contoh cerpen

Upload: hardiansyah-ilga-rizki

Post on 05-Oct-2015

23 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

ini adalah sebuah contoh cerpen karya saya

TRANSCRIPT

Pendakian Yang Menelan NyawaHardiansyah Ilga Rizki

Pada hari itu, para pemuda dari seluruh Mapala Indonesia berkumpul di tempat yang sama, untuk menghadiri acara pendakian akbar ke puncak gunung yang tersebar di seluruh indonesia. Hanya anggota Mapala terbaik dari seluruh Indonesia yang dikumpulkan disini. Pendakian ini merupakan acara akbar dari Ikatan Mapala se-Indonesia untuk memperingati dirgahayu Mapala yang ke-24. Pada acara tersebut, anggota Mapala yang telah dipilih dari seluruh Indonesia telah ditentukan tempat tujuan pendakiannya berdasarkan pengalaman dan keahlian dalam mendaki gunung. Karena setiap gunung memiliki karakteristik khusus baik dari struktur bebatuannya, cuacanya, keadaan suhu dan lainnya sehingga mengharuskan keahlian tersendiri dalam mendaki gunung demi keamanan si pendaki itu sendiri. Namun bisa saja dengan hanya bermodalkan keberanian, orang biasa pun bisa mendaki Puncak Everest dengan peralatan sederhana, tentu saja dengan resiko yang amat besar.

Pada pagi yang sangat cerah itu, terlihatlah para pemuda gagah yang paling menonjol dari anggota Mapala lainnya. Mereka bernama Ferdi, Gurruh, Bambang, Budi, dan Anton. Mereka berasal dari universitas yang berbeda, namun mempunyai nilai yang cukup bagus untuk seorang pemula, mereka ternyata adalah anggota Mapala baru di universitas mereka karena mereka baru saja diterima sebagai mahasiswa. Hal itulah yang membuat mereka menonjol, mahasiswa baru namun seperti seorang senior di organisasi mapala universitas mereka, hal ini disebabkan oleh pengalaman dan keahlian mereka dalam berpetualang. Memang, mereka ini sudah gemar mendaki dan berpetualang sejak SMA.Para anggota Mapala berbaris rapi, menunggu acara akbar ini dimulai, panitia acara akbar ini telah tiba di lapangan dan bersiap untuk memberikan instruktur dan informasi lainnya kepada peserta acara tahunan ini. Selang beberapa waktu kemudia, acara pun dimulai.

Ferdi, Gurruh, Bambang dan Anton, kalian mendapatkan pendakian di Gunung Dempo, maka dari itu, kalian dipersilahkan berangkat ke Kota Pagaralam sekarang. Kata seorang instruktur.

Setelah acara pembukaan ditutup, maka mereka segera meninggalkan lapangan Mapala UI tersebut dan segera menuju bandara untuk pergi ke Kota Palembang.

***

Dua jam kemudian, tepat pada pukul 12 siang, mereka telah sampai di bandara yang berada di Kota Palembang. Ferdi dan teman pendaki lainnya bukanlah orang Palembang, dan juga belum pernah mengunjungi Kota Palembang. Maka mereka pun sempat bertanya-tanya kepada petugas bandara untuk mencarikan transportasi menuju ke Kota Pagaralam.

Ada Travel yang menuju Pagaralam akan berangkat pada jam 2 siang nanti, jika kalian mau beristirahat maka kalian bisa beristirahat di bangku sebelah sana. Kata petugas bandara sambil menunjukkan arah tempat bangku tersebut berada.Lalu, Ferdi dan lainnya duduk beristirahat di bangku itu, menunggu travel untuk menjemput yang akan memakan waktu sekitar dua jam dari sekarang. Disamping itu, Gurruh pun mulai kelaparan. Dia ingin mencari rumah makan.

Siapa saja yang mau membeli nasi bungkus? Nanti saya belikan, sekalian saya juga ingin ke rumah makan, tapi bayarannya tetap! Hehehe. Kata Gurruh sambil tertawa.

Setelah yang lainnya memberi uang kepada Gurruh untuk membeli nasi bungkus, Gurruh pun segera berangkat ke rumah makan terdekat untuk membeli lima nasi bungkus sesuai dengan jumlah anggota dalam tim pendakian ini.

Beberapa waktu kemudian. Gurruh kembali dengan membawa lima nasi bungkus yang telah dipesan, empat nasi bungkus diberikan kepada Ferdi, Bambang, Budi dan Anton. Sedangkan sisanya adalah miliknya sendiri.

Wah enak sekali nih! Kebetulan aku sangat lapar, kita harus menyiapkan energi untuk bekal pendakian gunung! ujar Ferdi kepada yang lainnya.

Betul sekali! Ayo kita makan! ujar Gurruh bersemangat. Mereka pun mulai menyantap makanan tersebut.

Setelah nasi bungkud dihabiskan, mereka semua meminum bungkusan air yang didapat dari rumah makan tadi. Setelah itu, mereka pun tertidur dengan pulas.Tepat pada pukul 2 siang, travel tiba menjemput mereka, petugas bandara segera membangunkan mereka, lalu mereka bersiap-siap dan masuk ke dalam mobil travel tersebut.

Perjalanan akan membutuhkan waktu sekitar delapan jam, maka dari itu kalian sebaiknya tidur atau beristirahat. Ujar sopir kepada para penumpang.

Perjalanan pun dimulai, Ferdi dan lainnya segera mencari posisi yang enak untuk tidur. Setelah itu, mereka tertidur lelap.

Delapan jam kemudian, tepat pada pukul 10 malam, travel tiba di Kota Pagaralam. Ferdi, Anton, Budi, Bambang dan Gurruh segera turun dari bus tersebut.

Wah! Betapa segarnya kota ini! ujar Ferdi.

Pendakiannya pasti asyik! ujar Anton.

Foto-foto dulu yuk! ujar Budi.

Alay banget sih! Tapi boleh juga! ujar Bambang.

Aku ikut! ujar Gurruh.

Lalu mereka semua berfoto bergantian, dan juga memilih tempat yang terang demi hasil foto terbaik.

Oke juga fotonya, besok foto lagi yuk! ujar Budi.

Karena perjalanan panjang, mereka sangat lelah, mereka pun segera mencari tempat untuk tidur, mereka terus berjalan dari pusat Kota Pagaralam ke kaki gunung, agar pada saat pagi hari, mereka langsung dapat mendaki.

Sekitar satu setengah jam perjalanan, tiba lah mereka pada sebuah masjid di dekat kaki gunung, tanpa lama berpikir, mereka beristirahat disana dan menaruh seluruh alat pendakian di sudut masjid, dan mereka pun segera tidur.Pada keesokan harinya, Senin pagi. Mereka bangun dengan penuh semangat untuk melihat keindahan matahari terbit. Terjajar dengan rapi sejauh mata memandang, bukit barisan yang begitu indah, sangat menyegarkan mata. Mereka berfoto lagi dan tidak menyia-nyiakan kesempatan tersebut. Memang sungguh indah pemandangan disini.

Wah! Luar biasa! Pemandangan yang sangat indah! ujar Anton.

Tak sia-sia kita ke sini! ujar Budi.

Untung kita ditempatkan disini! ujar Bambang.

Setelah berfoto, lalu mereka sarapan seadanya, dengan mi instan yang telah dipersiapkan sebelumnya, dimasak menggunakan kompor gas kecil yang cocok untuk sebuah pendakian.

Setelah sarapan, mereka mulai bergegas untuk mendaki, setelah semua alat dan tas gunung sudah dipakai. Lalu mereka segera mendaki. Mereka mendaki gunung tersebut melalui jalur yang melalui kampung IV, sebuah jalur yang nyaman untuk mendaki.

Sesampainya di kampung IV, mereka beristirahat sejenak. Mereka sudah dekat pada Pintu Rimba. Pintu Rimba merupakan sebuah nama tempat yang menjadi awal dari sebuah pendakian di Gunung Dempo. Setelah cukup beristirahat, mereka segera melanjutkan pendakian.

Selang beberapa waktu, sampailah mereka di Pintu Rimba. Disini mereka beristirahat kembali, karena Pintu Rimba merupakan tebing yang cukup datar sehingga mereka dapat beristirahat dengan mudah.Wah! Baru segini saja sudah capek, apalagi di puncak nanti! ujar Gurruh.

Benar! Tapi kita harus tetap semangat! ujar Ferdi.

Setelah cukup beristirahat di Pintu Rimba, mereka melanjutkan pendakian. Tebing yang dilalui cukup terjal, sehingga mereka pun seringkali terpeleset.

Tebing demi tebing dilalui, namun puncak masih sangat jauh. Mereka sudah sangat lelah, seringkali terpeleset namun mereka saling bantu-membantu. Ketika satu anggota terpeleset, maka dua orang lainnya akan membantu. Kecuali Bambang, ia mulai menunjukkan sikap egoisnya. Ia tak pernah menolong anggota yang terpeleset meskipun orang tersebut memiliki jarak yang sangat dekat darinya. Ia beralasan bahwa dirinya sangat lelah, padahal kekompakan sangatlah diperlukan. Sedangkan ketika ia terpeleset para anggota pun tetap bersedia menolongnya.

Para anggota lainnya tetap berpikir positif pada keegoisan si Bambang. Mereka berpikir bahwa kesehatan Bambang sedang menurun sehingga ia tak sanggup membantu yang lain.

Seiring berjalannya waktu, sampailah mereka pada shelter 1, sebuah tempat di Gunung Dempo yang dapat digunakan untuk beristirahat, karena tempat tersebut merupakan tempat yang nyaman dan datar. Beberapa anggota beristirahat sejenak selama 15 menit. Sedangkan Ferdi dan Gurruh mencari air dari sumber air terdekat.Setelah beristirahat, kita harus segera naik agar sampai puncak sebelum malam tiba. Ujar Anton.

Tunggu, kita harus menunggu Ferdi dan Gurruh pulang, mereka sedang mencari air. Ujar Budi.

Tak lama kemudian, Ferdi dan Gurruh sampai dengan membawa empat botol besar penuh dengan air.

Ini adalah persediaan air kita yang terakhir, tidak ada lagi sumber air setelah ini, hanya ada di puncak gunung untuk sumber air selanjutnya, jadi berhematlah. Ujar Ferdi.

Ayo kita berangkat, kita harus sampai puncak sebelum malam tiba.: ujar Gurruh.

Mereka pun mulai bergerak untuk mendaki, sedangkan keempat botol tadi sudah di bagi rata untuk kelima anggota yang masing-masing telah membawa wadah air.

Seiring berjalannya waktu, mereka mendaki dengan lancar tanpa halangan, hingga sampailah mereka pada sebuah tempat yang disebut Dinding Lemari, tempat beristirahat yang memiliki tebing yang sangat menanjak, memang sangatlah melelahkan mendaki Puncak Dempo, maka dari itu, tempat untuk beristirahat pun banya.Airnya, jangan dihabiskan, masih ada beberapa poin lagi untuk sampai ke puncak, kita masih harus sampai pada shelter 2, kuncian lalu sampai ke puncak, memakan sekitar 4-5 jam lagi. Ujar Gurruh, ia telah mempelajari gunung ini sebelumnya.

Para anggota pun beristirahat. Namun, Bambang ketakutan melihat Dinding Lemari, Karena ini merupakan hal tersulit dalam mendaki Gunung Dempo, tebing ini sangatlah tinggi dan menanjak sehingga menutuhkan keahlian yang bagus dalam mendaki.

Aku tak yakin bisa mendaki itu. Ujar Bambang putus asa.

Aih, kamu ini, ini masih sepertiga perjalanan, masa udah keok. Ujar Anton.

Tetaplah semangat, kami akan membantumu. Ujar Gurruh.Lalu, mereka mulai mendaki Dinding Lemari. Gurruh pun memimpin untuk mencarikan jalur yang aman untuk dipanjat, mencari akar serta batu-batu yang kuat dan aman untuk dipanjat. Para anggota pun saling membantu, namun Bambang tak pernah berniat untuk membantu, Ia mendaki dengan penuh ketakutan, namun Ferdi senantiasa membantunya dari belakang. Setelah setengah dari ketinggian Dinding Lemari dilalui, tiba-tiba Anton pun terpeleset pada saat menginjak batu yang licin. Ia terjatuh ke bawah tempat beristirahat tadi, cukup tinggi hingga kakinya terkilir.

Kalian lanjutkan saja! Aku baik-baik saja! teriak Anton.

Saya akan membantu Anton. Ujar Budi kepada yang lain.

Ferdi, Gurruh dan Bambang tetap melanjutkan pendakian, sedangkan Budi membantu Anton mengurut kakinya yang terkilir. Setelah agak pulih, mereka melanjutkan pendakian.

Budi dan Anton segera menyusul rombongan Ferdi, Gurruh dan Bambang. Hingga pada shelter 2, mereka bertemu, Ferdi sengaja menunggu mereka, sedangkan Bambang dengan egoisnya terus mendaki, meninggalkan kelompok pendaki tersebut. Sekarang tinggallah Budi, Anton, Ferdi dan Gurruh. Mereka melanjutkan pendakian tanpa Bambang.

Setelah mendaki cukup lama, mereka pun sampai ke puncak, setelah melakukan perjalanan selama 8 jam yang diukur dari dimulainya pendakian pada pagi hari pukul 9. Sekarang jam menunjukkan pukul 5 sore. Hari mulai gelap, mereka pun mencari Bambang, ternyata ia telah mendirikan tenda.Sejak kapan kau sampai? ujar Ferdi.

Baru 15 menit yang lalu. ujar Bambang.

Kau egois sekali! Teganya meninggalkan kami, orang seperti kau seharusnya mati dalam kawah! ujar Anton yang sejak kakinya terkilir, mulai memupuk rasa benci pada keegoisan Bambang.

Kamu sih, pake jatuh segala, kalo mendaki yang bener! ujar Bambang.

Sudah sudah, di Gunung Dempo jangan sembarang berkata buruk, sudah banyak hal buruk yang terjadi disini yang awalnya disebabkan oleh perkataan! ujar Ferdi.

Akhirnya, mereka semua beristirahat. Setelah itu mulsi membagi tugas untuk mendirikan tenda. Sedangkan Bambang beristirahat dengan tenang dalam tendanya sendiri.

Setelah semua tenda berdiri, mereka segera beristirahat, tidur sejena untuk melepas penat. Hingga pada jam 9 malam, mereka bangun untuk makan malam. Ferdi mulai mengeluarkan kompor gas kecil yang ada di dalam tasnya. Gurruh mengeluarkan 5 bungkus mi instan untuk disantap bersama. Budi mengeluarkan peralatan masak dan Anton menyiapkan peralatan makan. Sedangkan Bambang hanya santai menunggu makanan siap disantap.

Kapan kapan kubunuh kau Bambang! ujar Anton kesal dengan sikap Bambang yang sangat egois.

Aku harap aku mati dalam kawah seperti yang kau katakan! Hahaha ujar Bambang dengan tertawa menyindir.

Sudah! Cukup! Jangan berkelahi lagi, makanlah makanan ini setelah itu kita beristirahat!. Ujar Ferdi.

Setelah itu mereka makan malam bersama, dengan suasana malam yang sangat dingin tanpa api unggun, karena mereka memasak hanya dengan kompor gas kecil.Setelah makan malam selesai, mereka melanjutkan istirahat untuk memulihkan energi kembali untuk menuruni gunung ini pada keesokan hari.

Pagi pun tiba, semua anggota pun terbangun, mereka segera menuju ke bibir kawah Gunung Dempo untuk melihat matahari terbit.

Wah betapa indahnya matahari terbit dari gunung! ujar Budi.

Betul! Pengen rasanya berfoto namun kamera ku baterinya habis! ujar Anton.

Akhirnya mereka pun menikmati matahari terbit dengan duduk di pinggir kawah tanpa mengabadikannya dengan kamera.

Tak lama kemudian, bibir kawah pun dipenuhi dengan kabut yang sangat tebal, mereka mulai kembali ke tenda masing-masing tanpa bisa melihat satu sama lain.

Kalian ada yang melihat Bambang tidak? ujar Ferdi panik.

Ah, Mungkin dia tidur dalam tenda. Ujar Anton santai.

Lalu Ferdi segera menuju ke tenda milik Bambang.

Bambang tidak ada disini! ujar Ferdi kepada yang lain.

Kita harus mencari Bambang! ujar Budi.

Ayo kita telusuri bibir kawah, mungkin ia tersesat! ujar Gurruh.

Mungkin ia terjatuh dalam kawah. Ujar Anton dengan santai, karena ia sangat benci dengan Bambang.

Segera mereka mencari Bambang, menelusuri bibir kawah yang kini tak lagi berkabut. Tak ada satupun jejak yang mereka temukan hingga akhirnya mereka semua lelah.Kita tak bisa mencari Bambang, kita memerlukan bantuan Tim Sar untuk menelusuri setiap sudut gunung ini, mungkin Bambang tersesat sangat jauh akibat kabut tadi! ujar Ferdi.Setelah itu, mereka pun semuanya mulai memasukkan seluruh barang pendakian termasuk tenda. Dan mulai bergerak dengan sangat cepat untuk menuruni gunung dan mencari pertolongan karena di atas gunung tidak ada sinyal handphone.

6 jam kemudian, mereka berhasil menuruni gunung tanpa kehadiran Bambang. Dan segera meminta bantuan Tim Sar untuk mencari Bambang bersama.

Pencarian pun dimulai, Tim Sar beserta anggota tim pendaki mulai mencari Bambang. Setiap sudut gunung mereka telusuri, dan tak ada satupun jejak dari Bambang.

Setelah 3 hari pencarian, ditemukanlah seorang mayat mengapung di kawah Gunung Dempo. Setelah diidentifikasi, mayat tersebut adalah Bambang. Diduga Bambang terpeleset pada saat kabut asap datang dan tidak bisa melihat kemana-mana, lalu terjatuh ke dalam kawah dan tenggelam hingga akhirnya jasadnya ditemukan mengapung 3 hari kemudian.

SELESAI