contoh, protein sebagai disease agent

6
KEAJAIBAN PERAN PROTEIN SEBAGAI DISEASE AGENT PENYAKIT PRION Tiara Mustikadewi*, Anwar Wardy W** ABSTRAK Penyakit Prion adalah sekelompok kelainan neurodegenerative yang patologinya berkaitan dengan transformasi struktural protein prion, yaitu dari PrP c menjadi PrP sc . Transformasi ini terjadi melalui tiga jalur utama tergantung kepada jenis kelainannya, baik bentuk sporadik, didapat, maupun keturunan. Penyakit ini belakangan diketahui disebabkan oleh protein yang dikenal dengan nama prion. Prion adalah sejenis protein yang diperoleh dari jaringan otak binatang yang terkena penyakit radang otak, yakni Bovine Spongiform Encephalopathy (BSE) atau penyakit sapi gila. Prion dapat dibedakan dari virus atau viroid karena tidak memiliki asam nukleat. Prion sampai sekarang dianggap sebagai penyebab Creutzfeldt-Jakob Disease (CJD), Gerstmann- Straussler Syndrome dan penyakit Kuru pada manusia yang disebabkan oleh perubahan struktur dari protein yang merusak fungsi dari protein tersebut. Penyakit-penyakit itu memiliki kelainan yang sama yaitu jaringan otak mengalami degenerasi dan berlubang - lubang kecil seperti karet busa atau spons, oleh karenanya disebut spongiform encephalopathy. Kata kunci: Prion, CJD (Creutzfeldt-Jakob Disease), Gerstmann-Straussler Syndrome PENDAHULUAN Prion pertama kali ditemukan tahun 1982 oleh Stanley Prusiner, dari University of California, School of Medicine, Amerika Serikat yang kemudian pada tahun 1997 dianugerahi Hadiah Nobel atas temuannya itu. Dalam tulisannya yang dimuat di majalah ilmiah terkenal Science, dia menyebutnya sebagai "Novel proteinaceous infectious particles "; partikel - partikel menular baru yang memiliki sifat protein yang menyebabkan penyakit scrapie pada domba dan kambing. Prion bukanlah benda hidup dengan ciri-ciri dan struktur lengkap layaknya benda hidup. Prion memiliki kemampuan memperbanyak diri melalui mekanisme yang hingga saat ini belum diketahui. Rogue protein adalah prion abnormal yang memiliki struktur kimia sedikit berbeda dibanding protein prion normal sehingga mampu menginfeksi sistem saraf.

Upload: matsuyama-youki

Post on 01-Dec-2015

38 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

protein sebagai disease agent

TRANSCRIPT

Page 1: Contoh, Protein Sebagai Disease Agent

KEAJAIBAN PERAN PROTEIN SEBAGAI DISEASE AGENT PENYAKIT PRION

Tiara Mustikadewi*, Anwar Wardy W**

ABSTRAK

Penyakit Prion adalah sekelompok kelainan neurodegenerative yang patologinya berkaitan dengan transformasi struktural protein prion, yaitu dari PrPc menjadi PrPsc. Transformasi ini terjadi melalui tiga jalur utama tergantung kepada jenis kelainannya, baik bentuk sporadik, didapat, maupun keturunan. Penyakit ini belakangan diketahui disebabkan oleh protein yang dikenal dengan nama prion. Prion adalah sejenis protein yang diperoleh dari jaringan otak binatang yang terkena penyakit radang otak, yakni Bovine Spongiform Encephalopathy (BSE) atau penyakit sapi gila. Prion dapat dibedakan dari virus atau viroid karena tidak memiliki asam nukleat. Prion sampai sekarang dianggap sebagai penyebab Creutzfeldt-Jakob Disease (CJD), Gerstmann-Straussler Syndrome dan penyakit Kuru pada manusia yang disebabkan oleh perubahan struktur dari protein yang merusak fungsi dari protein tersebut. Penyakit-penyakit itu memiliki kelainan yang sama yaitu jaringan otak mengalami degenerasi dan berlubang - lubang kecil seperti karet busa atau spons, oleh karenanya disebut spongiform encephalopathy.Kata kunci: Prion, CJD (Creutzfeldt-Jakob Disease), Gerstmann-Straussler Syndrome

PENDAHULUAN

Prion pertama kali ditemukan tahun 1982 oleh Stanley Prusiner, dari University of California, School of Medicine, Amerika Serikat yang kemudian pada tahun 1997 dianugerahi Hadiah Nobel atas temuannya itu. Dalam tulisannya yang dimuat di majalah ilmiah terkenal Science, dia menyebutnya sebagai "Novel proteinaceous infectious particles"; partikel - partikel menular baru yang memiliki sifat protein yang menyebabkan penyakit scrapie pada domba dan kambing.Prion bukanlah benda hidup dengan ciri-ciri dan struktur lengkap layaknya benda hidup. Prion memiliki kemampuan memperbanyak diri melalui mekanisme yang hingga saat ini belum diketahui. Rogue protein adalah prion abnormal yang memiliki struktur kimia sedikit berbeda dibanding protein prion normal sehingga mampu menginfeksi sistem saraf.

Penyakit prion menyerang sistem saraf pada hewan dan manusia. Pada manusia, penyakit ini menyebabkan perubahan dalam memori dan kepribadian, merusak fungsi otak dan intelek yang menyebabkan demensia. Penyakit ini juga menyebabkan kerusakan yang dari waktu ke waktu semakin parah. Tanda-tanda awal penyakit ini muncul pada masa dewasa dan akhirnya mengakibatkan kematian dalam jangka waktu yang tidak dapat ditentukan. Beberapa pasien meninggal dalam waktu beberapa bulan, sementara yang lain bertahan hidup selama beberapa tahun dengan kemerosotan yang sangat stabil.

Pada awalnya, para ilmuan sangat sukar memahami bagaimana mungkin protein bisa menjadi disease agent yang dapat diturunkan. Hasil penelitian menunjukan bahwa protein ini lebih tahan terhadap serangan protease dibanding protein biasa. Protease adalah suatu enzim yang berfungsi untuk mengurai protein. Penelitian lain juga mendapati bahwa saat DNAase dan RNAase dimasukan ke dalam sistem, aktivitas prion tidak menurun, tetapi saat dimasukan protease aktivitasnya menurun. Dari sini para ilmuan lalu menyimpulkan bahwa prion tidak memiliki DNA ataupun RNA.   Hasil studi kristalografi dengan menggunakan sinar X ditemukan adanya dua struktur protein PrP yang berbeda. Pada protein PrP normal semua struktur sekundernya adalah alpha-heliks, sedangkan pada PrP yang menyebabkan penyakit, terdapat perubahan struktur pada daerah tertentu dari a-heliks menjadi b-sheet. Dari hasil studi ini dinyatakan bahwa perubahan a-heliks menjadi beta-sheet inilah yang menyebabkan protein ini menjadi disease agent. Protein yang menyebabkan penyakit sapi gila ini kemudian dinamai Scrapie PrP (PrPsc). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekali scrapie PrP terbentuk ia akan menginduksi perubahan struktur dari protein PrP normal untuk menjadi Scrapie PrP.

Page 2: Contoh, Protein Sebagai Disease Agent

PEMBAHASAN

Secara epidemiologi Bovine Spongiform Encephalopathy (BSE) dapat ditularkan melalui pemberian pakan ternak yang terbuat dari tepung daging dan tulang  (TDT) atau Meat Bone Meal/MBM dari rumanisansia yang tercemar protein prion.  Manusia dapat tertular bila mengkonsumsi produk asal hewan yang tercemar agent BSE dan menyebabkan Creutzefeld Jacob Disease yang berakibat fatal; ……kasus pertama BSE  di Amerika Serikat diterima tanggal 24 Desember 2003 dari United States Department of Agriculture (USDA).

MBM dianggap sebagai penghantar (vehicle) dari agen penyebab penyakit. Penularan pada manusia karena mengkonsumsi daging sapi yang tertular BSE dan pada bagian tubuh sapi yang mengandung sel-sel saraf, yakni pada daging, jeroan, kulit dan tulang. Produk susu tidak berbahaya karena tidak terdeteksi prion pada susu.

Penyebab penyakit ini masih terus diteliti. Untuk sementara dikenal dengan teori Prusiner (Prusiner’shypothesis) yaitu molekul protein yang disebut protein prion berasal dari scarpie (PrP sc) yang merupakan sumber penularan kepada protein PrPc yang terdapat pada manusia, yakni PrPsc-PrPc. Melalui proses ini, protein ini berubah dari PrPc menjadi PrPsc sehingga terbentuk 2 PrPsc. Seterusnya berlangsung secara logaritmis.

Bovine Spongiform Encephalopathy/BSEBSE termasuk salah satu penyakit yang tergolong dalam Transmissible Spongiform

Encephalopathy (TSE) yaitu penyakit yg menyerang susunan saraf pusat dengan gejala histopatologik utama adanya degenerasi spongiosus atau terbentuknya lubang-lubang kosong di dalam sel-sel otak, dapat menular kepada manusia dan menyebabkan penyakit yang dalam istilah kedokteran disebut Subacute Spongiform Encephalopathy (SSE).Tanda Klinis BSE :1. Gangguan Motorik (pergerakan anggota tubuh/kelumpuhan yang terjadi semakin lama semakin

berat menimbulkan kematian).2. Ataksia, tremor, kelemahan, haus dan mengalami kegatalan dengan derajat yang hebat. 3. Sensitif terhadap suara dan sinar.4. Perubahan perilaku.

Creutzfeldt-Jakob Disease.Penyakit pada manusia yang mirip penyakit sapi gila adalah Creutzfeldt-Jakob Disease (CJD).

Gejala diawali perlahan dengan munculnya kebingungan, kemudian kepikunan progresif, dan hilangnya koordinasi gerakan. Masa inkubasinya 4 tahun sampai lebih dari 20 tahun. Setelah masa inkubasi, penyakit kemudian menyerang dengan cepat dan kematian biasanya terjadi dalam 3 - 12 bulan, dengan rata-rata 7 bulan setelah gejala muncul.

Prion yang dipercaya menyebabkan Creutzfeldt-Jakob memperlihatkan setidaknya 2 konformasi yang stabil. Konformasi dalam keadaan asli adalah larut air dan ada dalam sel yang sehat. Sampai 2006, fungsi biologisnya tak diketahui. Keadaan konformatif lainnya kurang larut air dan mudah membentuk agregat protein. Organic Consumers Organization (OCA) menganjurkan untuk menghindari konsumsi daging sapi yang mengandung jaringan saraf seperti otak, T bone steak (mengandung saraf dari sumsum tulang belakang), Ribs (daging tulang iga yang mengandung saraf antar iga) dan sebagainya. Penularan CJD dari manusia ke manusia terjadi pada penggunaan alat medis tercemar prion, misalnya melalui operasi transplantasi kornea mata, dan penggunaan elektroda perak pada stereotaktik elektroensefalografi operasi otak. Risiko penularan melalui transfusi darah dan produk darah dipandang masih kecil saat ini, namun teknologi terus dikembangkan untuk mendeteksi dan mencegah penularannya melalui darah donor.

Orang juga bisa terjangkit Creutzfeldt-Jakob melalui mutasi gen, yang hanya terjadi dalam 5-10% dari semua kasus. Prion Creutzfeldt-Jakob berbahaya karena meningkatkan pelipatan protein asal ke

Page 3: Contoh, Protein Sebagai Disease Agent

dalam keadaan sakit, yang menyebabkan meningkatnya prion tak larut pada sel yang terjangkit. Massa protein yang salah lipat ini mengacaukan fungsi sel dan menyebabkan kematiannya. Mutasi pada gen untuk protein prion bisa menyebabkan kesalahan lipat sebagian besar regio alfa-heliks ke lembar beta yang terlipat. Perubahan konformasi ini melumpuhkan kemampuan protein mengalami pencernaan. Sekali prion ditransmisikan, protein cacat itu menyerang otak dan diproduksi di putaran umpan balik yang disokong sendiri, menyebabkan penyebaran eksponensial prion, kematian dalam beberapa bulan, meski beberapa orang diketahui hidup selama-lamanya 2 tahun.

Terapi Penyakit PrionLatar belakang perkembangan prion yang merupakan agen penyebab penyakit Creutzfeldt-Jakob

dan penyakit prion lainnya adalah memerlukan konversi post-translational dari protein prion cellular normal ke bentuk penyakit. Proses neuropatologi dari penyakit ini dihubungkan dengan protein prion normal, yakni Protein PrPc yang mengalami konversi menjadi bentuknya yang patologis yaitu PrPsc. Tidak ada terapi yang dapat mencegah penyakit prion yang sangat progresif dan fatal ini.

Pada tahun 2001, dilaporkan keefektifan dari obat antimalaria quinacrine (yang dikenal sebagai mepacrine) dalam mengeliminasi protein prion abnormal. Obat antimalaria (quinacrine) mencegah konversi in vitro dan memblok pembentukan PrPsc ini. Karena quinacrine telah digunakan dalam beberapa dekade dan memilki keamanan yang baik, UK Medical Research Council membuat trial quinacrine untuk penatalaksanaan penyakit prion dan diberikan kepada pasien dengan penyakit prion untuk menilai keamanan dan efisiensinya pada penyakit yang fatal dan tidak dapat diobati ini.

Pengalaman klinis ekstensif dalam menangani malaria dan reumatoid artritis telah memperlihatkan bahwa Quinacrine aman dan dapat melewati sawar darah otak. Oleh karena itu, obat ini sangat potensial sekali dalam penatalaksanaan penyakit prion.

PENUTUP

Penyakit prion adalah suatu penyakit infeksi neurodegenerative yang fatal disebabkan oleh efek toksik suatu protein normal pada neuron, yaitu protein prion (PrPc) yang mengalami perubahan struktur menjadi protein prion abnormal yang patologis (PrPsc) dan berakibat menimbulkan kerusakan neuron. Prion bukanlah benda hidup dengan ciri-ciri dan struktur lengkap layaknya benda hidup. Prion memiliki kemampuan memperbanyak diri melalui mekanisme yang hingga saat ini belum diketahui. Obat antimalaria (quinacrine) mencegah konversi dan memblok pembentukan PrP sc ini sehingga obat antimalaria sangat potensial untuk mengobari penyakit ini.

DAFTAR PUSTAKAAguzzi, Adriano et.al. 2006. Pathogenesis of Prion Disease. Switzerland : Institute Neuropathology

University Hosptal of Zurich Schmelzbergstrasse.Aguzzi, Adriano et.al. 2005. Approaches to Therapy of Prion Diseases. Annu.Rev.Med.56:321-344.Balia, Roostita. Slide presentasi “Bovine Spongioform Encephalophaty”.Collinge, Jonn, Michele Gorham, Fleur Hudson, dan Angus Kennedy, et al. 2009. Safety and Efficacy

of Quinacrine in Human Prion Disease (PRION-1 study): A Patient-Preference Trial. The Lancet Neurology. : Vol. 8 :pg. 334, 11 pgs.

Geschwind, Michael D . 2009. Clinical Trials For Prion Disease: Difficult Challenges, But Hope For The Future .The Lancet Neurology : Vol. 8 : pg. 304, 3 pgs.

King, C. Y. & Diaz-Avalos, R. 2004. Protein-Only Transmission Of Three Yeast Prion Strains. Nature 428, 319–323.

Page 4: Contoh, Protein Sebagai Disease Agent

Partadiredja, Ginus. 2007.Human Prion Disease (Part 2) Pathogenesis.Volum 57. hlm 306.Sudoyo, Aru W et.al. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu

Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Tanaka, M., Chien, P., Naber, N., Cooke, R. & Weissman, J. S. 2004.Conformational Variations In An

Infectious Protein Determine Prion Strain Differences. Nature 428, 323–328.Tanaka, M., Collins, S. R., Toyama, B. H. & Weissman,J. S. 2006. The Physical Basis Of How Prion

Conformations Determine Strain Phenotypes. Nature 442, 585–589.

Mahasiswa FK UMJ** Dosen Pembimbing FK UMJ