contohin laporan

32
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan teknologi didunia industri dizaman sekarang ini yang sangat pesat membuat industri- industri yang ada di indonesia saling bersaing dan berlomba-lomba untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas dalam sistem produksinya dengan cara memaksimalkan pemanfaatan alat-alat produksi (mesin), bahan baku, pekerja, sehingga dapat mencapai produksi yang semaksimal mungkin. Pada mulanya pemakaian pengelasan hanya berfungsi sebagai perbaikan dan pemeliharaan dari semua alat- alat yang terbuat dari logam baik sebagai proses penambalan retak–retak, penyambungan sementara, maupun sebagai alat pemotongan bagian–bagian yang dibuang atau diperbaiki. Kemajuan teknologi dewasa ini semakin pesat, demikan pula yang terjadi di Indonesia sangat membutuhkan teknik pengelasan yang baik. Perkembangan teknologi ini dapat dilihat dengan semakin kompleksnya proses penyambungan logam dengan pengelasan. Pada proses pengelasan ada beberapa faktor yang menentukan keberhasilan dalam pengelasan, dimana perubahan logam yang disambung diharapkan mengalami perubahan sekecil–kecilnya sehingga mutu las tersebut dapat dijamin. Pada pengelasan juga terdapat beberapa macam jenis model penyambungan las seperti Preheat dan PWHT ( Pos Welt Heat Treatment), PWHT adalah bagian dari process heat treatment yang bertujuan untuk menghilangkan tegangan sisa yang terbentuk setelah proses welding selesai. Material terutama carbon steel akan mengalami perubahan struktur dan grain karena effect dari pemanasan dan pendinginan.

Upload: ihdinz

Post on 28-Oct-2015

124 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: Contohin Laporan

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Seiring dengan perkembangan teknologi didunia industri dizaman sekarang ini yang sangat pesat membuat industri-industri yang ada di indonesia saling bersaing dan berlomba-lomba untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas dalam sistem produksinya dengan cara memaksimalkan pemanfaatan alat-alat produksi (mesin), bahan baku, pekerja, sehingga dapat mencapai produksi yang semaksimal mungkin.

Pada mulanya pemakaian pengelasan hanya berfungsi sebagai perbaikan dan pemeliharaan dari semua alat- alat yang terbuat dari logam baik sebagai proses penambalan retak–retak, penyambungan sementara, maupun sebagai alat pemotongan bagian–bagian yang dibuang atau diperbaiki. Kemajuan teknologi dewasa ini semakin pesat, demikan pula yang terjadi di Indonesia sangat membutuhkan teknik pengelasan yang baik. Perkembangan teknologi ini dapat dilihat dengan semakin kompleksnya proses penyambungan logam dengan pengelasan. Pada proses pengelasan ada beberapa faktor yang menentukan keberhasilan dalam pengelasan, dimana perubahan logam yang disambung diharapkan mengalami perubahan sekecil–kecilnya sehingga mutu las tersebut dapat dijamin.

Pada pengelasan juga terdapat beberapa macam jenis model penyambungan las seperti Preheat dan PWHT ( Pos Welt Heat Treatment), PWHT adalah bagian dari process heat treatment yang bertujuan untuk menghilangkan tegangan sisa yang terbentuk setelah proses welding selesai. Material terutama carbon steel akan mengalami perubahan struktur dan grain karena effect dari pemanasan dan pendinginan. Struktur yang tidak homogen ini menyimpan banyak tegangan sisa yang membuat material tersebut memiliki sifat yang lebih keras namun keunggulannya lebih rendah.

Mengacu pada uraian diatas, penulis akan mengkaji bagaimana analisa perbandingan kekuatan material bejana tekan dengan model penyambungan Preheat dan PWHT menggunakan metode simulasi dan uji coba.

Dalam penelitian ini akan menggunakan material plat baja SA-516-Gr-70 dengan ketebalan 20 mm dimana material SA-516-Gr-70 ini termasuk baja karbon rendah (C < 0,25%). Jenis pengelasan yang akan dilakukan pada proses pengujian tersebut adalah dengan menggunakan jenis las FCAW dan SAW. Diharapkan nantinya akan mendapatkan hasil yang terbaik dari tiap–tiap jenis model penyambungan dari preheat dan PWHT, pengujian dalam penelitian ini meliputi pengujian tarik, dan pengujian analisa menggunakan metode simulasi Ansys.

Page 2: Contohin Laporan

1.2. Perumusan Masalah

Dalam penelitian ini, permasalahan yang akan dicari permasalahanya adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh yang terjadi pada material SA-516-Gr-70 setelah dilakukannya proses pengelasan dengan pengaruh Preheat dan PWHT ?

2. Apa saja perbandingan yang terdapat pada material SA-516-Gr-70 setelah dilakukannya proses pengelasan dengan pengaruh Preheat dan PWHT pada Uji tarik ?

3. Manakah hasil pengelasan yang memiliki ketangguhan yang terbaik dari setiap perlakuan ?

4. Menganalisa hasil proses uji tarik dengan analisis metode simulasi Ansys.

1.3. Batasan Masalah

Agar permasalahan dalam penelitian ini tidak terlalu melebar dari tujuan yang ingin dicapai, maka perlu ditentukan batasan masalah, adapun batasan permasalahan adalah sebagai berikut:

1. Hanya menguji material jenis SA-516-Gr-70 dengan proses pengelasan dan pengaruh Preheat dan PWHT

2. Pengujian menggunakan uji tarik dan software Ansys.3. Material yang digunakan dengan thickness 20 mm.

1.4. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui pengaruh yang terjadi pada material SA-516-Gr-70 setelah dilakukannya pengelasan dengan pengaruh Preheat dan PWHT.

2. Mendapatkan perbandingan hasil pengujian uji tarik dari masing-masing perlakuan panas.

3. Mendapatkan hasil pengelasan yang terbaik dari tiap-tiap perlakuan.

4. Mendapatkan hasil analisa antara uji tarik dengan metode Ansys.

Page 3: Contohin Laporan

1.5. Manfaat Penelitian

Output yang diharapkan dalam melakukan pengujian adalah mendapatkan hasil perbandingan uji tarik pada material SA-516-Gr-70 Kegunaan yang dapat diperoleh antara lain :

1. Mendapatkan hasil yang terbaik dari pengelasan yang menggunakan Preheat dan PWHT.

2. Sebagai referensi atau ide dalam pengembangan teknologi las di masa depan.

1.6. Sistematika Penulisan

Dalam penyusunan tugas akhir ini disusun dengan sistematika penulisan sebagai berikut :

BAB I : Pendahuluan, dalam bab ini berisi latar belakang pemilihan topik, perumusan masalah, tujuan, batasan masalah, dan metode penulisan.

BAB II : Tinjauan pustaka, dalam bab ini menguraikan tentang teori yang mendasar tentang Pengelasan, PWHT, dan Preheat.

BAB III : Metodologi, dalam bab ini menerangkan tentang perencanaan pembuatan spesimen sampai pengujian serta langkah-langkahnya.

BAB IV : Analisa hasil percobaan, dalam bab ini membahas hasil pengujian untuk mengetahui pengaruh yang terjadi dan mendapatkan hasil yang terbaik dari material SA-516-Gr-70 setelah dilakukannya model penyambungan Preheat dan PWHT.

BAB V : Kesimpulan, dalam bab ini menjelaskan tentang kesimpulan dan saran tentang hasil dari pengujian yang telah dilakukan.

Page 4: Contohin Laporan

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Pengelasan

Pengelasan adalah cara penyambungan dua benda padat melalui pencairan dan

perpaduan dengan menggunakan panas .

Pada saat ini teknik las telah banyak digunakan dalam proses penyambungan

batang-batang pada konstruksi bangunan baja dan konstruksi mesin. Banyaknya

penggunaan teknologi teknologi las pada proses penyambungan logam dikarenakan

bangunan dan mesin yang dibuat dengan menggunakan teknik ini menjadi lebih

murah. Penggunaan proses las dalam konstruksi sangat banyak, meliputi perkapalan,

jembatan, rangka baja bejana tekan, perpipaan dan lain sebagainya. Disamping itu

proses las dapat digunakan untuk memperbaiki, misalnya untuk menambal lapisan

yang sudah aus.

2.1.1. Definisi Pengelasan

Berdasarkan definisi dari American Welding Society (AWS) las adalah ikatan

metalurgi pada sambungan logam atau logam paduan yang dilaksanakan dalam

keadaan lumer atau cair. Dari definisi tersebut dapat dijabarkan lebih lanjut bahwa las

adalah sambungan setempat dari beberapa batang logam dengan menggunakan energi

panas. Pada waktu ini telah digunakan lebih dari 40 jenis pengelasan termasuk

pengelasan yang dilaksanakan dengan hanya menekan dua logam yang disambung

sehingga terjadi ikatan antara atom-atom atau molekul-molekul dari logam yang

disambungkan.

2.1.2. Klasifikasi Pengelasan

Pada saat ini belum ada kesempatan mengenai cara-cara pengklasifikasian

dalam bidang las. Hal ini disebabkan belum adanya kesepakatan dalam hal tersebut.

Secara konvensional pengklasifikasian tersebut dapat dibedakan menjadi dua

golongan, yaitu klasifikasi berdasar cara kerja dan klasifikasi berdasar energi yang

digunakan. Diantara kedua klasifikasi tersebut, klasifikasi berdasar cara kerja yang

paling banyak digunakan. Berdasarkan pengklasifikasian cara kerja, proses

pengelasan dibagi menjadi tiga kelas utama yaitu :

Page 5: Contohin Laporan

1. Pengelasan Cair

Cara pengelasan dimana sambungan dipanaskan sampai mencair

dengan sumber panas dari busur listrik atau semburan api gas yang

terbakar.

2. Pengelasan Tekan

Cara pengelasan dimana sambungan dipanaskan dan kemudian ditekan

hingga menjadai satu.

3. Pematrian

Cara pengelasan dimana sambungan diikat dan disatukan dengan

menggunakan paduan logam lain yang memiliki titik cair yang rendah.

Dalam proses ini logam induk tidak ikut mencair. Perincian lebih

lanjut dari klasifikasi ini dapat dilihat dalam diagram gambar 2.1.

Gambar 2.1 : Diagram Klasifikasi Cara Pengelasan

Cara Pengelasan

Pengelasan Tekan

Pengelasan Cair

Pematrian

Las busur Las gas Las listrik terak Las listrik gas Las termit Las sinar elektronik Las busur plasma

Las resistansi listrik

Las tekan gas Las tempa Las gesek Las ledakan Las induksi Las ultrasonik

Las busur gas Las busur gas & fluks Las busur fluks Las busur tanpa logam

pelindung

Pembrasingan Penyolderan

Elektroda tak terumpan

Elektroda terumpan

Las MIG Las busur Co2

Las TIG atau las wolfram gas

Las elektroda terbungkus Las busur dengan elektroda

berisi fluks Las busur rendam

Las titik Las tumpang Las busur tekan Las tumpul tekan

Las busur Co2 dengan elektroda berisi fluks

Page 6: Contohin Laporan

Klasifikasi berdasarkan jenis dan bentuk alur sebagai berikut :

a. Sambung las dasar

b. Sambung tumpul

c. Sambung T dan bentuk silang.

d. Sambung sudut

e. Sambung tumpang

f. Sambung sisi

g. Sambung dengan plat penguat

Klasifikasi berdasarkan cara pengelasan sebagai berikut :

- Sambung las cair

- Sambung las tekan

- Sambung pematrian

Pada penelitian ini jenis pengelasan yang akan dipakai yaitu pengelasan jenis

Submerged Arc Welding (SAW) dan Flux Cored Arc Welding (FCAW).

2.1.3. Submerged Arc Welding (SAW)

SAW adalah salah satu jenis las listrik dengan proses memadukan material yang dilas dengan cara memanaskan dan mencairkan metal induk dan elektroda oleh busur listrik yang terletak diantara metal induk dan elektroda. Arus dan busur lelehan metal diselimuti (ditimbun) dengan butiran flux di atas daerah yang dilas.

SAW tidak membutuhkan tekanan dan bahan pengisi (filler metal) dipasok secara mekanis terus ke dalam busur lsitrik yang terbentuk diantara ujung filler elektroda dan metal induk yang ditimbun oleh fluks. Elektroda pada proses SAW terbuat dari metal padat (solid).

Pengelasan SAW dilakukan dengan cara otomatis dengan menggunakan shielding slag yang dapat dipakai beberapa kali. Pengelasan ini tidak flexible karena hanya bisa dilakukan pada posisi flat atau datar dan horizontal.

1. Prinsip SAW

Pada SAW, kawat elektroda secara mekanis diumpankan pada gundukan

fluks, busur terbentuk dianatara ujung elektroda dan benda kerja dibawah fluks.

Hal ini dapat dikatakan bahwa seolah-olah logam inti dan fluks pelapis dari

elektroda berlapis telah dipisahkan, dan logam inti dan flux dapat secara mekanis

diumpankan. Fluks menutupi busur dan kolam las. Fluks dan terak melindungi

Page 7: Contohin Laporan

kampuh las dari kontaminasi udara. Terak yang terbentuk dari lelehan fluks

mempengaruhi hal-hal berikut :

Perlindungan logam las dari udara

Reaksi metalurgis dari lelehan logam dan lelehan terak, dan

Membentuk kampuh lasan saat pembekuan (solidifikasi)

SAW digunakan karena lebih cepat dan efisien, tidak menimbulkan banyak

asap dan tidak perlu menggunakan kaplas karena sudah ada fluk dari alat lasnya.

FLUK sangat menentukan dalam :

1. Penyetabil busur las / welding arc stabilizer

2. Mengontrol properti mekanikal dan kimiawi hasil lasan

3. Mutu akhir lasan

Gambar 2.2 : Mesin Las Tower Submerged Arc Welding (SAW)

Gambar 2.3 : Peralatan las busur rendam Submerged Arc Welding (SAW)

Page 8: Contohin Laporan

Gambar 2.2 menunjukkan penampakan dari mesin tower SAW dan Gambar

2.3 menunjukkan peralatan las busur rendam SAW. Pengangkut (Carriage) yang

berjalan pada rel mengangkut gagang pengelasan (welding torch), pengumpan

elektroda (electrode feeder), kabel elektroda (electrode wire), kotak pengontrol

(control box), dan penyuplai fluks (flux hopper). Kotak pengontrol mengontrol

kondisi pengelasan seperti kecepatan pengumpan elektroda, kecepatan las, dan voltase

las. Mesin SAW secara relatif sangat berat.

Diameter elektroda umumnya berkisar antara 3.2 mm hingga 6.4 mm. Arus

pengelasan sekitar 100A hingga 2000A. Catu daya dengan tipe inti (core) movable

shunt umumnya selalu digunakan. Inti (core) movable shunt biasanya digerakkan oleh

motor yang akan mengatur besarnya arus pengelasan. Kecepatan pengumpanan

elektroda dikontrol melalui kontrol umpan balik (feed-back controlled) melalui

voltase pengelasan agar panjang busur dijaga konstan. Ketika tegangan busur terlalu

tinggi, kecepatan pengumpanan elektroda ditingkatkan untuk memendekan panjang

busur. Sebaliknya, ketika volase busur turun, kecepatan pengumpanan elektroda

diturunkan agar panjang busur menjadi meningkat.

SAW dengan kawat las kecil (dengan diameter 1.2 mm hingga 1.6 mm)

digunakan pada produksi yang berkala. Pada kasus ini, digunakan catu daya

pengelasan dengan voltase yang konstan: kawat las diumpan dengan kecepatan yang

tetap. Panjang busur secara otomatis oleh mesin diatur agar tetap konstan dengan catu

daya yang bersifat mengatur sendiri (self-regulating) seperti pada las busur logam

dengan pelindung gas (gas shielded metal arch welding)

Gambar 2.4 : Peralatan Submerged Arc Welding (SAW)

Page 9: Contohin Laporan

2. Keunggulan dari SAW adalah sebagai berikut:

1. Proses pengelasan sangat efisien dengan arus las yang tinggi

2. Penetrasi lasannya dalam

3. Tidak diperlukan masker pelindung mata karena busurnya terkubur

4. Jarang terjadi percikan las (spatter) dan asap

5. Sedikit sekali gangguan dari angin

6. Dapat dioperasikan dengan arus DC atau AC pada waktu bersamaan

7. Dapat dioperasikan menggunakan satu elektroda atau lebih secara

bersamaan

Gambar 2.5 : Proses Skematik Submerged Arc Welding

3. Keterbatasan dari SAW adalah sebagai berikut:

1. Posisi las terbatas hanya untuk posisi datar dan horizontal

2. Hasil pengelasan terbatas hanya untuk jalur las lurus (linier), semi linier, dan

kurva dengan radius yang besar

3. Tidak bisa diaplikasikan dipengelasan dengan jalur las yang rumit

4. Memerlukan preparasi pengelasan (groove) yang ketat

5. Heat affected zone mengalami pelunakan dan kegetasan akibat besarnya

masukan panas

6. Harga mesin relatif mahal.

7. Perawatan lebih sukar dibanding dengan type analog.

Page 10: Contohin Laporan

2.1.4. Flux Cored Arc Welding (FCAW)

FCAW adalah salah satu jenis las listrik yang memasok filler elektroda secara

mekanis terus ke dalam busur listrik yang terbentuk di antara ujung filler elektroda

dan metal induk. Flux Cored Arc Welding (FCAW) merupakan las busur listrik fluk

inti tengah / pelindung inti tengah.

1. Prinsip FCAW

Prinsip dari proses pengelasan metode FCAW pada dasarnya sama dengan

metode GMAW (Gas Metal Arc Welding) dimana kedua proses tersebut

memanfaatkan energi panas yang dihasilkan oleh nyala busur antara elektrode

wire roll terkonsumsi yang disuplai secara kontinyu dengan benda kerja yang akan

dilas. Permukaan dari logam induk dan ujung dari elektrode filler akan dicairkan

oleh panas dari busur. Filler metal meleleh kemudian ditransferkan melalui busur

kemolten pool. Kedalaman penetrasi dikontrol oleh kecepatan pengelasan. Dalam

proses pengelasan FCAW, elektrode yang digunakan adalah elektrode flux cored

dimana fluks dari elektrode akan menciptakan selubung perlindungan (self

Shielded). Dalam FCAW gas pelindung bersifat optioanl. Proses FCAW dapat

dikerjakan secara semi otomatis maupun otomatis dan posisi pengelasan yang

dapat dikerjakan dengan FCAW, Direct Current Electrode Positive (DCEP) atau

Direct Current Rod Positive (DCRP) selalu digunakan, sedangkan Alternating

Current (AC) jarang dan bahkan tidak digunakan.

Gambar 2.6 : Peralatan Mesin Las FCAW

Page 11: Contohin Laporan

Dari Gambar 2.6 diatas dapat dilihat bahwa untuk pengelasan yang

menggunakan tambahan gas pelindung, kawat elektrode dan gas pelindung

dialirkan dalam satu hose dimana hose tersebut terhubung dengan mesin las DC

constant voltage dan menjadi satu kesatuan dengan welding gun. Proses

pengelasan dengan metode FCAW dapat menggunakan gas pelindung antara lain

adalah gas Argon (Ar), gas Helium (He), gas campuran antara Argon dan Helium

(He), gas campuran antara Argon dan Oksigen (O2), dan gas karbondioksida

(CO2). Logam yang dapat dilas dengan FCAW adalah hampir semua jenis logam,

logam yang akan dilas menentukan variasi pengelasan dan gas pelindung yang

digunakan. Ketebalan logam yang dapat dilas dengan FCAW adalah mulai 0.005

in (0.13 mm) keatas.

2. Peralatan FCAW

Peralatan-peralatan yang digunakan dalam pengelasan metode FCAW sama

dengan yang digunakan pada metode GMAW, antara lain adalah :

a. Welding Gun/Torch

Tipe dari welding gun atau torch yangdigunakan pada FCAW sama

dengan yang digunakanpada GMAW. Bentuk dari welding gun dapat dilihat

pada gambar dibawah ini.

Gambar 2.7 : Tipe FCAW guns (A) 350 ampere rating self-shielding, (B) 450

ampere rating gas-shielding, and (C) 600 ampere rating gas-shielding.

Pada Gambar 2.7 merupakan control switch atau trigger berfungsi untuk

memicu pengumpanan kawat elektrode, suplai power listrik, dan aliran gas

pelindung sehingga megakibatkan terjadi busur listrik.

Page 12: Contohin Laporan

b. Pengumpan Elektrode

Unit pengumpan elektrode menyuplai elektrode saat pengelasan. Model

kebanyakan menyediakan laju pengumpanan elektrode yang konstan, namun

mesin yang lebih modern kecepatan pengumpanan dapat divariasikan sebagai

respon dari panjang busur dan voltase dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 2.8 : Unit Pengumpan elektrode

c. Keuntungan dari FCAW adalah sebagai berikut :

1. Tingkat proses deposisi yang tinggi

2. FCAW merupakan pengelasan yang bisa dikerjakan pada semua

posisi

3. Electrode yang digunakan yaitu flux cored dimana fluks dari

elektrode akan menciptakan selubung perlindungan (self shielded)

4. Bisa dikerjakan secara otomatis dan semi otomatis

5. Hemat Elektrode

2.1.5. Metalurgy Pengelasan

Dalam Pengelasan terdiri dari tiga bagian yaitu logam Pengelasan, daerah

pengaruh panas (Heat Affected Zone) dan logam induk yang tak terpengaruhi. Logam

Pengelasan adalah bagian dari logam yang ada pada waktu pengelasan mencair dan

kemudian membeku. Daerah pengaruh panas atau HAZ adalah logam dasar yang

bersebelahan dengan logam las yang selama proses pengelasan mengalami siklus

termal pemanasan dan pendinginan cepat. Logam induk tidak terpengaruhi adalah

bagian logam dasar dimana panas dan suhu pengelasan tidak menyebabkan terjadinya

perubahan–perubahan struktur dan sifat. Disamping ketiga pembagian utama tersebut

Page 13: Contohin Laporan

masih ada satu daerah khusus yang membatasi antara logam las dan daerah pengaruh

panas, yang disebut batas batas las.

Dalam pengelasan cair bermacam–macam cacat terbentuk dalam logam las,

misalnya pemisahan atau segregasi, lubang halus dan retak. Banyaknya dan

macamnya cacat yang terjadi tergantung dari pada kecepatan pembekuan. Pada proses

pembekuan logam las terjadi tiga proses reaksi metalurgi, proses tersebut adalah :

1. Pemisahan

Di dalam logam las terdapat tiga jenis pemisahan, yaitu pemisahan

makro, pemisahan gelombang dan pemisahan mikro. Pemisahan makro adalah

perubahan komponen secara perlahan–lahan yang terjadi mulai dari sekitar

garis lebur menuju ke garis sumbu las, sedangkan pemisahan gelombang

adalah perubahan komponen karena pembekuan yang terputus yang terjadi

pada proses terbentuknya gelombang manik las. Pemisahan mikro adalah

perubahan komponen yang terjadi dalam satu pilar atau dalam bagian dari satu

pilar.

2. Vaporasi

Lubang–lubang halus terjadi karena adanya gas yang tidak larut dalam

logam padat. Lubang–lubang tersebut disebabkan karena tiga macam cara

pembentukan gas sebagai berikut: yang pertama adalah pelepasan gas karena

perbedaan batas kelarutan antara logam cair dan logam padat pada suhu

pembekuan, yang kedua adalah terbentuknya gas karena adanya reaksi kimia

didalam logam las dan yang ketiga penyusupan gas kedalam atmosfir busur.

Gas yang terbentuk karena perbedaan batas kelarutan dalam baja

adalah gas hidrogen dan gas nitrogen, sedangkan yang terjadi karena reaksi

adalah terbentuknya gas CO dalam logam cair dan yang menyusup adalah gas-

gas pelindung atau udara yang terkurung dalam akar kampuh las.

3. Oksidasi

Oksidasi menghasilkan gas-gas atau oksidasi-oksidasi yang

mengakibatkan mutu las menjadi rendah, misal karena mudah timbul korosi,

menyebabkan adanya rongga-rongga dalam logam las kegetasan bahan

bertambah atau berkurangnya kekuatan logam las.

Sebenarnya hanya sejumlah kecil oksigen yang larut dalam baja, tetapi

karena tekanan disosiasi dari kebanyakan oksida sangat rendah, maka pada

umumnya akan terbentuk oksida-oksida yang stabil. Karena pengukuran yang

Page 14: Contohin Laporan

tepat untuk mengetahui jumlah oksigen yang larut dalam baja sangat sukar,

maka untuk melepaskan oksigen dari larutan biasanya dilakukan usaha-usaha

seperti melepaskan oksida. Proses menghilangkan oksida ini disebut proses

deoksidasi.

Ketangguhan logam las turun dengan naiknya kadar oksigen, oleh

karena itu harus selalu diusahakan agar logam las mempunyai kadar oksigen

yang serendah-rendahnya. Usaha penurunan oksigen ini dapat dilakukan

dengan menambah unsur-unsur yang bersifat deoksidasi seperti Si, Mn, Al dan

Ti atau menaikkan kebasaan dari terak lasnya. Struktur, kekerasan dan

berlangsungnya transformasi dari daerah HAZ dapat dibaca dengan segera

pada diagram transformasi pendinginan berlanjut atau diagram CCT. Diagram

semacam ini dapat digunakan untuk membahas pengaruh struktur terhadap

retak las, keuletan dan lain sebagainya, yang kemudian dapat dipakai untuk

menentukan prosedur dan cara pengelasan.

2.1.6. Parameter Pengelasan

1. Tegangan busur las

Tingginya tegangan busur tergantung pada panjang busur yang

dikehendaki dari jenis dari elektroda yang digunakan. Pada elektroda yang sejenis

tingginya tegangan busur yang diperlukan berbanding lurus dengan panjang busur.

Pada dasarnya busur listrik yang terlalu panjang tidak dikehendaki karena

stabilitasnya mudah terganggu sehingga tegangan yang terlalu tinggi hanya akan

membuang-buang energi saja.

Panjang busur yang dianggap baik kira-kira sama dengan garis tengah

elektroda. Tegangan yang diperlukan untuk mengelas dengan elektroda bergaris

tengah 3 sampai 6 mm, kira-kira antara 20 sampai 30 volt untuk posisi datar.

Sedangkan untuk posisi tegak atau atas kepala biasanya dikurangi lagi dengan 2

sampai 5 volt. Kestabilan busur dapat juga didengar dari kestabilan suaranya

selama pengelasan. Untuk mereka yang telah berpengalaman kesempatan panjang

busurpun dapat diduga atau diperkirakan dari suara pengelasan. Sehubungan

dengan panjang busur, hal yang paling sukar dalam las busur listrik dengan tangan

adalah mempertahankan panjang busur yang tetap.

Page 15: Contohin Laporan

2. Besar ampere las

Besarnya ampere las yang diperlukan tergantung dari bahan dan ukuran

dari lasan, geometri sambungan, posisi pengelasan macam elektroda dan diameter

ini elektroda. Dalam hal daerah las mempunyai kapasitas panas yang tinggi maka

dengan sendirinya diperlukan ampere las besar dan mungkin juga diperlukan

pemanasan tambahan. Dalam pengelasan logam paduan, untuk menghindari

terbakarnya unsur-unsur paduan sebaiknya menggunakan ampere las yang kecil.

3. Kecepatan pengelasan

Kecepatan pengelasan tergantung pada jenis elektroda, diameter inti

elektroda, bahan yang dilas, geometri sambungan, ketelitian sambungan dari lain-

lainnya. Dalam hal hubungannya dengan tegangan dari ampere las, dapat

dikatakan bahwa kecepatan las hampir tidak ada hubungannya dengan tegangan

las tetapi berbanding lurus dengan ampere las. Karena itu pengelasan yang cepat

memerlukan ampere las yang tinggi.

Bila tegangan dari ampere dibuat tetap, sedang kecepatan pengelasan

dinaikkan maka jumlah deposit per satuan panjang las jadi menurun. Tetapi

disamping itu sampai pada suatu kecepatan tertentu, kenaikan kecepatan akan

memperbesar penembusan. Bila kecepatan pengelasan dinaikkan terus maka

masukan panas per satuan panjang juga akan menjadi kecil, sehingga pendinginan

akan berjalan terlalu cepat yang mungkin dapat memperkeras daerah HAZ.

4. Polaritas Listrik

Seperti telah diterangkan sebelumnya bahwa pengelasan busur listrik

dengan elektroda terbungkus dapat menggunakan polaritas lurus dan polaritas

balik. Pemilihan polaritas ini tergantung pada bahan pembungkus elektroda,

konduksi termal dari bahan induk, kapasitas panas dari sambungan dan lain

sebagainya.

Bila titik cair bahan induk tinggi dan kapasitas panasnya besar sebaiknya

digunakan polaritas lurus dimana elektrodanya dihubungkan dengan kutub negatif.

Sebaliknya bila kapasitas panasnya kecil seperti pada pelat tipis maka dianjurkan

untuk menggunakan polaritasbalik dimana elektroda dihubungkan dengan kutub

positif. Untuk menurunkan penembusan,misalnya dalam pengelasan baja tahan

karat austenit atau pada pengelasan pelapisan keras, sebaliknya elektroda

dihubungkan dengan kutub positif.

Page 16: Contohin Laporan

Sifat busur pada umumnya lebih stabil pada arus searah dari pada arus

bolak balik, terutama pada pengelasan dengan arus yang rendah. Tetapi untuk

pengelasan sambungan pendek lebih baik menggunakan arus bolak balik karena

pada arus searah sering terjadi ledakan busur pada akhir dari pengelasan.

5. Besarnya penembusan

Untuk mendapatkan kekuatan sambungan yang tinggi diperlukan

penembusan atau penetrasi yang cukup. Sedangkan besarnya penembusan

tergantung kepada sifat-sifat fluks, polaritas, besarnya arus, kecepatan las dari

tegangan yang digunakan. Pada dasarnya makin besar arus las makin besar pula

daya tembusnya. Sedangkan tegangan memberikan pengaruh yang sebaliknya

yaitu makin besar tegangan makin panjang busur yang terjadi dan makin dangkal.

Dalam hal tegangan ada pengecualian terhadap beberapa elektroda khusus untuk

penembusan dalam yang memang memerlukan tegangan tinggi. Pengaruh

kecepatan seperti diterangkan sebelumnya bahwa sampai pada suatu kecepatan

tertentu naiknya kecepatan akan memperdalam penembusan, tetapi melampaui

kecepatan tersebut penembusan akan turun dengan naiknya kecepatan.

6. Kondisi standar pengelasan

Beberapa kondisi standar dalam pengelasan dengan syarat-syarat tertentu

seperti tebal pelat,bentuk sambungan, jenis elektroda, diameter inti elektroda dan

lain sebagainya, telah ada. Sudah tentu bahwa kondisi standar ini harus

dilaksanakan secara seksama dari sesuai dengan bentuk dan ketelitian alur,

keadaan tempat pengelasan dan lain-lainnya.

2.1.7. Heat Input

Heat input adalah nilai dari energi yang ditransfer per unit panjang dari suatu

pengelasan. Heat input merupakan parameter penting karena seperti halnya

pemanasan awal dan temperatur interpass, heat input juga mempengaruhi laju

pendinginan yang akan berpengaruh pada mechanical properties dan struktur

metalurgi dari HAZ. Hubungan ini ditunjukan dalam gambar 2.6

Salah satu parameter yang penting dalam proses pengelasan adalah heat input.

Heat input merupakan fungsi dari tegangan busur las, besar arus las, dan kecepatan

pengelasan. Rumus yang digunakan untuk menentukan besarnya heat input yaitu :

Heat Input (Kj/mm) = Arus (I) x Tegangan (V) x 60

Travel Speed (TS) x 1000

Page 17: Contohin Laporan

Hal ini akan sangat berpengaruh terhadap hasil pengelasan. Apabila heat input

dari suatu pengelasan terlalu tinggi maka daerah HAZ akan menjadi lebar sehingga

mudah terjadi cacat seperti undercut. Akan tetapi apabila heat input terlalu kecil maka

juga akan menimbulkan cact las seperti inclusion.

Efek dari heat input terhadap laju pendinginan hampir sama dengan

temperatur pemanas awal. Apabila heat input atau temperatur pemanasan awal

dinaikkan maka laju pendinginan akan turun yang biasanya digunakan untuk base

metal yang tebal. Berdasarkan hubungan antara temperatur pemanasan awal, heat

input dan laju pendinginan maka (R. Scott, 1999) :

R∞ 1

T₀H

Heat input akan mempengaruhi material properties pada pengelasan. Pada

pengelasan multiple-pass, bagian dari pengelasan pas sebelumnya akan dihaluskan

oleh pas selanjutnya, sehingga ketangguhan material akan meningkat. Hal ini

disebabkan karena panas dari suatu pass akan mengeraskan weld metal yang

sebelumnya. Apabila bagiannya kecil, maka akan terjadi perbaikan oleh butir yang

lebih besar sehingga ketangguhan material pada kondisi ada notch lebih baik.

(R.Scott,1999).

Gambar 2.9 : Hubungan antara heat input dan waktu pendinginan

Dimana:

R = laju pendinginan

T₀ = temperatut pemanasan awal

H = heat input

Page 18: Contohin Laporan

2.2. Perlakuan Panas (heat treatment)

Proses perlakuan panas sangat umum dilakukan pada logam yang telah

mengalami proses pengelasan atau pemotongan menggunakan energi panas.

Perlakuan panas umumnya dilakukan untuk mengembalikan kondisi logam pada

kondisi semula, sebelum mengalami pengelasan maupun pemotongan dengan panas.

Proses dari perlakuan panas terdiri dari pemanasan logam kerja kemudian

diikuti dengan proses pendinginan rangkaian dari prosesini memiliki ciri khusus

bahwa semua proses pemanasan dilakukan tanpa pernah mencapai suhu lebur dari

material yang dipanaskan.

Tujuan utama dari perlakuan panas ini adalah untuk mengubah ataupun

mengembalikan sifat mekanis dari sebuah logam. Melalui perlakuan panas, sebuah

logam bisa diubah menjadi lebih keras, lebih kuat, lebih tangguh, dan lebih tahan

terhadap beban impact, selain itu perlakuan panas dapat juga membuat logam menjadi

lebih lunak dan ulet.

Kelemahan dari proses perlakuan panas ini adalah tidak ada prosedur

perlakuan panas yang mampu menghasilkan semua karakteristik diatas dalam satu kali

proses. Selain itu peningkatan pada satu sifat maka akan mengurangi sifat yang lain,

misalkan peningkatan kekerasan logam akan membuat logan menjadi getas.

2.2.1. Perlakuan panas baja

Sifat-sifat baja berubah secara signifikan dengan perlakuan panas. Perlakuan

panas terdiri dari normalizing, annealing dan quenching serta tempering. Gambar 2.10

menunjukkan hubungan antara temperatur perlakuan panas dan kurva pendinginan

masing-masing perlakuan panas tersebut. Dalam perlakuan panas, pengaruh

komposisi kimia, bentuk dan ketebalan material, temperatur dan waktu tahan selama

pemanasan dan pendinginan harus dipertimbangkan.

Gambar 2.10 : Jenis-jenis perlakuan panas baja.

Page 19: Contohin Laporan

1. Normalizing dan annealing

Pada normalizing, baja dipanaskan sampai dengan temperatur sekitar 50 KC

atau lebih tinggi dari temperatur A₃ (tepatnya Ac3) dan dicelup untuk mendapatkan

struktur austenitik homogen dan kemudian didinginkan diudara. Tujuan dari

normalizing adalah untuk mengubah struktur mikro kasar yang disebabkan oleh

pemanasan menjadi lebih halus dan juga untuk menghilangkan tegangan sisa internal.

Pada annealing (full annealing), baja dipanaskan sampai dengan temperatur

30-50 KC lebih tinggi dari temperatur A3 (tepatnya Ac3), dicelup dengan waktu yang

tepat dan secara bertahap didinginkan didalam dapur (furnace). Tujuan dari annealing

sepenuhnya adalah untuk melunakkan baja dan homogenisasi butir.

2. Quenching dan tempering

Quenching adalah perlakuan panas yang menghasilkan martensit dengan

pendinginan cepat dari daerah austenitik. Temperatur quenching umumnya 30-50 KC

lebih tinggi dari temperatur A3 (tepatnya Ac3).

Tempering adalah perlakuan panas untuk menghilangkan tegangan internal

yang ada pada baja dalam kondisi tidak stabil yang disebabkan oleh quenching dan

memberikan ketangguhan pada martensit yang keras dan rapuh.

Karbon solid solution didalam presipitat martensit akan menjadi fine carbide

(sementit) pada proses tempering dan menjadi apa yang disebut martensit temper

yang memiliki kekuatan dan ketangguhan yang baik.

2.2.2. Post Weld Heat Treatment (PWHT)

PWHT adalah bagian dari proses heat treatment yang bertujuan untuk

menghilangkan tegangan sisa yang terbentuk setelah proses pengelasan selesai.

Material terutama carbon steel akan mengalami perubahan stryktur dan grain

karena effect dari pemanasan dan pendinginan. Struktur yang tidak homogen ini

menyimpan banyak tegangan sisa yang membuat material tersebut memiliki sifat yang

lebih namun ketangguhannya lebih rendah.

1. PWHT menurut AWS D1.1.

Dalam AWS D1.1 paragraph 3.14 Postweld Heat treatment dijelaskanbahwa

PWHT dapat dilakukan dengan pesyaratan sebagai berikut :

a. Material yang di PWHT memiliki SMYS tidak melebihi 50 Ksi (345 MPa)

b. Material yang di PWHT bukan material Quench Tempered, Quenching and

self Tempering (QST), bukan material TMCP

Page 20: Contohin Laporan

c. Material yang kan di PWHT tidak mensyaratkan impact test pada Base Metal,

HAZ atau weld metal.

d. Adanya data pendukung kalau material yang di PWHT memiliki strength dan

ductility yang cukup.

2. PWHT menurut ASME B31.I.

a. Aturan PWHT terdapat pada paragraph 331 hal 67 ASME B31.3 masalah Heat

treatment. Disebutkan parameter PWHT merujuk kepada table 331.1.1 dimana

PWHT di tentukan oleh grouping material dan thickness dari material masing

masing.

b. PWHT yang dilakukan harus tertulis secara khusus dalam WPS yang akan di

gunakan. PWHT menjadi factor essential dalam pembuatan WPS berdasarkan

ASME IX.

c. Engineering design harus melakukan penagkajian khusus masalah heat

treatmen dimana quality weldment memenuhi dari requirement code

d. Heat treatment untuk material yang dibending atau forming sesuai para 332.4

3. Yang harus diperhatikan dalam PWHT yaitu :

Proses PWHT dapat dilakukan dengan dua cara yaitu memasukkan benda uji

kedalam dapur atau melakukan pemanasan setempat localized didekat daerah

pengelasan saja. Metode mana yang akan dilakukan lebih bersifat kepada

pertimbangan ekonomis saja.

4. Parameter parameter dalam PWHT yang perlu dijaga adalah:

a. Heating rate

b. Holding temperature

c. Cooling Rate

5. Persiapan sebelum PWHT:

Dalam melakukan PWHT banyak hal yang harus diperhatikan agar tujuan dari

PWHT ini dapat tercapai. Faktor factor penting yang harus diperhatikan

diantaranya:

1. Expansion area : Karena proses panas akan mengakibatkan terjadinya

pemuaian dan expansi material maka harus di perhatikan bahwa saat stress

relieve material tersebut tidak mengalami restraint.

2. Insulasi : Saat element sudah terpasang dengan benar maka area disekitar

(adjacent) element harus ditutup dengan kowool atau ceramic fiber untuk

menjaga kestabilan suhu.

Page 21: Contohin Laporan

3. Cleaning Material : Material harus bersih dari segala grease , oil.

4. Support material : Proses pemanasan akan mengakibatkan terjadinya

pelunakan material. Dengan adanya gaya gravitasi maka material yang

akan di PWHT harus diberikan support sehingga tidak terjadi distorsion

2.2.3. Preheat

Preheat merupakan pemanasan terhadap logam induk sesaat sebelum

pengelasan. Semua proses pengelasan busur dan proses pengelasan yang lain

menggunakan sumber panas temperatur tinggi. Perbedaan temperatur terjadi diantara

daerah yang mengalami pemanasan akibat busur dengan logam induk yang dingin.

Perbedaan temperatur menyebabkan perbedaan ekspansi termal, kontraksi dan

tegangan tinggi. Hal-hal tersebut dapat diminimalisasikan dengan mengurangi

perbedaan temperatur. Ini juga akan mengurangi terjadinya retak las, mengurangi

harga kekerasan maksimum, mencegah terjadinya distorsi dan membantu gas

hidrogen untuk keluar dari logam/material. Preheat akan mengurangi perbedaan

tersebut dan dengan sendirinya akan mengurangi masalah pengelasan yang lain.

Temperatur preheat tergantung pada komposisi dan massa dari logam induk,

temperatur ambient dan prosedur pengelasan. Temperatur interpass juga harus

diperhatikan diamana temperatur ini penting untuk pengelasan multipass. Biasanya

temperatur interpass sama dengan temperatur preheat.

1. Tujuan dari pemanasan awal (preheating)

Salah satu tujuan paling penting dari pemanasan awal adalah untuk mencegah

retak dingin. Dengan melakukan pemanasan awal, pendinginan pada las menjadi

lambat selama pengelasan dan akibatnya, pengerasan pada HAZ dicegah. Selanjutnya,

waktu pendinginan lebih lama sehingga pelepasan hidrogen dalam kampuh

pengelasan diberikan kesempatan untuk keluar. Jadi, dengan pemanasan awal, dua

faktor “pengerasan mikro-struktur” dan “hidrogen diffusible” diantara faktor utama

retak dingin dapat dikurangi pada waktu