contoh aplikasi gis untuk pemantauan budidaya pertanian
DESCRIPTION
pengaplikasian gisTRANSCRIPT
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pemanfaatan lahan pertanian yang intensif dan tanpa memperhatikan
keseimbangan antara masukan dan keluaran dalam sistem pertanian akan
mempercepat terjadinya penurunan kesuburan tanah. Keadaan ini diperparah
dengan kebiasaan petani yang membawa keluar semua hasil panen tanpa usaha
mengembalikan sebagian biomassa tanaman ke lahan pertanian. Di samping itu,
sistem pengelolaan kesuburan tanah biasanya ditekankan pada penggantian
hara melalui pemupukan, tanpa usaha untuk mempertahankan pengelolaan
kesuburan tanah secara menyeluruh, sehingga menyebabkan penurunan
produktivitas tanaman dan kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan bagi
tanaman (Hairiah et al., 2000). Menurunnya produktivitas tanaman merupakan
salah satu indikator bahwa sistem pengelolaan tanaman tidak berkelanjutan (not
sustainable).
Pada sistem budidaya ubikayu, sebagian besar sentra produksi ubikayu
berada di lahan kering dengan jenis tanah Alfisol, Ultisol, dan Inceptisol yang
umumnya mempunyai tingkat kesuburan rendah (Suryana, 2007). Permasalahan
tanah Ultisol berhubungan dengan kekahatan hara makro, keracunan aluminium,
KPK dan kandungan bahan organik tanah yang rendah (Hairiah et al., 2000).
Rendahnya kandungan bahan organik tanah Ultisol umumnya disebabkan oleh
proses mineralisasi bahan organik yang berlangsung cepat sebagai akibat
tingginya suhu udara dan tanah serta curah hujan yang tinggi. Curah hujan yang
tinggi juga dapat menyebabkan proses pelindian berlangsung intensif yang
menyebabkan unsur hara menjauh dari jangkauan perakaran. Keadaan ini
2
diperparah apabila pertumbuhan akar juga dibatasi oleh adanya lapisan-lapisan
penghambat lainnya seperti keracunan aluminium. Kehilangan nitrogen (N)
melalui pelindian pada Ultisol Lampung yang ditanami jagung dan kacang tanah
berkisar antara 3 sampai 72% (Suprayogo, 2000).
Ubikayu merupakan salah satu tanaman yang banyak dibudidayakan di
Provinsi Lampung (Sarno et al., 2004). Penanaman ubikayu biasanya dilakukan
secara monokultur dan berlangsung secara terus-menerus sepanjang tahun.
Penanaman ubikayu monokultur secara terus-menerus dapat menurunkan hasil
ubikayu. Produktivitas lahan yang ditanami ubikayu terus-menerus selama 20-30
tahun, menurun dari 26-30 t/ha menjadi 10-12 t/ha (Howeler, 1992). Lebih lanjut
Hairiah et al. (2000) mengemukakan bahwa penanaman ubikayu monokultur di
Pakuan Ratu, Lampung selama 8 tahun berturut-turut menurunkan hasil ubikayu
dari 30 t/ha menjadi sekitar 10 t/ha. Penanaman ubikayu monokultur dapat
menurunkan C-organik, bahan organik, N, KPK, P, K, Mg tersedia dan
penurunan pH tanah serta stabilitas agregat tanah, kemampuan memegang air
yang rendah dan meningkatkan berat volume (Siem, 1992; Sat dan Deturch,
1998; Phien dan Vinh, 1998).
Pada tanaman semusim lainnya, pemupukan yang berimbang merupakan
salah satu usaha untuk meningkatkan kesuburan tanah dan produktivitas
tanaman. Kebutuhan pupuk makro untuk setiap ton ubikayu berdasarkan hara
yang diserap dan terbawa panen untuk ubikayu adalah 6,54 kg N, 2,24 kg P2O5
dan 9,32 kg K2O (Wargiono et al., 2006). Mengingat jumlah hara yang terangkut
setiap panen cukup besar, maka untuk menjaga produktivitas tanah harus
dilakukan penambahan hara melalui pemupukan.
3
Tumpangsari atau tumpang gilir dengan tanaman legum merupakan
usaha lain yang dapat dilakukan untuk mengurangi penurunan kesuburan tanah
akibat penanaman ubikayu monokultur. Tumpangsari ubikayu dengan tanaman
legum meningkatkan C-organik lebih tinggi dibandingkan tumpangsari dengan
tanaman non legum. Tumpangsari ubikayu dengan jagung dan ubikayu dengan
kacang tanah masing-masing meningkatkan C-organik tanah 12% dan 56%
(Ispandi, 2002). Tumpangsari dengan tanaman legum juga dapat memperbaiki
sifat kimia lainnya, diantaranya adalah peningkatan kandungan N yang diperoleh
dari proses penyematan N dan tambahan bahan organik. Hasil penelitian Nnadi
dan Haque (2008) menunjukkan bahwa tanaman legum dapat menyumbangkan
sekitar 30 % N hasil dari proses penyematan N kepada tanaman lainnya dalam
sistem tumpangsari maupun tumpang gilir. Tanaman legum seperti kacang tanah
yang ditanam pada tanah Ultisol mampu menyemat N sebesar 40 kg/ha (Okito et
al., 2004), disamping itu, ada tambahan dari residu akar tanaman legum sekitar
5-15 kg N/ha. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa manfaat lain sistem
tumpangsari adalah berkurangnya erosi permukaan (Wargiono et al., 2006).
Pengembalian biomassa tanaman legum akan bermanfaat dalam
menjaga kandungan bahan organik tanah dan menambah kandungan hara
dalam tanah. Pengembalian sisa tanaman berperan dalam menyuplai unsur hara
terutama N. Bundy dan Andraski (2005) melaporkan bahwa sisa tanaman jagung
yang dikembalikan ke lahan pertanian bisa menyumbang N antara 50 – 100 kg
N/ha, sekitar 5 – 20% residunya berupa N masih dapat dimanfaatkan oleh
tanaman berikutnya. Marthens et al. (2006) mengemukakan bahwa peningkatan
N tanah akibat pengembalian sisa tanaman kedelai mencapai 47 – 56 kg N/ha,
sedangkan pada kacang tanah sekitar 48 kg N/ha. Peluang yang didapatkan
4
dalam sistem tumpangsari ubikayu dengan tanaman legum adalah peningkatkan
efisiensi penggunaan lahan, peningkatan bahan organik tanah dan efisiensi
pemupukan N. Sistem ini diharapkan dapat meningkatkan pendapatan petani
dan menjamin kelestarian lahan serta stabilitas hasil.
Pengembalian biomassa dapat meningkatkan hara dalam tanah, akan
tetapi belum tentu dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Hasil penelitian
Handayanto et al (1994) menunjukkan bahwa mineralisasi N yang berasal dari
legum yang berupa tanaman pagar sekitar 36-81 kg/ha, hanya sekitar 30% N
(10-24 kg/ha) yang dapat dimanfaatkan tanaman jagung. Rendahnya hara yang
dapat dimanfaatkan ini karena tidak bertepatan (sinkronisasi) antara
ketersediaan hara dengan saat tanaman membutuhkan. Tingkat sinkronisasi ini
ditentukan oleh kecepatan mineralisasi bahan organik. Kecepatan mineralisasi
bahan organik ditentukan oleh berbagai faktor antara lain: pH tanah,
kelembaban, suhu tanah dan kualitas bahan organik, sehingga pengaturan
kualitas bahan organik sangat diperlukan untuk mencapai tingkat sinkronisasi
tersebut (Samuel et al., 2002; Handayanto et al., 1997; Agehara dan Warncke,
2005; Griffin dan Honeycutt, 2000; Cookson et al., 2002; Kyveryga et al., 2004;
Fritschi et al., 2005). Bahan organik dengan kualitas tinggi seperti nisbah C:N
yang rendah, cepat mengalami mineralisasi. Ciri bahan organik ini dimiliki oleh
tanaman legum. Kelemahan sifat tersebut adalah cepatnya ketersediaan hara N.
Ketersediaan hara yang terlalu cepat yang tidak diimbangi dengan kebutuhan
hara tanaman dapat menyebabkan hilangnya unsur hara di sekitar perakaran.
Usaha untuk menghambat laju mineralisasi tersebut dapat dilakukan dengan
mencampur dengan bahan organik yang mempunyai nisbah C:N tinggi, seperti
5
bahan organik asal tanaman jagung sehingga terjadi sinkronisasi antara
ketersediaan hara dengan kebutuhan tanaman.
Pengaruh perbedaan pengelolaan tanah dan pola tanam dapat dilihat
dengan peningkatan atau penurunan ketersediaan hara dalam tanah. Umumnya
penelitian sistem tumpangsari yang dilihat hanya dalam bentuk anorganik atau
hanya dalam bentuk totalnya (N dan C total) padahal hara dalam bentuk total
kurang dapat menggambarkan ketersediaan hara. Perilaku atau bentuk-bentuk
organik seperti fraksi N (N-labil dan N-organik) dan fraksi C seperti C-labil masih
jarang diteliti dalam sistem pola tanam tumpangsari atau tumpang gilir ubikayu
dengan legum padahal fraksi-fraksi N dan C tersebut berpengaruh terhadap
kualitas tanah. Fraksi labil bahan organik merupakan indikator yang baik untuk
menilai kualitas tanah (Laik et al., 2009). Fraksi C labil seperti biomassa mikrobia
C (microbial biomass C), fraksi ringan C (light fraction C) dan C yang terekstrak
air (water extractable C), C termineralisasi (potential mineralizable C, PMC) dan
C renik (particulate organik C) merupakan salah satu komponen awal yang
digunakan sebagai indikator dari pengaruh pengelolaan tanah dan pola tanam
terhadap kualitas bahan organik tanah. Karbon yang terekstrak air (water
extractable C) merupakan fraksi labil yang penting sebagai sumber energi bagi
mikroorganisme yang berperanan dalam proses mineralisasi (Hayness, 2000;
Laik et al., 2009).
Fraksi N labil seperti N organik, biomassa mikrobia N (microbial biomass
N), N termineralisasi (potential mineralizable N, PMN) dan N renik (particulate
organik N) juga merupakan salah satu indikator untuk menduga kualitas tanah. N
organik merupakan sumber N untuk mikroorganisme dan pada beberapa
tanaman dapat secara langsung menyerap fraksi tersebut (Burton et al., 2007).
6
Fraksi labil dari bahan organik (C dan N) mempunyai pengaruh yang nyata
terhadap cadangan bahan organik tanah. Perubahan kuantitas dari fraksi
tersebut merupakan indikator awal untuk menduga pengaruh penggunaan dan
pengelolaan lahan.
Berdasarkan masalah tersebut maka perlu dilakukan penelitian tentang
peningkatan kesuburan dan kualitas tanah dengan pemberian biomassa legum
dan non legum pada lahan ubikayu di Typic Hapludult Lampung.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut:
1. Belum diketahui pengaruh pengelolaan lahan pada sistem budidaya
ubikayu yang meliputi lama penggunaan lahan dan pola tanam terhadap
kesuburan dan kualitas tanah serta hasil ubikayu.
2. Belum diketahui pengaruh bahan organik asal tanaman legum dan non
legum terhadap kemampuannya dalam menyediakan hara, laju
mineralisasi dan mengurangi kehilangan hara melalui pelindian di lahan
ubikayu dengan lama penggunaan lahan yang berbeda.
3. Belum diketahui pengaruh bahan organik pada beberapa proporsi
tanaman legum dan non legum di lahan ubikayu dengan lama
penggunaan lahan yang berbeda terhadap kesuburan dan kualitas tanah
serta serapan hara tanaman ubikayu.
4. Belum diketahui parameter uji yang tepat untuk menilai kualitas tanah
akibat masukan bahan organik yang berbeda kualitas di lahan ubikayu
dengan lama penggunaan lahan yang berbeda.
7
5. Belum diketahui tanggapan serapan hara, kualitas tanah dan hasil
ubikayu sebagai pengaruh dari pola tanam di lahan ubikayu dengan lama
penggunaan lahan yang berbeda.
1.3. Tujuan:
1. Mempelajari pengaruh pengelolaan lahan pada budidaya ubikayu yang
meliputi lama penggunaan lahan dan pola tanam terhadap kesuburan dan
kualitas tanah serta hasil ubikayu.
2. Mempelajari pengaruh bahan organik asal tanaman legum dan non legum
terhadap kemampuan menyediakan hara, laju mineralisasi dan
mengurangi kehilangan hara melalui pelindian.
3. Mempelajari pengaruh pencampuran beberapa proporsi bahan organik
asal tanaman tanaman legum dan non legum di lahan ubikayu terhadap
kesuburan dan kualitas tanah serta serapan hara tanaman ubikayu.
4. Mempelajari parameter uji yang tepat untuk menilai kualitas tanah akibat
masukan bahan organik yang berbeda kualitas di lahan ubikayu dengan
lama penggunaan lahan yang berbeda.
5. Mempelajari pengaruh pola tanam tumpangsari ubikayu + legum atau
tumpang gilir ubikayu - legum di lahan ubikayu terhadap kesuburan dan
kualitas tanah, serapan hara serta hasil ubikayu.
1.4. Manfaat Penelitian
Serangkaian penelitian ini diharapkan dapat dijadikan panduan oleh
petani untuk pengelolaan tanah Typic Hapludult yang berbasis tanaman ubikayu
melalui pengelolaan pola tanam ubikayu dengan beberapa tanaman palawija
8
yang diharapkan dapat meningkatkan kesuburan tanah, produktivitas ubikayu,
dan menjamin kelestarian produktivitas.
Bagi pemangku kebijakan seperti Badan Litbang Pertanian atau Pemda
Lampung dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk pengembangan budidaya
ubikayu yang lebih berorientasi pada kelestarian lahan dan produktivitas ubikayu
dengan penggunaan pola tanam ubikayu dengan tanaman legum dan non legum.
Bagi penulis diharapkan dapat memberikan atau memperluas khasanah
ilmu pengetahuan untuk sesama peneliti terutama yang berhubungan dengan
pengelolaan pola tanam ubikayu dengan tanaman legum dan non legum yang
lestari dan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar strata tiga.
1.5. Keaslian Penelitian
Penelitian tumpangsari atau tumpang gilir ubikayu dengan legum atau
tanaman lainnya telah banyak dilakukan, sebagian besar penelitian masih
berorientasi pada hasil (Dapaah et al., 2003; Adeniyan et al., 2011), kompetisi
hara dan cahaya matahari (Suwarto et al., 2005; Xu qu et al., 2011), terhadap
fisika tanah seperti kemantapan agregat dan berat volume serta erosi tanah
(Iijima et al., 2004; Daellenbach et al., 2005). Penelitian lebih lanjut dalam
hubungannya dengan C dan N dilakukan oleh Hairiah et al. (2000a) dan Sarno et
al. (2004) yang juga dilakukan di Lampung. Penelitian yang dilakukan oleh
Hariah et al. (2000a) lebih banyak menggunakan tanaman pagar sebagai sumber
bahan organik, pada penelitian tersebut dilakukan perhitungan neraca hara C
dan N. Penggunaan tanaman pagar akan bermanfaat apabila penguasaan lahan
petani cukup luas, pada pengguasaan lahan yang sempit kurang efektif karena
akan mengurangi areal tanaman budidaya yang berdampak pada berkurangnya
penghasilan petani. Pemanfaatan bahan organik insitu dalam sistem tumpangsari
9
ubikayu dengan tanaman legum dan non legum akan memberikan dua manfaat
sekaligus yaitu bahan organik dan hasil panen, sehingga diharapkan kelestarian
lahan dan produktivitas pertanian. Penelitian yang dilakukan Sarno et al. (2004)
dengan menggunakan pupuk anorganik tanpa pemberian pupuk organik,
disamping itu analisis tanahnya hanya dalam keadaan C dan N total.
Penelitian yang telah banyak dilakukan tersebut belum menyentuh
masalah kualitas tanah yaitu bagaimana pengaruh tumpangsari atau tumpang
gilir ubikayu dengan legum dan non legum terhadap kualitas tanah dan hasil
ubikayu. Pada penelitian ini juga dilakukan pengaturan kualitas bahan organik
pada beberapa proporsi legum dan non legum di lahan bekas ubikayu dengan
lama penggunaan yang berbeda terhadap mineralisasi N, kualitas tanah dan
serapan hara tanaman ubikayu. Di samping itu juga dilakukan penentuan
parameter uji yang tepat untuk menilai kualitas tanah akibat masukan bahan
organik yang berbeda kualitas di lahan bekas ubikayu dengan lama penggunaan
yang berbeda.
Penelitian tentang pengaruh pengaturan kualitas bahan organik dalam
sistem tumpangsari atau tumpang gilir tanaman ubikayu - legum dan non legum
di lahan dengan lama penggunaan yang berbeda terhadap mineralisasi N, fraksi
C labil dan N labil serta pengaruhnya terhadap kualitas tanah masih belum
banyak dilakukan, berdasarkan uraian diatas maka penelitian ini merupakan
penelitian yang masih baru.