banyak menggunakan tanaman pagar sebagai sumber

bahan organik, pada penelitian tersebut dilakukan perhitungan neraca hara C

dan N. Penggunaan tanaman pagar akan bermanfaat apabila penguasaan lahan

petani cukup luas, pada pengguasaan lahan yang sempit kurang efektif karena

akan mengurangi areal tanaman budidaya yang berdampak pada berkurangnya

penghasilan petani. Pemanfaatan bahan organik insitu dalam sistem tumpangsari

Page 9: contoh aplikasi gis untuk pemantauan budidaya pertanian

9

ubikayu dengan tanaman legum dan non legum akan memberikan dua manfaat

sekaligus yaitu bahan organik dan hasil panen, sehingga diharapkan kelestarian

lahan dan produktivitas pertanian. Penelitian yang dilakukan Sarno et al. (2004)

dengan menggunakan pupuk anorganik tanpa pemberian pupuk organik,

disamping itu analisis tanahnya hanya dalam keadaan C dan N total.

Penelitian yang telah banyak dilakukan tersebut belum menyentuh

masalah kualitas tanah yaitu bagaimana pengaruh tumpangsari atau tumpang

gilir ubikayu dengan legum dan non legum terhadap kualitas tanah dan hasil

ubikayu. Pada penelitian ini juga dilakukan pengaturan kualitas bahan organik

pada beberapa proporsi legum dan non legum di lahan bekas ubikayu dengan

lama penggunaan yang berbeda terhadap mineralisasi N, kualitas tanah dan

serapan hara tanaman ubikayu. Di samping itu juga dilakukan penentuan

parameter uji yang tepat untuk menilai kualitas tanah akibat masukan bahan

organik yang berbeda kualitas di lahan bekas ubikayu dengan lama penggunaan

yang berbeda.

Penelitian tentang pengaruh pengaturan kualitas bahan organik dalam

sistem tumpangsari atau tumpang gilir tanaman ubikayu - legum dan non legum

di lahan dengan lama penggunaan yang berbeda terhadap mineralisasi N, fraksi

C labil dan N labil serta pengaruhnya terhadap kualitas tanah masih belum

banyak dilakukan, berdasarkan uraian diatas maka penelitian ini merupakan

penelitian yang masih baru.