cover lakip versi 2 revisi 24 juli 2012.jpg linda sitanggang ph.d nip. 195805031983032001 laporan...
TRANSCRIPT
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2011 i
KATA PENGANTAR
Penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja (LAK)
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan 2011 merupakan salah
satu wujud pertanggungjawaban Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan kepada publik atas kinerja pencapaian visi dan misinya pada Tahun
Anggaran 2011. Selain itu, LAK juga merupakan salah satu parameter yang
digunakan oleh Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan untuk
meningkatkan kinerja dalam melaksanakan tugas dan fungsinya menjadi lebih
berdayaguna, berhasil guna, bersih dan bertanggungjawab. Penyusunan LAK
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mengacu pada
Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan
Kinerja Instansi Pemerintah, Instruksi Presiden Nomor 7 tahun 1999 tentang
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, dan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun
2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi, serta Rencana Strategis
Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014 sebagaimana telah ditetapkan dalam
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 021/MENKES/SK/I/2011.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan
Alat Kesehatan Tahun 2011 menggambarkan pencapaian kinerja atas
pelaksanaan tugas/kegiatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan sepanjang tahun 2011 berdasarkan rencana strategis yang telah
disepakati, dan penetapan kinerja Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan sebagai tekad dan janji rencana kinerja tahunan yang akan dicapai
pada tahun 2011. Substansi laporan mencerminkan hasil capaian sasaran
strategis Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan atas
pelaksanaan program/kegiatan untuk dukungan manajemen dan pelaksanaan
tugas teknis lainnya di lingkungan Kementerian Kesehatan.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2011 ii
Kiranya laporan ini bermanfaat sebagai bahan evaluasi bagi para
pelaksana program/kegiatan untuk menjadi lebih baik dalam merealisasikan
seluruh program/kegiatan pada tahun berikutnya.
Demikian laporan akuntabilitas kinerja Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Tahun 2011, mudah-
mudahan dapat bermanfaat dalam perkembangan pembangunan kesehatan di
Indonesia.
Jakarta, Februari 2012
DIREKTUR JENDERAL,
Dra. Maura Linda Sitanggang Ph.d
NIP. 195805031983032001
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2011 iii
IKHTISAR EKSEKUTIF
Dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi pembangunan kesehatan,
berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
021/Menkes/SK/I/2011 tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan
Tahun 2010-2014, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
melaksanakan 1 (satu) program dari 9 (sembilan) program yang telah ditetapkan
dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2010-2014 yaitu
Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
Sesuai dengan rentang waktu Rencana Strategis Kementerian Kesehatan 2010-
2014, maka Laporan Akuntabilitas Kinerja Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian
dan Alat Kesehatan Tahun 2011 merupakan tahun kedua pelaksanaan dari
Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010–2014.
Laporan Akuntabilitas Kinerja memiliki dua fungsi utama. Pertama, merupakan
sarana untuk menyampaikan pertanggungjawaban kinerja kepada seluruh para
stakeholders. Kedua, merupakan sumber informasi untuk perbaikan dan
peningkatan kinerja secara berkelanjutan. Oleh karena itu Laporan Akuntabilitas
Kinerja harus memenuhi kebutuhan pengguna internal dan eksternal.
Laporan Akuntabilitas Kinerja ini secara garis besar berisi informasi mengenai
rencana kinerja dan capaian kinerja tahun 2011. Rencana Kinerja 2011 dan
Penetapan Kinerja 2011 merupakan kinerja yang ingin dicapai selama tahun
2011 yang mengacu kepada Rencana Strategis Kementerian Kesehatan 2010-
2014. Sementara itu capaian kinerja merupakan hasil realisasi seluruh kegiatan
selama tahun 2011 yang memang diarahkan bagi pemenuhan target yang
ditetapkan dalam Rencana Kinerja 2011.
Program kefarmasian dan alat kesehatan mempunyai sasaran meningkatnya
sediaan farmasi dan alat kesehatan yang memenuhi standar dan terjangkau oleh
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2011 iv
masyarakat dengan Indikator Kinerja Presentase Ketersediaan Obat dan Vaksin,
dengan target 85% dan realisasi 87% dengan capaian kinerja sebesar 102%
Untuk mencapai indikator tersebut diatas, alokasi yang dibutuhkan sebesar
Rp 1.424.578.873.000 (satu triliyun empat ratus dua puluh empat milyar lima
ratus tujuh puluh delapan juta delapan ratus tujuh puluh tiga ribu rupiah) dengan
realisasi sebesar Rp 1.291.379.966.563 (satu triliyun dua ratus sembilan puluh
satu milyar tiga ratus tujuh puluh sembilan juta sembilan ratus enam puluh enam
juta lima ratus enam puluh tiga rupiah) dengan persentase sebesar 90,65%.
Adapun kegiatan yang mendukung pencapaian indikator kinerja tersebut diatas
adalah:
1. Peningkatan Ketersediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
2. Peningkatan Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan dan Perbekalan
Kesehatan Rumah Tangga (PKRT)
3. Peningkatan Pelayanan Kefarmasian
4. Peningkatan Produksi dan Distribusi Kefarmasian
5. Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya pada
Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2011 v
DAFTAR ISI
Kata Pengantar i
Ikhtisar Eksekutif iii
Daftar Isi v
Daftar Tabel vi
Daftar Gambar vii
Daftar Lampiran viii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Maksud dan Tujuan 2
C. Tugas, Pokok dan Fungsi 3
D. Sumber Daya Manusia 3
E. Sistematika 6
BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA 8
A. Perencanaan Kinerja 8
B. Perjanjian Kinerja 13
BAB III AKUNTABILITAS KINERJA 14
A. Pengukuran Kinerja 14
B. Analisis Akuntabilitas Kinerja 17
C. Sumber Daya 43
BAB IV PENUTUP 47
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2011 vi
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Sumber Daya Manusia Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan
Alat Kesehatan Tahun 2011
4
2. Target Kinerja Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan Tahun 2011
13
3. Target dan Realisasi Indikator Kinerja Program Kefarmasian dan
Alat Kesehatan Tahun 2011
16
4. Matriks Kinerja Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan Tahun 2010 dan 2011
20
5. Matriks Kinerja Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan Tahun 2011
22
6. Kinerja Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
Tahun 2010-2011
22
7. Matriks Kinerja Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat
Kesehatan Tahun 2011
26
8. Kinerja Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan
Tahun 2010-2011
27
9. Matriks Kinerja Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian Tahun 2011 30
10. Kinerja Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian Tahun 2010-2011 31
11. Matriks Kinerja Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian
Tahun 2011
36
12. Kinerja Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Tahun
2010-2011
37
13. Matriks Kinerja Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan
Alat Kesehatan Tahun 2011
39
14. Kinerja Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan Tahun 2010-2011
39
15. Realisasi Anggaran DIPA Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan
43
16. Alokasi dan Realisasi DIPA Dekonsentrasi Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan
44
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2011 vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Persentase SDM Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan Berdasarkan Jabatan
5
2. Persentase SDM Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan Berdasarkan Golongan
5
3. Persentase SDM Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan Berdasarkan Pendidikan
6
4. Grafik Ketersediaan Obat dan Vaksin tahun 2011 18
5. Workshop Upaya Peningkatan Peran Serta Industri Farmasi dan
Distribusi untuk Menjamin Keterjangkauan dan Pemerataan Obat
Nasional
20
6. Perkembangan Kinerja Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan
Alat Kesehatan Tahun 2010-2011
21
7. Sosialisasi Sistem Online Logistik Obat dan Perbekalan Kesehatan 21
8. Perkembangan Capaian Kinerja Ketersediaan Obat dan Vaksin 23
9. Perkembangan Capaian Kinerja Instalasi Farmasi Kab/Kota Sesuai
Standar
23
10. Perkembangan Sarana Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan dan
PKRT yang Memenuhi CPAKB
27
11. Perkembangan Sarana Distribusi Alat Kesehatan yang Memenuhi
Persyaratan Distribusi
28
12. Perkembangan IFRS Pemerintah yang Melaksanakan Pelayanan
Kefarmasian Sesuai Standar
31
13. Perkembangan Puskesmas Perawatan yang Melaksanakan
Pelayanan Kefarmasian Sesuai Standar
32
14. Perkembangan POR di Sarana Pelayanan Kesehatan Dasar
Pemerintah
32
15. Perkembangan Pelaksanaan Dekonsentrasi 40
16. Rapat Konsultasi Dekonsentrasi Program Kefarmasian dan Alat
Kesehatan
42
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes Tahun 2011 viii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Formulir Rencana Kinerja Tahunan 48
2. Formulir Pengukuran Kinerja 49
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes 2011 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Akuntabilitas kinerja sebagaimana yang dimaksud dalam Instruksi Presiden
Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 adalah perwujudan kewajiban
suatu instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan
keberhasilan/kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai
tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan melalui alat pertanggungjawaban
secara periodik.
Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara
dan Reformasi Birokrasi Nomor 29 Tahun 2010 tentang Pedoman
Penyusunan Penetapan Kinerja dan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah, Unit Organisasi Eselon I dan Satuan Kerja Eselon II
pada Kementerian wajib menyusun laporan akuntabilitas kinerja. Laporan
akuntabilitas kinerja adalah laporan kinerja tahunan yang berisi
pertanggungjawaban kinerja suatu instansi dalam mencapai tujuan/sasaran
strategis instansi.
Dalam menyusun laporan akuntabilitas kinerja tidak dapat dilepaskan dari
Sistem Akuntabilitas Kinerja yang terdiri dari komponen-komponen yang
merupakan satu kesatuan, yakni perencanaan, pengukuran kinerja,
pelaporan kinerja dan evaluasi kinerja serta pemanfaatan informasi kinerja
yang merupakan suatu siklus.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan
Alat Kesehatan disusun berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 2416/Menkes/Per/XII/2011 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Penetapan Kinerja dan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja
Kementerian Kesehatan dan mengacu pada Rencana Strategis
Kementerian Kesehatan, Rencana Kinerja Tahunan, Penetapan Kinerja
dan hasil pengukuran kinerja. Setiap akhir tahun dilakukan pengukuran
kinerja terhadap capaian sasaran melalui indikator dan targetnya
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes 2011 2
sebagaimana ditetapkan pada dokumen penetapan kinerja yang kemudian
dituangkan kedalam laporan akuntabilitas kinerja.
Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud.
Salah satu upaya dalam mencapai tujuan pembangunan kesehatan
dilaksanakan melalui dalam program kefarmasian dan alat kesehatan,
melalui kegiatan peningkatan ketersediaan obat publik dan perbekalan
kesehatan, peningkatan produksi dan distribusi alat kesehatan,
peningkatan pelayanan kefarmasian, peningkatan produksi dan distribusi
kefarmasian serta dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis
lainnya pada program kefarmasian dan alat kesehatan.
Sasaran hasil Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan adalah
meningkatnya sediaan farmasi dan alat kesehatan yang memenuhi standar
dan terjangkau oleh masyarakat.
B. MAKSUD DAN TUJUAN
Maksud dan tujuan menyusun Laporan Akuntabilitas Kinerja Direktorat
Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan
adalah sebagai berikut:
1. Merupakan pertanggungjawaban keberhasilan/kegagalan pelaksanaan
program/kegiatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan.
2. Bahan evaluasi akuntabilitas kinerja bagi pihak yang membutuhkan.
3. Penyempurnaan dokumen perencanaan periode yang akan datang.
4. Penyempurnaan pelaksanaan program dan kegiatan yang akan
datang.
5. Penyempurnaan berbagai kebijakan yang diperlukan.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes 2011 3
C. TUGAS POKOK, FUNGSI DAN SUSUNAN ORGANISASI
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan
dan standardisasi teknis di bidang pembinaan kefarmasian dan alat
kesehatan.
Dalam rangka melaksanakan tugas tersebut Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi :
a. perumusan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat
kesehatan;
b. pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat
kesehatan;
c. penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan;
d. pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pembinaan
kefarmasian dan alat kesehatan; dan
e. pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan
Alat Kesehatan.
Susunan Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan terdiri atas :
a. Sekretariat Direktorat Jenderal
b. Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
c. Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian
d. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan
e. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian
D. SUMBER DAYA MANUSIA
Keadaan pegawai di lingkungan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan
Alat Kesehatan sampai akhir tahun 2011 berjumlah 219 orang dengan
rincian sebagai berikut:
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes 2011 4
Tabel 1. Sumber Daya Manusia Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan
Alat Kesehatan Tahun 2011
NO JABATAN JUMLAH
A. Menurut JabatanJabatan Fungsional 5Jabatan Struktural 71
Staf 143
B. Menurut GolonganGolongan II 29Golongan III 143Golongan IV 47
C. Menurut PendidikanS2 39
Apoteker 77Dokter 1
Dokter Gigi 1Sarjana Farmasi 6Sarjana Ekonomi 9
Sarjana Sosial 9Sarjana Komputer 2
Sarjana Teknik 2Sarjana Hukum 5
S1 lain 8D3 farmasi 22
D3 lain 5Asisten Apoteker 1Analis Kesehatan 1
SMA 30SMP 2
Total SDM Ditjen Binfar dan Alkes 219
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes 2011 5
Kekuatan Ditjen Binfar dan Alkes Berdasarkan Jabatan, Golongan dan
Tingkat Pendidikan adalah sesuai dengan gambar berikut:
Kekuatan Ditjen Binfar dan Alkes
Berdasarkan Jabatan
33%
65%
2%Jabatan Fungsional
Jabatan Struktural
Staf
Gambar 1. Persentase SDM berdasarkan Jabatan
Gambar 2. Persentase SDM berdasarkan Golongan
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes 2011 6
Gambar 3. Persentase SDM berdasarkan Pendidikan
E. SISTEMATIKA
Pada dasarnya laporan akuntabilitas kinerja Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan tahun 2011 ini menjelaskan pencapaian
kinerja Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan selama
tahun 2011. Pencapaian kinerja tersebut dibandingkan dengan perjanjian
kinerja (penetapan kinerja) sebagai tolak ukur keberhasilan organisasi.
Sistematika penyajian Laporan Akuntabilitas Kinerja Direktorat Jenderal
Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan adalah sebagai berikut:
Ikhtisar Eksekutif
Bab I – Pendahuluan, menjelaskan latar belakang, maksud dan tujuan,
tugas pokok, fungsi dan susunan organisasi Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan serta sistematika penyusunan laporan.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes 2011 7
Bab II – Perencanaan dan Perjanjian Kinerja, menjelaskan muatan
Rencana Strategis untuk periode 2010-2014 dan penetapan kinerja tahun
2011.
Bab III – Akuntabilitas Kinerja, menjelaskan pengukuran kinerja,
pencapaian kinerja tahun 2011, analisis akuntabilitas kinerja dan realisasi
anggaran dikaitkan dengan pertanggungjawaban publik terhadap
pencapaian sasaran strategis untuk tahun 2011.
Bab IV – Penutup, menjelaskan kesimpulan atas laporan akuntabilitas
kinerja Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan tahun
2011.
Lampiran - Lampiran
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes 2011 8
BAB II
PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA
A. PERENCANAAN KINERJA
Perencanaan kinerja merupakan proses penetapan kegiatan tahunan dan
indikator kinerja berdasarkan program, kebijakan dan sasaran yang telah
ditetapkan dalam sasaran strategis. Perencanaan Kinerja disusun sebagai
pedoman bagi pelaksanaan tugas pokok dan fungsi secara sistematis,
terarah dan terpadu.
Visi dan Misi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
mengacu kepada rencana strategis Kementerian Kesehatan 2010-2014
yaitu:
1. VISI KEMENTERIAN KESEHATAN
“MASYARAKAT SEHAT YANG MANDIRI DAN BERKEADILAN”
2. MISI KEMENTERIAN KESEHATAN
Untuk mencapai masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan
ditempuh melalui misi sebagai berikut:
a. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, melalui
pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat
madani.
b. Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya
upaya kesehatan yang paripurna, merata, bermutu dan
berkeadilan.
c. Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan.
d. Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik.
3. TUJUAN KEMENTERIAN KESEHATAN
Terselenggaranya pembangunan kesehatan secara berhasil-guna dan
berdaya-guna dalam rangka mencapai derajat kesehatan masyarakat
yang setinggi-tingginya.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes 2011 9
4. NILAI-NILAI KEMENTERIAN KESEHATAN
Guna mewujudkan visi dan misi rencana strategis pembangunan
kesehatan, Kementerian Kesehatan menganut dan menjunjung nilai-
nilai yaitu:
a. Pro Rakyat
b. Inklusif
c. Responsif
d. Efektif
e. Bersih
5. STRATEGI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN
ALAT KESEHATAN
Untuk mewujudkan Visi dan Misi Kementerian Kesehatan pada tahun
2014 maka Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
melaksanakan strategi Meningkatkan ketersediaan, pemerataan,
dan keterjangkauan obat dan alat kesehatan serta menjamin
keamanan/khasiat, kemanfaatan, dan mutu sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan makanan.
Menjamin ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat melalui
peningkatan akses obat bagi masyarakat luas serta pemberian
dukungan untuk pengembangan industri farmasi di dalam negeri
sebagai upaya kemandirian di bidang kefarmasian; penggunaan obat
yang rasional dengan pelayanan kefarmasian yang bermutu;
menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET), utamanya pada Obat
Esensial Generik untuk pengendalian harga obat; meningkatkan
pemanfaatan keanekaragaman hayati untuk mengembangkan industri
obat herbal Indonesia; memantapkan kelembagaan dan meningkatkan
koordinasi dalam pengawasan terhadap sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan makanan untuk menjamin keamanan,
khasiat/kemanfaatan dan mutu dalam rangka perlindungan masyarakat
dari penggunaan yang salah dan penyalahgunaan obat.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes 2011 10
Fokus:
a. Mendorong upaya pembuatan obat dan produk farmasi lain yang
terjangkau dengan tanpa mengabaikan masalah kualitas dan
keamanan obat seperti yang telah dilakukan selama tiga tahun
terakhir.
b. Meningkatkan ketersediaan dan keterjangkauan obat, terutama obat
esensial generik.
c. Meningkatkan penggunaan obat rasional.
d. Meningkatkan keamanan, khasiat dan mutu obat dan makanan
yang beredar.
e. Mengembangkan peraturan dalam upaya harmonisasi standar
termasuk dalam mengantisipasi pasar bebas.
f. Meningkatkan kualitas sarana produksi, distribusi dan sarana
pelayanan kefarmasian.
g. Meningkatkan pelayanan kefarmasian yang bermutu.
h. Meningkatkan penelitian, pengembangan dan pemanfaatan obat
tradisional Indonesia.
i. Meningkatkan penelitian di bidang obat dan makanan, kemandirian
di bidang produksi obat, bahan baku obat, obat tradisional,
kosmetika dan alat kesehatan.
j. Penguatan sistem regulatori pengawasan obat dan makanan,
sistem laboratorium obat dan makanan serta peningkatan
kemampuan pengujian mutu obat dan makanan.
k. Peningkatan sarana dan prasarana laboratorium pengujian serta
penerapan standar internasional laboratorium.
l. Penyusunan standar dan pedoman pengawasan obat dan makanan
dan peningkatan pemeriksaan sarana produksi dan distribusi obat
dan makanan.
6. SASARAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN
ALAT KESEHATAN
Sasaran hasil Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan adalah
meningkatnya sediaan farmasi dan alat kesehatan yang memenuhi
standar dan terjangkau oleh masyarakat.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes 2011 11
Indikator tercapainya sasaran hasil pada tahun 2011 adalah:
Persentase ketersediaan obat dan vaksin sebesar 85%.
Untuk mencapai sasaran hasil Program Kefarmasian dan Alat
Kesehatan, maka kegiatan yang dilakukan meliputi:
1. Peningkatan Ketersediaan Obat Publik dan Perbekalan
Kesehatan
Luaran: Meningkatnya ketersediaan Obat Esensial Generik di
Sarana Pelayanan Kesehatan Dasar.
Indikator pencapaian luaran tersebut pada tahun 2011 adalah:
a. Persentase ketersediaan obat dan vaksin sebesar 85%;
b. Persentase penggunaan obat generik di fasilitas pelayanan
kesehatan sebesar 65%;
c. Persentase Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota sesuai standar
sebesar 65%.
2. Peningkatan Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan dan
Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT)
Luaran: Meningkatnya mutu dan keamanan alat kesehatan dan
Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT).
Indikator pencapaian luaran tersebut pada tahun 2011 adalah:
a. Persentase produk alat kesehatan dan PKRT yang beredar
memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan manfaat sebesar
80%;
b. Persentase sarana produksi alat kesehatan dan PKRT yang
memenuhi persyaratan cara produksi yang baik sebesar 45%;
c. Persentase sarana distribusi alat kesehatan yang memenuhi
persyaratan distribusi sebesar 55%.
3. Peningkatan Pelayanan Kefarmasian
Luaran: Meningkatnya penggunaan obat rasional melalui pelayanan
kefarmasian yang berkualitas untuk tercapainya pelayanan
kesehatan yang optimal.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes 2011 12
Indikator pencapaian luaran tersebut pada tahun 2011 adalah:
a. Persentase Instalasi Farmasi Rumah Sakit Pemerintah yang
melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standar sebesar
30%;
b. Persentase Puskesmas Perawatan yang melaksanakan
pelayanan kefarmasian sesuai standar sebesar 15%;
c. Persentase penggunaan obat rasional di sarana pelayanan
kesehatan dasar pemerintah sebesar 40%.
4. Peningkatan Produksi dan Distribusi Kefarmasian
Luaran:
1. Meningkatnya produksi bahan baku dan obat lokal serta mutu
sarana produksi dan distribusi kefarmasian.
2. Meningkatnya kualitas produksi dan distribusi kefarmasian.
3. Meningkatnya produksi bahan baku obat dan obat tradisional
produksi di dalam negeri.
Indikator pencapaian luaran tersebut pada tahun 2011 adalah:
a. Jumlah bahan baku obat dan obat tradisional produksi di dalam
negeri sebanyak 15 jenis;
b. Jumlah standar produk kefarmasian yang disusun dalam
rangka pembinaan produksi dan distribusi sebanyak 4 standar;
5. Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya
pada Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Luaran: Meningkatnya dukungan manajemen dan pelaksanaan
tugas teknis lainnya pada Program Kefarmasian dan Alat
Kesehatan.
Indikator pencapaian luaran tersebut pada tahun 2011 adalah:
a. Persentase dokumen anggaran yang diselesaikan sebesar
85%;
b. Persentase dukungan manajemen dan pelaksanaan Program
Kefarmasian di daerah dalam rangka dekonsentrasi sebesar
70%;
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes 2011 13
c. Jumlah rancangan regulasi yang disusun sebanyak 10
rancangan regulasi.
B. PERJANJIAN KINERJA
Di dalam perencanaan kinerja ditetapkan target kinerja tahun 2011 untuk
seluruh indikator kinerja yang ada pada tingkat sasaran dan kegiatan.
Target kinerja ini akan menjadi komitmen bagi Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan untuk mencapainya dalam tahun 2011.
Tabel 2. Target Kinerja Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan Tahun 2011
SASARAN INDIKATOR KINERJA TARGET
Meningkatnya sediaan farmasi dan alat
kesehatan yang memenuhi standar dan
terjangkau oleh masyarakat
Persentase ketersediaan
obat dan vaksin
85%
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes 2011 14
BAB III
AKUNTABILITAS KINERJA
A. PENGUKURAN KINERJA
Pengukuran kinerja adalah kegiatan manajemen khususnya
membandingkan tingkat kinerja yang dicapai dengan standar, rencana,
atau target dengan menggunakan indikator kinerja yang telah ditetapkan.
Pengukuran tingkat capaian kinerja Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian
dan Alat Kesehatan tahun 2011 dilakukan dengan cara membandingkan
antara target dengan realisasi masing-masing indikator kinerja sasaran.
Tahun 2011 merupakan tahun kedua pelaksanaan dari Rencana Strategis
Kementerian Kesehatan Tahun 2010–2014. Adapun pengukuran kinerja
yang dilakukan adalah dengan membandingkan realisasi capaian dengan
rencana tingkat capaian (target) pada setiap indikator, sehingga diperoleh
gambaran tingkat keberhasilan pencapaian masing-masing indikator.
Berdasarkan pengukuran kinerja tersebut diperoleh informasi menyangkut
masing-masing indikator, sehingga dapat ditindaklanjuti dalam
perencanaan program/kegiatan di masa yang akan datang agar setiap
program/ kegiatan yang direncanakan dapat lebih berhasil guna dan
berdaya guna. Manfaat pengukuran kinerja antara lain untuk memberikan
gambaran kepada pihak-pihak internal dan eksternal tentang pelaksanaan
misi organisasi dalam rangka mewujudkan tujuan dan sasaran yang telah
ditetapkan.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
021/Menkes/SK/I/2011 tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan
Tahun 2010-2014, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan melaksanakan 1 (satu) program dari 9 (sembilan) program yang
telah ditetapkan dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan tahun
2010 – 2014 yaitu :
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan:
Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes 2011 15
Pada awal tahun anggaran 2011 telah disusun pula penetapan kinerja
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan yang diserahkan
kepada Kementerian PAN dan RB.
Sasaran merupakan hasil yang akan dicapai secara nyata oleh Sasaran
Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan dalam rumusan yang lebih
spesifik, terukur, dalam kurun waktu 1 (satu) tahun. Dalam rangka
mencapai sasaran, perlu ditinjau indikator Program Kefarmasian dan Alat
Kesehatan yang telah ditetapkan. Sasaran Program Kefarmasian dan Alat
Kesehatan adalah sebagai berikut:
Sesuai dengan dokumen Rencana Strategis Program Kefarmasian dan Alat
Kesehatan, telah ditetapkan satu indikator dalam mencapai sasaran hasil
program, yaitu:
Persentase Ketersediaan Obat dan Vaksin
SASARAN
Meningkatnya sediaan farmasi dan
alat kesehatan yang memenuhi
standar dan terjangkau oleh
masyarakat.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes 2011 16
Dalam mencapai indikator tersebut di atas, didukung oleh beberapa
kegiatan dengan menghasilkan luaran sebagai berikut:
1. Meningkatnya ketersediaan Obat Esensial Generik di Sarana
Pelayanan Kesehatan Dasar.
2. Meningkatnya mutu dan keamanan alat kesehatan dan Perbekalan
Kesehatan Rumah Tangga (PKRT).
3. Meningkatnya penggunaan obat rasional melalui pelayanan
kefarmasian yang berkualitas untuk tercapainya pelayanan kesehatan
yang optimal.
4. Meningkatnya produksi bahan baku dan obat lokal serta mutu sarana
produksi dan distribusi kefarmasian.
5. Meningkatnya kualitas produksi dan distribusi kefarmasian.
6. Meningkatnya produksi bahan baku obat dan obat tradisional produksi
di dalam negeri.
7. Meningkatnya dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis
lainnya pada Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
Tabel 3. Target dan Realisasi Indikator Kinerja Program Kefarmasian dan Alat
Kesehatan Tahun 2011
SASARAN STRATEGIS INDIKATOR
KINERJA
TARGET
(%)
REALISASI
(%)
CAPAIAN
(%)
Meningkatnya sediaan
farmasi dan alat kesehatan
yang memenuhi standar
dan terjangkau oleh
masyarakat
Presentase
ketersediaan
obat dan vaksin
(IKU)
85% 87% 102.35
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes 2011 17
B. ANALISIS AKUNTABILITAS KINERJA
Penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Direktorat
Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan tahun 2011 disusun
menggunakan Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010-
2014 dan Struktur Organisasi berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan.
Indikator Kinerja Utama (IKU) Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan
Alat Kesehatan adalah presentase ketersediaan obat dan vaksin.
Indikator tercapainya sasaran hasil program kefarmasian dan alat
kesehatan pada tahun 2011 adalah
Kondisi yang dicapai:
Persentase ketersediaan obat dan vaksin target 2011 sebesar 85%,
realisasi sebesar 87%.
Untuk menjamin ketersediaan obat dan vaksin, dilakukan pengadaan obat
dan vaksin. Pengadaan tersebut meliputi pengadaan/penyediaan obat
buffer stock provinsi, obat buffer stock pusat obat buffer bencana/KLB, obat
P2M, obat Filariasis, obat AIDS dan PMS, obat Malaria, obat TB Paru,
obat/vaksin flu burung dan VAR, Reagen Screnning Darah, obat dan
perbekkes haji dan obat emergensi, obat kesehatan ibu dan anak, obat
gizi, obat poliklinik Depkes Pusat.
Persentase Ketersediaan Obat dan Vaksin
CAPAIAN KINERJA:
Capaian kinerja dari indikator persentase ketersediaan obat dan
vaksin adalah sebesar 102.35%
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes 2011 18
Capaian kinerja dari indikator persentase ketersediaan obat dan vaksin
tersebut berkat upaya yang dilakukan, yaitu :
- Tersedianya alokasi dana obat dan vaksin baik di Pusat maupun
Daerah
- Tersedianya Dana Alokasi Khusus (DAK)
- Advokasi kepada Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk
peningkatan alokasi anggaran obat.
- Monitoring dan evaluasi ketersediaan obat serta harga obat
- Bimbingan teknis pengelolaan obat
- Penyusunan Rencana Kebutuhan Obat
Grafik di bawah ini merupakan persentase ketersediaan obat dan vaksin
tahun 2011 di tiap Provinsi.
Gambar 4. Grafik Ketersediaan Obat dan Vaksin Tahun 2011
KET :
Ketersediaan obat dan vaksin di tiap provinsi bervariasi antara 85% s.d. 91%. Dan
rata-rata adalah 87% dengan persentase capaian sebesar 102%. Capaian tersebut
lebih tinggi dibandingkan dengan capaian tahun 2010, yaitu 82%.
Permasalahan:
Secara nasional capaian kinerja dari indikator persentase ketersediaan
obat dan vaksin adalah sebesar 102%, namun masih terjadi disparitas
antar wilayah yang disebabkan antara lain :
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes 2011 19
- Belum optimalnya komitmen pemerintah daerah propinsi dan
kabupaten/kota dalam mengalokasikan anggaran bagi penyediaan obat
di pelayanan kesehatan pemerintah. Kekosongan obat di sarana
Pelayanan Kesehatan Dasar antara lain disebabkan keterlambatan
distribusi sebagai akibat dari biaya distribusi yang tidak mencukupi.
- Daerah belum mampu untuk menyiapkan sarana prasarana
pengelolaan obat di Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota dan Puskesmas
yang memadai karena masalah keterbatasan anggaran.
- Mutasi tenaga farmasi yang bertugas di Instalasi Farmasi
Kabupaten/Kota seringkali terjadi sehingga dapat mempengaruhi
sistem pengelolaan obat.
Usul Pemecahan Masalah:
Beberapa langkah telah, sedang dan akan dilakukan, antara lain :
Peningkatan anggaran APBN yang dialokasikan untuk penyediaan obat
dan vaksin.
Reformulasi alokasi DAK yang berdasarkan alokasi per kapita
Melakukan dekosentrasi biaya distribusi obat dan vaksin yang teralokasi
dalam APBN.
Memfasilitasi dan mengintensifkan upaya advokasi kepada pemerintah
daerah propinsi dan kabupaten/kota.
Mendorong komitmen Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota
dalam penyediaan obat dan vaksin, dengan memfasilitasi Dinas
Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk mengadvokasi
Pemerintah Daerah setempat terkait pembiayaan obat dalam rangka
upaya peningkatan anggaran APBD yang dialokasikan untuk
penyediaan obat dan vaksin.
Meningkatkan kualitas perencanaan, pengelolaan, dan monitoring
evaluasi obat.
Memberikan bantuan penyediaan sarana prasarana yang memadai
untuk pengelolaan obat sehingga mampu menjaga kualitas obat (melalui
DAK bidang Kefarmasian).
Melakukan peningkatan kapasitas SDM dalam pengelolaan obat di
Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes 2011 20
Melakukan sosialisasi pedoman-pedoman yang ada menyangkut
pengelolaan obat.
Melakukan pembinaan SDM pengelola obat secara kontinyu
Gambar 5. Workshop Upaya Peningkatan Peran Serta Industri Farmasi dan
Distribusi Untuk Menjamin Ketersediaan, Keterjangkauan dan Pemerataan Obat
Nasional
Tabel 4. Matriks Kinerja Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Tahun 2010 dan 2011
Indikator2010 2011
Target Realisasi Target Realisasi
Persentase ketersediaan obat dan
vaksin
80% 82% 85% 87%
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes 2011 21
Gambar 6. Perkembangan Kinerja Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alkes
Tahun 2010-2011
Gambar 7. Sosialisasi Sistem Online Logistik Obat dan Perbekalan Kesehatan
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes 2011 22
Capaian kinerja dari indikator tersebut di atas didukung oleh beberapa
kegiatan yang menghasilkan luaran sebagai berikut:
1. Meningkatnya ketersediaan Obat Esensial Generik di Sarana
Pelayanan Kesehatan Dasar.
Indikator yang digunakan untuk mengukur capaian luaran tersebut
seperti pada tabel 5 dibawah ini:
Tabel 5. Matriks Kinerja Direktorat Bina Obat Publik dan PerbekalanKesehatan Tahun 2011
Tabel 6. Kinerja Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Tahun
2010-2011
INDIKATOR2010 2011
Target Realisasi Target Realisasi
Persentase ketersediaan obat dan
vaksin
80% 82,00% 85% 87,00%
Persentase obat yang memenuhi
standar, cukup dan terjangkau
70% - - -
Ketersediaan obat per kapita per
tahun di sarana pelayanan
kesehatan dasar
Rp
13.000,-
per kapita
Rp.
11.922,-
per kapita
- -
Presentase penggunaan obat
generik di fasilitas pelayanan
kesehatan
- - 65% 82,00 %
Persentase Instalasi Farmasi
Kabupaten/Kota sesuai standar
60% 32,80% 65% 71,00 %
INDIKATOR KINERJA TARGET
2011
REALISASI
2011
CAPAIAN
1. Presentase Ketersediaan Obat dan
Vaksin
85% 87% 102.35%
2. Presentase penggunaan obat generik di
fasilitas pelayanan kesehatan
65% 82 % 126.15 %
3.Presentase Instalasi Farmasi Kab/Kota
sesuai standar
65% 71 % 109.23 %
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes 2011 23
Gambar 8. Perkembangan Capaian Kinerja Ketersediaan Obat dan Vaksin
Gambar 9. Perkembangan Capaian Kinerja Instalasi Farmasi Kab/Kota Sesuai
Standar
Kondisi yang dicapai:
Persentase penggunaan Obat Generik di fasilitas Pelayanan Kesehatan
target 2011 sebesar 65%, realisasinya sebesar 82%.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes 2011 24
Capaian indikator Presentase penggunaan obat generik di fasilitas
pelayanan kesehatan sebesar 126%
Permasalahan:
Advokasi oleh Dinas Kesehatan kepada pemegang kebijakan perlu
diintensifkan, agar penyediaan dana yang diinginkan dapat
berkelanjutan.
Advokasi tidak didukung oleh SDM yang handal dalam menyiapkan
data dan informasi sehingga stakeholder terkait tidak menyetujui
penyediaan anggaran untuk hal tersebut diatas.
Daerah belum mampu untuk menyiapkan sarana prasarana yang
memadai/sesuai standar karena masalah pendanaan.
SDM yang belum handal dalam mengelola obat sehingga tidak tahu
kebutuhan sarana prasarana apa yang dibutuhkan untuk menjaga
kualitas obat.
Rendahnya komitmen pemerintah daerah propinsi dan kabupaten/kota
dalam mengalokasikan anggaan bagi penyediaan obat di pelayanan
kesehatan pemerintah.
Usul Pemecahan Masalah:
Memfasilitasi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk mengadvokasi
Pemda setempat terkait pembiayaan obat.
Memberikan bantuan penyediaan sarana prasarana yang memadai
untuk pengelolaan obat sehingga mampu menjaga kualitas obat
(melalui DAK/sumber lainnya).
Melakukan peningkatan kapasitas SDM dalam pengelolaan obat di
Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota
Melakukan sosialisasi pedoman-pedoman yang ada menyangkut
pengelolaan obat.
Mengintensifkan upaya advokasi kepada pemerintah daerah provinsi
dan kabupaten/kota.
Upaya peningkatan anggaran APBN yang dialokasikan untuk
penyediaan obat dan vaksin.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes 2011 25
Kondisi yang dicapai :
Persentase Instalasi Farmasi Kab/Kota sesuai standar target 2011 sebesar
65%, realisasinya sebesar 71%
Capaian indikator Presentase Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota sesuai
standar dari 497 Kabupaten/Kota hanya 353 Kabupaten/Kota yang Instalasi
Farmasinya sesuai standar atau sebesar 71% yang sesuai standar.
Permasalahan:
Advokasi oleh Dinas Kesehatan kepada pemegang kebijakan perlu
diintensifkan, agar penyediaan dana yang diinginkan dapat
berkelanjutan.
Advokasi tidak didukung oleh SDM yang handal dalam menyiapkan
data dan informasi sehingga stakeholder terkait tidak menyetujui
penyediaan anggaran untuk hal tersebut diatas.
Daerah belum mampu untuk menyiapkan sarana prasarana yang
memadai/sesuai standar karena masalah pendanaan.
SDM yang belum handal dalam mengelola obat sehingga tidak tahu
kebutuhan sarana prasarana apa yang dibutuhkan untuk menjaga
kualitas obat.
Rendahnya komitmen pemerintah daerah propinsi dan kabupaten/kota
dalam mengalokasikan anggaran bagi penyediaan obat di pelayanan
kesehatan pemerintah.
Usul Pemecahan Masalah:
Memfasilitasi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk mengadvokasi
Pemda setempat terkait pembiayaan obat.
Memberikan bantuan penyediaan sarana prasarana yang memadai
untuk pengelolaan obat sehingga mampu menjaga kualitas obat
(melalui DAK/sumber lainnya).
Melakukan peningkatan kapasitas SDM dalam pengelolaan obat di
Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota
Melakukan sosialisasi pedoman-pedoman yang ada menyangkut
pengelolaan obat.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes 2011 26
Mengintensifkan upaya advokasi kepada pemerintah daerah provinsi
dan kabupaten/kota.
Upaya peningkatan anggaran APBN yang dialokasikan untuk
penyediaan obat dan vaksin.
2. Meningkatnya mutu dan keamanan alat kesehatan dan Perbekalan
Kesehatan Rumah Tangga (PKRT).
Indikator yang digunakan untuk mengukur capaian luaran tersebut
tercantum dalam tabel 7 dibawah ini:
Tabel 7. Matriks Kinerja Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan
Tahun 2011
INDIKATOR KINERJA TARGET
2011
REALISASI
2011
CAPAIAN
1. Persentase produk alat
kesehatan dan PKRT yang beredar
memenuhi persyaratan
keamanan, mutu dan manfaat
80% 84,93% 106,16%
2. Persentase sarana produksi
alat kesehatan dan PKRT yang
memenuhi persyaratan cara
produksi yang baik
45% 65,91% 146,47%
3.Persentase sarana distribusi
alat kesehatan yang memenuhi
persyaratan distribusi
55% 58,95% 107,18%
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes 2011 27
Tabel 8. Kinerja Direktorat Bina Produksi Dan Distribusi Alat Kesehatan tahun
2010-2011
Indikator2010 2011
Target Realisasi Target Realisasi
Persentase produk alat kesehatan
dan PKRT yang beredar
memenuhi persyaratan
keamanan, mutu dan manfaat
- - 80% 84,93%
Persentase sarana produksi alat
kesehatan dan PKRT yang
memenuhi persyaratan cara
produksi yang baik
60% 60,00% 45% 65,91%
Persentase sarana distribusi alat
kesehatan yang memenuhi
persyaratan distribusi
50% 50,00% 55% 58,95%
Persentase produk alat kesehatan
dan PKRT yang beredar
memenuhi persyaratan
keamanan, kemanfaatan/khasiat
dan mutu
70% 70,00% - -
Gambar 10. Perkembangan Sarana Produksi Alkes dan PKRT yang memenuhi
CPAKB
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes 2011 28
Gambar 11. Perkembangan Sarana Distribusi Alkes yang memenuhi persyaratan
distribusi
Kondisi yang dicapai:
Sampling alat kesehatan dan PKRT adalah salah satu langkah yang
ditempuh dalam rangka pembinaan, pengawasan dan pengendalian
terhadap keamanaan, mutu dan manfaat alat kesehatan dan PKRT
yang telah memiliki izin edar. Sampling dilakukan di 14 propinsi
dengan jumlah sampel sebanyak 292 alat kesehatan dan PKRT yang
diprioritaskan sesuai dengan pedoman teknis pelaksanaan sampling
dan pengujian alat kesehatan dan PKRT. Produk yang disampling
secara acak diasumsikan merupakan representasi dari keseluruhan
produk yang beredar. Hasil pengujian sampling pada laboratorium
terakreditasi diperoleh 248 sampel memenuhi syarat.
Pencapain hasil indikator persentasi alat kesehatan dan PKRT yang
beredar memenuhi persyaratan keamanaan, mutu dan manfaat target
80 %, realisasi 84.93 %
Hasil monitoring yang telah dilakukan terhadap 44 sarana produksi alat
kesehatan dan PKRT di 13 propinsi di Indonesia yang memenuhi
persyaratan cara produksi yang baik adalah sejumlah 29 sarana
produksi alat kesehatan dan PKRT yang memenuhi persyaratan cara
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes 2011 29
produksi yang baik. Prinsip-prinsip yang menjadi fokus monitoring
adalah sebagai berikut sistem manajemen mutu; tanggung jawab
menajemen; pengelolaan sumber dana; realisasi produksi;
pengukuran, analis dan perbekalan.
Hasil pencapaian indikator persentase sarana produksi alat kesehatan
dan PKRT yang memenuhi persyaratan cara produksi yang baik target
45 %, realisasi 65.91 %.
Hasil monitoring yang telah dilakukan terhadap 95 sarana distribusi
alat kesehatan didapatkan 56 sarana distribusi alat kesehatan yang
memenuhi persyaratan distribusi dan 39 sarana distribusi alat
kesehatan yang kurang memenuhi persyaratan distribusi sehingga
perlu dilakukan pembinaan lebih lanjut.
Aspek-aspek yang dilihat pada monitoring adalah organisasi;
personalia; bangunan dan fasilitas; pengawasan produksi;
pemusnahan produk; dokumentasi; penanganan produk recall dan
retur .
Hasil pencapaian indikator persentase sarana distribusi alat kesehatan
yang memenuhi persyaratan distribusi target 55 %, realisasi 58.95 %.
Sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan PKRT merupakan
cabang atau sub distributor dari perusahaan induknya
Permasalahan :
Kurangnya dana untuk pelaksanaan sampling dan pelaksanaan
monitoring terhadap sarana produksi/distribusi alat kesehatan dan
PKRT.
Kurangnya fasilitas laboratorium penguji yang terakreditasi
Kurangnya kerjasama lintas sektor terhadap pengawasan alat
kesehatan dan PKRT yang beredar di lapangan.
Kurangnya sosialisasi Permenkes di bidang alat kesehatan dan PKRT
Masih terdapat sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan
PKRT yang belum memenuhi Cara Produksi Alat Kesehatan Yang Baik
(CPAKB) dan Cara Distribusi Alat Kesehatan Yang Baik (CDAKB) yang
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes 2011 30
baik sehingga jaminan keamanan dan mutu alat kesehatan dan PKRT
yang diproduksi belum optimal.
Usul Pemecahan Masalah:
Dibentuknya kelompok kerja (Pokja) lintas sektor dalam penanganan
alat kesehatan yang illegal dan tidak memenuhi syarat yang beredar di
pasaran.
Ditingkatkannya dana untuk sampling alat kesehatan dan PKRT serta
monitoring sarana produksi dan distribusi alat kesehatan dan PKRT
Ditingkatkannya koordinasi dengan laboratorium yang terakreditasi
untuk meningkatkan kemampuannya menguji untuk penambahan jenis
produk yang disampling.
Melakukan review terhadap instrument monitoring sarana
produksi/distribusi.
Sosialisasi Permenkes di bidang alat kesehatan dan PKRT kepada
industri dan sarana distribusi alat kesehatan dan PKRT untuk
meningkatkan kemampuannya dalam penerapan CPAKB dan CDAKB.
Perlunya penambahan SDM serta peningkatan kemampuannya.
3. Meningkatnya penggunaan obat rasional melalui pelayanan kefarmasian
yang berkualitas untuk tercapainya pelayanan kesehatan yang optimal.
Indikator yang digunakan untuk mengukur capaian luaran tersebut, terlihat
pada tabel 9 dibawah ini:
Tabel 9. Matriks Kinerja Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian Tahun 2011
INDIKATOR KINERJA TARGET2011
REALISASI2011
CAPAIAN
1.Persentase Instalasi Farmasi RumahSakit Pemerintah yang melaksanakanpelayanan kefarmasian sesuai standar
30% 30.33% 101%
2.Persentase Puskesmas Perawatanyang melaksanakan pelayanankefarmasian sesuai standar
15% 15.15% 101%
3.Persentase penggunaan obat rasionaldi sarana pelayanan kesehatan dasarpemerintah
40% 66.12% 165.30%
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes 2011 31
Tabel 10. Kinerja Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian Tahun 2010-2011
Indikator 2010 2011
Target Realisasi Target Realisasi
Persentase Instalasi FarmasiRumah Sakit Pemerintah yangmelaksanakan pelayanankefarmasian sesuai standar
25% 25,30% 30% 30,33%
Persentase PuskesmasPerawatan yang melaksanakanpelayanan kefarmasian sesuaistandar
10% 9,40% 15% 15,15%
Persentase penggunaan obatrasional di sarana pelayanankesehatan dasar pemerintah
30% 42,00% 40% 66,12%
Gambar 12. Perkembangan IFRS Pemerintah yang melaksanakan pelayanan
kefarmasian sesuai standar
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes 2011 32
Gambar 13. Perkembangan Puskesmas Perawatan yang melaksanakan
pelayanan kefarmasian sesuai standar
Gambar 14. Perkembangan POR di sarana pelayanan kesehatan dasar
pemerintah
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes 2011 33
Kondisi yang dicapai:
A. Persentase Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) Pemerintah yang
melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standar target 2011
sebesar 30%, realisasi jumlah rumah sakit yang melaksanakan
pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit sesuai standar sebanyak 165
rumah sakit dengan capaian indikator 30,33% (perhitungan
berdasarkan jumlah rumah sakit milik pemerintah seluruh Indonesia
sebanyak 544 RS (SIRS tahun 2010).
Upaya yang telah dilakukan dalam rangka pelaksanaan pelayanan
kefarmasian sesuai standar di instalasi farmasi rumah sakit
pemerintah adalah sebagai berikut:
Advokasi kepada manajemen RS untuk pelaksanaan Pelayanan
Farmasi Klinik sesuai sandar
Melakukan pembekalan pelayanan farmasi klinik kepada Apoteker
di Instalasi Farmasi RS
Penyusunan Standar dan pedoman serta sosialisasinya sebagai
acuan apoteker di RS dalam melakukan farmasi klinik
Bersedianya 20 RS Pemerintah menjadi pusat pembelajaran
pelayanan farmasi klinik untuk penyakit-penyakit tertentu
Membuat pilot project Pelayanan Informasi Obat (PIO) dan
Pelayanan Farmasi Klinik serta software PIO untuk pelaksanaan
pelayanan farmasi klinik sesuai standar
B. * Pada tahun 2011, persentase puskesmas perawatan yang
melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standar sebesar
15,15% yaitu sebanyak 448 puskesmas dari 2957 puskesmas
perawatan di Indonesia
Telah dilaksanakan pilot project pelayanan kefarmasian untuk
puskesmas di beberapa propinsi di Indonesia, baik yang
dilaksanakan oleh pusat maupun Dinas Kesehatan Provinsi
melalui dana dekonsentrasi dan APBD
Melaksanakan pembekalan kepada Dinas Kesehatan Provinsi
dan Kabupaten/Kota melalui TOT peningkatan mutu pelayanan
kefarmasian di puskesmas
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes 2011 34
C. * Persentase Penggunaan Obat Rasional (POR) di sarana
pelayanan kesehatan dasar pemerintah target 2011 sebesar
40%, realisasi pencapaian POR di puskesmas sebesar 165,3%
diperoleh dari semua puskesmas yang ada di 28 Propinsi.
Dari capaian 165,3 tersebut diperoleh peningkatan POR
sebesar 66,12% yang dilihat dari 3 indikator: Penggunaan
injeksi pada myalgia, penggunaan antibiotik pada ISPA non
Pneumonia dan penggunaan antibiotika pada diare.
Peningkatan tertinggi terjadi pada indikator penggunaan injeksi
pada myalgia.
Upaya peningkatan pemahaman POR telah dilakukan melalui
penggerakan POR di Dinkes, telah dilakukan advokasi kepada
Perguruan Tinggi Farmasi dan Sosialisasi POR kepada tenaga
kesehatan di fasilitas kesehatan dasar.
Permasalahan
A. * Rendahnya komitmen dari manajemen untuk pelaksanaan pelayanan
farmasi klinik di rumah sakit
Kompetensi SDM IFRS dalam pelaksanaan pelayanan farmasi klinik
di RS belum memadai
Jumlah tenaga kefarmasian di RS masih belum sesuai dengan
beban kerja
Belum seluruh RS yang bersedia sebagai pusat pembelajaran siap
melaksanakan program tersebut.
B. * Mengacu pada PP No.51 tahun 2009, setiap pelayanan
kefarmasian harus dilakukan oleh tenaga kefarmasian (Apoteker
dan Tenaga Teknis Kefarmasian). Akan tetapi masih banyak
puskesmas, termasuk puskesmas perawatan pelaksanaan
pelayanan kefarmasian tidak dilakukan oleh tenaga kefarmasian
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes 2011 35
Belum optimalnya pelayanan kefarmasian, karena apoteker
maupun tenaga teknis kefarmasian yang ada masih terfokus pada
pengelolaan obat
Belum adanya sistem pelaporan secara online untuk pelaksanaan
pelayanan kefarmasian di puskesmas
C. * Terbatas anggaran daerah sehingga dinkes propinsi belum dapat
secara optimal menyelenggarakan pembinaan teknis tenaga
kesehatan di Propinsi
Belum adanya koordinasi dengan APTFI dan Dikti untuk memasukkan
konsep POR ke dalam Kurikulum Pendidikan farmasi
Kurangnya koordinasi dengan Promosi Kesehatan sehingga belum
optimalnya pelaksanaan Promosi Penggunaan Obat Rasional
kepada Masyarakat.
Usul Pemecahan Masalah:
A. * Melakukan sosialisasi standar dan pedoman tentang pelayanan
farmasi klinik
Mengintensifkan upaya advokasi kepada manajemen RS
Melakukan peningkatan kompetensi SDM farmasi dalam
pelayanan farmasi klinik di IFRS
Melakukan monitoring penggunaan Obat Generik di RS
Melakukan Bimbingan Teknis Pelayanan Kefarmasian kepada
manajemen RS dan tenaga kefarmasian
B. * Penempatan tenaga kefarmasian (terutama apoteker) di puskesmas
perawatan
Perlu dilakukan sosialisasi kepada Kepala Puskesmas dan Dinas
Kesehatan Kab/Kota tentang peran apoteker / tenaga kefarmasian
di puskesmas dalam peningkatan pelayanan kefarmasian
Pembuatan sistem pelaporan pelayanan kefarmasian untuk
puskesmas secara online
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes 2011 36
Apoteker dituntut untuk melakukan pelayanan kefarmasian sesuai
standar, minimal melaksanakan pemberian informasi obat dan
konseling
C. * Melakukan training kepada tenaga kesehatan agar POR lebih
optimal
Melakukan advokasi kepada pemda untuk mendukung POR di
Dinkes Kab/Kota
Melakukan koordinasi tingkat propinsi untuk melakukan
penggerakan POR
Penyebaran informasi tentang POR melalui pembuatan leaftet,
banner, billboard dan audiovisual.
4. Meningkatnya produksi bahan baku dan obat lokal serta mutu produksi dan
distribusi kefarmasian.
5. Meningkatnya kualitas produksi dan distribusi kefarmasian.
6. Meningkatnya produksi bahan baku obat dan obat tradisional produksi di
dalam negeri.
Indikator yang digunakan untuk mengukur capaian luaran keempat, kelima
dan keenam terlihat pada tabel 11 dibawah ini:
Tabel 11. Matriks Kinerja Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian
Tahun 2011
INDIKATOR KINERJA TARGET
2011
REALISASI
2011
CAPAIAN
1.Jumlah bahan baku obat dan obat
tradisional produksi di dalam negeri
15 4 26.67%
2.Jumlah standar produk kefarmasian
yang disusun dalam rangka pembinaan
produksi dan distribusi
4 4 100%
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes 2011 37
Tabel 12. Kinerja Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Tahun
2010-2011
Indikator2010 2011
Target Realisasi Target Realisasi
Jumlah bahan baku obat dan obattradisional produksi di dalam negeri
5 jenis - 15 jenis 4 jenis
Jumlah standar produk kefarmasianyang disusun dalam rangkapembinaan produksi dan distribusi
2 standar - 4 standar 4 standar
Kondisi yang dicapai:
Hingga bulan November 2011, baru berhasil diproduksi 4 ekstrak
terfraksionasi bekerja sama dengan Dexa Laboratories of Biomolecular
Sciences.
Standar produk kefarmasian dalam rangka pembinaan produksi dan
distribusi pada tahun ini telah berhasil disusun yaitu Suplemen
Farmakope Herbal Indonesia, Suplemen Farmakope Indonesia, Kodeks
Kosmetik Indonesia, Standar Pelayanan Perizinan Produksi dan
Distribusi Kefarmasian, Pedoman Pembinaan Industri Farmasi, Pedoman
Pembinaan Industri Obat Tradisional, Pedoman Pembinaan Pedagang
Besar Farmasi, Pedoman Pembinaan Industri Rumah Tangga Pangan
dan Pedoman Pembinaan Sarana Produksi Kosmetik.
Permasalahan:
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian tidak
mengalokasikan anggaran untuk pengembangan produksi bahan baku
baik bahan baku obat maupun obat tradisional
Sumber dana yang tersedia hanya dapat digunakan untuk melakukan
pertemuan, sosialisasi dan koordinasi serta inventarisasi hal-hal yang
berhubungan dengan bahan obat dan obat tradisional.
Kurangnya koordinasi dan jejaring kerja dengan Lembaga penelitian
maupun lembaga pendidikan di Indonesia, sementara institusi tersebut
sudah dapat membuat beraneka ragam bahan obat dan obat tradisional,
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes 2011 38
baik produk sintesis, biofarmasi maupun herbal, namun masih dalam
skala laboratorium dan masih mengalami kesulitan dalam melakukan
peningkatan menjadi pilot maupun skala produksi.
Usul Pemecahan Masalah:
Menyusun anggaran Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian
untuk pengembangan produksi bahan baku obat dan bahan baku obat
tradisional di tahun anggaran 2012.
Menyusun standar di bidang produksi dan distribusi kefarmasian.
Koordinasi dengan stakeholder pengembangan obat dan bahan obat
(lembaga penelitian, lembaga pendidikan, IPMG maupun GP Farmasi)
dan obat tradisional (lembaga penelitian, lembaga pendidikan dan GP
Jamu)
Pembentukan POKJA Bahan Baku Obat dimana Direktorat Bina Produksi
dan Distribusi Kefarmasian bertindak sebagai ketua
Penyusunan Road Map Pengembangan Industri Farmasi, bekerja sama
dengan IPMG
Penyusunan Grand Strategy pengembangan obat, bahan obat dan obat
tradisional
Inventarisasi hasil penelitian yang telah dilakukan oleh lembaga
penelitian dan lembaga pendidikan
Penentuan jenis item bahan baku obat yang dapat dikembangkan di
tahun 2012
Pemantapan tingkat perencanaan penganggaran dalam pengembangan
produksi bahan baku baik bahan baku obat maupun obat tradisional
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes 2011 39
7. Meningkatnya dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya
pada Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
Tabel 13. Matriks Kinerja Sekretariat Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan Tahun 2011
INDIKATOR KINERJA TARGET
2011
REALISASI
2011
CAPAIAN
1.Persentase dokumen anggaran
yang diselesaikan
85% 85% 100%
2.Persentase dukungan
manajemen dan pelaksanaan
Program Kefarmasian di daerah
dalam rangka dekonsentrasi
70% 90.92% 129.88%
3.Jumlah rancangan regulasi yang
disusun
10 12 120%
Tabel 14. Kinerja Sekretariat Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Tahun 2010-2011
Indikator2010 2011
Target Realisasi Target Realisasi
Persentase dokumen anggaran
yang diselesaikan (sesuai
usulan, pemenuhan kebutuhan
sumber daya manusia dan
prasarana,
pertanggungjawaban keuangan
yang sesuai SAI dan peraturan
perundang-undangan)
80% 80,00% - -
Persentase dokumen anggaran
yang diselesaikan
- - 85% 85,00%
Persentase dukungan
manajemen dan pelaksanaan
60% 67,29% 70% 90,92%
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes 2011 40
Program Kefarmasian dan Alat
Kesehatan di daerah dalam
rangka dekonsentrasi
Jumlah rancangan regulasi
yang disusun
- - 10
rancangan
12
rancangan
Gambar 15. Perkembangan Pelaksanaan Dekonsentrasi
Kondisi yang dicapai:
Dalam rangka mendukung program kefarmasian dan alkes, telah
diselesaikan 85% dokumen anggaran yang diperlukan. Upaya yang
dilakukan adalah dengan memperkuat koordinasi dengan satker
terkait dalam melengkapi kebutuhan dokumen perencanaan dan
melakukan perencanaan berbasis bukti
Dalam rangka pelaksanaan dekonsentrasi, telah dicapai dukungan
manajemen dan pelaksanaan program sebesar 90,92%. Upaya
yang dilakukan adalah dengan memperkuat pengendalian, evaluasi,
pelaksanaan daministrasi keuangan dan pengelolaan perlengkapan
sesuai ketentuan pada pelaksanaan dekonsentrasi sehingga target
yang telah ditetapkan dapat tercapai.
Dalam rangka mendukung pelaksanaan program kefarmasian dan
alat kesehatan telah disusun 10 rancangan regulasi dan
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes 2011 41
2 Peraturan Menteri Kesehatan bidang farmasi dan alat kesehatan,
yang terdiri dari:
Rancangan Undang-Undang tentang Sediaan Farmasi
Rancangan Undang-Undang tentang Psikotropika
Rancangan Peraturan Presiden tentang Pelaksanaan Paten Oleh
Pemerintah Terhadap Obat Antiretroviral
Permenkes Nomor 889/Menkes/Per/V/2011 tentang Registrasi,
Izin Praktik dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian
Permenkes Nomor 1148/Menkes/Per/VI/2011 tentang Pedagang
Besar Farmasi
Rancangan Permenkes tentang Bahan Tambahan Makanan
Rancangan Permenkes tentang Izin Industri Obat Tradisional dan
Usaha Obat Tradisional
Rancangan Permenkes tentang Pemasukan Obat, Obat
Tradisional dan Makanan serta Alat Kesehatan Melalui Skema
Khusus (Special Acces Scheme)
Rancangan Permenkes tentag Instalasi Farmasi Pemerintah
Rancangan Permenkes tentang Batas Maksimum Melamin dalam
Pangan
Rancangan Permenkes tentang Batas Cemaran Radiasi Dalam
Pangan
Upaya yang dilakukan dalam mencapai target indikator tersebut
adalah dengan melakukan pengkaijan berbagai peraturan
perundang-undangan dan kajian teknis terkait dengan bidang
kefarmasian dan alkes, serta koordinasi dengan lintas sektor terkait
dalam penyusunan peraturan perundang-undangan.
Permasalahan:
Keterbatasan waktu dalam penyelesaian dokumen anggaran
(kelengkapan dokumen pendukung perencanaan)
Ketepatan pelaporan dari satker pelaksana masih belum optimal.
Kurangnya SDM yang kompeten dalam bidang perancangan
peraturan perundang-undangan.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes 2011 42
Usul Pemecahan Masalah:
Mengikuti pendidikan dan pelatihan bidang penyusunan peraturan
perundang-undangan (legal drafting) bagi SDM di bidang hukum
berkoordinasi dengan Biro Hukum dan Organisasi dan Kementerian
Hukum dan HAM
Mengoptimalkan tenaga kefarmasian yang ada
Gambar 16. Rapat konsultasi Dekonsentrasi Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes 2011 43
C. SUMBER DAYA
Dalam mencapai kinerjanya, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan didukung Sumber Daya Anggaran.
a. Kantor Pusat
Anggaran DIPA kantor pusat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan
Alat Kesehatan tahun 2011 adalah Rp. 1.424.578.873.000 dengan
realisasi sebesar Rp. 1.291.379.966.563 (90,65%). Terdapat perubahan
anggaran kantor pusat Ditjen Binfar dan Alkes dari Penetapan Kinerja
yang telah ditetapkan pada tahun 2011 yaitu
Rp. 1.424.486.581.000. Hal ini disebabkan pada bulan Juni dan Juli
2011, terdapat dana hibah dari WHO sebesar Rp. 102.942.000 pada
DIPA Sekretariat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alkes, yang
terealisasi sebesar Rp. 92.292.000 dan sisanya telah dikembalikan
kepada WHO sebesar Rp. 10.650.000. Dana tersebut digunakan untuk
2 kegiatan yaitu:
Kunjungan Democratic People’s Republic of Korea ke Rumah Sakit
(RS. Kanker Darmais, RSCM, RS. Fatmawati, RS. Hasan Sadikin
dan RSUD Tangerang) dalam rangka meninjau pelayanan farmasi
klinik di rumah sakit.
Workshop Regional Advisor WHO
Tabel 15. Realisasi Anggaran DIPA Kantor Pusat Ditjen Binfar dan
Alkes Tahun 2011
SATUAN KERJA ALOKASI
REALISASI
Rp. %
Sekretariat Ditjen Binfardan Alkes
611,292,292,000 566,481,251,380 92,67
Direktorat Bina ObatPublik dan PerbekalanKesehatan
769,135,400,000 687,220,530,402 89,35
Direktorat Bina PelayananKefarmasian
16,000,000,000 15,195,955,922 94.97
Direktorat Bina Produksidan Distribusi AlatKesehatan
16,000,000,000 12,486,828,270 78,04
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes 2011 44
Direktorat Bina Produksidan Distribusi Kefarmasian
12,151,181,000 9,995,400,589 82,26
JUMLAH 1,424,578,873,000 1,291,379,966,563 90,65
b. Dana Dekonsentrasi
Realisasi dana dekonsentrasi sebesar Rp. 24.734.791.627 dari alokasi
sebesar Rp. 26.400.000.000 yang terdiri dari 33 Satker.
Alokasi dana dan realisasi DIPA Dekonsentrasi Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan seperti diuraikan pada tabel di bawah
ini:
Tabel 16. Alokasi dan Realisasi DIPA Dekonsentrasi Direktorat Jenderal Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun 2011
NO NAMA SATKER ALOKASI
(Rp)
REALISASI
(Rp)
% SISA DANA
(Rp)
1 Dinas Kesehatan Provinsi
DKI Jakarta
346,880,000 303,999,000 87.64 42,881,000
2 Dinas Kesehatan Provinsi
Jawa Barat
1,019,533,000 860,012,500 84.35 159,520,500
3 Dinas Kesehatan Provinsi
Jawa Tengah
1,216,947,000 1,203,807,675 98.92 13,139,325
4 Dinas Kesehatan Provinsi
Yogyakarta
531,601,000 494,343,771 92.99 37,257,229
5 Dinas Kesehatan Provinsi
Jawa Timur
1,411,265,000 1,213,832,356 86.01 197,432,644
6 Dinas Kesehatan Provinsi
NAD
688,902,000 639,452,600 92.82 49,449,400
7 Dinas Kesehatan Provinsi
Sumatera Utara
1,151,616,000 1,128,146,030 97.96 23,469,970
8 Dinas Kesehatan Provinsi
Sumatera Barat
839,471,000 705,468,957 84.04 134,002,043
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes 2011 45
9 Dinas Kesehatan Provinsi
Riau
496,493,000 425,815,746 85.76 70,677,254
10 Dinas Kesehatan Provinsi
Jambi
651,324,000 632,173,210 97.06 19,150,790
11 Dinas Kesehatan Provinsi
Sumatera Selatan
789,354,000 749,507,650 94.95 39,846,350
12 Dinas Kesehatan Provinsi
Lampung
922,812,000 746,331,475 80.88 176,480,525
13 Dinas Kesehatan Provinsi
Kalimantan Barat
977,427,000 905,238,786 92.61 72,188,214
14 Dinas Kesehatan Provinsi
Kalimantan Tengah
755,620,000 737,626,250 97.62 17,993,750
15 Dinas Kesehatan Provinsi
Kalimantan Selatan
733,808,000 640,385,550 87.27 93,422,450
16 Dinas Kesehatan Provinsi
Kalimantan Timur
503,468,000 448,452,001 89.07 55,015,999
17 Dinas Kesehatan Provinsi
Sulawesi Utara
799,141,000 799,131,000 100.00 10,000
18 Dinas Kesehatan Provinsi
Sulawesi Tengah
920,519,000 894,189,500 97.14 26,329,500
19 Dinas Kesehatan Provinsi
Sulawesi Selatan
1,180,874,000 1,175,964,406 99.58 4,909,594
20 Dinas Kesehatan Provinsi
Sulawesi Tenggara
935,888,000 919,268,000 98.22 16,620,000
21 Dinas Kesehatan Provinsi
Maluku
918,100,000 918,100,000 100.00 -
22 Dinas Kesehatan Provinsi
Bali
594,401,000 566,930,179 95.38 27,470,821
23 Dinas Kesehatan Provinsi
NTB
881,328,000 789,395,485 89.57 91,932,515
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes 2011 46
Pemanfaatan dana dekonsentrasi terfokus kepada kegiatan menu wajib yang
disampaikan oleh masing-masing direktorat dalam rangka pencapaian indikator.
Optimalisasi pencapaian indikator ini difasilitasikan melalui kegiatan monitoring
dan evaluasi di masing-masing propinsi.
24 Dinas Kesehatan Provinsi
NTT
1,126,834,000 1,125,831,550 99.91 1,002,450
25 Dinas Kesehatan Provinsi
Papua
878,652,000 851,652,000 96.93 27,000,000
26 Dinas Kesehatan Provinsi
Bengkulu
660,674,000 584,424,750 88.46 76,249,250
27 Dinas Kesehatan Provinsi
Maluku Utara
860,615,000 843,110,000 97.97 17,505.000
28 Dinas Kesehatan Provinsi
Banten
755,645,000 645,352,000 85.40 110,293,000
29 Dinas Kesehatan Provinsi
Bangka Belitung
402,967,000 400,278,500 99.33 2,688,500
30 Dinas Kesehatan Provinsi
Gorontalo
781,967,000 762,610,000 97.52 19,357,000
31 Dinas Kesehatan Provinsi
Kepulauan Riau
416,269,000 398,183,500 95.66 18,085,500
32 Dinas Kesehatan Provinsi
Papua Barat
491,669,000 491,669,000 100.00 -
33 Dinas Kesehatan Provinsi
Sulawesi Barat
757,936,000 734,108,200 96,86 23,827,800
JUMLAH DANA DEKONSENTRASI 26.400.000.000 24,734,791,627 93.69 1,665,208,373
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes 2011 47
BAB IV
PENUTUP
Pelaksanaan pengukuran kinerja Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan tahun 2011 dilakukan terhadap program kegiatan yang dilaksanakan
sesuai tugas dan fungsi yang tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor Nomor 1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia yang secara rinci diuraikan
menggunakan acuan Rencana Strategis Kementerian Kesehatan tahun
2010-2014.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan diharapkan dapat dimanfaatkan untuk bahan evaluasi kinerja bagi
yang membutuhkan dalam penyempurnaan dokumen perencanaan maupun
pelaksanaan program dan kegiatan yang akan datang, dan penyempurnaan
berbagai kebijakan yang diperlukan.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes 2011 48
FORMULIR RENCANA KINERJA TAHUNAN
Unit Organisasi Eselon I : Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Tahun : 2011
Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target
(1) (2) (3)
Meningkatnya sediaan farmasi dan alat
kesehatan yang memenuhi standar dan
terjangkau oleh masyarakat
Persentase ketersediaan obat
dan vaksin
85%
Laporan Akuntabilitas Kinerja Ditjen Binfar dan Alkes 2011 49
FORMULIR PENGUKURAN KINERJA
Unit Organisasi Eselon I : Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
Tahun Anggaran : 2011
Sasaran Strategis Indikator Kinerja Target Realisasi %
(1) (2) (3) (4) (5)
Meningkatnya sediaan farmasi
dan alat kesehatan yang
memenuhi standar dan
terjangkau oleh masyarakat
Persentase
ketersediaan obat
dan vaksin
85% 87,00% 102,35%
Jumlah Anggaran Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun 2011 : Rp. 1.424.578.873.000
Jumlah Realisasi Anggaran Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan Tahun 2011 : Rp. 1.291.379.966.563