copy of lapkas-pterygium1

Upload: samuel-kadmon-pontoh

Post on 09-Apr-2018

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/7/2019 Copy of LAPKAS-PTERYGIUM1

    1/9

    PENDAHULUAN

    Pterigium merupakan suatu pertumbuhan fibrovaskuler konjungtiva yang bersifat

    degeneratif dan invasif.1,2 Pterigium berbentuk membran segitiga dengan puncak di daerah

    kornea dan basisnya terletak pada celah kelopak (fissura palpebra) bagian nasal ataupun

    temporal dari konjungtiva.1,3 Secara umum pterigium lebih sering terdapat pada bagian nasal

    daripada temporal.3

    Penyakit ini lebih sering ditemukan di daerah ekuator/katulistiwa dan sekitarnya.4

    Berdasarkan survei dari Departemen Kesehatan RI tahun 1993-1996 menunjukkan bahwa

    kasus pterigium menduduki urutan kedua terbesar dari penyakit mata yang menyebabkan

    morbiditas.5 Di Minahasa, Pterigium merupakan penyakit mata nomor tiga sesudah kelainan

    refraksi dan penyakit infeksi luar (1977).

    Faktor resiko terjadinya pterigium adalah tingginya paparan terhadap sinar ultraviolet

    yaitu bagi mereka yang tinggal di daerah beriklim subtropik dan tropik. Selain itu mereka

    yang sering terpapar dengan debu, angin, udara yang panas seperti petani, pelaut, buruh

    pelabuhan, pekerja bangunan, atau orang yang sering bekerja di luar ruangan dapat beresiko

    untuk terkena pterigium.2,3,4 Insidens pterigium paling tinggi pada pasien berusia 20-40 tahun.

    Paling sering ditemukan pada pria daripada wanita (2:1).6

    Etiologi dari pterigium sampai saat ini belum diketahui dengan jelas. Namun terdapatberbagai teori yang telah diajukan yang didasarkan pada observasi insidensi, distribusi,

    geografi, dan histopatologi. Dari berbagai teori tersebut sebagian besar sepakat bahwa

    external irritating factor merupakan hal yang amat penting dalam etiologi pterigium. Faktor

    iritasi eksternal yang paling mendekati sebagai bukti penyebab yaitu paparan sinar ultraviolet

    atau inframerah, disamping debu, angin, asap dan udara panas. Hal ini didukung oleh

    banyaknya kasus pterigium yang ditemui didaerah tropis dan subtropis dibanding daerah

    lainnya.7,8

    Gejala klinik dari pterigium bervariasi mulai dari asimtomatik sampai timbulnya gejala

    berupa mata merah, perih, gatal, panas, merasa seperti ada yang mengganjal pada bola mata,

    sering keluar air mata dan dapat terjadi gangguan ketajaman penglihatan atau suatu

    astigmatisma akibat pterigium yang meluas ke dalam kornea terlebih pupil.1,3,6

    Pterigium terbagi atas 4 stadium, yaitu :9,10

    Stadium I : puncak pada konjungtiva bulbi.

    Stadium II : puncak lewat limbus tapi belum melewati setengah jarak antara limbus

    1

  • 8/7/2019 Copy of LAPKAS-PTERYGIUM1

    2/9

    dan pupil.

    Stadium III : puncak melewati setengah jarak antara limbus dan pupil tetapi belum

    melewati pupil.

    Stadium IV : puncak sudah melewati pupil.

    Pterigium didiagnosis banding dengan pseudopterigium. Pseudopterigium merupakan

    perlekatan konjungtiva dengan kornea yang cacat akibat ulkus. Sering terjadi saat proses

    penyembuhan dari ulkus kornea, dimana konjungtiva tertarik dan menutupi kornea.

    Pseudopterigium dapat ditemukan dimana saja bukan hanya pada fissura palpebra seperti

    halnya pada pterigium. Pada pseudopterigium juga dapat diselipkan sonde di bawahnya

    sedangkan pada pterigium tidak. Pada pseudopterigium melalui anamnesa selalu didapatkan

    riwayat adanya kelainan kornea sebelumnya, seperti ulkus kornea.1,3

    Penanganan pterigium dapat berupa konservatif atau operatif. Secara konservatif dapatdilakukan dengan melindungi mata dengan pterigium dari iritasi sinar matahari, debu dan

    udara panas dengan kacamata pelindung. Juga dapat diberikan air mata buatan bila perlu dan

    apabila meradang dapat diberikan steroid topikal. Pembedahan dilakukan apabila terjadi

    gangguan penglihatan akibat astigmatisma ireguler, bersifat progresif, menyebabkan

    gangguan pergerakan bola mata, mendahului suatu operasi besar dan alasan kosmetik.1,3

    Tindakan pembedahan yang dapat dilakukan berupa ekstirpasi, yaitu pengangkatan seluruh

    membran pterigium.3 Namun dengan cara ini dapat terjadi rekurensi sekitar 50-80 %. 6 Untuk

    mengurangi tingkat rekurensi dapat dilakukan transplantasi dengan menggunakan konjungtiva

    bulbi superior sebagai donor, dimana berdasarkan penelitian di USA rekurensinya berkurang

    hingga 5 %.6,11

    Pencegahan terhadap pterigium dapat dilakukan dengan menggunakan kacamata

    pelindung apabila beraktifitas di luar rumah terutama pada tempat-tempat yang sering

    terpapar sinar matahari dan berdebu.

    Berikut ini akan dilaporkan sebuah kasus dengan diagnosis pterigium stadium II okulus

    dekstra bagian nasal pada pasien yang datang berobat ke Poliklinik Mata RSU Prof. dr. R. D.

    Kandou.

    2

  • 8/7/2019 Copy of LAPKAS-PTERYGIUM1

    3/9

    LAPORAN KASUS

    Seorang penderita laki-laki, umur 30 tahun, suku Sanger, pekerjaan swasta, agama

    Kristen Protestan, alamat Dendengan Dalam, datang ke Poliklinik Mata RSU Prof. dr. R. D.

    Kandou pada tanggal 12 januari 2011 dengan keluhan utama: mata kiri kabur.

    Anamnesis

    Keluhan mata kanan kabur dialami penderita sejak kira-kira 3 bulan yang lalu dan

    sifatnya hilang timbul. Rasa perih ini timbul terutama bila mata kena cahaya matahari, debu,

    atau angin. Penderita juga merasakan seperti ada sesuatu yang mengganjal ketika menutup

    mata kanannya. Awalnya penderita merasa gatal pada mata kanannya, lama-kelamaan rasa

    gatal makin hebat yang membuat penderita sering mengucek-ngucek matanya. Rasa gatal

    kemudian diikuti dengan rasa perih yang disertai dengan pengeluaran air mata yang

    berlebihan dan mata menjadi merah. Keluhan-keluhan ini terutama timbul saat penderita

    beraktifitas di luar rumah yaitu saat mata penderita kena debu, angin atau sinar matahari.

    Penderita juga merasakan penglihatan mata kanannya mulai terganggu sejak 1 minggu

    terakhir.

    Penderita sehari-hari banyak beraktifitas diluar rumah dan jarang sekali memakai

    kacamata pelindung dalam beraktifitas sehingga sering terpapar sinar matahari dan debu.

    Riwayat trauma pada mata disangkal penderita. Riwayat penyakit mata lainnya

    disangkal penderita. Riwayat penyakit dahulu seperti darah tinggi dan kencing manis

    disangkal penderita. Riwayat alergi obat tidak ada. Penderita baru kali ini menderita sakit

    seperti ini dan dalam keluarga hanya penderita yang sakit seperti ini.

    Pemeriksaan Fisik

    Status Generalis

    Keadaan umum cukup, kesadaran kompos mentis, tekanan darah 130/80 mmHg, nadi

    80 x/mnt, respirasi 20 x/mnt, suhu badan (aksiler) 36,9oC. Paru dan jantung dalam batas

    normal, abdomen dalam batas normal, ekstremitas akral hangat.

    Status Psikiatrik

    Sikap, ekspresi dan respon penderita baik (wajar).

    Status Neurologik

    Motorik dan sensibilitas baik.

    3

  • 8/7/2019 Copy of LAPKAS-PTERYGIUM1

    4/9

    Pemeriksaan Khusus/ Status Oftalmikus

    Pemeriksaan Subjektif

    Dengan Snellen carddidapatkan visus okulus dekstra : 6/12, pinhole 6/12 gc dan visus

    okulus sinistra 6/12, pinhole 6/12 gc. PD: 63/61 mm.

    Pemeriksaan Objektif

    Secara inspeksi didapatkan OD : palpebra normal, lakrimasi (+), hiperemis konjungtiva

    bulbi (+), bagian nasal konjungtiva bulbi terdapat membran berbentuk segitiga dengan

    puncak sudah melewati limbus kornea namun belum mencapai setengah jarak antara

    limbus dengan pupil. Pada OS palpebra dan konjungtiva tidak ada kelainan.

    Pada OD ditemukan sklera hiperemis (+), kornea jernih, permukaan bagian nasal tidak

    rata ditutupi oleh membran berbentuk segitiga yang puncaknya belum melewati

    setengah jarak antara limbus dengan pupil, pupil bulat, lensa jernih dan refleks cahaya(+). Kornea OS jernih.

    Dengan pemeriksaan oftalmoskop ditemukan refleks fundus mata kanan dan kiri (+).

    Pemeriksaanslit lamp didapatkan OD: Kornea jernih, ditutupi oleh membran berbentuk

    segitiga yang puncaknya melewati limbus tapi belum melewati setengah jarak limbus

    dan pupil, COA cukup dalam, lensa jernih. Pada OS tidak ada kelainan.

    Pada pemeriksaan tekanan intraokuler dengan Tonometri Schiotz pada OD = 17,3

    mmHg, OS = 14,9 mmHg.

    RESUME

    Seorang penderita laki-laki, 30 tahun datang ke Poliklinik Mata RSU Prof. dr. R. D.

    Kandou dengan keluhan utama: mata kanan kabur, gatal (+), hiperemi (+), lakrimasi (+).

    Pemeriksaan Fisik

    - Status Generalis : dalam batas normal.

    -

    Status Oftalmikus :

    Pemeriksaan subjektif : VOD: 6/12, ph 6/12 gc dan VOS: 6/12, ph 6/12 gc.

    Pemeriksaan objektif :

    Konjungtiva bulbi OD : hiperemis (+), terdapat membran berbentuk segitiga pada

    bagian nasal dengan puncak melewati limbus tapi belum melewati setengah jarak

    limbus dan pupil.

    Pemeriksaan tambahan : TIOD : 17,3 mmHg, TIOS : 14,9 mmHg

    4

  • 8/7/2019 Copy of LAPKAS-PTERYGIUM1

    5/9

    Diagnosis

    Pterigium Stadium II Okulus Dekstra.

    Penanganan

    -Tetes mata kortikosteroid.

    - Direncanakan ekstirpasi Pterigium.

    Prognosis

    Dubia ad bonam.

    Preventif

    Pasien dianjurkan memakai kacamata atau topi pelindung bila sedang beraktifitas di luar

    rumah.

    5

  • 8/7/2019 Copy of LAPKAS-PTERYGIUM1

    6/9

    DISKUSI

    Diagnosis pterigium pada penderita ini ditegakkan berdasarkan anamnesis,

    pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan oftalmologis. Pada anamnesis didapatkan keluhan berupa

    mata perih dan terasa ada sesuatu yang mengganjal bila menutup mata, disertai gejala mata

    merah, gatal, keluar air mata yang berlebihan dan gangguan penglihatan. Hal ini sesuai

    dengan kepustakaan yang menyebutkan bahwa keluhan subjektif penderita pterigium

    bervariasi mulai dari tanpa keluhan sampai timbulnya gejala berupa adanya sesuatu yang

    mengganjal, mata merah, perih, gatal, panas, sering keluar air mata dan menurunnya

    ketajaman penglihatan. Mata merah, gatal, atau perih dapat terjadi bila terjadi iritasi pada

    pterigium. Penglihatan kabur disebabkan oleh karena pterigium yang berada di kornea yang

    mempengaruhi visus karena dapat menimbulkan astigmatisma ireguler.1,3,6

    Penyebab pterigium yang pasti sampai saat ini belum jelas, tetapi diduga disebabkan

    oleh iritasi faktor eksternal, yaitu sinar ultraviolet (UV-A dan UV-B) atau inframerah,

    disamping debu, angin, dan udara panas.7,9 Hal inilah yang dapat menerangkan mengapa

    pterigium lebih banyak ditemukan di daerah ekuator atau tropis, termasuk Indonesia. Mereka

    yang beresiko terkena penyakit ini adalah mereka yang sering beraktifitas di luar rumah

    dimana paparan terhadap sinar matahari langsung dan debu serta angin sangat memungkinkanuntuk terjadi.2,3,4 Dari anamnesa diketahui bahwa penderita sering beraktifitas di luar rumah

    tanpa menggunakan kacamata pelindung sehingga matanya sering terkena debu dan juga

    sering terpapar sinar matahari yang memberikan resiko timbulnya pterigium.

    Pada pemeriksaan visus didapatkan visus OD: 6/12 pinhole 6/12 gc sedangkan visus

    OS: 6/6. Penurunan ketajaman penglihatan pada okulus dekstra disebabkan oleh pterigium

    yang telah meluas sampai ke kornea yang menyebabkan suatu astigmatisma ireguler.1

    Pada pemeriksaan objektif secara inspeksi pada konjungtiva OD tampak hiperemis,

    pada bagian nasal terdapat membran berbentuk segitiga dengan puncak telah melewati limbus

    tapi belum melewati setengah jarak antara limbus dan pupil. Sklera tampak hiperemis di

    sekitar lipatan konjungtiva bulbi, kornea jernih, permukaan sebelah nasal tidak rata, ditutupi

    oleh membran yang berbentuk segitiga. Hal inilah yang memperkuat penegakan diagnosa

    pterigium. Pada kepustakaan pterigium didefinisikan sebagai suatu pertumbuhan

    fibrovaskuler konjungtiva yang bersifat degeneratif dan invasif yang berbentuk suatu

    membran segitiga dengan dasar pada konjungtiva bulbi dan puncak di daerah kornea. 1,2 Pada

    6

  • 8/7/2019 Copy of LAPKAS-PTERYGIUM1

    7/9

    awalnya pterigium tampak sebagai suatu jaringan dengan banyak pembuluh darah sehingga

    warnanya merah, yang kemudian menjadi suatu membran tipis dan berwarna putih. Bagian

    sentral yang melekat pada kornea dapat tumbuh memasuki kornea dan menggantikan epitel,

    juga membran Bowman dengan jaringan elastis dan hialin. Pertumbuhan ini berlanjut dan

    mendekati pupil, yang dapat memperparah gangguan penglihatan pada seorang dengan

    pterigium.3 Pada pemeriksaan dengan menggunakan slit lamp didapatkan pada OD : kornea

    jernih, permukaan tidak rata ditutupi oleh membran berbentuk segitiga yang puncaknya

    melewati limbus tapi belum melewati setengah jarak antara limbus dan pupil, COA cukup

    dalam dan lensa jernih. Berdasarkan kepustakaan, pemeriksaan-pemeriksaan diatas yang

    mencakup observasi eksternal dan pemeriksaan dengan instrumen yaitu slit lamp, sudah

    memenuhi syarat dalam mendiagnosis suatu pterigium.13

    Pterigium terbagi atas 4 stadium, yaitu:

    9,10

    o Stadium I : puncak pada konjungtiva bulbi

    o Stadium II : puncak lewat limbus tapi belum melewati setengah jarak antara

    limbus dan pupil.

    o Stadium III : puncak melewati setengah jarak antara limbus dan pupil tetapi belum

    melewati pupil.

    o Stadium IV : puncak sudah melewati pupil.

    Pada penderita ini didiagnosa pterigium stadium II okulus dekstra bagian nasal, karena

    pterigium berada di bagian nasal dengan puncak melewati limbus tapi belum melewati

    setengah jarak antara limbus dan pupil.

    Pada pasien ini tidak didiagnosa banding dengan penyakit mata lainnya karena dengan

    anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan oftalmologis sudah mendukung penegakan

    diagnosis pterigium.

    Komplikasi yang dapat terjadi akibat pterigium meliputi: menurunnya ketajaman

    penglihatan, iritasi mata yang berat, terbentuk jaringan ikat yang bersifat kronik padakonjungtiva dan kornea dan pada keadaan lanjut motilitas mata menjadi terbatas karena

    terbentuk jaringan ikat yang membungkus muskulus ekstraokuler.6 Pada pasien ini ditemukan

    komplikasi berupa menurunnya ketajaman penglihatan OD (VOD: 6/ 12 pinhole 6/ 12 gc) dan

    iritasi yang sangat mengganggu pasien.

    Penanganan yang diberikan pada penderita ini meliputi pemberian kortikosteroid

    topikal (Dexametazon 3 x 1 tetes per hari) untuk mengurangi atau menenangkan proses

    inflamasi jaringan pterigium.6,7 Selain itu juga direncanakan pembedahan yaitu dengan

    7

  • 8/7/2019 Copy of LAPKAS-PTERYGIUM1

    8/9

    ekstirpasi pterigium dengan alasan pterigium sudah sangat mengganggu pasien dan juga

    sudah menyebabkan gangguan penglihatan akibat terjadi astigmatisma ireguler. Berdasarkan

    kepustakaan suatu pterigium ditangani dengan pembedahan apabila menyebabkan gangguan

    visus, bersifat progresif, menyebabkan gangguan pergerakan bola mata, mendahului suatu

    operasi besar dan bila ada alasan kosmetik.3

    Prognosis pada penderita ini adalah dubia ad bonam. Menurut kepustakaan umumnya

    pterigium bertumbuh secara perlahan dan jarang sekali menyebabkan kerusakan yang

    bermakna, karena itu prognosanya adalah baik.6

    Pada penderita ini dianjurkan untuk selalu memakai kacamata pelindung atau topi

    pelindung bila keluar rumah. Selain itu juga diharapkan agar penderita sedapat mungkin

    menghindari faktor pencetus timbulnya pterigium seperti sinar matahari dan debu serta rajin

    merawat dan menjaga kebersihan kedua mata. Hal ini sesuai kepustakaan bahwa untukmencegah pterigium terutama bagi mereka yang sering beraktifitas di luar rumah dapat

    menggunakan kacamata atau topi pelindung untuk menghindari kontak dengan sinar matahari,

    debu, udara panas dan angin.1,7

    8

  • 8/7/2019 Copy of LAPKAS-PTERYGIUM1

    9/9

    KEPUSTAKAAN

    1. Ilyas S. Pterigium. Dalam: Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi kedua. Balai PenerbitFKUI, Jakarta, 2003 : 119-20.

    2. Mary P, Coday. Pterygium. Dalam: Digital Journal of Ophtalmology. Last update:

    Pebruary 2004. Available on: http://www.djo.harvard.edu.

    3. Wijaya N. Kelainan Konjungtiva. Dalam: Wijaya N. Ilmu Penyakit Mata. Cetakan

    keenam. Jakarta. 1989

    4. Pterygium. Last update: Pebruary 18th 2004. Available on: http://www.StLukesEye.com.

    5. Hastuti E. Efek desferioxamine topikal pada Pterigium. Dalam Gondhowiardjo Tj.

    Ophthalmologica Indonesiana Journal of The Indonesian Ophthalmologist Association.

    FKUI. Jakarta, 2002: 125-31.

    6. Fisher JP. Pterygium. Last update: March 28th 2001. pp1-9. Available on :

    http://www.emedicine.com.

    7. Pterygium. Dalam : Handbook of Ocular Diseases Management. pp: 1. Available on:

    http://www.revoptom.com/handbook/sectzi.thm.

    8. Lowenstein J, Lee S. Pterygium. Dalam: Ophthalmology; Just The Facts. Mc Graw-Hill

    Company. USA, 2004: 88-9.

    9. Williams W. Corneal and Refractive Surgery. Dalam: Wright K, Head MD, editor.

    Textbook Of Ophthalomology. Waverly company. London, 1997: 767-8.

    10. Fsoter CS. Corneal and External Diseases. Last update: 2004. pp1-4. Available on:

    http://www.medscape.com.

    11. Liesegang TJ, Deutsch AT, Grand GM. Pterygium. Dalam: External Diseases and Cornea.

    Basic and Clinical Science Course. Section 8. The Foundation of American Academy ofOphthalmology. USA.2001: 339-41, 394.

    9

    http://www.djo.harvard.edu/http://www.stlukeseye.com/http://www.emedicine.com/http://www.revoptom.com/handbook/sectzi.thmhttp://www.medscape.com/http://www.djo.harvard.edu/http://www.stlukeseye.com/http://www.emedicine.com/http://www.revoptom.com/handbook/sectzi.thmhttp://www.medscape.com/