contoh makalah gigi.doc
DESCRIPTION
contoh makalah gigiTRANSCRIPT
Rekam Medis Kasus Gigi
PULPITIS
Disusun oleh :
Dhani Nuswandi, S.Ked
Fitrianita, S.Ked
Try Rahmi Septrealti, S.Ked
Riza Wulandari, S.Ked
Nidya Angryni, S.Ked
Ihsan, S.Ked
Aulia Janer, S.Ked
Muhammad Ikhwan, S.Ked
KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN COMMUNITY ORIENTED MEDICAL EDUCATION (COME)
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
PUSKESMAS SIAK HULU III
SIAK HULU
2013
1
I. IDENTITAS PASIEN
2
STATUS REKAM MEDIS PASIEN GIGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS RIAU / RSUD ARIFIN ACHMAD PEKANBARU
Nama : Nn. R
Umur : 19 tahun
Pekerjaan : Mahasiswi
Alamat : Pangkalan Baru
Agama : Islam
No RM : 82.11.57
3
II. ANAMNESIS
1. Chief complaint: Nyeri pada gigi kanan bawah sejak 3 minggu yang lalu
2. Present Illness History
- Sejak 3 minggu yang lalu, pasien mengeluhkan gigi kanan bawah terasa nyeri,
nyeri terasa berdenyut, nyeri dirasakan terus menerus, nyeri menjalar ke telinga
kanan (+), terasa ngilu saat mengunyah makanan terutama makanan yang asam,
manis, atau dingin, nafas berbau busuk (+), demam (-), gusi mudah berdarah (-),
sulit membuka mulut (-).
- 2 tahun yang lalu, pasien sudah mengeluhkan hal tersebut, keluhan nyeri tidak
terlalu berat, dan lama kelamaan keluhan nyeri hilang. Pasien tidak pernah
memeriksakan diri ke dokter gigi, dan hanya membeli obat anti nyeri di warung
untuk mengurangi rasa nyeri pada gigi.
3. Past Dental History
Pasien sering mengeluhkan sakit gigi dan tidak pernah dilakukan tindakan
penambalan gigi.
4. Past Medical History
Tidak ada yang berhubungan
III. PEMERIKSAAN OBJEKTIF
1. INTRA ORAL
Inspeksi : udem (-), rubor (-), plak (+), karies profunda 46 (+), radiks 36
(+),
Palpasi : nyeri (-), fluktuasi (-)
Perkusi : (-)
Tes vitalitas : (+)
Status Lokalis
Nomenklatur Gigi (WHO)
4
Oklusi : normal bite
Torus palatinus : tidak ada
Torus Mandibularis : tidak ada
Palatum : dalam/sedang/rendah
Supenumery teeth : tidak ada/ada
Diasteros/spacing:tida k ada
ODONTOGRAM
11 Distolabio torsoversi Normal 21
12 Palatoversi Normal 22
13 Normal Normal 23
14 Normal Normal 24
15 Plak (+) Normal 25
16 Plak (+) Plak (+) 26
17 Plak (+) Plak (+) 27
18 Plak (+) Plak (+) 28
Keterangan :
: 46=karies profunda
: 36= Radiks
41 Normal Normal 31
42 Normal Normal 32
43 Normal Normal 33
44 Kalkulus (+) Normal 34
6
45 Kalkulus (+) Plak (+) 35
46 Kalkulus (+), karies (+) Radiks (+) 36
47 Kalkulus (+) Plak (+) 37
48 38
2. EKSTRA ORAL
TD : 110/70 mmHg
Nadi : 86 x/i
T : Afebris
Perbesaran: KGB (-)
7
IV. DIAGNOSIS : Pulpitis Irreversible
V. RENCANA PERAWATAN :
1. 37: Ekstraksi gigi
VI. TINDAKAN :
1. 22-10-13 dilakukan ekstraksi gigi dan pemberian Amoxicilin
3x500mg, Paracetamol 3x500mg, dan Vitamin C 1x50mg
Gambar 1. Karies Profunda
46 karies profunda
PULPITIS
Pulpa adalah jaringan lunak yang terletak di tengah-tengah gigi. Jaringan
ini adalah jaringan pembentuk, penyokong, dan merupakan bagian integral dari
dentin yang mengelilinginya.
Umumnya, garis luar jaringan pulpa mengikuti garis luar bentuk gigi.
Bentuk garis luar ruang pulpa mengikuti bentuk mahkota gigi dan bentuk garis
luar saluran pulpa mengikuti bentuk akar gigi. Pulpa gigi dalam rongga pulpa
berasal dari jaringan mesenkim dan mempunyai berbagai fungsi, yaitu sebagai
pembentuk, sebagai penahan, mengandung zat-zat makanan, mengandung sel-sel
saraf/ sensori.
Pulpa terdiri dari beberapa bagian, yaitu :
1. Ruang atau rongga pulpa, yaitu rongga pulpa yang terdapat pada bagian
tengah korona gigi dan selelu tunggal. Sepanjang kehidupan pulpa gigi
mempunyai kemampuan untuk mengendapkan dentin sekunder, pengendapan
ini mengurangi ukuran dari rongga pulpa.
2. Tanduk pulpa, yaitu ujung dari ruang pulpa.
3. Saluran pulpa atau saluran akar, yaitu rongga pulpa yang terdapat pada bagian
akar gigi. Pada kebanyakan kasus, jumlah saluran akar sesuai dengan jumlah
akar, tetapi sebuah akar mungkin mempunyai lebih dari sebuah saluran.
4. Foramen apikal, yaitu ujung dari saluran pulpa yang terdapat pada apeks akar
berupa suatu lubang kecil.
5. Supplementary canal. Beberapa kar gigi mungkin mempunyai lebih dari satu
foramen, dalam hal ini, saluran tersebut mempunyai 2 atau lebih cabang dekat
apikalnya yang disebut multiple foramina / supplementary canal.
6. Orifice, yaitu pintu masuk ke saluran akar gigi. Saluran pulpa dihhubngkan
dengan ruang pulpa. Adakalanya ditemukan suatu akar mempunyai lebih dari
satu saluran pulpa, misalnya akar mesio-bukal dari M1 atas dan akar mesial
dari M1 bawah mempunyai 2 saluran pulpa yang berakhir pada sebuah
foramen apikal.
Di dalam pulpa terdapat berbagai jenis sel, yaitu :
1. Odontoblas, yaitu sel pulpa yang paling khas. Sel ini membentuk lapisan
tunggal di perifernya dan mensintesis matriks yang kemudian termineralisasi
9
dan menjadi dentin. Odontoblas adalah sel akhir yakni tidak mengalami lagi
pembelahan sel. Odontoblas terdiri atas dua komponen structural dan
fungsional utama yakni badan sel dan prosesus sel.
2. Preodontoblas. Odontoblas baru dapat tumbuh setelah odontoblas yang lama
hilang akibat cedera. Namun tumbuhnya odontoblas baru hanya bisa terjadi
jika pada zona kaya akan sel telah ada preodontoblas. Preodontoblas adalah
sel yang telah terdiferensiasi sebagian sepanjang garis odontoblas.
Preodontoblas ini akan bermigrasi ke tempat terjadinya cedera dan
melanjutkan diferensiasinya pada tempat tersebut.
3. Fibroblast, adalah tipe sel yang paling umum terlihat dalam jumlah paling
besar di pulpa mahkota. Sel ini menghasilkan dan mempertahankan kolagen
serta zat dasar pulpa dan mengubah struktur pulpa jika ada penyakit. Akan
tetapi, tidak seperti odontoblas, sel ini mengalami kematian apoptosis dan
diganti jika perlu oleh maturasi dari sel yang kurang terdiferensiasi.
4. Sel cadangan. Sel ini merupakan sumber bagi sel jaringan ikat pulpa. Sel
precursor ini ditemukan di zona kaya akan sel dan inti pulpa serta dekat sekali
dengan pembuluh darah. Tampaknya, sel-sel ini merupakan sel yang pertama
kali membelah ketika terjadi cedera.
5. Sel-sel sistem imun. Makrofag, limfosit T, dan sel dendritik juga merupakan
penghuni seluler yang normal dari pulpa. Sel dendritik dan prosesusnya
ditemukan di seluruh lapisan odontoblas dan memiliki hubungan yang dekat
dengan elemen vaskuler dan elemen saraf. Sel-sel ini merupakan bagian dari
sistem respons awal dan pemantau dari pulpa. Sel ini akan menangkap dan
memaparkan antigen terhadap sel T residen dan makrofag.
Jaringan pulpa memiliki lima fungsi yakni bersifat formatif dan bersifat
suportif. Adapun fungsi pulpa, yaitu :
1. Induktif.
Jaringan pulpa berpartisipasi dalam memulai dan perkembangan dentin, yang
bila terbentuk, akan mengarah pada pembentukan email. Kejadian-kejadian ini
merupakan kejadian yang saling bergantung dalam arti bahwa epitel email
akan menginduksi diferensiasi odontoblas, dan odontoblas serta dentin
10
menginduksi pembentukan email. Interaksi epitel-mesenkim seperti itu adalah
esensi dari pembentukan gigi.
2. Formatif.
Odontoblas membentuk dentin. Sel yang sangat special ini berpartisipasi
dalam pembentukan dentin dalam tiga cara :
Melalui sintesis dan sekresi matriks anorganik.
Melalui pengangkutan komponen anorganik ke matriks yang baru
terbentuk di saat-saat awalnya.
Melalui penciptaan lingkungan yang memungkinkan mineralisasi
matriks.
3. Nutritif.
Jaringan pulpa memasak nutrient yang sangat penting bagi pembentukan
dentin (misalnya dentin pretubuler) dan hidrasi melalui tubulus dentin.
4. Defensif.
Jaringan pulpa juga memiliki kemampuan memroses dan mengindentifikasi
zat asing serta menimbulkan respons imun terhadap keberadaan zat asing itu.
hal ini adalah cirri khas respons pulpa terhadap karies dentin.
5. Sensatif.
Jaringan pulpa mentransmisikan sensasi saraf yang berjalan melalui email atau
dentin ke pusat saraf yang lebih tinggi. Sensasi pulpa yang berjalan melalui
dentin dan email biasanya cepat, tajam, parah, dan ditransmisikan oleh serabut
bermielin. Sensasi yang dialami diawali di dalam inti pulpa dan
ditransmisikan oleh serabut C yang lebih kecil, biasanya lambat, lebih tumpul,
dan lebih menyebar (difus).
Gambar. Anatomi Gigi
11
PENYAKIT PULPA
Penyakit pulpa adalah suatu keadaan saat kekuatan pulpa rendah untuk
menjadi kuat kembali yang disebabkan aktivitas plasminogen yang tinggi, yang
dengan cepat merusak fibrin setelah cedera.
1. Etiologi
Iritasi pada jaringan pulpa akan mengakibatkan inflamasi. Iritan terhadap
jaringan pulpa dapat terbagi menjadi tiga yaitu iritan mikroba, iritan mekanik, dan
iritan kimia.1
a. Iritan mikroba 2
Karies mengandung banyak bakteri seperti S. Mutans, Laktobasili,
Actynomyces. Mikroorganisme dalam kares menghasilkan toksin yang
berpenetrasi kedalam pulpa melalui tubulus dentin.
Lesi periapeks terjadi setelah pulpa terinflamasi dan nekrosis. Lesi
pertama-tama meluas kearah horizontal, lalu kearah vertikal, baru kemudian
berhenti.
Lambat atau cepat kerusakan jaringan akan meluas dan menyebar
keseluruh jaringan pulpa. Bakteri dan produknya dan iritan lain dari jaringan yang
telah nekrosis menjadi merembes dalam jaringan periapeks menjadi inflamasi
periapeks.
Masuknya bakteri kedalam pulpa melalui 3 cara :3
1) Invasi langsung melalui dentin seperti misalnya karies, fraktur mahkota
atau akar, terbukanya pulpa pada saat preparasi kavitas, atrisi, abrasi, erosi,
atau retak pada mahkota.
2) Invasi melalui pembuluh darah atau limfatik terbuka, yang ada
hubungannya dengan penyakit periodontal, suatu kanal aksesori pada
daerah furkasi, infeksi gusi, atau skalling gigi. Invasi melalui darah,
misalnya selama penyakit infeksi atau bakterimia transien.
3) Bakteri dapat menembus dentin pada waktu preparasi kavitas karena
kontaminasi lapisan smear karena penetrasi bakteri pada tubuli dentin
terbuka, disebabkan oleh proses karies dan masuknya bakteri karena
tindakan operatif yang tidak bersih. Bakteri dan toksin menembus tubuli
dentin dan waktu mencapai pulpa, menyebabkan reaksi inflamasi.
12
b. Iritan mekanis
Jaringan radikuler dapat teriritasi secara mekanik dan mengalami inflamasi
oleh pengaruh trauma, hiperoklusi, prosedur dan kecelakaan perawatan
endodonsia, ekstirpasi pulpa, instrumentasi yang terlalu berlebihan
(overinstrumentation), perforasi akar, dan pengisisan yang terlalu panjang.
Iritasi mekanik oleh instrument biasa terjadi selama preparasi saluran
akar.penentuan panjang gigi yang tidak tepat biasanya merupakan penyebab
instrumentasi berlebihan dan inflamasi.
Tidak adanya apical stop setelah preparasi dan pembersihan saluran akar
dapat menyebabkan bahan obturasi keluar kedaerah periapeks dilanjutkan dengan
kerusakan fisik dan kimia.
c. Iritan kimia
Antibakteri yang dipakai selama pembersihan dan pembentukan saluran
akar, obat-obatan intrakanal, senyawa dalam bahan obturasi menjadi iritan kimia
yang potensial mengiritasi jaringan periradikuler.
2. Klasifikasi Penyakit Pulpa4
a. Hiperemi Pulpa
Hiperemi pulpa adalah penumpukan darah secara berlebihan pada pulpa,
yang disebabkan oleh kongesti vaskularisasi.
Hiperemi pulpa ada 2 tipe:
1) Arteri (aktif) jika terjadi peningkatan peredaran darah arteri
2) Vena (pasif) jika terjadi pengurangan peredaran darah vena
b. Pulpitis
Pulpitis adalah suatu radang yang terjadi pada jaringan pulpa gigi dengan
gambaran klinik yang akut. Pulpitis merupakan kelanjutan dari hiperemi pulpa
yaitu bakteri yang menginvasi jaringan pulpa.
Berdasarkan sifat eksudat yang keluar dari pulpa, pulpitis terbagi atas:
1) Pulpitis akut: secara struktural jaringan pulpa sudah tidak di kenal lagi
tetapi selnya masih terlihat jelas.
2) Pulpitis akut fibrinosa: banyak di temukan fibrinogen pada pulpa.
3) Pulpitis akut hemoragia: banyak eritrosit di pulpa
13
4) Pulpitis akut purulenta: terlihat intitrasi sel-sel masih yang berangsur
berubah menjadi peleburan jaringan pulpa.
Berdasarkan ada atau tidaknya gejala:
1. Pulpitis simptomatis.
Pulpitis merupakan respon peradangan dari jaringan pulpa terhadap iritasi
dengan proses eksudatif memegang peranan. Yang termasuk dalam
pulpitis simptomatis adalah:
a. Pulpitis akut
b. Pulpitis akut dengan periodontitis apikalis
c. Pulpitis subakut
2. Pulpitis asimptomatis
Merupakan proses peradangan yang terjadi sebagai mekanisme pertahanan
dari jaringan pulpa terhadap iritasi dengan proses proliferasi. Yang
termasuk pulpitis asimtomatis:
a. Pulpitis kronis ulseratif
b. Pulpitis kronis hiperplastik
c. Pupitis kronis yang bukan di sebabkan karies
Berdasarkan gambaran histopatologi dan diagnosis klinis, pulpitis terbagi:
1. Pulpitis reversibel yaitu vitalitas jaringan pulpa masih dapat di
pertahankan. Yang termasuk pulpitis reversibel adalah:
a. Peradangan pulpa stadium transisi
b. Atrofi pulpa
c. Pulpitis akut
2. Pulpitis Irreversibel yaitu keadaan ketika vitalitas jaringan pulpa tidak
dapat di pertahankan tetapi gigi masih dapat di pertahankan dalam rongga
mulut. Yang termasuk pulpitis irreversibel :
a. Pulpitis kronis parsialis tanpa nekrosis
b. Pulpitis kronis parsialis dengan nekrosis
c. Pulpitis kronis koronalis dengan nekrosis
d. Pulpitis kronis radikularis dengan nekrosis
e. Pulpitis kronis eksaserbasi akut
14
c. Degenerasi Pulpa
Penyebabnya ialah iritasi ringan yang persisten. Keadaan ini biasanya
asimptomatis. Gigi tidak mengalami perubahan warna dan pulpa tidak bereaksi
terhadap tes termal dan elekrik. Macam-macam degenerasi pulpa:
a) Degenerasi hialin.
Terjadinya penebalan jaringan ikat pulpa karena penempelan karbohidrat.
b) Degenerasi amiloid
Terlihat gumpalan-gumpalan sel pada pulpa.
c) Degenerasi kapur
Terjadinya mineralisasi pada pulpa sehingga dapat terbentuk dentikel.
Mineralisasi dapat terjadi pada jaringan saraf, jaringan ikat, terutama pada
saluran akar.
d. Pulpitis Hiperplastik
Pulpitis hiperplastik merupakan suatu inflamasi pulpa produktif yang di
sebabkan oleh suatu pembukaan karies luas pada pulpa muda. Gangguan ini di
tandai oleh perkembangan jaringan granulasi, kadang-kadang tertutup oleh
epitelium dan di sebab kan Karena iritasi tingkat rendah yang berlangsung lama.
Hiperplastik pulpitis kronis aalah suatu konisi jaringan pulpa vital yang
mengalami radang kronis sebagai respon pertahanan jaringan pulpa terhaap
infeksi bakteri. Respon pertahanan jaringan pulpa membentuk jaringan granulasi.
Konisi yang memungkinkan pembentukan jaringan granulasi hanya paa pulpa
muda yang terinfeksi dengan kavitas besar. Pada pulpa muda vaskularisasi yang
masih baik (jumlah an kualitas yang baik) memungkinkan terbentuknya jaringan
granulasi saat terjadi invasi bakteri pada jaringan pulpa. Namun tidak menutup
kemungkinan pada pasien muda dengan kavitas besar tidak terjadi polip
pulpa dikarenakan kualitas vaskularisasi pada jaringan pulpa t e r s eb u t
t i dak s eba ik pa s i en den gan kondisi polip pulpa.
Terbukanya pulpa karena karies yang lambat dan progresif merupakan
penyebabnya. Untuk pengembangan pulpitis hiperplastik diperlukan suatu kavitas
besar yang terbuka, pulpa muda yang resisten, dan stimulus tingkat rendah yang
kronis misalnya tekanan dari pengunyahan. Pada pulpitis hiperplastik kronis tidak
15
mempunyai gejala selama mastikasi bila tekanan bolus makanan menyebabkan
rasa yang tidak menyenangkan. Pada polip ini dapat ditemukan melalui
pemeriksaaan klinik tetapi perlu dipastikan melalui pemeriksaan radiologi untuk
melihat tangkai dari polip, berasal dari ruang pulpa, perforasi bifurkasi atau
gingiva.
e. Nekrosis pulpa atau gangren pulpa
Nekrosis pulpa adalah kematian yang merupakan proses lanjutan dari
radang pulpa akut/kronis/terhenti sirkulasi darah.
3. Histopatologi 5
a. Pulpitis Reversibel
Secara mikroskopis, terlihat adanya dentin reparatif, gangguan lapisan
odontoblas, pembesaran pembuluh darah, ekstravasasi cairan edema, dan
adanya sel inflamasi kronis yang secara imunologis kompeten.
b. Pulpitis irreversibel
Gangguan ini mempunyai tingkat inflamasi kronis dan akut dalam
pulpa. Bila karies tidak diambil, perubahan inflamasi di dalam pulpa akan
meningkat keparahannya jika kerusakan mendekati pulpa. Venula pasca-
kapiler menjadi padat dan mempengaruhi sirkulasi di dalam pulpa, serta
menyebabkan perubahan patologik seperti nekrosis.
c. Nekrosis pulpa
Dalam kavitas pulpa terlihat adanya jaringan pulpa nekrotik, debris
seluler, dan mikroorganisme. Jaringan periapikal menunjukkan sedikit
inflamasi yang dijumpai di ligamen periodontal.
4. Imunopatogenesis 6
Seperti halnya jaringan ikat lain pada tubuh, jaringan pulpa akan
mengadakan respon terhadap iritan dengan reaksi inflamasi nonspesifik dan reaksi
imunologi spesifik. Inflamasi pulpa akibat karies dimulai sebagai respon selular
kronik yang ditandai oleh adanya limfosit, sel-sel plasma, dan makrofag. Pada
16
umumnya, pulpa tidak akan mengalami inflamasi yang parah jika kariesnya tidak
berpenetrasi ke dalam pulpa.
Setelah pulpa terbuka karena karies, berbagai spesies bakteri yang
oportunis dari flora oral akan berkoloni pada pulpa yang terbuka tersebut.
Leukosit polimorfonuklear (PMN) yang merupakan tanda inflamasi akut, secara
kemotaktik akan tertarik ke daerah inflamasi. Akumulasi leukosit PMN akan
menyebabkan terbentuknya abses. Jaringan pulpa bisa tetap terinflamasi dalam
waktu yang lama, atau bisa juga dengan cepat menjadi nekrosis.
5. Pemeriksaan Klinis 6
a. Pemeriksaan Subjektif
1. Keadaan saat itu
Sejumlah informasi rutin yang berkaitan dengan data pribadi, riwayat
medis dan riwayat dental serta keluhan utama.
2. Aspek nyata dari nyeri
3. Nyeri yang intensitasnya tinggi biasanya bersifat intermiten sedangkan
yang intensitasnya rendah sering bersifat terus menerus dan berlarut-larut.
Sejumlah aspek nyeri merupakan petunjuk kuat bagi adanya penyakit
endodonsi yang ireversibel dan perlunya dilakukan perawatan. Aspek-
aspek ini adalah intensitas, spontanitas, dan kontinuitas nyeri.
4. Intensitas nyeri
Makin intens nyerinya (misalnya makin mengganggu nyeri tersebut
terhadap gaya hidup pasien), makin besar kemungkinan adanya penyakit
yang ireversibel. Nyeri intens adalah nyeri baru yang terjadi yang tak dapat
diredakan oleh analgesik dan telah menyebabkan pasien mencari
pertolongan. Nyeri intens dapat timbul dari pulpitis ireversibel atau dari
periodontitis.
b. Pemeriksaan objektif
1. Pemeriksaan Ekstra Oral
Penampilan umum, tonus otot, asimetris wajah, pembengkakan, perubahan
warna, kemerahan dan jaringan limfe servikal / wajah membesar,
17
merupakan indikator status fisik pasien. Pemeriksaan ekstra oral yang hati-
hati akan membantu mengidentifikasi sumber keluhan pasien serta adanya
dan luasnya reaksi inflamasi rongga mulut.
2. Pemeriksaan Intra Oral
Pemeriksaan ini meliputi tes visual dan digital jaringan rongga mulut yang
lengkap dan teliti. Bibir, mukosa oral, pipi, lidah, palatum dan otot-otot
serta semua keabnormalan yang ditemukan di periksa. Diperiksa pula
mukosa alveolar dan gingiva sekatnya untuk melihat apakah daerah
tersebut mengalami perubahan warna, terinflamasi, mengalami ulserasi
atau mempunyai saluran sinus.
3. Gigi geligi
Gigi geligi di periksa untuk mengetahui adanya perubahan warna, fraktur,
abrasi, erosi, karies, restorasi yang luas atau abnormalitas lain. Mahkota
yang berubah warna sering merupakan tanda adnya penyakit pulpa atau
merupakan akibat perawatan saluran akar yang telah di lakukan
sebelumnya.
4. Tes klinis.
Tes klinis meliputi tes dengan menggunakan kaca mulut dan sonde serta
tes periodontium selain tes pulpa dan jaringan periapeks.
5. Tes Perkusi
Perkusi dapat menentukan ada tidaknya penyakit periradikuler. Cara
melakukan perkusi adalah dengan mengetukkan ujung kaca mulut yang di
pegang paralel atau tegak lurus terhadap mahkota pada permukaan insisal
atau oklusal mahkota.
Terdapat dua metode perkusi yaitu: tes perkusi vertikal dan tes
perkusi horizontal. Jika tes perkusi vertikal positif berarti terdapat kelainan
di daerah periapikal, dan jika tes perkusi horizontal positif berarti terdapat
kelainan di periodonsium.
Tes perkusi dilakukan dengan cara sebagai berikut ini :
Pukulan cepat dan tidak keras pada gigi, mula-mula memakai jari
dengan intensitas rendah kemudian intensitas ditingkatkan dengan
18
menggunakan tangkai suatu instrumen, untuk mengetahui apakah gigi
terasa sakit
Gigi tetangga sebaiknya di perkusi lebih dahulu dan kemudian diikuti
gigi yang menjadi keluhan.
Reaksi yang lebih valid didapat dari pergerakan tubuh pasien, reaksi
reflek, bahkan reaksi yang tidak bisa dikatakan.
Nilai diagnostik pada pemeriksaan perkusi adalah untuk mengetahui
apakah daerah atau jaringan apikal gigi mengalami inflamasi. Tes ini tidak
menunjukkan pulpa dalam keadaan vital atau nekrosis. Pada kasus gigi
yang vital, iritasi dapat terjadi oleh karena penempatan restorasi dan
bruxism, dimana kondisi ini menyebabkan iritasi pada ligamen
periodontal. Pada kasus gigi yang nekrosis jaringan nekrotik yang banyak
didalam gigi akan terdorong keluar melewati foramen periapikal menuju
jaringan dibawah gigi yang menyebabkan rasa sakit. Perbedaan yang ada
pada nyeri yang disebabkan oleh inflamasi periodonsium besar
kemungkinan berada dalam kisaran ringan sampai moderat. Inflamasi
periapikal merupakan kasus yang mungkin terjadi jika nyeri sangat tajam
dan menyebabkan respon penolakan.
6. Palpasi.
Seperti halnya perkusi, palpasi menentukan seberapa jauh proses inflamasi
telah meluas ke arah periapeks. Respon positif pada palpasi menandakan
adanya inflamasi periradikuler. Palpasi dilakukan dengan menentukan
mukosa diatas apeks dengan cukup kuat. Penekanan dilakukan dengan
ujung jari dan, seperti juga pada tes perkusi, pemeriksaan hendaknya
memakai juga gigi pembanding.
7. Tes kevitalan pulpa
Stimulasi langsung pada dentin berupa dingin, panas, tes listrik akan
menentukan respons terhadap stimulasi melalui timbulnya respon yang
abnormal. Dengan tes vitalitas, stimulasi langsung pada dentin dengan
sondasi, tes dingin, panas listrik.
Sondasi
19
Lakukan dengan menggeser sonde tanpa tekanan pada seluruh
permukaan.
Termal Test/ Tes Panas
Daerah yang akan dites diisolasi dan dikeringkan. Udara hangat
dikenakan pada permukaan gigi yang terbuka. Catat respon pasien.
Untuk mendapatkan subuah respon bisa dengan temperatur yang lebih
tinggi, dengan menggunakan air panas, gula perca panas atau
komponen panas atau instrumen yang dapat menghantarkan
temperatur yang terkontrol pada gigi.
Tes Dingin
Semprotkan etil klorida pada gulungan kapas penguapan cepat dapat
menimbulkan sensasi dingin. Gulungan kapas dikenakan pada
mahkota gigi. Air yang dibekukan pada kapsul anestetik kosong
menghasilkan suatu batang es untuk tes dingin. Gulungan kapas
disemprotkan dengan Frigident (insert), untuk dikenakan pada
permukaan mahkota; Frigident dengan temperatur kira-kira -50o C,
bila disemprotkan pada email/permukaan mahkota gigi yang
direstorasi merupakan test yang paling teliti untuk mengetahui
vitalitas pulpa.
6. Gambaran dan gejala klinis
a. Pulpitis Reversibel
Pulpitis reversible tidak menimbulkan gejala (asimptomatik) , tetapi jika
ada gejala biasanya timbul dari pola tertentu seperti :
1. Aplikasi cairan / udara dingin atau panas menyebabkan nyeri tajam
sementara.
2. Jika panas diaplikasikan pada gigi yang pulpanya normal , akan timbul
respon awal yang lambat dan intensitas nyeri akan semakin naik jika
suhunya dinaikkan. Sebaliknya jika dingin diaplikasikan pada gigi yang
pulpanya normal, akan timbul reaksi nyeri dan intensitas nyerinya
cenderung menurun jika stimulus dinginnya dipertahankan.
20
b. Pulpitis Ireversible
Pulpitis Ireversible sering merupakan akibat atau perkembangan lebih
lanjut dari pulpitis reversible . Kerusakan pulpa yang parah akibat pengambilan
dentin yang banyak selama prosedur operatif atau gangguan dalam aliran darah
dalama pulpa akibat trauma atau gerakan gigi pada perawatan orthodonti dapat
juga menjadi penyebabnya.
Pulpitis ireversible biasanya tidak menimbulkan gejala, atau pasien hanya
mengeluh gejala yang ringan saja, akan tetapi pulpitis ireversible dapat juga
menyebabkan episode nyeri spontan yang intermiten atau terus menerus tanpa ada
stimulus eksternal. Nyerinya bisa tajam, tumpul, berbatas jelas, menyebar, bisa
hanya beberapa menit atau berjam-jam.
Mengetahui letak pulpanya lebih sukar dibandingkan dengan menentukan
letak nyeri periradikuler dan akan makin sukar jika nyeri makin parah. Aplikasi
Stimuli eksternal seperti dingin atau panas dapat mengakibatkankan nyeri yang
berkepanjangan.
Jadi, pada pulpa dengan nyeri parah responsnya berbeda pada pulpa pada
gigi dengan pulpitis ireversibel bisa menimbulkan respons dengan segera, kadang-
kadang dengan aplikasi dingin responsnya tidak hilang dan berkepanjangan.
Adakalanya akan menimbulkan vasokonstriksi, turunnya tekanan pulpa dan
hilangnya nyeri setelah beberapa saat.
Walaupun telah dinyatakan bahwa gigi dengan pulpitis ireversibel
memiliki ambang rangsang lebih rendah terhadap stimuli elektrik. Rumford
menemukan ambang persepsi nyeri yang serupa, baik dalam pulpa yang
terinflamasi maupun tidak.
c. Pulpa Nekrosis
Gigi yang kelihatan normal dengan pulpa nekrotik tidak menyebabkan
gejala rasa sakit. Diskolorasi adalah tanda utama bahwa pulpa mati.
21
7. Terminologi Diagnosa 6
Gejala Radiografi Tes Pulpa Tes Periapek
PulpitisReversibel
Mungkin Menimbulkan gejala ringan terhadapStimulus termis ataumungkin juga tidak.
Tidak ada perubahanperiapek.
Memberirespon.
Tidak sensitif
PulpitisIrreversibel
Sama dengan reversibel; selain ituMungkin terdapat nyeri spontan ataunyeri parah terhadapstimulus.
Tidak adaperubahanradiolusensi diperiapek.
MemberiRespon (mungkindengan nyeriekstremterhadapstimulustermis).
MungkinMemberi respon nyeriatau mungkinjuga tidakterhadap perkusi ataupalpasi.
NekrosisPulpa
Tidak adareaksiterhadapstimulus
Tidakmemberirespon
Tergantungpada statusperiapek
8. Prognosis 3
a. Pulpitis reversibel
Prognosis untuk pulpa adalah baik bila iritan diambil cukup dini. Jika
terlambat, kondisinya dapat berkembang menjadi pulpitis irreversibel.
b. Pulpitis Ireversibel
Prognosis gigi adalah baik bila pulpa diambil dan pada gigi dilakukan
terapi endodontik dan restorasi yang tepat.
c. Pulpitis hiperplastik kronis
Prognosis bagi pulpa tidak baik. Prognosis bagi gigi baik setelah
perawatan endodontik dan restorasi yang memadai.
d. Nekrosis Pulpa
Prognosis bagi gigi baik bila diadakan terapi endodontik yang tepat.
22
9. Rencana perawatan 5
a. Pulpitis Reversibel Akut (Hiperemia)
Menemukan gigi yang terkena dapat dengan mudah dilakukan. Pasien
dapat menunjukkan gigi yang sakit. Diagnosis dapat ditegakkan oleh
pemeriksaan visual, taktil, termal dan pemeriksaan radiografik.
Bila suatu restorasi yang baru dibuat mempunyai titik kontak prematur,
memperbaiki kontur titik yang tinggi biasanya akan meringankan rasa sakit dan
memungkinkan pulpa sembuh kembali.
Bila nyeri yang bertahan timbul setelah preparasi kavitas, atau karena
pembersihan kavitas secara kimiawi atau karena kebocoran preparasi, maka
restorasi harus diangkat dan diganti dengan semen sedative seperti seng oksida
eugenol. Cara yang sama dapat dilakukan bila daerah pembusukan berulang di
bawah restorasi lama tidak menyebabkan pulpa terbuka.
Perawatan terbaik adalah pencegahan. Suatu bahan protektif pulpa
diletakkan di bawah semua restorasi, hindari kebocoran mikro, kurangi trauma
oklusal bila ada, buat kontur yang baik pada semua restorasi, dan hindari
trauma /injuri pada pulpa. Setelah perawatan paliatif, rasa sakit akan hilang
selama beberapa hari. Bila tetap bertahan atau lebih buruk, lebih baik pulpa
diekstirpasi.
b. Pulpitis Ireversibel Akut
Perawatan darurat yang paling baik adalah pulpektomi. Bila pasien
memberikan gambaran rasa sakit yang berlangsung bermenit-menit atau berjam-
jam, atau sakit spontan dan mengganggu tidur, pasien lebih membutuhkan
pulpektomi pada gigi yang bersangkutan.
Macam-macam perawatan Endodonsia 4
1. Pulpektomi
Pulpektomi adalah tindakan pengambilan seluruh jaringan pulpa dari
seluruh akar dan korona gigi. Indikasi:
a. Gigi sulung dengan infeksi yang melewati kamar pulpa, baik pada gigi
vital, nekrosis sebagian maupun gigi sudah nonvital.
23
b. Saluran akar dapat dimasuki instrument.
c. Kelainan jaringan periapeks dalam gambaran radiografi kurang dari
sepertiga apikal.
Adapun pengelompokan pulpektomi :
a. Pulpektomi Vital
Pulpektomi vital sering dilakukan pada gigi anterior dengan karies yang
telah meluas ke arah pulpa, atau gigi yang mengalami fraktur.
b. Pulpotomi Devital
Pulpotomi devital sering dilakukan pada gigi posterior yang telah
mengalami pulpitis atau dapat juga pada gigi anterior pada pasien yang tidak
tahan terhadap anestesi. Perawatan ini sekarang sudah jarang dilakukan pada gigi
tetap, biasanya langsung dilakukan perawatan pulpektomi vital walaupun ada gigi
posterior. Pulpektomi devital masih sering digunakan hanya pada gigi sulung.
c. Pulpektomi Nonvital
Perawatan saluran akar ini sering dilakukan pada gigi anterior dengan
diagnosis gangren pulpa atau nekrosis. Indikasi:
1) Mahkota gigi masih dapat direstorasi
2) Gigi tidak goyang dan periodontal normal
3) Foto rontgen menunjukkan resorpsi akar tidak lebih dari sepertiga apikal,
tidak ada granuloma pada gigi sulung
4) Kondisi pasien baik serta ingin giginya dipertahankan dan bersedia untuk
memelihara kesehatan gigi dan mulutnya
5) Keadaan ekonomi pasien memungkinkan
Kontraindikasi:
1) Gigi tidak dapat direstorasi lagi
2) Resorpsi akar lebih dari sepertiga apikal
3) Kondisi pasien buruk, mengidap penyakit kronis
4) Terdapat belokan ujung dengan granuloma atau kista yang sukar
dibersihkan
24
10. Evaluasi Perawatan 6
Penentuan berhasil atau tidaknya perawatan diambil dari :
a. Pemeriksaan klinis
Yang paling dinilai adalah tanda dan gejala klinis, yang apabila jelas
sekali indikasi kegagalan. Berhasil apabila tidak ada nyeri dan gejala,
namun penyakit tanpa gejala yang signifikan merupakan keadaan yang
umum terjadi. Kriteria klinis keberhasilan perawatan yang disusun oleh
Bennet dkk adalah :
1. Tidak adanya nyeri atau pembengkakan
2. Hilangnya saluran sinus
3. Tidak ada fungsi yang hilang
4. Tidak ada bukti kerusakan jaringan lunak termasuk tidak adanya
sulkus yang dalam pada pemeriksaan dengan sonde periodontium.
b. Temuan radiografis
Tiga kriteria dalam hasil radiografis, yaitu:
1. Berhasil, jika tidak ada lesi apeks yang resorptif secara radiologis yang
berarti bahwa suatu lesi yang terdapat saat perawatan telah membaik atau
tidak ada timbul lesi yang tidak ada saat perawatan. Keberhasilan benar-
benar terjadi jika radiolusensi tidak berkembang atau hilang setelah
interval 1-4 tahun.
2. Gagal, jika kelainanya menetap atau berkembangnya suatu tanda
penyakit yang jelas secara radiografis. Secara khusus terdapat lesi
radiolusen yang telah membesar, persisten atau telah berkembang mulai
di saat perawatan.
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Goodell GG, Tordik PA, Moss HD. Pulpal and periradicular diagnosis.
Nav Dent School J; 2005: 27(9): 15-8.
2. Baum, Lloyd, Philips, Ralph W., Lund, Melvin R. 1197. Buku Ajar Ilmu
Konservasi Gigi, Edisi 3. Jakarta: EGC Gros sman LI. 1998. Endodontic
Practice. 8th ed. Philadelphia, London: Lea and Febiger
3. Tarigan, Rasinta. 1994. Perawatan Pulpa Gigi (Endodonti). Jakarta :
Widya Medika Walton, Richard. E & Torabinejad, Mahmoud. 1997.
Prinsip dan Praktik Ilmu Endodonsi. Jakarta : EGC.
4. Penyakit gigi dan mulut, bursa buku senat mahasiswa fakultas kedokteran
UNDIP, Semarang, 2007
5. Prosedur tetap pelayanan medis penyakit gigi dan mulut, RS.DR.Kariadi/
Fakultas kedokteran UNDIP, Semarang, 1993
6. Walton and Torabinajed. 1996. Prinsip dan Praktik Endodonsi. Edisi ke-2.
Jakarta: EGC.
26