cr nn

85
CASE R CASE REPORT Atonia Uteri Oleh : LULU NURSYIFA 1102011142 NADIA ANISHA 1102011186 YUSRA DINA 1102010306 Dokter Pembimbing: Dr. Hj. Hayati Usman, Sp.An Dr. Dhadi Ginanjar Sp.An DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK SMF ANASTESI RSUD GARUT

Upload: margiantii-gii

Post on 09-Jul-2016

229 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

mmm

TRANSCRIPT

Page 1: cr nn

CASE R CASE REPORT

Atonia Uteri

Oleh :

LULU NURSYIFA 1102011142

NADIA ANISHA 1102011186

YUSRA DINA 1102010306

Dokter Pembimbing:

Dr. Hj. Hayati Usman, Sp.An

Dr. Dhadi Ginanjar Sp.An

DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

SMF ANASTESI RSUD GARUT

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS YARSI

PERIODE 7 DESEMBER – 27 DESEMBER 2015

Page 2: cr nn

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur penulis tunjukkan kepada Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan Case

Reportdengan judul “ATONIA UTERI”. Referatini disusun sebagai salah satu

persyaratan kelulusan kepaniteraan bagian Anestesi di RSUD Dr. Slamet Garut.

Berbagai kendala penulis hadapi dalam penyelesaian penulisan Case Report ini,

namun demikian semuanya tidak terlepas dari adanya bantuan dan dukungan dari

banyak pihak. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Dr. Hj. Hayati Usman Sp.An dan Dr. Dhadi, Sp.An selaku dosen pembimbing

yang telah memberikan pengarahan dalam penulisan Case Report ini.

2. Para penata, perawat anastesi, perawat di bagian Instalasi Bedah Sentral RSUD

Dr. Slamet Garut

3. Teman-teman sejawat dokter muda di lingkungan RSUD Dr. Slamet Garut

Semoga dengan adanya referat ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan

bagi semua pihak. Penulis menyadari bahwa Case Report ini jauh dari sempurna

untuk itu penulis mengharapkan kritik serta saran sebagai perbaikan dalam

penyusunan yang akan datang.

Akhir kata penulis mengaharapkan referat ini dapat memberikan manfaat bagi

pembaca, khususnya bagi para dokter muda yang memerlukan panduan menjalani

aplikasi ilmu.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Garut, Desember 2015

Penyusun

Page 3: cr nn

DAFTAR HALAMAN

KATA PENGANTAR...................................................................................................2

BAB I.............................................................................................................................4

PENDAHULUAN.........................................................................................................4

BAB II...........................................................................................................................5

STATUS PASIEN.........................................................................................................5

BAB III........................................................................................................................13

PEMBAHASAN..........................................................................................................13

3.1. ATONIA UTERI..........................................................................................13

3.1.1. Definisi......................................................................................................13

3.1.2. Manifestasi Klinis.....................................................................................13

3.1.3. Penatalaksanaan........................................................................................13

3.2. ANESTESI UMUM PADA ATONIA UTERI................................................17

3.2.1. Pre-OP...........................................................................................................17

3.2.2. Intra-OP.........................................................................................................22

3.2.3. Post –OP........................................................................................................30

3.3. TERAPI CAIRAN DAN TRANFUSI..............................................................35

3.3.1. Komponen cairan tubuh................................................................................35

3.3.2. Penilaian Volume Intravaskular....................................................................37

3.3.3. Jumlah kehilangan cairan selama operasi.....................................................40

3.3.4. Dasar – dasar terapi cairan elektrolit perioperatif.........................................41

3.3.5. Penatalaksanaan Terapi.................................................................................42

3.3.6. Tranfusi.........................................................................................................45

3.3.7. Perhitungan Pemberian Cairan pada pasien ini............................................52

BAB V.........................................................................................................................54

KESIMPULAN...........................................................................................................54

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................56

Page 4: cr nn

BAB I

PENDAHULUAN

Hambatan pasase usus dapat disebabkan oleh obstruksi lumen usus atau oleh gangguan peristaltis. Obstruksi usus disebut juga obstruksi mekanik. Penyumbatan dapat terjadi dimana saja di sepanjang usus. Pada obstruksi usus harus dibedakan lagi obstruksi sederhana dan obstruksi strangulata. Obstruksi usus yang disebabkan oleh hernia, invaginasi, adhesi dan volvulus mungkin sekali disertai strangulasi, sedangkan obstruksi oleh tumor atau askariasis adalah obstruksi sederhana yang jarang menyebabkan strangulasi.

Obstruksi usus halus merupakan obstruksi saluran cerna tinggi, artinya

disertai dengan pengeluaran banyak cairan dan elektrolit baik di dalam lumen usus

maupun oleh muntah. Keadaan umum akan memburuk dalam waktu singkat.

Page 5: cr nn

BAB II

STATUS PASIEN

DATA UMUM

Nama : Ny. R

Umur : 35 Tahun

Alamat : Kp. Tanjung Pasawahan

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

No. RM : 821065

Tanggal Operasi : 10 Desember 2015

Kamar : Ruang VK

Bagian : Obgyn

Diagnosa Pre Op : P2A0 Partus Maturus Spontan dalam Augmentasi drip

oksitosin+ perdarahan post partum e.c atonia uteri

Jenis Pembedahan : Histerektomi Supravaginal

Diagnosa Post Op : Post Histerektomi Supravaginal atas indikasi Atonia Uteri

pada P2A0 partus matures spontan dalam augmentasi drip

oksitosin.

Dokter Anestesi : Dr. Hj. Hayati Usman,Sp.An / Dr. Dhadi Ginanjar D,Sp.An

Perawat Anestesi : H. Dindin

Dokter Bedah : Dr. Windi Sp.OG

Asisten Bedah : Ibu Elis

STATUS MEDIS SAAT MASUK KAMAR OPERASI

Keluhan Utama :

Keluar darah terus menerus dari jalan lahir sejak 2 jam setelah melahirkan.

Riwayat Penyakit Sekarang:

Page 6: cr nn

Seorang wanita P2A0, datang dengan keluhan keluar darah terus menerus dari

jalan lahir sejak 2 jam setelah melahirkan. Darah yang keluar banyak dan berwarna

merah segar. Keluhan disertai dengan lemah badan dan pusing. Adanya riwayat

operasi sebelumnya disangkal. Adanya riwayat penyakit darah tinggi, kencing manis,

sakit jantung, asma dan pengobatan penyakit paru disangkal. Adanya riwayat alergi

obat disangkal. Pasien mengaku rutin mengkontrol kehamilannya ke bidan dekat

rumah. Riwayat penggunaan KB Suntik diakui sejak tahun 2000-2015.

Pemeriksaan Fisik :

Kesadaran : Compos Mentis

GCS : E3M6V5 = 14

Airway : Tidak terintubasi

Tekanan Darah : 90/60 mmHg

Nadi : 130 x/menit regular / Adekuat

Respirasi : Spontan

RR : 20 x/menit

SpO2 : 98 %

BB : 70 kg

TB : Tidak ditanyakan

Golongan Darah : A+

Mata : Conjunctiva anemis (-/-)

Mulut : Pembukaan mulut 5 cm, Gigi lengkap, Mallampati

score I

Leher : Thyromental distance 7 cm, benjolan (-), sikatrik (-),

JVP dalam batas normal.

Thoraks : Cor : S1-S2 reguler, gallop (-), murmur (-)

Pulmo : Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

Abdomen : Bising usus (+)

Ekstremitas : Capillary refill time (>2 detik), edema (-/-), sianosis

(-/-), clubbing finger (-/-)

Page 7: cr nn

Pemeriksaan Penunjang :

Laboratorium 9 Desember 2015

Hb :9,3 g/dL

Ht : 29 %

Lekosit : 8.700/mm3

Trombosit : 364.000/mm3

Eritrosit : 3.26 juta/mm3

Laboratorium 10 Desember 2015

Hb :7,4 g/dL

Ht : 23 %

Lekosit : 47.950/mm3

Trombosit : 260.000/mm3

Eritrosit : 2.53 juta/mm3

EKG : Dalam batas normal

Toraks Foto : Tidak dilakukan

TPP : Tidak dilakukan

Pemeriksaan Lain : (-)

Penyakit Penyerta :

Sistem saraf : (-)

Sistem respirasi : (-)

Sistem kardiovaskuler : (-)

Sistem gastrointestinal : (-)

Sistem urinarius : (-)

Sistem muskuloskletal : (-)

Sistem metabolik : (-)

Lain-lain : (-)

Terapi Medikamentosa : (-)

STATUS FISIK : ASA IV E

Page 8: cr nn

PREMEDIKASI : IV

Jam : 09.35

Obat : Granisetron 1 mg

JENIS ANESTESI : Umum

ANESTESI UMUM :

Induksi : Sempurna

Teknik : Semi closed

Pengaturan nafas : Spontan / Assist / Kontrol

MONITORING

MEDIKASI :

Page 9: cr nn

1. Ketamin 30 mg

2. Atracurium

3. Neostigmin

PEMBERIAN CAIRAN :

1. Widahes

2. Gelafusin

3. D5% + Fentanyl

4. RL

Masalah dutante operasi :

Terjadi perdarahan dari jalan lahir sebanyak 1000 cc

Tindakan :

1. Resusitasi cairan

2. Intubasi

3. Kontrol pernafasan

KEADAAN SELAMA OPERASI

Letak Penderita : Litotomi Supine

Airway : Single lumen ETT

Ukuran : 7,0 Balon

Lama anestesi : 50 menit

Lama operasi : 45 menit

CAIRAN

Total asupan cairan :

1. Kistaloid : 1.000 mL

2. Koloid : 1.000 mL

3. Darah : -

4. Komponen Darah : -

Total keluaran darah :

1. Pendarahan (EBL) : 300 ml + 700 ml = 1000 ml

2. Diuresis : 150 cc

Page 10: cr nn

3. Cairan lain : -

Perhitungan Pemberian Cairan pada pasien ini

Diketahui :

Jenis Kelamin : Perempuan Perdarahan selama operasi : 300 mL

Berat Badan : 70 Kg Perdarahan setelah melahirkan : ±700 ml

Lama Puasa : 2 jam Urin : 150 mL

Lama Operasi : 45 menit

a. Kebutuhan cairan maintenance

(4cc x 10= 40) + (2cc x 10= 20) + (1cc x 50= 50) = 110mL/jam

Lama Puasa 2 jam = 110 mlx2 = 220 ml

b. IWL Operasi sedang = 4 cc x 70 kg x 1 jam = 350ml

c. Estimate Blood Volume (EBV)

Rata-rata volume darah pada wanita 65mL/KgBB tapi diambil nilai

70mL/KgBB

EBV = 70ml/KgBB x KgBB

= 70 x 70 = 4.900mL

Allowable Blood Loss (ABL) = (Ht Pasien – Ht Target) x EBV x 3

=(23 – 24) x 4900 cc x 3 = - 147 mL

d. Estimate Blood Loss (EBL) = ± 1000 cc

e. Perdarahan = = 20,4 % (Perdarahan Sedang)

f. Maintenance selama operasi

Maintenance x lama operasi = 110mL x 1 jam = 110 mL/jam

g. Total cairan yang dibutuhkan :

220 mL + 350mL + 1000 ml + 150 = 1.710mL

h. Total Cairan yang masuk

Page 11: cr nn

Kristaloid = 1.000mL

Koloid = 1.000mL

Darah = - +

Total 2.000 mL

i. Kekurangan Cairan = 1.710 mL – 1000 (2 labu koloid)

= 710mL x 3 = 2130 cc – 1000cc kristaloid = 1130cc

j. Post Op :

= 24 jam – (2 jam) Lama puasa +(1 jam) Lama Operasi

= 23 jam x maintenance

= 23 x110ml = 2530 ml/23jam

Kekurangan cariran = 1130 + 2530/23 jam

= 3660/23jam

= 159,13 cc/jam

=

KEADAAN PASCA BEDAH

Pasien masuk ke recovery room dalam keadaan:

Kesadaran : Somnolen

Tekanan Darah : 145/95 mmHg

Nadi : 109 x/menit Reguler / Adekuat

Respirasi : Spontan

RR : 18 x/menit, Kanul Nasal

Komplikasi : (-)

Pasien di observasi selama 1 jam kemudian pindah ruangan. Selama observasi tidak

ditemukan mual dan muntah.

Page 12: cr nn

INSTRUKSI PASCA BEDAH

1. Observasi kesadaran, tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu

2. Observasi Hb serial

3. Transfusi sd Hb ≥ 8 g/dL

4. Puasa sampai dengan Bising Usus +

RESUME

Page 13: cr nn

BAB III

PEMBAHASAN

3.1. ATONIA UTERI

3.1.1. Definisi

Atonia uteri adalah suatu kondisi dimana myometrium tidak dapat

berkontraksi dan bila ini terjadi maka darah yang keluar dari bekas tempat

melekatnya plasenta menjadi tidak terkendali.

3.1.2. Manifestasi Klinis

Gejala dan tanda:

a. Uterus tidak berkontraksi dan lembek

b. Perdarahan segera setelah anak lahir (perdarahan pasca persalinan

primer)

3.1.3. Penatalaksanaan

Penanganan Khusus atonia uteri :

1) Resusitasi

Apabila terjadi perdarahan pospartum banyak, maka penanganan awal yaitu

resusitasi dengan oksigenasi dan pemberian cairan cepat, monitoring tanda-tanda

vital, monitoring jumlah urin, dan monitoring saturasi oksigen. Pemeriksaan

golongan darah dan crossmatch perlu dilakukan untuk persiapan transfusi darah.

2) Masase dan kompresi bimanual

Masase dan kompresi bimanual akan menstimulasi kontraksi uterus yang akan

menghentikan perdarahan. Pemijatan fundus uteri segera setelah lahirnya

plasenta (max 15 detik).

3) Uterotonika

Oksitosin merupakan hormon sintetik yang diproduksi oleh lobus posterior

hipofisis. Obat ini menimbulkan kontraksi uterus yang efeknya meningkat seiring

dengan meningkatnya umur kehamilan dan timbulnya reseptor oksitosin. Pada

Page 14: cr nn

dosis rendah oksitosin menguatkan kontraksi dan meningkatkan frekwensi, tetapi

pada dosis tinggi menyababkan tetani. Oksitosin dapat diberikan secara IM atau

IV, untuk perdarahan aktif diberikan lewat infus dengan ringer laktat 20 IU

perliter, jika sirkulasi kolaps bisa diberikan oksitosin 10 IU intramiometrikal

(IMM). Efek samping pemberian oksitosin sangat sedikit ditemukan yaitu nausea

dan vomitus, efek samping lain yaitu intoksikasi cairan jarang ditemukan.

Metilergonovin maleat merupakan golongan ergot alkaloid yang dapat

menyebabkan tetani uteri setelah 5 menit pemberian IM. Dapat diberikan secara

IM 0,25 mg, dapat diulang setiap 5 menit sampai dosis maksimum 1,25 mg,

dapat juga diberikan langsung pada miometrium jika diperlukan (IMM) atau IV

bolus 0,125 mg. obat ini dikenal dapat menyebabkan vasospasme perifer dan

hipertensi, dapat juga menimbulkan nausea dan vomitus. Obat ini tidak boleh

diberikan pada pasien dengan hipertensi.

Uterotonika prostaglandin merupakan sintetik analog 15 metil prostaglandin

F2alfa. Dapat diberikan secara intramiometrikal, intraservikal, transvaginal,

intravenous, intramuscular, dan rectal. Pemberian secara IM atau IMM 0,25 mg,

yang dapat diulang setiap 15 menit sampai dosis maksimum 2 mg. Pemberian

secara rektal dapat dipakai untuk mengatasi perdarahan pospartum (5 tablet 200

µg = 1 g). Prostaglandin ini merupakan uterotonika yang efektif tetapi dapat

menimbulkan efek samping prostaglandin seperti: nausea, vomitus, diare, sakit

kepala, hipertensi dan bronkospasme yang disebabkan kontraksi otot halus,

bekerja juga pada sistem termoregulasi sentral, sehingga kadang-kadang

menyebabkan muka kemerahan, berkeringat, dan gelisah yang disebabkan

peningkatan basal temperatur, hal ini menyebabkan penurunan saturasi oksigen.

Uterotonika ini tidak boleh diberikan pada pasien dengan kelainan

kardiovaskular, pulmonal, dan disfungsi hepatik. Efek samping serius

penggunaannya jarang ditemukan dan sebagian besar dapat hilang sendiri. Dari

beberapa laporan kasus penggunaan prostaglandin efektif untuk mengatasi

perdarahan persisten yang disebabkan atonia uteri dengan angka kesuksesan

Page 15: cr nn

84%-96%. Perdarahan pospartum dini sebagian besar disebabkan oleh atonia

uteri maka perlu dipertimbangkan penggunaan uterotonika ini untuk mengatasi

perdarahan masif yang terjadi.

4) Uterine lavage dan Uterine Packing

Jika uterotonika gagal menghentikan perdarahan, pemberian air panas ke

dalam cavum uteri mungkin dapat bermanfaat untuk mengatasi atonia uteri.

Pemberian 1-2 liter salin 47°C-50°C langsung ke dalam cavum uteri

menggunakan pipa infus. Tangan operator tidak boleh menghalangi vagina untuk

memberi jalan salin keluar.

Penggunaan uterine packing saat ini tidak disukai dan masih kontroversial.

Efeknya adalah hiperdistended uterus dan sebagai tampon uterus.

Prinsipnya adalah membuat distensi maksimum sehingga memberikan

tekanan maksimum pada dinding uterus. Segmen bawah rahim harus terisi sekuat

mungkin, anestesi dibutuhkan dalam penanganan ini dan antibiotika broad-

spectrum harus diberikan. Uterine packing dipasang selama 24-36 jam, sambil

memberikan resusitasi cairan dan transfusi darah masuk. Uterine packing

diberikan jika tidak tersedia fasilitas operasi atau kondisi pasien tidak

memungkinkan dilakukan operasi

5) Operatif

Beberapa penelitian tentang ligasi arteri uterina menghasilkan angka

keberhasilan 80-90%. Pada teknik ini dilakukan ligasi arteri uterina yang berjalan

disamping uterus setinggi batas atas segmen bawah rahim. Jika dilakukan SC,

ligasi dilakukan 2-3 cm dibawah irisan segmen bawah rahim. Untuk melakukan

ini diperlukan jarum atraumatik yang besar dan benang absorbable yang sesuai.

Arteri dan vena uterina diligasi dengan melewatkan jarum 2-3 cm medial vasa

uterina, masuk ke miometrium keluar di bagian avaskular ligamentum latum

lateral vasa uterina. Saat melakukan ligasi hindari rusaknya vasa uterina dan

ligasi harus mengenai cabang asenden arteri miometrium, untuk itu penting untuk

menyertakan 2-3 cm miometrium. Jahitan kedua dapat dilakukan jika langkah

Page 16: cr nn

diatas tidak efektif dan jika terjadi perdarahan pada segmen bawah rahim.

Dengan menyisihkan vesika urinaria, ligasi kedua dilakukan bilateral pada vasa

uterina bagian bawah, 3-4 cm dibawah ligasi vasa uterina atas. Ligasi ini harus

mengenai sebagian besar cabang arteri uterina pada segmen bawah rahim dan

cabang arteri uterina yang menuju ke servik, jika perdarahan masih terus

berlangsung perlu dilakukan bilateral atau unilateral ligasi vasa ovarian.

Ligasi arteri Iliaka Interna.

Teknik B-Lynch.

Histerektomi.

Page 17: cr nn

3.2. ANESTESI UMUM PADA ATONIA UTERI

3.2.1. Pre-OP

1. PersiapanPraAnestesi

Kunjungan pra anestesi pada pasien yang akan menjalani operasi dan pembedahan

baik elektif dan darurat mutlak harus dilakukan untuk keberhasilan tindakan

tersebut. Adapun tujuan pra anestesi adalah :

Page 18: cr nn

Mempersiapkan mental dan fisik secara optimal.

Merencanakan dan memilih teknik serta obat-obat anestesi yang sesuai

dengan fisik dan kehendak pasien.

Menentukan status fisik dengan klasifikasi ASA (American

Society Anesthesiology):

o ASA I : Pasien normal sehat, kelainan bedah terlokalisir,

tanpa kelainan faali, biokimiawi, dan psikiatris. Angka mortalitas

2%.

o ASA II : Pasien dengan gangguan sistemik ringansampai dengan

sedang sebagai akibat kelainan bedah atauproses patofisiologis.

Angka mortalitas 16%.

o ASA III : Pasien dengan gangguan sistemik berat sehingga

aktivitas harian terbatas. Angka mortalitas 38%.

o ASA IV : Pasien dengan gangguan sistemik berat yang

mengancam jiwa, tidak selalu sembuh dengan operasi. Misal :

insufisiensi fungsi organ, angina menetap. Angka mortalitas 68%

o ASA V : Pasien dengan kemungkinan hidup kecil. Tindakan

operasi hampir tak ada harapan. Tidak diharapkan hidup dalam 24

jam tanpa operasi / dengan operasi. Angka mortalitas 98%.

Untuk operasi cito, ASA ditambah huruf E (Emergency) tanda darurat.

Macam-macam teknik anestesi yang dapat digunakan :

a. Open drop method : cara ini dapat digunakan untuk anestetik

yang menguap, peralatan sangat sederhana dan tidak mahal. Zat

anestetik diteteskan pada kapas yang diletakkan di depan hidung

penderita sehingga kadar yang dihisap tidak diketahui, dan

pemakaiannya boros karena zat anestetik menguap ke udara terbuka.

Page 19: cr nn

b. Semi open drop method : hampir sama dengan open drop, hanya

untuk mengurangi terbuangnya zat anestetik , digunakan masker.

Karbondioksida yang dikeluarkan sering terhisap kembali sehingga

dapat terjadi hipoksia. Untuk menghindarinya dialirkan volume fresh

gas flow yang tinggi minimal 3x dari minimal volume udara

semenit.

c. Semi closed method : udara yang dihisap diberikan bersama

oksigen murni yang dapat ditentukan kadarnya kemudian dilewatkan

pada vaporizer sehingga kadar zat anestetik dapat ditentukan. Udara

panas yang dikeluarkan akan dibuang ke udara luar.

Keuntungannya dalamnya anestesi dapat diatur dengan

memberikan kadar tertentu dari zat anestetik, dan hipoksia dapat

dihindari dengan memberikan volume fresh gas flow kurang dari

100 % kebutuhan.

d. Closed method : cara ini hampir sama seperti semi closed hanya

udara ekspirasi dialirkan melalui soda lime yang dapat mengikat

CO2, sehingga udara yang mengandung anestetik dapat digunakan

lagi

2. Premedikasi Anestesi

Sebelum pasien diberi obat anestesia, langkah selanjutnya adalah dilakukan

premedikasi yaitu pemberian obat sebelum induksi anestesia diberi dengan tujuan

untuk melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anestesi diantaranya:

1. Menimbulkan rasa nyaman bagi pasien

a. Menghilangkan rasa khawatir melalui:

i. Kunjungan pre anestesi

ii. Pengertian masalah yang dihadapi

iii. Keyakinan akan keberhasilan operasi

Page 20: cr nn

b. Memberikan ketenangan (sedative)

c. Membuat amnesia

d. Mengurangi rasa sakit (analgesic non/narkotik)

e. Mencegah mual dan muntah

2. Memudahkan atau memperlancar induksi

a. Pemberian hipnotik sedative atau narkotik

3. Mengurangi jumlah obat-obat anestesi

a. Pemberian hipnotik sedative atau narkotik

4. Menekan refleks-refleks yang tidak diinginkan (muntah/liur)

5. Mengurangi sekresi kelenjar saliva dan lambung

a. Pemberian antikolinergik atropine, primperan, rantin, H2

antagonis

6. Mengurangi rasa sakit

Waktu dan cara pemberian premedikasi:

Pemberian obat secara subkutan tidak akan efektif dalam 1 jam, secara intramuscular

minimum harus ditunggu 40 menit. Pada kasus yang sangat darurat dengan waktu

tindakan pembedahan yang tidak pasti obat-obat dapat diberikan secara intravena.

Obat akan sangat efektif sebelum induksi. Bila pembedahan belum dimulai dalam

waktu 1 jam dianjurkan pemberian premedikasi intramuscular, subkutan tidak

dianjurkan. Semua obat premedikasi bila diberikan secara intravena dapat

menyebabkan sedikit hipotensi kecuali atropine dan hiosin. Hal ini dapat dikurangi

dengan pemberian secara perlahan-lahan dan diencerkan.

Obat-obat yang sering digunakan:

1. Analgesik narkotik

a. Petidin ( amp 2cc = 100 mg), dosis 1-2 mg/kgBB

b. Morfin ( amp 2cc = 10 mg), dosis 0,1 mg/kgBB

c. Fentanyl ( fl 10cc = 500 mg), dosis 1-3µgr/kgBB

Page 21: cr nn

2. Analgesik non narkotik

a. Ponstan

b. Tramol

c. Toradon

3. Hipnotik

a. Ketamin ( fl 10cc = 100 mg), dosis 1-2 mg/kgBB

b. Pentotal (amp 1cc = 1000 mg), dosis 4-6 mg/kgBB

4. Sedatif

a. Diazepam/valium/stesolid ( amp 2cc = 10mg), dosis 0,1

mg/kgBB

b. Midazolam/dormicum (amp 5cc/3cc = 15 mg),dosis

0,1mg/kgBB

c. Propofol/recofol/diprivan (amp 20cc = 200 mg), dosis 2,5

mg/kgBB

d. Dehydrobenzperidon/DBP (amp 2cc = 5 mg), dosis 0,1

mg/kgBB

5. Anti emetic

a. Sulfas atropine (anti kolinergik) (amp 1cc = 0,25 mg),dosis

0,001 mg/kgBB

b. DBP

c. Narfoz, rantin, primperan.

3.2.2. Intra-OP

Anestesia Umum untuk Kasus Gawat Darurat

Pasien yang membutuhkan anestsi untuk operasi gawat darurat akan lebih sulit bagi

ahli anestesi, yang harus mempersiapkan dan menanggulangi masalah yang ada,

karena pasien ini tidak dipersiapkan lebih dahulu dan tidak dalam keadaan idela.

Keadaan patologis yang mungkin ada, misalnya kekurangan cairan, harus

Page 22: cr nn

ditanggulangi dengan cepat sebelum anestesi,tetapi bila terdapat infeksi, misalnya

infeksi dada, maka penanggulangan dilakukan dalam waktu terbatas karena bila

terlalu lama akan mengganggu kondisi pasien. Pasien yang sakit berat dengan

sirkulasi yang buruk hanya dapat menerima obat dalam dosis yang lebih kecil

(kecuali suksametonium, tetap diberikan dalam dosis normal). Terutama hati-hati

terhadap obat yang diberikan secara intravena dan anestesi local. Biasanya, makin

berat keadaan pasien, mamin besar risiko yang berhubungan dengan anestesi spinal,

sehingga dipilih anestesi umum.

Pasien yang memerlukan operasi darurat, biasanya lambungnya penuh. Pada pasien

trauma, pengosongan lambung akan berhenti setelah trauma. Pasien dengan penyakit

intraabdomen dan pasien hamil, harus diperkirakan bahwa lambungnya penuh dengan

konsentrasi asam lambung yang tinggi. Jika isi lambung masuk ke dalam paru-paru

selama anestesi, maka akan menimbulkan cedera berat yang dapat menyebabkan

kematian. Maka jika kita sudah memperkirakan akan terjadi aspirasi sebaiknya

dilakukan pencegahan. Pasanglah balon pipa endotrakea selama anestesi umum.

Tujuan anestesi adalah memasang intubasi secepat dan semulus mungkin, sehingga

aspirasi dapat dicegah.

Cara yang paling sederhana adalah melakukan intubasi pada pasien yang sadar dan

hal ini biasanya dapat dilakukan pada neonates dan anak dengan usia kurang dari 2

bulan, dimana cara ini merupakan teknik pilihan. Banyak orang deawasa, khususnya

mereka yang sakit, biasanya dapat mentoleransi intubasi pada keadaan sadar, asal kita

menerangkan apa maksudnya. Gunakan laringoskop yang telah diolesi dengan jeli,

dan pasanglah dengan hati-hati dan perlahan-lahan. Jika kita dapat melihat laring

(memerlukan waktu 1 sampai 2 menit), masukkan pipa endotrakea melalui laring,

cobalah jangan menyentuh faring, karena ini akan menyebabkan pasien muntah. Pada

saat intubasi kadang-kadang pasien batuk, dan asisten dibutuhkan untuk memegang

tangan pasien. Segera setelah intubasi, lakukan intduksi anestesi.

Page 23: cr nn

Induksi Cepat

Untuk operasi darurat, banyak ahli anestesi lebih suka menggunakan indukasi cepat,

yang kadang-kadang disebut crash induction. Tujuannya adalah untuk menginduksi

anestesi dan intubasi trakea dengan cepat dan mulus, selain untuk mecegah

regurgitasi dengan kompresi eksterna esophagus bagian atas.

Pertama-tama, hisaplah isi lambung dengan sonde lambung besar; ini akan membantu

dekompresi lambung, walaupun tidak ada jaminan terjadi pengosongan lambung.

Angkatlah sonde lambung sebelum melakukan tindakan, karena sonde akan

meninmbulkan kebocoran sfingter esophagus. Lakukan oksigenasi, periksalah apakah

penghisap sudah tersedia dan sudah dihidupkan. Asisten harus menekan kartilago

krikoidea pasien ke belakang dengan telunjuk dan ibu jari. Kartilago ini mempunyai

cincin yang mengelilingi trakea secara lengkap di depan esophagus, maka akan

menekan esophagus dan menyebabkan regurgitasi isi lambung ke dalam paru-paru.

Penekanan kartilago krikoidea harus dipertahankan sampai intubasi selesai,

kembangkan balon, dan periksalah apakah ada kebocoran. Asisten harus tahu akan

hal ini. Pada saat penekanan krikoid, berikan obat sedasi melalui tabung infus, ikuti

segera dengan obat relaxan. Segera setelah pasien relaks, masukkan laringoskop dan

pipa endotrakea dan periksalah apakah ada kebocoran dan ikat pipa ini dalam posisi

tertentu.

Balon tidak digunakan pada anak yang berusia kurang dari 10 tahun, karena bagian

tersempit akan menutupinya, sehingga tidak dibutuhkan balon. Jika terjadi kebocoran

udara, sumbatlah laring dengan kassa basah dengan melihat langsung dan

menggunakan forsep Magill. Pada anak-anak sangat penting untuk tidak memaksa

pipa yang terlalu besar, karena dapat menyebabkan edema laring setelah ekstubasi.

Jika terjadi kebocoran kecil di sekitar pipa, yang terdengar [ada saat mengembangkan

paru, ini menandakan pipa tidak terlalu menekan. Jika setelah intubasi dipikirkan

harus digunakan pipa yang lebih kecil, maka gantilah dengan pipa yang lebih kecil.

Page 24: cr nn

Walaupun demikian, balon tidak dapat memberikan perlindungan mutlak pada jalan

napas, oleh Karen itu hisaplah sekresi mulut dan faring sebelum dan sesudah intubasi

dan ekstubasi.

Jika kita berhasil mengintubasi pasien, maka kita dapat memilih anestesi jenis apapun

yang sesuai dengan pasien. Sebaiknya pasang sonde lambung dan hisaplah isi

lambung lagi. Jika ahli bedah membuka abdomen maka ahli bedah dapat meyakinkan

apakah sonde lambung masuk ke lambung atau tidak. Ingatlah pada akhir operasi,

kita harus menjaga paru-paru pasien terhadap kemungkinan aspirasi dengan cara

melakukan intubasi pada pasien dalam keadaan sadar dan dalam posisi miring.

Induksi cepat sangat berguna dan akan mudah bila sudah terbiasa. Induksi ini tidak

berbahaya dan tidak menyebabkan rasa tak nyaman pada pasien, maka anda harus

melakukannya jika mungkin pada pasien yang sehat pada operasi biasa untuk

menyempurnakan teknik yang anda miliki.

Induksi Intravena

Induksi intravena paling banyak dikerjakan dan digemari. Induksi intravena

dikerjakan dengan hati-hati, perlahan-lahan, lembut dan terkendali. Obat induksi

bolus disuntikan dalam kecepatan antara 30-60 detik. Selama induksi anestesi,

pernapasan pasien, nadi dan tekanan darah harsu diawasi dan selalu diberikan

oksigen. Dikerjakan pada pasien yang kooperatif.

Obat-obat induksi intravena:

A. Tiopental (pentotal, tiopenton)amp 500 mg atau 1000 mg

Sebelum digunakan dilarutkan dalam akuades steril sampai kepekatan 2,5% ( 1ml =

25mg). hanya boleh digunakan untuk intravena dengan dosis 3-7 mg/kg disuntikan

perlahan-lahan dihabiskan dalam 30-60 detik.

Bergantung dosis dan kecepatan suntikan tiopental akan menyebabkan pasien berada

dalam keadaan sedasi, hypnosis, anestesia atau depresi napas. Tiopental menurunkan

Page 25: cr nn

aliran darah otak, tekanan likuor, tekanan intracranial dan diguda dapat melindungi

otak akibat kekurangan O2 . Dosis rendah bersifat anti-analgesi.

B. Propofol (diprivan, recofol)

Dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu bersifat isotonic dengan

kepekatan 1% (1ml = 1o mg). suntikan intravena sering menyebabkan nyeri, sehingga

beberapa detik sebelumnya dapat diberikan lidokain 1-2 mg/kg intravena.

Dosis bolus untuk induksi 2-2,5 mg/kg, dosis rumatan untuk anestesia intravena total

4-12 mg/kg/jam dan dosis sedasi untuk perawatan intensif 0.2 mg/kg. pengenceran

hanya boleh dengan dekstrosa 5%. Tidak dianjurkan untuk anak < 3 tahun dan pada

wanita hamil.

C. Ketamin (ketalar)

Kurang digemari karena sering menimbulkan takikardia, hipertensi, hipersalivasi,

nyeri kepala, pasca anestesia dapat menimbulkan mual-muntah, pandangan kabur dan

mimpi buruk. Sebelum pemberian sebaiknya diberikan sedasi midazolam (dormikum)

atau diazepam (valium) dengan dosis0,1 mg/kg intravena dan untuk mengurangi

salvias diberikan sulfas atropin 0,01 mg/kg.

Dosis bolus 1-2 mg/kg dan untuk intramuscular 3-10 mg. ketamin dikemas dalam

cairan bening kepekatan 1% (1ml = 10mg), 5% (1 ml = 50 mg), 10% ( 1ml = 100

mg).

D. Opioid (morfin, petidin, fentanil, sufentanil)

Diberikan dosis tinggi. Tidak menggaggu kardiovaskular, sehingga banyak digunakan

untuk induksi pasien dengan kelianan jantung. Untuk anestesia opioid digunakan

fentanil dosis 20-50 mg/kg dilanjutkan dosis rumatan 0,3-1 mg/kg/menit.

Induksi intramuscular

Page 26: cr nn

Sampai sekarang hanya ketamin (ketalar) yang dapat diberikan secara

intramuskulardengan dosis 5-7 mg/kgBB dan setelah 3-5 menit pasien tidur.

Induksi inhalasi

A. N2O

(gas gelak, laughing gas, nitrous oxide, dinitrogen monoksida) berbentuk gas, tak

berwarna, bau manis, tak iritasi, tak terbakar dan beratnya 1,5 kali berat udara.

Pemberian harus disertai O2 minimal 25%. Bersifat anastetik lemah, analgesinya

kuat, sehingga sering digunakan untuk mengurangi nyeri menjelang persalinan. Pada

anestesi inhalasi jarang digunakan sendirian, tapi dikombinasi dengan salah satu

cairan anastetik lain seperti halotan.

B. Halotan (fluotan)

Sebagai induksi juga untuk laringoskop intubasi, asalkan anestesinya cukup dalam,

stabil dan sebelum tindakan diberikan analgesi semprot lidokain 4% atau 10% sekitar

faring laring.

Kelebihan dosis menyebabkan depresi napas, menurunnya tonus simpatis, terjadi

hipotensi, bradikardi, vasodilatasi perifer, depresi vasomotor, depresi miokard, dan

inhibisi refleks baroreseptor. Merupakan analgesi lemah, anestesi kuat. Halotan

menghambat pelepasan insulin sehingga mininggikan kadar gula darah.

C. Enfluran (etran, aliran)

Efek depresi napas lebih kuat dibanding halotan dan enfluran lebih iritatif disbanding

halotan. Depresi terhadap sirkulasi lebih kuat dibanding halotan, tetapi lebih jarang

menimbulkan aritmia. Efek relaksasi terhadap otot lurik lebih baik disbanding

halotan.

D. Isofluran (foran, aeran)

Meninggikan aliran darah otak dan tekanan intracranial. Peninggian aliran darah otak

dan tekanan intracranial dapat dikurangi dengan teknik anestesi hiperventilasi,

sehingga isofluran banyak digunakan untuk bedah otak.

Page 27: cr nn

Efek terhadap depresi jantung dan curah jantung minimal, sehingga digemari untuk

anestesi teknik hipotensi dan banyak digunakan pada pasien dengan gangguan

koroner.

E. Desfluran (suprane)

Sangat mudah menguap. Potensinya rendah (MAC 6.0%), bersifat simpatomimetik

menyebabkan takikardi dan hipertensi. Efek depresi napasnya seperti isofluran dan

etran. Merangsang jalan napas atas sehingga tidak digunakan untuk induksi anestesi.

F. Sevofluran (ultane)

Induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat dibandingkan isofluran. Baunya tidak

menyengat dan tidak merangsang jalan napas, sehingga digemari untuk induksi

anestesi inhalasi disamping halotan.

Induksi per rectal

Cara ini hanya untuk anak atau bayi menggunakan thiopental atau midazolam.

Induksi mencuri

Dilakukan pada anak atau bayi yang sedang tidur. Induksi inhalasi biasa hanya

sungkup muka tidak kita tempelkan pada muka pasien, tetapi kita berikan jarak

beberapa sentimeter, sampai pasien tertidur baru sungkup muka kita tempelkan.

Pelumpuh otot nondepolarisasi Tracurium 20 mg (Antracurium)

1. Berikatan dengan reseptor nikotinik-kolinergik, tetapi tidak

menyebabkna depolarisasi, hanya menghalangi asetilkolin

menempatinya, sehingga asetilkolin tidak dapat bekerja.

2. Dosis awal 0,5-0,6 mg/kgBB, dosis rumatan 0,1 mg/kgBB, durasi

selama 20-45 menit, kecepatan efek kerjanya -2 menit.

a. Tanda-tanda kekurangan pelumpuh otot:

i. Cegukan (hiccup)

ii. Dinding perut kaku

iii. Ada tahanan pada inflasi paru

Page 28: cr nn

RUMATAN ANESTESI (MAINTAINANCE)

Dapat dikerjakan secara intravena (anestesi intravena total) atau dengan inhalasi atau

dengan campuran intravena inhalasi.

Rumatan anestesi mengacu pada trias anestesi yaitu tidur ringan (hypnosis) sekedar

tidak sadar, analgesia cukup, diusahakan agar pasien selama dibedah tidak

menimbulkan nyeri dan relaksasi otot lurik yang cukup.

Rumatan intravena biasanya menggunakan opioid dosis tinggi, fentanil 10-50

µg/kgBB. Dosis tinggi opioid menyebabkan pasien tidur dengan analgesia cukup,

sehingga tinggal memberikan relaksasi pelumpuh otot. Rumatan intravena dapat juga

menggunakan opioid dosis biasa, tetapi pasien ditidurkan dengan infuse propofol 4-

12 mg/kgBB/jam. Bedah lama dengan anestesi total intravena, pelumpuh otot dan

ventilator. Untuk mengembangkan paru digunakan inhalasi dengan udara + O2 atau

N2O + O2.

Rumatan inhalasi biasanya menggunakan campuran N2O dan O2 dengan

perbandingan 3:1 ditambah halotan 0,5-2 vol% atau enfluran 2-4% atau isofluran 2-4

vol% atau sevofluran 2-4% bergantung apakah pasien bernapas spontan, dibantu atau

dikendalikan

ObatPelumpuhOtot

a.

Suksametonium(Succynilcholine

).

Terutama digunakanuntukmempermudah/fasilitasintubasitrakeakarena mula

kerjacepat(1-2menit) danlama kerjayangsingkat(3–5menit). Jugadapat

Page 29: cr nn

dipakaiuntukmemelihararelaksasiototdengancarapemberiankontinyuper infus atau

suntikan intermitten. Dosis untukintubasi 1-2 mg/kgBB/I.V.

Komplikasi dan efek samping dari obat ini adalah (1)bradikardi,

bradiaritmadanasistolepada pemberianberulangatauterlalucepatserta pada anak-anak;

(2)takikardidantakiaritmia;(3)lamakerjamemanjang terutamabila kadar

kolinesteraseplasma berkurang;(4) peningkatan tekanan intraokuler;(5) hiperkalemi;

(6)dan nyeri ototfasikulasi.

Obatinitersedia dalamflacon berisibubuk100mg dan500mg. Pengenceran

dengangaramfisiologis/aquabideststeril5 atau 25 mlsehingga membentuk larutan 2

%.Cara pemberianI.V/I.M/intralingual/intrabukal.6,7

b. Atrakuriumbesylate(tracrium)

Sebagaipelumpuh ototdengan strukturbenzilisoquinolinyangmemiliki beberapa

keuntunganantara lainbahwa metabolisme didalamdarah(plasma)

melaluisuatureaksiyangdisebuteliminasihoffmanyang tidaktergantung fungsi hati dan

fungsi ginjal, tidak mempunyaimefek kumulasi pada pemberian berulang,

tidakmenyebabkan perubahanfungsi kardiovaskuleryangbermakna.

MenurutChappleDJdkk(1987)danTateishi(1989)bahwapadabinatangatracurium tidak

mempunyai efekyang nyata pada CBF, CMR O2atauICP. Metabolitnyayang

disebutlaudanosin,menembusbloodbrainbarrierdandapat

menimbulkankejangEEG,tetapikadar laudanosinpada dosisklinisatracurium

tidakmenimbulkanefekini.Lanier dkkmengatakanbahwa tidakada perbedaan ambang

kejangdenganlidokainpadakucingyang diberikanatracurium. pancuronium,atau

vecuronium. Obat ini menurunkan MAP tetapi tidak

menyebabkanperubahanICP.Dosisatracuriumuntukintubasiadalah0,5

mg/kgdandosispemeliharaanadalah5-10ug/kg/menit.Kemasan:2,5mldan5mlyangberis

Page 30: cr nn

i25mgdan50mgatrakuriumbesylate.Mulakerja padadosis intubasi 2-3 menit

sedangkan lama kerjanyapadadosis relaksasi15-35 menit.

IntubasiEndotrakeal

Suatutindakanmemasukkanpipa khususke dalamtrakea,sehingga jalan nafas

bebashambatan dan nafas mudahdikendalikan.Intubasi trakeabertujuan untuk5:

o Mempermudah pemberian anestesi.

o Mempertahankan jalan nafas agar tetap bebas.

o Mencegah kemungkinanaspirasi lambung.

o Mempermudah penghisapan sekret trakheobronkial.

o Pemakaian ventilasiyang lama.

o Mengatasi obstruksi laringakut

Ekstubasi

1. Ekstubasi ditunda sampai pasien benar-benar sadar, jika:

a. Intubasi kembali akan menimbulkan kesulitan

b. Pasca ekstubasi ada risiko aspirasi

2. Ekstubasi dikerjakan pada umumnya pada anestesi sudah ringan dengan

catatan tak akan terjadi spasme laring.

3. Sebelum ekstubasi bersihkan rongga mulut laring faring dari sekret dan

cairan lainnya.

3.2.3. Post –OP

Pascaanestesi dilakukanpemulihan danperawatan pascaoperasidananestesi yang

biasanyadilakukandiruang pulihsadarataurecoveryroomyaituruangan

untukobservasipasien pascaatauanestesi.Ruangpulihsadarmerupakanbatu loncatan

sebelum pasien dipindahkan kebangsal atau masih memerlukan

Page 31: cr nn

perawatanintensifdiICU.Dengandemikianpasienpasca operasiatauanestesi dapat

terhindar darikomplikasi yang disebabkan karena operasiatau pengaruhanestesinya.3

Page 32: cr nn

RR ( Recovery Room ) Bisa terjadi komplikasi juga. EX : Muntah, tensi tinggi, dll

Di RR : Setelah 2 jam atau kurang dihitung ALDRENE SCORE ( Sadar, tensi stabil,

nafas lagi )Jika ALDRETE SCORE :

ALDRETE SCORING

NO KRITERIA SCORE SCORE1. Warna kulit

Kemerahan/ normal 2 Pucat 1 Cianosis 0

2. Aktifitas Motorik Gerak 4 anggota tubuh 2 Gerak 2 anggota tubuh 1 Tidak ada gerakan 0

3. Pernafasan Nafas dalam, batuk & tangis kuat 2 Nafas dangkal dan adekuat 1 Apnea atau nafas tidak adekuat 0

4. Tekanan darah ± 20 mmhg dari pre operasi 2 20 – 50 mmhg dari pre operasi 1 + 50 mmhg dari pre operasi 0

5. Kesadaran Sadar penuh mudah di panggil 2 Bangun jika di panggil 1 Tidak ada respon 0Ket : Pasien dapat di pindah ke bangsal, jika score minimal 8 pasien. Pasien di pindah ke ICU, jika score < 8 setelah di rawat selama 2

jam.

NYERI

P : Penyebab

Q : Type nyeri

R : Regio

S : Skala

Page 33: cr nn

BROMAGE SCORE

NO KRITERIA SCORE SCORE

1. Dapat mengangkat tungkai bawah.

0

2. Tidak dapat menekuk lutut tetapi dapat mengangkat kaki.

1

3. Tidak dapat mengangkat tungkai bawah tetapi masih dapat menekuk lutut.

2

4. Tidak dapat mengangkat kaki sama sekali.

3

Ket :

Pasien dapat di pindah ke bangsal, jika score kurang dari 2

STEWARD SCORE UNTUK PASCA ANESTHESI ANAK

TANDA KRITERIA SCORE

Kesadaran 1. Bangun2. Respon terhadap

rangsang3. Tidak ada respon

Pernafasan 1. Batuk/ menangis2. Pertahankan jalan nafas3. Perlu bantuan nafas

Motorik 1. Gerak bertujuan2. Gerak tanpa tujuan3. Tidak bergerakKet :

Score ≥ 5 boleh keluar dari RR

Page 34: cr nn

Indikasi pasien masuk ICU :

1. Gagal nafas

2. Gagal jantung

3. Koma

4. Post operasi besar

5. Post cardiac arrest

Nyeri

Nyeri pasca bedah dikategorikan sebagai nyeri berat, sedang dan ringan.Untuk

meredam nyeri pasca bedah pada anestesi regional untuk pasien dewasa,sering

ditambahkan morfin 0.05-0.10 mg saat memasukkan anestesi lokal ke ruang

subaraknoid atau morfin 2-5 mg ke ruang epidural. Tindakan ini sangat

baiknyamanfaat karena dapat membebaskan nyeri pasca bedah sekitar 10-16 jam.

Setelahitu nyeri yang timbul bersifat sedang atau ringan dan jarang diperlukan

tambahan opioid dan kalaupun perlu cukup diberikan analgetik golongan NSAID

(anti inflamasi non steroid) misalnya ketorolac 10-30 mg IV atau IM.

Opioid lain seperti petidin atau fentanil jarang digunakan intradural atau epidural,

karena efeknya lebih pendek sekitar 3-6 jam. Efek samping opioid intratekal atau

epidural ialah gatal di daerah muka. Pada manula dapat terjadi depresi napas setelah

10-24 jam. Gatal di muka dan depresi napas dapat dihilangkan dengan nalokson.

Opioid intratekal atau epidural tidak dianjurkan pada manula kecuali dengan

pengawasan ketat.

Page 35: cr nn

Kalau terjadi nyeri pasca bedah di UPPA diberikan obat golongan opioid secara bolus

dan selanjutnya dengan titrasi perinfus.

Mual-Muntah

Mual-muntah pasca anestesi sering terjadi setelah anestesi umumterutama pada

penggunaan opioid, bedah intra-abdomen, hipotensi dan pada analgesia regional.

Obat mual-muntah yang sering digunakan pada peri anesthesia ialah :

Dehydrobenzoperidol (droperidol) 0,05-0,1 mg/kgBB (amp 5 mg/ml) i.m atau

i.v. 

Metoklopramid (primperan) 0,1 mg/kgBB i.v.,supp 20 mg 

Ondansetron (zofran, narfoz) 0,05-0,1 mg/kgBB i.v 

Cyclizine 25-50 mg.

3.3. TERAPI CAIRAN DAN TRANFUSI

3.3.1. Komponen cairan tubuh

Cairan tubuh diapat dibagi menjadi komponen intraseluler dan komponen

ekstraselular. Sedangkan komponen ekstreseluler dapar dibagi menjadi

intravaskuler dan intersitial.

Page 36: cr nn

Komponen Intravaskular

Volume darah normal kira- kira 70ml/kgBB pada dewasa dan 85-90ml/kgBB

pada neonatus. Selain darah komponen intravaskular juga terdiri dari protein

plasma dan ion, terutama natrium (138-145 mmol/liter), klorida (97-105

mmol/liter) dan ion bikarbonat. Hanya sebagian kecil kalium tubuh berada di

dalam plasma (3,5 – 4,5 mmol/liter), tetapi konsentrasi kalium ini mempunyai

pengaruh besar terhdap fungsi jantung dan neuromuskular.

Komponen intersisial

Komponen intersisial lebih besar daripada komponen intravaskular. Jumlah

total cariran ekstraselular (intravaskular ditambah intersitial) bervarisi antara

20-35% dari berat badan dewasa dan 40-50% pada neonatus. Air dan elektrolit

dapat bergerak bebas di antara darah dan ruang intersitial, yang mempunyai

komposisi ion yang sama, tetapi protein plasma tidak dapat bergerak bebas

keluar dari ruang intravaskular kecuali bila terdapat cedera kapiler muslanya

pada luka bakar atau syok septik. Jika terdapat kekurangan cairan dalam darah

atau volume darah yang menurun dengan cepat, maka air dan elektrolit akan

ditarik dari komponen intersitial ke dalam darah untuk mengatasi kekurangan

Page 37: cr nn

volume intravaskular, yang diprioritaskan secara fisiologis. Pemberian cairan

intravena yang terutama mengandung ion natrium dan klorida, seperti NaCl

fisiologis (9g/liter atau 0,9%), atau larutan Hartmann (larutan ringer laktat),

dapat bergerak bebas ke dalam ruang intersitial, sehingga efektif untuk

meningkatkan volume intravaskular dalam waktu singkat. Larutan yang

mengandung molekul yang lebih besar, mislanya plasma, darah lengkap,

dekstran, poligelin, hidroksietil, gelatin lebih efektif untuk mempertahankan

sirkulasi jika diberikan secara intravena karena komponen ini lebih lama

berada dalam komponen intravaskular. Cairan ini biasanya disebur sebagai

plama espanders.

Komponen intraselular

Komponen intraselular merupakan carangan cairan tubuh yang terbesar, dan

berhubungan dengan cairan di dalam sel. Komposisi ionnya berbeda dengan

komponen ekstraselular karena ia mengandung ion kalium dalam konsentrasi

tinggi (140-150 mmol/liter) dan ion natrium dalam konsentrasi rendah (8-10

mmol/liter) dan ion klorinda (3mmol/liter). Jadi jika air diberikan bersama

natrium dan klorida , maka cenderung untuk mengisi ko,ponen ekstraseluler.

Air yang diperlukan dala, bentuk larutan glukosa akan didistribusikan ke

semua bagian tubuh dan glukosa akan dimetabolisme. Air murni tidak pernah

diberiksan secara intravena , karena dapat menyebabkan hemolisisi masif.

(Dobson, 1994)

3.3.2. Penilaian Volume Intravaskular

Penilaian dan evaluasi  klinis volume intravascular biasanya dapat dipercaya,

sebab pengukuran volume cairan kompartemen belum ada. Volume cairan

intravascular dapat ditaksir dengan mengetahui riwayat pasien, pemeriksaan

fisik atau laboratorium atau dengan bantuan monitoring hemodinamik yang

canggih. Dengan mengabaikan metoda yang ada, evaluasi serial diperlukan

untuk mengkonfirmasikan kesan awal dan panduan terapi cairan.

Page 38: cr nn

Riwayat Penyakit Pasien

Riwayat penyakit pasien merupakan informasi penting untuk mengetahui

penilaian status volume pra operasi. Faktor –faktor penting seperti asupan

oral, riwayat muntah atau diare, perdarahan, drainase luka, asupan cairan

intravena dan darah serta riwayat hemodialisa pada pasien gagal ginjal.

Pemeriksaan Fisik

Tanda- tanda hipovolemia meliputi turgor kulit, hidrasi selaput lendir, denyut

nadi yang kuat, meningkatnya denyut jantung dan menurunnya tekanan darah

dan orthostatic berubah dari yang terlentang ke duduk atau posisi berdiri, dan

berkurangnya produksi urin. Pitting edema-presacral pada pasien yang tidur

atau pada pretibial pada pasien yang dapat berjalan dan peningkatan

pengeluaran urin adalah tanda kelebihan cairan ekstraselular seperti pada

pasien hipervolemia pada pasien dengan jantung, hepar, dan fungsi ginjal

yang normal. Gejala lanjut dari hipervolemia yaitu tachycardia, pulmonary

crackles, wheezing, sianosis, dan frothy pulmonary secretion.

Tabel 1. Tanda - tanda kehilamgan cairan (hipovolemia)

Kehilangan cairanTanda 5% 10% 15%Membran mukosa Kering Sangat kering Sangat keringSensorium Normal Letargi ObtundedPerubahan ortostatikHeart RateTekanan Darah

- + +↑ >15x ↓>10mmHg

Urinary Flow Ratte Berkurang sedikit Berkurang Sangat BerkurangFrekuensi Nadi Normal /

MeningkatMeningkat >100x Meningkat >120x

Tekanan Darah Normal Berkurang sedikit BerkurangSyok Hemoragik

Syok hemoragik adalah kehilangan akut volume peredaran darah yang

menyebabkansuatu kondisi dimana perfusi jaringan menurun dan

Page 39: cr nn

menyebabkan inadekuatnya hantaranoksigen dan nutrisi yang diperlukan sel.

Keadaan apapun yang menyebabkan kurangnyaoksigenasi sel, maka sel dan

organ akan berada dalam keadaan syok.

Tabel 2. Perdarahan dan Tanda -tanda

Derajat I II III IVPerdarahan < 15%

<75015 % - 30%750 – 1500

30 % - 40%1500 - 2000

>40%>2000

Kesadaran Sedikit cemas Agak cemas Cemas, Bingung

Bingung, Lesu (letargi)

Nadi < 100 >100 >120 >140Tek. Sistolik Normal Normal Menurun MenurunPernafasan 14 - 20 20 - 30 30 - 40 >35Penggantian Kristaloid Kristaloid Kristaloid +

DarahKristaloid + Darah

Pada pasien ini sudah terjadi kehilangan perdarahan akut dengan volume

perdarahan ± 1000cc, dengan diketahui TD pre op 90/60 dan Nadi 130x/menit

sehingga sudah masuk dalam pengklasifikasian syok hemoragik Grade II.

Evaluasi Laboratorium 

Beberapa pemeriksaan laboratorium digunakan untuk menilai volume

intravascular dan ketercukupan perfusi jaringan. Pengukuran ini meliputi

serial hematocrit, seperti pH darah arteri, berat jenis atau osmolalitas urin,

konsentrasi klorida atau natrium dalam urin, Natrium dalam darah, dan

creatinin serum, ratio blood urea nitrogen (perbandingan BUN). Ini hanya

pengukuran volume intravascular secara tidak langsung dan sering tidak bisa

dipercaya selama operasi sebab dipengaruhi oleh beberapa variabel dan

hasilnya sering terlambat. Tanda-tanda laboratorium dari dehidrasi yaitu

peningkatan hematokrit progresif, acidosis metabolic yang progresif, berat

jenis urin >1.010, Natrium dalam urin <10 mEq/L, osmolalitas > 450

mOsm/kg, hypernatremia, dan ratio BUN-kreatinin >10:1. Tanda-tanda pada

foto roentgen adalah meningkatnya vaskularisasi paru dan interstitiel yang

Page 40: cr nn

ditandai dengan ( Kerly " B") atau infiltrasi difus pada alveolar adalah tanda-

tanda dari overload cairan 

3.3.3. Jumlah kehilangan cairan selama operasi

Darah

Memantau dan memperkirakan jumlah kehilangan darah selama operasi

merupakan tugas yang penting dan sulit dilakukan oleh ahli anastesi.

Walaupun perhitungan perkiraan kehilangan cairan dipersulit dengan jumlah

kehilangan yang tersamarkan berada disekitar luka, maupun yang jatuh ke

lantai, namun akurasi dari jumlah kehilangan darah penting dalam memandu

terapi cairan dan tranfusi selama dan sesudah operasi.

Metode yang paling umum digunakan untuk memperkirakan kehilangan darah

adalah pengukuran darah dalam wadah hisap (suction) dan perkiraan visual

darah pada kasa bedah (4x4) dan kain lap (laparotomy pads / lap sponge). Jika

kasa bedah basah seluruhnya diperkirakan menahan 10 ml darah sedangkan

lap sponge menahan hingga ±100-150 ml. Perhitungan jumlah kehilangan

darah akan lebih akurat jika kassa dan lap sponge ditimbang sebelum dan

setelah digunakan saat operasi, tindakan prosedur ini sangat penting

dilakukan pada kasus pediatrik. Penggunaan cairan cuci juga mempersulit

perhitungan kehilangan darah selama operasi, oleh karena itu penggunaan

caian cuci harus dicatat dalam upaya mendapat jumlah kehilangan darah yang

akurat.

Cairan

Selama tindakan operasi, tidak hanya dapat menyebabkan kehilangan darah

namun juga dapat terjadi kehilangan cairan lain melalui penguapan dan

redistribusi internal cairan tubuh. Kehilangan cairan melalui penguapan

signifikan dengan luka besar dan sebanding dengan jumlah luas permukaan

dan durasi pembedahan. Redistribusi cairan internal dapat terjadi di tiga ruang

dan menyebabkan pergeseran cairan dalam jumlah besar dan terjadi deplesi

Page 41: cr nn

intravaskular. Keterkaitan jumlah kehilangan cairan pada ketiga ruangan ini

bersifat kontroversial, apakah jumlah kehilangan terjadi pada pasien lainnya

seperti pada kasus peritonitis, luka bakar, ataupun jaringan yang meradang

dan terinfeksi. Trauma jaringan, jaringan terinfeksi maupun meradang dapat

menyerap sejumlah cairan kedalam ruang intersirial dan mentranslokasikan

cairan ke permukaan serosa (asites) atau ke dalam lumen usus. Perpindahan

cairan intravaskular ke ruang intersitial sangat penting, caoram nenas protein

melewati dinding vaskular ke dalam intersitial diperburuk oleh keadaan

hipervolemia, dan perubahan patologis lainnya di dinding vaskular yang kaya

akan protein.

3.3.4. Dasar – dasar terapi cairan elektrolit perioperatif

Terapi cairan perioperatif termasuk penggantian deficit cairan, kehilangan

cairan normal dan kehilangan cairan lewat luka operasi termasuk kehilangan

darah.

Kebutuhan pemeliharaan normal

Pada waktu tidak adaintake oral, kekurangan cairan dan elektrolit dapat terjadi

dengan cepat karena adanya pembentukan urin yang terus berlangsung,sekresi

gastrointestinal, keringat dan insensible water losses dari kulit dan paru.

Kebutuhan pemeliharaan normal dapat diestimasi dari tabel berikut:

Tabel 3. Estimasi kebutuhan cairan maintenance

Berat Badan Kebutuhan

10 kg Pertama 4 ml/kg/jam

10 kg Kedua 2 ml/kg/jam

BB Sisa 1 ml/kg/jam

Preexisting Deficit    

Pasien yang akan dioperasi setelah berpuasa semalaman tanpa intake cairan

akan menyebabkan adanya defisit cairan sebanding dengan lamanya puasa.

Page 42: cr nn

Defisit ini dapat diperkirakan dengan mengalikan normal maintenance dengan

lamanya puasa. Pada kenyataannya, defisit ini dapat kurang sebagai hasil dari

konservasi ginjal. Kehilangan cairan abnormal sering dihubungkan dengan

defisit preoperatif. Sering terdapat hubungan antara perdarahan preoperatif,

muntah, diuresis dan diare. Kehilangan cairan tersembunyi akibat gangguan

penyerapan oleh karena trauma jaringan maupun infeksi jaringan dan asites

juga dapat berhubungan. Meningkatnya insensible water losses oleh karena

hiperventilasi, demam dan berkeringat kadang sering terabaikan. Idealnya,

kekurangan cairan harus diganti sebelum operasi dilakukan. Komposisi cairan

yang digunakan untuk mengganti cairan harus sama dengan cairan tubuh yang

hilang.

Kebutuhan cairan maintenance yang dibutuhkan pada pasien ini jika

menganggap waktu sejak partus hingga operasi adalah waktu puasa, maka

pasien ini membutuhkan cairan dengan perhitungan (4cc x 10= 40) + (2cc x

10= 20) + (1cc x 50= 50) = 110mL/jam x Lama Puasa 2 jam 220 ml.

3.3.5. Penatalaksanaan Terapi

Prinsip dasar terapi cairan adalah cairan yang diberikan harus mendekati

jumlah dan komposisi cairan yang hilang. Kehilangan caran yang akut harus

diganti secepatnya, dan harus lebih hati – hati dalam mengganti cairan yang

hilang secara kronis, karena pemberian infus secara cepat pada malnutrisi

kronis dan dehidrasi dapat dengan cepat menyebabkan kegagalan jantung

yang fatal. Kehilangan cairan kronis sebaiknya digantikan secara oral, bila

tidak ada diare, dilakukan terapi rehidrasi rektal. Sangat penting , jangan

memberikan natrium secara berlebihan pada pasien yang dengan dehidrasi

kalau yang kurang hanya air (Dobson, 1994)

Penggantian Cairan Intraoperatif

Terapi cairan intraoperatif meliputi kebutuhan cairan dasar dan penggantian

defisit cairan preoperatif seperti halnya kehilangan cairan intraoperatif

Page 43: cr nn

(kehilangan darah, redistribusi dari cairan, dan penguapan). Pemilihan jenis

cairan intravena tergantung dari prosedur pembedahan dan perkiraan jumlah

kehilangan darah. Pada kasus kehilangan darah minimal dan adanya

pergeseran cairan, maka maintenance solution dapat digunakan. Untuk semua

prosedur yang lain Ringer Lactate biasa digunakan untuk pemeliharaan cairan.

(Butterworth, Mackey, & Wasnick, 2013)

Idealnya, kehilangan darah harus digantikan dengan cairan kristaloid atau

koloid untuk memelihara volume cairan intravaskular (normovolemia) sampai

bahaya anemia berberat lebih (dibanding) resiko transfusi. Pada kehilangan

darah dapat diganti dengan transfusi sel darah merah. Transfusi dapat

diberikan pada Hb 7-8 g/dL (hematocrit 21 - 24%).

Hb < 7 g/dL cardiac output meningkat untuk menjaga agar transport Oksigen

tetap normal. Hb 10 g/dL biasanya pada pasien orang tua dan penyakit yang

berhubungan dengan jantung dan paru-paru. Batas lebih tinggi mungkin

digunakan jika diperkirakan ada kehilangan darah yang terus menerus. Dalam

prakteknya, banyak dokter memberi Ringer Laktat kira-kira 3-4 kali dari

banyaknya darah yang hilang, dan cairan koloid dengan perbandingan 1:1

sampai dicapai Hb yang diharapkan.

Tabel 4. Perkiraan Volume Darah Rata – Rata

Umur Volume Darah

Neonatus

Prematur 95 ml/kgBB

Cukup bulan 85 ml/kgBB

Balita – Anak 80 ml/kgBB

Dewasa

Laki – laki 75 ml/kgBB

Perempuan 65ml/kgBB

Page 44: cr nn

Banyaknya transfusi dapat ditentukan dari hematocrit preoperatif dan dengan

perkiraan volume darah. Pasien dengan hematocrit normal biasanya

ditransfusi hanya setelah kehilangan darah >10-20% dari volume darah

mereka. Sebenarnya tergantung daripada kondisi pasien dan prosedur dari

pembedahan. Perlu diketahui jumlah darah yang hilang untuk penurunan

hematocrit sampai 30%, dapat dihitung sebagai berikut: 

1) Estimasi volume darah dari perkiraan volume darah rata – rata

2) Estimasi volume sel darah merah (RBCV) hematocrit preoperative

(RBCV preop).

3) Estimasi RBCV pada hematocrit 30% ( RBCV30%), untuk menjaga

volume darah normal.

4) Memperkirakan volume sel darah merah yang hilang ketika hematocrit

30% adalah RBCV lost = RBCV preop - RBCV 30%.

5) Perkiraan jumlah darah yang hilang = RBCV lost x 3

Transfusi tidak direkomendasikan sampai terjadi penurunan hematocrit hingga

24% (hemoglobin < 8.0 g/dL), tetapi ini diperlukan untuk menghitung

banyaknya darah yang hilang, contohnya pada penyakit jantung dimana

diberikan transfusi jika kehilangan darah 800 mL.

Pada pasien ini diketahui Hb pro op 7,9 dengan Ht pre-op 23% dimana

diketahui kurnag dari Ht Targer 24%. Dalam keadaan seperti ini seharusnya

pasien sudah di berikan penggantian jumlah darah yang hilang dengan darah.

atau dapat juga dengan cairan kristaloid sejumlah 3x lipat sejumlah darah jika

diganti dengan koloif atau tranfusi, ma,in bila ditrerapkan secara membuta,

pedoman ini dapat mrngakibatkan pemberian cairan secara berlebihan ataupun

kekurangan. Pada pasien ini diketahui Estimate Blood Volume (EBV) dengan

rata-rata volume darah pada wanita 65mL/KgBB tapi diambil nilai

70mL/KgB, maka EBV = 70ml/KgBB x KgBB= 70 x 70 = 4.900mLdengan

Allowable Blood Loss (ABL) = (Ht Pasien – Ht Target) x EBV x 3=(23 – 24)

Page 45: cr nn

x 4900 cc x 3 = - 147 mL. Pada pasien ini seharusnya sudah diberikan

pengganti kehilangan darah dengan darah sebelum dilakukan operasi.

Menggantikan Hilangnya Cairan Redistribusi dan Evaporasi

Sebab kehilangan cairan ini dihubungkan dengan ukuran luka dan tingkat

manipulasi dan pembedahan, dapat digolongkan menurut derajat trauma

jaringan.Kehilangan cairan tambahan ini dapat digantikan menurut

tableRedistribusi dan evaporasi kehilangan cairan saat pembedahan, berdasar

pada apakah trauma jaringan adalah minimal, moderat, atau berat. Ini

hanyalah petunjuk, dan kebutuhan yang sebenarnya bervariasi pada masing-

masing pasien

Tabel 5. Redistribusi dan evaporasi kehilangan cairan saat pembedahan

Derajat dari Trauma Jaringan Penambahan Cairan

Minimal (contoh : Herniography) 0-2 ml/KgBB

Sedang (contoh : Cholecystectomy) 2-4 ml/KgBB

Berat (contoh : Reseksi usus) 4-8 ml/KgBB

Redistribusi dan evaporasi kehilangan cairan saat pembedahan pada pasien ini

termasuk dalam derajat dari trauma jaringan sedang, dimana didapatkan = 4 cc

x 70 kg x 1 jam = 350ml

3.3.6. Tranfusi

TRANSFUSI DALAM KEADAAN DARURAT

Ketika pasien sedang exsanguinating, kebutuhan transfusi terjadi sebelum

penyelesaian suatu crossmatch, penyaringan , atau bahkan identifikasi tipe

darah. Jika jenis darah pasien sudah dikenal, dilakukan crossmatch kurang

dari 5 menit, akan mengkonfirmasikan kompatibilitas ABO. Jika jenis darah

penerima tidak dikenal dan transfusi harus dimulai sebelum penentuan, jenis

O Rh-Negative darah mungkin bisa digunakan.

Page 46: cr nn

BANK DARAH

Darah dari pendonor disaring untuk mengeluarkan zat-zat yang dapat

mempengaruhi kondisi medis yang kurang baik bagi penerima donor.

Hematocrit ditentukan, jika >37% untuk allogeneic atau 32% untuk donor

autologous, darah dikumpulkan, diidentifikasi, disaring untuk antibodi, dan

dilakukan pengujian adanya Hepatitis B, Hepatitis C, sipilis,human T cell

leukemia virus ( HTLV)-1 dan HTLV-2, dan Human immunodeficiency virus

( HIV)-1 dan HIV-2. Kebanyakan pusat penelitian sedang melakukan tes

terhadap asam nucleat virus RNA untuk mendeteksi Hepatitis B dan C dan

virus HIV ,dan sedang melakukan deteksi terhadap West Nile Virus. Ada test

yang sangat sensitif, dan mereka perlu membatasi virus dengan window

positif tetapi test negatif.

Pertama, darah dikumpulkan kemudian tambahkan larutan anticoagulant.

Larutan yang paling umum digunakan adalah CPDA-1, yang berisi sitrat

sebagai antikoagulan (berikatan dengan Calcium), fosfat sebagai buffer,

dextrose sebagai sumber energi sel darah merah, dan adenosine sebagai

precursor dari sintesa ATP. Darah dengan CPDA-1- dapat disimpan untuk 35

hari, setelah kelangsungan hidup sel darah merah dengan cepat berkurang.

Sebagai alternatif, penggunaan AS-1 ( Adsol) atau AS-3 ( Nutrice) meluas

umur rata-rata 6 minggu.

Semua unit yang dikumpulkan dipisahkan ke masing-masing komponen, yang

diberi nama, sel darah merah, platelets, dan plasma. Ketika disentrifuge, 1 unit

Whole blood utuh menghasilkan sekitar 250 mL packed red blood cel

( hematocrit 70%); mengikuti penambahan larutan saline, volume suatu unit

packed red cell sering mencapai 350 mL. Sel darah merah secara normal

disimpan pada 1-6°C. Sel darah merah dapat dibekukan dalam larutan

glycerol hypertonis sampai 10 tahun. Teknik yang belakangan pada umumnya

disediakan untuk penyimpanan darah dengan phenotypes jarang. Supernatant

Page 47: cr nn

disentrifuge untuk menghasilkan platelets dan plasma. 1 Unit platelets yang

diperoleh biasanya berisi 50-70 mL plasma dan dapat disimpan pada 20- 24°C

untuk 5 hari. Sisa plasma supernatant diproses dan dibekukan untuk

menghasilkan Fresh frozen plasma; pembekuan cepat mencegah inaktifasi

faktor pembekuan ( V dan VIII). Pencairan yang lambat dari Fresh frozen

plasma menghasilkan suatu gelatin presipitat (cryo-precipitate) yang berisi

faktor VIII dan fibrinogen dengan konsentrasi tinggi. Ketika dipisahkan,

cryoprecipitate ini dapat dibekukan kembali untuk disimpan. Satu unit darah

menghasilkan sekitar 200 mL plasma, yang mana dapat dibekukan untuk

disimpan; sekali ketika, harus ditransfusi dalam 24 jam. Platelets boleh

sebagai alternatif untuk mencapai plateletpheresis, yang ekuivalen dengan

enam unit reguler dari pasien .

TRANSFUSI INTRAOPERATIF   

Packed Red Blood Cells

Transfusi darah sebaiknya diberikan packed red cell, dan dapat

mengoptimalkan penggunaan dan pemanfaatan bank darah. Packed Red Blood

Cell ideal untuk pasien yang memerlukan sel darah merah tetapi tidak

penggantian volume (misalnya, pasien anemia dengan congestive heart

failure). Pasien yang dioperasi memerlukan cairan seperti halnya sel darah

merah; kristaloid dapat diberikan dengan infuse secara bersama-sama dengan

jalur intravena yang kedua untuk penggantian volume cairan.

Darah untuk transfusi intraoperative harus dihangatkan sampai 37°C. terutama

jika lebih dari 2-3 unit yang akan ditransfusi; jika tidak akan menyebabkan

hypothermia. Efek tambahan hypothermia dan secara khas 2,3-

diphosphoglycerate ( 2,3-DPG) konsentrasi rendah dalam darah yang

disimpan dapat menyebabkan suatu pergeseran kekiri ditandai hemoglobin-

oxygen kurva-disosiasi dan, menyebabkan hipoxia jaringan. Penghangat darah

Page 48: cr nn

harus bisa menjaga suhu darah > 30°C bahkan pada aliran rata-rata sampai

150 ml/menit

Fresh Frozen Plasma

Fresh Frozen Plasma (FFP) berisi semua protein plasma, termasuk semua

factor pembekuan. Transfusi FFP ditandai penanganan defisiensi faktor

terisolasi, pembalikan warfarin therapy, dan koreksi koagulapati berhubungan

dengan penyakit hati. Masing-Masing unit FFP biasanya meningkatkan faktor

pembekuan 2-3% pada orang dewasa. Pada umumnya dosis awal 10-15

mL/kg. Tujuannya adalah untuk mencapai 30% dari konsentrasi faktor

pembekuan yang normal.

FFP boleh digunakan pada pasien yang sudah menerima transfusi darah

masive. Pasien dengan defisiensi ANTI-THROMBIN III atau purpura

thrombocyto-penic thrombotic dapat diberikan FFP transfusi.

Masing-Masing unit FFP membawa resiko cepat menyebar yang sama sebagai

unit darah utuh. Sebagai tambahan, pasien dapat menjadi peka terhadap

protein plasma. ABO-COMPATIBLE biasanya diberi tetapi tidak wajib.

Seperti butir-butir darah merah, FFP biasanya dihangatkan 37°C sebelum

transfusi.

Platelets

Transfusi Platelet harus diberikan kepada pasien dengan thrombocytopenia

atau dysfunctional platelets dengan pendarahan. Profilaxis Transfusi trombosit

dapat diberikan pada pasien dengan hitung trombosit 10,000-20,000 oleh

karena resiko perdarahan spontan.

Hitung trombosit kurang dari 50,000 x 109/L dihubungkan dengan

peningkatan perdarahan selama pembedahan. Pasien dengan

thrombocytopenia yang mengalami pembedahan atau prosedur invasive harus

diberikan profilaxis transfusi trombosit sebelum operasi, hitung trombosit

Page 49: cr nn

harus meningkat diatas 100,000 x 109/L. Persalinan pervaginam dan prosedur

bedah minor dapat dilakukan pada pasien dengan hitung trombosit yang agak

rendah tapi fungsi trombosit normal dan hitung trombosit >50,000 x 109/L.

Masing-Masing unit platelets mungkin diharapkan untuk meningkatkan

10,000-20,000 x 109/L dari trombosit. Plateletpheresis unit berisi yang

sejenisnya enam unit donor tunggal. Peningkatan lebih sedikit dapat

diharapkan pasien dengan suatu sejarah platelet transfusi. Disfungsi dapat

meningkatkan perdarahan pada pembedahan bahkan ketika trombosit normal

dan dapat didiagnosa preoperative dengan memeriksa masa perdarahan. .

Transfusi. Platelet diindikasikan pada pasien dengan disfungsi trombosit dan

meningkatkan perdarahan pada pembedahan. ABO-compatible platelet

transfusi adalah diinginkan tetapi tidak perlu. Transfused Platelets biasanya

survive hanya 1-7 hari yang mengikuti transfusi. ABO kompatibel dapat

meningkatkan platelet survival. Rh sensitisasi dapat terjadi di Rh-Negative

donor dalam kaitan dengan adanyanit donor tunggal. Peningkatan lebih sedikit

dapat diharapkan pasien dengan suatu sejarah platelet transfusi. Disfungsi

dapat meningkatkan perdarahan pada pembedahan bahkan ketika trombosit

normal dan dapat didiagnosa preoperative dengan memeriksa masa

perdarahan. . Transfusi. Platelet diindikasikan pada pasien dengan disfungsi

trombosit dan meningkatkan perdarahan pada pembedahan. ABO-compatible

platelet transfusi adalah diinginkan tetapi tidak perlu. Transfused Platelets

biasanya survive hanya 1-7 hari yang mengikuti transfusi. ABO kompatibel

dapat meningkatkan platelet survival. Rh sensitisasi dapat terjadi di Rh-

Negative donor dalam kaitan dengan adanya beberapa butir-butir darah merah

di (dalam) Rh-Positive platelet Unit. Lebih dari itu, anti-A atau anti-B zat

darah penyerang kuman di (dalam) yang 70 mL plasma pada setiap platelet

unit dapat menyebabkan suatu reaksi hemolytic melawan terhadap butir-butir

darah merah penerima ketika sejumlah besar ABO-incompatible platelet unit

diberi. Administrasi Rh immuno-globulin ke Rh-Negative Individu dapat

Page 50: cr nn

melindungi dari Rh sensitisasi yang mengikuti Rh-Positive platelet Transfusi.

Pasien yang kembang;kan zat darah penyerang kuman melawan terhadap

HLA antigens lymphocytes di (dalam) platelet berkonsentrasi) atau platelet

spesifik antigens memerlukan HLA-COMPATIBLE atau single-donor unit.

Penggunaan plateletpheresis transfusi boleh ber/kurang kemungkinan

sensitisasi. 

Transfusi Granulosit

Transfusi Granulosit, yang dibuat dengan leukapheresis, diindikasikan pada

pasien neutropenia dengan infeksi bakteri yang tidak respon dengan antibiotik.

Transfusi granulosit mempunyai masa hidup dalam sirkulasi sangat pendek,

sedemikian sehingga sehari-hari transfusi 1010 granulocytes pada umumnya

diperlukan. Iradiasi dari granulosit menurunkan insiden timbulnya reaksi

graft-versus-host , kerusakan endothelial berhubungan dengan paru-paru, dan

lain permasalahan berhubungan dengan transfusi leukosit, tetapi

mempengaruhi fungsi granulosit. Ketersediaan filgrastim ( granulocyte

colony-stimulating faktor, atau G-CSF) dan sargramostim ( granulocyte-

macrophage colony-stimulating faktor, atau GM-CSF) telah sangat

mengurangi penggunaan transfusi granulosit.

STRATEGI ALTERNATIF UNTUK PENAGANAN KEHILANGAN

DARAH SELAMA PEMBEDAHAN

1) Transfusi Autologous

Pasien yang mengalami prosedur pembedahan elektif dengan suatu

kemungkinan tinggi untuk transfusi dapat mendonorkan darah mereka

sendiri untuk digunakan selama operasi. Darah ini dapat dikumpulkan

mulai 4-5 minggu sebelum operasi. Pasien diperbolehkan untuk

mendonorkan satu kantong darah sepanjang hematokrit kurang lebih 34%

Page 51: cr nn

atau hemoglobin sekitar 11 g/dl. Kebutuhan pemakaian darah minimum 72

jam antara mendonorkan darah dan membuat volume plasma kembali

normal. Dengan suplementasi besi dan terapi eritropoetin rekombinan

( 400 U perminggu), sedikitnya tiga atau empat unit pada umumnya

dikumpulkan sebelum operasi. Beberapa studi menyatakan bahwa

transfusi darah autologous tidak mempunyai efek tambahan yang

mempengaruhi survival pada pasien yang mengalami operasi untuk

kanker. Walaupun transfusi autologous mungkin mengurangi resiko

infeksi dan reaksi transfusi, mereka tidaklah dengan sepenuhnya bebas

dari resiko. Resiko meliputi reaksi immunologi yang berhubungan dengan

n kesalahan pekerjaan karyawan dalam pengumpulan dan label,

pencemaran, dan gudang/penyimpanan yang tidak benar. Reaksi alergi

dapat terjadi dalam kaitan dengan allergen (misalnya, ethylen oksida),

dapat masuk kedalam darah dari tempat pengumpulan dan

gudang/penyimpanan. Pengumpulan darah preoperative autologous

dilakukan dengan frekwensi berkurang.

2) Penyimpanan Darah dan Pemberian Cairan Melalui Infus Berulang 

Teknik ini umumnya digunakan pada bedah jantung, vascular dan bedah

tulang. Darah di aspirasi intraoperatif bersama-sama dengan suatu

pencegah pembekuan darah ( heparin) ke dalam suatu reservoir. Setelah

jumlah darah cukup dikumpulkan, sel darah yang merah di konsentratkan

dan dicuci untuk dimurnikan dari kotoran dan zat pembeku kemudian di

transfusikan kembali ke dalam pasien. Konsentrat darah tersebut

umumnya mempunyai hematocrits 50-60%. Untuk digunakan secara

efektif, teknik ini memerlukan kehilangan darah lebih besar dari 1000-

1500 mL. Kontrainidikasi meliputi pencemaran dari luka yang busuk dan

tumor malignan, meskipun demikian kekhawatiran tentang kemungkinan

reinfusi sel malignan via teknik tills tidak dibenarkan. Sistem lebih

modern dan sederhana memungkinkan rein-fusion darah tanpa centrifugae.

Page 52: cr nn

3) Normovolemic Hemodilusi

Hemodilution normovolemic akut bergantung pada pendapat bahwa jika

konsentrasi sel darah merah dikurangi, total kehilangan sel darah merah

dapat dikurangi apabila darah dalam jumlah besar ditumpahkan; lebih dari

itu, cardiac output tetap normal sebab volume intravascuiar terkontrol.

Darah umumnya dikeluarkan sebelum operasi melalui kateter intravena

yang besar dan digantikan dengan cairan kristaloid dan koloid, supaya

pasien tetap normovolemic tetapi dengan hematocrit 21-25%. Darah yang

dikeluarkan disimpan dalam kantong CPD pada suhu sampai 6 jam untuk

menjaga fungsi dari trombosit; darah di transfusikan kembali ke pasien

setelah kehilangan darah atau lebih cepat jika diperlukan.

4) Donor - Transfusi Langsung

Pasien dapat meminta donor darah dari anggota keluarga atau teman yang

mengandung ABO kompatibilitas. Kebanyakan bank darah tidak

menyarankan hal ini dan umumnya memerlukan donor kurang lebih 7 hari

sebelum operasi untuk memproses darah dan mengkonfirmasikan

kompatibilitas. Studi yang membandingkan keamanan dari pendonor-

langsung dengan donor secara random tidak ada perbedaan, ataupun bank

darah lebih aman.

3.3.7. Perhitungan Pemberian Cairan pada pasien Diketahui :

Jenis Kelamin : Perempuan Perdarahan selama operasi : 300 mL

Berat Badan : 70 Kg Perdarahan setelah melahirkan : ±700 ml

Lama Puasa : 2 jam Urin : 150 mL

Lama Operasi : 45 menit

a. Kebutuhan cairan maintenance

(4cc x 10= 40) + (2cc x 10= 20) + (1cc x 50= 50) = 110mL/jam

Lama Puasa 2 jam = 110 mlx2 = 220 ml

Page 53: cr nn

b. IWL Operasi sedang = 4 cc x 70 kg x 1 jam = 350ml

c. Estimate Blood Volume (EBV)

Rata-rata volume darah pada wanita 65mL/KgBB tapi diambil nilai

70mL/KgBB

EBV = 70ml/KgBB x KgBB

= 70 x 70 = 4.900mL

Allowable Blood Loss (ABL) = (Ht Pasien – Ht Target) x EBV x 3

=(23 – 24) x 4900 cc x 3 = - 147 mL

d. Estimate Blood Loss (EBL) = ± 1000 cc

e. Perdarahan = = 20,4 % (Perdarahan sedangan)

4. Maintenance selama operasi

Maintenance x lama operasi = 110mL x 1 jam = 110 mL/jam

5. Total cairan yang dibutuhkan :

220 mL + 350mL + 1000 ml + 150 = 1.710mL

6. Total Cairan yang masuk

Kristaloid = 1.000mL

Koloid = 1.000mL

Darah = - +

Total 2.000 mL

7. Kekurangan Cairan = 1.710 mL – 2 labu koloid

= 710mL

Pada pasien ini jika selama operasi sudah masuk cairan koloid 1000

cc diketahui sisa perdarahan yang belum terganti adalah 710, dimana

jika diganti dengan cairan kristaloid harus 3x lipat dari jumlah

perdarahan atau menngganti dulu cairan intersitial yang telah hilang

dengan 2 liter atau 4 labu kristaloid. Jadi seharusnya pada pasien ini

Page 54: cr nn

harus diberikan cairan kristaloid 2 labu dan koloid 1 labu lagi agar

mendapatkan 3 – 4 kali lipat jumlah darah yang hilang di intersitial

dengan cairan kristaloid.

8. Post Op :

= 24 jam – (2 jam) Lama puasa +(1 jam) Lama Operasi

= 23 jam x maintenance

= 23 x110ml = 2530 ml/23jam

Kekurangan cariran = 1130 + 2530/23 jam

= 3660/23jam

= 159,13 cc/jam

=

Dikarenakan ABL selama operasi pasien sudah melebihi kapasitas darah

yang bisa di tolerir, dan Hb pre op pasien <8 g/dL maka pasien ini

seharusnya diberikan tranfusi darah pengganti darah yang hilang sebelum

operasi minimal 1 labu PRC dan di lanjutkan penggantian jumlah darah

yang hilang selama operasi 1 labu PRC.

Page 55: cr nn

BAB V

KESIMPULANJumlah terapi cairan yang diberikan dan pemilihan cairan yang diberikan di ruang

operasi masih belum mencukupi dengan pemberian 2 kristaloid dan 2 koloid, dan

seharusnya pasien sudah di sediakan darah untuk mengganti jumlah darah yang sudah

hilang sejak proses melahirkan dikarenan Hematokrit pasien diketahui lebih kurang

dari Ht target dimana tidak ada jumlah darah hilang yang dapat ditolerir lagi jika

hilang selama operasi.

Pada pasien ini jika selama operasi sudah masuk cairan koloid 1000 cc diketahui sisa

perdarahan yang belum terganti adalah 710, dimana jika diganti dengan cairan

kristaloid harus 3x lipat dari jumlah perdarahan atau menngganti dulu cairan

intersitial yang telah hilang dengan 2 liter atau 4 labu kristaloid. Jadi seharusnya pada

pasien ini harus diberikan cairan kristaloid 2 labu dan koloid 1 labu lagi agar

mendapatkan 3 – 4 kali lipat jumlah darah yang hilang di intersitial dengan cairan

kristaloid. Kekurangan cairan dapat di ganti dengan cairan post op menggunakan

cairan kristaloid RL dengan

Kekurangan cariran = 1130 + 2530/23 jam

= 3660/23jam

= 159,13 cc/jam

=

Dikarenakan ABL selama operasi pasien sudah melebihi kapasitas darah yang bisa di

tolerir, dan Hb pre op pasien <8 g/dL maka pasien ini seharusnya diberikan tranfusi

darah pengganti darah yang hilang sebelum operasi minimal 1 labu PRC dan di

lanjutkan penggantian jumlah darah yang hilang selama operasi 1 labu PRC.

Page 56: cr nn

DAFTAR PUSTAKA

Anggrainy, V., Irianto, & Irmayani. (2012). Faktor - Faktor yang Mempengaruji Kejadian Atonia Uteri di RSUP NTB Tahun 2012. 7 (5).

Butterworth, J. F., Mackey, D. C., & Wasnick, J. D. (2013). Morgan Mikhail's CLINICAL ANESTHESIOLOGY. United States: Lange.

Dobson, M. B. (1994). Prinsip Terapi Cairan dan Elektrolit. Jakarta: EGC.

Page 57: cr nn
Page 58: cr nn
Page 59: cr nn
Page 60: cr nn

60